PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MIND MAP (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIIISMP Negeri 2 Tambaksari)
EKA IRAWAN PURBA e-mail:
[email protected] Pembimbing I: Dr. H. Ebih AR. Arhas, Drs., M.Pd. Pembimbing II: Redi Hermanto, M.Pd. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Taikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map, dan mengetahui kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Tambaksari. Sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas secara acak menurut kelas dari seluruh populasi. Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah peserta didik sebanyak 27 orang dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol dengan jumlah peserta didik sebanyak 26 orang peserta didik. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes kemampuan pemahaman matematik dan item skala kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran koopertif tipe Mind Map. Teknik analisis data mengguanakan uji hipotesis Mann-Whitney U karena kedua data tidak berdistribusi normal, dan menghitung respon skala kecemasan peserta didik. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan, analisis data dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa tidak ada peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map, dan kecemasan peserta didik termasuk ke dalam kriteria kecemasan tingkat sedang.
ABSTRACT This research purpose to know increasing the students’ ability of mathematical understanding of using cooperative learning model mind map type, and to know anxiety the students’ towards learning mathematics through the use of cooperative learning model mind map type. This method that used is quasi experimental. The population of the research is all the Eighth Grade of SMP Negeri 2 Tambaksari. The sample in this research use two classes randomly according to the class of the entire population. Class VIII A as experimental class consist of 27 students and class VIII B as control class consist of 26 students. Experimental class given treatment in learning used cooperative learning model Mind Map and control class given treatment in learning used direct instructional model. The instrument used in this research is a matter of mathematical understanding and ability test anxiety scale items students’ towards learning mathematics using cooperative learning model cooperative Mind Map type. Technique of analyzing the data used Mann-Whitney test U hypothesis because both the data are not normally distributed, and calculate the anxiety scale response the students. Based on the research result, processing, analyzing the data and testing hypothesis can be concluded that there is no increase the students’ ability of mathematical understanding of using cooperative learning model mind map, and anxiety students included in the criteria of moderate anxiety.
PENDAHULUAN Peningkatan mutu pendidikan merupakan prioritas utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga diperlukan manusia yang berguna, yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan kemampuan saja, tetapi juga manusia yang memiliki kemampuan berpikir rasional, kritis dan kreatif, sifat ini menjadi motivator bagi individu untuk terus menambah pengetahuan. Oleh karenaitu untuk dapat membentuk manusia yang berhasil salah satunya adalah penguasaan dalam bidang matematika. Dalam proses pembelajaran, guru mempunyai peranan yang penting terhadap pembelajaran matematika yaitu terhadap pemahaman matematik peserta didik dalam menyerap materi pelajaran.Menurut Polya (Sumarmo, Utari, 2013:127) Pemahaman matematik meliputi empat tingkat, yaitu: (1) Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh dapat mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana; (2) Pemahaman induktif:yaitu menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa; (3) Pemahamanrasional yaitumembuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema; (4) Pemahaman intuitif yaitu memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa raguragu) sebelum menganalisis lebih lanjut.
