Daftar Isi PENINGKATAN EFISIENSI BIOPROSES PAD A INSTALASI PENGOLAHAN AIR LlMBAH PABRIK TEKSTIL Padmono Cltroreksoko, Ojumhawan Ratman Permana Pusat Penelitian Bioteknologi - LlPI JI. Raya Bogor KM. 46 Cibinong 16911, Bogor
ABSTRAK PENINGKATAN
EFISIENSI BIOPROSES
PAOA
INSJALAS I PENGOLAHAN
AIR LlMBAH PABRIK TEKSTIL.
Oalam sistem pengolahan air limbah suatu pabrik tekstil pada umumnya, dilaksanakan proses fisik, kimia kemudian mikrobiologi. Permasalahan yang dihadapi oleh pengelola limbah tekstil adalah nl'ai COO yang melampaui nUai ambang balas (NAB). Oengan mengubah alur proses menjadi fisik, mikrobiologis kemudian kimia COO diharapkan memperoleh efisiensi yang lebih balk dan nilai COO lebih rendah dari proses yang pertama. Pemikiran mendahulukan bioproses setelah proses fisik kemudian proses kimia kandungan senyawa toksik dalam zat warna dan resin tidak setinggi proses lama dan bahan pendamping zat wama umumnya berupa bahan organik yang tidak semuanya biodegradable; Bahanbahan ini akan diuraikan terlebih dahulu oleh mikroorganisme saat proses mikrobiologi, sehingga kestabilannya berkurang. Keslabilan senyawa yang berkurang menyebabkan te~adinya pemisahan proses kimia maupun fisika menjadi lebih rendah sekatigus akan mengurangi penggunaaan koagulan. Hasil pengamatan selama, 3 minggu, dapat disimpulkan tercapainya efisiensi bioproses pada hari ke-19, meningkat dari 88,61 % menjadi 91,68% dengan nilai COO yang memenuhi standar. Baku mutu lain yang memenuhi standar dan meningkat efisiensinya adalah nilal warna sebesar 96,72% pada hari ke-20 dan padatan terlarut (suspended solid) sebesar 95,57% pad a hari ke- 18. Kata kunci : Efisiensi bioproses, nilai COD, kine~a Instalasl, pengolahan air limbah pabrik tekstil.
ABSTRACT . THE RAISING BIOPROCESSES EFFICIENCY ACCORDING TO CHEMICAL OXYGEN DEMAND VALUES AND THE PERFORMANCE OF WASTE WA TER TREA TMENT OF TEXTILE INDUSTRY. Generally In waste water treatment system in textile industries the process is carried out through physical process, followed by chemical process and finally accomplished with microbial process. The main problems faced by textile industry waste treatment welTl COD values which are more than the limiting values. By reversing the system into firstly physical, microbial and finally chemical process had giving more efficiency end lower COD values then the first system process. The aim of tho first bioprocess want to before chemical process after physical process in order to depredated organic substances as textile color, amylase, organic additive. These substances were degraded by microorganism, and the remaining substonces gave the coagulant and flocculants as chemical and physical process. The coagulant needed in these processes was less than the one in the previous process. During a three week observation, the efficiency of bioprocess increased from 88.61 to 91.68% on the COD standard. The optimum bioprocess on the 2dh day observation gave 96.72% color values and on the 1ti" day observation gives 95.57% total suspended solids. Keywords:
Bioprocess effiCiency; COD value; installation performance,
PENDAHULUAN Dari berbagai macam limbah industri, limbah cair adalah salah satu jenis limbah yang memberikan dampak cukup besar dalam penurunan kualitas, lingkungan. Identifikasi pencemaran untuk kelompok industri telah dilakukan. Sebesar 90% air untuk keperluan industri yang digunakan sebagai pendingin generator men gal ami perubahan, suhu, sifat biologi, kimia dan fisika yang ditunjukkan dengan timbulnya perubahan warna, kekeruhan, pembuihan serta terjadinya perubahan rasa dan baul2J. Permasalahan umum pengolahan limbah industri tekstil adalah kandungan bahan organik yang cukup besar sehingga menaikkan nilai COD maupun BOD. Senyawa organik yang terkandung berupa senyawa karbohidrat, protein, minyak, zat aktif permukaan (surfaktan) serta zat organik aromatik seperti zat warna dan aditif. Sedangkan zat-zat kimia yang terkandung
waste treatment of textile industry.
terdiri dari natrium hidroksida, Iilin, alkohol, klor dan lain-lain. Dalam pengolahan limbah cair berbagai jenis pencemar perlu diidentifikasi sehingga memperoleh pengelolaan. Potensi mikroorganisme dalam teknik mengolah air limbah tekstil dengan bioremediasi dilakukan dengan mendahulukan proses biologi yang kemudian diikuti proses kimia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bioproses dilihat dari nilai COD dan keunggulannya dibandingkan sistem konvensional yang mendahulukan prose fisika dan kimia.
TAT A KERJA Bahan Bahan yang digunakan terdiri dari air limbah, lumpur aktif, koagulan, flokulan dan reagen Hach untuk analisis. Alat yang digunakan antara lain satu set miniatur kolam
94
biologi yang dilengkapi aerator, selang dan pompa pengatur. Alat uji jar untuk menentukan dosis optimal koagulan dan flokulan. Digunakan pula mikroskop untuk mengamati aktivitas mikroorganisme, spektrometer DR2000, reaktor COD mini, kertas pH indikator universaf dan kerucut fnhoff.
diukur konsentrasinya dengan menggunakan spektrometer DR2000 pada panjang ge/ombang 810 nm. Besarnya mulai SS dan MLSS dapat dibaca da/am satuan mg/L. Untuk nilai MLSS dengan mengalikan hasil yang terbaca pada nilai alat dengan faktor pengenceran. Derajat keasaman (pH) dan wama Nilai pH dengan menggunakan kertas pH indikator universal dibandingkan dengan standar warna yang ada. Menentukan warna diambil sam pel sebanyak 50 ml dimasukkan sebanyak 25 ml air suling ke kuvet lainnya. Diukur konsentrasinya dengan spektrometer DR2000 pada panjang gelombang 450 nm. Besarnya penampakkan warna dapat langsung dibaca pada alat dengan satuan Pt - Co.
Tata Kerja Pengaktifan mikroorganisme Pengaktifan mikroorganisme lumpur aktif diambil dari kolam Thickener pada instalasi pengolahan air limbah ditampung dalam miniatur kolam aerasi serta diberi suplai udara untuk mengaktifkan mikroorganisme. Parameter yang diukur adalah pengamatan aktivitas mikroorganisme, volume lumpur (SV 30) dan MLSS.
Aktivitas
mikroorganisme Disiapkan mikroskop dan preparat tetes gantung. Diteteskan sample dari bak aerasi keprepaanal tetes gantung, aktivitas mikroorganisme diamati dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali
Pengukuran COD Untuk mengukur kebutuhan COD, dipipet sebanyak 2 ml, blanko dan sam pel (intluen dan setelah proses kimia masing-masing 3 sampel) ke pereaksi COD merk Hach, diretlusk selama 2 jam dengan suhu 150°C dalam reaktor mini COD. Nilai COD diukur dengan menggunakan spektrometer DR2000 pada panjang gelombang 620 mm. Besarnya nilai COD dapat langsung dibaca pada alat dengan satuan mg/l.
Uji jar Sebanyak 3 I sampel diambil dari kolam penampungan lalu dimasukkan ke dalam 6 gelas piala masing-masing 500 ml. Alat uji jar dipasangkan kepada ke enam gelas piala terse but. Setelah pH diperiksa kemudian ditambahkan kuogulan PAC dengan konsentrasi berturut-turut 100 ppm ; 200 ppm ; 300 ppm ; 400 ppm ; 500 ppm dan 600 ppm lalu diaduk dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit. Setelah 1 menit kecepatannya diturunkan menjadi 25 rpm selama 10 menit lalu ditambahkan tlokulan Kuriflock dengan konsentrasi 1 ppm. Proses pengendapan berlangsung selama 10 menit.
Sludge Volume 30 (SV 30) Diambil sam pel dari bak aerasi 11, lalu dimasukkan kedalam kerucut Inhoff. Ditunggu selama 30 men it dan dilihat penurunan endapan dengan satuan mill. Nilai SV 30 dapat dihitung dengan : SV
30
=_V_I_um_p_u_r_f3_w_3_1-_3_k_h_ir)_m_l.x
100
(1)
)OOOml
Padatan tersuspensi Suspended Solid dan Mixed Liquor suspended Solid (MLSS). Masing-masing sample SS dan MLSS diambil 50 ml. Untuk SS dimasukkan ke dalam kuvet ukuran 25 ml. Sedangkan untuk MLSS, dipipih sebanyak 2 ml ke dalam kuvel dan ditambahkan hingga volumenya 25 ml. Untuk blanko dimasukkan 25 ml air destilasi ke kuvet yang lain. Kemudiaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Data proses pertumbuhan lumpur aktif atau pengaktifan mikroorganisme dalam penelitian skala laboratorium menunjukkan aktivitas mikroorganisme, mulai SV 30 dan MLSS terlihat pada Tabel.1 berikut:
95
Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 10 hari terjadi kenaikkan SV 30, MLSS maupun aktivitas mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme secara signifikan mempengaruhi proses penurunan zat pencemar, proses lumpur aktif memerlukan pH .6,5-8,5. Terbentuknya buih-buih (foam) pada permukaan kolarn lumpur aktif saat proses aerasi berlangsung dapat mempengaruhi aktivitas bakteri.
Tabel1. Pertumbuh Aktlvitas mikro-
organisme
Harl
5(mUI) V 30 2.225 lambs! 66 65 2.475 2.550 Awal 74 ak!if Aktif Aktif 87 78 85 90 lamba! lambats 64 2.825 Ak!if 83 3.550 3.375 3.050 3.175 3.225 ML55 (mg/l)
Volume Lumpur (SV 30) dalam kolam aerasi menunjukkan kemampuan mengendapkan flok-flok lumpur aktif dalam waktu 30 menit. Volume /umpur yang rendah menandakan bahwa pada bak aerasi terdapat banyak padatan tersuspensi yang bukan biomasa lumpur aktif, sedangkan jika volume lumpur aktit tinggi menandakan lumpur aktif bersifar bulk. Lumpur bulk ini menandakan proses pengolahan secara bi%gis tidak berjalan optimal kaarena terjadi pertumbuhan bakteri berfilamen yang cukup pesat pad a kondisi kekurangan oksigen terlarut. Apabila kondisi ini relatif baik akan memungkinkan tercapainya efisiensi proses yang cukup tinggi. Selama pengamatan kondisi air limbah yang belum diolah (influen) memiliki tingkat pencemaran yang cukup tinggi. Dengan demikian air limbah tidak baik langsung dibuang kebadan air penerima (sungai). Hasil pengamatan kondisi influen disajikan pada Tabel.2.
ktit
1.
15 14 20 12 ke 13 18 16 17 19 Keberadaan buih-buih tersebut Hari 11 kemungkinan disebabkan oleh kandungan limbah yang terdiri dari bahan-bahan yang mengandung deterjen, sabun, dan zat-zat surfaktan atau kandungan fostor pada komponen fosfat melalui proses penyabunan[5J• Selain itu, adanya buih dapat menjadi indikasi bagi awal pembentukkan lumpur (bakteri) yang biasanya ditandai dengan penurunan konsentrasi MLSS. Penurunan buih akan te~adi sesuai dengan bertambahnya konsentrasi MLSS. Bertambahnya /umpur aktif dapat dilihat dari konsentrasi MLSS dan SV 30, dimana konsentrasi normal untuk MLSS adalah 1500 sampai dengan 3000 mill. Konsentrasi MLSS yang tinggi akan menyebabkan hasil pengollilhan yang kurang baik, kar~ma pertumbuhan bakteri terlalu banyak atau padat Meskipun dari hasil pengujian yang diperoJeh nilai MLSS tidak selalu memenuhi persyaratan, namun secara umum kondisi proses lumpur aktif cukup optimal (TabeI.1). Kandungan MLSS setara dengan jumlah padatan tersuspensi dan populasi bakteri yang terdapat da/am pengolahan biologi di dalam bak aerasi. Nilai yang diperoleh masih menunjukkan ni/ai baik yaitu kondisi perbandingan antara nutrisi yang didegradasi dengan jumlah total pertumbuhan mikroorganisme cukup seimbang.
96
Tabel 2. Pengamatan kondisi intluen COD 1.277600 788 140 650 1.106 1.5881.250 1.496 6771.220 1.350 207 205 243 151 1.659 1.150 1.870 229 230 55(milL) proses biologi) 13 898Warna 1.514 1.406 1.423 9641.100 1.280 187 125 (Pt-Co) (milL) sebelum pH
Mengacu pada Tabel 2, jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk mengoksidasi semua bahan organik didalam air menjadi CO2 dan H20. Selain itu COD juga menunjukkan ukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksldasl bahsn aorganlk seesrs kimia sehingga nilai COD akan meningkat sejalan dengan peningkatan bahan organik. Berdasarkan data pengamatan terse but, warna air limbah mengalami prubahan dari waktu ke waktu (Tabel. 2). Nilai warna berkisar dari 600 sampai dengan 1870 Pt-Co yang berasal dari sisa penggunaan zat wama tekstil yang digunakan dalam proses pencelupan (dyeing) dan pembilasan. Zat warna biasanya memiliki sifat mudah larut namun sulit untuk diuraikan sehingga dapat mengakibatkan lepasnya zat-zat beracun seperti H2S dan metana pada waktu penguraian bahan-bahan tersebut. Pada
11
Co)
industri wama akan menyerap air (panjang gelombang sinar tampak) yang menentukan warna cairan itu. Warna itu sendiri merupakan karakteristik fisik konsentrasi partikel terlarut atau tersuspensi dalam air limbah. Kandungan padatan tersuspensi yang terdiri dari bahan organik dan organik (SS) berkisar entara 125 sampai depgan 243 mg/L dimana tertinggi ditemukan pada hari ke 14 (TabeI.2). Kondisi setelah proses biologi atau sebelum dilakukan proses kimia dapat dilihat pada Tabel.3. Hari ke 12 13 18 11 14 15 19 20 17 16 Tabel. PH 3. Kondisi setelah crases bioi Warna (Pt-COD 320190 198 10 16 405169 474146 750157 14 634114 22 19 775145 7 15 740597 12 17 780 5 88 825 669143 7,5 55 (mg/L) (mg/L)
kehidupan makhluk hidup air, tanaman air, kesehatan dan industri. Menurut Pescond ikan akan hidup ideal pada pH 6,8 sampai dengan 8,5[4). Sementara nilai pH air buangan proses-proses industri cenderun~ bersifat biasa pada pH 8 sampai dengan 13(1 Konsentrasi COD belum ada penurunan yang berarti (Tabel. 3), namun demikian setelah dilakukan proses kimia pada air limbah olahan seperti terlihat pada Tabel4.
Tabel 4. Pengamatan COD ---------.-----7 300 210 4 278 138 141 121 7 8 11 8 341 409 6PH 6223 Warna 1 59 70 5 11 6(mg/L) 5S (mg/L) 72 148 107 123 131 72 42 15 10 12 3 6.5 (Pt..co)
COD 1277300 130 88 600 72 1423 788 93.91 1280 1496409 1659 964 1350 650 243 59 111 1588278 1220 223 131 10 96,43 94,40 93.48 90,92 96,72 91,78 73,35 75,75 97,53 95,19 95,29 93,45 91,68 96,14 677 91,16 82,49 205 92,93 86,62 96,92 76,50 91,49 72,66 98,39 85,37 92,05 89,26 67,76 95,12 (mg/L) (mg/L) (pt-Co) Eft Eft (mg/L) (mg/L) (pt-Co)
Wa Eftrn
a-
enuen
Efisiensi pengolahan air limbah biasanya ditentukan oleh nilai efisiensi pengolahannya yang menggambarkan kemampuan unit tersebut serta efektivitas reduksi bahan pencemarnya. Efisiensi dengan sistem bioproses dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan data pada Tabel 3, menunjukkan nilai pH cukup stabil. Nilai ini cukup baik karena masih berada dibawah nilai am bang batas yaitu pada pH 6 sampai dengan 9. Derajat keasaman merupakan parameter penting dalam air buangan untuk
Tabel5.1406341 Efisiensi sistem b'-------55 Warna COD (%) (%) (%) 4 efluen efluen efluen influen influen 55 1150 15 5 230 210 140 7 125 121 70 42 1870 1100 11 229 3 187 6 141 138 88 72 1250 207 8 123 1514 12 151 107 1106148
kondisi --------,
--
97
Efisiensi pengolahan terhadap COD (TabeI.5) tampak berfluktuasi. Efisiensi pengolahan yang optimum mulai didapat sejak hari k~tujuh tidak melebihi nilai am bang batas 100 milL. kualitas air limbah pengolahan ini dapat diketahui dengan membandingkan hasil analisis dengan standar baku mutu air limbah untuk industri tekstil yang ditetapkan. pemerintah (BPPI, 1982). Perbedaan setelah sistem bioproses yang dilanjutkan dengan perlakuan kimia atau sistem yang mendahulukan proses kimia diikuti dengan proses biologi (konfensional) ditujukkan pada Tabel 6.
3. 4. 5.
6.
Tabel 6. Perberdaan nilai COD dan efisiensi pada sistem bioproses dan konvensional 1423 1423121 67T Efisiensi Efiliensi 294 174 1659138 964 141 207 189 1659 964 1106 148 232 1106 223 245 67T 1277300 1406341 1588278 788 75.33 68,91 71.79 210 315 422 1277 1496 1588 788 C COD OD efluen efluen 1496409 75.04 351 1406 91,49 88.61 78,53 85.37 79,02 86.62 62,81 67.76 73,35 Influen COD Influen COD 75.75 87,77 91.68 bioprQSM Sistem (%) (%) 81,49 76.50 72,66 82,49 (maIll fmalll
Sistem konvensional (malU
hari ke 19 yaitu sebesar 91,68% masih sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan dengan sistem konvensional pada hari yang sama hanya menunjukkan tingkat efisiensi nilai COD sebesar 88,61% Nilai warna efisiensi tertinggi sebesar 96,72% diperoleh pad a hari ke 20 Nilai SS efisiensi tertinggi dicapai pada hari ke 18 sebesar 95,57% Sistem bioproses menghasilkan nilai COD dibawah am bang batas sedangkan dengan sistem konvensional belum memenuhi nilai am bang batas, Penentuan sistem pengolahan air limbah tergantung pada karakteristik air limbah yang dihasilkan oleh proses produksi.
UCAPAN TERIMA
IIari
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada saudara Mira di Tangerang, yang telah ikut membantu penelitian ini. DAFT AR PUST AKA 1. BPPI. 1982, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, Buku Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Akibat Air Buangan Industri Tekstil, Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI). 2. Chanlett, A. 1979. Environment Protection, 2nd, ed, Mc Grow-Hill, New York, dalam; Endrawanto & H. Winamo, 1996. Proses Pengolahan Limbah secara Fisika dan Kimia, Prosiding Pelatitahan dan Lokakarya, Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan, LlPI, BPPT, Hans Seidel Foundation (HSF) Jerman, di Cibinong. 3. Inhoff, K. 1940. Sewage Treatment, John Willey and Sons, Inc, New York. Nemerow, H.F, 1976. Industrial Water Pollution. Addition Wasley Publ. Comp., Massachusetts. 4. Pescond, M.D. 1973. Investigation of Rational Effluents and Stream Standard for Tropical Countries, AIT, Bangkok. 5. Sugiharto, 1987. Oasar-Dasar Pengolahan Air Limbah, UI Press, Jakarta.
Oari data di atas menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sistem bioproses dengan konvensional. Namun demikian pad a hari ke 19 kedua sistem tersebut menunjukkan efisiensi nilai COD yang sama-sama paling tinggi.
KESIMPULAN Hasil pengamatan selama 20 hari dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan cukup baik (biological treatment) sehingga dapat mengkondisikan dengan penerapan sistem bioproses. 2. Tercapainya efisiensi bioproses untuk nilai COD, efisiensi tertinggi terjadi pada
Daftar Isi
98