Peningkatan Kualitas Kelembagaan Pelayanan Tenaga Kerja yang Bekerja di Luar Negeri
1. Latar Belakang Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri telah memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian nasional. Tenaga Kerja Indonesia mengirimkan gaji yang diterima kepada keluarganya di Indonesia (remiten) membawa dampak langsung terhadap penerimaan devisa. Jumlah penerimaan devisa yang bersumber dari gaji tenaga kerja Indonesia yang ditransfer adalah sebesar US $ 6,62 miliar pada tahun 2009 (sumber BNP2TKI). Kesempatan kerja di dalam negeri yang terbatas dan kehidupan ekonomi yang sulit merupakan faktor pendorong bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk bekerja diluar negeri. Untuk memfasilitasi penempatan dan perindungan TKI yang bekerja di luar negeri, maka pada tanggal 18 Oktober 2004 diterbitkan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Selanjutnya, pada tanggal 2 Agustus 2006 dikeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Sejalan dengan reformasi tersebut dan untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 39 Tahun 2004, pada tanggal 8 September 2006 dibentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) melalui Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
(Sumbangan Pemikiran untuk Penyempurnaan Kebijakan ke Depan)
Johny Juanda
Dengan dibentuknya BNP2TKI diharapkan tujuan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri dapat dicapai, tetapi pada kenyataannya pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI masih tetap mengalami permasalahan.
44
E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
2. Kondisi Saat Ini Perkembangan penempatan TKI dalam enam tahun terakhir (2004 - 2009) mengalami fluktuasi (Tabel 1). Peningkatan penempatan TKI sejalan dengan peningkatan jumlah uang yang masuk ke Indonesia (remiten). Realisasi remitensi pada tahun 2004 adalah sebesar US$ 1,90 miliar dan meningkat menjadi sebesar US$ 2,93 miliar pada tahun 2005. Untuk tahun-tahun selanjutnya realisasi remitansi dari TKI terus meningkat, yaitu remitansi tahun 2006 sebesar US$ 5,56 miliar, remitansi tahun 2007 sebesar US $ 6 miliar dan pada tahun 2008 sebesar US $ 8,62. Namun pada tahun 2009 sesuai dengan penurunan jumlah penempatan TKI, remitansi tahun 2009 mengalami penurunan menjadi US $ 6,62 miliar. Tabel 1 Tahun 2004 - 2009 Realisasi Penempatan dan Remitansi Pekerja Migran No
Tahun
12 22 32 42 52
004 005 006 007 008
Penempatan (Orang) FORMAL 1) Jumlah 116,247 196,874 177,495 196,191 269,346
INFORMAL 2)
%J
umlah
31% 42% 26% 28% 36%
264,000 277,436 502,505 500,555 479,479
%J 69% 58% 74% 72% 64%
Remitansi (US$ Miliar)
JUMLAH umlah 380,247 474,310 680,000 696,746 748,825
% 100%1 100%2 100%5 100%6 100%8
,90 ,93 ,56 ,00 ,62
Sumber: BNP2TKI
Catatan: 1) TKI yang bekerja pada penguna jasa yang berbadan hukum: perkebunan, konstruksi, IT dan perhotelan 2) TKI yang bekerja pada pengguna jasa perseorangan: Penata Laksana Rumah Tangga, Perawat jompo, sopir
Kepulangan TKI ke tanah air terjadi antara lain karena berakhirnya masa perjanjian kerja, pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir, mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya lagi, dan kasus TKI bermasalah. Menurut BNP2TKI kasus TKI bermasalah di luar negeri pada tahun 2008 adalah sebanyak 42.801 kasus. Hasil studi Institute for Ecosoc Right menyatakan : Minimnya perlindungan bukan hanya dialami oleh para TKI yang ditempatkan secara illegal, para TKI yang yang melalui jalur resmi (legal) pun mengalami banyak kasus, termasuk kematian. Data kematian TKI di Malaysia yang dikeluarkan KBRI Malaysia Tahun 2008 menunjukan , dari 513 orang TKI yang meninggal di Malaysia, 87,1 persen adalah TKI berdokumen atau legal.
