PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh : Yuli Suryanti S860208030
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
Disusun oleh: Yuli Suryanti S 860208030 Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing Jabatan
Nama/NIP
Tanda Tangan
Pembimbing I Dr. Warto, M. Hum NIP. 131633898
Pembimbing II Dr. Budhi Setiawan, M.Pd NIP. 131809046
Mengetahui Ketua Program Pendidikan Sejarah
Dr. Warto, M. Hum NIP. 131633898
ii
Tanggal
PENINGGALAN SEJARAH DI KABUPATEN KUDUS SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus
Disusun oleh: Yuli Suryanti S 860208030 Telah Disetujui oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dr. Suyatno Kartodirdjo NIP. 130324012
Sekretaris
Prof. HB. Sutopo, M.Sc., M.Sc., Ph.D NIP. 130444310
Anggota Penguji 1. Dr. Warto, M. Hum NIP. 131633898 2. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd NIP. 131809046
Surakarta, 29 April 2009 Mengetahui : Direktur
Ketua
Program Pascasarjana UNS
Program Pendidikan Sejarah
Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D NIP 131472192
Dr. Warto, M.Hum NIP 131633898
iii
Tanggal
PERNYATAAN Nama : Yuli Suryanti NIM : S860208030 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus Sebagai Media Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD Se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Kudus, 29 April 2009 Yang Membuat Pernyataan
Yuli Suryanti
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar magister. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan judul “Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus sebagai Media Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Ucapan terima kasih atas bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini, penulis sampaikan kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr. Sp. KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin belajar di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret; 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan membantu proses perizinan penelitian; 3. Dr. Warto, M. Hum selaku Ketua Program Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah memberi motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis tentang isi, sistematika, dan penggunaan bahasa dalam tesis ini; 4. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberi motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis tentang isi, sistematika, dan penggunaan bahasa dalam tesis ini;
v
5. Semua Dosen di Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan moral dan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana UNS; 6. Bapak Khundori, selaku pengelola Klentheng Hok Ling Bio dan Bapak Denny, selaku pengelola Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, yang telah memberikan informasi tentang tempat peninggalan sejarah tersebut; 7. Bapak dan Ibu guru Kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, yang telah memberikan informasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis; 8. Sudiran dan Suyatmi, orang tua tercinta yang telah tiada yang selama hidupnya selalu memberikan dorongan dan semangat untuk terus belajar; 9. Kusnadi, suamiku tercinta dan Dedy Kusuma Putra, anakku tercinta, Bambang Ganef Bawono Loko, adikku tersayang, yang telah memberikan dukungan moral dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana UNS; 10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pendidikan sejarah di Indonesia. Surakarta, 29 April 2009 Peneliti
Yuli Suryanti
vi
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ……………..……………………………………………………….. i PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………………. ii PENGESAHAN PENGUJI TESIS………………………………………….. iii PERNYATAAN …………………………………………………………….. iv KATA PENGANTAR ………………………………………………………. v DAFTAR ISI………………………………………………………………… vii DAFTAR TABEL…………………………………………………………… x DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xi DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………. xii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xiii ABSTRAK…………………………………………………………………… xiv ABSTRACT ………………………………………………………………… xv BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1 B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 4 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5 1.
Tujuan Umum …………………………………………… 5
2.
Tujuan Khusus ………………………………………….. 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 6 1. Manfaat Teoretis …………………………………………. 6 2. Manfaat Praktis …………………………………………… 6 BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PIKIR ………………………….. 8 A. Kajian Teori …………………………………………………… 8 1. Peninggalan Sejarah ………………………………………. 8 a. Pengertian Peninggalan Sejarah ……………………… 8 b. Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah ……………………….. 10 c. Fungsi Peninggalan Sejarah …………………………… 10
vii
d. Upaya Pembelajaran dengan Memanfaatkan Peninggalan Sejarah …………………………………………………. 11 2. Media Pembelajaran ……………………………………… 15 a. Pengertian Media Pembelajaran …............…………….. 15 b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran …………………………. 18 c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran……………… 21 d. Macam-macam Media Pembelajaran ............................. 29 e. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran ......................... 34 f. Prinsip Pemanfaatan Media ............................................ 36 3. Ilmu Pengetahuan Sosial ………………………………….. 42 a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial ………………….. 42 b. Tujuan Pengajaran IPS ………………………………… 45 c. Ruang Lingkup IPS …………………………………… 47 d. Konsep IPS …………………………………………….. 51 e. Peranan IPS ……………………………………………. 56 B. Kerangka Pikir ………………………………………………… 58 BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 61 A. Setting Penelitian ……………………………………………… 61 B. Jenis dan Strategi Penelitian ………………………………….. 62 C. Data dan Sumber Data………………………………………… 64 D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………. 65 E. Teknik Cuplikan (Sampling) ………………………………….. 68 F. Validitas data ………………………………………………… 69 G. Teknik Analisis Data ………………………………………… 72 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………… 75 A. Deskripsi Latar………………………………………………… 75 B. Sajian Data …………………………………………………….. 85 C. Pokok-Pokok Temuan ………………………………………… 106 D. Pembahasan …………………………………………………… 109 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………………… 120 A. Simpulan ………………………………………………………. 120
viii
B. Implikasi ………………………………………………………. 121 C. Saran…………………………………………………………… 123 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 125 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 128
ix
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD Kelas IV…….... 87 Tabel 2 Silabus IPS SD Kelas IV……………………………………………. 113
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka Pikir …………………………………………………… 60 Gambar 2 Teknik Analisis Data Model Interaktif…………………………… 74 Gambar 3 Menara Masjid Sunan Kudus ……………………………………. 89 Gambar 4 Masjid Sunan Kudus……………………………………………… 90 Gambar 5 Gapuro Padureksan Kidul Menara ………………………………. 91 Gambar 6 Gapuro Kembar ………………………………………………….. 92 Gambar 7 Gapuro Samping …………………………………………………. 92 Gambar 8 Gapuro Gerbang Tajug…………………………………………… 93 Gambar 9 Pancuran Wudlu (8 Pancuran) ………………………………….. 93 Gambar 10 Makam Sunan Kudus…………………………………………… 94 Gambar 11 Altar Pemujaan Klenteng Hok Ling Bio…………………………. 95
xi
DAFTAR SINGKATAN IPS
: Ilmu Pengetahuan Sosial
SD
: Sekolah Dasar
SK
: Standar Kompetensi
KD
: Kompetensi Dasar
YM3SK
: Yayasan Menara, Masjid, dan Makam Sunan Kudus
KBM
: Kegiatan Belajar Mengajar
M3SK
: Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Daftar Informan ………………………………........................... 129 Lampiran 2 Deskripsi Hasil Wawancara …………………………………… 130 Lampiran 3 Proposal Kegiatan Karya wisata ……………………………….. 172 Lampiran 4 Foto-Foto Kegiatan dalam Penelitian ………………………….. 173
xiii
ABSTRAK Yuli Suryanti, S860208030. 2009. Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus Sebagai Media Pembelajaran IPS Sekolah Dasar: Studi Kasus di SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan 1) jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 2) kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 3) penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 4) kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se Gugus Pangeran Cendono, 5) cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono. Setting penelitian dilakukan di objek-objek Peninggalan Sejarah di Kabupaten Kudus serta di SD se Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus pada semester I Tahun Ajaran 2008/2009. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif berbentuk studi kasus terpancang. Data yang didapatkan berupa kata dan tulisan yang diperoleh dari informan dan dokumen. Pengambilan sampel digunakan teknik purposive sampling dan time sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi langsung baik berperan pasif maupun berperan aktif, dan analisis dokumen. Pengembangan validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi metode. Analisis data menggunakan analisis data model analisis interaktif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat digunankan sebagai media pembelajaran IPS/Sejarah SD adalah peninggalan sejarah yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran IPS SD kelas IV semester I yaitu menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya. Kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah peninggalan sejarah yang masih dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa. Sebelum guru melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru perlu mempersiapkan seperangkat alat pembelajaran. Selama proses pemebelajaran, jika guru mengalami kesulitan, maka guru harus bisa mengatasi kesulitan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi guru SD untuk meningkatkan kemampuan mengajar dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran.
xiv
ABSTRACT Yuli Suryanti, S860208030. 2009. The Historical Heritage in Kudus Residence as Social Studies Instructional Media for Elementary School (Case Study at SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Thesis: Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. The Purposes of the research are to describe : 1) the kinds of historical heritage which can be used as a social studies instructional media for Elementery School at Gugus Pangeran Cendono, 2) the factors or criteria which can be used to take the useful of historical heritage in Kudus Residence as Social studies insctructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 3) the planning of using historical heritage as Social Studies instructuonal media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 4) the teacher difficulties in using historical heritage in Kudus Residence as social studies instructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono, 5) the teacher manners to overcome the difficulties instructional media for Elementary School at Gugus Pangeran Cendono. The setting of the research was done at historical heritage in Kudus Regency at SD se- Gugus Pangeran Cendono in the first semester of academic year 2008/2009. The type of research is descrriptive qualitative formed case study. The data was gotten from informant or document in explanation and article form. The collecting data used interview, observation and document analysis. The writer also uses the triangulation method to measurement the validity data. The result of the study can be concluded that the historical heritage in Kudus regency which can be used as social studies instructional media in basic competency of fouth grade of Elementary school are : giving appreciate to the various historical heritage at the local environment ( regency, city, or province ) and watch over the preservation. The factor or criteria to determine the historical heritage elegibility as give clear descripton to the students. The teacher shall prepare the instructional media before doing the learning process. If the teacher have some difficulties in learning process, the teacher should over come it. The writer hopes this study will be reference to the teacher in improving their ability in using the historical heritage as a teaching media.
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPS adalah sebuah sistem. Sistem pembelajaran IPS mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan tujuan pembelajaran IPS pada khususnya. Komponen-komponen pembelajaran harus saling mendukung untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif. Salah satu komponen pembelajaran adalah media pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan guru untuk mengkomunikasikan materi dan bahan ajar kepada siswa. Media pembelajaran memberikan kemudahan kepada guru dan murid untuk menyamakan persepsi terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas. Guru dituntut untuk menentukan dan memilih media pembelajaran yang tepat. Pemilihan media harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) tujuan yang hendak dicapai, 2) ketersediaan sumber media, 3) ketersediaan dana, tenaga dan fasilitas, 4) keluwesan, kepraktisan, dan daya tahan media, serta 5) efektivitas media untuk waktu yang panjang (Dick dan Carey dalam Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 100). Media pembelajaran IPS yang dipilih oleh guru IPS SD sekarang ini adalah buku teks dan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Media buku teks lebih mudah didapatkan sehingga guru lebih memilih menggunakan media tersebut. Buku teks juga menyajikan materi pembelajaran
1xvi
dengan lengkap sehingga guru hanya menerangkan kepada siswa segala hal yang belum dipahami. Gambar-gambar sebagai media pembelajaran IPS dirasa kurang memberikan rangsangan kepada siswa untuk mengikuti pembelajaran IPS. Siswa hanya melihat gambar dua dimensi sehingga makna yang ingin diperoleh dengan menggunakan gambar-gambar tersebut sebagai media pembelajaran belum dapat tercapai. Bahkan beberapa siswa ada yang tidak mengerti maksud dari gambargambar yang ditunjukkan oleh guru, sehingga siswa bermain-main selama proses pembelajaran. Media buku teks dan gambar-gambar tidak mendukung kondisi pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Siswa cenderung bersikap pasif dalam pembelajaran bahkan beberapa menganggap pembelajaran dengan media buku teks dan gambar ini membosankan. Kebosanan siswa ini akan memberikan dampak pada rendahnya prestasi belajar siswa. Media pembelajaran yang digunakan guru selain buku teks dan gambargambar adalah media audio visual dengan menggunakan CD Pembelajaran. Selama proses pembelajaran dengan media CD ini guru tidak menjadi sumber belajar, hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Guru menyediakan media pembelajaran berupa CD dan membiarkan siswa belajar sendiri. Penggunaan media CD ini dapat lebih meningkatkan gairah siswa untuk memperhatikan pelajaran dari pada pembelajaran menggunakan media buku teks dan gambargambar. CD ini belum merupakan CD interaktif yang mengajak siswa berinteraksi selama proses pembelajaran berlangsung. Guru sebagai fasilitator dalam
xvii
pembelajaran selama menggunakan media CD justru menjadi pasif dan tidak berusaha menjadikan pembelajaran lebih interaktif dengan melibatkan siswa. Kondisi seperti ini membuat siswa lama kelamaan menjadi bosan melihat CD secara terus menerus. Kondisi pembelajaran IPS dengan menggunakan media buku teks, gambar dan CD yang tidak interaktif dan maksimal menuntut guru mencari media pembelajaran lain yang lebih interaktif dan menyenangkan. Upaya pemilihan media alternatif dapat dilakukan oleh guru dengan memanfaatkan bahan yang ada di lingkungan sekitar terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahan yang sudah ada di lingkungan akan memberikan nilai positif karena siswa ditunjukkan pada kondisi riil masyarakat sekitar dan siswa dapat terlibat langsung selama proses pembelajaran. Kabupaten Kudus memiliki peninggalan-peninggalan sejarah yang cukup lengkap, bahkan beberapa peninggalan sejarah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS. Peninggalan sejarah ini sebagian guru sudah pernah digunakan oleh guru IPS SD sebagai media pembelajaran, sehingga peninggalan sejarah tersebut dapat membantu guru dalam pembelajaran IPS yang lebih interaktif dan menyenangkan. Peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media pembelajaran akan mengarahkan peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPS. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPS selama ini tampaknya belum berkembang secara luas, hal ini didasarkan pada hasil penelitian dari Hamid Hasan (1998: 275) bahwa 95,17% guru IPS dalam pembelajaran mengguakan
xviii
metode ceramah dan ceramah bervariasi dengan penerapan seperti itu, maka peran guru mengarah pada satu – satunya sumber informasi, sehingga pembelajarannya hanya satu arah saja, tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir secara kritis analitis sehingga pembelajaran yang dialogis sulit diwujudkan. Kondisi pembejaran tersebut sudah saatnnya perlu adanya perubahan dimana gru tidak hanya sebagai informator tetapi juga sebagai fasilitator. Dengan guru sebagai fasilitator, maka kegiatan belajar mengajar akan lebih menyenangkan dan bermakna. Peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran akan memberikan gambaran konkret kepada siswa tentang peninggalan sejarah yang dimaksud dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD. Gambaran yang konkret ini akan memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil pembelajaran IPS SD.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Jenis peninggalan sejarah apa saja yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono? 2. Kriteria-kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan kelayakan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono? 3. Bagaimana pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono?
xix
4. Kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono? 5. Bagaimanakah
cara
guru
mengatasi
kesulitan
dalam
memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai Media Pembelajaran IPS di SD se-Gugus Pangeran Cendono. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: a. Jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono. b. Kriteria-keriteria
yang
digunakan
untuk
menentukan
kelayakan
pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono. c. Pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono. d. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD seGugus Pangeran Cendono.
xx
e. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang terkait dengan media pembelajaran khususnya pembelajaran IPS di SD.
2. Manfaat Praktis Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Guru Hasil
penelitian
ini
dapat
digunakan
untuk
menambah
kualitas
pembelajaran di SD sehingga siswa menjadi antusias dalam mengikuti pembelajaran terutama pembelajaran IPS. b. Siswa Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan perhatian, semangat, dan gairah belajar siswa dalam mengikuti KBM mata pelajaran IPS sehingga hasil pembelajaran lebih baik. c. Sekolah Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjalin kerja sama antara sekolah dengan tempat-tempat peninggalan sejarah yang sesuai dengan SK KD mata pelajaran IPS.
xxi
d. Pengambil Kebijakan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan informasi untuk pengambilan
kebijakan
yang
berhubungan
dengan
pemanfaatan
peninggalan sejarah setempat sebagai media pembelajaran IPS di SD.
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Peninggalan Sejarah a.
Pengertian Peninggalan Sejarah Sejarah atau dalam bahasa Inggris history berasal dari kata Yunani istoria yang berarti ilmu. Kata istoria digunakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, sebagai suatu penjelasan sistematis mengenai seperangkat gejala alam. Penggunaan ini sekarang dipakai untuk menjelaskan tentang natural history. Secara umum history atau sejarah berarti masa lampau manusia (Gottschalk, 1985: 27). Masa lampau telah berlalu, begitu pula kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang memang hanya sekali terjadi. Segala hal yang sudah dianggap lampau tidaklah sepenuhnya lenyap. Peristiwa-peristiwa masa lampau mempunyai beberapa akibat, sebab peristiwa-peristiwa
xxii
tersebut meninggalkan relics (barang peninggalan) atau traces (jejakjejak). Kata relics (barang peninggalan) dinyatakan oleh Collingwood sedangkan traces (jejak-jejak) dipergunakan oleh ahli metodologi, Langlois
dan
Seignobos.
