DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 227
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENDESKRIPSIKAN FUNGSI ANGGOTA TUBUH MELALUI MEDIA FILM KARTUN DI KELAS I SD NEGERI WUWUR KECAMATAN PANCUR Supadmi*) SD Negeri Wuwur UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang *)
e-mail:
[email protected]
Abstrak Pembelajaran bercerita di sekolah dasar merupakan salah satu kompentensi dasar yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan manusia Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan bercerita bagi siswa kelas I dengan menggunakan media film kartun, sehingga siswa dapat bercerita dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian diperoleh bahwa dengan menggunakan media film kartun dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita. Peningkatan kemampuan siswa ini juga diikuti dengan perubahan perilaku dari negatif menjadi perilaku positif. Pada siklus pertama siswa yang berkonsentrasi dan memperhatikan pembelajaran yang disampaikan guru masih berkisar 56%. Selama pelaksanaan siklus II siswa lebih memperhatikan pembelajaran yang disampaikan guru, karena media film kartun. Penampilan melalui film kartun inilah yang membuat siswa menjadi lebih tertarik seperti melihat film kartun di televisi. Kata kunci:
1. Pendahuluan Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis,serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan manusia Indonesia. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan [BSNP]. Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pelajaran bahasa Indonesia khususnya bercerita mendeskripsikan objek mulai diajarkan dari kelas I Sekolah Dasar, misalnya Standar Kompetensi kelas I semester I sebagai berikut, Mengungkapkan pikiran, perasan, dan informasi, secara lisan dengan perkenalan benda dan fungsi anggota tubuh, dan deklamasi.Artinya siswa harus sudah belajar bercerita mulai dari kelas I. Berdasarkan kenyataan, penulis selalu kesulitan memilih siswa untuk ikut serta dalam lomba sinopsis. Atas saran
guru-guru yang lain, penulis menyelusuri hasil nilai bercerita dari kelas I sampai dengan kelas V. Menurut hasil wawancara dengan guru-guru hampir semua kelas nilai bercerita rendah. Bahkan di kelas I dan II , pelajaran bercerita jarang diberikan karena siswa masih terfokus pada pelajaran membaca dan menulis. Standar ketuntasan minimal Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kompetensi Dasar “2.3 Mendeskipsikan bendabenda di sekitar dan fungsi anggota tubuh dengan kalimat sederhana” di SD Negeri Wuwur adalah 7,00 Bedasarkan hasil post ulangan harian untuk KD tersebut, ternyata hanya 7 dari 25 anak yang tuntas atau 28%. Sementara 18 anak lainnya masih mengalami kesulitan dan keberanian dalam bercerita, bahkan ada siswa yang diam dan ketakutan. Prinsip pelaksanaan kurikulum 2006 salah satunya kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat.kurikulum juga dilaksanakan dengan menggunakan multi strategi dan multi media. Dengan demikian guru diberi kebebasan untuk memilih media yang tepat dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 228
Setelah penulis sebaagi guru kelas I melaksanakan refleksi terhadap pembelajaran bercerita, akhirnya penulis menemukan beberapa kemungkinan penyebab rendahnya hasil belajar bercerita yang penulis laukan. Selama ini memang penulis belum menggunakan media yang dapat membangkitkan keberanian siswa untuk mau bercerita di depan kelas. Biasanya guru hanya membaca sebuah cerita lalu siswa disuruh menceritakan kembali atau hanya bercerita tentang pangalamannya sendiri. Berkaitan dengan keadaan ini, maka untuk mengatasi permasalahan tersebut kiranya perlu dipilih media yang dapat mengajak siswa untuk berlatih bercerita secara menarik, mengasikkan, variatf, kreatif, serta bermakna. Untuk itu penulis tergerak mengadakan tindakan dengan menggunakan media film kartun dalam pembelajaran bercerita. Kartun merupakan media yang cukup unik untuk menyampaikan pesan atau gagasan yang terkait dengan bahan ajar kepada para siswa. Dengan media kartun kelas akan terlihat segar. Kartun biasanya mempunyai ciri khas misalnya menggunakan karikatur yang lucu, sindiran-sindiran atau berisi humor yang memiliki tujuan terarah.
Pernyataan perasaan yang dilisankan erat hubungannya dengan berbicara. Menurut Ensiklopedi Indonesia, bicara adalah proses mengeluarkan suara yang dapat dimengerti sebagai ungkapan pikiran atau perasaan yang dihasilkan oleh koordinasi antara pusat bicara di otak, pita suara yang bergetar karena dilalui udara dan alat-alat yang mengadakan modifikasi suara atau membentuk artikulasi. Standar kompetensi berbicara di kelas dua Semester dua adalah mengungkapkan secara lisan beberapa informasi dengan mendeskripsikan benda dan bercerita. Sedangkan kompetensi dasarnya antara lain menceritakan kembali cerita anak yang didengarkan dengan menggali kata-kata sendiri. a. Pengertian Cerita Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Cerita adalah (1) Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya peristiwa (2) Omong kosong, dongengan yang tak dijamin kebenarannya (3) Karangan yang menuturkan perbuatan, penngalaman, atau penderitaan orang lain (4) Lakon yang diwujudkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang)
Menurut Maidar (1987:23) kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan kemampuan yang lain. Kegiatan berbicara berhubungan erat dengan kegiatan mendengarkan. Berbicara dan mendengarkan kegiatan komunikasi dua arah.
Bercerita adalah menyampaikan cerita/menuturkan sebuah cerita kepada orang lain. Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik.