3. Isu dan Permasalahan Akhir-akhir ini, di media cetak dan elektronik bermunculan permasalahan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, terutama masalah penganiayaan TKI oleh majikannya. Permasalahan penganiayaan TKI oleh majikannya yang terbanyak terjadi pada TKI yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di Malaysia. Begitu banyak dan seringnya penganiyaan tersebut, sehingga pemerintah Indonesia melakukan penghentian sementara (moratorium) penempatan TKI penata laksana rumah tangga ke Malaysia mulai tanggal 26 Juni 2009. Kebijakan moratorium tersebut dimaksudkan
45
agar pemerintah Indonesia bersama-sama dengan pemerintah Malaysia melakukan pembenahan dalam mekanisme penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri. Mekanisme penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri yang berlangsung selama ini terasa rumit dan mahal. Walaupun mekanisme tersebut dilaksanakan berpedoman pada Undang-undang No. 39 tahun 2004. Akibatnya banyak para calon TKI yang ingin bekerja ke luar negeri menghindari mekanisme tersebut, sehingga banyak TKI bekerja di luar negeri secara non prosedural. TKI yang bekerja ke luar negeri secara tidak prosedural tidak bisa mendapat perlindungan dari pemerintah Indonesia, karena keberadaan mereka tidak bisa dipantau oleh perwakilan RI. Selain mekanisme penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri yang rumit dan mahal, permasalahan kelembagaan yang mempunyai tugas, fungsi dan tanggung jawab yang tidak jelas dan tumpang tindih terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini adalah terbatas pada permasalahan kelembagaan yang melaksanakan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri. Permasalahan berdasarkan tahapan penempatan dan perlindungan TKI adalah sebagai berikut: a.
Pembentukan Pelaksana Penempatan TKI Sawasta (PPTKIS)
Salah satu persyaratan pendirian Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) adalah diwajibkan mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan, yang harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan. Perwakilan tersebut terutama untuk dapat melakukan pemantauan dan penyelesaian masalah TKI, yang meliputi : nama dan alamat majikan; kesehatan TKI; pembayaran gaji TKI; dan masalah yang dihadapi TKI.
Dengan alasan biaya operasional perwakilan di negara penempatan yang sangat tinggi, sampai sekarang belum ada perwakilan di negara penempatan yang dibuat oleh PPTKIS. Akibatnya para TKI yang sedang bekerja di luar negeri, terutama pada pengguna perseorangan (non-formal) sulit dilihat perkembangannya.
b.
Proses Rekrutmen Calon TKI Peranan calo/sponsor yang begitu agresif untuk merekrut calon TKI dengan motivasi keuntungan, membawa permasalahan lainnya, seperti pemalsuan dokumen, perekrutan terhadap anak dibawah umur 18 tahun, perekrutan dilakukan terhadap calon buruh migran yang buta hurup dan penempatan TKI non prosedural (ilegal).
c. Proses Pendidikan dan Pelatihan Peranan PPTKIS dalam meningkatkan kualitas calon TKI adalah melakukan pendidikan dan pelatihan bagi calon TKI. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kerja sering
E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
kali dilakukan belum sesuai dengan kebutuhan pengguna dan dalam waktu yang relatif pendek, karena mengejar waktu yang telah ditentukan, terutama untuk pengguna perseorangan (non formal).
Selama menunggu penempatan ke luar negeri, calon TKI menginap di asrama PPTKIS, TKI bersama-sama dengan PPTKIS mengurus persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan seperti: medical check up, paspor, visa kerja, dan asuransi.
Setelah persyaratan tersebut telah dipenuhi, calon TKI diwajibkan untuk mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP), yang merupakan materi terakhir dalam pendidikan dan pelatihan TKI. Selanjutnya calon TKI akan mendapat Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang diterbitkan BNP2TKI. KTKLN merupakan tanda pengenal bagi TKI yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan untuk bekerja ke luar negeri dan berfungsi sebagai keterangan bebas fiskal luar negeri (BFLN).
Peraturan Presiden No. 81 tahun 2006, BNP2TKI tetap melaksanakan fungsi penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
Pada tanggal 9 Desember 2008 diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/ MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar Negeri, sebagai pengganti Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 18/ MEN/XII/2007, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2009. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 tersebut berisi perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan penempatan TKI keluar negeri, terutama tanggung jawab pelaksanaan penempatan TKI yang semula berada pada BNP2TKI beralih kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pelaksanaan penempatan TKI ke luar Negeri oleh kedua lembaga tersebut menyebabkan terjadinya dualisme pelaksaaan penempatan TKI keluar negeri. Pelayanan penempatan yang diberikan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentu saja berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Selain itu, pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri dilaksanakan oleh kedua lembaga tersebut. Pada akhirnya akan membingungkan calon TKI yang berminat untuk bekerja di luar negeri.
Dengan terjadinya dualisme pelaksanaan penempatan TKI tersebut maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 diajukan ke Mahkamah Agung untuk diuji meteri. Hasilnya adalah bahwa Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus mencabut peraturan Menteri tersebut. Pada pada tanggal 6 Agustus 2009 diterbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.15/MEN/VIII/2009 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar Negeri.
Dengan dicabutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 diharapkan dualisme pelaksanaan penempatan TKI akan segera berakhir, tetapi pada kenyataannya masih terjadi dualisme tersebut. Hal ini disebabkan pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/ XII/2008 tersebut dibarengi dengan diterbitkanya 3 (tiga) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang isinya merupakan pecahan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008. Dengan perkataan lain bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 22/MEN/XII/2008 diberlakukan kembali melalui 3 (tiga) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
d.
Penempatan TKI Pada saat TKI sedang bekerja di luar negeri, salah satu kewajiban PPTKIS melalui Kantor Perwakilannya adalah melaksanakan pemantauan kondisi TKI selama bekerja di luar negeri dan bila TKInya mendapat masalah, maka perwakilan berkewajiban membantu menyelesaikan masalahnya. Tetapi karena tidak mampu mendirikan perwakilan di negara penempatan maka PPTKIS tidak dapat melakukan pemantauan mengenai kondisi TKInya selama bekerja dengan majikannya di luar negeri. Apalagi membantu penyelesaian TKInya yang mengalami permasalahan. PPTKIS sering mengetahui permasalahan TKInya setelah diliput di media cetak dan elektronik.
Dalam kaitannya dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut di atas, BNP2TKI berpendapat bahwa peraturan tersebut bertentangan dengan tugas dan fungsi BNP2TKI. Oleh karena berpedoman kepada
46
E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
e. Proses Kepulangan TKI Kepulangan TKI terjadi antara karena berakhirnya masa perjanjian kerja, pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir, mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya lagi.
Pada saat TKI datang di Terminal 2 dan Terminal 3 Sukarno-Hatta, para TKI tersebut dipandu untuk menuju di Gedung Pendataan TKI di Selapajang yang berada di lingkungan Bandar Udara Soekarno – Hatta yang dikelola dan berada di bawah tanggung jawab BNP2TK.
Kepulangan TKI melalui Gedung Selapajang sering kali terjadi permasalahan yang menimpa TKI yang baru datang, antara lain lamanya TKI untuk bisa pulang ke daerah asal, bahkan sampai ada yang menginap di terminal Selapajang, pemerasan/ pungutan uang oleh preman dan aparat di Bandara dengan berbagai dalih, termasuk dialihkan pada angkutan lain dan dipungut biaya tambahan, disamping oleh supir dalam perjalanan pulang, pelayanan bandara yang sangat birokratis, dan dipaksa untuk menukarkan vallas dibawah kurs umum/ diskriminasi nilai tukar oleh pihak bank.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas dapat dilakukan tanpa memerlukan perubahan peraturan dan perundang-undangan yang berjalan. Dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas diharapkan calon TKI dapat dilayani dengan optimal dengan mendapat perlindungan selama proses penempatan di dalam negeri serta TKI yang sedang bekerja di luar negeri dapat dimonitor kondisi dan perkembangannya untuk mendapat perlindungan yang memadai.
5. Kesimpulan
4. Kebijakan dan Langkah-langkah RPJMN 2010 – 2014 telah mengamanatkan kebijakan dan langkah-langkah konkrit untuk memfasilitasi TKI ke luar negeri. Namun, RPJMN tersebut belum memberikan solusi dalam mengatur kelembagaan pelayanan penempatan. Untuk itu, kebijakan dan langkah-langkah dalam mengatasi permasalahanpermasalahan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri adalah memperkuat kelembagaan pelayanan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri dengan mengatur kembali tanggung jawab, tugas dan fungsi masing-masing kelembagaan sebagai berikut: a.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai lembaga pembuat kebijakan nasional dan mengkoordinir pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri (Regulator dan Koordinator),
b.
Badan Nasional Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai lembaga yang melaksanakan kebijakan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri selama proses di dalam negeri (Implementator).
berhubungan dengan berbagai Kementerian dan Lembaga Pemerintah, maka kegiatan yang perlu dilakukan dalam waktu dekat untuk meningkatkan kualitas kelembagaan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri adalah antara lain: sosialisasi dan pemberian informasi pasar kerja luar negeri dan tata cara pendaftaran untuk bekerja di luar negeri ke masyarakat luas, meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran dan seleksi calon TKI, meningkatkan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan kinerja PPTKIS, memperkuat Satuan Pelayanan Warga (citizen service) dengan fungsi pemantauan untuk mengetahui kondisi TKI yang sedang bekerja.
c.