Pengujian
terhadap
implikasi-implikasi
hubungan antara relics atau traces dan peristiwa (events) akan memberikan petunjuk dan bahan-bahan pada para ilmuwan untuk merekonstruksi peristiwa di masa lampau (Soeri Soeroto, 1980: 1 dan Renier, 1997: 101). Barang peninggalan atau jejak yang sampai tidak semuanya dapat digunakan untuk merekonstruksi peristiwa masa lampau. Barang peninggalan atau jejak dapat dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan manfaatnya untuk dijadikan bahan penulisan dalam rangka merekonstruksi masa lampau yaitu : 1) jejak atau peninggalan yang historis, yaitu jejak atau peninggalan yang menurut penilaian sejarawan memiliki atau mengandung informasi tentang kejadian-kejadian yang yang historis sehingga bisa digunakan untuk bahan penyusunan kejadian-kejadian itu sebagai kisah, 2) jejak atau barang peninggalan tak historis, yaitu jejak atau barang peninggalan yang informasi di dalamnya dianggap tidak memiliki nilai sejarah (Soeri Soeroto, 1980: 2). Peninggalan sejarah menurut UU No. 5 Tahun 1992 memiliki pengertian yaitu suatu benda buatan manusia, baik merupakan kesatuan atau kelompok, bagian-bagian yang telah berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun atau mewakili gaya khas dan mewakili masa gaya
xxiii
sekurang-kurangnya lima puluh tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Jejak-jejak sejarah atau peninggalan sejarah dan purbakala banyak mengandung informasi atau keterangan peristiwa dalam skala sempit maupun skala luas. Jejak sejarah atau peninggalan sejarah dan purbakala merupakan sumber informasi atau sumber sejarah. Selain itu, jejak sejarah ini merupakan bukti suatu kejadian atau sejarah masa lampau dan juga menjadi sumber belajar (Renier, 1997: 102).
b. Jenis-Jenis Peninggalan Sejarah Peninggalan sejarah atau jejak sejarah dapat dibedakan menjadi peninggalan sejarah material dan peninggalan sejarah non material. Peninggalan sejarah material adalah peninggalan sejarah yang berwujud benda dan dapat berupa peninggalan tertulis maupun peninggalan benda sejarah biasa. Peninggalan sejarah atau jejak sejarah untuk lebih mudahnya dibedakan menjadi tiga yaitu 1) peninggalan sejarah atau jejak sejarah immaterial, adalah ketentuan-ketentuan yang masih hidup atau terdapat dalam masyarakat seperti lembaga-lembaga sosial, kepercayaan, adat kebiasaan, norma-norma etik yang berlaku, tradisi, legenda, ketakhayulan, dan juga bahasa, 2) jejak sejarah atau peninggalan sejarah material adalah jejak atau peninggalan dari aktivitas orang yang hidup di masa lampau yang berwujud. Jejak material dapat berfungsi sampai sekarang, seperti masjid, candi, monumen-monumen, meja kursi, 3) jejak sejarah atau peninggalan sejarah tertulis dapat dikatakan mengajarkan
xxiv
sesuatu tentang apa yang terkandung di dalamnya atau dalam arti terbatas disebut dokumen (Soeri Soeroto, 1980: 2-3 dan Renier, 1997: 104).
c. Fungsi Peninggalan Sejarah Peninggalan sejarah memiliki Fungsi antara lain : (1) Sebagai bukti-bukti sejarah dan budaya, (2) Sebagai sumber-sumber sejarah, (3) objek ilmu pengetahuan sejarah dan budaya, (4) Cermin sejarah dan budaya, (5) sebagai media pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya, (6) sebagai media pendidikan budaya bangsa sepanjang masa, (7) sebagai media untuk memupuk kepribadian bangsa di bidang kebudayaan dan ketahanan nasional, (8) sebagai objek wisata (Tim Inventarisasi BCB, 2007: 2).
d. Upaya Pembelajaran dengan Memanfaatkan Peninggalan Sejarah Lingkungan yaitu situasi yang tersedia di mana pesan itu di terima oleh siswa. Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan fisik seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, taman, objek-objek peninggalan sejarah dan lain-lain. Lingkungan non fisik seperti penerangan sirkulasi udara dan lain-lain. Secara teoritis pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran mempunyai berbagai arti penting di antaranya lingkungan mudah di jangkau, biayanya relatif murah, objek permasalahan dalam lingkungan beraneka ragam dan menarik serta tidak pernah habis (Novrianti, 2008).
xxv
Sehubungan dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar ini, Nasution (dalam Novrianti: 2008) menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : dengan cara membawa sumber-sumber dari masyarakat ke atau lingkungan ke dalam kelas dan dengan cara membawa siswa ke lingkungan. Tentunya masing-masing cara tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan, metoda, teknik dan bahan tertentu yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Lebih lanjut Nasution menjelaskan ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam rangka membawa siswa ke dalam lingkungan itu sendiri yaitu metode Karya wisata, service proyek, school camping, surfer dan memperoleh
interviu.
Lewat
pengalaman
karyawisata umpamanya, secara
langsung,
siswa
akan
membangkitkan
dan
memperkuat belajar siswa, mengatasi kebosanan siswa balajar dalam kelas serta menanamkan kesadaran siswa tentang lingkungan dan mempunyai hubungan yang lebih luas dengan lingkungan. Namun metode karya wisata ini memiliki kelemahan yang berkaitan dengan waktu sehingga karya wisata ini perlu diperhatikan secara cermat. Demikian juga dengan metode lain yang membawa siswa ke luar kelas, metode yang dipilih memerlukan rencana yang lebih cermat dan matang serta harus berpedoman kepada tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Cara yang kedua yaitu dengan cara membawa sumber dan
xxvi
lingkungan luar ke dalam kelas, seperti membawa narasumber, contohcontoh dan koleksi tertentu ke dalam kelas. Kedua cara yang telah dijelaskan di atas sebenarnya saling berkaitan
satu
dengan
yang
lainnya
karena
keduanya
dapat
dikombinasikan. Misalnya melalui karya wisata siswa mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan berbagai benda sehingga koleksi benda tersebut dapat memperkaya khasanah laboratorium di sekolah dan sewaktu-waktu benda-benda tersebut dapat digunakan sebagai media sekaligus sebagai sumber belajar. Pendayagunaan lingkungan dalam proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Pemanfaatan ini dapat dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas atau dengan cara membawa siswa ke masyarakat (Oemar Hamalik, 2005:100). Pengertian lingkungan dalam hal ini adalah segala sesuatu baik yang berupa benda hidup maupun benda mati yang terdapat di sekitar kita (di sekitar tempat tinggal maupun sekolah). Berbagai benda yang terdapat di lingkungan dapat dipilih untuk dijadikan media dan sumber belajar bagi siswa di sekolah. Bentuk dan jenis lingkungan ini bermacam macam, misalnya : sawah, hutan, pabrik, lahan pertanian, gunung, danau, peninggalan sejarah, museum, dan sebagainya. Media di lingkungan juga bisa berupa benda-benda sederhana yang dapat dibawa ke ruang kelas, misalnya : batuan, tumbuh-tumbuhan, binatang, peralatan rumah
xxvii
tangga, hasil kerajinan, dan masih banyak lagi contoh yang lain (Aristo Rahadi, 2008: 1). Teknik penggunaan lingkungan sebagai media dan sumber pembelajaran menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007:209-212) yaitu: 1) Survey, yaitu siswa mengunjungi lingkungan seperti masyarakat setempat untuk mempelajari proses sosial, budaya, ekonomi, kependudukan, dan lain-lain. Kegiatan belajar dilakukan siswa melalui observasi, wawancara dengan nara sumber, mempelajari data atau dokumen yang ada dan lain-lain. Hasilnya dicatat dan dilaporkan untuk dibahas bersama dan disimpulkan oleh guru dan siswa untuk melengkapi bahan pembelajaran. 2) Camping atau kemah. Kemah memerlukan waktu yang cukup sebab siswa harus dapat menghayati bagaimana kehidupan alam seperti suhu, iklim, suasana dan lain-lain. 3) Karya wisata, yaitu kunjungan siswa keluar kelas untuk mempelajari objek tertentu sebagai bagian integral dari kegiatan kurikuler di sekolah. 4) Praktek lapangan dilakukan siswa untuk memperoleh keterampilan dan kecakapan khusus. 5) Mengundang nara sumber ke sekolah untuk memberikan penjelasan mengenai keahliannya di hadapan para siswa.
xxviii
6) Proyek pelayanan dan pengabdian pada masyarakat, yakni dengan melakukan kegiatan dalam rangka memberikan bantuan kepada masyarakat seperti pelayanan, penyuluhan, partisipasi dalam kegiatan masyarakat. Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan teknik-teknik di atas memiliki kelemahan yang terjadi saat pelaksanaannya, yaitu : 1) Kegiatan pembelajaran kurang dipersiapkan sebelumnya sehingga saat siswa dibawa ke lokasi tujuan pembelajaran tidak mengadakan proses pembelajaran. 2) Adanya kesan bahwa pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran
dengan
menggunakan
teknik-teknik
tersebut
membutuhkan waktu lama sehingga menghabiskan waktu untuk belajar di kelas. 3) Sempitnya pandangan guru bahwa kegiatan pembelajaran hanya terjadi di kelas (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2007: 209).
2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Kata ‘media’ berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata ‘medium’. Arti media secara harfiah adalah ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media berarti wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 2006:120). Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (wasaaila) atau pengantar pesan dari
xxix
pengirim kepada penerima pesan (Azhar Arsyad, 2007: 3). Media oleh Fleming dalam Azhar Arsyad (2007: 3) diganti dengan mediator yaitu penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Istilah mediator membuat media menunjukkan fungsi atau perannya yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar – siswa dan isi pelajaran. Mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih, dapat disebut media. Ringkasnya media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran. Suatu medium (jamak media) adalah pengertian dari sebuah komunikasi dan sumber informasi. Diperolah dari kata Latin yang artinya “antara”, istilah ini mengacu pada segala sesuatu
yang dapat
menyampaikan informasi antara sumber dan penerima (Smaldino, 2005:9) Makna
umum
media
adalah
segala
sesuatu
yang
dapat
menyalurkan informai dan sumber informasi kepada penerima informasi. Istilah media populer di bidang komunikasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran (Etin Solihatin & Raharjo, 2007:22-23). Schramm mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara
itu,
xxx
Briggs
berpendapat
bahwa
media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National
Education
Associaton
mengungkapkan
bahwa
media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras (Achmad Sudrajat, 2008). Secara garis besar dapat dipahami bahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Berdasarkan pengertian tersebut maka guru, buku teks, lingkungan sekolah merupakan media juga (Azhar Arsyad, 2007: 3). AECT dalam Arief S. Sadiman dkk (2002: 6) memberikan batasan media. AECT menyatakan bahwa media pembelajaran adalah: Semua sumber data (data, manusia, barang atau material) yang dapat digunakan oleh peserta didik secara individual atau secara bersamaan, biasanya menggunakan tata cara formal, untuk memfasilitasi pembelajaran. Sumber ini termasuk pesan-pesan, manusia, material, peralatan, teknik-teknik dan tempat atau lingkungan. Marshall
McLuhan
(dalam
Oemar
Hamalik,
2003:201)
berpendapat bahwa media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia. Gagne (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007:23) mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Kutipan dari Brigg oleh Etin Solihatin
xxxi
dan Raharjo (2007:23) menyebutkan bahwa media adalah alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar. Oemar Hamalik (2003:202) menyatakan bahwa media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks tetapi juga meliputi alat-alat sederhana seperti slide, fotografi, diagram, bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah. Media pembelajaran sifatnya lebih khusus, maksudnya media pendidikan yang secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah dirumuskan secara khusus. Alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/konkret. Alat bantu adalah alat (benda) yang digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam mengajar. Audio Visual Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan yang sama hanya saja penekanannya pada peralatan audio visual, sedangkan alat bantu belajar penekanannya pada pihak yang belajar. Semua istilah tersebut dapat kita rangkum dalam satu istilah umum yaitu media pembelajaran (Etin Solihatin & Raharjo, 2007:23)
b. Ciri-ciri Media Pembelajaran Berdasarkan batasan-batasan tentang media, media pembelajaran memiliki ciri-ciri umum. Ciri-ciri umum media menurut Azhar Arsyad (2007: 6) adalah :
xxxii
1) Media pembelajaran memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indera. 2) Media pembelajaran memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. 3) Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual dan audio. 4) Media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas. 5) Media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran. 6) Media pembelajaran dapat digunakan secara massal, kelompok besar dan kelompok kecil atau perorangan. 7) Sikap,
perbuatan,
organisasi,
strategi,
dan
manajemen
Arsyad
(2007:
yang
berhubungan dengan penerapan suatu ilmu. Gerlach
dan
Ely
dalam
Azhar
12-14)
mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. Tiga ciri media pembelajaran tersebut adalah: 1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)
xxxiii
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurutkan dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Suatu objek yang telah diambil gambarnya (direkam) dengan kamera atau video kamera dengan mudah dapat direproduksi kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu. Ciri ini amat penting bagi guru karena kejadian-kejadian atau objek yang telah direkam atau disimpan dengan format media yang dapat digunakan setiap saat. Peristiwa yang kejadiannya hanya sekali (dalam satu dekade atau satu abad) dapat diabadikan dan disusun kembali untuk keperluan pembelajaran. 2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property) Transfomasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut. Di samping dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut, suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat
xxxiv
menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Manipulasi kejadian atau objek dengan jalan mengedit hasil rekaman dapat menghemat waktu. 3) Ciri Distributif (Distributive Property) Ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Sekali informasi direkam dalam format media apa saja, ia dapat direproduksi seberapa kali pun dan siap digunakan secara bersamaan di berbagai tempat atau digunakan secara berulang-ulang di suatu tempat. Konsistensi informasi yang telah direkam akan terjamin sama atau hampir sama dengan aslinya.
c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2007: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivai dan minat belajar, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data
xxxv
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Levie dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2007: 16) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran., khususnya media visual, yaitu 1) fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan maksud visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran, 2) fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras, 3) fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar, 4) fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Media pembelajaran dengan kata lain berFungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.