Berpijak pada pendapat Maidar, kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucap kalimat-kalimat untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Siswa dapat bercerita dengan baik bila Ia mendengar informasi dengan baik. Informasi dapat diterima oleh siswa dengan cepat bila siswa mendengar dan melihat sesuatu yang menarik. Media film kartun akan membuat siswa senang dan tertawa dengan humor dan kelucuannya, namun terarah pada tujuan. Dengan penggunaan media film kartun ini dapat memberikan motivasi dan menarik perhatian siswa serta dapat menumbuhkan minat belajar.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bercerita adalah menyampaikan cerita baik kejadian nyata atau tidak nyata kepada orang lain secara lisan.
Sarana yang lebih menarik lagi film kartun ini ditampilkan lewat layar LCD. Selain kita mengenalkan media film kartun, sekaligus mengenalkan media elektronik. Sehingga siswa lebih semangat untuk mengikuti pelajaran serta lebih tergali pikiran, gagasan, dan perasaannya.
2. Materi dan Metode 2.1. Materi Dalam arti luas bahasa adalah alat yang dipakai manusia untuk memberi bentuk sesuatu yang hidup dijiwanya, sehingga diketahui orang. Sedangkan dalam arti umum bahasa adalah pernyataan perasaan jiwa dengan kata yang dilisankan atau ditulis.
b. Jenis – Jenis Cerita 1) Cerita Berantai Cerita berantai adalah rangkaian cerita yang antara cerita pertama dan berikutnya saling keterkaitan. 2) Cerita Bingkai Cerita bingkai adalah cerita yang mengandung cerita lain 3) Cerita Bersambung Cerita bersambung adalah cerita dalam karya sastra yang dimuat sebagian-sebagian 4) Cerita Burung Cerita burung adalah merupakan kabar burung, kabar yang belum tentu kebenarannya 5) Cerita Pendek Cerita pendek yaitu cerita rekaan yang ditulis secara padat dan tuntas, memuat sekitar seribu kata 6) Cerita Rakyat
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 229
Cerita rakyat adalah cerita dijaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat dan diwariskan secara lisan 7) Cerita Rekaan Cerita rekaan yaitu cerita yang sengaja ditulis (dikarang) oleh pengarangnya sebagai hasil rekaan atau khayalan saja 8) Cerita Sejarah Cerita sejarah adalah cerita rekaan yang berdasar atau yang mengandung sejarah c. Media 1) Hakekat Media Pembelajaran Menurut Udin.S. Winataputra, dkk Hakekat Media Pembelajaran adalah (1) Media pembelajaran merupakan wahana dan pesan/informasi yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan pada penerima pesan (siswa), (2) pesan atau bahan ajar yang disampaikan/materi pelajaran , (3) Tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri siswa. Media pembelajaran terdiri atas dua unsur yaitu unsur peralatannya atau perangkat keras (Hard Ware) dan unsur pesannya (Message) atau perangkat lunak (Soft Ware). Perangkat lunak (Soft Ware) adalah informasi atau bahan ajar itu sendiri yang akan disampaikan kepada siswa, sedangkan perangkat keras (Hard Ware) adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar. 2) Kelompok Media (a) Media Visual Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Misalnya : gambar diam, Media Grafis, Model, OHP dan lain-lain. (b) Media Audio Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk, auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan para siswa untuk mempelajari bahan ajar misalnya : Kaset. (c) Media Audio Visual Media audio visual adalah merupakan kombinasi antara audio dan visual yaitu perpaduan antara media pandang dan dengar (d) Prinsip-Prinsip Pemilihan Media (1) Pemilihan media harus disesuaikan dengan perencanaan dan kurikulum.
(2) Disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, misalnya dari segi bahasa, symbol, cara penyajian, juga waktu penggunaanya. (3) Tingkat keterbacaan media, maksudnya gambar, hurup, warna, dan ukuran harus jelas. (4) Disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Misalnya tempatnya nyaman, kondisi siswa baik, ada minat dan motivasi untuk belajar. (5) Objektivitas maksudnya hindari pemilihan media yang didasar oleh kesenangan pribadi semata. d. Pemanfaatan Media Film Kartun Dalam Pembelajaran Dalam pemilihan media di sekolah dasar harus memperhatikan prinsip-prinsip pemilihan media. Hendaknya dipilih media yang sederhana yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Adapun kajian teoritik penelitian ini sebagai berikut: Menurut Ahmadzeni (2008:20), film kartun merupakan suatu rangkaian gambar diam secara inbetween dengan jumlah yang banyak, di mana apabila diproyeksikan akan terlihat seolah-olah hidup (bergerak), sedangkan Darmawan (2008:1) menyatakan bahwa film kartun merupakan pengolahan bahan diam menjadi gambar bergerak yang lebih menarik, interaktif dan tidak menjemukan bagi semua orang.Berdasarkanbeberapapendapat di atas, maka film kartunmerupakan