Pemahaman matematik peserta didik dipengaruhi oleh penguasaan guru terhadap materi, model dan metode mengajar yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran.Menurut Ruseffendi (2006:157) ”Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”. Berdasarkan pendapat tersebut sebagian besar peserta didik menganggap matematika itu sulit, dan ada kecemasan dari peserta didik terrhadap paradigma matematika yang dianggap sebagai sebuah hal yang menakutkan, sehingga banyak peserta didik yang tidak senang dengan pelajaran matematika. Dengan ketidaksenangan peserta didik terhadap pelajaran matematika ini, menyebabkan pemahaman matematik peserta didik menjadi rendah. Lemahnya peserta didik dalam hal kemampuan pemahaman matematik akan mempengaruhi kemampuannya dalam matematika itu sendiri. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk menguasai kemampuan pemahamannya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya peserta didik tersebut memiliki kemampuan pemahaman untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dipelajari. Relevan dengan yang diungkapkan oleh Sumarmo, Utari, (2013:439) “Siswa biasa tidak dapat memahami matematika dengan baik, mereka hanya menghapal dan menerapkan yang dipelajari di sekolah secara mekanik tanpa pemahaman”. Studi yang dilakukan oleh Peterson dan Fennema (Suryadi, Didi dan Tatang Herman: 2013: 47) Hanya 15% dari waktu belajar yang digunakan untuk mengembangkan mengembangkan kemampuan berpikir matematik tingkat tinggi, 62% waktu belajar digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematik tingkat rendah, dan 13% sisanya digunakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pembelajaran matematika. Kemampuan pemahaman matematik merupakan salah satu dari kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut bahwa perlunya peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi terutama kemampuan pemahaman matematik. Selain itu pula, pada umumnya kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan cenderung berpusat pada guru dan peserta didik tidak terlalu aktif. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari Sumarmo, dkk. (Suryadi, Didi dan Tatang Herman, 2013: 45-46) Pembelajaran matematika masih berlangsung secara tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih berpusat pada guru; pendekataan yang digunakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak yang bersifat rutin, dan dalam proses belajar siswa lebih bersifat pasif.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembelajaran dilakukan dengan guru sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran. Dengan pembelajaran seperti demikian peserta didik cenderung bosan dan cemas, dan diasumsikan menginginkan perlakuan yang berbeda dari guru. Hal senada terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Speilberger (Slameto, 2010:186) “Siswa-siswi dengan tingkat kecemasan rendah berprestasi lebih baik daripada siswa-siswi dengan tingkat kecemasan lebih tinggi” Berdasarkan hal-hal tersebut maka diperlukan penerapan model, metode ataupendekatan dalam pembelajaran matematik yang dapat menigkatkankemampuan pemahamanmatematik pesertadidik, dan mewujudkan kecemasan peserta didik dalam taraf kecemasan rendah. Salah satu pembelajaran yang mendukung yaitu melaluimodel pembelajaran kooperatif tipeMind map.Model pembelajaran ini mampu mensinergikan kedua belahan otak manusia. Kedua belahan otak manusia memiliki tugas dan cara kerja yang berbeda. Menurut Buzan, Tony (2013:48) “Tugas otak kanan antara lain irama, kesadaran ruang, imajinasi melamun, warna, dimensi, dan tugas-tugas yang membutuhkan kesadaran holistik atau gambaran keseluruhan. Tugas-tugas otak kiri termasuk kata-kata, logika, angka, urutan, daftar, dan analisis.”. Berdasarkan hal tersebut kinerja otak kanan dan otak kiri harus disinergikan, agar kemampuan otak tergali secara optimal. Sebagaimana diungkapkan oleh Buzan, Tony (2013:50) “Bila anda hanya mengandalkan salah satu sisi otak dan melalaikan sisi lainnya, anda mengurangi potensi keseluruhan otak secara drastis”. Pada umumnya manusia hanya memfungsikan salah satu otaknya saja. Bisa dibayangkan bagaimana luar biasanya otak manusia bila kedua belahan otaknya dapat bersinergi. Begitu juga peserta didik dalam belajar, jika mereka bisa mengaktifkan dua sisi otaknya secara efektif, maka kemungkinan besar mereka akan dengan mudah menerima pelajaran yang diberikan guru. Metode pemberlajaran yang dapat mensinergikan kedua belah sisi otak adalah model pembelajaran kooperatif tipe mind map (Peta Pikiran). Model pembelajaran ini adalah model yang cara inventarisasi atau pencatatannya menggunakan konsep mind map. Pencatatan yang berupa gambargambar dan warna-warna yang mensinergikan kedua belahan otak. Dengan model pencatatan seperti ini peserta didik akan lebih mudah memahami materi atau konsep yang diberikan oleh guru, karena mind map adalah metode pencatatan yang
