PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SIFAT-SIFAT CAHAYA MELALUI METODE “STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION” (STAD) PADA SISWA KELAS V SDN DUKUHAN KERTEN NO. 58 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Disusun Oleh : FERIA MEY LESTARI K7106023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa dalam situasi pendidikan. Melalui proses belajar mengajar inilah siswa akan mengalami proses perkembangan ke arah yang lebih baik dan bermakna. Agar hal tersebut dapat terwujud maka diperlukan suasana proses belajar mengajar yang kondusif bagi siswa dalam melampaui tahapan-tahapan belajar secara bermakna dan efektif sehingga menjadi pribadi yang percaya diri, inovatif dan kreatif. Mengenai pendidikan Sains (IPA) dijelaskan di dalam kebijaksanaan umum kurikulum berbasis kompetensi Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa “Visi pendidikan Sains (IPA) adalah mempersiapkan siswa yang melek Sains dan teknologi, untuk memahami dirinya dan lingkungan sekitarnya, melalui pengembangan ketrampilan proses, sikap ilmiah, ketrampilan berfikir, penguasaan konsep Sains yang esensial, dan kegiatan teknologi dan upaya pengelolaan lingkungan secara bijaksana yang dapat menumbuhkan sikap pengagungan terhadap Tuhan YME”. Dapat diartikan disini bahwa tujuan IPA menurut kebijaksanaan umum kurikulum berbasis kompetensi (2006) dalam (Leo Sutrisno, dkk, 2008:2-29) adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Leo Sutrisno, dkk (2008:1-19) IPA merupakan kemampuan manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses adalah aktivitas manusia dalam memahami alam semesta, prosedur adalah pengetahuan IPA dibangun melalui pengamatan yang tepat dan prosedur yang benar, produk adalah hasil akhir atau kesimpulan yang betul.
1
2 Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan melalui observasi kelas dan hasil wawancara dengan guru kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta, menunjukan bahwa banyak siswa yang belum dapat memahami konsep sifat-sifat cahaya dengan baik. Permasalahan tersebut timbul karena kedudukan dan fungsi guru dalam kegiatan pembelajaran masih dominan. Aktifitas guru masih sangat tinggi dibandingkan dengan aktifitas siswa yang masih rendah kadarnya, di samping itu guru masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional. Dalam hal ini guru mendominasi dalam menyampaikan materi sedangkan siswa hanya mendengar dan mencatat materi yang disampaikan sehingga siswa lebih cepat bosan dan informasi yang disampaikan sulit diserap oleh siswa serta tidak merangsang kreativitas, partisipasi siswa dan kurangnya pelibatan siswa dalam menentukan suatu konsep dalam proses kegiatan belajar dan mengajar (KBM). Hal ini ditunjukkkan dengan perolehan nilai ulangan harian siswa tentang sifatsifat cahaya masih rendah. Ada 18 siswa yang nilainya masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 63 dan 16 siswa lainnya memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM). Pemahaman sifat-sifat cahaya perlu ditingkatkan, karena konsep sifat-sifat cahaya mendasari materi alat optik. Berdasarkan pertimbangan diatas, maka seorang guru harus kreatif dalam memilih dan mengembangkan suatu metode pembelajaran yang mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan adalah metode STAD. Menurut Slavin (2009:143) metode STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik bagi para guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2009:74) STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Vygotsky dalam ( Isjoni, 2009:57) implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif salah
3 satunya adalah dengan metode STAD, dengan siswa berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif pada masingmasing zona perkembangan terdekat mereka. Menurut Sugiyanto (2008:43) dalam metode STAD siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4-6 anggota kelompok, setiap kelompokmemiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang,rendah) yang bekerjasama saling ketergantungan positif dan bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada orang lain dalam kelompoknya Menurut Isjoni (2009:15) pembelajaran kooperatif salah satunya adalah metode STAD dapat digunakan dalam membuat laporan penelitian pada pelajaran IPA. Metode STAD dapat membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, meningkatkan pemahaman konsep dan mengembangkan sikap sosial siswa dan dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling menghargai pendapat (sharing ideas). Metode STAD memiliki dampak yang positif terhadap siswa yang kurang aktif dalam proses pembelajaran menjadi lebih aktif karena mereka berdiskusi dangan teman sebayanya mengenai konsep yang belum dimengerti. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa dapat bekerja sama dengan teman lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan demikian banyak hal yang bisa siswa dapatkan melalui metode STAD yang akan menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, mempermudah siswa dalam memahami konsep sifat-sifat cahaya dan lebih jauhnya dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar IPA. Untuk itu penelitian ini diberi judul Peningkatan Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya Melalui Metode “Student Team Achievement Division” (STAD) Pada Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
4 B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasi sebagai berikut : 1. Motivasi siswa kurang dalam mengikuti pelajaran IPA 2. Keaktifan siswa masih rendah dalam mengikuti pembelajaran IPA 3. Rendahnya pemahaman konsep sifat-sifat cahaya dalam pembelajaran IPA 4. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA 5. Penggunaan metode pembelajaran oleh guru dalam mata pelajaran IPA kurang variatif, hanya dengan ceramah dan tugas
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, agar dapat melaksanakan penelitian yang terpusat pada permasalahan maka penulis memberikan batasan sebagai berikut : 1. Metode STAD dalam penelitian ini adalah suatu metode pembelajaran kelompok yang terdiri dari beberapa anggota yang heterogen (4-6 orang) yang bekerjasama saling ketergantungan positif dalam satu kelompok kecil dan bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada orang lain dalam kelompoknya. 2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58
D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah penerapan metode “Student Team Achievement Division” (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010?”
5 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan “Untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya melalui penerapan metode “Student Team Achievement Division” (STAD) pada siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat digunakan sebagai acuan, referensi ataupun rujukan bagi peneliti yang akan datang yang akan melakuan penelitian yang serupa ataupun yang berkenaan dengan penerapan metode STAD untuk meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Adanya kebebasan bagi siswa untuk menemukan hal-hal baru bagi dirinya di dalam pembelajaran IPA 2) Dapat menghilangkan rasa jenuh pada saat pembelajaran berlangsung 3) Dapat mempermudah penguasaan konsep, memberikan pengalaman nyata, memberikan dasar-dasar berpikir konkrit serta mengurangi verbalisme, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. b. Bagi guru 1) Meningkatnya profesionalisme guru 2) Meningkatnya tingkat kepercayaan diri bagi seorang guru 3) Memberikan pengalaman, memberikan wawasan, pengetahuan dan ketrampilan dalam merancang metode yang tepat dan menarik untuk mempermudah proses pembelajaran melalui metode STAD. c. Bagi sekolah 1) Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah serta kondusifnya iklim pendidikan di sekolah, khususnya pembelajaran IPA dan umumnya seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah.
6 2) Dapat memberikan masukan dalam mengefektifkan pembinaan dan pengelolaan proses belajar mengajar dalam pelaksanaan pendidikan sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). 3) Meningkatnya kualitas pendidikan melalui penerapan metode STAD.
7 BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Tentang Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya
a. Pengertian Pemahaman Konsep Menurut Nana Sudjana (2005:50) pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep, untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Menurut Tim SBM PGSD (2007 : 35) perilaku yang tergolong ke dalam kategori kemampuan pemahaman dapat dijabarkan ke dalam kata kerja operasional yang mencerminkan hasil belajar untuk tingkat kemampuan pemahaman diantarannya adalah membedakan, mengubah, mempersiapkan, menanyakan, mengatur, menjelaskan, mendemonstrasikan dan memberi contoh. Menurut Nana Sudjana (2005:51) ada tiga pemahaman yang berlaku umum: (1) Pemahaman terjemahan adalah kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Misalnya memahami kalimat bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. (2) Pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Misalnya memahami grafik. (3) Pemahaman ekstrapolasi adalah kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu, atau memperluas wawasan. Menurut
Driver
dalam
(http://matematika.upi.edu/index.php/)
pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang meliputi
3
aspek
yakni
kemampuan
mengenal,
menjelaskan
dan
menginterpretasi atau menarik kesimpulan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1990 : 636) pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Menurut Tim SBM PGSD (2007 : 34) bahwa
8 hasil dari pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari hasil pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep, untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Menurut Bloom dalam (Dimyati dan Mudjiono, 2002:27) pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Dari pandapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman adalah proses mengetahui keadaan jiwa melalui ekspresi yang diberikan melalui indera. Pemahaman yang baik harus disertai pengertian terhadap ekspresi yang dihadapi. Memahami berarti mengerti benar tentang sesuatu yang dipelajari sehingga menjadi baik. Menurut Soedjiran dan Muljono (1989:6) konsep adalah pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan data yang memiliki kesamaan ciri-ciri. Menurut Nyimas Aisyah, dkk (2008: 8-12) konsep adalah pengertian yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek. Suatu konsep dapat dibatasi dengan suatu ungkapan yang disebut definisi. Menurut Tom V. Savage dan David G. Armstong (2000:25) consepts are labels that help people to make sense of large quantities of information. Berdasarkan uraian tersebut, konsep adalah label yang digunakan untuk membantu penalaran terhadap jumlah informasi yang besar. Konsep adalah sesuatu yang abstrak yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu kejadian atau hubungan.(http://id.answers.yahoo.com). Menurut Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh (1999:6) konsep adalah kesepakatan bersama untuk penanaman sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah. Menurut Moore dalam (Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 1999:6) mengungkapkan bahwa konsep adalah sesuatu yang tersimpan dalam pikiran yang berupa suatu pemikiran, ide, atau gagasan. Sedangkan menurut Parker dalam (Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 1999:6) konsep adalah gagasan tentang sesuatu yang ada dan dapat diwujudkan dengan contoh. Menurut
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, edisi tiga 2003) konsep adalah
9 suatu
rancangan. Menurut Leo Sotrisno,dkk (2008:1-12) konsep adalah
representasi yang abstrak dan umum tentang sesuatu, karena bersifat umum dan abstrak maka konsep barsifat mental. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak (Sujarwo dalam http://lib.atmajaya.ac.id/defaultaspx?tabID = 61&src= k&id= 154753). Menurut Arthur K. Ellis (1997 : 112) concept is an intellectual tool that provides its user with generalizable ways of dealing with reality. Berdasarkan uraian tersebut konsep adalah sebuah alat intelektualyang menyediakan pemakainya cara yang dapatdijabarkanyang berhubungan dengan kenyataan. Dari pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa konsep adalah sesuatu yang sifatnya abstrak yang digunakan untuk menggambarkan suatu kejadian. Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang pemahaman dan konsep di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan kegiatan lanjutan dari penanaman konsep dengan tujuan agar siswa lebih memahami sesuatu yang tersimpan dalam pikiran sebagai langkah untuk memberikan label kepada sesuatu atau sebagai alat untuk berpikir, yang dapat membantu seseorang untuk mengenal, mengerti, dan memahami terhadap sesuatu konsep tersebut.
b. Tinjauan Tentang Belajar 1) Pengertian Belajar Menurut Tim SBM PGSD (2007:2) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses balajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti barubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap, dan tingkah lakunnya. Menurut Winkel dalam (Inggridwati Kurnia, 2007:1-3) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam
interaksi
aktif
individu
dengan
lingkungannya,
sehingga
menghasilkan perubahan yang relatif menetap atau bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Hilgard
10 dalam (Sumadi Suryabrata, 2008 : 232) learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from change by factors not attributable to training. Berdasarkan uraian tersebut, belajar adalah proses dimana kegiatan berasal dari prosedur pelatihan (baik di dalam laboratorium maupun lingkungan alami) sebagaimana perubahan ditentukan oleh faktor-faktor bukan disebabkan oleh pelatihan. Menurut Cronbach dalam (Sumadi Suryabrata, 2008 : 231) lerning is shown by a change in behavior as a result of experience. Berdasarkan uraian tersebut, belajar yang sebaik-baiknya adalah yang mengalami, dan dalam mengalami itu siswa mempergunakan pancainderanya. Menurut Crow & Crow dalam (Ingridwati Kurnia : 6-4) belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Menurut Slameto dalam (Ingridwati Kurnia : 1-3) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa belajar menyangkut 3 hal yaitu belajar dipandang sebagai suatu proses, hasil dan fungsi. Belajar yang dipandang sebagai suatu proses dalam hal ini yang diperhatikan adalah melihat apa yang terjadi selama individu mengalami dan menjalani belajar untuk mencapai tujuan. Selain itu polapola perubahan tingkah laku selama pengalaman belajar berlangsung juga diperhatikan, sehingga perlu ditekankan pada daya yang menyebabkan proses belajar berkembang dan berlangsung. Belajar yang dipandang sebagai hasil maksudnya adalah dalam proses belajar yang diperhatikan yaitu bentuk terakhir dari perubahan tingkah laku, sehingga dapat dilihat hasil dalam bentuk konsep dan sikap. Jadi individu dianggap sudah belajar apabila sudah menguasai atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan belajar yang dipandang sebagai suatu fungsi. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah aspek-aspek yang
11 menentukan dan memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku individu di dalam proses belajar. Dengan demikian seorang guru tidak hanya mengetahui bagaimana hasil yang telah dicapai oleh siswa tetapi juga mengetahui bagaimana dapat terjadi perubahan-perubahan dalam diri siswa sebagai hasil pengalaman proses belajar mengajar. 2) Ciri-ciri Belajar Menurut Sumadi Suryabrata dalam (Tim SBM PGSD: 3) memberikan ciri-ciri kegiatan yang disebut “belajar” : a) Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti behavioral changes) baik aktual maupun potensial. b) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang ralatif lama. c) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha dari individu itu. 3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Sumadi Suryabrata (2008 : 233) belajar sebagai proses atau aktivitas
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi belajar adalah : a) Faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, dan ini masih dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1) Faktor-faktor nonsosial, separti keadaan udara, suhu, cuaca, waktu, tempat, alat yang digunakan untuk belajar. 2) Faktor-faktor sosial, seperti gangguan dari manusia lain. b) Faktor-faktor yang datang dari dalam diri siswa, dan inipun dapat lagi digolongkan menjadi dua golongan yaitu: 1) Faktor-faktor fisiologis, seperti nutrisi kurang cukup sehingga lekas ngantuk, lesu,dan lelah. Selain itu, beberapa penyakit seperti pilek, sakit gigi, batuk juga sangat menggagu proses belajar. 2) Faktor-faktor psikologis.