film susunangambar-gambar. Gambar-gambar tersebut diproses sehingga menghasilkan ilusi gerakkan yang jika diproyeksikan akan terlihat hidup sehingga menarik, interaktif dan tidak menjemukan bagi semua orang. Waluyanto (2006) mengklasifikasikan film kartun berdasarkan jenis kartun sebagai berikut: 1) Animasi sel 2D, animasi klasik, misalnya: Cinderella, Snow White, Doraemon; 2) Animasi 3D, comugraphic, misalnya: Toys Stor, Upin dan Ipin; 3) Campuran 2D-3D, misalnya: Lion King dan Pocahontas; 4) Campuran 2D-Live Action, misalnya: Who’s framed Roger Rabbit; 5) Campuran 3D- Live Action, misalnya: Johny Mnemonik, Jurrasic Park. Dalam penelitian ini digunakan film kartun /animasi 3D, comugraphic. Film kartun tersebut berjudul Upin dan Ipin. Film tersebut dipilih dengan alasan banyak disukai oleh siswa sekolah dasar dan karakternya sudah umum dikenal oleh siswa. Kiteria pemilihan film kartun untuk sebagai media pembelajaran, adalah: a) film kartun yang digunakan mempunyai hubungan pengalaman dan lingkungan hidup dengan siswa; b) film kartun harus sesuai dengan siswa, diperbolehkan bahan kartun yang menarik minat siswa dan disesuaikan dengan kemampuan bahasa serta kecerdasan siswa; c) film kartun yang memiliki dialog yang sesuai dengan usia siswa; d) film kartun yang dipilih sesuai dengan materi pembelajaran; e) film kartun yang dipilih tidak
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 230
menyangkut unsur SARA; f) film kartun yang dipilih sesuai dengan kebijakan guru yang disesuaikan dengan tahapan belajar siswa. Menurut Efendi (2002) kelebihan media film kartun sebagai media pembelajaran yaitu: film animasi dapat menimbulkan kesan yang mendalam dalam diri guru atau siswa; suara dan gerakan yang ditampilkan adalah penggambaran kenyataan, sesuai dengan materi yang disajikan. Secara psikologis, film kartun dapat memenuhi unsur gerak bertukar-tukar, dan kontras; film kartun sebagai media mempuyai unggulan dalam suara, gambar kartun yang bergerak, garis dan simbol ditampilkan; film kartun dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika berdiskusi, praktek. Film kartun merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan menunjukkan objek yang secara normal tidak dapat dilihat; di samping mendorong dan meningkatkan motivasi, film kartun dapat menanamkan sikap dan segi- segi afektif lainnya; film kartun yang bertema pendidikan mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siswa; film kartun dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kecil, kelompok yang heterogen, maupun perorangan. Selanjutnya, menurut Waluyanto (2006), keunggulan dari media film kartun yaitu: a) lebih mudah diingat penggambaran karakter yang unik; b) efektif langsung pada sasaran yang dituju; c) efisien sehingga memungkinkan frekuensi yang tinggi; d) lebih fleksibel mewujudkan hal-hal khayal; e) dapat diproduksi setiap waktu; e) dapat dikombinasikan dengan live action; f) kaya akan ekspresi warna. Penggunaan Media Film Kartun untuk Meningkatkan Keterampilan bercerita merupakan komponen integral dari proses berbicara. Sehingga dalam proses bercicara terjadi proses perubahan makna dalam pikiran menjadi bahasa lisan.
2.2. Metode Jenis penelitian yang dilakukan peneliti yaitu penalitian tindakan kelas, yang biasa disebut PTK. Dengan demikian, penelitian ini sifatnya berbasis kelas, karena dilakukan dengan melibatkan komponen yang terdapat di dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, yang meliputi siswa, materi pembelajaran dan tehnik pembelajaran
No
Uraian Kegiatan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
1
2
3
Oktober 4
1
2
3
November 4
1
2
3
4
Penyusunan 1 Proposal PTK Persiapan 2 Pelaksanaan PTK
3 a. b.
Pengumpulan Data
Siklus I Siklus II Penyelesaian 4 / Laporan
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Wuwur dengan subjek penelitian siswa kelas I semester I. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari: a. Hasil penilaian siswa sebelum media film kartun diberikan b. Hasil pengamatan kinerja pembelajaran yang meliputi saran, materi pembelajaran dan performance guru c. Hasil penilaian siswa setelah menggunakan media film kartun klasikal. d. Hasil penilian siswa setelah menggunakan media film kartun kelompok. Tehnik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Intrumen Test Tes Yang digunakan untuk mengukur ketrampilan bercerita adalah tes performen, yaitu menugasi siswa untuk melihat gambar satu persatu sampai selesai lalu menceritakan gambar tersebut secara urut menjadi sebuah cerita. Tabel 2. Skor Penilaian tes lisan No 1 2
Penelitian dilaksanakan mulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan kurang lebih 3 bulan. Sedangkan palaksanaan Siklus I dilaksanakan minggu pertama bulan Oktober dan Siklus II minggu II bulan Oktober juga.