menyenangkan dan mudah dipahami karena memandang masalah secara keseluruhan. Oleh karena itu model pembelajaran kooperatif tipe mind map dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematik peserta didik. Berdasarkan pemikiran itulah peneliti memiliki tujuan penelitianuntuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map, dan mengetahui kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran
matematika
melalui penggunaanmodel pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Selain itu juga untuk mengetahui kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika melalui penggunaan modelpembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMPN 2 Tambaksari Kabupaten Ciamis. Terdapat dua kelas yang diambil secara acak dan diacak munurut kelas sebagai sampel, dan terpilih kelas VIII A dengan peserta didik sebanyak 27 orang yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map sebagai kelas eksperimen dan VIII B sebanyak 26 orang sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran langsung. Instrrumn yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan pemahaman matematik peserta didik dan skala kecemasan peserta didik. Tes kemampuan pemahaman matematik digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematik antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map dan model pembelajaran langsung yaitu sebanyak 4 soal. Tes kemamuan pemahaman dilakukan dua kali, yaitu sebelum proses pembelejaran (pretes) dan setelah proses pembelajaran (postes) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian dilihat peningkatannya menggunakan skor gain ternormalisasi. Dan dibandingkan antara skor gain ternormalisasi kelas eksperimen dan skor gain ternormalisasi kelas kontrol. Skala kecemasan peserrta didik digunakan untuk mengukur kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu statistika deskriptif, uji persyaratan analisis, dan uji hipotiesis. Untuk uji hipotesis menggunkan uji non parametrik MannWhitney U, karena salah satu data berdistribusi tidak normal. HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemahaman matematik atau mathematical understnding adalah kemampuan seseorang untuk menyerap arti dari materi matematika yang dipelajari dan mampu untuk menjelaskannya kembali dengan kalimat yang berbeda. Kemampuan pemahaman matematik menurut Polya (Sumarmo, Utari, 2013:31) merinci pemahaman pada empat tingkat, yaitu; pemahaman mekanikal, pemahaman induktif, pemahaman rasional, dan pemahaman intuitif. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik dilakukan analisis data normalized gain. Data yang diolah merupakan normal gainyang diperoleh dari selisih pretest dan postest kemampuan pemahaman matematik peserta didik dibagi dengan selisih skor maksimum dengan pretest. Data normalied gain tersebut kemudian diuji normalitasnya untuk setiap kelas sampel dengan menggunakan uji kai kuadrat atau Pearson Chi Square ( Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, nilai eksperimen, yaitu
, maka
diterima dan
).
untuk kelas ditolak. Artinya sampel
berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.Karena data normalized gain salah satu kelas sampel tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians. Akan tetapi, untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara rata-rata normalied gain kelas eksprimen dan kelas kontrol dalam kemampuan pemahaman matematik, dilakukan uji non-parametrik dengan uji Mann-Whitney. Melalui uji Mann-Whitney untuk data normalized gain diperoleh signifikasi2tailed untuk uji dua sisi adalah signifikasinya adalah
. Untuk uji satu sisi (one-tailed) nilai
lebih besar dari
maka
diterima dan
ditolak.