12 Menurut N. Frandsen dalam (Sumadi Suryabrata : 236-237) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk balajar adalah : (a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas. (b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju. (c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan teman-teman. (d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru. (e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran. (f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
c. Tinjauan Tentang Pembelajaran Menurut Gagne dan Briggs dalam ( Nyimas Aisyah, dkk : 1-3) pembelajaran adalah upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar, secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajaryang sifatnya internal. Sedangkan Menurut Corey dalam (Nyimas Aisyah, dkk : 1-3) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respan terhadap situasi tertentu. Menurut Udin S Winataputra (2007:1.20) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam ( TIM SBM PGSD : 8) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram
dalam desain
instruksional. Untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Menurut UUSPN no. 20 tahun 2003 dalam (TIM SBM PGSD : 8) pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
13 menurut Gagne dalam (Isjoni, 2009:72), an active process and suggests that teaching involves facilitating active mental process by students, bahwa dalam proses pembelajaran siswa berada dalam posisi proses mental yang aktif, dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Menurut
Tim
SBM
PGSD
(2007
:
7)
pembelajaran
adalah
membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pembelajaran, dari pengetahuan yang sumbernya dari luar diri siswa kemudian dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi dibentuk dan dikonstruksi oleh individu itu sendiri sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektualnya. Sedangkan pembelajaran menurut Muhammad Surya dalam (Isjoni, 2009:72) merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Robertta H. Barba (1998:96) learning is dependent upon the external environment, but also on the child’s internal processing of information. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran bergantung pada lingkungan luar, tetapi juga bergantung pada proses pengolahan informasi anak. Berdasarkan
pendapat
di
atas
peneliti
menyimpulkan
bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
14 d. Tinjauan Tentang Ilmu Pengetahuan Alam 1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan salah satu dari banyak jenis ilmu pengetahuan. Menurut Leo Sutrisno, dkk (2008:1-19) IPA merupakan kemampuan manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal: proses adalah aktivitas manusia dalam memahami alam semesta, prosedur adalah pengetahuan IPA dibangun melalui pengamatan yang tepat dan prosedur yang benar, produk adalah hasil akhir atau kesimpulan yang betul. Menurut The Liang Gie dalam (Leo Sutrisno, dkk , 2008 :1-16) menyatakan bahwa science dalah kumpulan sistematis dari pengetahuan. Menurut Purnell’s dalam (Srini M Iskandar, 2001 : 2) science is the broad field of human knowledge, acquired by systematic observation and experiment, and explained by means of rules, laws, principles, theories, and hyphotheses. Berdasarkan uraian tersebut, IPA adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsipprinsip, teori-teori dan hipotesis-hipotesis. Menurut Larasati (http:/www.scribd.com/doc/17087298 /Karakteristik -Pembelajaran-IPA-SD) IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994) dijelaskan pengertian IPA (sains) sebagai hasil kegiatan manusia berupa pengetahun, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasangagasan. Sedangkan dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara mencari tahu secara sistematis tentang alam semesta. Menurut Hendro dan Jenny dalam http:// www.scribd.com/doc /17087298 /Karakteristik Pembelajaran-IPA-SD ucapan Einstein: Science is the atempt to make the
15 chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thought, mempertegas bahwa IPA adalah suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah. Menurut Webstrer’s dalam (Srini M Iskandar, 2001 : 2) menyatakan natural science is knowledge concerned with the physical world and its phenomena, yang artinya IPA adalah pengetahuan tentang alam dan gejala-gejalanya. Disamping itu, menurut Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Kelas V Sekolah Dasar, kurikulum Pendidikan Dasar (1994 : 41), dijelaskan : Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan. Menurut Srini M. Iskandar (2001:15) IPA adalah Ilmu Pengetahuan tentang kejadian-kejadian bersifat kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas hasil observasi, eksperimen dan induksi. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam sekitar baik biotik maupun abiotik dengan jalan mengadakan pengamatan langsung dari berbagai jenis dan lingkungan buatan manusia. 2) Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Menurut kebijaksanaan umum kurikulum berbasis kompetensi (2006) dalam (Leo Sutrisno, dkk, 2008:2-29) mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : a) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. b) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan teknologi dan masyarakat. c) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
16 d) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Menurut GBPP kelas v sekolah dasar (SD), kurikulum pendidikan dasar (1994 : 146 ) tujuan pembelajaran IPA di kelas v semester II sebagai berikut : 1. Siswa memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energy serta fungsinya dan mampu menerapkannya dalam kehidupan seharihari. 2. Siswa mampu menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat sesuatu karya / model. 3. Siswa mampu memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam dan mampu memanfaatkan sumber daya alam secara tepat. Dalam penjelasan tersebut jelaslah bahwa dengan diberikannya pengetahuan ketrampilan proses, berupa percobaan-percobaan konsep IPA untuk menjelaskan dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
e. Tinjauan Tentang Pembelajaran IPA SD 1) Pengertian pembelajaran IPA Menurut Srini M. Iskandar (2001: 18-19) pelajaran IPA lebih mementingkan kemampuan berpikir daripada kemampuan menghafal. Disamping itu dipentingkan juga kemampuan mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan prinsip, memecahkan percobaan sederhana, menyusun data, mengemukakan dugaan . Pembelajaran IPA merupakan media pengembangan potensi siswa SD yang
didasarkan
pada
karakteristik
psikologis
anak,
memberikan
kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya, mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam dirinya, memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam, sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang
17 harus dikuasainya (Larasati dalam http://www.scribd.com/ doc/ 17087298/ Karakteristik-Pembelajaran-IPA-SD). Menurut teori Piaget “Mengenai Perkembangan Kognitif” dalam (Srini M. Iskandar, 2001:23) berdasarkan jenjang dan karakteristik perkembangan intelektual anak seusia siswa SD maka penyajian konsep dan keterampilan dalam pembelajaran IPA harus dimulai dari nyata (konkrit) ke abstrak; dari mudah ke sukar; dari sederhana ke rumit, dan dari dekat ke jauh. Dengan kata lain, mulailah dari apa yang ada di sekitar siswa dan yang dikenal, diminati serta diperlukan siswa. Secara psikologis, anak usia SD berada dalam dunia bermain. Tugas guru adalah menciptakan dan mengelompokan suasana bermain tersebut dalam kelas sehingga menjadi media yang efektif untuk membelajarkan siswa dalam IPA. Dari
beberapa
pendapat
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran IPA adalah sebagai media pengembangan potensi siswa SD seharusnya didasarkan pada karakteristik psikologis anak; memberikan kesenangan bermain dan kepuasan intelektual bagi mereka dalam membongkar misteri, seluk beluk dan teka-teki fenomena alam di sekitar dirinya; mengembangkan potensi saintis yang terdapat dalam dirinya; memperbaiki konsepsi mereka yang masih keliru tentang fenomena alam; sambil membekali keterampilan dan membangun konsep-konsep baru yang harus dikuasainya. 2) Prinsip-prinsip Pembelajaran IPA SD Menurut Leo Sutrisno (2008 : 5.3-5.6) ada lima prinsip utama dalam pembelajaran IPA, yaitu lima pernyataan tentang kebenaran dalam pembelajaran IPA yang dijadikan anutan untuk melaksanakan pembelajaran IPA. a) Pemahaman tentang dunia di sekitar kita di mulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupan noninderawi. b) Pengetahuan yang diperoleh tidak pernah terlihat secara langsung, sehingga perlu diungkap selama proses pembelajaran. c) Pengetahuan pengalaman mereka pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuwan, pengetahuan yang anda miliki.
18 d) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambing dan relasi dengan konsep yang lain. e) IPA terdiri atas produk, proses, dan prosedur. f. Tinjauan Tentang Materi Sifat-Sifat Cahaya Cahaya sangat bermanfaat bagi kehidupan. Cahaya membuat dunia ini terangbenderang. Cahaya membuat kita dapat melihat benda-benda di sekitar kita. Menurut Choiril Azmiyawati,dkk (2008 : 111-116) Cahaya memiliki beberapa sifat yaitu: merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. 1) Cahaya Merambat Lurus Cahaya yang masuk melalui celah-celah jendela rumah merambat lurus. 2) Cahaya Menembus Benda Bening Kaca yang bening dapat ditembus oleh cahaya matahari. Apabila kaca jendela rumah ditutup dengan menggunakan karton maka cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah. Hal ini menunjukkan bahwa cahaya hanya dapat menembus benda yang bening. 3) Cahaya Dapat Dipantulkan Pemantulan cahaya ada dua jenis
yaitu pemantulan baur
(pemantulan difus) dan pemantulan teratur.
Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai
19 permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur. Bayangan anak di awal bab ini terjadi karena pemantulan teratur. Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya. Berdasarkan bentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung. a) Cermin Datar
Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan tidak melengkung. Cermin datar biasakamu gunakan untuk bercermin. Pada saat bercermin, kamu akan melihat bayanganmu di dalam cermin. Sifat-sifat bayangan pada cermin datar : 1) Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda. 2) Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin. 3) Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu. 4) Bayangan tegak seperti bendanya. 5) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar.
20 b) Cermin Cembung
Cermin cembung yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya. c) Cermin Cekung
Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah dalam. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan lampu senter. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat bergantung pada letak benda terhadap cermin. 1) Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya). 2) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik.
21 4) Cahaya dapat dibiaskan Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda, cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Perhatikan skema pembiasan cahaya berikut!
Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya cahaya merambat dari air ke udara. Pembiasan cahaya sering kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dasar kolam terlihat lebih dangkal daripada kedalaman sebenarnya. Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak patah.
22 2. Tinjauan Tentang Metode STAD a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok. Menurut Slavin (2009 : 8), pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dan saling berinteraksi antar anggota kelompok. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setiap kelompok yang heterogen yaitu terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Menurut Johnson (dalam Isjoni, 2009 : 22) mengemukakan, “Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the intructional use of small group that allows students work together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Menurut Sugiyanto (2008 : 35) pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Robertta H. Barba (1998 : 411) cooperative learning is arrangement in wich students work in mixed ability groups and are rewarded on the basis of the success of the group. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran kooperatif adalah rangkaian pembelajaran dimana siswa bekerja dalam grup yang anggotanya memiliki kemampuan yang beragam dan dinilai atau dihargai berdasarkan keberhasilan grup. Menurut Davidson dan Warsham dalam (Isjoni, 2009 : 27) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.
23 Abdulhak dalam (Isjoni, 2009 : 28) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri. Dalam jurnal internasional yang ditulis Jacobs&Hannah (dalam http://www.georgejacobs.net/cooperative.html, diakses pada tanggal 5 Januari 2010) menyatakan bahwa “cooperative learning, also known as collaborative learning, is a body of concepts and techniques for helping to maximize the benefits of cooperation among students”. Artinya, pembelajaran kooperatif yang juga dikenal sebagai pembelajaran kolaboratif, adalah suatu bentuk dari konsep dan tehnik untuk membantu memaksimalkan keuntungan-keuntungan kerjasama diantara siswa. Menurut Nurhadi dan senduk dalam (Made Wena, 2009:189) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Sedangkan Abdurrahman dan Bintoro dalam (Made Wena, 2009:190) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (teman lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar lainnya dan menekankan pada penggunaan kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 1) Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2009 : 27) ciri dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : a) Setiap anggota memiliki peran. b) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.
24 c) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. d) Guru membantu mengembangkan ketrampilan-ketrampilan interpersonal kelompok. e) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. 2) Tujuan Pembelajaran kooperatif Menurut Ibrahim, et al dalam (Isjoni, 2009 : 39-41) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu: a) Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu
siswa
memahami
konsep-konsep
sulit.
Para
pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
25 c) Pengembangan keterampilan sosial Tujuan
penting
ketiga
pembelajaran
kooperatif
adalah,
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. 3) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (1995:2), pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian yang ada dan mamperbaiki
hubungan
antar
kelompok.