September
3 4
Skor Maksimal Keberanian dalam menyampaikan pesan 30 gambar Ketepatan membuat kalimat dengan 20 gambar yang ditampilkan Penggunaan kalimat dengan kosa kata 20 dan tata bahasa yang benar Ketepatan menyampaikan pesan gambar 30 seri menjadi cerita yang urut Aspek yang dinilai
b. Intrumen Non Tes Tehnik non tes alat yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan siswa tanpa
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 231
dengan alat tes. Bentuk intrumen yang digunakan adalah : c. Observasi siswa Pedoman yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengamatan siswa dengan observasi seluruh aktivitas siswa selama proses pembelajaran akan dicatat. Lembar pengamatan digunakan untuk memperoleh data tentang perilaku dan respon siswa selama proses pembalajaran berlangsung pada siklus I dan siklus II. Pengamatan peneliti dalam penelitian ini lebih menekankan pada aktivitas inti pembelajaran yaitu aktivitas siswa saat melihat gambar yang ditampilkan baik melalui kertas manila maupun melalui computer, kemudian bagaimana siswa memberi pendapat tentang gambar yang ditampilkan. d. Wawancara Pedoman wawancara berisi pertanyaan untuk siswa sebagai responden. Pemberian pertanyaan bertujuan untuk memperoleh data tentang respon siswa terhadap materi ketrampilan bercerita. Dalam penelitian aspek yang diungkap melalui tehnik wawancara yaitu perasaan , pendapat, kesan, dan pengetahuan apa saja yang diperoleh sisiwa selama mengikuti pembelajaran bercerita dengan menggunakan media kartun melalui computer. e. Jurnal Siswa Jurnal siswa dibuat oleh guru setiap akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. a. Teknik kuantitatif digunakan untuk menganalisis data kuantitatif dari hasil tes performen bercerita dengan menggunakan media film kartun pada siklus I dan siklus II. Langkah penghitungannya adalah: (1) menghitung skor yang diperoleh siswa (2) menghitung komulatif dari seluruh aspek 3) menghitung skor ratarata dan (4) menghitung presentasi nilai. Persentasi nilai dilakukan untuk mengetahui jawaban dan untuk keperluan deskripsi analisis data secara kualitatif. Persentase nilai secara individual dihitung dengan rumus : SP = SK X 100% R SP = skor presentasi SK = skor komulatif R = responden
Hasil penghitungan nilai tes tersebut dari tes siklus I dan siklus II dibandingkan sehingga diketahui peningkatan kemampuan bercerita dengan menggunakan media film kartun. b. Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil wawancara, observasi dan jurnal siswa. Hasil wawancara, observasi dan jurnal siswa dari post tes, siklus I dan siklus II dibandingkan. Dari hasil perbandingan tersebut akan diketahui peningkatan kemampuan bercerita siswa. Teknik kualitatif ini akan memberi gambaran mengenai siswa yang mengalami kesulitan dalam bercerita, kemudian siswa tersebut dijadikan objek wawancara. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan ketrampilan bercerita sehingga dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian tindakan kelas ini menetapkan indikator keberhasilan sebagai berikut: a. Jika 70% siswa telah menunjukan hasil tes tertulis kemampuan bercerita minimal nilai 70. b. Telah terjadi perubahan perilaku setelah mengikuti pembalajaran yang dilihat dari data non tes melalui observasi siswa, wawancara dan jurnal siswa kearah perubahan yang positif. c. Jika siswa telah menunjukan hasil tes lisan kemampuan bercerita secara lisan minimal 18 anak. .
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Deskripsi Kondisi Awal Kondisi awal merupakan kondisi sebelum tindakan dilakukan. Sebelum melaksanakan tindakan siklus I, terlebih dahulu dilakukan prasiklus pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Kompetensi dasar (KD) menceritakan kembali cerita anak yang didengarkan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Prasiklus dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam bercerita. Hasil prasiklus ini dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tindakan selanjutnya. Dalam hal ini guru meminta siswa untuk bercerita berdasarkan cerita yang pernah didengar atau dibacanya secara lisan. Setelah dilakukan prasiklus tersebut, diperoleh hasil bahwa kemampuan siswa dalam bercerita masih rendah. Hal ini dibuktikan tidak ada satupun siswa yang mau bercerita. Akhirnya guru menyuruh siswa untuk menulis cerita yang pernah didengar atau dibacanya. Walaupun dengan cara menulis banyak siswa yang masih bingung untuk bercerita. Bahkan ketika guru memberi contoh dengan cara bercerita dan siswa mengulang cerita yang baru diberikan oleh guru, tapi tidak seorangpun siswa yang berani untuk menceritakaan cerita tersebut. Akhirnya guru membujuk siswa untuk bercerita sesuai kemampuan siswa, dan dua siswa mau mencoba untuk
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 232
bercerita kepada teman-temannya meskipun dengan bahasa yang lucu. Dari hasil tes tertulis diperoleh nilai sebagai berikut:
Hasil Pretes kemampuan bercerita Rentang Nilai 1 Sangat baik 85–100 2 Baik 70–84 3 Cukup 51–69 4 Kurang 00–50 Jumlah
Hasil tes secara lisan No
Tabel 3
No Kategori
Tabel 4
Frek wensi _ 7 6 12 25
% _ 28 24 48 100
Data pada tabel 3 menunjukan bahwa kempuan siswa dalam pembelajaran materi bercerita masih kurang, dengan ketuntasan. Dari 25 siswa, ada 7 siswa berkategori baik, 6 siswa berkategori cukup dan 12 siswa berkategori kurang. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam bercerita dikarenakan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari diri siswa antara lain kurangnya motivasi dan keberanian siswa untuk menyampaikan pesan. Sedangkan faktor eksternal disebabkan materi bercerita diperlukan pengetahuan serta pengalaman siswa dalam menyampaikan gagasan, perasaan maupun pikiran dalam kehidupan sehari-hari.
dengan
kesadaran
f
%
1
4%
1
Berani sendiri
2
Berani dengan dibujuk oleh guru
5
20%
3
Tidak berani sama sekali
19
76%
Ketuntasan
28%
Kategori
Dari tes secara lisan dapat dijelaskan sebagai berikut, siswa yang berani maju ke depan kelas untuk bercerita dengan kesadaran sendiri hanya 1 orang berarti 4% dari jumlah siswa yaitu 25 orang, siswa yang berani maju dengan bujukan guru sebanyak 5 orang (20%) sedangkan yang tidak mau dengan alasan bermacammacam misalnya, tidak bisa, malu atau hanya menggeleng kepala sebanyak 19 orang yaitu 76%. Peneliti akhirnya mengadakan tes tertulis untuk mengetahui hasil dari seluruh siswa. Adapun aspek penilaian tes tertulis sebagai berikut: Tabel 5 Aspek penilaian tes tertulis
3.2. Deskripsi Tiap Siklus 3.2.1. Deskripsi Siklus I Berdasarkan temuan pada kondisi awal, Penulis sebelum melaksanakan siklus I melakukan tindakan pretes sebagai kegiatan awal yaitu menyuruh siswa untuk bercerita tentang film kartun yang pernah ditontonnya. Siswa sebenarnya memiliki pengalaman tentang cerita film kartun melalui televisi terbukti dengan celoteh siswa bercerita sendiri-sendiri dengan temannya, tapi bila disuruh menyampaikan di depan kelas rata-rata siswa tidak memilki keberanian. Kegiatan inti guru memberi penjelasan dengan menggunakan media film kartun, ketika guru menampilkan film, siswa memberi pendapat sesuai persepsinya. Misalnya, Kelinci sedang makan, kelinci panen wortel, kelinci bersama-sama mencari wortel, yang pada akhirnya guru menampilkan semua gambar dan siswa menyampaikan cerita sesuai gambar seri dengan menggunakan kata-kata sendiri. a. Hasil Tes Hasil tes bercerita meliputi tes lisan dan tertulis. Sebenarnya peneliti ingin agar tes diberikan hanya tes lisan, mengingat waktu tidak mencukupi maka tes tertulis diberikan.
No
Aspek Penilaian
Skor
1
Ejaan, kosa kata, tata bahasa
30
2
Kesesuaian pesan dengan gambar
20
3
Sistematika cerita dengan gambar seri yang ditampilkan
30
4
Kerapian tulisan
20
Data yang diperoleh dari hasil tes tertulis sebabai berikut:
Tabel 6 Hasil tes tertulis siklus I No Kategori 1 2 3 4
Sangat baik Baik Cukup Kurang Jumlah
Rentang Nilai 85–100 70–84 51–69 00–50
Frek % Ketuntasan wensi 1 4 14 56 6 24 60% 4 16 25 100
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 233
Dari data hasil tes tertulis dapat ditunjukkan bahwa ketuntasan siklus I adalah dicapai oleh 15 anak atau 60%. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa menulis dengan ejaan yang benar serta masih belum runtutnya cerita. Keberanian siswa bercerita masih kurang. b. Hasil Nontes Hasil Penelitian nontes pada siklus I didapatkan dari hasil observasi siswa, jurnal siswa dan wawancara.. Hasil selengkapnya dijelaskan sebagai berikut : 1) Hasil Observasi Siswa Pada siklus I guru memberi penjelasan materi bercerita dengan menggunakan media film kartun yang ditampilkan. Cerita tersebut diambil dari CD/DVD cerita-cerita yang mengandung pendidikan. Maksud peneliti agar siswa termotivasi untuk cepat menangkap cerita tersebut karena siswa mungkin pernah melihatnya di televisi. Pembelajaran diawali dengan menanyakan apakah siswa pernah menonton film yang diputar. Observer mengamati siswa untuk mengetahui respon siswa saat media film kartun ditampilkan. Berdasarkan hasil pengamatan nampaknya siswa mulai tertarik. Tapi bagi siswa yang pernah menonton hanya tersenyum ada juga yang benarbenar menyimak film yang diputar. 2) Hasil Jurnal Siswa Jurnal yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal siswa. Jurnal tersebut berisi uraian tentang kesan/pendapat dan seluruh kejadian yang dapat ditangkap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun yang menjadi objek sasaran jurnal siswa adalah: (1) kesan yang dirasakan siswa terhadap materi pembelajaran bercerita, (2) pendapat siswa terhadap media kartun yang dipilih dalam pembelajaran bercerita, (3) kesan siswa terhadap cara guru mengajar, (4) kesan siswa terhadap perilaku dan sikap guru selama pembelajaran. Berdasarkan objek sasaran yang diamati dan dirasakan oleh siswa saat pembelajaran berlangsung yang tertuang dalam jurnal dapat dijelaskan bahwa siswa sebenarnya memahami cerita tersebut, terbukti ketika gambar kartun ditampilkan satu persatu siswa mencoba menyampaikan pesan gambar, tapi begitu disuruh menyampaikan seluruh gambar menjadi sebuah cerita mereka masih kurang percaya diri. Ada respon positif yang ditunjukan siswa saat proses pembelajaran berlangsung siswa Nampak senang dan memperhatikan gambar dengan seksama karena mereka ingin tahu cerita selanjutnya. Kegiatan pembelajaran bercerita dengan media film kartun perlu ditingkatkan, Karena masih ada
siswa yang belum berkonsentrasi memperhatikan penjelasan guru.
dalam
3) Hasil Wawancara Pada siklus I wawancara difokuskan pada tiga orang siswa yaitu seorang siswa yang memperoleh nilai tinggi, sedang, dan terendah dari hasil tes bercerita. Wawancara ini mengungkap pertanyaan sebagai berikut: (1) kesan siswa terhadap media pembelaja ran, (2) kesulitan apa saat mengikuti proses pembelajaran, (3) apakah dengan media kartun melalui kertas manila dapat membantu siswa dalam bercerita, (4) kemampuan siswa dalam bercerita, (5) pembelajaran bagaimana yang paling disukai anak-anak. Hasil wawancara dengan ketiga responden ketiga siswa menyampaikan perasaan senang dan gembira. Secara umum siswa menerima dan merespon positif terhadap pembelajaran bercerita dengan menggunakan media kartun melalui kertas manila. Dari 25 siswa memang tidak semua tertarik dengan media yang ditampilkan hal ini disebabkan media yang digunakan bukan barang baru bagi mereka. Artinya guru yang lainpun pernah memberi pelajaran dengan menyampaikan materi melalui kertas manila. Namun setidaknya media kartun yang menarik dapat membantu siswa dalam menyampaikan cerita tersebut.
3.2.2. Deskripsi Siklus II Tindakan Siklus II dilaksanakan karena pada siklus I kemampuan bercerita pada siswa kelas I SD Negeri Wuwur masih termasuk dalam kategori kurang dan belum memenuhi target maksimal. Ketuntasan belajar nilai ratarata kelas yang ditentukan yaitu 6,5. Selain itu perubahan tingkah laku yang diharapkan belum tampak perubahan yang signifikan. Dengan demikian, tindakan siklus II dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada siklus II peneliti melaksanakan tindakan dengan rencana dan persiapan yang lebih matang daripada siklus I. Penampilan gambar kartun tidak lagi menggunakan kertas manila tapi menggunakan computer (Laptop). Harapan peneliti siswa akan lebih termotivasi, karena untuk ukuran kota kecil computer apalagi Laptop merupakan barang baru sehingga harapan peneliti siswa akan lebih tertarik dengan pembelajaran bercerita. a. Hasil tes 1) Hasil Tes lisan Hasil tes bercerita merupakan data kedua setelah dilakukannya perbaikan pada siklus I, namun masih tetap menggunakan media kartun tapi ditampilkan melalui computer (Laptop) Kriteria penilaian masih sama seperti pada siklus I yaitu meliputi: (1) keberanian, (2) ketepatan menyampaikan Pesan, (3) kosa kata dan tata bahasa, (4) Ketepatan menyampaikan gambar seri.
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 234
b. Hasil Nontes Hasil penelitian nontes pada siklus II ini diperoleh dari data observasi, jurnal siswa dan wawancara.
Tabel 7 Hasil tes Lisan pada siklus II No
Kategori
f
%
1
Berani dengan kesadaran sendiri
8
33,33 %
2
Berani dengan oleh guru
10
41,66 %
3
Tidak berani sama sekali
6
25,00 %
dibujuk
Hasil tes lisan pada siklus I sudah ada peningkatan, walaupun hasilnya belum termasuk kategori baik namun untuk ukuran siswa kelas II apalagi tinggal di kota kecamatan menurut peneliti cukup baik. 2) Hasil tes tertulis Peneliti selain memberikan tes lisan juga memberikan tes tertulis agar peneliti mengetahui kemampuan bercerita semua siswa.Pada siklus II hasil tes tertulis juga belum memuaskan, karena bagi siswa ini merupakan hal yang baru . Sebelumnya siswa tidak pernah menerima pembelajaran bercerita. Guru lebih fokus pada pembelajaran menulis dan membaca awal. Tabel 8 Hasil tes tertulis Siklus II No Kategori 1 2 3 4
Sangat baik Baik Cukup Kurang Jumlah
Rentang Nilai 85–100 70–84 51–69 00–50
Frek % wensi 5 20 16 64 3 12 1 4 25 100
Ketun tasan
a. Hasil observasi Kegiatan observasi siswa pada siklus II dilaksanakan selama proses pembelajaran bercerita dengan menggunakan media film. Observasi dilakukan oleh bantuan teman sebagai observer kelas. Objek sasaran meliputi perilaku positif dan negative siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada siklus II ini ketika guru masuk ke ruangan kelas dengan membawa computer (Laptop) hampir semua siswa maju mendekati guru , mereka ingin tahu yang dibawa guru. Pada kegiatan awalselain berdoa dan mengabsen guru menenangkan siswa untuk duduk ditempat. Kegiatan inti guru menyampaikan pembelajaran bercerita dengan menggunakan media film kartun, ketika guru baru membuka computer (Laptop) hampir semua siswa maju ke depan lagi, akhirnya dengan bantuan observer siswa ke depan berdasarkan kelompoknya. Cerita yang ditampilkan pada siklus II siswa yang sebelumnya tidak dapat mengikuti dengan baik, pada siklus II ini hampir semua siswa memperhatikan guru. Hanya 2 orang siswa yang kurang memperhatikan. Peningkatan ini merupakan hal yang menggembirakan, karena siswa sudah dapat menyesuaikan diri dan lebih merespon positif pembelajaran dengan baik, dan mulai menyadari bahwa pembelajaran dengan media film kartun sangat menyenangkan.
84%
Data dari hasil tes tertulis pada siklus II dapat diuraikan sebagai berikut, dari jumlah siswa 25 orang, ada 5 orang yang termasuk kategori sangat baik (20%), 16 siswa berkategori baik (64%), kategori cukup dengan nilai diperoleh 3 siswa (12%) dan kategori kurang dicapai oleh 1 siswa (4%). Hasil tes tertulis sudah memenuhi standar ketuntasan minimal berarti sudah ada peningkatan. Peningkatan yang belum termasuk kategori baik disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dikarenakan siswa membutuhkan latihan yang lama untuk dapat menulis dengan baik dan benar. Faktor Eksternal untuk dapat bercerita dengan runtut siswa perlu banyak membaca dan mendengar cerita, sehingga wawasannya luas.
b. Hasil Jurnal siswa Jurnal yang digunakan dalam penelitian siklus II masih sama seperti pada siklus I yaitu jurnal siswa. Jurnal siswa berisi uraian pendapat dan uraian yang dianggap penting selama pembelajaran berlangsung secara tertullis. Adapun yang menjadi obyek sasaran jurnal siswa ini adalah; (1) kesan yang dirasakan siswa terhadap materi bercerita, (2) pendapat siswa terhadap media kartun yang dipilih dalam proses pembelajaran, (3) kesan siswa tentang cara guru mengajar, (4) kesan siswa terhadap perilaku dan sikap guru selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengamatan yang tertuang dalam jurnal, dapat dijelaskan bahwa siswa sudah merasa puas terhadap proses pembelajaran, karena pada siklus II ketika gambar kartun ditampilkan satu persatu 75% siswa mengacungkan tangannya untuk mencoba menyampaikan pesan gambar.
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 235
Hasil tes lisan pada siklus II ada 8 siswa yang mau maju ke depan kelas dengan kesadaran sendiri. Hal in membuktikan siswa mulai tertarik dan termotivasi untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan gagasannya pada guru. Saran siswa adalah agar guru membeli TV yang lebih besar lagi. Mereka mengira laptop yang dibawa guru pesawat televisi, bahkan mereka berceloteh agar pelajaran yang lain menggunakan laptop dalam proses pembelajaran. c. Hasil Wawancara Wawancara pada siklus II ini dilakukan pada tiga orang siswa masing-masing siswa yang memperoleh nilai tertinggi, sedang dan rendah. Tujuan dilakukan wawancara pada siklus II untuk mengetahui sejauh mana pendapat, kesulitankesulitan yang dirasakn siswa terhadap kegiatan pembelajaran bercerita dengan media film kartun. Tehnik wawancara pada siklus II masih sama dengan siklus I, pertanyaan yang diajukan meliputi: (1) Bagaimana pendapatmu tentang media film kartun yang baru saja digunakan guru dalam pembelajaran bercerita, (2) Apakah kamu mengalami kesulitan saat mengikuti proses pembelajaran, (3) Apakah pemilihan media film kartun dapat membantu kamu dalam bercerita, (4) apakah kamu sekarang sudah dapat bercerita dengan baik, (5) Jelaskan pendapatmu pembelajaran yang bagaimanakah yang paling kamu sukai. Pertanyaan pertama yang diajukan pewawancara dijawab oleh ketiga responden dengan jawaban yang sama, mereka merasakan senang dengan pembelajaran yang dilakukan peneliti. Siswa yang mewakili nilai tinggi mengatakan ia merasa tidak kesulitan, karena dengan bantuan media film kartun bisa bercerita lebih banyak. Menurut para responden film kartun lucu sehingga memudahkan mereka untuk bercerita secara urut. Secara umum, kesan yang disampaikan siswa dalam pembelajaran pada siklus II mengatakan mereka senang pembelajaran dengan menggunakan media film kartun apalagi ditampilkan LCD, lucunya lagi siswa minta peneliti terus yang mengajar agar dapat melihat laptop yang dibawa peneliti. Katanya seperti melihat film kartun di televisi. Cara guru mengajar juga mereka komentari menyenangkan dan tidak membosankan. Simpulan hasil wawancara siswa lebih mudah bercerita dengan bantuan media film kartun apalagi ditampilkan melalui LCD. Walaupun masih ada siswa yang yang merasa kesulitan dalam
menuangkan cerita disebabkan mereka kurang memahami kalimat.
3.3. Pembahasan Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada hasil prasiklus, hasil tindakan siklus I, dan hasil tindakan siklus II. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan melalui dua tahapan yaitu siklus I dan siklus II. Pembahasan hasil penelitian tersebut meliputi hasil tes dan nontes. Hasil tes penelitian mengacu pada skor yang dicapai siswa dalam uji kemampuan bercerita baik lisan maupun tertulis. Pada tes lisan meliputi aspek keberanian, tata bahasa dan kosa kata, ketepatan pesan dan keruntutan cerita. Sedangkan pada tes tertulis sama dengan tes lisan hanya keberanian diganti dengan kerapihan tulisan. Pembahasan hasil nontes berpedoman pada 4 instrumen penelitian, yaitu (1) lembar observasi, (2) jurnal siswa, dan (3) wawancara Kegiatan prasiklus dilakukan sebelum tindakan siklus I. Hal ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kondisi awal kemampuan siswa dalam bercerita. Setelah melakukan kegiatan menganalisis, peneliti melakukan tindakan siklus I dan siklus II. Proses pembelajaran bercerita dengan menggunakan media film kartun melalui LCD pada siklus I dan siklus II dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian awal, bagian inti, dan penutup. Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh seorang guru untuk melakukan observasi dan dokumentasi foto. Pelaksanaan pembelajaran pada bagian awal guru melakukan Tanya jawab tentang materi bercerita, misalnya pernahkah kamu melihat film kartun di televisi? siswa mwnjawab pernah. Hal ini dilakukan peneliti untuk memancing siswa mengingat film kartun apa yang pernah dilihat, sehingga siswa siap untuk mengikuti pelajaran. Kegiatan inti dalam pembelajaran berupa kegiatan guru dan siswa dimana guru menjelaskan materi dengan menggunakan media film kartun melalui LCD. Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa lebih memahami materi dan siswa tidak bosan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita. Kegiatan selanjutnya siswa secara berkelompok untuk memperhatikan gambar kartun. Pada siklus I semua siswa hanya memperhatikan satu cerita dan pada akhir cerita gambar masih terpampang di papan tulis. Pada siklus yang keduacerita yang ditampilkan dua judul, masingmasing dua kelompok memperhatikan satu cerita, hal ini diharapkan agar siswa tidak bosan mendengar cerita yang sama. Kegiatan akhir ditutup dengan evaluasi yang berupates tertulis, tapi sebelumnya siswa menyanyikan lagu kelinciku terlebih dahulu pada siklus I dan pada siklus II siswa tidak sempat bernyanyi karena yang maju ke depan untuk bercerita kepada temen-temannya semakin banyak sehingga waktunya tidak mencukupi.
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 236
Tabel 9 Perbandingan hasil tes lisan antara prasiklus, siklus I, dan siklus II Keberanian Ketuntasan % Bercerita Jenis tes Pra Siklus Siklus Pra Siklus Siklus siklus I II siklus I II Tes lisan 2 8 18 28 56 72
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar dengan menggunakan media kartun melalui LCD sangat menarik dan membantu siswa dalam mengungkapkan perasaan, pikiran maupun gagasannya. Siswa lebih termotivasi dan lebih aktif dalam bercerita sehingga melatih keberanian siswa untuk tampil di depan kelas sekaligus melatih siswa untuk menulis dengan baik dan benar.
Berdasarkan rekapitulasi data pada tabel 9 dapat dijelaskan hasil tes lisan bercerita dari prasiklus, siklus I dan siklus II sebagai berikut, keberanian bercerita dengan kesadaran sendiri maupun dengan bujukan guru hasil prasiklus meliputi 2 orang, siklus I 8 orang dan siklus II 18 orang. Sedangkan peningkatan berdasarkan persentase dari prasiklus 28%, dari siklus I 5% dan dari siklus II adalah 72%.
4. Simpulan
Rendahnya kemampuan siswa dalam bercerita disebabkan beberapa faktor antara lain faktor unternal dan eksternal. Faktor internal berasal dari kemampuan siswa itu sendiri yang belum memahami ejaan,kosa kata dan tata bahasa juga siswa kelas II belum semua bisa menulis dengan baik, juga belum mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaan, gagasan maupun pikirannya di depan kelas. Faktor eksternal berasal dari pola pembelajaran guru yang belum menggunakan media yang dapat membantu siswa untuk menggali perasaan, pikiran maupun gagasannya. Peningkatan prestasi siswa dalam bercerita diikuti pula dengan adanya perubahan tingkah laku siswa dari prasiklus sampai siklus II. Berdasarkan hasil non tes yaitu melalui observasi siswa, jurnal siswa dan wawancara dalam siklus I dapat disimpulkan bahwa kesiapa siswa dalam mengikuti pembelajaran bercerita belum memuaskan. Sikap sebagian siswa masih menunjukan perilaku negatif misalnya ngobrol, melamun dan bermain sendiri. Kondisi yang tergambar pada siklus I merupakan permasalahan yang harus dihadapi dan dicari solusinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti merevisi dan mematangkan rencana pembelajaran pada siklus II. Pada siklus II media pembelajaran tetap menggunakan media film kartun tapi ditampilkan pada LCD. Cerita yang ditampilkan pun tidak hanya satu cerita tapi dua cerita agar siswa lebih memperhatikan dan penasaran ingin mendengarkan cerita berikutnya. Berdasarkan serangkaian analisis data situasi pembelajaraan, dapat dijelaskan bahwa perilaku siswa dalam pembelajaran menunjukan perubahan. Perubahan ini mengaraah pada perilaku yang positif, diman siswa semakin banyak yang berani bercerita di depan kelas. Suasana yang semula agak pasif dan kurang konsentrasi, kini berganti dengan lebih agresif dan suasana belajarpun lebih menyenangkan.
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Kemampuan bercerita pada siswa kelas I SD Negeri Wuwur Kecamatan Pancur setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media film kartun mengalami peningkatan ketuntasan belajar sebesar 67,70. Hasil ketuntasan pra siklus 28%, dan pada siklus I meningkat menjadi 56%, dan pada siklus II meningkat lagi 72%. b. Perilaku siswa kelas I SD Negeri Wuwur Kecamatan Pancur setelah mengikuti pembelajaran bercerita dengan menggunakan media film kartun mengalami perubahan. Perubahan perilaku siswa ini dapat dibuktikan dari hasil data nontes yang meliputi observasi siswa, wawancara, jurnal siswa pada siklus I dan siklus II. Perubahan perilaku siswa terlihat saat proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan data observasi pada siklus I kegiatan siswa masih kurang bersemangat dan kurang konsentrasi, masih ada sekitar 40% siswa yang belum konsentrasi dan memperhatikan pembelajaran yang diberikan guru. Selama palaksanaan pembelajaran siklus II telah terjadi perubahan perilaku siswa kearah perilaku positif terlihat siswa nampak senang dan menikmati pembelajaran yang diberikan guru. Hal tersebut dapat diketahui dari peningkatan respon positif yang ditunjukan siswa sekitar 84% siswa memperhatikan penjalasan guru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunan media film kartun dapat meningkatkan perilaku yang negatif siswa menjadi perilaku positif.
Referensi Ahmadzeni.2008. Pengertian Film Animasi, (Online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Film), diakses 14 November 2015. Darmawan, Deni., Halimah, Leli. dan Iskandar, Sofyan. 2006. Dasar Teknologi Informasi Dan Komunikasi, Bahan Belajar Mandiri. Bandung: UPI PRESS. Efendi, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
DIDAKTIKA PGRI, 1, (2), 2015, 237
Maidar G, Arsyad, Mukti,U.S.1987.Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Udin.S.winataputra.dkk. Stratedi Belajar Mengajar. Jakarta Universitas Terbuka
Waluyanto. 2006. Perancangan Film Kartun Berbasis Sel (Cel Animation), (Online), (http://www.tokoanimasi.com), diakses 14 November 2015