Kementerian Luar Negeri sebagai lembaga yang memberikan perlindungan TKI di luar negeri (Protector).
d.
Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagai pelaksana penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri (Operator).
Mengingat bahwa untuk melaksanakan kebijakan dan langkahlangkah yang diperlukan tersebut memerlukan waktu dan
47
Pelaksanaan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sampai saat ini masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Mekanisme Pelaksanaan penempatan dan perlidungan TKI ke luar negeri melibatkan Kementerian dan Lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat masih terus mengalami permasalahan. Hal ini diindikasikan masih banyak TKI yang mengalami permasalahan. Minimnya perlindungan bukan hanya dialami oleh para TKI yang ditempatkan secara illegal, para TKI yang yang melalui jalur resmi (legal) pun mengalami banyak kasus, termasuk kematian. Kualitas kelembagaan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri yang rendah menimbulkan permasalahan mulai dari tahapan pra-penempatan (sebelum keberangkatan), penempatan (selama bekerja di luar negeri) dan purna penempatan (kepulangan ke tanah air). Kualitas kelembagaan pelayanan yang rendah tersebut disebabkan adanya ketidakjelasan peranan lembaga yang membuat kebijakan dan lembaga yang melaksanakan kebijakan penempatan dan pelindungan TKI ke luar negeri. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan pelayanan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri perlu mengatur kembali tanggung jawab, tugas dan fungsi masing-masing kelembagaan, yaitu lembaga yang bertindak sebagai lembaga pembuat kebijakan nasional (Regulator dan Koordinator), lembaga yang bertindak sebagai lembaga yang melaksanakan kebijakan (implementator); lembaga yang bertindak sebagai lembaga yang memberikan perlindungan TKI di luar negeri (Protector); dan lembaga yang bertindak sebagai pelaksana penempatan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri (Operator). Kelembagaan pelayanan tersebut perlu didukung dengan perangkat pendukung, antara lain sistem informasi pasar kerja
E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0
luar negeri secara terpadu; menyediakan skim pembiayaan kredit untuk TKI, mempermudah akses kepada perbankan, dan penyediaan standar biaya penempatan TKI ke luar negeri.
Pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER.22/MEN/XII/2008 Tentang Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/VIII/2009, Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Izin Pengerahan Calon Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri Bagi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.17/MEN/VIII/2009, Tentang Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia Ke Luar Negeri. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.18/MEN/VIII/2009, Tentang Bentuk Persyaratan, Dan Tata Cara Memperoleh Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER. 23/MEN/XII/2008, Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nomor PER.01/KA/SU/I/2008, Tentang Pelayanan Kepulangan Tenaga Indonesia Dari Luar Negeri Di Lingkungan Bandar Udara Soekarno-Hatta Strategi Pembangunan Nasional Untuk Meningkatkan Perlindungan TKI. Rahma Iryanti, Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional – Bappenas. Mei 2010. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004, Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Di Luar Negeri.
Untuk melaksanakan kebijakan dan langkah-langkah yang diperlukan tersebut memerlukan waktu dan berhubungan dengan berbagai Kementerian dan Lembaga Pemerintah. Oleh karena itu, kegiatan yang perlu dilakukan dalam waktu dekat adalah kegiatan yang langsung berhubungan dengan peningkatan pelayanan kepada calon TKI dan tanpa memerlukan perubahan peraturan dan perundang-undangan yang berjalan. l
Johny Juanda adalah Perencana Madya Direktorat Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Bappenas.
DAFTAR PUSTAKA Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006, Tentang Kebijakan Reformasi Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Tony Djogo, Sunaryo, Didik Suharjito dan Martua Sirait. WORLD AGROFORESTRY ENTRE (ICRAF) Naskah Akademik Revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar negeri, Jaringan Advokasi Revisi Undangundang PPTKLN , 2010. Penguatan Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan Kementerian Luar Negeri dalam Rangka Meningkatkan Perlindungan TKI di Negara Tujuan Penempatan, Lutfi Rauf, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Kementerian Luar Negeri Repuplik Indonesia. Juni 2010. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, William N. Dunn. Indonesian Edition. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Permasalahan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Expectation And Legal Reality. Damos Dumoli Agusman, Direktur Perjanjian Ekososbud, Kementerian Luar Negeri Repuplik Indonesia. Maret 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indobesia No. 92 Tahun 2000, Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 81 Tahun 2006, Tentang Badan Nasional Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : PER-18/MEN/IX/2007, Tentang Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.15/MEN/VII/2009, Tentang
48
E D I S I 0 4 / TA H U N X V I / 2 0 1 0