Sedangkan
kelemahan
pembelajaran kooperatif adalah memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usa kelompok tidak berjalan semestinya. Jarolimek dan Parker dalam (Isjoni, 2009: 36) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah: 1) saling ketergantungan yang positif, 2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, 3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, 5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, 6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. 4) Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2009 : 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan , yaitu : a) Student Team Achievement Division (STAD) b) Jigsaw c) Teams Games Tournaments (TGT) d) Group Investigation (GI)
26 e) Rotating Trio Exchange f) Group Resume
b. Tinjauan Tentang Metode STAD (Student Team Achievement Division) 1) Pengertian Metode Dalam(http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/26/pengertianmetode.html) metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Sagala dalam (Ruminiati, 2008:2-3) metode adalah cara yang digunakan guru atau siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data dan konsep, pada proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi. Menurut Tim SBM PGSD (2007 : 23) metode mengajar adalah cara yang digunakan guru agar timbul proses belajar mengajar sehubungan dengan strategi yang digunakan. Menurut Hairudin, dkk (2007 : 2-25) metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu. Jadi metode merupakan cara melaksanakan pekerjaan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah suatu cara mengajarkan topik tertentu sehingga topik yang diajarkan dapat diterima oleh siswa dengan mudah dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2) Pengertian Metode STAD (Student Team Achievement Division) Menurut Slavin (2009 : 12), gagasan utama dari metode STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Dalam metode STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut kinerja, jenis kelamin dan suku. Metode STAD lebih menekankan pada kegiatan belajar kelompok, dimana siswa secara aktif melakukan diskusi, kerjasama, saling membantu, dan semua anggota kelompok mempunyai
27 peran dan tanggung jawab yang sama. Menurut Slavin (2009:143) metode STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik bagi para guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Menurut Isjoni (2009:74) STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Slavin (2009:141) berpendapat metode STAD merupakan metode yang digunakan secara terstruktur, metode STAD merupakan metode yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penelitian pendidikan, termasuk juga dalam penampaian materi dikelas. 3) Komponen Metode STAD Menurut Slavin (2009 : 143-160), metode STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: a) Presentasi Kelas Materi dalam metode STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Dalam presentasi kelas ini, guru mengajarkan materi secara langsung dalam pertemuan kelas. Presentasi kelas dalam metode STAD berbeda dengan presentasi kelas yang dilakukan guru pada umumnya. Hal ini disebabkan karena presentasi kelas dalam metode STAD hanya dilakukan pada hal-hal pokok saja. Dengan cara ini siswa dituntut untuk sungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis dan menentuan skor dari pengerjaan kuis yang nantinya akan mempengaruhi skor kelompok mereka. b) Tim (Kelompok) Kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin maupun keturunan. Fungsi utama dari kelompok adalah memastikan bahwa semua anggota kelompok dapat belajar dan juga
28 untuk mempersiapkan anggota kelompok dalam memghadapi tes. Setelah guru mempresentasikan materi, kelompok segera mempelajari laembar kerja atau tugas yang diberikan oleh guru. Bila terdapat kesulitan maka anggota kelompok secara bersama mendiskusikan kesulitan tersebut, membandingkan jawaban-jawaban dari masing-masing anggota dan membetulkan kesalahan-kesalahan konsep dari anggota kelompok. Kelompok merupakan hal yang sangat penying dalam metode STAD. Pada setiap pendapat, tekanan diberikan pada anggota kelompok yang terbaik dan anggota kelompok yang terbaik tersebut harus membantu anggota kelompok lain dalam penguasaan materi. c) Kuis (Tes Individu) Setelah kurang lebih 1-2 pertemuan dari presentasi guru dan 1-2 kali kelompok melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi tes individu. Siswa tidak boleh saling membantu selama tes. Jadi setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam menguasai materi pembelajaran yang telah diberikan. Hasil selanjutnya diberi skor. d) Skor Kemajuan Individual Maksud dari skor kemajuan individual adalah memberikan nilai pada setiap siswa yang dapat dicapai jijka meraka bekerja keras dan mengerjakan lebih baik dari pada materi yang telah lampau. Keadaanya mungkin siswa mengalami peningkatan skor atau bahkan menurun. Kemudian guru menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan membandingkan skor tes materi yang lalu dengan skor yang baru. e) Rekognisi Tim Setelah melakukan kuis, perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok dilakukan. Skor individu setiap anggota kelompok memberikan sumbangan pada skor kelompok berdasarkan skor pada kuis sebelumnya dengan skor kuis terakhir. 4) Persiapan dalam Penggunaan Metode STAD Dalam penggunaan metode STAD, menurut Slavin (2009 :147-151) guru-guru perlu mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
29 a) Materi Materi ajar dapat dibuat oleh guru berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). Lembar kerja siswa ini dilengkapi dengan kunci jawabannya. Selain itu guru juga harus mempersiapkan kuis untuk tiap unit atau kompetensi dasar yang telah direncanakan untuk diajarkan. b) Membagi para Siswa ke dalam Kelompok Sebuah kelompok dalam metode STAD merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari empat atau lima siswa yang heterogen. c) Menentukan Skor Awal Pertama Skor dasar awal dapat diambil dari skor rata-rata siswa pada kuis sebelumnya. Apabila sebelumnya belum pernah diadakan kuis, skor dasar awal dapat diambil dari nilai final siswa dari tahun yang lalu. d) Membangun Tim Sebelum memulai program pembelajaran kooperatif, akan sangat baik jika memulai dengan satu atau lebih latihan pembentukan tim sekadar untuk memberi kesempatan kepada anggota tim untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan dan untuk saling mengenal satu sama lain. 5) Langkah-langkah Penerapan Metode STAD Berikut ini disajikan langkah-langkah pembelajaran STAD menurut pendapat Agus Suprijono (2009: 36) adalah sebagai berikut: a) Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain). b) Guru menyajikan pelajaran. c) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggotaanggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. d) Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. e) Memberi evaluasi. f) Kesimpulan.
30 6) Tahap Pelaksanaan dalam Metode STAD Pada proses pembelajarannya, menurut Slavin dalam (Isjoni, 2009 : 74-76) metode STAD melalui lima tahapan yaitu : a) Penyajian Materi Tiap pelajaran dalam metode STAD selalu dimulai dengan presentasi kelas. Presentasi kelas meliputi pendahuluan, inti yang dapat berisi komponen presentasi bahan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran. b) Pendahuluan Dalam pendahuluan guru menekankan pada apa yang akan dipelajari peserta didik dan mengapa pelajaran itu penting. Hal ini dilaksanakan untuk memotivasi siswa dalam mempelajari konsep yang akan diajarkan. c) Presentasi 1). Menentukan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai 2). Pembelajaran
kooperatif
menekankan
bahwa
belajar
adalah
memahami makna dan bukan hafalan. 3). Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan benar atau salah. 4). Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah menguasai pokok permasalahannya. d) Latihan Terbimbing 1). Menyuruh siwa mengerjakan soal atau pertanyaan yang diberikan. 2). Memanggil siswa secara random untuk menyelesaikan soal. 3). Pemberian tugas kelas e) Belajar Kelompok Selama kegiatan kelompok, masing-masing siswa bertugas mempelajari materi yang telah disajikan oleh guru dan membantu teman sekelompok
untuk
menguasai
bahan
pelajaran
tersebut.
Guru
memberikan lembar kegiatan untuk dikerjakan siswa. Setiap siwa harus mengerjakan sendiri secara mandiri dan selanjutnya saling mencocokan
31 jawabannya
dengan
teman
sekelompoknnya.
Apabila
teman
sekelompoknya ada yang kurang memahami, maka anggota kelompok yang lain harus membantunya. Guru harus menekankan bahwa kegiatan yang dipelajari bukan untuk diisi dan diserahkan kepada guru. Apabila siswa mempunyai permasalahan, sebaiknya ditanyakan dahulu kepada seluruh anggota kelompoknya sebelum ditanyakan kepada guru. f) Kuis Pada saat mengerjakan kuis siswa tidak boleh saling bekerja sama. Siswa harus menunjukan bahwa mereka telah belajar secara individual. Siswa juga tidak diperbolehkan bertukar lembar jawaban dengan anggota kelompok yang lain. g) Penghargaan Kelompok Setelah diadakan kuis, guru mengumumkan skor perkembangan individu dan skor kelompok dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tinggi. 7) Penilaian/Skoring dalam Metode STAD Menurut Muhamad Nur (2005:23), penilaian/scoring pada metode STAD meliputi 3 hal yaitu : a) Skor Dasar Skor dasar adalah skor yang diperoleh dari rata-rata siswa pada kuis sebelumnya atau dapat juga diperoleh dari nilai final siswa dari tahun yang lalu. b) Skor perkembangan Skor perkembangan adalah skor perbandingan antara skor dasar dengan skor kuis. Skor ini diperoleh berdasarkan seberapa besar skor kuis siswa melampaui skor dasar mereka. c) Skor Kelompok Skor kelompok adalah jumlah dari skor perkembangan semua anggota kelompok dibagi jumlah anggota kelompok. Laporan nilai akhir dalam metode STAD didasarkan pada skor kuis sebenarnya, bukan didasarkan pada skor perkembangan atau skor kelompok.
32 Menurut Slavin (2009:159), skor perkembangan individu untuk tiap-tiap kuis individual dalam metode STAD dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Skor Perkembangan Individu Nilai Kuis 1. Lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 2. 10 poin sampai 1 poin di bawah nilai awal 3. Sama dengan nilai awal sampai dengan 10 poin di atas nilai awal 4. Lebih dari 10 poin di atas nilai awal 5. Betul semua (nilai sempurrna)
Nilai Perkembangan 5 10 20 30 30 Slavin (2009:159)
Menurut Slavin dalam (Isjoni, 2009:76), nilai perkembangan yang diperoleh kelompok terdapat tiga tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok, yaitu : a) Super Team (Kelompok istimewa), diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata lebih besar atau sama dengan 25. b) Great Team (Kelompok hebat), diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata antara 20 sampai kurang dari 25. c) Good Team (Kelompok baik), diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor antara 15 sampai kurang dari 20.
B. Penelitian Yang Relevan Adapun beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Hasil Penelitian Tindakan Kelas oleh Yohana Tatik Listyowati dalam skripsinya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif (STAD) pada anak berkesulitan belajar Matematika di kelas V B SD Negeri Cemara Dua No. 13 Kecamatan Banjarsari Surakarta menunjukkan adanya peningkatan. Terbukti pada rata-rata ulangan harian dari sebelum tindakan adalah 68 dengan ketuntasan klasikal 70% ≥ 65 (KKM), pada siklus I rata-rata ulangan meningkat menjadi 80,05 dengan ketuntasan klasikal 90% ≥ 65 (KKM), kemudian pada siklus II rata-rata ulangan meningkat menjadi 80,30 dengan ketuntasan klasikal 95% ≥ 65 (KKM).
33 2. Wiwin Setyowati. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “Student Team Achievement Division” (STAD) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa : Penelitian Tindakan Kelas Di SMAN 9 Surakarta. Hasil belajar Fisika siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 20,51% (siklus I = 61,54% dan siklus II = 82,05%). Keaktivan belajar siswa meningkat 12,8% dari siklus I ke siklus II (siklus I = 76,9% dan siklus II = 89,7%). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar Fisika siswa kelas X semester ganjil SMAN 8 Surakarta pokok bahasan Dinamika Partikel. 3. Penelitian yang dilaksanakan oleh Yona Kristianto Mutiasmoro yang berjudul Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Pada Pokok Bahasan Perbandingan Dan Fungsi Trigonometri Sub Pokok Bahasan Aturan Sinus Cosinus Dan Luas Segitiga Pada Kelas X-2 Di SMA Masehi 1 PSAK, Jl Pasir Mas Raya No1 Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari nilai rata-rata tes matematika semester 1 adalah 51 menjadi 74,44 pada pokok bahasan perbandingan dan fungsi trigonometri sub pokok bahasan aturan sinus cosinus dan luas segitiga pada siswa kelas X-2 di SMA Masehi 1 PSAK.
C. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran. Pada kondisi awal pembelajaran sebelum menerapkan metode STAD, guru masih menggunakan pembelajaran konvensional. Siswa menjadi lebih cepat bosan dan informasi yang disampaikan sulit diserap oleh siswa serta tidak merangsang kreativitas dan partisipasi siswa, Guru lebih menekankan pada terselesainya materi pelajaran daripada tingkat kemampuan siswa dalam memahami materi, komunikasi pembelajaran hanya satu arah sehingga kurang adanya timbal balik antara guru dengan siswa untuk aktif dan kreatif dalam menyerap dan mempertajam gagasannya, siswa masih merasa malu untuk bertanya kepada guru tentang materi yang belum mereka pahami sehingga
34 membuat siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa menganggap bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang sulit sehingga mereka enggan mempelajarinya. Akibat dari permasalahan tersebut dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep sifat-sifat cahaya cenderung rendah. Dengan kondisi tersebut, maka peneliti melaksanakan tindakan dengan menerapkan metode STAD untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep sifat-sifat cahaya. Pada kondisi akhir pembelajaran, partisipasi, kerja sama, tanggungjawab dan kreativitas siswa dalam pembelajaran dapat meningkat sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna dan pada akhirnya pemahaman terhadap konsep sifat-sifat cahaya meningkat. Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: Kondisi Awal
Tindakan
Guru menggunakan metode konvensional
Penerapan metode STAD : Siswa dapat bekerja sama dengan teman sebayanya, sharing, saling asah, asih dan asuh
Pemahaman siswa terhadap konsep sifatsifat cahaya rendah
Diharapkan pemahaman siswa terhadap konsep sifat-sifat cahaya meningkat Pemahaman siswa terhadap konsep sifat-sifat cahaya meningkat
Kondisi Akhir
Gambar 1 : Bagan Kerangka Berpikir D. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Melalui penerapan Metode “Student Team Achievement Division” (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”.
35 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta. Alasan peneliti memilih sekolah tersebut karena banyak siswa yang belum dapat memahami konsep sifat-sifat cahaya dengan baik, hal ini terjadi karena guru masih menggunakan metode pembelajaran yang monoton dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa cenderung pasif. 2. Waktu Penelitian Rencananya tahap persiapan hingga pelaporan hasil pengembangan akan dilakukan selama 6 bulan, yakni mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2010. Tahap perencanaan akan dilaksanakan pada maret, tahap pelaksanaan dimulai bulan april. 3. Subjek Penelitian Penelitian dilakukan pada guru dan siswa kelas V semester II di SDN Dukuhan Kerten No. 58, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta tahun ajaran 2009/2010 yang berjumlah 34 siswa terdiri dari 14 siswa putri dan 20 siswa putra dan objek penelitian yang digunakan adalah mata pelajaran IPA pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya.
B. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research) dan dilaksanakan di kelas sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suharsimi Arikunto (2007: 3) penelitian tindakan kelas adalah pencermatan sebuah kegiatan pembelajaran dengan suatu tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.
36 C. Data Penelitian Data penelitian diperoleh setelah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kemudian data-data tersebut dikumpulkan melalui beberapa teknik pengumpulan data diantaranya observasi, wawancara, dokumen dan tes hasil belajar. Sumber data penelitian adalah siswa kelas V (lima) SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun pelajaran 2009/ 2010 dan guru kelas V (lima) serta lingkungan yang mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Siswa SD kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta. 2. Hasil jawaban subjek penelitian secara tertulis dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya, yang diperoleh melalui tes awal penelitian dan tes pada akhir tiap-tiap tindakan. 3. Jawaban subjek penelitian berupa pernyataan verbal atau kata-kata yang diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan subjek penelitian. 4. Hasil observasi yang diperoleh dari pengamatan peneliti dan guru kelas V tentang pelaksanaan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas perlu catatan yang dituangkan dalam teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat menentukan dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Menurut Gulo dalam (Ingridwati Kurnia, 2007:4-2) mengatakan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data di mana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama pengamatan. Menurut (Sugiyono,
2007 : 64) lembar observasi digunakan untuk mengobservasi
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berlangsung. Aktivitas siswa yang diamati dengan menggunakan lembar observasi adalah keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran,
37 minat, dan psikomotorik sedangkan aktivitas guru berupa lembar observasi kelas. Untuk kegiatan guru observasi dilakukan secara langsung pada saat pembelajaran di kelas guna mengumpulkan data secara kualitatif mengenai aktifitas guru dan siswa. Tujuannya untuk mencatat masalah yang terjadi pada saat tindakan yang kemudian akan menjadi refleksi sebagai tindak lanjut. Langkah-langkah observasi meliputi perencanaan, pelaksanaan observasi kelas dan pembahasan balikan. 2. Wawancara Menurut Ingridwati Kurnia (2007:4-24) wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung yang terarah pada tujuan tertentu. Menurut Esterberg dalam (Sugiyono, 2007 : 72) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam satu topik tertentu. Menurut Lexy J. Moleong (2007: 186) wawancara adalah percakapan dengan suatu maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak ditemukan melalui observasi. Wawancara dilakukan terhadap siswa setelah proses tindakan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pendapat mereka tentang kendala atau kesulitan serta keaktifan dan motivasi belajar yang mereka dapat dari penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA. Selain itu, wawancara juga dilakukan terhadap guru untuk mengumpulkan informasi mengenai kebaikan dan kekurangan serta kendala yang ditemukan pada saat menggunaka model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). 3. Tes Menurut Suharsimi Arikunto dalam Rameli (2009:37) mengemukakan bahwa tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan
38 sebagai alat pengukuran keterampilan, sikap, pengetahuan, intelegensi kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar IPA siswa pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya. Bentuk tes yang digunakan adalah tes tertulis yaitu pada setiap akhir pelaksanaan tindakan. Tes ini mempunyai tujuan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman siswa pada konsep sifatsifat cahaya. 4. Dokumentasi Menurut Sugiyono (2008:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Menurut Suharsimi Arikunto (1996:234) Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data berupa tindakan dan hasil observasi proses pembelajaran.
E. Validitas Data Menurut Suharsimi Arikunto (2008:12), di dalam penelitian diperlukan adanya validitas data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Menurut Patton dalam Herybertus B.Sutopo (1996: 70 ) teknik Trianggulasi ada empat teknik yaitu : Trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi teori, dan trianggulasi peneliti. Dalam penelitian ini untuk menguji validitas data peneliti menggunakan validitas isi dan trianggulasi data. a. Validitas isi Sebuah tes dikatakan memiliki isi apabila di dalamnya mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran. Pada penelitian ini data yang diukur menggunakan validitas isi yaitu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan materi yang diajarkan di kelas
39 V, maka pada penyusunan dilakukan dengan cara memerinci kurikulum ataupun materi pelajaran. Oleh karena itu materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering disebut validitas kurikuler. b. Triangulasi Data Triangulasi data yaitu teknik yang dilakukan untuk memeriksa keabsahan atau kebenaran data yang diperoleh dari sumber lain yaitu guru dan siswa. Teknik trangulasi data digunakan dalam rangka memperoleh kepercayaan data yang maksimal. Teknik ini digunakan melalui kegiatan reflektif, kolaboratif antara guru dan peneliti. Selain itu, dilakukan juga wawancara dengan siswa untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi siswa terhadap penerapan metode STAD dalam pembelajaran IPA terutama dalam konsep cahaya. Hasil triangulasi kemudian dijabarkan melalui Laporan Naratif Deskripstif. Triangulasi data diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih tepat, sesuai keadaan siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten no. 58 Surakarta, misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan data isi dokumen yang terkait yaitu pengamatan dari proses pembelajaran, nilai siswa, absensi, silabus, RPP, dan foto. F. Teknis Analisis Data Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktif. Menurut H.B Sutopo ( 2003:18 ), dalam proses analisis data ada tiga komponen yang harus didasari oleh peneliti, tiga komponen tersebut adalah : 1) Reduksi data Data reduksi merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara ditulis dalam bentuk rekaman data, dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang pokok, kemudian dicari polanya. Jadi, rekaman data sebagai bahan data mentah disusun lebih sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih tajam hasil pengamatan dalan penelitian ini, juga mempermudah peneliti untuk mencatat kembali data yang diperoleh bila diperlukan.
40
2) Penyajian data Data yang telah direduksi dan dikelompokkan dalam berbagai pola dideskripsikan dalam bentuk kata-kata yang berguna untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu. Penyajian data ini ditulis dalam paparan data. 3) Penarikan simpulan atau verivikasi Data yang diperoleh dicari pola, hubungan, atau hal-hal yang sering timbul dari data tersebut kemudian dihasilkan simpulan sementara yang disebut dengan temuan peneliti. Penarikan simpulan dilakukan terhadap temuan peneliti berupa indikator-indikator yang selanjutnya dilakukan pemaknaan atau refleksi sehingga memperoleh simpulan akhir. Hasil simpulan akhir dilakukan refleksi untuk menentukan atau menyusun rencana tindakan berikutnya. Untuk memperjelas proses analisis interaktif disajikan pada Gambar 2 sebagai berikut:
Pengumpulan data
Sajian Data
Reduksi data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 2 : Bagan Teknik Analisis Data
41 G. Strategi Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan strategi tindakan kelas. Menurut Suharsimi Arikunto (2007:16) disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut:
perencanaan refleksi
siklus I
pelaksanaan
pengamatan perencanaan refleksi
Siklus II
pelaksanaan
pengamatan ? Gambar 3 : Bagan Strategi Penelitian
H. Indikator Kinerja Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan atau tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Pada penelitian ini, indikator yang menjadi pedoman keberhasilan adalah meningkatnya pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten Kecamatan Laweyan Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 melalui penerapan metode STAD. Indikator penelitian bersumber dari kurikulum dan silabus KTSP IPA kelas V serta Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah dan guru kelas V, yaitu 63. Pada siklus I pembelajaran dikatakan berhasil apabila pemahaman konsep siswa mencapai rata-rata kelas 65 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 75 % . Pada siklus II pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan pemahaman konsepsifat-safat cahaya mencapai rata-rata kelas 7,0 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 85 %.
42 I. Prosedur penelitian a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti, guru kelas dan kepala sekolah menyusun rencana tindakan yang didasarkan pada studi pendahuluan yang telah dilakukan. Adapun tahap perencanaan ini berisi tindakan apa yang akan dilakukan, materi dan model pembelajaran yang akan digunakan, siapa yang akan melaksanakan, waktu pelaksanaannya, dan bagaimana melaksanakannya termasuk penyusunan rencana pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran koooperatif tipe STAD yang akan digunakan dalam pembelajaran serta instrument yang akan dipakai untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan dirancang secara bersama-sama. b. Pelaksanaan Tindakan Tahapan kegiatan dalam penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Taggart yang meliputi empat tahap yaitu, perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi, dilakukan secara terus menerus, berkesinambungan sampai hasil yang diharapkan sesuai dengan indikatornyang ditetapkan tercapai. Pelaksanaan tindakan ini didasarkan pada perencanaan yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya, tindakan dilakukan oleh guru kelas V. pada saat guru kelas melakukan tindakan, peneliti beserta kepala sekolah bertindak sebagai pengarah, motivator, dan pengamat. Pada saat peneliti melakukan tindakan, guru kelas bertindak sebagai observer sehingga terjalin kerjasama yang baik. Setelah satu siklus terlaksana diadakan diskusi hasil temuan dari pengamatan yang dilakukan sebagai refleksi untuk perencanaan kembali untuk memperbaiki temuan dalam siklus 1. 1. Rancangan Siklus I a. Tahap Perencanaan Tindakan Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun rencana tindakan yang didasarkan pada hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan. Dalam hal ini guru dan peneliti menyamakan persepsi tentang permasalahan yang ditemui dan menjabarkannya serinci mungkin. Bentuk rencana tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
43 1). Membuat skenario pembelajaran. 2). Mempersiapkan media atau peralatan yang akan digunakan. 3). Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 4). Menyiapkan sumber pelajaran meliputi LKS yang diperlukan dalam membuat siswa memahami materi pelajaran yang akan diajarkan. 5). Membuat alat evaluasi untuk melihat apakah pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran yang digunakan dapat ditingkatkan. b. Tahap pelaksanaan Tindakan Setelah membuat rencana yang matang maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan rencana tersebut sebagai tindakan yang mengacu pada skenario dan langkah kegiatan mengajar. Dalam pelaksanaan guru harus mengingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan dan berlaku secara wajar. 1. Pada pertemuan I a) Kegiatan awal 1) Berdo’a dan presensi 2) Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru melakukan apersepsi dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mengenai sumber cahaya. 3) Guru mengantarkan siswa pada materi yang akan dipelajari yaitu tentang sifat-sifat cahaya dengan menyalakan lilin di depan kelas, karena lilin merupakan salah satu sumber cahaya. 4) Guru menyampaikan tujun pembelajaran pada siswa. b) Kegiatan inti 1) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 56 orang. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupaun kemampuan akademik (tinggi, sedang, rendah).
44 2) Siswa menunjuk salah satu teman sebagai ketua kelompok, kemudian ketua kelompok mengabil alat-alat percobaan yang telah disiapkan guru. 3) Guru membimbing siswa melakukan percobaan tentang sifatsifat cahaya yaitu cahaya merambat lurus dan cahaya menembus benda bening. 4) Tiap anggota kelompok menggunakan LKS (lampiran 4 halaman 115-117) dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi tentang percobaan yang dilakukan antar sesama anggota kelompok. 5) Secara bergantian, setiap kelompok mengirimkan wakilnya untuk membacakan hasil diskusi kelompok di depan kalas. c) Kegiatan akhir 1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang sifat-sifat cahaya yaitu cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. 2) Siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya. 3) Siswa mengerjakan tes individual pada akhir pelajaran tentang materi sifat-sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening yang telah didiskusikan. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru. 2. Pada pertemuan II a) Kegiatan awal 1) Berdo’a dan presensi 2) Sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru melakukan apersepsi dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya mengenai sifat-sifat cahaya yaitu cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. 3) Guru mengantarkan siswa pada materi yang akan dipelajari yaitu tentang sifat-sifat cahaya yaitu cahaya dapat dipantulakan dengan mengajukan pertanyaan pada siwa “ Siapa yang pernah
45 bercermin?”, “Bagaimana bayangan yang terbentuk pada cermin?”. 4) Guru menyampaikan tujun pembelajaran pada siswa. b) Kegiatan inti 1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-6 orang. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupaun kemampuan akademik (tinggi, sedang, rendah). 2) Siswa menunjuk salah satu teman sebagai ketua kelompok, kemudian ketua kelompok mengabil alat-alat percobaan yang telah disiapkan guru. 3) Guru membimbing siswa melakukan percobaan tentang sifatsifat cahaya yaitu cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. 4)
Tiap anggota kelompok menggunakan LKS (lampiran 4 halaman 118-120) dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi tentang percobaan yang dilakukan antar sesama anggota kelompok.
5) Secara bergantian, setiap kelompok mengirimkan wakilnya untuk membacakan hasil diskusi kelompok di depan kalas. c) Kegiatan akhir 1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang sifat-sifat cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. 2) Siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya. 3) Siswa mengerjakan tes individual pada akhir pelajaran tentang materi sifat-sifat cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. yang telah didiskusikan. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru. c. Observasi Kegiatan observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara
46 cermat setiap gejala baik mengenai tindakan, pelaksanaan tindakan, maupun akibat dari tindakan-tindakan tersebut. d. Refleksi Refleksi meliputi beberapa komponen
yakni: menganalisa,
mensintesa, dan menerangkan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar pemikiran untuk tindakan yang akan datang karena hasil yang diperoleh belum maksimal. 2. Rancangan Siklus II a. Perencanaan Perencanaan pada siklus yang kedua ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah. Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD 2) Menentukan pokok bahasan. 3) Mengembangkan skenario pembelajaran. (lampiran 4 halaman 91110) 4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS). ( lampiran 4 halaman 115120) 5) Menyiapkan sumber belajar dan media. 6) Mengembangkan format evaluasi. (lampiran 5 halaman 121-124) 7) Mengembangkan format observasi pembelajaran. (lampiran 9 dan 10 halaman 139-166) b. Tindakan Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki tindakan pada siklus pertama sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan memantau proses peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa.
47 c. Observasi Observasi dilakukan dengan mengkaji hasil pada siklus pertama dan memonitor serta membantu siswa jika menemui kesulitan d. Refleksi Menganalisis hasil pengamatan untuk memperoleh gambaran tentang dampak dari tindakan yang dilakukan, hal-hal yang perlu diperbaiki dan yang harus menjadi perhatian agar diperoleh hasil yang maksimal.
48
BAB IV HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah yang menjadi pusat penelitian adalah sekolah negeri dengan nama SDN Dukuhan Kerten No. 58 dengan Nomor Statistik Sekolah (NSS) 100280, Nomor Identitas Sekolah (NIS) 101035101036 yang beralamat di Desa Kerten, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. SDN Dukuhan Kerten No. 58 berdiri pada tahun 1954 ijin operasional penggunaannya dikeluarkan oleh Kepala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah dengan surat keputusan No.421.2/012/05/59/85, tanggal 1 Maret 1985. SDN Dukuhan Kerten No. 58 memiliki sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar yang cukup memadai, diantaranya: tanah seluas 658 meter persegi, yang terdiri dari 12 ruang kelas yang terdiri kelas paralel, 1 gudang, 1 rumah penjaga, 1 kantin sekolah, 1 ruang guru dan Kepala Sekolah, 1 ruang alatalat olahraga, 1 ruang olahraga, 1 ruang agama Kristen, 1 ruang tempat sepeda siswa, 1 ruang komputer, 1 ruang tari, UKS, mushola, perpustakaan, ruang serba guna dan 8 kamar mandi. Penjaga sekolah tinggal di rumah dinas SDN Dukuhan Kerten No. 58 tepatnya di sebelah selatan ruang kelas agama kristen sehingga keamanan dan kebersihan SD terjaga dengan baik. Selain mempunyai beberapa ruangan, SDN Dukuhan Kerten No. 58 juga mempunyai halaman yang sangat luas yang biasanya digunakan untuk pembelajaran olahraga, upacara dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh sekolah serta tempat bermain bagi para siswa ketika jam istirahat. Taman sekolah juga tertata secara rapi sehingga memberikan suasana nyaman bagi para siswa dalam mengikuti pembelajaran ketika di luar ruangan. SDN Dukuhan Kerten No. 58 memiliki 412 siswa yang terdiri dari 219 siswa laki-laki dan 193 siswa perempuan. Siswa terbagi dalam 12 kelas parallel yakni kelas IA sebanyak 36 siswa, kelas IB sebanyak 37 siswa, kelas IIA sebanyak 43 siswa, kelas IIB sebanyak 43 siswa, kelas IIIA sebanyak 32 siswa,
49 kelas IIIB sebanyak 33 siswa, kelas IVA sebanyak 37 siswa, kelas IVB sebanyak 35 siswa, kelas VA sebanyak 35 siswa, kelas VB sebanyak 34 siswa, kelas VIA sebanyak 24 siswa dan kelas VIB sebanyak 23 siswa. Siswa di SD Negeri Dukuhan Kerten berasal dari berbagai latar belakang sosial yang berbeda-beda. SD Negeri Dukuhan Kerten No. 58 kecamatan Laweyan kota Surakarta pada tahun 2009 /2010 dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah dan memiliki 18 guru yang telah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), 7 orang tenaga pengajar yang masih Wiyata Bakti dan 2 orang penjaga sekolah. Semua personil telah melaksanakan
tugasnya
masing-masing
dengan
baik
sesuai
dengan
tanggungjawabnya. Dengan jumlah guru yang memadai maka proses belajar mengajar juga dapat berjalan dengan lancar. Dengan kelancaran proses pembelajaran tersebut seharusnya para siswa SDN Dukuhan Kerten No. 58 dapat meraih prestasi yang baik baik secara akademik maupun non akademik. Bukan hanya guru dan Kepala sekolah yang bertanggungjawab dalam membimbing siswa namun peran orang tua dan masyarakat juga sangat penting. Hal ini telah diwujudkan di SDN Dukuhan Kerten No. 58 dalam wadah Paguyuban Orang Tua Siswa dan Komite sekolah. Keberhasilan pendidikan siswa merupakan tanggungjawab bersama sehingga harus ada kerjasama yang baik dari semua pihak. Dari berbagai data yang dihasilkan mengenai sarana dan prasarana serta fasilitas yang ada di SDN Dukuhan Kerten No. 58 yang cukup memadai, maka sangatlah mungkin diterapkannya berbagai metode pembelajaran termasuk metode STAD dalam pembelajaran IPA khususnya guna mencari dan menggali efektifitas metode pembelajaran yang akan merangsang siswa untuk berkembang sehingga mereka mempunyai bekal hidup di masyarakat dan di masa yang akan datang.
B. Deskripsi Kondisi Awal Kegiatan awal penelitian yaitu melakukan observasi terhadap proses pembelajaran dan prestasi belajar Matematika pada kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 yang menjadi objek penelitian. Observasi pertama dilakukan pada hari
50 Kamis
tanggal 8 April 2010 yaitu pada mata pelajaran IPA dengan pokok
bahasan cahaya. Dalam pelaksanaan penelitian, observer mengamati, mencatat kemudian mendokumentasikan berbagai temuan dan informasi yang didapat pada saat kegiatan pembelajaran sebelum menerapkan metode STAD. Pada proses pembelajaran di kelas kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan rutin seperti berdo’a bersama, guru mengabsen siswa, mencatat materi pelajaran yaitu materi tentang cahaya, melakukan tanya jawab dan diakhiri dengan pemberian tes tertulis sebagai alat penilaian. Proses pembalajaran pada kegiatan inti diantaranya, guru sebagai objek penelitian menyuruh siswa membuka buku IPA tentang materi sifatsifat cahaya halaman 111, pada waktu itu buku yang digunakan adalah buku IPA kelas 5 Saling Temas oleh Choiril Azmiyawati. Kemudian siswa di suruh mendengarkan penjelasan guru. Setelah penjelasan selesai, guru menulis rangkuman materi cahaya pada papan tulis sebagai catatan untuk siswa. Pada akhir kegiatan, guru memberikan soal-soal sebagai latihan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dijelaskan, lalu siswa diberi pekerjaan rumah. Dari langkah-langkah pembelajaran yang tersebut di atas terlihat masih adanya dominasi guru dalam pembelajaran, dan siswa tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan berfikirnya. Hasil belajar dari kondisi awal pembelajaran IPA di SDN Dukuhan Kerten No. 58 dapat terlihat dari Tabel 2 berikut ini : Tabel 2: Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Sebelum Tindakan No
1 2 3 4 5 6
Interval Nilai
Bb
Ba
Frekuensi (fi)
35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100 Jumlah
34,5 45,5 56,5 67,5 78,5 89,5
45,5 56,5 67,5 78,5 89,5 100,5
4 9 12 6 3 0 34
Nilai Tengah (xi) 41 52 63 74 85 96
Fixi
Prosentase (%)
Keterangan
164 468 756 444 255 0 2087
11,76 26,47 35,29 17,65 8,83 0 100
< KKM < KKM ≤ KKM > KKM > KKM > KKM
51 Nilai rata-rata= 2087 : 34 = 61,38 Ketuntasan klasikal= 16 : 34 X 100 % = 47,06 % Dari Tabel 2 Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 sebelum tindakan dapat disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4 : Grafik Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Pada Sebelum Tindakan Grafik di atas menunjukan masih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata KKM. Siswa yang mendapat nilai kurang dari 63 (KKM) sebanyak 18 dan yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 16 siswa. Hal ini dapat diartikan bahwa ketuntasan klasikal sebesar 47,06% masih berada di bawah ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu sebesar 85% siswa mendapatkan nilai ≥ 63 (KKM).
52 Hal tersebut menjadi refleksi bagi guru kelas V khususnya dan tentunya peneliti yang ingin memaksimalkan hasil belajar. Bertolak dari kenyataan tersebut, peneliti mengadakan koordinasi dengan guru kelas V untuk membahas tentang alternatif yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 terhadap materi sifat-sifat cahaya. Salah satu alternatif pemecahan
yang
dapat
dilakukan
adalah
melaksanakan
pembelajaran dengan mengaktifkan siswa, yaitu dengan menerapkan metode Student Teams Achievement Divisions (STAD).
C. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Tindakan siklus I Tindakan siklus I dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Tiap-tiap pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran (2 X 35 menit) yang dilaksanakan selama dua minggu yaitu pada tanggal 15 April 2010 dan 20 April 2010. Adapun tahapan-tahapan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan Berkaitan dengan masalah penelitian yang sudah dirumuskan rencana tindakan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian dengan menggunakan acuan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2008 untuk kelas V pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya, peneliti melakukakan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: 1) Menyiapkan rencana pembelajaran (terdapat pada lampiran halaman 91) 2) Mempersiapkan media atau peralatan yang akan digunakan 3) Menyiapkan materi pembelajaran (terdapat pada lampiran halaman 111) 4) Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika diajarkan dengan menerapkan metode STAD 5) Menyiapkan sumber pelajaran yang diperlukan dalam membuat siswa memahami materi pelajaran yang akan diajarkan. 6) Membuat alat evaluasi untuk melihat apakah pemahaman konsep sifatsifat cahaya pada pelajaran IPA dengan menerapkan metode pembelajaran yang digunakan dapat ditingkatkan.
53 7) Membagi kelompok siswa yang masing-masing beranggotakan 5-6 orang.
b. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode STAD sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun. 1) Pertemuan I Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 15 April 2010. Pada pertemuan pertama materi yang dibahas adalah sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. Berikut ini dipaparkan kondisi riil yang dialami selama proses belajar mengajar berlangsung. Proses pembelajaran diawali dengan berdo’a bersama kemudian disusul dengan pemberian salam dari siswa untuk guru. Setelah rutinitas tersebut dilaksanakan, guru mengabsen siswa. Pada waktu itu seluruh siswa hadir. Setelah mengabsen, guru mengkondisikan siswa pada situasi pembelajaran yang kondusif kemudian melakukan apersepsi yaitu dengan menyalakan lilin di depan kelas, siswa memperhatikan kegiatan guru. Kemudian guru mengarahkan siswa bahwa lilin merupakan sumber cahaya dan menjelaskan tujuan dari pembelajaran yaitu akan mempalajari tentang sifat-sifat cahaya. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan dengan mengaitkan pada pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan sifat-sifat cahaya. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru namun masih terlihat malu-malu. Karena Siswa masih belum begitu berani mengungkapkan pendapat maka guru memberikan motivasi kepada siswa agar siswa tetap tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Pada awal proses kegiatan inti, guru mengelompokan siswa dengan jumlah 34 orang menjadi 6 kelompok heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang siswa. Cara pengelompokan ditentukan oleh guru yaitu berdasarkan nilai sebelum tindakan dan jenis kelamin sehingga terbentuk kelompok heterogen. Kemudian siswa dengan gesit mengatur bangku dan meja mereka sesuai kelompok yang telah ditentukan. Kondisi ruang kelas cukup gaduh dengan suara meja dan kursi yang digeser-geser oleh siswa.