xxxvi
Media pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (dalam Azhar Arsyad, 2007: 19), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu 1) memotivasi minat atau tindakan, 2) menyajikan informasi, dan 3) memberi instruksi. Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa untuk bertindak. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Akhmad Sudrajat (2008) menyatakan bahwa fungsi media pembelajaran adalah: 1) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta
didik
berbeda-beda,
tergantung
dari
faktor-faktor
yang
menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun
xxxvii
bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial; 2) media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek, yang disebabkan, karena : (a) objek terlalu besar; (b) objek terlalu kecil; (c) objek yang bergerak terlalu lambat; (d) objek yang bergerak terlalu cepat; (e) objek yang terlalu kompleks; (f) objek yang bunyinya terlalu halus; (f) objek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik; 3) media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya; 4) media menghasilkan keseragaman pengamatan; 5) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; 6) media membangkitkan keinginan dan minat baru; 7) media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar; 8) media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak. Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar sehingga dapat mempertinggi pencapaian hasil belajar. Alasan pertama berkenaan dengan peningkatan hasil belajar siswa adalah berkaitan dengan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: (1) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar; (2) materi pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih mudah dipahami siswa dan memungkinkan
xxxviii
siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik; (3) metode mengajar lebih membosankan sehingga tidak membosankan dan guru tidak kehabisan tenaga; (4) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan dan lain-lain; (5) alasan kedua mengapa media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir siswa mengikuti perkembangan dari berpikir konkret ke berpikir abstrak. Penggunaan media pembelajaran akan mengkonkretkan materi pembelajaran yang semula abstrak (Nana Sudjana & Ahmad Rivai, 2007: 2-3). Secara umum, manfaat media pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Manfaat media pembelajaran secara khusus seperti disampaikan oleh Kemp dan Dayton (dalam Etin Solihatin & Raharjo, 2007:13-25) adalah: 1) Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. Setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu konsep materi pelajaran tertentu. Penggunaan media pembelajaran dapat menghindari penafsiran yang berbeda terhadap suatu materi pelajaran. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan, dan warna, baik secara alami maupun manipulasi. Potensi media ini dapat
xxxix
membangkitkan rasa ingin tahu siswa, merangsang siswa beraksi baik secara fisik maupun emosional. Guru akan terbantu untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan membosankan. 3) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif. Media dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selama proses pembelajaran. 4) Efisiensi dalam waktu dan tenaga. Penggunaan media secara maksimal dapat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran secara lebih jelas dan siswa lebih dapat memahami materi yang sedang dibahas. 5) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien tetapi juga membantu siswa menyerap materi pelajaran lebih mendalam dan utuh. 6) Media memungkinkan proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara lebih leluasa, kapan pun dan di mana pun. 7) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar. Proses pembelajaran yang menarik akan menumbuhkan inisiatif dan kreativitas siswa. 8) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Pemanfaatan media dengan baik akan memberikan peluang waktu yang banyak bagi guru sehingga waktunya tidak habis untuk menjelaskan
xl
materi pelajaran, tetapi dapat memberi perhatian pada aspek edukatif lain seperti membantu kesulitan belajar siswa, memotivasi belajar dan lain-lain. Dale dalam Azhar Arsyad (2007: 23) mengemukakan bahwa bahan-bahan audio visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasikan : 1) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas; 2) Membuahkann perubahan signifikan tingkah laku siswa; 3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran, kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa; 4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa; 5) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa; 6) Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatnya hasil belajar; 7) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari; 8) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsepkonsep yang bermakna dapat dikembangkan;
xli
9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat; 10) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna. Media memiliki beragam fungsi dalam pendidikan. Fungsi utama media adalah untuk memfasilitasi pembelajaran siswa. Salah satu cara media memfasilitasi pembelajaran adalah dengan menyajikan simulasi lingkungan yang diperkaya. Media dapat menyediakan beragam pengalaman, di mana siswa tidak perlu pergi ke luar negeri untuk mempelajarinya. Media viual dapat memberikan arti yang lebih mendalam bagi kata-kata. Siswa dapat melihat bentuk penemuan baru, tidak hanya mendengar atau membaca deskripsi penemuan baru secara lisan. Media memiliki fungsi lain yaitu media digunakan dalam evaluasi. Siswa dapat diminta untuk mengidentifikasi sebuah objek atau bagian objek pada gambar atau mendeskripsikan pergerakan komposisi musik yang diperdengarkan melalui tape recorder (Newby, etc, 1996: 100-101). Encyclopedia of Educational Research dalam Azhar Arsyad (2007: 25) merincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut: 1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme. 2) Memperbesar perhatian siswa.
xlii
3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap. 4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa. 5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup. 6) Membantu
tumbuhnya
pengertian
yang
dapat
membantu
perkembangan kemampuan berbahasa. 7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
d. Macam-macam Media Pembelajaran Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Beberapa media yang akrab dan hampir semua sekolah memilikinya adalah buku teks dan papan tulis. Pengenalan dan pemanfaatan media pembelajaran yang lain oleh guru mutlak dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Media pembelajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan, orang dan peralatan. Perkembangan media pembelajaran mengikuti
perkembangan
teknologi.
Teknologi
paling
tua
yang
dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Selanjutnya lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan
xliii
pembelajaran. Teknologi yang terakhir muncul adalah teknologi mikroprosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif (Seels & Richey dalam Azhar Arsyad, 2007: 29). Media pembelajaran dapat digolongkan menjadi empat berdasarkan perkembangan teknologi di atas yaitu : 1) Media hasil teknologi cetak. Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto atau representasi fotografik dan reproduksi. Materi cetak dan visual merupakan dasar pengembangan dan penggunaan kebanyakan
media
pembelajaran
yang
lain.
Teknologi
ini
menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak. Dua komponen pokok teknologi ini adalah materi teks verbal dan materi viual yang dikembangkan berdasarkan teori yang berkaitan dengan persepsi visual, membaca, memproses informasi, dan teori belajar. Teknologi cetak memiliki ciri-ciri yaitu : a) teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan ruang, b) baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah dan reseptif, c) teks dan visual ditampilkan statis (diam), d) pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip kebahasaan dan persepsi visual, e) baik teks maupun visual berorientasi pada siswa, f) informasi dapat diatur kembali atau ditata ulang oeh pemakai.
xliv
2) Media hasil teknologi audio-visual. Pembelajaran melalui audio-visual memakai perangkat keras selama proses pembelajaran seperti mesin proyektor film, tape recoder, dan proyektor visual yang lebar. Ciri-ciri utama media hasil teknologi audiovisual adalah: a) mereka biasanya bersifat linear, b) biasanya menyajikan visual yang dinamis, c) digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya, d) merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak, e) dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif, f) berorientasi pada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah. 3) Media hasil teknologi berbasis komputer. Perbedaan antara media ini dengan
dua
media
hasil
teknologi
lainnya
adalah
karena
informasi/materi disimpan dalam bentuk digital, bukan dalam bentuk cetakan atau visual. Berbagai jenis aplikasi teknologi berbasis komputer dalam pembelajaran dikenal dengan computer-assisted instruction (pembelajaran dengan bantuan komputer). Aplikasi tersebut apabila dilihat dari cara penyajian dan tujuan yang ingin dicapai meliputi tutorial (penyajian materi pelajaran secara bertahap), drills and practice (latihan untuk membantu siswa menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya), permainan dan simulasi (latihan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari), dan basis data (sumber yang dapat membantu siswa menambah informasi dan pengetahuannya sesuai dengan keinginan masing-
xlv
masing). Ciri-ciri media hasil teknologi komputer adalah: a) dapat digunakan secara acak, non-sekuensial, atau secara linear, b) dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/pengembang sebagaimana direncanakannya, c) biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan grafik, d) prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini, e) pembelajaran dapat berorientasi siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi. 4) Media hasil teknologi gabungan. Perpaduan beberapa jenis teknologi dianggap teknik yang paling canggih apabila dikendalikan oleh komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random acces memory yang besar, hard disk yang besar dan monitor yang beresolusi tinggi ditambah dengan periperal (alat-alat tambahan seperti videodisk, player, perangkat keras untuk bergabung dalam satu jaringan, dan sistem audio. (Azhar Arsyad, 2007: 29-32). Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2007:3-4) menyatakan bahwa ada beberapa jenis media yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu : (1) Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagaram, poster, kartun, komik dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi yakni media yang hanya memiliki ukuran panjang dan lebar. Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, diorama dan lain-
xlvi
lain; (2) Media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain; (3) Penggunaan lingkungan. Anderson seperti dikutip oleh Etin Solihatin & Raharjo (2007:26) mengelompokkan media menjadi sepuluh golongan sebagai berikut: (1) Audio. Contoh dalam pembelajaran adalah kaset audio, siaran radio, CD, telepon; (2) Cetak. Contoh: buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar; (3) Audio cetak. Contoh: kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis; (4) Proyeksi visual diam. Contoh: OHT (overhead Tranparency), slide; (5) Proyeksi audiovisual diam. Contoh: slide bersuara; (6) Visual gerak. Contoh: film bisu; (7) Audio-visual gerak. Contoh: film gerak bersuara, VCD, televisi; (8) Objek fisik. Contoh: benda nyata, model, spesimen; (9) Manusia dan lingkungan. Contoh: guru, pustakawan, laboran; (10) Komputer. Contoh: CAI (pembelajaran berbantuan komputer), CBI (pembelajaran berbasis komputer). Pengertian media pembelajaran, memberikan penafsiran media pembelajaran dari sudut pandang yang luas, dalam arti tidak hanya terbatas pada alat-alat audio/visual yang dapat dilihat dan didengar, melainkan sampai pada kondisi di mana para siswa dapat melakukan sendiri, dalam pola demikian itu, maka tercakup pula di dalamnya pribadi dan tingkah laku guru Secara menyeluruh macam media pembelajaran adalah: 1) Bahan-bahan cetakan atau bacaan (suplementary materials), berupa bahan bacaan seperti: buku, koran, komik, majalah, bulletin, folder,
xlvii
periodikal,
pamflet,
dan
lain-lain.
Bahan-bahan
ini
lebih
mengutamakan kegiatan membaca atau penggunaan simbol-simbol kata dan visual. 2) Alat-alat audio-visual. Alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, terdiri dari: a) Media tanpa proyeksi, seperti: papan tulis, papan tempel, papan planel, bagan, diagram, grafis, poster, kartoon, gambar, dan lain-lain; b) Media pembelajaran tiga dimensi. Alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, terdiri dari: model, benda asli, contoh/specimen, benda tiruan/mock-ups, diorama, boneka, topeng, peta, globe, pameran, museum sekolah, dan lain-lain; c) Media pembelajaran yang mengunakan teknik atau masinal. Alat-alat yang tergolong ke dalam kategori ini, meliputi antara lain: slide dan film strip, OHP, film, rekaman radio, televisi, laboratorium, perkakas otoinstruktif, ruang kelas otomatis, sistem interkomuniasi, dan komputer. 3) Sumber-sumber masyarakat. Berupa objek-objek, peninggalan sejarah, dokumentasi, bahan-bahan, masalah-masalah, dan sebagainya dari berbagai bidang, yang meliputi: daerah, penduduk, sejarah, jenis-jenis kehidupan, mata pencaharian, industri, perbankan, perdagangan, pemerintahan, kebudayaan, politik, dan lain-lain. Untuk mempelajari hal-hal tersebut diperlukan berbagai metode, yakni: karyawisata, manusia sumber, survey, berkemah, pengabdian sosial, kerja pengalaman, dan lain-lain.
xlviii
4) Kumpulan benda-benda (material collections). Berupa benda-benda atau barang-barang yang dibawa dari masyarakat ke sekolah untuk dipelajari, seperti: potongan kaca, potongan sendok, daun, bibit, bahan kimia, darah, dan lain-lain. 5) Contoh-contoh kelakuan yang dicontohkan oleh guru. Meliputi semua contoh kelakuan yang ditunjukkan oleh guru sewaktu mengajar, misalnya dengan tangan, dengan kaki, gerakan badan, mimik, dan lain-lain. Peragaan tersebut sangat tergantung kepada kreasi dan inisiatif pribadi guru sendiri. Jenis media ini hanya dapat dilihat, didengar dan ditiru oleh siswa. (http://www.blogger.com/feeds/2754832685471863545/posts/default)
e. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran menurut Etin Solihatin & Raharjo (2007:31-32) dan Nana Sudjana & Ahmad Rivai (2007:4-5) adalah sebagai berikut: 1) Tujuan.
Media
pembelajaran
dipilih
atas
dasar
tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran tersebut harus masuk dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 2) Sasaran Didik. Pemilihan media harus relevan dengan karakteristik, jumlah, latar belakang sosial, motivasi dan minat belajar peserta didik.
xlix
3) Karakteristik media yang bersangkutan. Pemilihan media harus tepat dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan media tersebut dalam mendukung proses pembelajaran. 4) Waktu. Tersedianya waktu untuk menggunakan media yang dipilih sehingga
dapat
bermanfaat
bagi
siswa
selama
pembelajaran
berlangsung. 5) Biaya. Penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Jika penggunaan suatu media mengakibatkan pemborosan maka media tersebut kurang tepat dipilih. 6) Ketersediaan media. Media yang diperlukan mudah diperoleh setidaktidaknya mudah dibuat oleh guru. Media yang susah diperoleh sebisa mungkin dihindari. 7) Konteks penggunaan media. Konteks penggunaan maksudanya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Dalam hal ini perlu merancang strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaan media tersebut dalam pembelajaran. 8) Mutu teknis. Kriteria ini terutama dipakai untuk memilih atau membeli media siap pakai, sehingga perlu dipilih media yang berkualitas sehingga saat penggunaannya tidak menimbulkan masalah.
l
9) Sesuai dengan taraf berpikir siswa. Pemilihan media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.
f. Prinsip Pemanfaatan Media Heinich, dkk dalam Azhar Arsyad (2007: 67) mengajukan model perencanaan model perencanaan penggunaan media yang efektif yang dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze learner characteristics, State objective, Select or modify media, Utilize, Require learner response, and Evaluate). Model ini menyarankan enam kegiatan utama dalam perencanaan pembelajaran sebagai berikut: 1) Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, apakah mereka siswa sekolah lanjutan atau perguruan tinggi, anggota organisasi pemuda, perusahaan, usia, jenis kelamin, latar belakang budaya dan sosial ekonomi, serta menganalisis karakteristik khusus mereka yang meliputi antara lain pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal mereka. 2) Menyatakan atau merumuskan tujuan pembelajaran, yaitu perilaku atau kemampuan baru (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang diharapkan dimiliki dan dikuasai siswa, setelah proses belajar mengajar selesai. Tujuan ini akan mempengaruhi pemilihan media dan uruturutan penyajian dan kegiatan belajar. 3) Memilih, memodifikasi, atau merancang dan mengembangkan materi dan media yang tepat. Apabila materi dan media pembelajaran yang telah tersedia akan dapat mencapai tujuan, materi, dan media itu
li
sebaiknya digunakan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Di samping itu perlu pula diperhatikan apakah materi dan media akan mampu membangkitkan minat siswa, memiliki ketepatan informasi, memiliki kualitas yang baik, memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi, telah terbukti efektif – jika pernah diujicobakan, dan menyiapkan petunjuk untuk berdiskusi atau kegiatan follow – up. 4) Menggunakan materi dan media, setelah memilih materi dan media yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana dan berapa banyak waktu yang diperlukan untuk menggunakannya. 5) Meminta tanggapan siswa. Guru sebaiknya mendorong siswa untuk memberikan respon dan umpan balik mengenai keefektifan proses belajar mengajar. 6) Mengevaluasi proses belajar. Tujuan utama evaluasi di sini adalah untuk
mengetahui
tingkat
pencapaian
siswa mengenai
tujuan
pembelajaran, keefektifan media, pendekatan, dan guru sendiri. Berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media dari segi teori belajar menurut Azhar Arsyad (2007: 72-75) adalah sebagai berikut: 1) Motivasi. Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk beajar dari pihak siswa sebelum meminta perhatiannya untuk mengerjakan tugas dan latihan. Pengalaman yang akan dialami siswa harus relevan dan bermakna baginya.
lii
2) Perbedaan individual. Siswa belajar dengan cara dan tingkat kecepatan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti kemampuan intelegensia, tingkat pendidikan, kepribadian, dan gaya belajar mempengaruhi kemampuan dan kesiapan siswa untuk belajar. Tingkat kecepatan penyajian informasi melalui media harus berdasarkan kepada tingkat pemahaman. 3) Tujuan pembelajaran. Jika siswa diberitahukan apa yang diharapkan mereka pelajari melalui media pembelajaran itu, kesempatan untuk berhasil dalam pembelajaran semakin besar. Pernyataan mengenai tujuan belajar yang ingin dicapai juga dapat mendorong perancang dan penulis materi pelajaran. Tujuan ini akan menentukan bagian isi mana yang harus mendapatkan perhatian pokok dalam media pembelajaran. 4) Organisasi isi. Pembelajaran akan mudah jika isi dan prosedur atau keterampilan fisik yang akan dipelajari diatur dan diorganisasikan ke dalam urut-urutan yang bermakna. Siswa akan memahami dan mengingat lebih lama materi pelajarn yang secara logis disusun dan dirut-urutkan secara teratur. 5) Persiapan sebelum belajar. Siswa sebaiknya telah menguasai secara baik pelajaran dasar atau memiliki pengalaman yang diperlukan secara memadai yang mungkin merupakan prasyarat untuk penggunaan media dengan sukses. Rancangan materi pembelajaran harus ditujukan kepada sifat dan tingkat persiapan siswa.
liii
6) Emosi. Pembelajaran yang melibatkan emosi dan perasaan pribadi serta kecakapan amat berpengaruh dan bertahan. Media pembelajaran adalah cara yang sangat baik untuk menghasilkan respons emosional seperti takut, cemas, empati, cinta kasih, dan kesenangan. Perhatian khusus harus ditujukan kepada elemen-elemen rancangan media jika hasil yang diinginkan berkaitan dengan pengetahuan dan sikap. 7) Partisipasi. Agar pembelajaran berlangsung dengan baik, seorang siswa
harus
menginternalisasikan
informasi,
tidak
sekedar
diberitahukan kepadanya. Belajar memerlukan kegiatan. Partisipasi aktif oleh siswa jauh lebih baik dari pada mendengarkan dan menonton secara pasif. Partisipasi artinya kegiatan mental atau fisik yang terjadi di sela-sela penyajian materi pelajaran. Dengan partisipasi kesempatan lebih besar terbuka bagi siswa untuk memahami dan mengingat materi pelajaran. 8) Umpan balik. Hasil belajar dapat meningkat apabila secara berkala siswa diinformasikan kemajuan belajarnya. Pengetahuan tentang hasil belajar, pekerjaan yang baik, atau kebutuhan untuk perbaikan pada sisi-sisi tertentu akan memberikan sumbangan terhadap motivasi belajar yang berkelanjutan. 9) Penguatan (reinforcement). Apabila siswa berhasil belajar, ia didorong untuk terus belajar. Pembelajaran yang didorong oleh keberhasilan sangat bermanfaat, dapat membangun kepercayaan diri, dan secara positif mempengaruhi perilaku di masa-masa yang akan datang.