Hal ini menunjukan peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map tidak lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran langsung. Berdasarkan data diperoleh indeks kualitas peningkatan kemampuan pemahaman matematik melalui normalized gain untuk kelas eksperimen adalah kategori tinggi
sebesar 29,11% sebanyak 7 orang peserta didik, kategori sedang sebesar 58,33% sebanyak 14 orang peserta didik, dan kategori rendah sebesar 12,5% sebanyak 3 orang peserta didik. Sedangkan indeks kualitas peningkatan kemampuan pemahaman matematik melalui normalized gain untuk kelas kontrol adalah kategori tinggi sebesar 24% sebanyak 6 orang peserta didik, kategori sedang sebesar 60% sebanyak 15 orang peserta didik, dan kategori rendah sebesar 16% sebanyak 4 orang peserta didik. Selain itu, dapat terlihat rata-rata indeks gain kelas eksperimen adalah sebesar Hasil
dan kelas kontrol
dan keduanya termasuk kategori sedang. pengujian
hipotesis
menujukan
bahwa
peningkatan
kemampuan
pemahaman matematik peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map tidak lebih baik dari peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui model pembelajaran langsung. Hal ini diartikan bahwa tidak ada peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map.. Dari data hasil penelitian kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh sebaran data komulatif yang disajikan dalam tabel 1 Tabel 1 Tabel Distribusi Frekuensi Komulatif Nilai Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Frekuensi Skor Gain Eksperimen Kontrol 25 Lebih dari 0,055 24 21 Lebih dari 0,195 22 20 Lebih dari 0,335 21 17 Lebih dari 0,475 19 8 Lebih dari 0,615 9 6 Lebih dari 0,755 6 Lebih dari 0,905 0 0 Berdasarkan data distribusi frekuensi kelas eksperimen dan kelas kontrol pada tabel 1disajikan pada gambar 1
30 25
25 24 22 21
20
21 20
19 17
15 10
9 8 6
5 0 > 0,055
> 0,195
> 0,335
> 0,475
Kontrol
Gambar 1
> 0,615
> 0,755
0 > 0,905
Eksperimen
Ogive Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Dari diagram ogive berikut dapat terlihat grafik untuk kelas kontrol berada sedikit di bawah atau diasumsikan hampir sama dengan grafik kelas eksperimen. Pada nilai gain lebih dari 0,195 terdapat frekuensi sebanyak 21 orang, sedangkan kelas eksperimen 22 orang. Untuk nilai gain lebih dari 0,335 kelas kontrol 20 orang dan kelas eksperimen sebanyak 21 orang. Untuk nilai gain lebih dari 0,475 kelas kontrol 17 orang dan kelas eksperimen sebanyak 19 orang.Untuk nilai gain lebih dari 0,615 kelas kontrol 8 orang dan kelas eksperimen sebanyak 9 orang.Untuk nilai gain lebih dari 0,755 kelas kontrol 6 orang dan kelas eksperimen sebanyak 6 orang.Maka telihat dari rincian dan ogive berikut bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematik kelas eksperimen sedikit lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Hasil pengujian hipotesis yang menujukan tidak ada peningkatan signifikan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map bukan berarti model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map tidak lebih baik dibandingkan model pembelajaran langsung. Namun jika dilihat dari gambar 1 ternyata ogive kelas eksperimen berada di atas ogive kelas kontrol. Hal ini menunjukan ada peingkatan kemampuan pemahaman matematik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Tetapi posisi ogive kelas eksperimen yang berada sedikit di atas kelas kontrol tersebut rentangnya tidak terlalu
jauh bahkan ada beberapa titik yang berimpit. Hal ini berarti tidak terjadi rentang atau perbedaan yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, dan hasil pengujian hipotesis memandang atau menyimpulkan bahwa rentang tersebut dianggap tidak ada atau tidak signifikan. Tidak adanya peningkatan kemampuan pemahamanan matematik peserta didik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map karena beberapa faktor dan penyebab. Faktor-faktor tersebut antara lain disebabkan oleh sisi keunggulan dan sisi kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map dan model pembelajaran langsung, letak geografis sekolah, latar belakang sosial peserta didik, dan faktor-faktor non teknis lainnya. Hal yang berkaitan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map yang diungkapkan oleh