PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009/2010
SKRIPSI
Mustijo X.5107562
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mata pelajaran ketrampilan adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pelajaran ketrampilan ini termasuk pelajaran yang tidak diminati atau tidak disukai oleh anak-anak. Kurikulum SMPLB Tahun 2004 jelas dicantumkan bahwa untuk mata pelajaran ketrampilan pada kelas SMPLB tertera 60% untuk pelajaran keterampilan dan 40% teori. Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan dan perilaku peserta didik. Ketika hasil yang dicapai dalam kegiatan belajar mengajar belum mencapai target sebagaimana yang diharapkan, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam diri peserta didik (Internal) maupun dari luar (Eksternal), karena pada hakekatnya prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. (Usman, 1993: 24) Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik (internal) adalah minat seorang peserta didik dalam belajar. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa kesulitan peserta didik untuk mengikuti proses belajar bukan hanya disebabkan tingkat kognitif yang rendah, melainkan disebabkan rendahnya minat belajar peserta didik. Hal ini disebabkan karena guru, sekolah dan masyarakat belum maksimal memberikan iklim yang kondusif untuk menumbuhkan minat peserta didik dalam belajar. Rendahnya minat peserta didik dalam pelajaran ketrampilan adalah masalah yang sangat penting dan mendesak untuk segera diatasi dengan melihat dan mengamati bahwa peserta didik di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota Pekalongan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2009/2010 yang kurang berminat dalam mengikuti Pelajaran Ketrampilan, maka anak-anak Tuna Grahita Ringan itu perlu ditumbuhkan minatnya dalam mengikuti pelajaran ketrampilan
3
agar nantinya dapat dipakai sebagai bekal bagi anak-anak tersebut bila kelak terjun ke masyarakat ataupun bekal kemandirian bagi anak itu sendiri. Menumbuhkan minat anak untuk mengikuti pelajaran ketrampilan dapat menggunakan berbagai macam alat yang berhubungan dengan pelajaran ketrampilan. Melihat dari masyarakat di Kota Pekalongan
yang kebanyakan
memiliki home industri terutama bidang kerajinan dan tenun, maka kami sebagai guru pendidikan khusus berusaha agar anak tertarik minatnya dan relevan dengan yang ada di lingkungan di mana anak tinggal maka perlu kiranya kami menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) untuk menumbuhkan minat anak-anak berkebutuhan khusus mengikuti pelajaran ketrampilan. Berangkat dari uraian di atas, Peneliti dalam penelitian tindakan kelas mengangkat judul “Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan Melalui Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bagi Anak Tuna Grahita Ringan Kelas IX Semester Ganjil SMPLB Kota Pekalongan Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka rumusan masalahnya adalah: Apakah ada peningkatan minat belajar ketrampilan melalui pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan kelas IX semester ganjil SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 2009/2010 ?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui adanya peningkatan minat belajar ketrampilan melalui pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan kelas IX semester ganjil SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian Memberikan bekal ketrampilan yang sesuai dengan kemampuan anak tunagrahita ringan kelas IX SMPLB Kota Pekalongan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Kajian tentang Anak Tunagrahita. a. Pengertian Anak Tunagrahita 1). Batasan-batasan Tunagrahita Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi mental. (mental retardation). Tuna berarti merugi Grahita berarti pikiran. Retardasi mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental. 2). Istilah-istilah Tunagrahita Menurut S.A. Bratanata (1997: 7) tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah sebagai berikut : a). Lemah Fikiran (feeble – minded) b). Terbelakang mental (Mentally Retarded) c). Bodoh atau dungu (Idiot) d). Pandir (Imbecile) e). Tolol (Moron) f). Oligofrenia (Oligophrenia) g). Mampu didik (Educable) h). Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat i). Mental Subnormal j). Defisit Mental k). Defisit Kognitif l). Cacat Mental m). Defisiensi Mental n). Gangguan Intelektual b. Definisi Anak Tunagrahita American Association on Mental Deficiency / AAMD yang dikutip dalam Moh. Amin (1995: 22), mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan “Yang meliputi fungsi Intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, Yang muncul sebelum usia 16 tahun dan yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif”. Sedangkan menurut Emi Dasiemi (1997: 138) memberikan batasan anak tunagrahita ringan atau debil yaitu “anak yang mempunyai IQ antara
3
5
50/55 – 70/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri, namun masih mampu menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas”. Dari ke dua definisi di atas maka Penulis menyimpulkan bahwa, Anak Tunagrahita adalah : Anak yang mengalami hambatan Kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata, mengalami ketidakmampuan dalam Perilaku Adaptif yang terjadi selama Perkembangan sampai usia 18 tahun.
c. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p.100) sebagai berikut: 1. Educable Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar. 2. Trainable Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik. 3. Custodial Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus-menerus. Sedangkan penggolongan Tunagrahita untuk Keperluan Pembelajaran menurut B3PTKSM (p. 260) sebagai berikut: 1. Taraf pembatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow leaner) dengan IQ 70 – 85. 2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75. 3. Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 55. 4. Tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 30. Penggolongan Tunagrahita secara medis-Biologis menurut Roan, dalam B3PTKSM (p. 25) sebagai berikut : 1. Retardasi mental taraf perbatasan (IQ:68 – 85). 2. Retardasi mental ringan (IQ: 52 - 67)
6
3. 4. 5. 6.
Retardasi mental sedang (IQ: 36 - 51) Retardasi mental berat (IQ: 20 - 35) Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 20); dan Retardasi mental tak tergolong
Adapun penggolongan Tunagrahita secara Sosial-Psikologis terbagi 2 (dua) kriteria yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif. Ada 4 (empat) taraf Tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 1979, dalam B3PTKSM, p. 26), yaitu: 1. Retardasi mental ringan (mild mental retardasion) IQ: 55 – 69. 2. Retardasi mental sedang (moderate mental retardasion) IQ: 40 – 54. 3. Retardasi mental berat (severe mental retardasion) IQ: 20 – 39. 4. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardasion) IQ: 20 kebawah. Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu: 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. Sangat Berat. Sedangkan secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut: 1. Sindroma Down/Mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan geligi kurang baik. 2. Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar. 3. Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).