liv
10) Latihan dan pengulangan. Sesuatu hal yang baru jarang sekali dapat dipelajari secara efektif hanya dengan sekali jalan. Agar suatu pengetahuan atau keterampilan dapat menjadi bagian kompetensi atau kecakapan
intelektual
seseorang,
haruslah
pengetahuan
atau
keterampilan itu sering diulangi dan dilatih dalam berbagai konteks. Dengan demikian ia dapat tinggal dalam ingatan jangka panjang. 11) Penerapan. Hasil belajar yang diinginkan adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerapkan atau mentransfer hasil belajar pada masalah atau situasi baru. Tanpa dapat melakukan ini, pemahaman sempurna belum dapat dikatakan dikuasai. Prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan media sesuai pendapat Etin Solihatin & Raharjo (2007:32-33) adalah : 1) Setiap jenis media memiliki kelebihan dan kelemahan. Satu media tidak akan cocok jika diterapkan dalam segala macam proses belajar dan dapat mencapai semua tujuan belajar. 2) Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi perlu dilakukan tetapi penggunaan media terlalu banyak secara sekaligus akan membingungkan siswa bahkan tidak akan memperjelas pelajaran. 3) Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. 4) Sebelum media digunakan harus direncanakan dengan matang dalam penyusunan rencana pelajaran. 5) Hindari penggunaan media hanya sebagai selingan atau sekadar pengisi waktu luang.
lv
6) Perlu melakukan persiapan sebelum menggunakan media. Kurangnya pesiapan justru membuat proses kegiatan belajar mengajar tidak efektif dan efisien. Nana Sudjana seperti dikutip Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain
(2006:127)
mengemukakan
prinsip-prinsip
pemilihan
dan
pemanfaatan media adalah sebagai berikut: 1) Menentukan jenis media dengan tepat, artinya, guru memilih terlebih dahulu media mana yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan. 2) Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat, artinya perlu diperhitungkan apakah penggunaan media sesuai dengan tingkat kematangan/kemampuan anak didik. 3) Menyajikan media dengan tepat, artinya teknik dan metode penggunaan media dalam pembelajaran harus sesuai dengan tujuan, bahan, metode, waktu, dan sarana yang ada. 4) Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya kapan dan dalam situasi mana media digunakan pada waktu mengajar.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam Tim Penyusun (2006: 5) tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan
lvi
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (b) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) kelompok mata pelajaran estetika; (e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial termasuk dalam kelompok mata pelajaran yang dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Selain itu mencakup juga kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Tim Penyusun, 2006: 5). Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan berasal Social Studies (studi sosial). Jarolimek (dalam Suhartono, 1994:2) berpendapat bahwa pada dasarnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi mereka (anak-anak) berperan serta dalam kelompok hidupnya. Pendapat Jarolimek tersebut bila dikaji, lebih menekankan kepada pembentukan anak sebagai warga atau anggota yang mampu berperan
lvii
serta dalam kelompok hidupnya dan belum memberikan batasan yang jelas dalam mengemukakan pengertian IPS. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan suatu fusi atau paduan dari sejumlah mata pelajaran sosial. Kemudian Naution melengkapi pendapatnya dan mendefinisikan IPS sebagai suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam, fisik maupun dalam lingkungan sosialnya di mana bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, seperti sejarah, geografi, ekonomu, antropologi, sosiologi, ilmu politik, psikologi (Sutiyah, 1991: 1-2). Dari pengertian ini dapat ditemukan bahwa kelompok hidup dapat diartikan luas yaitu masyarakat dunia (dari keluarga, rukun tetangga sampai PBB). William B Ragan (dalam Sutiyah, 1191: 3) menyatakan bahwa Studi sosial adalah berkenaan dengan pemberian informasi yang luas, pengembangan keterampilan sosial dan penyempurnan sosial perilaku. Program studi sosial mengambil materi dari berbagai ilmu sosial, tetapi juga mengambil bahan-bahan dari masyarakat setempat yang tidak dapat digolongkan pada salah satu disiplin ilmu-ilmu sosial. Program studi sosial di Sekolah Dasar modern tidaklah menekankan kepada subjek pokok saja, tetapi kepada Fungsi dari pokok-pokok bahasan yang menjadi sumber pengembangan keterampilan sosial, tingkah laku sosial anak didik. Michaelis (dalam Suhartono, 1994:3) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai berikut : Program IPS meliputi aspek-aspek hubungan manusia dan nilainilai sosial, kondisi, serta perubahan yang dipercaya sangat besar kepentingannya bagi pendidikan umum para siswa. Interaksi kemanusiaan dikaji secara mendalam dalam kajian hubungan
lviii
antara manusia satu dengan yang lain, antara manusia dengan lembaga atau institusi, antara manusia dengan lingkungan alam, dan antara manusia dengan sistem nilai. Aspek-aspek sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi latar belakang perkembangan budaya kita diselidiki dalam suatu latar yang bervariasi, seperti sekolah, keluarga dan komunitas, negara bagian, wilayah serta dalam negara. Kebudayaan lain, kuno maupun modern, dipelajari juga. Dari definisi yang disampaikan di atas, dapat diketahui bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan perpaduan kajian ilmu-ilmu sosial ekonomi,
sosiologi,
politik,
geografi,
sejarah,
dan
civil
atau
ketatanegaraan.
b. Tujuan Pembelajaran IPS Tujuan pembelajaran IPS SD terkait langsung dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 4 adalah sebagai berikut : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Michaclis, Grossman dan Scoot (dalam Suhartono, 1994: 7) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah 1) untuk memungkinkan para siswa berFungsi secara efektif sebagai warga negara sesuai dengan nilai-nilai yang menghormati individu, kesamaan, keadilan,
lix
dan kesejahteraan umum, 2) untuk mengembangkan pengertian tentang interaksi dan hubungan manusia berdasarkan data, konsep, dan generalisasi yang mengambil dari ilmu-ilmu pengetahuan sosial, 3) untuk mengembangkan proses berpikir, membuat keputusan, menemukan dan menilai, 4) untuk mengembangkan dan melatih individu dan kelompok belajar bekerja yang menyediakan keterampilan-keterampilan untuk ilmu pengetahuan sosial, 5) untuk mengembangkan sikap dan keterampilan yang mencakup belajar bagaimana belajar. Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Mengenal
konsep-konsep
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat dan lingkungannya. b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Para ahli sering mengaitkan tujuan IPS dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Gross (dalam Etin Solihatin dan Rahardjo, 2007: 14) menyebutkan bahwa tujuan
lx
IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Tujuan lain IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. Kosasih (dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007: 14) menyatakan bahwa IPS membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat di mana siswa tumbuhh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sektarnya. Pendidikan IPS membantu siswa dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi sehingga akan
menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya. Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan
memberi
bekal
kemampuan
dasar
kepada
siswa
untuk
mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dan tujuan dari pendidikan IPS, dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, strategi dan media pembelajaran senantiasa harus ditingkatkan, agar pembelajaran IPS benar-benar mampu mengondisikan upaya pembekalan kemampuan dan keterampilan dasar bagi siswa untuk menjadi manusia dan warga
lxi
negara yang baik (Kosasih dan Azis Wahab dalam Etin Solihatin dan Raharjo, 2007: 15).
c. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial Pembahasan tentang keterkaitan antara tujuan pembelajaran dengan ruang lingkup atau isi pelajaran IPS SD, terlebih dahulu perlu dikemukakan rincian pembelajaran IPS SD berdasarkan analisis terhadap tujuan tersebut. Fraenkel (dalam Suhartono, 1994: 8–9) mengemukakan adanya empat kategori kemampuan yang ada dalam tujuan pembelajaran IPS SD, sebagai berikut: 1) Pengetahuan, tujuan utama dari pengajaran IPS SD adalah membantu siswa belajar tentang diri mereka sendiri, lingkungan fisik serta lingkungan sosial mereka. 2) Keterampilan, yang utama lainnya adalah keterampilan ilmu pengetahuan sosial meliputi keterampilan berpikir, keterampilan akademik, dan keterampilan sosial. 3) Sikap, terbagi menjadi dua kategori yaitu sikap perilaku intelektual meliputi
keterbukaan,
keobjektifan,
keterbatasan,
empati,
dan
toleransi. Sedangkan sikap perilaku sosial meliputi kesadaran dan minat, tanggung jawab serta keterlibatan atau peran serta. 4) Nilai, nilai yang utama dalam pengajaran IPS SD adalah nilai-nilai demokrasi yang meliputi harkat dan martabat dari setiap manusia, kebebasan pribadi, kesamaan dan keadilan bagi semua orang,
lxii
perdamaian dan ketertiban di antara manusia, persamaan ekonomi, dan rasa tanggung jawab. George W. Maxim (dalam Suhartono, 1994: 9) membagi pengembangan dalam pengajaran IPS SD menjadi empat meliputi pengembangan pengetahuan, pengembangan kepercayaan demokratis, pengembangan keterampilan berpikir, dan pengembangan berpatisipasi. Berdasarkan analisis tujuan pengajaran IPS SD menurut Fraenkel dan Maxim maka pembelajaran IPS merupakan sebuah sistem pembelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran, isi pelajaran, media, teknik dan latar. Komponen-komponen pembelajaran saling terkait satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain antara tujuan pembelajaran IPS SD dengan isi pelajaran IPS SD haruslah saling terkait, konsisten, dan berkesesuaian antara satu dengan yang lain. Tujuan pembelajaran IPS SD adalah berjenjang, maka isi pelajaran IPS SD juga berjenjang. Perjenjangan dalam isi pelajaran IPS SD dan hakikat pembelajaran IPS SD yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, memiliki pengaruh terhadap ruang lingkup pembelajaran IPS SD. Pengaruh ini berupa adanya kecenderungan ruang lingkup pembelajaran IPS SD dimulai dari lingkup yang sempit ke arah lingkup yang luas (Suhartono, 1994: 9). Fraenkel
mengungkapkan
bahwa
isi
yang
menjadi
fokus
pembelajaran IPS SD meliputi: 1) keluarga, 2) komunitas lokal, 3) tempat komunitas, 4) sumbangan berbagai kelompok terhadap Negara Kesatuan
lxiii
Amerika Serikat, 5) sumbangan Afrika, Indian, Portugis, dan Spanyol terhadap Amerika Tengah dan Selatan, dan 6) Amerika Serikat–Rakyat dan perkembangannya. Maxim mengemukakan bahwa ruang lingkup pembelajaran IPS SD meliputi : 1) orang dalam keluarga, 2) orang dalam bertetangga, 3) orang dalam komunitas atau kota, 4) orang dalam negara bagian, 5) orang dalam negara Amerika, dan 6) orang dalam perubahan. Berdasarkan uraian dari Fraenkel dan Maxim, maka kajian lanjut terhadap hakikat pembelajaran IPS SD di Indonesia meliputi empat dimensi. Keempat dimensi pembelajaran IPS tersebut adalah sebagai berikut : 1) Dimensi Personal, yaitu konsepsi, nilai-nilai, gaya belajar mengajar yang dimilki oleh siswa dan guru. 2) Dimensi sosial, yaitu interaksi antara siswa dengan siswa lain, siswa dengan guru, siswa dan guru dengan lingkungan budaya, nilai, sikap, adat istiadat, serta lingkungan alam yang dekat maupun yang jauh dari masyarakat di mana mereka (siswa dan guru) hidup. 3) Dimensi waktu, yaitu interaksi antara manusia dengan masa lampau, saat ini dan masa mendatang. 4) Dimensi tempat, yaitu interaksi manusia dengan tempat hidupnya dan dengan tempat lain yang bukan tempat hidupnya sehari-hari, (Suhartono dkk, 1994:5). Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD menurut Tim Penyusun (2006) meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
lxiv
a. Manusia, Tempat, dan Lingkungan. b. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan. c. Sistem Sosial dan Budaya. d. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. Dari ruang lingkup pengajaran IPS SD ini dapat diketahui bahwa adanya lintas disiplin ilmu (interdisipliner) di dalamnya. Disiplin ilmu yang bahan kajiannya termasuk dalam IPS SD adalah geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah (Mulyasa, 2006; Tim Penyusun, 2006).
d. Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial Konsep IPS menurut Etin Solihatin dan Raharjo (2007: 15-16) di Indonesia dibagi menjadi 14 aspek yaitu interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman/kesamaan/perbedaan, konflik dan konsensus, pola, tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dam pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, nasionalisme. Penjelasan masing-masing aspek tersebut adalah : 1) Interaksi Interaksi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga manusia harus mampu melakukan interaksi dengan pihak lain. Interaksi dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal. Interaksi memiliki 3 unsur, yaitu komunikator (orang yang melakukan komunikasi), komunikan (orang yang dijadikan sasaran atau objek)
lxv
dan informasi (bahan yang dijadikan komunikasi atau interaksi). Hal ini dilakukan karena manusia memiliki naluri untuk berinteraksi, berhubungan, dan bergaul dengan sesamanya sejak dilahirkan sampai sepanjang hidupnya. Interaksi dapat semakin bertambah sejalan dengan
semakin
meluasnya
pergaulan
dan
seiring
dengan
bertambahnya usia seseorang. 2) Saling ketergantungan Setiap orang dapat dipastikan memerlukan orang lain, meskipun hanya untuk berinteraksi sejenak. Oleh karena itu, manusia harus menghargai manusia lainnya, sebab baik secara langsung maupun tidak langsung seseorang memerlukan bantuan orang lain. Manusia dapat saling bergantung dalam beragam cara, mulai dari pemeliharaan (perawatan) dan dukungan perasaan sampai pada pertukaran barang dan jasa. Manusia tidak dapat hidup secara sendiri secara layak. 3) Kesinambungan dan perubahan Sejumlah nilai, simbol dan kebiasaan yang lahir dari satu generasi senantiasa dipelihara dan disosialisaikan kepada generasi berikutnya. Meskipun terjadi pembaharuan dan perubahan tetapi inti dan muatan nilai, simbol dan kebiasaannya pada umumnya tetap diteruskan secara berkesinambungan.
Kesinambungan
kehidupan
dalam
suatu
masyarakat terjadi karena adanya lembaga perkawinan, melalui lembaga perkawinan manusia dilahirkan dan dapat melanjutkan keturunan
yang
kemudian
lxvi
melakukan
perkawinan
pula.
Kesinambungan masyarakat.
ini
Individu,
terjadi
dalam
kelompok
berbagai dan
aspek
masyarakat
kehidupan mengalami
perubahan, tidak ada yang berhenti berproses. 4) Keragaman/kesamaan/perbedaan Setiap orang memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang merupakan keunikan setiap orang. Keunikan ini harus dihargai sebagai sesuatu yang datang secara kodrati dan alami. Keragaman, perbedaan dan kesamaan terjadi karena setiap individu menginginkan keberadaan dirinya (eksistensinya). Semakin banyak jumlah manusia maka semakin beraneka ragam perangai dan pada akhirnya
akan
memunculkan banyak perbedaan di masyarakat. 5) Konflik dan konsensus Konflik dan konsensus merupakan dua kegiatan laksana pedang bermata dua. Masyarakat senantiasa memunculkan konflik yang ditimbulkan oleh berbagai sebab, bahkan konflik dapat muncul di dalam dirinya sendiri. Konsensus dapat muncul setelah adanya konflik atau bahkan sebaliknya karena satu pihak dengan pihak tertentu melakukan konsensus maka pihak ketiga justru menimbulkan konflik. Fenomena ini terjadi setiap saat dengan skala dan kualitas yang berbeda-beda. Konsensus atau kesepakatan dapat menghindari atau pun mengatasi konflik. Konsensus sangat penting untuk menjalin kerja sama, menegakkan tertib hidup bermasyarakat, bahkan tertib hidup internasional. Konsensus dapat dicapai dengan berbagai cara seperti
lxvii
melalui dialog, diskusi, perundingan, saling menolong,
serta
pengorbanan kepentingan diri demi untuk kepentingan umum. 6) Pola Pola dapat diartikan sebagai suatu corak, model, atau bentuk yang sama yang ditiru, yang terulang, dan bersifat repetitif. Setiap pribadi maupun masyarakat memiliki pola hidup tersendiri. Pola hidup yang dijalani selama bertahun-tahun akan melahirkan karakteristik tertentu. Misalnya masyarakat yang tinggal di tepi pantai akan memiliki pola hidup
yang
relatif
“keras”.
Hal
ini
terbentuk
karena
pola
lingkungannya memengaruhi pertumbuhhan masyarakat di sekitarnya. Manusia dapat berubah dari satu pola ke pola lainnya secara evolutif dan tidak dapat secara revolutif karena perubahan itu terjadi dalam waktu yang lama dan relatif sulit melakukannya. 7) Tempat (lokasi) Setiap makhluk, baik biotik maupun abiotik pasti akan menempati ruang dan lokasi. Tiap peristiwa alam dan peristiwa sosial, termasuk peristiwa sejarah tidak hanya terjadi dalam waktu tetapi juga pada tempat (ruang) tertentu. Perebutan tempat atau ruang yang sama dapat menimbulkan benturan atau tabrakan dan akibatnya dapat terjadi perubahan bentuk (deformasi). 8) Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan membuat orang lain melakukan sesuatu dengan yang dikehendaki. Kekuasaan memiliki tiga elemen utama,
lxviii
yaitu pengaruh, wewenang, dan kekuatan. Seseorang dapat memiliki salah satu dari unsur tersebut atau bahkan dapat memiliki ketiganya sekaligus. Seseorang yang memiliki pengaruh dapat ditaati oleh orang lain tetapi sesungguhnya ia tidak memiliki kekuasaan. 9) Nilai kepercayaan Nilai, simbol, dan lambang adalah sesuatu yang berharga dan memiliki karakteristik tertentu. Nilai merupakan keyakinan yang dipegang dan dilaksanakan dari generasi ke generasi secara turun temurun dipelihara. Nilai adalah sesuatu yang menjadi ciri atau karakteristik suatu masyarakat. Jika suatu masyarakat tidak memiliki nilai maka masyarakat tersebut tidak akan berharga di mata masyarakat. Nilai inilah yang mengangkat derajat seseorang, kelompok atau masyarakat , bahkan suatu bangsa. 10) Keadilan dan pemerataan Keadilan dan pemerataan merupakan dua permasalahan yang tidak akan pernah hilang dari pandangan setiap orang. Keadilan merupakan dambaan setiap orang. Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan akan lebih mudah dirasakan dengan jalan melakukan pemerataan. Delapan jalur pemerataan yang pernah dilancarkan oleh pemerintah melalui konsep yang harus digalakkan. Artinya
antara
keadilan
dan
pemerataan
akan
mengalami
keseimbangan. Jika pemerataan tidak berhasil diwujudkan maka yang lahir adalah ketimpangan.
lxix
11) Kelangkaan Permintaan bertambah dan jumah barang terbatas maka harga barang akan naik, namun bila permintaan berkurang dan jumlah barang melimpah maka harga akan turun. 12) Kekhususan Dalam tingkat ilmu pengetahuan ada yang dikelompokkan pada generalization. Generalisasi terdiri dari sejumlah konsep, dan konsep terdiri dari sejumlah fakta, sedangkan fakta tediri dari sejumlah data. Dalam perkembangan hidup dewasa ini, pola hidup telah lebih mengarah pada hal-hal khusus (spesifik). Perilaku hidup kolektif dewasa ini relatif ditinggalkan, teutama pada kehidupan di kota-kota besar. Namun demikian, pola hidup kolektif masih terasa di daerahdaerah atau pedesaan. Seiring dengan perubahan pola hidup tersebut maka muncullah yang spesifik. 13) Budaya Budaya dari kata budhi dan daya, artinya segala sesuatu yang dihasilkan manusia adalah bentuk budaya. Setiap generasi mengalami perubahan
dan
menerima
peninggalan
budaya
dari
generasi
sebelumnya. Budaya selayaknya kepercayaan harus dipertahankan, jika budaya itu merupakan hal yang baik. 14) Nasionalisme Nasionalisme merupakan sense atau rasa cinta yang ada pada setiap warga negara terhadap negaranya. Aktualisasi dari “rasa cinta”
lxx
bermacam-macam, ada yang menjadi pahlawan karena gugur di medan juang
dalam
mempertahankan
kemerdekaan,
ada
pula
yang
melakukannya dengan cara tidak mau menggunakan produk dari luar negeri.
e. Peranan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS diharuskan berperan bagi siswa dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Berbagai aspek kehidupan masyarakat akan meliputi antara lain : 1) sosialisasi, yaitu membantu siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang beragama dan efektif, 2) pengambilan keputusan, yakni membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan akademis, 3) sikap dan nilai, yaitu membantu siswa untuk menandai atau mengidentifikasi, menyelidiki, memutuskan dan menilai diri sendiri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat sekitarnya, 4) kewarganegaraan, yaitu membantu siswa untuk menjadi warga negara yang baik, 5) pengetahuan, yaitu tanggap dan peka terhadap kemajuan pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat mengambil manfaat dari padanya (Sutiyah, 1991: 11). Pendidikan IPS diharapkan dapat membentuk siswa dalam hal sikap sosialnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu : 1) siswa menjadi sumber pemikiran utama, jadi bagaimana keterampilan berpikirnya dibentuk, bagaimana kemampuan menanggapi dan memecahkan masalah-masalah lingkungan dan seterusnya,
lxxi
2) siswa diintegrasikan dengan lingkungan sosial, fisik, geografis, kultural dan sebagainya, dengan arah membina siswa menjadi manusia sosial yang rasional serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kekuatan
bersama.
Pengintegrasian
tersebut
artinya
selalu
dihubungkan dengan keadaan yang nyata, baik kejadian di alam sekitar, kejadian di tempat yang lain ataupun kejadian di masa lampau, 3) siswa dibina untuk menjadi warga negara yang nantinya diharapkan dapat membudayakan lingkungan menurut nilai-nilai masyarakat Pancasila, sehingga dapat terealisasikan atau terciptakannya masa depan yang cemerlang, 4) siswa dibina agar secara fisik dan mental menyadari hak dan tanggung jawabnya sebagai insan Ilahi, insan pribadi, insan sosial, dan insan masyarakat atau negara, 5) siswa dibina, melalui berbagai latihan, kemampuannya untuk menganalisis, memahami, dan memecahkan masalah-masalah sosial, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Pengembangan peranan IPS yang menyangkut berbagai aspek dapat dilakukan berdasarkan perumusan tujuan pendidikan dalam program dan yang dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran IPS di sekolah-sekolah. Pendidikan hendaknya mengembangkan tiga aspek kepribadian secara bulat dan urut, yaitu aspek-aspek yang meiputi antara lain : 1) ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berarti mendidik watak dan budi pekerti dan kepribadian, 2) kecerdasan dan daya penangkapan Ilmu dan
lxxii
teknologi, 3) keterampilan dan kemampuan jasmani pada umumnya (Sutiyah, 1991: 11-12).
B. Kerangka Pikir
Sebelum pelaksanaan pembelajaran IPS, guru harus mempersiapkan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran ini meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan perangkat pembelajaran yang penting karena dalam RPP memuat indikator, materi, tujuan dan media pembelajaran, dengan kata lain RPP adalah pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas yang harus dilaksanakan guru untuk mencapai suatu standar penilaian yang telah ditentukan. Salah satu komponen dalam RPP adalah media pembelajaran. Ada berbagai macam kriteria dalam pemilihan media pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran ada bermacam-macam, diantaranya adalah peninggalan sejarah. Di kabupaten Kudus terdapat banyak peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Dalam penggunaan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran tentunya terdapat kendala-kendala baik teknis, praktis maupun teoretis. Kendalakendala tersebut perlu dicari penyelesaian dan pemecahannya sehingga didapatkan hasil pembelajaran IPS yang maksimal.
lxxiii
Untuk jelasnya kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut : Peninggalan sejarah
Kriteria yang layak digunakan sebagai media pembelajaran
Guru
Jenis peninggalan sejarah
Proses pemanfaatan
Kesulitan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Solusi
Kegiatan Pembelajaran
Gambar 1. Kerangka Pikir
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat yaitu 1) lokasi peninggalan sejarah Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, serta klenteng Hok Ling Bio, 2) SD-SD Negeri se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Beberapa faktor yang mendukung terhadap pemilihan
lxxiv
tempat penelitian adalah : 1) Lokasi penelitian dekat dengan lokasi peninggalan-peninggalan sejarah yang diakui secara nasional dan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS yang diajarkan di SD terutama materi sejarah, 2) Inventarisasi peninggalan-peninggalan sejarah dan penelitian tentang peninggalan sejarah tersebut telah dilakukan baik oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kudus maupun pihak lain sehingga penelusuran data dapat dilakukan dengan mudah. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada semester 1 Tahun Ajaran 2008/2009. Waktu penelitian ini dipilih karena pada semester 1 terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS yang sesuai dengan pemanfaatan peninggalan sejarah setempat.
C. Jenis dan Strategi Penelitian
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 4), yang mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Sutopo (2006: 227) penelitian deskriptif kualitatif akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti, penuh
lxxv
nuansa yang lebih berharga dan lebih menekankan pada masalah proses dan makna. Jenis penelitian ini termasuk penelitian terapan karena tujuannya tidak hanya untuk memahami masalahnya tetapi juga secara khusus mengarah pada pengambangan cara pemecahan masalah dengan tindakan untuk tujuan praktis bukan tujuan teoretis (Sutopo, 2006: 137). 2. Strategi Penelitian Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal yaitu suatu penelitian yang difokuskan pada satu karakteristik dan satu permasalahan (Sutoopo, 2006: 140). Penelitian ini dilakukan pada satu jalur yaitu SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dan permasalahan yang diangkat yatiu peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD kelas IV. Penelitian ini disebut studi kasus terpancang (embedded research) karena permasalahan dan fokus peneliti sudah ditentukan dalam proposal sebelum peneliti terjun dan mengenali permasalahan di lapangan (Sutopo, 2006: 139) Sesuai dengan tujuan studi kasus, penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara mendetail mengenai jenis-jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD, kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, pelaksanaan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran
IPS
SD,
kesulitan
yang dialami
guru
dalam
memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, dan
lxxvi
cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD. 3. Metode Penelitian Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Alasan pemilihan metode penelitian deskriptif ada dua. Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia (Sukardi, 2003: 157).
D. Data dan Sumber Data
Data yang mendukung penelitian ini diambil dari beberapa sumber data. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata – kata dan tindakan selebihnya data tambahan seperti dokumen dan lain – lain (Lexy J. Moleong, 2006: 157). Sumber data dalam penelitian ini meliputi tiga macam sumber, yaitu : informan atau narasumber, tempat dan peristiwa, dan dokumen. 1. Informan atau narasumber Informan atau narasumber yang digunakan penelitian ini adalah staf YM3SK (Yayasan Menara Masjid dan Makam Sunan Kudus), juru kunci
lxxvii
Klenteng Hok Ling Bio, pelakasana pembelajaran IPS SD yaitu guru kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. 2. Tempat dan Peristiwa Tempat yang menjadi sumber peristiwa adalah tempat peninggalan sejarah, yaitu : Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, Klenteng Hok Ling Bio dan terjadinya kegiatan belajar mengajar mata pelajaran IPS antara guru dan siswa kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono Keamatan Dawe Kabupaten Kudus 3. Dokumen Sumber data dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah inventarisasi peninggalan sejarah Dinas Pariwisata Kabupaten Kudus, silabus, dan RPP IPS SD kelas IV semester I tahun pelajaran 2008 / 2009.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : wawancara mendalam, observasi berperan aktif, analisis dokumen (content analysis). 1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 186-187). Wawancara dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat
lxxviii
untuk memperoleh data yang mempunyai kedalaman serta dilakukan berulang kali sesuai dengan kebutuhan yang diistilahkan dengan in-depth interviewing. Menurut Sutopo (2006: 69) wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasi secara lebih jauh, lengkap dan mendalam.. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam karena wawancara ini bersifat lentur dan terbuka serta dalam suasana
keakraban,
sehingga
mengarah
pada
kedalaman
informasi.
Wawancara dilakukan kepada: a. Staf pengelola YM3SK dan juru kunci Klenteng Hok Ling Bio untuk mendapatkan data tentang jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus; b. Guru Kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono untuk mendapatkan data tentang: 1) jenis-jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD, 2) kriteria yang dapat menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, 3) pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD, 4) kesulitan yang dialami guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD,
lxxix
5)
cara
guru
mengatasi
kesulitan
dalam
memanfaatkan
media
pembelajaran IPS SD. 2. Observasi langsung berperan aktif dan pasif Observasi berperan aktif merupakan cara khusus dan peneliti tidak bersikap hanya sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya dengan mempertimbangkan posisi yang bisa memberikan akses yang bisa diperolehnya untuk bisa dimanfaatkan bagi pengumpulan data yang lengkap dan mendalam (Sutopo, 2006: 79-80). Observasi berperan pasif adalah suatu cara pengumpulan data di mana peneliti hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apa pun selain sebagai pengamat pasif, namun peneliti benar-benar hadir di lokasi (Sutopo, 2006: 77). Obserasi langsung berperan aktif dilakukan untuk mendapatkan data tentang: 1) Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta 2) klenteng Hok Ling Bio. Observasi langsung berperan pasif dilakukan untuk mendapatkan data tentang: pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD. 3. Content Analysis atau Analisis Dokumen Analisis dokumen dan arsip dilakukan untuk mengumpulkan, mengidentifikasi dan menganalisis data yang bersumber dari dokumen dan arsip (Sutopo, 2006: 80-81). Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian ini. Sumber data tertulis ini
lxxx
merupakan sumber data pokok dalam penelitian untuk mendukung proses menginterpretasikan setiap peristiwa yang berlangsung dalam penelitian. Teknik mencatat dokumen ini oleh Yin digunakan untuk menemukan beragam hal sesuai dengan kebutuhan dan tujuan peneitian. Dalam melakukan teknik ini, peneliti tidak hanya mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga mencatat makna yang tersirat. Dokumen yang ditemukan wajib dikaji kebenarannya, baik secara eksternal (kritik eksternal) yang berkaitan dengan keaslian dokumen, dan juga internal (kritik internal) yang berkaitan dengan kebenaran isi dokumen atau pernyataan yang ada, biasanya dengan membandingkan dengan dokumen lain atau jenis sumber data lain yang berkaitan dengan isi dokumen tersebut (Sutopo, 2006: 80-81).
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Dokumen Inventarisasi BCB (Benda Cagar Budaya) Dinas Pariwisata Kabupaten Kudus. Hasil analisis dokumen ini untuk menggali informasi tentang Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta Klenteng Hok Ling Bio; b. Data profil sekolah; c. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Analisis silabus dan RPP dilakukan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD.
lxxxi
F. Teknik Cuplikan (Sampling)
Dalam penelitian ini teknik cuplikan yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini dipakai karena kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Sutopo, 2006: 64). Sampling dimaksudkan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber dengan tujuan untuk memerinci kekhususan yang ada dalam konteks yang unik. Maksud kedua adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Purposive Sampling dapat diketahui dari ciri-ciri yaitu : rancangan sampel yang muncul, pemilihan sampel secara berurutan, penyesuaian berkelanjutan dari sampel dan pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan (Moleong, 2006: 224-225). Penentuan seseorang menjadi sampel dalam purposive sampling didasarkan pada tujuan tertentu. Dalam penelitian ini adalah keterlibatan sampel dalam memanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS secara langsung (Sukardi, 2003: 64). Berdasarkan pendapat di atas maka sampel yang dipilih untuk mendapatkan informasi tentang pemanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS di SD se-Gugus Pangeran Cendono adalah staf YM3SK dan juru kunci Klenteng Hok Ling Bio untuk mendapat data tentang jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD, guru kelas IV SD se-Gugus Pangeran Cendono.
lxxxii
G. Validitas Data
Data dan informasi yang diperoleh harus diyakini kebenarannya. Keabsahan data menurut Moleong (2006: 320-321) adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi (1) mendemonstrasikan nilai yang benar, (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, (3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. Teknik yang paling umum digunakan untuk mencari validitas data adalah menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi menurut Sutopo (2006: 9294) adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian validitas data dikembangkan menggunakan triangulasi sumber/data dan triangulasi metode. Setelah mendapatkan validitas data dengan menggunakan triangulasi sumber/data dan triangulasi metode maka dilakukan review informan kunci. Langkah selanjutnya adalah penyusunan data base.
1. Triangulasi sumber/data. Cara ini mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh, juga diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber yang sejenis atau pun yang
lxxxiii
berbeda. Dalan konteks penelitian ini misalnya data tentang jenis-jenis peninggalan sejarah diperoleh dari informan yaitu staf pengelola YM3SK dan Juru kunci Klenteng Hok Ling Bio, ditriangulasikan dengan data tentang jenisjenis peninggalan sejarah hasil analisis Dokumen Inventarisasi (BCB) Pariwisata Kabupaten Kudus dan data dari hasil Observasi.
2. Triangulasi metode. Menurut Sutopo (2006:95) teknik triangulasi ini bisa dilakukan seorang peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Di sini yang ditekankan adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda dan bahkan lebih jelas diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji kemantapan informasinya. Misalnya, data pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran diperoleh dari observasi berperan aktif dan observasi berperan pasif dan wawancara dengan pengelola tempat peninggalan sejarah tersebut berada dan data hasil analisis dokumen.
3. Review Informan Kunci Peneliti perlu mengkomunikasikan data setelah mendapatkan data yang cukup lengkap kepada informan khususnya informan pokok, untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan pernyataan yang dapat disetujui mereka. Informan kunci dalam penelitian ini adalah orangorang yang terkait langsung dengan pemanfaatan peninggalan sejarah di
lxxxiv
Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD yaitu Staf YM3SK (DANH), Juru Kunci Klenteng Hok Ling Bio, guru-guru kelas IV SD seGugus Pangeran Cendono.
4. Penyusunan Data Base Data base adalah bukti data yang telah dikumpulkan dalam segala bentuk: deskripsi, gambar, skema, rekaman wawancara, matriks dan sebagainya, guna memudahkan reviu serta usaha penelusuran kembali proses penelitian bilamana diperlukan (Sutopo, 2006: 100). Data base dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk: daftar profil sekolah, gambar denah SD se-Gugus Pangeran Cendono, daftar isian guru, daftar pedoman wawancara, rekaman hasil wawancara, deskripsi hasil wawancara, deskripsi hasil pencatatan dokumen, deskripsi hasil observasi, foto-foto kegiatan wawancara, dan foto-foto kegiatan observasi.
H. Teknik Analisis Data
Bogdan dan Biklin (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 248) bahwa analisis data kualitatif adalah upayan yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah - milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik analisis interaktif. Teknik analisis interaktif adalah suatu teknik di mana setiap unit data
lxxxv
yang diperoleh dari beragam sumber data, selalu diinteraksikan atau dibandingkan dengan unit tujuan penelitiannya (keluasan, kesepadanan, perbedaan, bentuk hubungan keterkaitan antarunsurnya, dan sebagainya). Komparasi data ini dilakukan sejak diperoleh data dalam unit yang paling kecil dan selanjutnya juga dilakukan pada unit-unit atau kelompok data yang semakin besar, yang mengarah pada pengelompokan beragam variabel yang terdapat dalam rumusan masalah penelitiannya (Sutopo, 2006:107). Kegiatan pokok analisis model inteaktif meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan serta verifikasi.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (Sutopo, 2006: 114)
Millis dan Huberman (2000: 16) berpendapat bahwa reduksi data merupakan suau bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan
data
dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan – simpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
2. Sajian Data
lxxxvi
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang selanjutnnya memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini disusun berdasarkan pokok – pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secra logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami (Sutopo, 2006: 114-115).
Menurut Millis dan Huberman (2000: 17) bahwa sajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Penarikan simpulan adalah membuat simpulan dari data yang telah diperoleh sejak awal penelitian. Menurut Sutopo (2006: 116) agar hasil penelitian lebih mantap dan benar – benar bisa dipertanggungjawabkan, verifikasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dengan cacra menulusuri kembali kebenaran laporan selama penelitian berlangsung.
Proses analisis interaktif tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
lxxxvii
Pengumpulan Data
I Reduksi Data
II Sajian Data
III Penarikan Simpulan/Verifikasi
Gambar 2. Model Analisis Interaktif Sumber: Sutopo, 2006:120
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti menyajikan temuan penelitian yang berupa berbagai macam informasi untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di bab pertama. Kajian temuan yang akan disajikan dalam bab ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mendeskripsikan tentang latar lokasi penelitian, bagian kedua tentang hasil penelitian yang disesusikan dengan rumusan masalah, dan bagian ketiga adalah pembahasan.
A. Deskripsi Latar
lxxxviii
Setting penelitian ada dua macam yaitu kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus (M3SK) yang dijadikan media pembelajaran IPS SD dan yang kedua adalah SD-SD Negeri se-Gugus Pangeran Cendono sebagai lembaga penyelenggara pembelajaran dengan memanfaatkan kompleks M3SK dan Klenteng Hok Ling Bio sebagai media pembelajaran. Kabupaten Kudus adalah Kabupaten terkecil di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 1100,36 - 1100,37 BT, 6,51 - 70,16 LS, terdiri dari 9 kecamatan, 125 Desa dan 7 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kudus adalah 42,516 hektar atau 1,31 % dari luas provinsi Jateng. Jumlah penduduk Kabupaten Kudus adalah 730.754 jiwa. Kudus memiliki banyak peninggalan arkeologis atau peninggalan sejarah dan purbakala, bahkan peninggalan sejarah di Kudus dapat dikatakan lengkap. Peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Kudus berasal dari periode prasejarah, periode Hindu–Budha, periode pengaruh Islam dan periode Kolonial sampai masa-masa perebutan kemerdekaan Indonesia. Lintasan peristiwa penting yang mengukir dalam sejarah di Kudus selalu ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan Benda Cagar Budaya dan benda-benda bersejarah, serta bangunan-bangunan kuno yang merupakan Benda Cagar Budaya. Salah satu peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus menjadi kebanggaan nasional karena memiliki keunikan dan ciri khas pada zamannya, yaitu Menara Kudus. Menara Kudus terletak di kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus (M3SK) di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Kompleks ini terdapat di tengah kota sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat yang ingin
lxxxix
berziarah ke sana. Peninggalan sejarah lain yang ada di kompleks M3SK adalah Masjid Al Aqsa atau Masjid Al Manar dan Makam Sunan Kudus. Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus merupakan desa yang terletak paling selatan di wilayah Kecamatan Dawe. Desa Cendono merupakan perbatasan antara Kecamatan Dawe dan Kecamatan Bae. Desa Cendono memiliki satu kantor desa, satu kantor UPT Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga, satu Madrasah Tsanawiyah, satu Madrasah Aliyah, dan tujuh SD Negeri. Tujuh SD negeri yang terdapat di Desa Cendono adalah SD 1 Cendono, SD 3 Cendono, SD 4 Cendono, SD 5 Cendono, SD 6 Cendono, SD 7 Cendono, dan SD 8 Cendono. Tujuh SD tersebut dimasukkan dalam dua gugus yaitu Gugus Honggojoyo dan Gugus Pangeran Cendono. SD yang termasuk Gugus Honggojoyo hanya SD 8 Cendono, sedangkan 6 SD lainnya yaitu SD 1 Cendono, SD 3 Cendono, SD 4 Cendono, SD 5 Cendono, SD 6 Cendono, SD 7 Cendono masuk dalam Gugus Pangeran Cendono. SD-SD di Gugus Pangeran Cendono yang merupakan SD tertua adalah SD 1 Cendono yang dulunya bernama SD 1 Dawe. SD yang menjadi SD inti adalah SD 6 Cendono, sedangkan SD lainnya merupakan SD imbas. Deskripsi masing-masing SD disampaikan sebagai berikut : SD 1 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 01 RW III Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909001 dan Nomor Pokok Sekolah Nasional 20318068. SD 1 Cendono memiliki Visi yaitu terwujudanya pribadi manusia yang berbudi luhur, unggul dalam prestasi yang bernalar ilmuah objektif berlandaskan Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha
xc
Esa serta berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menghadapi tantangan jaman. Misi yang diangkat dari penjabaran visi tersebut adalah: 1) membentuk manusia mandiri, berprestasi, keratif, inovatif, memiliki kecakapan hidup, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu meraih berbaai peluang di masayarakat sesuai dengan potensi siswa dan karier di masa depan, 2) meningkatkan disiplin dan menumbuhkembangkan penghayatan dan pengalaman agama serta budi pekerti, 3) menyelenggarakan Program Pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat, istiadat dan budaya masyarakat dengan tetap mengikuti perkembangan dunia luar, 4) mengembangkan potensi siswa dalam kegiatan olah raga dan seni budaya secara optimal. SD 1 Cendono dikepalai oleh Karmain, S.Pd. Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 109 anak dengan perincian 54 murid laki-laki dan 55 murid perempuan. Semua murid SD 1 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 11 orang yang terdiri dari 10 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut sembilan diantaranya adalah PNS sedangkan dua orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 1 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 5 orang, SPG 2 orang dan PGAN 1 orang. Sarana dan prasarana SD 1 Cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 1 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas guru sebanyak 1 buah, kamar mandi 1 buah. SD 3 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 02 RW III Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909021. Visi SD
xci
3 Cendono adalah “Giat beajar, berlatih, berdedikasi, berakhlaq mulia, berdasar Imtaq, berpandangan luas serta mengembangkan Iptek yang inovatif dengan ketangguhan dan percaya diri. Misi yang ingin dicapai SD 3 Cendono adalah: 1) meningkatkan mutu pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup serta mengembangkan sifat patriotisme yang berwawasan luas untuk mewujudkan manusia berkualitas lahir dan batin, 2) mengacu program Pendidikan Nasonal dengan mengoptimalkan potensi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada manajemen pendidikan berbasis kompetensi. SD 3 Cendono dikepalai oleh Sukirno. A.Ma.Pd. Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 118 anak dengan perincian 64 murid laki-laki dan 54 murid perempuan. Semua murid SD 3 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 12 orang yang terdiri dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut delapan diantaranya adalah PNS sedangkan empat orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 3 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 3 orang, SPG sebanyak 4 orang, SMA sebanyak 1 orang. Sarana dan prasarana SD 3 Cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang perpustakaan tetapi memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 3 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas Kasda sebanyak 1 buah, rumah dinas penjaga sekolah 1 buah, ruang kasda 1 buah, Kantor SD 2 buah kamar mandi 1 buah dan WC 3 buah. SD 4 Cendono yang terletak di Jl. Kudus – Colo Km 7 RT 05 RW VIII Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. SD 4 Cendono terletak di daerah pedesaan
xcii
dan perbatasan antara Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe. Sekolah tersebut dibangun pada tahun 1986, dengan Nomor Identitas Sekolah 101031909027. Status sekolah adalah Negeri sesuai dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan nomor 421.2/008/04/74/86 pada tanggal 1 Pebruari 1986. Visi SD 4 Cendono adalah “Terwujudanya masyarakat sekolah yang cerdas maju dalam Iptek, berakhlaq dan berbudi pekerti luhur”. Saat ini SD 4 Cendono memiliki 12 orang tenaga kependidikan maupun karyawan yang terdiri dari seorang kepala sekolah, tujuh orang guru kelas, satu orang guru pendidikan agama Islam, satu orang guru penjaskes dan dua orang penjaga sekolah. Sebelas orang dari tenaga kependidikan dan karyawan tersebut berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan masih satu orang bukan PNS. SD 4 Cendono memiliki dua orang tenaga kependidikan yang berpendidikan terakhir sarjana (S1) yaitu kepala sekolah dan satu guru kelas, Diploma (D2) dua orang guru kelas, satu orang guru pendidikan Agama Islam dan satu guru Penjaskes, sedangkan yang berpendidikan SPG ada empat orang guru kelas. Guru dan siswa SD 4 Cendono dalam mengikuti berbagai lomba/kegiatan sering mendapat kejuaraan baik Tingkat Kecamatan maupun Tingkat Kabupaten. Data tiga tahun terakhir mulai tahun 2006-2007 sampai 2008-2009 beberapa prestasi telah dicapai sekolah tersebut baik tingkat Kecamatan maupun Kabupaten. Data prestasi tahun 2006-2007 adalah 1) Juara kedua guru teladan tingkat kecamatan, 2) juara pertama LCC dokter kecil tingkat kecamatan, 3) juara ketiga LCC dokter kecil tingkat kabupaten, 4) Juara pertama lomba gerak jalan tingkat kecamatan, 5) juara pertama putri lomba menyanyi nasional tingkat
xciii
kecamatan, 6) juara ketiga putra lomba menyanyi nasional tingkat kecamatan, 7) juara pertama lomba seni tari klasik tingkat kecamatan, 8) juara kedua lomba siswa berprestasi tingkat kecamatan, 9) juara kedua lomba regu tergiat HUT Pramuka tingkat kecamatan. Data prestasi tahun 2007-2008 siswa-siswi dan guru SD 4 Cendono juga banyak mendapatkan kejuaraan di berbagai kegiatan yaitu : 1) juara kedua putri lomba geguritan tingkat kabupaten, 2) Juara II Seni Tari Tingkat Kecamatan, 3) Juara II Siswa Berprestasi Tingkat Kecamatan, 4) Juara II LCC Siswa Berprestasi Tingkat Kecamatan, Juara I Kreativitas Siswa Tingkat Kecamatan, 5) Juara II LCC Dokter Kecil Tingkat Kabupaten, 6) Juara III Bahasa Jawa Tingkat Kecamatan, 7) Juara I Guru Teladan Tingkat Kecamatan, 8) Juara IV Guru Teladan Tingkat Kabupaten. Data prestasi siswa-siswi dan guru SD 4 Cendono tahun 2008-2009 adalah: 1) Juara II Putra Regu Tergiat Tingkat Kecamatan, 2)Juara I Putri Geguritan Tingkat Kabupaten, 3) Juara III Putra Geguritan Tingkat Kabupaten, 4) Juara I Putra Gerak Jalan Tingkat Kecamatan, 5) Juara II Solo Song Tingkat Kecamatan, 6) Juara I LCC Tingkat Gugus. SD 4 Cendono memiliki sarana prasarana yang lengkap untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Sarana prasarana yang dimiliki SD 4 Cendono yaitu : 1) Ruang kelas ada 6 ruang, 2) Ruang Guru ada 1 ruang, 3) Ruang Kepala Sekolah ada 1 ruang, 4) Ruang Laboratorium ada 1 ruang, 5) Ruang Perpustakaan ada 1 ruang, 6) Ruang UKS ada 1 ruang, 7) Ruang Kegiatan ada 1 ruang, 8) Musholla ada 1 ruang, 9) Tempat Wudhu ada 1 ruang, 10) Kamar Mandi/WC Siswa ada
xciv
4 ruang, 11) Kamar Mandi/WC Guru ada 2 ruang, 12) Gudang ada 1 ruang, 13) Dapur ada 1 ruang. Jumlah siswa di SD 4 Cendono pada tiga tahun terakhir cukup memenuhi persyaratan dalam SPM (Standar Pelayanan Minimal) yaitu tahun 2006-2007 berjumlah 108 siswa, tahun 2007-2008 berjumalh 138 siswa dan tahun 2008-2009 berjumlah 144 siswa, di mana untuk SPM (Standar Pelayanan Minimal) adalah 60 siswa untuk jenjang Sekolah Dasar. Berdasarkan data siswa, para siswa SD 4 Cendono kebanyakan berasal dari keluarga petani, pedagang dan buruh, sebagaian besar orang tua murid adalah buruh tani dan buruh pabrik. Namun para siswa termasuk siswa yang rajin karena semua kegiatan yang diadakan sekolah selalu diikuti dengan baik dan tekun bahkan memperoleh kejuaraan dalam lomba-lomba. Struktur kurikulum SD 4 Cendono dapat dijabarkan dalam tiga kelompok yaitu kelompok mata pelajaran, muatan lokal dan kelompok pengembangan diri. Komponen mata pelajaran Pendidikan Agama; Pendidikan Kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Seni Budaya dan keterampilan; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan sedangkan Muatan Lokal terdiri dari Bahasa Jawa, Seni Suara Daerah, Bahasa Inggris. Pengembangan diri meliputi beragam kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakat siswa. Kelas 1, 2, dan 3 dalam proses pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik. SD 5 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 05 RW I Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909032. SD 5 Cendono dikepalai oleh Suharyono. Visi SD 5 Cendono adalah ”Berperestasi, terampil,
xcv
berakar pada budaya bangsa, berdasarkan Iman dan Taqwa”. Misi yang ingin diwujudkan sebagai penjabaran visi sekolah adalah: 1) meningkatkan kegiatan pembelajaran yang efektif, agar daya serap peserta didik menjadi optimal, 2) meningkatkan kualitas kegiatan ekstra kurikuler yang mendukung tercapainya prestasi sekolah, 3) membentuk sikap dan perilaku peserta didik yang disiplin, sopan, berlandaskan iman dan taqwa, 4) meningkatkan potensi keterampilan dasar peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 170 anak dengan perincian 99 murid laki-laki dan 71 murid perempuan. Semua murid SD 5 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 12 orang yang terdiri dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut sembilan diantaranya adalah PNS sedangkan tiga orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 5 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 3 orang, D2 sebanyak 6 orang, SPG sebanyak 2 orang. Sarana dan prasarana SD 5 Cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 5 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas guru sebanyak 1 buah, rumah dinas penjaga sekolah 1 buah, Kantor SD 1 buah, kamar mandi 1 buah dan WC 3 buah. Prestasi yang diraih pada tahun 2007/2008 oleh siswa SD 5 Cendono adalah Juara I dan II Badminton tingkat Kecamatan dan prestasi tahun 2008/2009 yaitu juara II dan III Badminton tingkat Kecamatan. SD 6 Cendono beralamat di Desa Cendono RT 01 RW III dengan Nomor Statistik Sekolah 10103190903. Visi SD 6 Cendono yaitu ” berprestasi, terampil
xcvi
berakar budaya bangsa berlandaskan iman dan taqwa”. Misi sekolah yaitu: 1) meningkatkan kegiatan pembelajaran yang efektif agar daya serap peserta didik menjadi optimal, 2) meningkatkan kualitas kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung tercapainya prestasi sekolah, 3) membentuk sikap dan perilaku peserta didik yang disiplin, sopan berlandaskan iman dan taqwa, 4) meningkatkan potensi keterampilan dasar peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. SD 6 Cendono tidak mempunyai Kepala Sekolah. Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 196 anak dengan perincian 114 murid laki-laki dan 82 murid perempuan. Murid SD 6 Cendono yang beragama Islam sebanyak 191 orang, beragama Kristen sebanyak 1 orang dan yang beragama Katholik sebanyak 4 orang. Jumlah guru dan karyawan adalah 14 orang yang terdiri dari 13 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut sebelas di antaranya adalah PNS sedangkan tiga orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 6 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 8 orang, D2 sebanyak 3 orang, SPG sebanyak 2 orang. Sarana dan prasarana SD 6 cendono sudah terbilang lengkap karena memiliki ruang perpustakan dan memiliki rak untuk buku perpustakaan sebanyak 2 buah. SD 6 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah, rumah dinas Kasda sebanyak 1 buah, kantor SD 1 buah, ruang UKS 1 buah, Komputer 2 set, kamar mandi 4 buah dan WC 4 buah. Prasarana penunjang KBM seperti meja kursi siswa,meja kursi guru, papan tulis sudah terbilang lengkap dan mencukupi jumlah murid yang ada di SD 6 Cendono.
xcvii
Prestasi yang diraih SD 6 Cendono pada tahun 2008 yaitu: 1) juara II lomba pidto putra tingkat kabupaten, 2) Juara II lomba gerak jalan putri tingkat kecamatan, 3) Juara I lomba Seni Tari putra dan putri tingkat kecamatan, 4) Juara II Lomba Macapat putri tingkat kecamatan, 5) Juara III Lomba Macapat Putra tingkat Kecamatan, 6) Juara I Siswa berprestasi putra tingkat kecamatan, 7) Juara I Solosong putra dan putri tingkat kecamatan. SD 7 Cendono beralamat di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus dengan Nomor Statistik Sekolah 101031909065. Visi Sd 7 Cendono yaitu terwujudnya masyarakat sekolah yang cerdas, terampil, berakhlaq mulia serta berbudi pekerti luhur. Misi yang diusung sekolah adalah: 1) membentuk masyarakat sekolah yang cerdas dan trampil, 2) membentuk masyarakat sekolah yang
berakhlaq
mulia
dengan
mengembangkan
kegiatan
keagamaan,
3) membentuk masyarakat sekolah yang berbudi pekerti luhur. Kepala Sekolah SD 7 Cendono adalah Moh. Yamin, A.Ma.Pd. Jumlah murid pada tahun ajaran 2008/2009 sejumlah 232 anak dengan perincian 131 murid laki-laki dan 101 murid perempuan. Semua murid SD 7 Cendono beragama Islam. Jumlah guru dan karyawan adalah 12 orang yang terdiri dari 11 orang guru dan 1 penjaga sekolah. Guru dan karyawan tersebut sepuluh di antaranya adalah PNS sedangkan dua orang berstatus non PNS. Pendidikan guru di SD 7 Cendono terdiri dari sarjana sebanyak 2 orang, D2 sebanyak 5 orang, SPG sebanyak 2 orang, KPG sebanyak 1 orang, SGO 1 orang. Sarana dan prasarana SD 7 cendono belum lengkap karena belum mempunyai ruang perpustakan tetapi memiliki rak untuk buku perpustakaan. SD 7 Cendono sudah memiliki gedung SD sendiri sebanyak 2 buah,
xcviii
rumah dinas Kasda sebanyak 1 buah, Kantor SD 2 buah, sumur biasa 1 buah dan WC 1 buah.
B. Sajian Data
1. Jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Guru-guru IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono mengetahui bahwa di Kudus terdapat peninggalan-peninggalan sejarah. Mereka mengetahui adanya peninggalan sejarah tersebut kebanyakan dari buku. Beberapa dari mereka mengetahui keberadaan peninggalan sejarah dari informasi masyarakat sekitar dan cerita orang-orang tua serta berkunjung langsung ke lokasi peninggalan sejarah. Peninggalan-peninggalan sejarah tersebut memiliki arti dan fungsi bagi generasi selanjutnya. Peninggalan-peninggalan tersebut mengandung nilainilai yang dapat diteladani oleh generasi selanjutnya. Nilai-nilai yang terkandung tersebut dapat memberikan motivasi kepada masyarakat umum terutama generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Tim Penyusun, 1997:1). Peninggalan-peninggalan sejarah Kabupaten Kudus menurut Tim Penyusun (2007: 1) , antara lain :
xcix
a. Periode Prasejarah antara lain dibuktikan dengan temuan fosil manusia ourba (Homo erectus) dan fosil-fosil binatang purba, misalnya Gajah Purba (Stegodon) di Kubah Pati Ayam tahun 1979, 1982 dan 2005. b. Masa Hindu-Budha dibuktikan dengan temuan menhir (batu berdiri), lumpang batu, Yoni, pilar batu di situs Langgar Bubrah desa Demangan Kecamatan Kota, Yoni dan batu petilasan di Menawan dan Rahtawu Kecamatan Gebog, Klenteng atau Biara. c. Masa Awal Masuknya Islam, diantaranya situs Menara Kudus dan Masjid Aqsa, Masjid Langgar Dalem, Gapura Padureksa Loram Kulon, Gapura Masjid Jepang, Masjid Bubar dan Kompleks Makam Sunan Muria. d. Masa Kolonial berupa bangunan pendopo dan Rumah Dinas Bupati Kudus, Stasiun Kudus, PG Rendeng. e. Masa Awal Kemerdekaan, di antaranya Monumen Ahmad Yani. Pendapat informan menyatakan bahwa dalam kurikulum IPS SD terdapat SKKD yang menyebutkan tentang peninggalan sejarah. Pendapat Rm,
peninggalan
sejarah
yang dapat
dimanfaatkan
sebagai
media
pembelajaran harus sesuai dengan kurikulum. Komponen kurikulum yang sesuai dengan penelitian ini adalah SKKD Kelas IV semester I yang disajikan dalam tabel berikut : Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS SD Kelas Standar Kompetensi Kompetensi Dasar IV 1. Memahami sejarah, 1.5 Menghargai berbagai peninggalan kenampakan alam, dan sejarah di lingkungan setempat keragaman suku bangsa (kabupaten, kota, provinsi) dan di lingkungan menjaga kelestariannya kabupaten/kota dan provinsi
c
Sumber: KTSP SD 4 Cendono
Pendapat DJ, peninggalan sejarah yang cocok digunakan sebagai media pembelajaran IPS SD di Gugus Pangeran Cendono adalah peninggalan sejarah yang lokasinya tidak terlalu jauh dari SD, mudah dijangkau dan ditemukan, mempunyai unsur sejarah yang kental serta bangunan fisiknya masih kokoh dalam keadaan baik dan utuh. Berdasarkan pendapat informan dan pencatatan dokumen tentang SKKD di atas dan berdasarkan kajian teori tentang kriteria media pembelajaran, maka jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran disesuaikan dengan Kompetensi Dasar yang harus dicapai, materi pembelajaran IPS dan mudah dipahami oleh anak. Menurut pendapat para informan dan analisis dokumen maka peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah:
a. Menara Kudus Berita mengenai pendiri Menara Masjid Kudus, masih simpang siur. Ada yang menyatakan bangunan itu merupakan peninggalan zaman Hindu, sebaliknya ada yang menyatakan bahwa bangunan itu merupakan peninggalan Islam.Bentuk dan kontruksi menara Kudus seperti candi yaitu bangunan Hindu yang dibangun untuk menghormati orang penting yang meninggal, terdiri atas kaki, badan dan atap. Pada bagian atas kaki bangunan terdapat ornamen geometrik yang berupa hiasan segi empat yang
ci
masing-masing ujung kiri dan kanannya disambung dengan hiasan berbentuk segi tiga. Pada tiang atap menara terdapat candra sangkala yaitu gapura rusak ewahing jagad atau jika diterjemahkan adalah tahun Jawa 1609 atau sekitar 1685 M. Sunan Kudus sebagai perancang pembangunan Menara Masjid Kudus, jelas mempunyai ide dan tujuan tertentu dalam rangka misi Islam. Hal tersebut jika ditinjau dari segi sejarah, maka pembangunan Menara Majsid Kudus mempunyai fungsi : 1) Sebagai tempat adzan, 2) Sebagai tempat berdzikir, 3) Sebagai tempat untuk memanggil, mengumpulkan masyarakat untuk tujuan tertentu, 4) Sebagai tempat untuk menyimpan bedhug dan kentongan dari kayu.
Gambar 3. Menara Masjid Sunan Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
b. Masjid Sunan Kudus
cii
Kompleks ini terdiri dari masjid, menara dan makam terletak di Desa Kauman KecamatanKota Kabupaten Kudus. Masjid Al Aqso berukuran panjang 6.333 cm, lebar 2.722 cm, tinggi 1.700 cm dengan luas tanah 6.325 m2 dan luas bangunan 1.723,8426 m2. Konsepsi atau unsurunsur bangunannya menunjukkan campuran antara Hindu dan Islam. Bentuk asli masjid Sunan Kudus sukar untuk diketahui karena telah mengalami beberapa kali perbaikan. Masjid Al Aqsa adalah peninggalan sejarah Islam pada masa Sunan Kudus berkuasa. Pendirian Masjid Al Aqsa dapat diketahui berdasarkan inkripsi yang terdapat di atas mihrab masjid, maka masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Masjid tersebut juga dinamakan Al Aqso Al Manar. Inkripsi batu tersebut berbunyi: Bismillahirrahmanirrahim. Agama bina al masjid al aqsha wa balad al kuds chalifatu badana dahr habru ( aali ) Muhammad, jasjtari izzan fi djannat al chuldi . . . . qurban min arrahman bibalaad al kuds ansja’a haddha al masjid al manar al musammabil aqsha chalifatullahi fil-ardhi . . . . al’ulja wal mudjahid assayyid al ariefal kamil al fadhi al maqsus bi inajati . . . . al kadhi Dja’far as-Shadiq . . . . sanat sittin wa chomsina wa tis’imia’atin min al hidjrah annabawiyah wa ashabihi adjmai’in. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia : Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Telah mendirikan masjid Aqsha ini dan negeri Kudus khalifah pada zaman Ulama dari keturunan Muhammad untuk membeli kemuliaan surga yang kekal . . . . untuk mendekati Tuhan di negeri Kudus, membina masjid Al-Manar ( ? ) yang dinamakan Al-Aqsha khalifatullah di bumi ini . . . . yang Agung dan mujtahid sayyid (tuan) yang arief (maha mengetahui) Kamil (yang sempurna) fadhil (yang melebihi) al maqsus (yang dikhususkan) bi inajati (dengan pemeliharaan) al Kadhi (penghulu hakim) Dja’far Shadiq . . . . pada tahun 956 H Nabi Muhammad SAW.
ciii
Gambar 4. Masjid Sunan Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
c. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus Gapura ini terletak di sebelah Selatan Menara Kudus, masih dalam satu kompleks dengan Menara Kudus. Gapura memiliki ukuran panjang 617 cm, lebar 189 cm, tinggi 489 cm, sedangkan pintunya memiliki ukuran tinggi 220 cm dan lebar 132 cm. Gapura Padureksan ini dianggap paling keramat, banyak rajah yang tersimpan di pintu pertama masuk tajug menara. Kekeramatan gapura ini sangat terkenal sehingga setiap pejabat yang akan berziarah disarankan tidak melewati gapura ini karena adanya kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa setiap pejabat yang masuk melewati pintu ini akhirnya pangkatnya melorot atau bahkan turun dari jabatannya.
civ
Gambar 5. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus Sumber : Koleksi pribadi peneliti
d. Gapuro Kembar Gapuro kembar berada di serambi luar Masjid Al Manar Sunan Kudus. Gapuro ini memiliki panjang 548 cm, lebar 272 cm, dan tinggi 625 cm. Tinggi pintu gerbang ini adalah 271 cm dengan lebar 116 cm. Gapura ini semula untuk pagar benteng zaman kewalian Sunan Kudus, sekarang untuk pengamanan masjid dan pendidikan Islam. Gapuro ini terbuat dari bahan batu merah kuno yang disusun rapi tanpa bahan perekat.
Gambar 6. Gapuro Kembar Sumber : Koleksi pribadi peneliti
cv
e. Gapuro Samping Gapuro dengan tembok ini dibangun semasa kewalian Sunan Kudus berukuran panjang 617 cm, lebar 189 cm, tinggi 496 cmdengan luas bangunan 11,6013 m2 dan luas tanah 6,323 m2. Gapuro ini dibangun pada abad XV dengan kondisi masih terawat baik. Gapuro ini berguna untuk pembatas antara Masjid Al Aqsa dengan ke tajug. Bangunan ini terbuat dari bata merah yang tersusun tanpa semen.
Gambar 7. Gapuro Samping Sumber : Koleksi pribadi peneliti
f. Gapuro Gerbang Tajug Gapuro peninggalan Sunan Kudus di gerbang pintu tajug untuk menyambut tamu penting dan kerabat dekat Sunan Kudus.
Gambar 8. Gapuro Gerbang Tajug
cvi
Sumber : Koleksi pribadi peneliti
g. Pancuran Wudlu (8 Pancuran) Pancuran Wudlu ini berada dalam kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus terbuat dari batu dan batu bata merah, dibangun pada abad XV dengan panjang 630 cm, lebar 80 cm, tinggi 170 cm. Bangunan peninggalan Sunan Kudus tempat untuk berwudlu bagi orang Islam yang akan menjalankan sholat. Tujuh pancuran pada Pancuran Wudlu ini mengambil filosofi ajaran Budha yaitu delapan jalan kehidupan.
Gambar 9. Pancuran Wudlu (8 Pancuran) Sumber : Koleksi pribadi peneliti
h. Makam Sunan Kudus Makam Sunan Kudus dilindungi cungkup dan diberi kain/kelambu warna putih dan daun pintu ukiran jati. Makam Sunan Kudus berukuran panjang 225 cm. lebar 70 cm dan tinggi 40 cm. Batu Nisannya memiliki ukuran tinggi 68 cm dan lebar 14 cm. Setiap tanggal 10 Suro diadakan acara penggantian kelambu yang dikenal dengan tradisi Buka Luwur. Saat acara ini masyarakat datang dari seluruh penjuru memberikan do’a dan meminta nasi buntel yang katanya membawa berkah.
cvii
Gambar 10. Makam Sunan Kudus Sumber : Koleksi Pribadi peneliti
i. Klenteng Hok Ling Bio Klenteng Hok Ling Bio terletak di Desa Langgar Dalem Kecamatan Kota berukuran panjang 16,50 m; lebar 16 m, tinggi 8 m. dengan luas tanah 611 m2. Klenteng ini terdiri dari dua bangunan dengan luas masing-masing bangunan 300 m2 dan 80 m2. Klenteng Hok Ling Bio dilindungi oleh pagar tinggi dan berpintu gerbang dari besi. Bahan bangunan terdiri dari tembok batu, bata merah, semen, kayu jati dan genting. Bangunan ini milik Yayasan Nyoo Thiam Huk dan sejak dulu berfungsi sebagai tempat ibadah penganut Kong Hu Cu. Kondisinya terawat baik. Klenteng ini dibangun pada zaman Majapahit. Klenteng ini menghadap barat, dengan motif hias fauna gambaran Naga dan Singa. Bangunan ini sudah ada sejak dulu sekitar abad XV, sehingga usianya lebih tua dari Menara. Pintu masuk pertama terdapat 2 (dua) pasang patung singa dan 2 (dua) patung Kilin. Depan bangunan terdapat pohon dewa daru yang kayunya sering diambil untuk kepentingan khusus.
cviii
Kata Bio dalam Hok Ling Bio berarti tempat ibadah, kata ini berasal dari bahasa Cina. Sedangkan klenteng berasal dari bahasa Jawa di mana pada zaman dahulu di tempat ibadah ini dibunyikan lonceng yang berbunyi teng…teng…teng untuk memanggil orang yang bersembahyang sehingga tempat ibadah tersebut dinamakan klenteng. Klenteng ini terbuat dari batu, batu bata merah dan semen. Klenteng ini didirikan pada zaman Kolonial Belanda sekitar 200-250 tahun yang lalu dan digunakan sebagai tempat ibadah sampai sekarang.