54 Pada situasi ini guru belum bisa menenangkan siswa. Setelah semua selesai mengatur tempat duduk, guru mengembalikan konsentrasi belajar siswa dengan mengajak melakukan “Tepuk Tenang”. Guru menyuruh setiap kelompok menunjuk salah satu teman sebagai ketua kelompok dan mengambil alat-alat untuk melakukan percobaan. Kemudian
guru
mempresentasikan materi yang akan disampaikan yaitu tentang sifat-sifat cahaya secara umum. Setelah itu, guru menjelaskan tentang langkahlangkah
kegiatan
yang
harus
dilakukan
dalam
percobaan
untuk
membuktikan sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. Guru mambagikan LKS (terdapat pada lampiran halaman 115) untuk diisi berdasarkan hasil percobaan, setiap anggota kelompok mendapatkan LKS untuk diisi berdasarkan hasil percobaan. Namun, kondisi pembelajaran pembelajaran masih kurang kondusif karena siswa masih kebingungan. Sebagian diantara mereka masih hanya bermain-main dengan alat-alat percobaan yang diberikan guru dan yang lain coba mengamankannya, yang akhirnya banyak kegiatan yang di luar perencanaan. Guru masih kewalahan memberikan pengertian akan langkah-langkah penemuan karena siswa tidak tertib dan kurang perhatian serta konsentrasi. Pada tahap kerja kelompok, siswa membaca LKS yang dibagikan guru, kemudian siswa mulai mengerjakan langkah-langkah menemukan sifat cahaya merambat lurus, setelah selesai dilanjutkan dengan sifat cahaya menembus benda bening. Sebagian masih ada yang kebingungan untuk mengisinya kemudian guru menerangkan kembali cara mengisi kolom yang ada pada LKS. Masingmasing kelompok bekerja menyelesaikan tugas yang diberikan. Namun ada sebagian yang hanya mengganggu teman lainnya saja. Waktu yang diberikan kurang lebih 20 menit. Selama kelompok melakukan percobaan guru berkeliling memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Kadangkala guru memberikan penjelasan karena siswa masih belum sesuai dengan langkah-langkah yang ada di LKS. Setelah selesai melakukan percobaan, masing-masing ketua kelompok melaporkan hasil percobaan di depan kelas. Siswa masih malu-malu
55 mengungkapkan pendapatnya. Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan evaluasi kepada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Guru memberikan penghargaaan pada kelompok maupun individu yang telah bekerja dengan baik. Siswa dan guru menyimpulkan materi tentang sifat-sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening dan sifat bayangan pada cermjn datar. Sebagai kegiatan penutup guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang belum jelas. Siswa dengan bimbingan guru membuat rangkuman materi pelajaran dan memberikan pekerjaan rumah untuk persiapan pembelajaran selanjutnya. 2) Pertemuan II Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 20 April 2010. Pada pertemuan yang kedua ini materi yang diajarkan adalah sifat cahaya dapat dipantulkan (mengetahui sifat bayangan pada cermin cekung dan cembung) dan cahaya dapat dibiaskan. Kegiatan diawali
dengan
berdo’a, kemudian guru mengabsen siswa. Guru mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan sifat-sifat bayangan pada cermin datar yang sudah siswa pelajari pada pertemuan pertama. Setelah tanya jawab tentang materi yang di bahas pada pertemuan pertama, guru menghubungkannya dengan materi yang akan di bahas yaitu tentang sifat cahaya dapat dipantulakan (sifat bayangan pada cermin datar, cembung dan cekung) dan cahaya dapat dibiaskan. Kegiatan inti dilanjutkan dengan menyuruh siswa kembali berkumpul dengan masing-masing kelompoknya. Ketua kelompok mengambil alat-alat untuk percobaan. Kemudian guru mempresentasikan materi yang akan disampaikan yaitu tentang sifat cahaya dapat dipantulkan (sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung) dan cahaya dapat dibiaskan. Setelah itu, guru menjelaskan tentang langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam percobaan untuk membuktikan sifat cahaya dapat dipantulakan (sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung) dan cahaya dapat dibiaskan. Guru mambagikan LKS untuk diisi berdasarkan
56 hasil percobaan, setiap anggota kelompok mendapatkan LKS untuk diisi berdasarkan hasil percobaan. Kondisi pembelajaran sudah mulai kondusif, tetapi masih ada siswa yang bermain-main dengan alat-alat percobaan yang diberikan guru. Namun sebagian basar siswa serius dalam melakukan percobaan dan mengisi kolom pada LKS. Pada tahap kerja kelompok, siswa membaca LKS yang dibagikan guru, kemudian siswa mulai mengerjakan langkah-langkah menemukan sifat cahaya dapat dipantulkan (sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung) setelah selesai dilanjutkan dengan sifat cahaya dapat dibiaskan. Sebagian besar lelompok dalam melakukan percobaan sudah sesuai dengan langkah-langkah yang ada dalam LKS. Masing-masing kelompok bekerja menyelesaikan tugas yang diberikan. Waktu yang diberikan kurang lebih 20 menit. Selama kelompok melakukan percobaan guru berkeliling memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Setelah
selesai
melakukan
percobaan,
masing-masing
ketua
kelompok melaporkan hasil percobaan di depan kelas. Kegiatan dilanjutkan dengan memberikan evaluasi kepada siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Guru memberikan penghargaaan pada kelompok maupun individu yang telah bekerja dengan baik. Siswa dan guru menyimpulkan materi tentang sifat-sifat cahaya dapat dipantulkan (sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung) dan cahaya dapat dibiaskan. Siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya atas perintah guru. Pada akhir siklus I guru mengumumkan tim yang memperoleh skor tertinggi berdasarkan skor perolehan kelompok (terdapat pada lampiran halaman 135) c. Observasi Dalam tahap observasi peneliti melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindakan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan pemahaman terhadap sifat-sifat cahaya dengan menerapkan metode STAD, yang
dilaksanakan
dengan
menggunkan
alat
bantu
berupa
lembar
observasi/pengamatan dan dokumentasi berupa foto. Dalam tahap ini peneliti mengadakan kolaborasi dengan guru kelas dalam melaksanakan pemantauan
57 terhadap pelaksanaan proses pembelajaran yaitu dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilaksanakan untuk mendapatkan data mengenai kegiatan yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Selain itu observasi juga dilakukan untuk mengamati kegiatan siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan metode STAD untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58. Dari data-data hasil observasi siklus I, diperoleh hasil sebagai berikut: Pertemuan I 1) Kegiatan Siswa (lampiran 10 halaman 155) a) Kedisiplinan siswa dalam kriteria baik, b) keaktifan siswa dalam kriteria kurang, c) kemampuan siswa melakukan percobaan dalam kriteria kurang, d) keterampilan kooperatif siswa dalam kriteria kurang, e) kenampakan sifat kooperatif pada saat melakukan diskusi dalam kriteria baik, f) kemampuan siswa menjawab pertanyaan dalam diskusi dalam kriteria baik, g) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, h) kemampuan siswa dalam mengerjakan evaluasi dalam kriteria baik, i) skor rata-rata kegiatan siswa pada pertemuan I adalah 2,75 (kurang). 2) Kegiatan Guru (lampiran 9 halaman 139) a) Persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dalam kriteria baik, b) kegiatan apersepsi dalam kriteria kurang, c) pengelolaan kelas dalam kriteria baik, d) pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dalam criteria sangat kurang, e) kegiatan penyampaian materi melalui penerapan metode STAD dalam kriteria baik, f) kegiatan tanya jawab dalam kriteria kurang, g) diskusi dan penjelasan konsep dalam kriteria kurang, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria baik, i) pengembangan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik, k) skor rata-rata kegiatan guru pada pertemuan I adalah 2,60 (kurang).
58 Pertemuan II 1) Kegiatan Siswa (lampiran 10 halaman 158) a) Kedisiplinan siswa dalam kriteria sangat baik, b) keaktifan siswa dalam kriteria baik, c) kemampuan siswa melakukan percobaan dalam kriteria baik, d) keterampilan kooperatif siswa dalam kriteria baik, e) kenampakan sifat kooperatif pada saat melakukan diskusi dalam kriteria baik, f) kemampuan siswa menjawab pertanyaan dalam diskusi dalam kriteria baik, g) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, h) kemampuan siswa dalam mengerjakan evaluasi dalam kriteria baik, i) skor rata-rata kegiatan siswa pada pertemuan II adalah 3,25 (baik). 2) Kegiatan Guru (lampiran 9 halaman 143) a) Persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dalam kriteria baik, b) kegiatan apersepsi dalam kriteria kurang, c) pengelolaan kelas dalam kriteria baik, d) pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dalam kriteria baik, e) kegiatan penyampaian materi melalui penerapan metode STAD dalam kriteria baik, f) kegiatan tanya jawab dalam kriteria kurang, g) diskusi dan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria baik, i) pengembangan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik, k) skor rata-rata kegiatan guru pada pertemuan II adalah 2,80 (kurang). Hasil pengamatan terhadap siswa pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan pada keaktifan siswa dan kemampuan siswa melakukan diskusi. Itu berarti peran dan keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran semakin meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas siswa dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. Dari pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan dengan menerapkan metode STAD pada siklus I dapat ditarik simpulan keaktifan siswa belum maksimal, meskipun sudah ada perubahan dari pertemuan I ke pertemuan II. Tetapi hasil yang diharapkan belum dapat dicapai dengan baik
59 d. Refleksi Berdasarkan kumpulan data yang diperoleh dari kolaborasi dengan guru kelas, peneliti memperoleh temuan bahwa : 1) Dalam proses pembelajaran guru belum sepenuhnya mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sehingga masih terdapat poin-poin kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai perencanaan. 2) Penerapan metode STAD dalam proses pembelajaran IPA pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya belum dilaksanakan secara maksimal sesuai dengan perencanaan. 3) Siswa terlihat antusias dan sangat bersemangat dalam belajar artinya pembelajaran sudah mulai berpusat pada siswa, namun dalam kondisi tersebut masih banyak siswa yang tidak mengerti makna pembelajaran yang sedang berlangsung. Banyak diantara mereka yang hanya bermain dan tidak melakukan tugas mereka seharusnya. 4) Guru masih dihadapkan pada masalah koordinasi antar kelompok agar mereka saling bekerjasama karena siswa selalu berebut menggunakan alat peraga dalam melakukan percobaan. 5) Proses pembelajaran lebih interaktif dibandingkan sebelum menerapkan metode STAD. Guru dan siswa mulai aktif berkomunikasi multi arah mengemukakan pendapat dan pertanyaan mengenai materi pelajaran. Berdasarkan refleksi pada kegiatan pada siklus 1 masih banyak kekurangan serta kelemahan yang terjadi saat pembelajaran berlangsung, maka peneliti mencari solusi dengan memberikan arahan kembali kepada siswa tentang tahapan-tahapan kerja kelompok dengan menerapkan metode STAD. Selain itu, peneliti juga mengubah jumlah anggota dalam kelompok dari 5-6 orang menjadi 4-5 orang pada masing-masing kelompok. Jadi, pada siklus II, kelas dibagi menjadi 7 kelompok. Hal ini dilakukan dengan alasan agar pembelajaran dapat berjalan efektif. Untuk kelancaran proses diskusi, peneliti juga memberikan motivasi berupa penghargaan baik secara verbal maupun non verbal kepada siswa agar mereka lebih berani lagi dalam menyampaikan pendapat. Selain itu guru juga memberikan apersepsi yang lebih meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti mengadakan tindakan untuk siklus berikutnya.
60 Adapun hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:
No
1 2 3 4 5 6
Tabel 3 :
Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Pada Siklus I
Interval Nilai
Bb
Ba
Frekuensi (fi)
35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100 Jumlah
34,5 45,5 56,5 67,5 78,5 89,5
45,5 56,5 67,5 78,5 89,5 100,5
0 4 9 13 6 2 34
Nilai Tengah (xi) 41 52 63 74 85 96
fixi
Prosentase (%)
Keterangan
0 208 567 962 510 192 2439
0 11,76 26,47 38,24 17,65 5,88 100
< KKM < KKM > KKM > KKM > KKM > KKM
Nilai rata-rata= 2439 : 34 = 71,74 Ketuntasan klasikal= 24 : 34 X 100 % = 70,59 %
Dari Tabel 3 Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 setelah tindakan melalui penerapan metode STAD, dapat disajikan dalam Gambar 5 sebagai berikut:
61 Gambar 5 : Grafik Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Pada Siklus I Dari hasil penelitian siklus I, maka peneliti mengulas secara cermat bahwa dilihat dari rata-rata hasil evaluasi siswa dengan penerapan metode STAD sudah berhasil. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58. Tetapi prosentase siswa yang nilainya di atas KKM belum memenuhi indikator kinerja pada siklus I yaitu 75%. Oleh karena itu, dilanjutkan pada siklus II dengan berpedoman pada hasil refleksi siklus I. 2. Tindakan siklus II Tindakan siklus II dilaksanakan selama dua kali pertemuan. Tiap-tiap pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran (2 X 35 menit) yang dilaksanakan selama dua minggu yaitu pada tanggal 27 April 2010 dan 6 Mei 2010. Pada siklus II ini peneliti mengkaji hasil refleksi dari siklus I. Adapun tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam siklus II adalah sebagai berikut: a. Tahap Perencanaan Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan pada siklus I telah diketahui bahwa ada peningkatan pamahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA tetapi belum maksimal. Hal tersebut ditunjukkan pada beberapa siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya. Perencanaan pada siklus yang kedua ini adalah dengan melakukan identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan materi dan informasi pembelajaran dengan jelas dan memberikan arahan kembali kepada siswa tentang tahapan-tahapan kerja kelompok dengan menerapkan metode STAD. 2) Memberikan apersepsi yang bisa membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran 3) Memberikan motivasi kepada siswa misalnya dengan memberikan penghargaan baik verbal maupun non verbal.
62 4) Guru mengubah jumlah anggota dari masing-masing kelompok dari 5-6 orang menjadi 4-5 orang pada masing-masing kelompok. 5) Guru memperbaiki pengelolaan kelas dengan membuat pembelajaran yang menarik siswa. 6) Guru tidak akan dominan dalam meberikan penjelasan pada siswa, dan yang harus lebih aktif adalah siswa tapi tetap memberikan penjelasan yang benar di akhir pembelajaran. 7) Guru akan menerapkan teknik reward dalam proses pembelajaran. Siswa atau kelompok yang mampu mengerjakan soal dan menjelaskann hasil pekerjaanya dengan benar maka akan di berikan hadiah. Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2008 kelas V, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran IPA dengan menerapkan metode STAD sebagai berikut: 1) Mempelajari KTSP dan silabus SD kelas V Standar Kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau model. Kompetensi Dasar 6.1 Mendemonstrasikan sifat-sifat cahaya 2) Merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode STAD untuk dua kali pertemuan dengan indikator: Mendemonstrasikan sifat cahaya merambat lurus, mendemonstrasikan sifat cahaya menembus benda bening, mendeskripsikan pengertian benda bening dan gelap, menyebutkan contoh benda bening dan gelap, mendeskripsikan sifat-sifat cahaya mengenai cermin datar dan lengkung (cekung dan cembung), dan dapat menunjukan contoh peristiwa pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari melalui percobaan 3) Menentukan pokok bahasan dan memberikan informasi kepada siswa mengenai materi pelajaran yang akan dibahas dengan tujuan agar siswa lebih mempersiapkan diri lagi dalam melakukan kegiatan pembelajaran . 4) Menyiapkan sumber belajar dan media yang sesuai.
63 5) Mengembangkan format evaluasi. 6) Mengembangkan format observasi pembelajaran.
b. Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini peneliti mengulang materi pembelajaran dengan menerapkan metode STAD. Pembelajaran yang telah disusun pada siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan. 1) Pertemuan I Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 27 April 2010. Pada pertemuan ini materi yang diajarkan adalah cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. Berikut ini dipaparkan kondisi riil yang dialami selama proses belajar mengajar berlangsung. Kegiatan diawali dengan doa bersama, mengabsen siswa dan mengkondisikan siswa. Sebagai kegiatan awal guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu favorit kelas V yaitu “Solo Berseri”, agar siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran lalu guru melakukan tanya jawab tentang sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. Guru mempersiapkan model atau alat peraga yang dibutuhkan untuk membuktikan bahwa cahaya merambat lurus dan menembus benda bening. Kemudian siswa berkelompok seperti pada siklus I, tetapi pada siklus II masing-masing kelompok dikurangi satu orang dan membentuk kelompok baru (ditunjuk oleh guru), jadi pada siklus II setip kelompok terdiri dari 4-5 orang. Kemudian guru mempresentasikan materi yang akan disampaikan, yaitu sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening dengan menggunakan sumber dan media pembelajaran yang telah dipersiapkan. Ketua kelompok mengambil benda-benda sebagai alat-alat percobaan. Guru menjelaskan langkah-langkah percobaan dengan susunan yang sesuai. Siswa aktif bekerja dengan masing-masing kelompoknya. Ada yang memegang LKS, ada pula yang menggunakan benda-benda yang ada untuk melakukan percobaan. Jadi, sudah ada pembagian tugas dalam kelompok. Pada saat siswa melakukan percobaan, guru mengisi formulir observasi
64 aktivitas siswa untuk menilai proses kerja siswa dengan berkeliling kesetiap kelompok. Hal tersebut dapat pula meningkatkan motivasi siswa dalam bekerja bersungguh-sungguh dan tidak main-main. Kegiatan guru berkeliling
ke-setiap
kelompok
juga
digunakan
sebagai
aktivitas
membimbing siswa dalam mengisi LKS. Setelah selesai mengisi LKS, seperti biasa setiap kelompok melaporkan hasil percobaan mereka secara bergilir. Kelompok yang lainnya memberikan tanggapan. Pada siklus 2, siswa sudah berani memberikan tanggapan dari hasil percobaan yang disajikan kelompok lain. Kegiatan tanya jawab pun berlangsung secara spontan antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Kegiatan selanjutnya siswa mengerjakan evaluasi untuk mengetahui kedalaman pemahaman siswa terhadap materi. Guru memberikan penghargaaan pada kelompok
maupun
individu
agar
siswa
tetap
termotivasi
dalam
melaksanakan pembelajaran. Sebagai kegiatan penutup siswa dan guru membuat kesimpulan tentang sifat cahaya merambat lurus dan menembus benda bening yang telah didiskusikan dan melakukan refleksi. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas berkaitan dengan materi yang telah dipelajari. Guru memberikan tugas kepada siswa sebagai tindak lanjut dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. 2) Pertemuan II Pertemuan II dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2010. Materi sifat-sifat cahaya pertemuan II pada siklus II ini adalah tentang sifat cahaya dapat dipantulkan (sifat bayangan pada cermin datar, cekung dan cembung) serta cahaya dapat dibiaskan. Pada kegiatan awal guru meminta salah satu siswa untuk memimpin doa. Setelah itu guru melakukan presensi. Sebelum memulai pembelajaran guru memotivasi siswa dengan mengajak siswa menyanyikan lagu “Belajar dimana-mana”, lagu kreasi guru sebagai penyemangat untuk memulai pembelajaran. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang sifat-sifat cahaya yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya agar siswa lebih siap
65 dalam mengikuti pembelajaran. Kegiatan inti dimulai dengan membagi kelompok separti pada pertemuan 1. Mereka kembali berkumpul dengan rekan kelompok masing-masing. Ketua kelompok mengambil benda-benda sebagai alat percobaan. Guru menjelaskan langkah-langkah percobaan. Pada siklus 2 pertemuan II, siswa mulai terbiasa dengan tugas dan tanggung jawab dalam melakukan percobaan. Mereka sudah terlihat tertib dan tidak ada yang main-main, dengan petunjuk sederhana saja siswa sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan. Kemudian siswa melakukan percobaan sesuai dengan langkah-langkah yang telah dijelaskan guru dan mengisi LKS sesuai dengan hasil percobaan. Setiap anggota kelompok bekerja sesuai dengan tugasnya masing- masing. Guru berkeliling memberikan arahan dalam pelaksanaan percobaan sambil mengisi lembar observasi terhadap siswa. Setelah selesai guru menyuruh tiap kelompok melaporkan hasil percobaan secara bergiliretelah selesai guru menyuruh tiap kelompok melaporkan hasil percobaan secara bergilir. Guru memilih siswa terbaik dalam mengemukakan pendapat serta penyampaian laporan. Guru juga memberikan penghargaaan pada kelompok maupun individu sehingga siswa tetap antusias untuk berdiskusi dan mengungkapkan pendapat. Siswa diminta untuk mengerjakan evaluasi secara individu. Proses pembelajaran ditutup dengan penarikan kesimpulan tentang materi yang telah didiskusikan dan melakukan refleksi. Sebagai tindak lanjut, guru memberikan pesan-pesan kepada siswa untuk mempelajari sifatsifat cahaya agar siswa dapat menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-harinya yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya. Pada akhir siklus 2 guru juga mengumumkandan memberikan penghargaan pada kelompok terbaik dangan skor tertinggi berdasarkan skor perolehan kelompok (terdapat pada lampiran halaman 137). c. Observasi Pada tahap ini peneliti mengadakan pengamatan terhadap sikap, perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung serta keterampilan guru dalam mengajar dengan metode metode STAD pada materi fat-sifat cahaya. Adapun
66 data hasil observasi menunjukkan bahwa siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Siswa sudah memiliki motivasi dan keberanian untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Hasil observasi siklus II: Pertemuan I 1) Kegiatan Siswa (lampiran 10 halaman 161) a) Kedisiplinan siswa dalam kriteria sangat baik, b) keaktifan siswa dalam kriteria sangat baik, c) kemampuan siswa melakukan percobaan dalam kriteria baik, d) keterampilan kooperatif siswa dalam kriteria sangat baik, e) kenampakan sifat kooperatif pada saat melakukan diskusi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan siswa menjawab pertanyaan dalam diskusi dalam kriteria baik, g) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, h) kemampuan siswa dalam mengerjakan evaluasi dalam kriteria baik, i) skor rata-rata kegiatan siswa pada pertemuan I adalah 3,75 (baik). 2) Kegiatan Guru (lampiran 9 halaman 147) a) Persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dalam kriteria sangat baik, b) kegiatan apersepsi dalam kriteria baik, c) pengelolaan kelas dalam kriteria baik, d) pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dalam kriteria baik, e) kegiatan penyampaian materi melalui penerapan metode STAD dalam kriteria sangat baik, f) kegiatan tanya jawab dalam kriteria baik, g) diskusi dan penjelasan konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria sangat baik, i) pengembangan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik, k) skor rata-rata kegiatan guru pada pertemuan I adalah 3,50 (baik). Pertemuan II 1) Kegiatan Siswa (lampiran 10 halaman 164) Kedisiplinan siswa dalam kriteria sangat baik, b) keaktifan siswa dalam kriteria sangat baik, c) kemampuan siswa melakukan percobaan dalam kriteria baik, d) keterampilan kooperatif siswa dalam kriteria sangat baik,
67 e) kenampakan sifat kooperatif pada saat melakukan diskusi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan siswa menjawab pertanyaan dalam diskusi dalam kriteria baik, g) keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, h) kemampuan siswa dalam mengerjakan evaluasi dalam kriteria sangat baik, i) skor rata-rata kegiatan siswa pada pertemuan II adalah 3,88 (baik). 2) Kegiatan Guru (lampiran 9 halaman 151) a) Persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dalam kriteria sangat baik, b) kegiatan apersepsi dalam kriteria baik, c) pengelolaan kelas dalam kriteria sangat baik, d) pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran dalam kriteria baik, e) kegiatan penyampaian materi melalui penerapan metode STAD, f) kegiatan tanya jawab dalam kriteria baik, g) diskusi dan penjelasan konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria sangat baik, i) pengembangan aplikasi dalam kriteria sangat baik, j) kemampuan menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik, k) skor rata-rata kegiatan guru pada pertemuan II adalah 3,70 (baik). Dari pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan dengan menerapkan metode STAD, pada siklus II dapat ditarik simpulan aktifitas siswa sudah baik, sehingga hasil yang diharapkan dapat dicapai dengan baik. d. Refleksi Pada tindakan silkus II, terdapat banyak sekali peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa hal ini menunjukan bahwa pemahaman konsep siswa terhadap materi sifat-sifat cahaya juga mengalami peningkatan dengan diterapkannya metode STAD. Siswa lebih mudah menguasai konsep dengan berdiskusi dengan teman sebayanya. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran serta kinerja guru dalam mengajar juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan bahwa penerapan metode STAD pada pembelajaran IPA khususnya pokok bahasan sifat-sifat cahaya sangat efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa.
68 Adapun hasil yang diperoleh pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini: Tabel 4 : No
1 2 3 4 5 6
Interval Nilai
Bb
35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100 Jumlah
34,5 45,5 56,5 67,5 78,5 89,5
Data Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Pada Siklus II Ba Frekuensi Nilai fixi Prosentase Keterangan (fi) Tengah (%) (xi) 45,5 0 41 0 0 56,5 0 52 0 0 67,5 9 63 585 26,47 ≤ KKM 78,5 14 74 1036 41,18 > KKM 89,5 6 85 510 17,65 > KKM 100,5 5 96 480 14,71 > KKM 34 2611 100
Nilai rata-rata= 2611 : 34 = 76,79 Ketuntasan klasikal= 30 : 34 X 100 % = 88,24 % Dari Tabel 4 nilai IPA Materi Sifat-sifat cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 melalui penerapan metode STAD yang telah diterangkan di atas, dapat disajikan dalam Gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 6 : Grafik Nilai IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Pada Siklus II
69 Dari hasil penelitian siklus II, maka peneliti mengulas secara cermat bahwa dilihat dari rata-rata hasil evaluasi siswa dengan penerapan metode STAD sudah berhasil. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten. Prosentase siswa yang nilainya di atas KKM juga sudah memenuhi indikator kinerja pada siklus II yaitu 85%, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran melalui penerapan metode STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten tahun ajaran 2009/ 2010.
D. Temuan Hasil Penelitian Dengan melihat hasil penelitian dari beberapa tabel di atas, dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1. Data Hasil Evaluasi IPA Siswa Kelas V Sebelum Penerapan Metode STAD Dari daftar nilai yang terdapat pada lampiran dapat diketahui bahwa hasil evaluasi matematika sebelum tindakan yaitu siswa yang mendapat nilai 35-45 ada 4 siswa, mendapat nilai 46-56 ada 9 siswa, mendapat nilai 57-67 ada 12 siswa, mendapat nilai 68-78 ada 6 siswa, mendapat nilai 79-89 ada 3 siswa, dan tidak ada yang mendapat nilai 90-100. Dengan demikian nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 61,38. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) sebanyak 18 siswa atau 52,94% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 16 siswa atau 47,06%. 2. Data Hasil Evaluasi Matematika Siswa Kelas V Siklus I Dari daftar nilai yang terdapat pada lampiran dapat diketahui bahwa nilai evaluasi IPA materi sifat-sifat cahaya pada siklus I yang terdiri atas 2 pertemuan yaitu sebagai berikut: a. Pada pertemuan pertama tidak ada siswa yang memperoleh nilai 35-45, nilai 46-56 ada 4 siswa, nilai 57-67 ada 8 siswa, mendapat nilai 68-78 ada 16 siswa, nilai 79-89 ada 3 siswa, nilainya 90-100 ada 3 siswa. Dengan
70 demikian rata-rata nilai yang diperoleh siswa sebesar 72,2. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) sebanyak 8 siswa atau 23,53% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 26 siswa atau 76,47%. b. Pada pertemuan kedua siswa yang memperoleh nilai 35-45 ada 1 siswa, nilai 46-56 ada 3 siswa, mendapat nilai 57-67 ada 12 siswa, nilai 68-78 ada 11 siswa, nilainya 79-89 ada 5 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 90-100 adalah
2 siswa. Dengan demikian rata-rata nilai yang diperoleh siswa
sebesar 70,82. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) sebanyak 10 siswa atau 29,41% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 24 siswa atau 70,59%. Nilai rata-rata siswa dari hasil evaluasi pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua sikus I adalah 71,74. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) sebanyak 10 siswa atau 29,41% dan mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 24 siswa atau 70,59%. 3. Data Hasil Evaluasi Matematika Siswa Kelas V Siklus II Dari daftar nilai yang terdapat pada lampiran dapat diketahui bahwa nilai evaluasi IPA materi sifat-sifat cahaya pada siklus II yang terdiri atas 2 pertemuan yaitu sebagai berikut: a. Pada pertemuan pertama tidak ada siswa yang memperoleh nilai 35-45 dan 46-56, mendapat nilai 57-67 ada 8 siswa, nilai 68-78 ada 13 siswa, nilainya 79-89 ada 7 siswa, dan siswa yang mendapat nilai 90-100 adalah 6 siswa. Dengan demikian rata-rata nilai yang diperoleh siswa sebesar 78,03. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) ada 1 siswa atau 2,94% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) ada 33 siswa atau 97,6%. b. Pada pertemuan kedua tidak ada siswa yang memperoleh nilai 35-45 dan 46-56, mendapat nilai 57-67 ada 10 siswa, nilai 68-78 ada 11 siswa, nilainya 79-89 ada 7 siswa, siswa yang mendapat nilai 90-100 adalah 6 siswa. Dengan demikian rata-rata nilai yang diperoleh siswa sebesar 77,5. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) ada 7 siswa atau 20,59% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 27 siswa atau 79,41%.