7
d. Penyebab Tunagrahita Sedangkan Moh. Amin (1995: 63) mendefinisikan faktor penyebab ketunagrahitaan sebagai berikut ; 1) Keturunan Terjadi karena adanya kelainan kromosom dan kelainan gen. 2) Gangguan metabolisme dan gizi Gangguan metabolisme “asam amino (phenyketonuria), gangguan metabolisme saccharide (gargoylism), kelainan hypthyroidism (cretinism) 3) Infeksi dan keracunan Karena penyakit rubella, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun. 4) Trauma dan zat radioaktif 5) Masalah pada kelahiran 6) Faktor lingkungan (sosial budaya) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tunagrahita dapat disebabkan oleh faktor yaitu : 1) Genetik atau keturunan 2) Sebab-sebab pada masa prenatal 3) Sebab-sebab pada masa natal 4) Sebab-sebab pada masa post natal 5) Faktor sosiokultural Secara umum, Grossman et al 1973, dalam B3PTKSM (p.24) menyatakan penyebab Tunagrahita akibat dari: 1. 2. 3. 4. 5.
Infeksi dan/atau intoxikasi, Rudapaksa dan/atau sebab fisik lain, Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi (nutrisi), Penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal), Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui, 6. Akibat kelainan kromosomal, 7. Gangguan waktu kehamilan (gestaional disorders), 8. Gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders), 9. Pengaruh-pengaruh lingkungan, dan 10.Kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.
8
e. Usaha Pencegahannya 1). Diagnostik prenatal 2). Imunisasi 3). Tes Darah 4). Pemeliharaan Kesehatan 5). Sanitasi Lingkungan 6). Penyuluhan Genetik 7). Tindakan Operasi 8). Program Keluarga Berencana 9). Intervensi Dini. f. Karakteristik Anak Tunagrahita Karakteristik tunagrahita menurut Brown et al, 1991; Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p. 485-486, 1996 menyatakan : 1. Lamban dan mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus. 2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru. 3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat. 4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan tunagrahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala. 5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagaian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar. 6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
9
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dll. Sedangkan menurut Munzayanah (2000: 23) ciri-ciri atau karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut: 1) Dapat dilatih tentang tugas-tugas yang ringan. 2) Mempunyai kemampuan yang terbatas dalam bidang intelektual sehingga hanya mampu dilatih untuk membaca, menulis dan menghitung pada batas-batas tertentu. 3) Dapat dilatih untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin maupun ketrampilan. 4) Mengalami kelainan bicara speech difect, sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. 5) Mengalami gangguan dalam bersosialisasi 6) Peka terhadap penyakit Dengan pendapat beberapa ahli tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : Bahwa anak tunagrahita mempunyai karakteristik dan kemampuan yang sangat terbatas, sehingga mereka membutuhkan pendidikan khusus dan bimbingan khusus serta pelayanan khusus agar mereka dapat hidup mandiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. g. Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah: 1. Occuppasional Therapy ( Terapi Gerak ) Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus). 2. Play therapy (Terapi bermain) Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli. 3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri Untuk
memandirikan
anak
tunagrahita,
mereka
harus
diberikan
pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari
10
(ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. 4. Life Skill (Keterampilan Hidup) Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha. 5. Vocational Therapy (Terapi Berkerja) Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja.
h. Model Pelayanan Pendidikan untuk Anak Tunagrahita Menurut Sutjihati Sumantri (2005: 15) pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada: 1. Kelas Transisi. Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusu termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak. 2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1). Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Bias. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama kemampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari
11
penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1 3. Pendidikan Terpadu. Layanan pendidikan pada model ini diselengarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler dikelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika anak
mempunyai
kesulitan,
anak
tunagrahita
akan
mendapat
bimbingan/remedial dari guru Pembimbing khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong Tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner). 4. Program Sekolah di Rumah Program ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya sakit. Program dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orang tua, sekolah dan masyarakat. 5. Pendidikan Inklusif Sejalan
dengan
berkebutuhan
perkembangan
khusus,
terdapat
layanan
pendidikan
kecenderungan
baru
untuk yaitu
anak model
Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Edukator for all”. Layanan pendidikan
inklusi
diselenggarakan
pada
sekolah
reguler.
Anak
Tunagrahita belajar belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siwa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagi guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan
12
dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan. 6. Panti (Griya) Rehabilitasi. Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal : a. Pengenalan diri b. Sensori motor dan persepsi c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat ketempat lain) d. Kemampuan baerbahasa dan komunikasi e. Bina diri dan kemampuan sosial
2. Kajian Tentang Minat Belajar a. Pengertian Minat Belajar Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwodarminto, 2007: 121) minat adalah “Perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu,
belajar adalah berusaha
(berlatih)
supaya
mendapat
suatu
kepandaian”. Pengertian belajar sangatlah luas, karena belajar ini dapat terjadi kapan saja dimana saja, tidak terbatas hanya pada bangku sekolah. Fudyarto (2002: 151) mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari“. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan dan dapat melakukan sesuatu. Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa minat belajar adalah : Perhatian (kecenderungan hati) untuk memahami, merasakan dan berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu kepandaian.
13
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Minat Belajar Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi 3 macam menurut Muhibbin Syah ( 1995: 132) adalah : 1). Faktor Internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi : a). Aspek fisiologis, kondisi orang-orang khusus peserta didik, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di dalam kelas. b). Aspek psikologis, banyak faktor dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, minat peserta didik dan motivasi peserta didik. 2). Faktor Eksternal Peserta Didik (a). Lingkungan sosial, lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga peserta didik, sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh peserta didik. (b). Lingkungan non sosial, faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alatalat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. 3). Faktor pendekatan belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara / strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah / mencapai tujuan belajar tertentu.
c. Indikator Minat Belajar Minat adalah suatu kondisi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara akan situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang akan membangkitkan minat yang sesuai dengan keinginannya. Besar kecilnya minat akan mempengaruhi keberhasilan
14
kreativitas manusia. Dalam hal belajar, minat sangat besar pengaruhnya terhadap proses belajar tersebut. Jika seseorang tidak berminat untuk mempelajari suatu hal maka tidak diharapkan akan berhasil dengan baik. Fudiyarto (2002: 54) menyatakan bahwa “Minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu”. Minat merupakan salah satu faktor untuk meraih prestasi belajar. Secara lebih terperinci arti pentingnya minat dalam kaitannya dengan belajar sebagai berikut : 1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta 2. Minat memudahkan tercapainya konsentrasi 3. Minat mencegah gangguan dari luar 4. Minat memperkuat lekatnya bahan pelajaran diingatkan 5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri Sedangkan
menurut
kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(WJS.
Poerwodarminto 1996: 376) indikator adalah ”Suatu alat pemantau (sesuatu) yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan”. Ada beberapa indikator minat yang dapat dilihat melalui proses belajar diantaranya : 1) Ketertarikan untuk membaca buku Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki perasaan ketertarikan terhadap belajar tersebut. Siswa yang berminat terhadap bidang studi pendidikan agama Islam ia akan merasa tertarik dalam mempelajarinya. Ia akan rajin belajar dan terus mempelajari semua ilmu yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut, ia akan mengikuti pelajaran dengan penuh antusias tanpa ada beban dalam dirinya. 2) Perhatian dalam Belajar Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian ataupun yang lainnya dengan mengesampingkan hal lain daripada itu. Jadi, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, jiwa dan pikirannya terfokus dengan apa yang dipelajarinya.
15
3) Motivasi Belajar Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi pencapaian tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar. 4) Pengetahuan Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat atau tidaknya seorang siswa terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari. Seorang siswa belajar membutuhkan minat yang tinggi supaya bisa memahami apa yang ia pelajari. Dengan minat belajar yang tinggi dimungkinkan prestasi belajar siswa akan bagus pula. Tingginya minat belajar siswa dalam mempelajari ketrampilan secara otomatis akan menambah ilmu untuk meningkatkan prestasi belajar. 3. Kajian Tentang Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) a. Sejarah tentang ATBM Cukup banyak jumlah temuan para ahli dalam bidangnya masingmasing yang dapat dipakai sebagai petunjuk, bahwa pertenunan sudah sejak lama dikenal dan di kerjakan di hampir seluruh kepulauan Indonesia, serta merupakan salah satu budaya bangsa yang dapat dibanggakan. Terlebih bangsa Indonesia sejak berabad-abad telah menguasai berbagai teknik, pertenunan, seperti : Tenun Songket
(pakan tambahan benang emas dan
perak), tenun ikat pakan atau lungsi dan tenun ikat berganda, serta kain diberi hiasan dengan manik-manik, kerang, kerang, kaca, bordiran dan sebagainya. Temuan-temuan atau berbagai petunjuk ini ada yang berupa alat-alat untuk keperluan memintal, menenun dan sebagainya. Serta ada pula yang berupa prasasti, arca dan relief pada beberapa Candi Hindu, dan ada pula yang berupa karya sastra. Antara lain terdapat prasasti yang menunjuk adanya kain
16
lurik pakan malang, antara tahun 851-882 M, di zaman kerajaan Hindu Mataram. Prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur tahun 1033 M, menyebutkan kain tuluh watu, yang adalah nama salah satu kain lurik. Pada relief yang mencerminkan kehidupan masyarakat pada zamannya, dapat dilihat telah adanya, pemakaian kain tenun. Menurut beberapa ahli purbakala, hasil temuan situs prasejarah, antara lain situs Gilimanuk di Bali, Gunung Wingko di Yogyakarta, Melolo di Sumba Timur, Membuktikan bahwa pertenunan sudah dikenal di Indonesia sejak zaman pra-sejarah. Demikian pula terlihat pemakaian selendang tenun pada acara terracota asal Trowulan di Jawa Timur, yang diperkirakan berasal dari abad ke 15 M (Museum Sono Budaya, Yogyakarta), serta pemakaian kain tenun pada relief dan arca diberbagai Candi. Dari beberapa legenda, cerita rakyat di berbagai daerah dapat di tarik kesimpulan bahwa pertenunan, dengan demikian tenun, di Indonesia sudah lama di kenal. Pada hakekatnya legenda, cerita rakyat adalah sesuatu yang di percaya sebelum kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan, tradisi dan kepercayaan yang sama dan yang mereka akui pula sebagai milik mereka bersama serta di wariskan turun temurun secara syah. Alat tenun tradisional yang dipergunakan di seluruh Indonesia pada ummnya adalah alat tenun Gendong yang kemudian berkembang dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), dan diperkenalkan pada permulaan abad ke XX. Hasil pertenunan yang sangat sederhana, baik dalam penampilan maupun dalam pengerjaannya, antara lain adalah kain lurik, yang meskipun demikian, syarat dengan pesan-pesan budaya. Kain lurik, khususnya di daerah Solo-Yogya, adalah kain tenun yang biasanya ditenun dengan anyaman datar atau polos (Bahasa Jawa : Anaman Wareng), corak lajuran (Garis-garis), cacahan (kotak-kotak) atau polos, dengan aneka permainan warna.