Heriawan, Adang, et.al. (2012:122-123) “Hanya peserta didik yang aktif yang terlibat, dan tidak sepenuhnya peserta didik yang belajar”. Dari pendapat tersebut memang tercermin dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen. Pembelajaran cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang aktif dan berani untuk mengemukakan pendapat atau tampil di depan kelas. Mayoritas peserta didik cenderung diam dan menunggu instruksi dari guru. Lain halnya di kelas kontrol peserta didik diberikan pembelajaran langsung. Dalam fase membimbing pelatihan dan fase memberikan umpan balik peserta dituntun dan diberi arahan oleh guru sehingga peserta didik tidak kebingungan untuk mencerna tujuan pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan Albert Baruda (Suprijono, Agus, 2010:26) “Proses mengambil keputusan dalam pembelajaran yaitu bagaimana membuat keputusan prilaku yang ditirunya menjadi miliknya”. Pendapat lain tentang pembelajaran langsung diungkapkan oleh Huda, Miftahul. (2013:135) “Keunggulan terpenting dari instruksi langsung adalah adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang yang relatif stabil.”. beberapa penelitian menunjukan fokus yang kuat terhadap masalah akademik dapat menciptakan keterlibatan siswa yang semakin kuat, dan menghasilkan kemajuan prestasi peserta didik. Salah satu penelitian tentang analisis kegagalan dari pembelajaran yang sedikit melibatkan peran guru dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh Kirschner, Paul. A.et.al. (2007:86) Menyimpulkan bahwa peserta didik yang belajar ilmu murni di
ruangan kelasnya dengan metode yang lebih berpusat pada peserta didik dan sedikit umpan balik guru, peserta didik sering menjadi hilang konsentrasi dan frustrasi, dan peserta didik kebingungan sehingga dapat mengarahkan peserta didik terhadap kesalahpahaman atau miskonsepsi. Dari pendapat tersebut menunjukan bahwa pembelajaran dengan tanpa atau sedikit peran guru membuat peserta didik kebingungan dan membutuhkan arahan dan umpan balik dari pengajar utuk menemukan solusi. Model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map juga memiliki peran guru yang lebih minim dibandingkan model pembelajaran langsung. Oleh karena itu peningkatan pemahaman matematik peserta didik lebih baik dengan penggunaan model pembeljaran langsung dari pada pembelajaran kooperatif tipe Mind Map, atau dengan kata lain tidak ada peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Letak geografis sekolah dan latar belakang sosial peserta didik turut serta dalam mempengaruhi hasil uji hipotesis. SMPN 2 Tambaksari terletak di pinggiran kabupaten Ciamis yang sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kuningan, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cisaga, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Rancah dan kecamatan Sukadana.Kecamatan Tambaksari memiliki jumlah penduduk sebanyak kurang lebih 21.524 jiwa, terdiri dari Laki-Laki 10.384 jiwa dan Perempuan sebanyak kurang lebih 11.140 jiwa dengan luas wilayah kurang lebih
terdiri dari Tanah
sawah 1.538 Ha dan Tanah Kering 4.839 Ha. (Sumber:http://www.ciamiskab.go.id/). Kecamatan Tambaksari terletak di pinggiran ibukota kabupaten Ciamis tepatnya berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Jarak ke ibu kota Kabupaten Ciamis atau orbitasi yaitu 60 KM, yang tersaji dalam gambar 2
Gambar 2
Jarak Dari Pusat Kota Ke Tempat Penelitian (sumber: google maps)
Dari gambar berikut dengan skala
titik A merupakan pusat kota dan
titik B adalah lokasi tempat peneitian. Dengan jarak 60 KM yang terbentang dari pusat kota ke SMPN 2 Tambaksari mengakibatkan akses informasi dan perkembangan teknologi sedikit terhambat. Ketidaklancarannya hal tersebut sedikit banyak berdampak pada pengetahuan dan wawasan penduduk dalam hal ini utamanya peserta didik menjadi kurang. Dalam proses membuat Mind Map diperlukan pula pengetahuan yang lebih luas untuk menginterpretasikan kata-kata, kalimat-kalimat menjadi sebuah gambar warna dan pola yang berkesinambungan, atau tentang keterkaitan antara konsep matematik. Latar belakang sosial ekonomi masyarakat disana mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. Karena kondisi alam disana didominasi areal persawahan dan tanah kering. Untuk potensi pendidikan disana memiliki 10 TK Negeri dan Swasta, SD atau sederajat berjumlah 23 sekolah dan hanya memiliki 2 buah SMP Negeri tanpa memiliki SMA atau sederajat. Hal ini mempengaruhi tingkat pendidikan bagi warga di kecamatan Tambaksari dan tingkat sumber daya manusianya. Kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map dalam proses pembelajarannya