71 Nilai rata-rata dari hasil evaluasi pada pertemuan I dan pertemuan II pada siklus II adalah 76,79. Siswa yang mendapat nilai < 63 (KKM) sebanyak 4 siswa atau 11,76% dan siswa yang mendapat nilai ≥ 63 (KKM) sebanyak 30 siswa atau 88,24%.
E.
Pembahasan Hasil Penelitian
Dengan melihat temuan hasil penelitian di atas dapat diketahui adanya peningkatan proses pembelajaran terutama pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada masing-masing siklus melalui penerapan metode STAD. Peningkatan terlihat dari perhitungan rata-rata nilai belajar yang diperoleh siswa pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan dan setelah dilaksanakan tindakan siklus I dan silkus II yang masing-masimg siklusnya dilaksanakan dua kali pertemuan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 seperti berikut: Tabel 5 : Perbandingan perolehan nilai IPA materi sifat-sifat cahaya dari sebelum tindakan, siklus I dan siklus II No
1 2 3 4 5 6
Kelas interval
35-45 46-56 57-67 68-78 79-89 90-100
Sebelum Tindakan 4 9 12 6 3 0
Frekuensi Siklus 1 0 4 9 13 6 2
Silkus 2 0 0 9 14 6 5
72 Dari Tabel 5 perbandingan perolehan nilai IPA materi sifat-sifat cahaya melalui penerapan metode STAD di atas dapat dibuat Gambar 7 sebagai berikut:
Gambar 7 : Grafik Perbandingan Perolehan Nilai IPA Materi Sifat-Sifat Cahaya dari Sebelum Tindakan, Siklus I dan Siklus II Tabel 6 : Perbandingan Nilai Rata-rata dan Prosentase nilai ≥ 63 (KKM) IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II No
Pembelajaran Matematika
Sebelum Tindakan
1 2
Nilai rata-rata Prosentase
61,38 47,06%
Sesudah Dilaksanakan Tindakan Siklus I Siklus II 71,74 76,79 70,59% 88,24%
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa prosentase jumlah siswa yang memperoleh nilai ³ 63 (KKM) mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu sebelun tinadakan hanya 47,06%. Pada siklus I meningkat menjadi 70,59% dan 88,24% pada siklus II. Selain itu, nilai rata-rata IPA materi sifat-sifat cahaya
73 juga mengalami peningkatan yaitu sebelum tindakan 61,38. Kemudian meningkat menjadi 71,74 pada siklus I dan 76,79 pada siklus II. Hal ini merefleksikan bahwa pembelajaran IPA yang dilaksanakan oleh guru dapat dinyatakan berhasil. Dari Tabel 6 Nilai Rata-rata IPA dan prosentase nilai ≥ 63 (KKM) melalui penerapan metode STAD dapat disajikan dalam Gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8 : Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata dan Prosentase nilai ≥ 63 (KKM) IPA Materi Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II Tabel 7 : Perbandingan Aktivitas Siswa dan Guru pada dalam ProsesPembelajaran Pada Siklus I, dan Siklus II No Jenis Siklus I Siklus II Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2 1 Aktivitas Siswa 2,75 (kurang) 3,25 (baik) 3,75 (baik) 3,88 (baik) 2
Aktifitas Guru
2,60 (kurang)
2,80 (kurang)
3,50 (baik)
3,70 (baik)
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa aktivitas siswa pada siklus I, pertemuan pertama skor rata-ratanya yaitu 2,75 (termasuk kategori kurang), pada pertemuan kedua meningkat menjadi 3,25 (termasuk kategori baik). Pada siklus II, pertemuan pertama skor rata-ratanya meningkat menjadi 3,75 (termasuk kategori baik), kemudian meningkat lagi menjadi 3,88 (termasuk kategori baik) pada pertemuan kedua.
74 Aktivitas guru pada siklus I, pertemuan pertama skor rata-ratanya yaitu 2,60 (termasuk kategori kurang), pada pertemuan kedua meningkat menjadi 2,80 (termasuk kategori kurang). Pada siklus II, pertemuan pertama skor rata-ratanya meningkat menjadi 3,50 (termasuk kategori baik), kemudian meningkat lagi menjadi 3,70 (termasuk kategori baik) pada pertemuan kedua. Hal ini merefleksikan bahwa proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan oleh guru dapat dinyatakan berhasil karena terjadi peningkatan aktivitas siswa dan aktivitas guru pada setiap siklusnya. Hambatan-hambatan yang ditemui pada masing-masing siklus berbedabeda, antara lain: pada siklus I hambatan yang dijumpai adalah 1) Dengan jumlah anggota tiap kelompok 5-6 membuat siswa yang malas menggantungkan diri pada siswa yang mereka anggap lebih pandai dan tidak mau melakukan percobaan, hanya bermain- main dengan alat-alat parcobaan dan mengganggu teman yang lain. 2) guru terlalu cepat dalam menyampaikan langkah-langkah percobaan. 3) Guru belum memberikan motivasi baik pada individu maupun kelompok sehingga siswa masih belum barani dalam menjawab pertanyaan atau mengungkapkan gagasannya dalam kelompok, dan belum dapat mengkondisikan siswa ke arah pembelajaran yang kondusif. Upaya untuk mengatasi hambatan yang ada pada siklus I yang dilaksanakan di siklus II dalam upaya perbaikan adalah dengan guru mengurangi jumlah anggota kelompok menjadi 4-5 siswa tiap kelompok. Guru memberikan beberapa informasi secara tepat dan bertahap, mengarahkan, dan membimbing kegiatan siswa dalam melakukan percobaan dan memberikan motivasi berupa penghargaan baik secara verbal maupun non verbal kepada siswa agar mereka lebih berani lagi dalam menyampaikan pendapat. Pembelajaran pada siklus II sudah tidak ada hambatan yang berarti. Jadi pembelajaran dengan menerapkan metode STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Dukuhan Kerten tahun ajaran 2009/ 2010. Hal ini terjadi Karena pembelajaran dengan metode STAD dapat meningkatkan kerjasama dalam kelompok , sehingga siswa lebih memahami suatu konsep dengan bertanya dan bertukar pikiran dengan teman sebayanya dan guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
75 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan pada pembelajaran IPA dengan menerapkan metode STAD, pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Kecamatan Laweyan Kota Surakarta selama dua siklus dapat ditarik simpulan bahwa penerapan metode STAD terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No. 58 Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Peningkatan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan pada rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa pada setiap siklus. Data awal yang diperoleh sebelum dilaksanakan tindakan yaitu rata-rata kelas mencapai 61,38 dengan ketuntasan klasikal 47,06%, pada siklus I rata-rata kelas meningkat menjadi 71,74 dan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 70,59%. Pada siklus II rata-rata kelas meningkat menjadi 76,79 dan ketuntasan klasikal semakin meningkat menjadi 88,24%. Bertolak dari uraian di atas, dapat membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Melalui penerapan metode “Student Team Achievement Division” (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep sifatsifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa Melalui penerapan Metode “Student Team Achievement Division” (STAD) dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Dukuhan Kerten No.58 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Sehubungan dengan penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa implikasi hasil penelitian sebagai berikut:
76 1. Memberikan informasi bagi guru bahwa dengan penerapan metode STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. 2. Mendorong siswa untuk memiliki keberanian dalam mengungkapkan pendapat, bekerjasama dengan sesama anggota kelompoknya, dan mengembangkan kreativitas, serta inisiatifnya untuk menunjang proses pembelajaran. 3. Menunjukkan pentingnya menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif, salah satunya adalah metode STAD yang terbukti dapat menciptakan suasana belajar yang bermakna sehingga meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran. 4. Menunjukkan peran siswa yang lebih aktif sebagai pusat pembelajaran dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan metode STAD, sehingga materi yang diperoleh siswa bukan hanya sekedar hafalan tetapi sebuah pemahaman tentang suatu konsep dalam mata pelajaran IPA.
C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain: 1. Bagi Sekolah Hendaknya sekolah mengupayakan pelatihan atau sosialisasi bagi guru mengenai metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif untuk dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan harapan. 2. Bagi Guru a. Hendaknya guru meningkatkan kompetensi keprofesionalannya dengan merancang proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga peran siswa lebih besar dan pembelajaran akan menjadi lebih aktif dan bermakna. Hal ini membuat siswa tidak mudah bosan dan tetap termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman konsep pada materi pelajaran.
77 b. Hendaknya para guru khususnya guru IPA menggunakan metode STAD dalam melaksanakan pembelajaran. Karena dengan metode STAD siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga menjadikan proses dan hasil belajar menjadi lebih baik. c. Hendaknya para guru menumbuhkan kerjasama dan semangat gotong royong dalam pembelajaran aga terjadi interaksi yang harmonis antara siswa dengan suiswa, siswa dengan guru, dan guru dengan guru. Karena dengan kerjasama dan semangat gotong royong akan membentuk masyarakat belajar yang harmonis. 3. Bagi Siswa a. Setiap siswa hendaknya dapat menjalin hubungan baik dengan guru agar proses belajar mengajar terasa nyaman dan menyenangkan. b. Siswa hendaknya lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. 4. Bagi Peneliti Lain Peneliti menyadari bahwa penelitian yang sudah dilakukan ini masih memiliki kekurangan untuk itu bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih jauh tentang permasalahan yang sama dengan penelitian ini hendaknya lebih cermat dan mengupayakan pengkajian teori-teori lebih dalam yang berkaitan dengan metode STAD guna melengkapi kekurangan yang ada agar diperoleh hasil yang lebih baik.
78 DAFTAR PUSTAKA Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UNS Press Ahmad
Yasin. 2009. (http://fikriam.blogspot.com/2009/05/meningkatkanpemahaman-konsep-siswa_22.html diakses tanggal 4 Januari 2010
Anita Lie. 2008. Cooperatif Learning.Jakarta: PT. Grasindo Anwar holil. 2007. Pembelajaran Kooperatif. http://anwarholil.blogspot.com/2007/09/pendidikan-inovatif.html diakses tanggal 07 Oktober 2009 Arthur K. Ellis. 1998. Teaching and Learning Elementary Social Studies. USA : Viacom Company Depdikbud. 1994. GBPP Kelas V SD Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta : CV. Duta Nusindo Depdiknas. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdiknas Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh. 1999. Konsep Dasar IPS. Depdikbud Hairudin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Ina Karlina. 2008. Pembelajaran Kooperatif sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. http://www.sdbinatalenta.com/images/artikel_ina.pdf diakses tanggal 07 Oktober 2009 Inggridwati Kurnia, dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Isjoni. 2009. Cooperatif Lerning. Bandung: Alfabeta Iskandar, Srini M. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: C.V Maulana Larasati. (http://www.scribd.com/doc/17087298/Karakteristik-Pembelajaran-IPASD diakses tanggal 6 Desember 2009
79 Leo sutrisno, Hery kresnadi dan Kartono. 2007. Pengembangan IPA di SD. Jakarta : Departeman Pendidikan Nasional Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Linda Lundgren.1994. Cooperative Learning. New York Nana Sudjana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo Made Wena. 2009. Stategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara Muhammad Faiq Dzaki. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif. http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/ diakses tanggal 19 Maret 2009 Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Ngalim Purwanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Ngadi.
2009. Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bilangan Pecahan Bagi Siswa SD Jati 2 kecamatan Jati kabupaten Blora Semesret 2 Tahun Ajaran 2008/2009.
NN. 2009. Pembelajaran Kooperatif. www.ditnaga-dikti.org. diakses tanggal 7 Oktober 2009 NN. (http://matematika.upi.edu/index.php/) diakses tanggal 20 Oktober 2009 NN. (http://id.answers.yahoo.com) diakses tanggal 18 Mei 2010 NN.
2009. (http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/26/pengertianmetode.html diakses tanggal 7 September 2009
Nyimas Aisyah. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Oemar Hamalik. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Robertta H. Barba. 1998. Science in the Multicultural Classroom. USA : Viacom Company
80 Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta : Depratemen Pendididkan Nasional Salimatul Hidayah. 2009. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TAI Ditinjau dari Aktivitas Belajar Pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang untuk Siswa SMP. Skripsi. Surakarta: UNS Soedjiran dan Mulyono. 1998. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : PT. Sinar Hudaya Slavin. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta Suhardjono, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Suharsimi Arikunto, Suharjo dan Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. bumi Aksara Sujarwo. ( http :// lib . a t ma jaya. ac. id/ default aspx?tabID = 61&src=k&id=154753) diakses tanggal 25 Mei 2010 Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Sutopo H. B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Depdikbud UNS. Tim. 2007. Stategi Belajar Mengajar. Surakarta : Tim FKIP UNS Toha Anggoro, dkk.2002. metode penelitian. Jakarta :Universitas Terbuka Tom V. Savage dan David G. Armstrong. 2000. Effective Teching In Elementary Social Studies. New Jersey Widayati. 2006. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Pokok Bahasan Trigonometri Ditinjau dari Kemampuan awal Siswa Kelas x SMA Negeri 1 Teras Boyolali. Skripsi. Surakarta:UNS
81 Wiwin setyowati. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika di SMAN 8 Surakarta. Skripsi. Surakarta: UNS Yona Kristianto Mutiasmoro. 2009. Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Dengan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Pada Pokok Bahasan Perbandingan Dan Fungsi Trigonometri Sub Pokok Bahasan Aturan Sinus Cosinus Dan Luas Segitiga Pada Kelas X-2 Di SMA Masehi 1 PSAK, Jl Pasir Mas Raya No1 Semarang. Skripsi. Semarang : UNNES