17
b. Pengertian ATBM 1). Pengertian Alat tenun Alat Tenun adalah alat untuk menganyam benang-benang yang letaknya membujur (benang, lungsi) dan benang yang pada alat ini letaknya melintang (benang pakan). Hasil dari alat ini adalah anyaman yang disebut kain. Anyaman atau kain yang tehnik pembuatannya paling sederhana, adalah yang disebut anyaman datar / polos yang dalam bahasa jawa disebut anyaman wareg. ATBM adalah singkatan dari alat tenun bukan mesin dan ATM singkatan alat tenun mesin. Alat tenun gendong berkembang menjadi alat tenun tijak yang pada tahun 1927 oleh Tekstil Institut Bandung (TIB) sekarang Balai Besar Tekstil Bandung, dikembangkan lagi menjadi alat tenun tijak dengan teropong layang. Dikenal sebagai alat tenun TIB, yang selanjutnya dikenal orang sebagai ATBM. Perkembangan ini berlanjut dengan tehnik yang lebih canggih dengan perkembangannya ATM yang serba mekanis. Hasil tenun ATBM dan ATM yang lebih halus, lebar dan murah, karena lebih efisien, mendesak kerajinan tenun gendong. ”Ternyata alat tenun yang pertama adalah apa yang dinamakan alat tenun gendong, di pulau jawa dinamakan demikian karena ada bagian alat tenun tersebut yaitu epor yang diletakan dibelakang pinggang seolah-olah digendong. Ciri yang menonjol dari alat tenun ini adalah bahwa tegangan dari benang lungsi diperoleh dengan mengambang keujung apit dengan tali epor kepada epor yang disandari oleh penenun”. (Nian S. Djomena 2000 : 11-15 ). 2). Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Merupakan alat untuk melakukan (penenunan) yang digerakkan oleh manusia. ATBM dapat dipergunakan sambil duduk (biasa pada industri tekstil kecil dan tradisional) maupun berdiri. Dalam industri tekstil besar, ATBM tidak mungkin digunakan. Dari kedua pengertian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran ATBM adalah Pemberian Pembelajaran Pada Siswa dalam mata pelajaran ketrampilan yang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang merupakan alat untuk melakukan (penenunan yang
18
digerakkan oleh manusia, sehingga siswa timbul minat untuk mengikuti pelajaran ketrampilan disekolah dan nantinya dapat dipakai sebagai bekal ketrampilan apabila siswa sudah terjun di masyarakat khususnya dilingkungan masyarakat Kota Pekalongan yang banyak home industri khususnya ATBM.
3). Profile Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
Gambar 1. Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
B. Kerangka Berfikir
Metode demonstrasi dirasa sangat cocok dalam pembelajaran ketrampilan dengan menggunakan ATBM sehingga peserta didik akan melihat dan memperaktekkan sendiri apa yang telah di demonstrasikan oleh guru. Oleh karena itu dengan anak langsung praktek menggunakan ATBM maka akan timbul minat yang besar terhadap pelajaran khususnya ketrampilan. Adapun kerangka berfikir penulis dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Kondisi awal a. Siswa tidak mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran keterampilan. b. Siswa merasa bosan apabila ada pelajaran keterampilan. 2. Tindakan a. Guru memberikan motivasi tentang pentingnya pelajaran keterampilan.
19
b. Guru memberikan contoh penggunaan alat tenun bukan mesin kepada siswa. c. Siswa menirukan dan mempraktekkan penggunaan alat tenun bukan mesin satu persatu secara bergantian. 3. Kondisi akhir a. Siswa akan timbul minat untuk belajar keterampilan dengan senang hati. b. Siswa akan termotivasi dan senang apabila ada pelajaran ketrampilan.
Setelah menggunakan
Sebelum menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) minat belajar siswa
Menggunakan ATBM
ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) minat belajar siswa
masih rendah
meningkat Gambar 2. Kerangka Berpikir
20
BAB III METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas direncanakan mulai tanggal 20 April 2009 yang diawali dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh informasi dan gambaran terhadap permasalahan di kelas yang akan diteliti sebagai data awal dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan menetapkan tindakan proses penelitian berbentuk siklus. Siklus berlangsung tiga kali, tiap siklus 1 kali tatap muka dan tiap tatap muka masing-masing (2 X 40) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan pokok, yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) evaluasi dan, (5) refleksi (Depdiknas, 2006 : 19) 2. Proses Penelitian Proses penelitian pada siklus I dilaksanakan mulai tanggal 15 Juli 2009 sedangkan untuk siklus / putaran II mulai tanggal 22 Juli 2009, sedangkan siklus ke III akan dimulai tanggal 29 Juli 2009. B. Subyek Penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan di kelas IX SMPLB Kota Pekalongan tahun Pelajaran 2009/2010. SMPLB Kota Pekalongan merupakan tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar di kelas IX jenis kelainan Tuna Grahita Ringan, oleh karena itu peneliti sebagai aktor atau pelaku utama dalam penelitian. Tindakan Kelas bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Ringan, karena siswa kelas tersebut mempunyai permasalahan sesuai yang akan diteliti. Adapun jumlah siswa yang akan diteliti sebanyak 10 (sepuluh) orang. C. Data dan Sumber Data a. Skor minat belajar peserta didik, yang dilaksanakan pada tiap siklus. b. Masukan, saran dari observasi yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah tindakan penelitian.
19
21
D. Tehnik Pengumpulan Data Di dalam pengumpulan data penulis menggunakan tiga macam metode yaitu : Metode angket, metode interview dan metode dokumentasi. 1. Angket a) Pengertian Angket Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 128)” Angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui". b) Jenis-jenis Angket Menurut pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 129) "Ada empat jenis angket, yaitu : angket langsung yang tertutup, angket langsung yang terbuka, angket tak langsung yang tertutup, dan angket tak langsung yang terbuka". Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup dengan bentuk check-list, sehingga responden tinggal membubuhkan tanda check pada jawaban yang telah disediakan. c) Bentuk-Bentuk Angket Suharsimi Arikunto (2002: 129) menyatakan “Menurut bentuknya angket dibagi menjadi empat, yaitu pilihan ganda, isian, check list, dan rating scale". Dalam penelitian ini bentuk angket yang penulis gunakan adalah check list. d) Teknik Angket Teknik angket ini digunakan untuk mendapatkan data tentang sikap siswa. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 129) bahwa, “angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah terbuka dengan bentuk isian, sehingga responden tinggal mengisi pada jawaban tempat yang telah disediakan.
22
2. Interview a. Pengertian Metode ini merupakan metode pelengkap yang dipergunakan untuk mengecek dan menyempurnakan data-data dari hasil observasi. Menurut Hadari Nawawi (1995: 133) adapun yang dimaksud dengan interview adalah “Suatu metode yang mendasarkan diri kepada laporan
verbal
dimana
terdapat
hubungan
secara
langsung
antara
pewawancara dan interview”. b. Macam-macam Metode Interview Terdiri atas : interview bebas, interview berstruktur, interview terarah. 1) Interview bebas yaitu : interview dimana arah pembicaraan antara subyek dan penyelidik dilaksanakan secara bebas. 2) Interview Berstruktur yaitu : Suatu pembicaraan yang masalah-masalahnya direncanakan oleh penyelidik
yang biasanya berupa pertanyaan-
pertanyaan. 3) Interview Terarah yaitu: Interview yang mula-mula dilaksanakan secara bebas antara interview dan intervee dan kemudian diarahkan pada pembicaraan sesuatu dengan maksud pendidikan. c. Langkah-langkah Interview 1) Menentukan sampel yang akan di selidiki 2) Menyusun pedoman interview 3) Mencoba interview 4) Menjalin hubungan dengan orang yang di interview d. Kebaikan dan kelemahan Metode Interview 1) Kebaikannya a) Interview dapat lebih mengenai sasaran karena adanya hubungan langsung. b) Data yang diperoleh lebih mendetail c) Antara interview dan interviewee dapat langsung mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi.
23
2) Kelemahannya a) Pelaksanaannya harus ahli dalam bidang yang diselidiki. b) Kelihatan kaku dan formal, karena pembicaranya telah ditentukan c) Adanya subyek yang menutup diri d) Memakan waktu yang lama e) Biaya yang digunakan besar. e. Cara mengatasi Kelemahan Metode Interview 1) Merencanakan dengan baik pedoman interview 2) Interviewer tidak boleh bertindak sebagai penasehat 3) Interviewer tidak boleh menguasai pembicaraan 4) Pencatatan hasil interview tidak boleh kelihatan menyolok. f. Data yang dikumpulkan dengan interview adalah : 1) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 2) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 3) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sebelum menggunakan ATBM. 4) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sesudah menggunakan ATBM.
3. Dokumentasi a. Pengertian Metode Dokumentasi Pengertian metode dokumentasi menurut Drs. Mardi Ahmad dan Drs. Haryanto (1984: 31) ialah “Suatu metode untuk menyelidiki gejala kejadian peristiwa yang telah lalu, masa sekarang dan untuk mengetahui rancangan dan kejadian yang akan datang”. Menurut WJS. Poerwadarminto (2007: 151) ialah “Pemberian atau pengumpulan
bukti-bukti
dan
keterangan-keterangan,
film
yang
mempertunjukkan peristiwa-peristiwa pekerjaan, kegiatan-kegiatan di dalam masyarakat”. Jadi penulis dapat mengambil kesimpulan dari dua pendapat di atas bahwa metode dokumentasi ialah cara pengumpulan data yang bersumber
24
pada catatan atau laporan tertulis dan peristiwa serta kegiatan yang ada pada masyarakat dan yang telah terjadi. b. Macam-macam Metode Dokumentasi 1) Dokumentasi Primer 2) Domentasi Sekunder Di sini penulis menggunakan metode dokumentasi primer karena data langsung diberikan dari tangan pertama, jadi masih asli terjaga kebenarannya. Sedangkan yang dimaksud dengan : 1) Dokumentasi Primer ialah memberikan data langsung dari tangan pertama dan merupakan sumber asli 2) Dokumentasi Sekunder ialah memberikan data dari sumber lain atau kutipan. c. Langkah-langkah Metode Dokumentasi 1) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk mencatat data. 2) Melihat dokumen-dokumen yang akan dicatat. 3) Mencatat data yang sesuai dengan tujuan penyelidik. d. Kebaikan dan Kelemahan Metode Dokumentasi 1) Kebaikannya : Dapat mengetahui secara global semua data yang ada. Dapat dijadikan sejarah dan kesan-kesan. 2) Kelemahannya -
Sukar untuk dibedakan dokumen yang asli dan yang tidak asli.
-
Sukar untuk dipercaya.
-
Sering kurang lengkap dokumen yang ada
e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Dokumentasi 1) Yang dijadikan sumber dokumentasi harus betul-betul asli 2) Yang dijadikan dokumentasi harus lengkap dan sistematis susunannya. f. Data yang dikumpulkan dengan Dokumentasi adalah : 1). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM.
25
2). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sesudah menggunakan ATBM.
E. Validasi Data Teknik yang digukanan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah triangulasi dan review informasi kunci. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandingan data itu “(Lexy J. Moleong, 1995: 178). “Teknik Triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan triangulasi metode pengumpulan data. Untuk mengetahui skala minat di samping literatur juga mempertimbangkan pengamatan dan saran observasi”.
F. Teknik Analisa Data 1. Analisis skore minat belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk mendiskripsikan
implementasi
Pembelajaran
Ketrampilan
melalui
Pembelajaran ATBM dan untuk menghitung minat belajar sampai nilai pencapaian sebesar 8,0. 2. Analisa skore nilai belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk mendiskripsikan
implementasi
Pembelajaran
Ketrampilan
melalui
pembelajaran ATBM dan untuk menghitung nilai hasil ketrampilan sampai 80% baik.
G. Indikator Kinerja Nilai minat belajar adalah nilai dari total nilai masing-masing indikator siswa dengan nilai masing-masing skor 1. Nilai minat belajar ketrampilan diperoleh dengan cara menghitung total skor pencapaian siswa.
H. Prosedur Penelitian Siklus berlangsung tiga kali, tiap siklus 1 kali tatap muka dan tiap tatap muka masing-masing (2 X 45) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan
26
pokok, yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Observasi, (4) Evaluasi, (5) Refleksi (Depdiknas : 19). 1. Dalam perencanaan (1) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (2) membuat daftar peserta didik (3) mengabsen peserta didik yang datang (4) membuat instrumen penilaian minta belajar peserta dan (5) membuat daftar skor minat belajar peserta didik. 2. Dalam tindakan (1) Guru melaksanakan tindakan/kegiatan proses belajar dengan pokok bahasan (2) Guru memberikan penjelasan cara menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) (3) Guru memberikan contoh menjalankan ATBM (4) Guru membimbing menjalankan ATBM dan mengamati minat tiap-tiap siswa. 3. Dalam observasi (1) mengamati, minat belajar selama pelaksanaan tindakan dan membuat catatan-catatan penting (2) observer mengamati, membaca, serta membuat catatan dari kegiatan yang dilakukan peneliti dimulai dari perencanaan dan pelaksanaan tindakan (3) observer juga mengamati dan membuat catatan-catatan tentang minat dalam belajar ketrampilan. 4. Dalam evaluasi (1) Penilaian minat belajar, menghitung skor yang diperoleh melalui lembar pengamatan minat belajar, (2) mendiskripsikan hasil penilaian minat belajar ketrampilan. 5. Dalam refleksi, berdasarkan (1) skor minat belajar ketrampilan dan (2) masukan serta saran dari observer, digunakan untuk menyusun rencana maupun tindakan pada siklus berikutnya. Penerapan minat belajar ketrampilan melalui Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :
27
Pelajaran Ketrampilan
Minat Sebelum
Masalah
Minat Sesudah
Siklus Pertama Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi
Siklus Kedua Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi
Siklus Ketiga Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi
Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan Gambar 3. Prosedur Penelitian
28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian 1. Deskripsi Kondisi Awal Jumlah peserta didik kelas IX SMPLB Tuna Grahita sebanyak 10 laki-laki, 4 siswa dan perempuan 6 siswa pada awal semester 1 Tahun Pelajaran 2009/ 2010 minat terhadap pelajaran ketrampilan pada umumnya kurang kondisi semacam ini sangat baik bagi seorang guru yang berupaya menumbuhkan minat belajar ketrampilan, oleh sebab itu pembelajaran ketrampilan melalui Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sangat tepat.
2. Deskripsi Siklus Pertama Siklus pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Juli 2009. Berisi tentang cara menyambung benang dan persiapan alat bahan ATBM. a. Perencanaan Rencana tindakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan minat belajar ketrampilan pada siswa kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota Pekalongan antara lain sebagai berikut : 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 2. Merencanakan/membuat angket bagi siswa sebelum menggunakan ATBM. 3. Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 4. Mempersiapkan lembar daftar minat belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 5. Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 6. Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel pengamatan minat siswa untuk mencatat kegiatan selama proses pembelajaran.
27
29
b. Tindakan Tahap
atau
langkah-langkah
yang
dilaksanakan
pada
tahap
pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut : 1. Tahapan dalam mempersiapkan tindakan. Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar. Dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektifitas pelaksanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai secara yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan tersusun dalam RPP antara lain : a). Tindakan awal Apersepsi : (1). Peneliti/ guru membuka materi pembelajaran dengan : (a). Memperkenalkan bahan barang, alat-alat yang ada di ATBM. (b). Memberi contoh cara memasukkan benang pakan pada peluru. (2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar mempunyai minat belajar ketrampilan. b). Tindakan inti Guru memberi contoh cara menyambung benang yang benar. Peserta didik menirukan bersama-sama. (1). Peserta didik mempraktekkan cara menyambung benang yang benar dihadapan guru. (2). Guru memberikan contoh cara memasukkan benang pakan pada peluru satu dan peluru dua. (3). Peserta didik memperhatikan dan menirukan satu persatu secara bergantian. c). Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pembelajaran.
30
c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : 1). Pengamat
mengamati
jalannya
pembelajaran
yang
dilaksanakan
berdasarkan RPP yang telah dibuat guru. 2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. 3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan lembar pengamatan dan lembar dalam mengikuti pelajaran ketrampilan. Unsur-unsur yang dianalisa, yaitu minat siswa dalam mengikuti keterangan guru dalam memperkenalkan bahan dan alat ATBM. Cara menyambung benang serta cara memasukkan benang pakan pada peluru.
3. Deskripsi Siklus Kedua Siklus II merupakan pembelajaran lanjutan dari materi dan mengulang pembelajaran pada siklus pertama yaitu menyambung benang, pengenalan bahan dan alat ATBM serta memasukkan benang pakan pada peluru satu dan dua. Sehingga dalam siklus II, peneliti memberikan tambahan materi yang diperlukan siswa agar mampu dan mempunyai minat belajar ketrampilan. Yang berisi cara menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin. Siklus ke II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 22 Juli 2009. a. Perencanaan 1). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada siklus pertama pada pertemuan kedua. 2). Merencanakan / membuat daftar hadir siswa setelah menggunakan ATBM.
31
3). Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 4). Mempersiapkan
lembar
data
minat
belajar
ketrampilan
setelah
menggunakan ATBM. 5). Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 6). Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel pengamatan minat belajar siswa untuk mencatat kegiatan selama proses pembelajaran. b. Tindakan Tahap
atau
langkah-langkah
yang
dilaksanakan
pada
tahap
pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut : 1). Tahap dalam mempersiapkan tindakan Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan. 2). Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan kedua. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain : a). Tindakan awal (1). Apresiasi Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan : Mengulang materi pelajaran pada pertemuan pertama yaitu cara menyambung benang, nama-nama alat yang ada di ATBM, cara memasukkan benang pakan pada peluru. (2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan. b). Tindakan inti Guru memberi contoh cara menjalankan ATBM dengan benar, peserta didik memperhatikan.
32
(1). Guru membimbing satu persatu pada peserta didik untuk menjalankan serta memberikan contoh cara-cara menjalankan ATBM yang benar. (2). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk menenun serbet makan dengan benar. (3). Guru membetulkan peserta didik yang menjalankan ATBM yang masih salah. (4). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk mempraktekkan menenun serbet makan dengan selalu diawasi dan dibimbing. (5). Peserta didik secara bergantian menenun dengan ATBM membuat serbet makan sampai lancar. c). Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pembelajaran yang diberikan. c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : 1). Pengamat
mengamati
jalannya
pembelajaran
yang
dilaksanakan
berdasarkan RPP pada pertemuan kedua. 2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan lembar pengamatan dan lembar penilaian setelah menggunakan ATBM serta mengamati peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dalam menjalankan ATBM. Juga peneliti mengamati minat peserta didik dalam
33
mengikuti pembelajaran ketrampilan setelah menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
4. Deskripsi Siklus Ketiga Siklus III dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2009. pada siklus ini merupakan pembelajaran lanjutan dari pertemuan satu dan pertemuan dua. Serta pengulangan materi pembelajaran pada siklus kedua yaitu cara menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin. Pada siklus ketiga ini peserta didik diajak untuk meneliti hasil tenunan dan apabila ada benang yang putus maka anak disuruh untuk menyambung setelah itu anak diajari mengeluarkan hasil tenunan pada Bom sekaligus cara memotong serbet makan yang sudah jadi. Langkah terakhir pada pertemuan ini anak diajari menjahit tepi serbet makan yang sudah dipotong (mlipit : jw). Peneliti
selalu
menganalisa
dan
mencatat
minat
siswa,
proses
pembelajaran yang ada pada instrumen. a. Perencanaan 1). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada pertemuan ketiga. 2). Mempersiapkan lembar penilaian siswa. 3). Mempersiapkan
lembar
data
minat
belajar
ketrampilan
setelah
menggunakan ATBM. 4). Mempersiapkan sarana dokumentasi dan mengisi tabel pengamatan minat belajar siswa untuk mencatat selama proses pembelajaran. b. Tindakan Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut : 1. Tahap dalam mempersiapkan tindakan, Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan ketiga. Secara garis
34
besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain : a. Tindakan awal 1). Apresiasi Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan : · Mengulang materi pelajaran pada pertemuan kedua yaitu cara menjalankan ATBM dengan benar dan lancar. 2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan dengan menggunakan ATBM. b. Tindakan inti Guru mengulangi dengan memberi contoh cara menjalankan ATBM dengan benar, peserta didik memperhatikan. 1) Guru membimbing peserta didik satu persatu untuk menenun serbet makan. 2). Guru memberi contoh cara mengeluarkan hasil tenunan serbet makan yang telah hadi pada Bom. 3). Guru membimbing peserta didik memotong serbet makan yang sudah jadi satu persatu. 4). Guru menjelaskan setelah dipotong satu persatu untuk dijahit (diplipit : jw) dan diberi gantungan. c. Tindakan akhir Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan kelemahan dari materi pelajaran yang diberikan. c. Pengamatan Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya : 1). Pengamat
mengamati
jalannya
pembelajaran
berdasarkan RPP pada pertemuan ketiga.
yang
dilaksanakan
35
2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah menggunakan ATBM. 3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan 4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. d. Refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisa data berdasarkan lembar pengamatan dan lembar penilaian setelah menggunakan ATBM serta mengamati peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran pertemuan ketiga cara memotong serbet makan dan menjahit serbet makan. Peneliti juga mengamati secara langsung minat belajar peserta didik dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil dari pengamatan yang peneliti peroleh selama dalam pelaksanaan siklus I, ke II dan ke III ada peningkatan minat belajar ketrampilan setelah menggunakan pembelajaran Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dibandingkan sebelum menggunakan ATBM pada siswa kelas IX SMPLB kota Pekalongan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perolehan prosentase peningkatan minat belajar ketrampilan selama penelitian berlangsung. 1. Hasil Penelitian Siklus I Tabel 1. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan Siklus I Indikator - Ketertarikan untuk membaca buku Soal : 1. Apakah kamu suka membaca buku? 2. Apakah kamu suka membaca buku keterampilan? 3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan?
A
B
C
Jawaban Siswa D E F G
H
I
J
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
Skor
36
4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM? - Perhatian dalam belajar Soal : 1. Apakah kamu memperhatikan guru dalam mengajar ? 2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran? 3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru? - Motivasi belajar Soal : 1. Apakah kamu mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar? 2. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru? 3. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami penjelasan guru? - Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat melakukan apa yang dicontohkan oleh guru? 2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan? 3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru? 4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
5
1
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
3
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
37
diajarkan oleh guru di rumah? 5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin? Nilai
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
1
0 2
1 5
0 4
0 3
1 9
1 4
0 6
0 7
0 3
0 4
Skor Minat Belajar =
Jumlah Nilai Siswa Jumlah Siswa
Skor Minat Belajar =
45 = 4,5 10
2. Hasil Penelitian Siklus II Tabel 2. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan Siklus II Indikator - Ketertarikan untuk membaca buku Soal : 1. Apakah kamu suka membaca buku? 2. Apakah kamu suka membaca buku keterampilan? 3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan? 4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM? - Perhatian dalam belajar Soal : 1. Apakah kamu memperhatikan guru dalam mengajar ? 2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran?
A
B
C
Jawaban Siswa D E F G
H
I
J
1
1
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
Skor
45
38
3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru? - Motivasi belajar Soal : 4. Apakah kamu mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar? 5. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru? 6. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami penjelasan guru? - Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat melakukan apa yang dicontohkan oleh guru? 2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan? 3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru? 4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang diajarkan oleh guru di rumah? 5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin? Nilai Siswa Skor Minat Belajar = Skor Minat Belajar =
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0 6
1 8
1 9
0 8
1 1 10 10
1 9
0 9
1 9
0 6
Jumlah Nilai Siswa Jumlah Siswa 84 = 8,4 10
84
39
3. Hasil Penelitian Siklus III Tabel 3. Data Minat Belajar Keterampilan Siklus III Indikator - Ketertarikan untuk membaca buku Soal : 1. Apakah kamu suka membaca buku? 2. Apakah kamu suka membaca buku keterampilan? 3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan? 4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM? - Perhatian dalam belajar Soal : 1. Apakah kamu memperhatikan guru dalam mengajar ? 2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran? 3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru? - Motivasi belajar Soal : 1. Apakah kamu mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar? 2. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru? 3. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami
A
B
C
Jawaban Siswa D E F G
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
Skor
H
I
J
40
penjelasan guru? - Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat melakukan apa yang dicontohkan oleh guru? 2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan? 3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru? 4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang diajarkan oleh guru di rumah? 5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin? Nilai Siswa Skor Minat Belajar = Skor Minat Belajar =
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0 6
1 1 1 1 1 1 0 1 11 11 11 12 10 11 10 11
0 8
Jumlah Nilai Siswa Jumlah Siswa
91 = 9,1 10
C. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan kolaborator serta hasil dari lembar kerja siswa serta minat yang ditunjukkan oleh siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan pada kelas IX SMPLB kota Pekalongan semester I tahun pelajaran 2009 /2010 dengan kompetensi dasar membuat kerajinan anyaman dan tenun yang terbagi dalam tiga siklus yang menitikberatkan penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) maka maka menunjukkan peningkatan minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan yang sangat signifikan.