adalahgejala umum, rasa khawatir yang timbul akibat kondisi belajar, situasi yang dianggap tekanan. Kecemasan merupakan respon individu terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Suliswati, 2005). Objek kecemasan pada penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Pada penelitian ini kecemasan peserta didik hanya diteliti pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Aspek yang diteliti pada kecemasan peserta didik ada dua, yaitu aspek fisik, dan aspek psikis. Indikator yang diambil dari aspek fisik yaitu diantaranya: gemetar, keringat bercucuran, tangan terasa dingin, detak jantung cepat, gangguan pencernaan, dan nafas memburu. Aspek yang kedua adalah aspek psikis indikatornya meliputi: rendah diri, takut, gugup, konsentrasi terganggu, dan tegang. Dari data kuantitatif hasil penelitian diperoleh rataan kecemasan peserta didik yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map dari total 27 subjek yang diteliti adalah
. Nilai ini menunjukan kriteria
kecemasan sedang. Kriteria kecemasan sedang dianggap lebih baik daripada kriteria kecemasan lainnya, termasuk lebih baik dari pada kriteria kecemasan rendah sekalipun. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kirkland (Slameto, 2010: 186) bahwa kecemasan sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan kecemasan tinggi mengganggu belajar. Ini artinya bahwa kecemasan itu tidak boleh hilang dan patut dipertahankan tetapi dalam kriteria atau taraf yang menguntungkan. Apabila kecemasan hilang sama sekali dari pemikiran atau perasaan peserta didik maka peserta didik kehilangan dorongan untuk memperoleh hal yang lebih baik. Jadi hasil penelitian mengenai kecemasan peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map menunjukan kriteria kacemasan sedang, dan kecemasan tersebut terdapat dalam taraf kecemasan baik atau menguntungkan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tidak ada peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map.
2. Peserta didik termasuk ke dalam kriteria kecemasan tingkat sedang terhadap pembelajaran matematika melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Mind Map. Berdasarkan simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, baik dalam segi fasilitas, sarana prasarana, maupun profesionalitas tenaga pendidikan, terutama dalam bidang matematika sehingga mampu mencetak generasi penerus yang lebih baik. 2. Guru matematika SMP atau sederajat sebaiknya mampu menyusun perencanaan yang matang mulai dari menentukan tujuan pembelajaran, model, metode, pendekatan, media, hingga menyusun perangkat tes yang valid dan reliabel. 3. Bagi seluruh masyarakan lingkungan sekolah mulai dari kepala sekolah, staf pengajar, staf tata usaha dan seluruh komponen yang turut berperan dalam kemajuan sekolah diharapkan mampu menciptakan suasana lingkungan yang aman kondusif dan menyenangkan demi lancarnya proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. 4. Bagi para peneliti diharapkan lebih cerdas dan lebih teliti dalam hal menentukan objek atau tempat penelitian sehingga hasil penelitian sesuai dengan harapan peneliti. DAFTAR PUSTAKA Buzan, Tony. (2013). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Heriawan, Adang, et.al. (2012). Metodologi Pembelajaran Kajian Teoretis Praktis. Banten: LP3G (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru. Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pembelajaran dan Pengajaran Isu-isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Slameto. (2010). Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sumarmo, Utari. (2013). Kumpulan Makalah Berfikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Suprijono, Agus. (2012). Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suryadi, Didi dan Tatang Herman. (2013). Eksplorasi Mtematika Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana