PENINGKATAN ACTIVE ENGLISH ACHIEVEMENT MELALUI METODE “TOTAL PHYSICAL RESPONSE” SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Ali Mustadi PGSD FIP, Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected];
[email protected]
Abstract The aim of this study is to increase students’ learning achievement of active English through Total Physical Response method in elementary schools. The focus is related to the students’ needs of an active English skill that is how to use language actively in communication. This study can be classified into a classroom action research. The subjects are the students of grade IV, SDN Manunggal Bantul. The study uses observation and test to collect the data. Then the data are analyzed by conducting qualitative descriptive method. The finding shows that Total Physical Response method is able to increase students’ achievement of active English. There is a significant increasing achievement reached by the students, especially on the spoken respon activities and direct physical respon activities toward the spoken instructions and physical action of the teachers and among the students. Besides, there is also significant increasing on the motoric activities of the students in interactive conversation. Generally, direct thingking and direct response can promote the students motivation in vocabulary acquisition so it can improve the students’ active English achievement. Key words: Active English achivement, total physical response.
PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampikan pesan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Oleh karena itu, bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Dengan bahasa, orang dapat memahami dan mengerti maksud dan tujuan orang berkomunikasi. Di Indonesia, ada beberapa bahasa kedua yang diajarkan di sekolah, salah satunya adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat Sekolah Dasar (SD). Meskipun pelajaran Bahasa Inggris masih ditetapkan sebagai mata pelajaran muatan lokal, namun mata pelajaran tersebut
telah menjadi
salah satu mata pelajaran penting yang diajarkan di
beberapa sekolah termasuk sekolah dasar secara nasional untuk meningkatkan 254
kemampuan berbahasa
Inggris
baik
mendengarkan
(listening),
menulis
(writing), membaca (reading), maupun berbicara (speaking). Banyak metode yang dapat diterapkan guru dalam mengajar bahasa Inggris terutama di tingkat sekolah dasar. Metode-metode tersebut antara lain Language Accompanying Action, Beyond Centers and Circle Time (BCCT), Task Based Teaching (TBT), Role Playing, Total Physical Respon (TPR), dan lain-lain yang tentunya setiap metode memiliki keunggulan dan kekurangan yang berbeda-beda. Diantara banyak metode tersebut adalah Total Physical Respons (TPR) atau respon fisik total. Dalam metode ini menekankan anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dilafalkan atau diucapkan guru. Dengan aktivitas motorik yang dilakukan melalui metode TPR tersebut maka siswa akan mengalami belajar. Nasution (2005: 7) menyatakan bahwa dalam kenyataan kebanyakan proses belajar mengajar masih dilakukan secara klasikal. Kondisi demikian tentu membuat proses pembelajaran hanya bersifat umum atau tidak spesifik dan cenderung pasif.
Melalui penerapan metode Total Physical Response
ini
diharapkan kemampuan Active English siswa kelas III SDN Manunggal Bantul dapat meningkat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris siswa kelas III B SD N Manunggal, Bantul? Sedangkan tujuan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar Bahasa Inggris melalui metode Total Physical Response (TPR) siswa kelas III SD N Manunggal Bantul, sebagai suatu upaya perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran. 1. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa kedua atau the second language. Pengajaran bahasa Inggrispun dilaksanakan sebagai muatan lokal mulai dari jenjang SD
sampai
Perguruan Tinggi.
Pengajaran
bahasa
Inggris
ditanamkan sejak dini dengan harapan tercapainya penguasaan berbahasa juga diperoleh lebih awal.
Bahasa
Inggris
di
SD
adalah
program
untuk
menanamkan pengetahuan ranah verbal, memiliki keterampilan berbahasa tingkat dasar. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam
255
mempelajari
semua
bidang keilmuan.
Pembelajaran
bahasa
diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budaya lokal, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Dalam pengajaran bahasa Ingris di SD guru juga harus memperhatikan karakteristik siswa SD Mata pelajaran Bahasa Inggris di SD/MI memiliki ruang lingkup yang mencakup kemampuan berkomunikasi lisan secara terbatas dalam konteks sekolah, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut; mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Ada beberapa hal yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua yaitu bahasa Inggris. Menurut Bustami Subhan (2003: 25) ada sepuluh aspek yang dijadikan
perbedaan
antara
pemerolehan
bahasa
pertama
dengan
pembelajaran bahasa kedua. Sepuluh aspek tersebut yaitu perbandingan jumlah murid dengan guru, tempat belajar pembelajar, waktu dan jam mengajar, suasana belajar, motivasi, karakteristik siswa, fasilitas belajar, lingkungan dan kontak langsung dengan penutur asli dan ketersediaan model penutur asli. Nana Sudjana (1987: 76) menyatakan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. 2. Peningkatan Active English Achievement dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Dalam akhir pembelajaran siswa diharapkan dapat menguasai learning achievement berupa kompetensi active English. Learning achievement adalah hasil yang dicapai setelah mendapatkan pengetahuan dari proses pembelajaran. Doantara Yasa (2008) mendefinisikan bahwa learning achievement dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Learning achievement merupakan sesuatu yang dibutuhkan seseorang untuk mengetahui kemampuan setelah
256
melakukan kegiatan yang bersifat belajar karena achievement adalah
hasil
belajar yang mengandung unsur-unsur: (1) hasil penelitian, (2) hasil usaha kerja, (3) ukuran kompetensi atau kecakapan yang dicapai pada suatu saat. Berdasarkan pendapat para pakar di atas learning achievement dapat diartikan hasil yang telah dicapai setelah seseorang mengalami proses belajar melalui praktek dan pengalaman tertentu. Dengan teori pembelajaran bahasa tersebut maka penerapan metode dapat dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara tepat. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah metode TPR. Metode total
physical response (TPR) adalah metode pembelajaran bahasa Inggris yang dikembangkan oleh James J. Asher yang melibatkan aktivitas motorik dalam aktivitas mendengarkan kemudian diikuti dengan aktivitas berbahasa lainnya. Dengan aktivitas motorik yang dilakukan
secara berulang-ulang maka akan
menjadikan siswa memahami materi yang diberikan oleh guru. Dengan proses pembelajaran tersebut diharapkan akan berdampak pada meningkatnya learning achievement berupa active English siswa yang cukup tinggi. 3. Metode Total Physical Response (TPR) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris SD Metode Total pengajaran bahasa
Physical yang
Response
dibangun
(TPR)
berdasarkan
adalah
suatu
koordinasi
metode
ujaran
dan
tindakan; metode ini berupaya mengajarkan bahasa melalui kegiatan fisik atau aktivitas motor (gerakan). TPR dihubungkan dengan “teori penyutusutan“ ingatan dalam psikologi yang
berpendapat
bahwa
semakin
sering
atau
semakin intensif suatu hubungan ingatan ditelusuri, maka semakin kuat pula asosiasi ingatan itu dan semakin mudah pula ditimbulkan dan diingat kembali. Penelusuran atau pengusutan ulang dapat dilakukan secara verbal (misalnya, dengan ulangan yang dihafalkan tanpa berfikir) dan atau dalam gabungan kegiatan-kegiatan penelusuran, seperti ulangan verbal yang digabung dengan aktivitas motor, jadi memperbesar kemungkinan pengingatan yang berhasil. Penekanan yang diletakkan oleh Asher pada pengembangan keterampilanketerampilan pemahaman sebelum siswa diajarkan berbicara justru dengan
257
menghubungkannya pada suatu gerakan dalam pengajaran bahasa asing kadang-kadang mengacu kepada suatu pendekatan yang disebut sebagai Comprehension Approach. Selain itu ada prinsip-prinsip utama dalam pembelajaran dengan menggunakan metode TPR. Asher (2006) mengemukakan tiga prinsip utama sistem TPR, yaitu: 1. Tunda kegiatan berbicara dari para siswa sampai pemahaman mereka mengenai bahasa lisan benar-benar mantap secara ekstensi. 2. Capailah kesuksesan pemahaman bahasa lisan melalui ucapan-ucapan yang dibuat oleh sang instruktur dalam bentuk imperative atau bentuk perintah. 3. Upayakan agar dalam beberapa hal pada pemahaman bahasa lisan, para siswa akan mengindikasikan atau menyatakan dirinya ‘siap untuk berbicara’. Tujuan pengguanaan metode ini yaitu guru memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, menekankan (stress) dan menyertai pembelajaran dalam bahasa asing. Dalam setiap pembelajaran ada langkah-langkah yang dilakukan.
Begitu pula dalam
pembelajaran
bahasa
Inggris
dengan
menggunakan metode ini. Penggunaan metode pembelajaran yang berbeda akan membuat langkah pembelajaran yang berbeda pula. Disamping ada langkah-langkah pembelajaran ada juga fase-fase pembelajaran dalam metode ini. Menurut
Asher
(2006)
cara
penggunaan
metode
ini
dalam
pembelajaran bahasa Inggris yaitu sebagai berikut: 1. Pertama-tama guru memberikan perintah dan pembelajar melaksanakannya. Setiap pembelajar harus selalu siap berbicara, mereka mengambil peran secara langsung. 2. Proses belajar mengajar yaitu pelajaran dimulai dengan tugas dari guru, pembelajar melakukan perintah itu, mengkombinasikan tugas itu dalam suatu novel dan cara-cara yang penuh humor, akhirnya pembelajar mengikuti dengan senang, kemudian aktivitas meliputi permainan yang lucu. 3. Guru berinteraksi dengan pembelajar secara individual dan kelompok. Interaksi dimulai dengan guru berbicara dan pembelajar merespon secara nonverbal. Apabila ada kekurangan atau kesalahan langsung diperbaiki. 4. Metode ini menekankan struktur gramatikal dikaitkan dalam perintah. Memahami mendahului produksi, berbicara mendahului menulis. Peran bahasa pertama (bahasa ibu) metode ini didahului dengan bahasa asli 258
5.
pembelajar, tetapi pada akhirnya bahasa itu jarang digunakan dalam pembelajaran. Makna dibuat sejelas mungkin melalui tindakan (diperagakan). Dalam evaluasi guru dapat mengevaluasi melalui observasi sederhana terhadap perilaku pembelajar. Evaluasi secara formal dilakukan dengan perintah kepada pembelajar untuk melakukan sesuatu secara berseri. Pembelajar diharapkan membuat kesalahan setiap mereka mulai berbicara. Guru hanya mengoreksi kesahan-kesahan pokok. Koreksi ini dilakukan dengan cara yang tidak menonjol. Koreksi secara bergilir juga dilakukan. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai evaluasi akhir yaitu
dengan lembar evalusi yang diberikan dengan perintah tertulis dan siswa menjawab dalam bentuk tertulis juga. Hal ini dimaksudkan agar ada kaitan antara kegiatan mendengar dengan kegiatan berbahasa lainnya seperti tertuang dalam empat aspek berbahasa. Permasalahan masih rendahnya prestasi belajar Bahasa Inggris di kelas III B SDN Manunggal perlu segera ditanggulangi, dan guru perlu melakukan refleksi atas kinerjanya selama perolehan prestasi belajar Bahasa Inggris masih dapat ditingkatkan lebih tinggi lagi, apabila kreatifitas
siswa
dalam
pembelajaran
juga
tinggi.
Hasil penelitian
mengungkapkan bahawa tingkat prestasi siswa saat penelitian dilaksanakan masih rendah, kinerja siswa menunjukkan fenomena sebagai berikut guru jarang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, guru
jarang meminta siswa
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Metode pembelajaran Total Physical Response (TPR) sering dikenal dengan nama Respon Fisik Total (RFT). Model ini dirancang agar siswa akan melakukan sesuatu dengan gerakan dan kemudian siswa mengingat kosakata yang telah dipraktekkan dengan gerakan. Salah satu kebaikan dari metode pembelajaran ini adalah bahwa siswa belajar dengan cara siswa melakukan sesuatu yang diperintahkan guru dalam ucapan atau kata bahasa Inggris kemudian siswa diminta melakukan hal tersebut. Dengan melakukan gerakan yang diperintahkan guru, maka siswa akan mengetahui arti atau makna dari kata bahasa Inggris tersebut.
259
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode classroom action research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas III SDN Manunggal, Bantul. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk
meningkatkan
learning achievement pada kompetensi active
English siswa kelas III SDN Manunggal Bantul.
Penelitian ini terdiri atas dua
variable yaitu variabel terikat berupa learning achievement pada kompetensi active English, sedangkan variable bebasnya adalah metode total physical response (TPR). Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN Manunggal, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011. Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas III B SD N Manunggal, Bantul yang berjumlah 40 siswa. Sedangkan obyek penelitian ini adalah learning achievement pada kompetensi active English siswa dilaksanaan dalam siklus yaitu diawali dengan melakukan perencanaan, kemudian melaksanakan tindakan dan pengamatan atau observasi, dan refleksi seperti dalam gambar berikut ini:
Keterangan: ►4 ▲3
▼ 1
Siklus I: 1. Perencanaan I 2. Tindakan dan Observasi I 3. Refleksi I
◄2
Siklus II:1. Perencanaan II
►4 ▲3 4
▼
2. Tindakan dan Observasi II
1
3. Refleksi II
◄2
dst
Gambar 1. Model Spiral Kemmis Mc Taggart (Suharsimi Arikunto, 2006: 93) Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data adalah tes dan observasi (pengamatan) dilanjutkan dengan menganalisis data penelitian. Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah: Pengkajian data, analisis data secara deskriptif. 260
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN Manunggal Bantul kelas III B. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, sekolah tersebut merupakan Rintisan Sekolah Standar Internasional (RSBI) dan kelas
III tersebut memiliki prestasi belajar/ learning achievement pada
kompetensi active English bahasa Inggris yang relative masih rendah yaitu 70% siswa yang tuntas KKM dan juga kurangnya aktivitas belajar yang dilakukan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III B SDN Manunggal Bantul yang berjumlah 40 orang siswa dengan perincian jumlah siswa laki-laki 11 perempuan
29.
Sebelum
penelitian
dilakukan,
dan jumlah siswa
terlebih
dahulu
peniliti
melakukan observasi dan wawancara terhadap guru mata pelajaran bahasa Inggris di SDN Manunggal Bantul.
Wawancara
dilakukan
peneliti
dengan
menanyakan hasil prestasi belajar siswa pada akhir semester, ketuntasan hasil belajar siswa, serta rata-rata nilai ulangan harian siswa. Guru menyatakan bahwa kelas III B memiliki
prestasi belajar learning achievement pada kompetensi
active English bahasa Inggris yang relative masih rendah. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Inggris didapatkan data bahwa standar ketuntasan belajar bahasa Inggris kelas III yaitu 7,00. Data yang
diperoleh
peneliti menyebutkan bahwa masih ada siswa yang mendapatkankan nilai dibawah 7,0. Nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas III B pada mata pelajaran bahasa Inggris yaitu 6,8. Dari data tersebut maka dapat dikatakan bahwa
nilai
rata-rata
ulangan
harian mereka
belum mencapai standar
ketuntasan minimal. Kemudian pada tahap observasi pra tindakan, peneliti melakukan observsi terhadap kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Dari data observasi didapatkan data bahwa hampir 15% dari keseluruhan siswa belum aktif dalam pembelajaran bahasa Inggris.
261
B. Hasil Penelitian 1. Pra-tindakan Sebelum melakukan tindakan, terlebih dahulu peneliti melakukan observasi terhadap pembelajaran. Observasi ini dilakukan pada materi sebelum penelitian dilakukan yaitu pada materi ‘my house’. Pada materi my house ini diajarkan dengan metode ceramah dan penugasan biasa. Selama observasi dalam
pembelajaran
mengaktifkan
siswa
diterapkan guru
ini didapatkan
permasalahan
yaitu
guru
belum
terutama dalam kompetensi motorik dan metode yang
kurang menarik dan belum sesuai. Evaluasinya juga masih
terfokus pada latihan soal dari lembar kerja siswa (LKS). Selain itu peneliti juga memperoleh data nilai ulangan harian dalam materi my house dan data inilah yang dijadikan data awal sebelum tindakan peneliatan dilaksanakan. Dilihat dari kondisi awal dapat dikatakan bahwa prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa masih rendah. Dari data awal dapat dilihat hanya 8 siswa atau sebesar 25,8 % 46saja yang mendapatkan nilai diatas 75. 2. Pelaksanaan Siklus I a. Perencanaan (Planning) Perencanaan tindakan meliputi diskusi menentukan materi/kompetensi yang digunakan dalam penelitian yaitu materi shapes and toys. Materi ini terbagi dalam dua sub pokok bahsan yaitu materi shapes dan materi toys. Dan dalam siklus I ini dipilih sub pokok bahasan shapes. Pada materi macam-macam bentuk (shapes) ini berisi berbagai macam bentuk yang familiar di dunia anak-anak. Setelah menentukan pokok bahasan yang akan digunakan
dalam penelitian ini, peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam penelitian ini, selain itu peneliti juga menyiapkan angket, lembar observasi, soal post-test. Media yang dipilih yaitu media gambar yang dibagikan kepada siswa, sehingga setiap siswa memegang media pembelajarn. b. Pelaksanaan (Acting) Pada pertemuan I dan 2, materi atau kompetensi yang dibahas adalah tentang ‘shapes’ menggunakan media gambar.
262
c. Observasi Observasi dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakaukan oleh guru, siswa, dan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa. Dilihat dari kondisi awal atau dari nilai pra tindakan maka ada peningkatan rara-rata kelas. Nilai rata-rata kelas pada pra tindakan yaitu 61,77 pada siklus I meningkat menjadi 68, 38. Secara garis besar hasil data tersebut dapat disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Nilai Siklus I Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Rerata
Tuntas Belajar
90
50
68,38
67,7%
d. Refleksi Berdasarkan hasil prestasi belajar pada siklus I menunjukkan telah ada peningkatan pra tindakan dengan setelah tindakan pada siklus I. Namun belum seluruh siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran karena guru masih mendominasi kegiatan kegiatan belajar mengajar. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam peetemuan selanjutnya yaitu sebagai berikut: 1) Guru
harus menyiapkan instructions/perintah-perintah
terutama
yang
berkaitan dengan aktifitas motorik siswa. 2) Keaktifan siswa belum sepenuhnya tampak dalam pembelajaran. Dengan demikian maka pada pertemuan selanjutnya, instructions dimulai dari antar teman sebangku. Salah seorang siswa sebagai instruktor dan siswa lainya sebagai actor/pelaku. 3) Untuk meningkatkan aktivitas speaking, guru perlu menyiapkan beberapa percakapan instruction sederhana dalam short conversation untuk membantu sisswa melakukan simulasi perintah dan respon sederhana. 3. Pelaksanaan Siklus II a. Perencanaan Perencanaan dalam siklus II ini sama seperti pada tahap perencanaan siklus
I. Beberapa hal
yang dipersiapkan
sebelum
kegiatan belajar
mengajar yaitu RPP, lembar observasi, soal post-test serta media gambar.
263
Media yang digunakan yaitu gambar mainan anak yang dibagikan kepada setiap siswa. Materi pelajaran yang diberikan yaitu sub pokok bahasan Toys (mainan anak). b. Pelaksanaan Kegiatan
pertemuan 1 dan 2diawali dengan pengenalan kosakata tentang
shapes and toys. Dan pada sesi ini difokuskan pada kegiatan/aktivitas writing, dan reading. Kemudian siswa mempraktekkan percakapan secara bersamasama dengan pasanganya masing-masing bagaimana member instruksi dan bagaimana merespon. Sehingga pada sesi ini, aktivitas siswa terfokus pada kemampuan speaking dan listening. c. Observasi Sama dengan observasi siklus 1, observasi siklus 2 ini dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakaukan oleh guru, siswa, dan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa. Dilihat dari nilai rata-rata kelas pada pra tindakan kemudian siklus I dan siklus II terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Pada siklus II ini nilai rata-rata kelas menjadi 79,22. Hal ini meningkat dari kondisi awal pra tindakan yang memiliki nilai rata-rata kelas 61,77. Secara garis besar hasil data tersebut dapat disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Nilai Siklus II Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Rerata
Tuntas Belajar
98
66
79.22
96,6%
4) Data Refleksi Hasil
penelitian
secara
keseluruhan
telah
menunjukkan adanya
peningkatan terhadap prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa dalam pemelajaran bahasa Inggris yang dilihat pada hasil tes akhir setiap siklus. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunakaan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan kemampuan active English siswa.
264
C. Pembahasan Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Tindakan yang dilakukan yaitu menerapkan metode pembelajaran Total Physical Response (TPR) pada mata pelajaran bahasa Inggris. Hasil tindakan pada siklus I dan siklus II menjukkan hasil yang sangat memuaskan. Hasil tampak pada perolehan nilai pada siklus I dan siklus II. Pada siklus pertama siswa belum aktif dalam pembelajaran. Guru harus memancing atau menunjuk beberapa siswa baru siswa-siswa tersebut aktif dalam pembelajaran. Siswa juga masih bingung dengan media yang dibagikan kepada mereka. Saat ada perintah dari guru, siswa tampak kebingungan dan banyak dari mereka yang meniru teman sebangkunya. Pada siklus kedua, siswa telah aktif dalam pembelajaran. Siswa pun telah mengetahui
yang
akan
dilakukan dengan media yang dibagikan kepada mereka. Saat mendengar perintrah guru, siswa telah siap dan merespon perintah dengan benar. Dalam siklus kedua ini siswa nampak antusias dalam pembelajaran. Hal ini tampak pada saat mereka dibagikan media gambar yang dibagikan kepada
setiap siswa,
mereka
pembelajaran
langsung
mengetahui
yang
akan
dilakukan
saat
berlangsung. Pelaksanaan siklus II didasarkan refleksi pada siklus I. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I guru lebih banyak mendominasi pelaksanaan pembelajaran. Hal itu tampak pada pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama siklus I, guru memberikan perintah dan
siswa merespon dengan
tindakan. perintah
berasal dari guru, dan siswa merespon yang diperintahkan oleh guru. Pada siklus
II pembelajaran
lebih
ditekankan
pada
aktivitas
siswa.
Pada
pelaksanaan pembelajaran guru hanya memberikan sedikit contoh memberikan perintah kepada siswa, selanjutnya ketua kelompok barisan memberikan perintah kepada anggota kelompok dan selanjutnya kegiatan pembelajaran ditekankan pada pemberian perintah kepada teman sebangku secara bergantian. Dengan bekerja
secara berpasangan
ini
pembelajaran
lebih
dipusatkan
kepada
aktivitas siswa. Koreksi terhadap kesalahan yang dibuat oleh siswa pun lebih mudah untuk diketahui. Guru bertugas memberikan koreksi secara bergilir
265
terhadap setiap pasangan. Dengan melaksanakan perintah dalam percakapan (conversation) dengan metode kelompok berpasangan, metode TPR akan lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Ada kelebihan penggunaan metode kelompok berpasangan ini. Kegiatan pembelajaran tidak akan lepas dari media pembelajaran. Penggunaan media gambar pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris dengan metode TPR juga membuat pembelajaran lebih bermakna. Dengan media gambar ini siswa menjadi lebih tertarik dalam pembelajaran. Gambar yang diberikan kepada setiap siswa akan lebih bisa mengontrol siswa karena mereka tidak akan berebut kepada teman lainnya. Peningkatan yang signifikan pada penelitian ini yaitu pada nilai. Meskipun pada pelaksanaan siklus I masih banyak kekurangan, namun peningkatan nilai terjadi pada siklus pertama dan siklus kedua. Peningkatan yang sangat mencolok terjadi pada nilai hasil siklus II, hal ini dikarenakan adanya refleksi pada siklus I. Dengan kegiatan refleksi pada siklu I tersebut, maka pembelajarn
dengan metode
TPR
pada
siklus
II menjadi
lebih
sempurna. Nilai rata-rata kelas pun meningkat di setiap siklus. Dapat disimpulkan bahwa dari pra tindakan ke siklus I nilai rata-rata kelas meningkat dari 61,77 menjadi 68,38 dan dari nilai siklus I ke siklus II nilai meningkat dari 68,38 menjadi 79,22. Dengan melihat hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode Total Physical Response (TPR) siswa akan berfikir dengan cepat sehingga dapat memotivasi siswa untuk mengingat kosakata
yang telah
dipelajari.
Dengan
mudahnya
mengingat
kosakata
tersebut maka prestasi belajar siswa meningkat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Asher (2006) bahwa Total Physical Response (TPR) sebagai salah satu metode yang menggabungkan nenggunakan
sistem kenestetik
informasi dan keterampilan melalui
indrawi. Kombinasi dari keterampilan
ini
memungkinkan siswa untuk mencernakan informasi dan keterampilan yang lebih
cepat
tinnggi.
Akibatnya, keberhasilan ini mengarah kepada sudut
motivasi tinggi. Pembelajaran yang mengajak siswa untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan oleh guru, kemudian diperintahkan oleh ketua kelompok
266
dan memberikan perintah secara berpasangan melalui percakapan (conversation) akan memotivasi siswa untuk belajar dengan baik. Menurut Abdul Majid (2008: 152) motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu untuk melakukan suatu kegaiatan mencapai tujuan. Dengan motivasi tersebut siswa akan mencapai tujuan yang berupa ketuntasan belajar. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas, maka dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan metode Total Physical Response (TPR) dapat meningkatkan prestasi belajar dalam mata pelajaran bahasa Inggris siswa kelas III B SDN Manunggal Bantul.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode Total Physical Response (TPR)
lebih efektif dibanding dengan
pengajaran tanpa menggunakan metode Total Physical Response (TPR). Hal ini disebabkan penggunaan metode Total Physical Response (TPR)
dapat
meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan motorik yaitu siswa berperan aktif dalam merespon perintah guru melalui kegiatan motorik. Dengan kegiatan tersebut siswa akan berpikir dengan cepat dan siswa termotivasi mengingat kosakata yang telah diberikan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Inggris siswa. B. Saran Dengan
memperhatikan
simpulan
di
atas,
maka
peneliti
dapat
menyampaikan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi para guru : Guru perlu memahami dan menerapkan metode total physical response (TPR) dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk dapat meningkatkan prestasi belajar learning achievement pada kompetensi active English siswa.
267
2. Bagi Kepala Sekolah Kepala sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan metode Total Physical Response (TPR) kepada para guru bahasa Inggris di sekolah masing-masing sehingga metode ini dapat digunakan oleh para guru bahasa Inggris dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris di sekolah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA A.Chaedar Alwasilah. 2000. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Asher.(2006).Pembelajaran TPR.Diambil dari http://myopera.com.antariksa/blog. Bustami Subhan. 2008. Children Language Acquisition Language Teaching. Yogyakarta: LPPDMF.
and
English
Darwis Sasmedi. (2009). Metodologi Pengajaran Bahasa. Diambil dari http://www.dostoc.com/doscs/2272047/ Metodologi-Pengajaran-Bahasa. Doantara Yasa. (2008). Aktivitas dan Prestasi Belajar. Diambil dari http:// AktivitasdanprestasibelajarIpotes.htm. H. Douglas Brown. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pearson Education. Inc. A. G. Tarigan. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa. Lingua
Link Library. (1999). Total Physical Response. Diambil dari www.sil.org/lingualinks/languagelearning/waystoapproachlanguagelearnin g/totalphysicalrespone
Lynne Cameron. 2001. Teaching Languages to Young Learners. United Kingdom: Cambridge University. Nana Sudjana. 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Rombepajung. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Depdikbud. S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
268