41
Pada pelaksanaan siklus I, materi pembelajaran berkisar pada pengenalan alat / bahan ATBM dengan indikator sebagai berikut : 1. Siswa mampu mengenal alat yang ada pada ATBM 2. Siswa mampu mengenal bahan benang pada Bom 3. Siswa mampu mengenal benang pakan pada peluru 4. Siswa mampu menyambung benang dengan benar 5. Siswa mampu memasukkan benang pakan pada peluru satu dan dua Materi pada pembelajaran siklus I penekanannya pada minat belajar siswa pada pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. Secara keseluruhan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan masih rendah terutama minat para siswa di dalam mengikuti contoh-contoh yang diberikan guru misalnya menyambung benang. Namun setelah guru memberikan penjelasan mengenai alatalat yang ada pada ATBM para siswa mulai tertarik, setelah diadakan pretest, maka diperoleh nilai minat belajar ketrampilan pada siklus I dengan nilai rata-rata 4,5. Pada pelaksanaan siklus II, setelah anak-anak diperkenalkan diperkenalkan dengan Alat Tenun Bukan Mesin maka siswa sudah mulai tertarik sehingga pelaksanaan pembelajaran mulai hidup terlebih pada siklus ini anak-anak sudah mulai diberi contoh cara menjalankan ATBM oleh guru yang bersifat monoton. Materi pada siklus II berkisar pada menjalankan ATBM (menenun) membuat serbet makan dengan indikator sebagai berikut : 1. Siswa mampu menjalankan ATBM dibantu guru 2. Siswa mampu menyambung benang yang putus 3. Siswa mampu menenun membuat serbet makan 4. Siswa mampu menenun tanpa bantuan guru Dari beberapa indikator di atas yang mampu dilaksanakan oleh siswa serta menambah minat belajar ketrampilan adalah menjalankan ATBM. Hal ini karena gerakannya monoton. Sedangkan pada siklus I minat belajar siswa mata pelajaran ketrampilan mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata minat belajar siswa keterampilan sebesar 8,4.
42
Pada pelaksanaan siklus III setelah anak dibimbing dan diajari untuk menjalankan ATBM ternyata minat anak bertambah dalam mengikuti pelajaran ketrampilan, sehingga dalam proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan dan dapat menarik perhatian pada siswa yang lain. Materi pada siklus III berkisar pada lanjutan menjalankan ATBM (menenun) dengan indikator sebagai berikut : 1. Siswa mampu menenun dengan baik 2. Siswa mampu mengeluarkan gulungan hasil tenunan dari Bom 3. Siswa mampu memotong hasil tenunan dari Bom satu persatu menjadi serbet makan 4. Siswa mampu menjahit (melipit ; jw) serbet makan. Setelah dilaksanakan kegiatan siklus III diperoleh data nilai minat belajar sebesar 9,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM meningkat secara signifikan. Tabel 4. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan dari Kondisi Awal, Siklus I, II, III Subyek
Postest I
Postest II
Postest III
AG
2
6
6
AH
5
8
11
MA
4
9
11
NF
3
8
11
RW
9
10
12
RH
4
10
10
RM
6
9
11
SJ
7
9
10
SR
3
9
11
TI
4
6
8
Jumlah
45
84
91
Jumlah nilai rata-rata minat belajar ketrampilan pada siklus I sebesar 4,5, sedangkan pada siklus II sebesar 8,4 dan pada siklus II sebesar 9,1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM meningkat secara signifikan terbukti melebihi nilai pencapaian siswa dalam penelitian sebesar 8,0.
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan kolaborator serta proses pembelajaran pada siswa kelas IX SMPLB kota Pekalongan pada semester Ganjil tahun pelajaran 2009 / 2010 dengan kompetensi dasar membuat kerajinan anyaman dan tenun yang terbagi menjadi tiga siklus yang menitikberatkan dalam menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) atau menenun membuat serbet makan yang merupakan bagian dari pembelajaran ketrampilan dapat disimpulkan bahwa dengan melalui pembelajaran ATBM bagi anak Tuna Grahita dapat meningkatkan minat belajar ketrampilan pada siswa kelas IX SMPLB kota Pekalongan semester Ganjil tahun pelajaran 2009 / 2010.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dalam penelitian ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi guru ketrampilan Guru perlu menggunakan berbagai variasi media dan alat peraga yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat belajar ketrampilan. Salah satu media yang dapat digunakan adalah ATBM yang digunakan dalam penelitian ini. Alat Tenun Bukan Mesin terbukti mampu meningkatkan minat belajar anak Tuna Grahita untuk belajar ketrampilan. 2. Bagi sekolah luar biasa Tuna Grahita Sekolah hendaknya mengusahakan adanya media pembelajaran yang mampu meningkatkan minat siswa dalam belajar ketrampilan yaitu Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang telah digunakan dalam penelitian ini.
42
44
3. Bagi peneliti berikutnya Perlu diadakan penelitian lebih lanjut utamanya mengenai alternatif media dalam pembelajaran ketrampilan bagi anak Tuna Grahita yang dapat meningkatkan anak untuk belajar ketrampilan dengan menggunakan tempat penelitian yang lebih luas variabel yang lebih kompleks.
45
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Pendidikan Luar Biasa 2009, Informasi pelayanan bagi Anak tunagrahita. Fudiyarto. 2002, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Global Pustaka Utama Mardi Ahmad Drs., dan Haryanto, Drs., 1984, Metodologi Research, SGPLB, Yogyakarta Nian S. Djoemena. 2000. Lurik Garis-garis Bertuah. Jakarta: Djambatan. Suryasubroto B. Drs. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah Jakarta : Rineka Cipta. Uzer Usman. 1994. Menjadi Guru Profesional, Bandung PT. Remaja Rosda Karya. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rieneka Cipta. Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya. WJS Poerwodarminto. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka http : //www/google.co.id/Search?hl = id&q
44