Gambar 11. Altar Pemujaan Klenteng Hok Ling Bio Sumber : Koleksi pribadi peneliti Klenteng ini sekarang digunakan sebagai tempat ibadah ajaran Tri Darma yaitu suatu ajaran yang berasal dari 3 guru yaitu Kong Hu Chu, Taoisme (Tau Chiang Locin) dan Budha. Kegiatan ritual yang dilakukan oleh umat Tri Darma di klenteng ini adalah : 1) Peringatan Tahun Baru Imlek yaitu tahun baru Cina 2) Perayaan kebesaran Ciu Thian Sian Nie (Anak buah Tau Chiang Locin I)
cix
3) Perayaan kesempurnaan Hian Thian Siang Tee (Dewa Welas Asih ahli pengobatan) 4) Perayaan kesempurnaan Kwan Seng Tee Kun, dan She Jit Tiong, Than Goan Swe Lie Loci (Dewa Perang yang punya kepahlawanan) 5) Perayaan Tahun Baru Imlek pada bulan pertama Imlek yaitu bulan Cia Gwee 6) Ruwatan yang dilakukan untuk menolak bala terhadap orang-orang yang mendapat nasib jelek di tahun tersebut
2. Kriteria-kriteria
yang
digunakan
untuk
menentukan
kelayakan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Semua informan dalam penelitian ini telah mengenal dan mengetahui pengertian dari media pembelajaran. Mereka menyatakan bahwa pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan hasil wawancara, mereka dapat menentukan kriteriakriteria yang menentukan kelayakan suatu media sebagai media pembelajaran. Kriteria-kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran perlu diperjelas agar pemanfaatan dan penggunaan media pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efisien. Penggunaan dan pemanfaatan media yang tepat dapat meningkatkan pemahaman dan kebermaknaan materi pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil evaluasi pembelajaran siswa.
cx
Penggunaan dan pemanfaatan media pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan tingkat pemahaman siswa. Media yang baik adalah media yang dapat memberikan gambaran yang konkret bagi siswa SD tentang materi pembelajaran yang sedang dihadapi sehingga mereka dapat menjelaskan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat ES, kriteria-kriteria yang dapat menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah 1) bentuk bangunan sebagai bukti fisik peninggalan sejarah masih utuh bentuknya. Artinya peninggalan sejarah tersebut dapat dikenali bentuk dan ciri-cirinya, 2) lokasi peninggalan sejarah sudah dikenal oleh masyarakat sehingga guru tidak kesulitan menemukan lokasi peninggalan sejarah, 3) aktivitas yang nampak di sekitar lingkungan dapat mempengaruhi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Aktivitas yang ditemui siswa selama melakukan kegiatan pembelajaran di lokasi peninggalan sejarah akan memberikan gambaran dan deskripsi yang jelas kepada siswa tentang arti penting dari peninggalan sejarah tersebut. Pendapat ES, kriteria-kriteria kelayakan ini harus didukung oleh hal lain yaitu: 1) lokasi peninggalan sejarah mudah dijangkau dan tidak jauh dari SD dan mudah ditemukan, 2) peninggalan tersebut mempunyai unsur sejarah dan mudah dipahami oleh anak. Pendapat DJ sesuai dengan pendapat ES namun masih terdapat tambahan kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan peninggalan sejarah dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yaitu ada suatu cerita baik yang sudah dipublikasikan maupun belum dipublikasikan yang menyatakan bahwa
cxi
tempat tersebut adalah peninggalan sejarah. Faktor ini penting karena suatu tempat dapat dikatakan sebagai peninggalan sejarah memiliki kriteria dan ciri khusus di mana penentuan ini biasanya dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Pendapat SW lebih mendalam dalam menentukan faktor yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Kriteria-kriteria tersebut adalah: 1) media peninggalan sejarah harus sesuai dengan materi yang diajarkan. Hal ini perlu diperhatikan karena penggunaan media yang tidak sesuai dengan materi akan menyebabkan pemahaman siswa terhadap materi tersebut tidak berhasil bahkan siswa akan bingung dan pembelajaran tidak dapat bermakna baginya, 2) media peninggalan sejarah dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa untuk memahami peninggalan sejarah yang ingin disampaikan guru. Pemanfaatan media peninggalan sejarah secara langsung harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan, meneliti dan mengamati bentuk peninggalan sejarah tersebut.
3. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Penerapan
pemanfaatan
peninggalan
sejarah
sebagai
media
pembelajaran IPS SD berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru IPS SD melakukan persiapanpersiapan meliputi penyusunan Program Tahunan (Prota), Program Semester
cxii
(Promes), Silabus, RPP dan media pembelajaran yang akan digunakan. Komponen-komponen tersebut dinamakan perangkat pembelajaran yang mutlak ada sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung. Program tahunan (Prota) berisi identitas mata pelajaran, satuan pendidikan, kelas dan tahun pelajaran. Sedangkan isi program tahunan ini memuat kesatuan waktu semester. Program Semester (Promes) memuat Pokok bahasan, sub pokok bahasan, alokasi waktu dan keterangan. Proses penyusunan perangkat mengajar ini adalah sebagai berikut : a. Proses Penyusunan Program Tahunan Penyusunan Program Tahunan terdiri dari : a) mengidentifikasikan kegiatan tatap muka, b) menghitung jumlah materi pokok pembelajaran, c) membaca dan memahami standar kompetensi mengenai distribusi alokasi waktu dalam satu tahun.
b. Proses Penyusunan Program Semester Program semester disusun setelah a) menjabarkan standar kompetensi, menghitung jumlah minggu efektif dalam satu semester ke dalam mingguan dengan melihat kalender akademik, b) mendistribusikan alokasi waktu berdasarkan hasil analisis materi. c. Proses Penyusunan Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok pembelajaran, indikator, penilaian,
cxiii
alokasi waktu dan sumber atau alat pelajaran. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan: Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, dan Panduan Penyusunan KTSP. Silabus dapat memberikan gambaran media pembelajaran apa yang cocok digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan materi yang telah disebutkan. Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh: para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab untuk jenjang SD dan SMP, dan dinas provinsi untuk jenjang SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA. d. Proses penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Setelah perangkat pembelajaran disusun, maka pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat dikerjakan. Pendapat ES dan KP, salah satu cara
cxiv
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam rangka memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah karya wisata. Pembelajaran dengan karya wisata adalah pembelajaran dengan mengajak siswa ke tempat peninggalan sejarah yaitu Kompleks Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus, Klenteng Hok Ling Bio. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah dengan karya wisata memiliki kelebihan yaitu 1) siswa antusias mengikuti kegiatan pembelajaran karena mereka dapat melihat, meraba, memperhatikan secara langsung benda-benda peninggalan sejarah yang diceritakan guru di kelas. Sambil mendengarkan penjelasan dari pengelola atau juru kunci tempat peninggalan sejarah tersebut, siswa dapat mengetahui benda-benda yang sedang dijelaskan sehingga penjelasan tersebut lebih lama diingat dan lebih mudah dipahami siswa, 2) Interaksi siswa terjalin dengan baik karena mereka terstimulasi oleh benda-benda yang sedang mereka pelajari ada di hadapan mereka sehingga mereka akan aktif bertanya dan terdorong untuk mencari tahu lebih banyak tentang benda-benda tersebut. Interaksi ini terjalin tidak hanya antara siswa dengan pengelola tempat peninggalan sejarah tetapi juga antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang menjadi fasilitator dalam kegiatan pembelajaran ini, 3) Kegiatan pembelajaran karya wisata dapat mengubah peran guru menjadi fasilitator dalam pembelajaran, artinya guru tidak mendikte dan mendoktrin siswa dengan materi pelajaran yang harus mereka kuasai tapi guru menjadi fasilitator agar siswa memperoleh peluang dan kesempatan untuk mempelajari materi pembelajaran yang ingin disampaikan oleh guru.
cxv
Penerapan
pemanfaatan
peninggalan
sejarah
sebagai
media
pembelajaran yang lain menurut SW dan DJ adalah dengan pemberian tugas terstruktur. Pemberian tugas ini dilakukan karena penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan karya wisata tidak memungkinkan. Pemberian tugas terstruktur akan mendorong siswa untuk mengenal peninggalan sejarah secara langsung dengan bertanya kepada orang yang mengetahui tentang peninggalan sejarah yang ditugaskan oleh guru atau melakukan studi pustaka
tentang peninggalan sejarah. Pemberian tugas
terstruktur ini lebih mudah dan tidak menghabiskan waktu pelajaran di sekolah yang hanya 3 x 35 menit setiap minggunya. Bentuk penerapan lain dari pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS adalah dengan demonstrasi. Pendapat DJ, siswa diajak mengenal peninggalan sejarah melalui miniatur Menara Kudus dan gambar Masjid serta Menara Kudus yang dibawa di dalam kelas. Guru memandu siswa untuk melakukan diskusi dan analisis terhadap peninggalan sejarah tersebut setelah mengamati gambar dan miniatur peninggalan sejarah sehingga mereka dapat mengenal benda-benda peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus dan pada akhirnya akan berhasrat untuk melestarikan peninggalan sejarah tersebut.
4. Kesulitan-kesulitan
yang
dihadapi
guru
dalam
memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
cxvi
Kesulitan yang timbul dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus berhubungan dengan bentuk penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan diskusi dan tugas terstruktur tidak menimbulkan kesulitan yang berarti bagi guru. Pendapat RM, pelaksanaan pemanfaatan peninggalan sejarah dengan diskusi dan tugas terstruktur tidak menimbulkan masalah bagi guru karena guru bertindak sebagai fasilitator dan evaluator dalam kegiatan ini. Siswalah yang berperan aktif untuk menemukan jawaban bagi permasalahan yang diberikan oleh guru yaitu mengenal peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Kudus. Guru-guru IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono mengalami kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD dengan menerapkan karya wisata dalam pembelajaran. Pendapat ES dan DJ kesulitan yang dihadapi oleh guru terutama disebabkan oleh tempat peninggalan sejarah terlalu jauh dari sekolah. Faktor jarak ini sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena siswa dan guru akan mengalami kesulitan untuk mencapai tempat peninggalan sejarah tersebut tanpa adanya fasilitas yaitu transportasi. Mereka tidak dapat mencapai lokasi peninggalan sejarah yang akan dipelajari dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan yang dimiliki siswa yaitu sepeda. Jarak yang jauh untuk mencapai tempat peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media pembelajaran membutuhkan waktu tempuh yang lama. Tempat yang jauh ini juga membutuhkan sarana akomodasi untuk mencapai tempat tersebut, dengan kata
cxvii
lain membutuhkan biaya ekstra akomodasi untuk mencapai tempat peninggalan sejarah. Pendapat KP, kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran karya wisata adalah sulitnya mengorganisasi siswa agar kegiatan pembelajaran dengan karya wisata dapat berlangsung maksimal, efektif dan efisien. Kesulitan guru yang lain adalah sikap siswa yang hanya bermain-main selama kegiatan pembelajaran tersebut berlangsung sehingga apa yang diharapkan dan menjadi tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat dicapai. Selain itu kendala waktu juga dihadapi guru. Kegiatan pembelajaran dengan karya wisata membutuhkan waktu yang relatif plama dan tidak dapat diselesaikan dalam satu dua kali pertemuan sesuai alokasi waktu pembelajaran SD yaitu dua sampai empat kali jam pelajaran yang lamanya setiap satu jam pelajaran adalah 35 menit. Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran tidak dapat dilakukan pada jam pelajaran efektif karena dapat mengganggu jam pelajaran lain.
5. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD seGugus Pangeran Cendono Kesulitan dan kendala yang dihadapi guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran dapat diatasi sesuai dengan jenis kesulitan yang dihadapi. Pendapat KP, kesulitan yang dihadapi guru dalam metode pembelajaran karya wisata yaitu sulitnya
cxviii
mengorganisasi siswa dapat diatasi dengan membentuk kelompok-kelompok pengamatan dan dipilih anak yang mampu memimpin dan memandu temantemannya selama kegiatan di luar kelas berlangsung. Selain itu dalam pelaksanaan kegiatan, guru yang mendampingi kegiatan ini lebih dari satu sehingga dapat memantau siswa secara keseluruhan dengan pembagian tugas. Kesulitan biaya untuk pelaksanaan karya wisata dapat diatasi dengan mengalokasikan sebagian dana BOS. Pengalokasian dana BOS untuk kegiatan ini dapat dibenarkan karena menyangkut peningkatan kualitas pendidikan murid. Pengalokasian dana BOS ini dapat memberikan kemudahan bagi guru untuk memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Pendapat KP, untuk mengatasi kesulitan di mana siswa bermain-main selama kegiatan pembelajaran maka sebelum kegiatan berlangsung guru memberikan penjelasan dan pengarahan tentang pokok-pokok yang harus siswa ketahui selama kegiatan pembelajaran di luar kelas. Sedangkan kendala yang berkaitan dengan waktu adalah pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran tidak dapat dilakukan pada jam pelajaran efektif karena dapat mengganggu jam pelajaran lain. Untuk mengatasi kendala ini guru dapat memanfaatkan
hari
libur
sebagai
alternatif
pembelajaran.
C. Pokok-Pokok Temuan
cxix
pelaksanaan
kegiatan
1. Jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Jenis-jenis peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono adalah peninggalan sejarah yang sesuai dengan kurikulum yang diajarkan di SD. Kurikulum yang dimaksud adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV SD semester I. Berdasarkan SK/KD tersebut, peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah: a. Menara Kudus b. Masjid Sunan Kudus c. Gapuro Padureksan Kidul Menara Kudus d. Gapuro Kembar e. Gerbang Samping f. Gapuro Gerbang Tajug g. Pancuran Wudlu h. Makam Sunan Kudus i. Klenteng Hok Ling Bio
2. Kriteria-kriteria
yang
digunakan
untuk
menentukan
kelayakan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono
cxx
Kriteria utama dalam menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah kesesuaian peninggalan sejarah tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang merupakan penjabaran dari Kompetensi Dasar IPS SD. Kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono adalah: a. Peninggalan sejarah harus sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. b. Peninggalan sejarah harus dapat memberikan gambaran yang jelas bagi siswa sehingga mereka dapat memahami kompetensi yang ingin dicapai. c. Peninggalan sejarah dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa tentang bangunan peninggalan sejarah sehingga siswa mampu memahami dan mengerti tentang arti penting peninggalan sejarah. d. Tempat peninggalan sejarah tidak terlalu jauh, mudah dijangkau dan mudah ditemukan. e. Peninggalan sejarah tersebut memiliki cerita dan unsur sejarah yang kental. f. Bangunan fisik peninggalan sejarah masih terawat baik dan utuh.
3. Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Penerapan pemanfaatan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono dapat menggunakan karya wisata, demontrasi dan tugas terstruktur.
cxxi
Penerapan karya wisata memberikan peluang kepada siswa untuk melihat dan memperhatikan langsung benda-benda peninggalan sejarah tersebut. Pengalaman langsung ini akan lebih memberikan makna kepada siswa dalam mempelajari peninggalan sejarah. Pembelajaran dengan karya wisata meningkatkan interaksi aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran. Penerapan pembelajaran dengan demonstrasi dapat memberikan latihan kepada siswa untuk menganalisa suatu peninggalan sejarah dengan memperhatikan miniatur dan gambar peninggalan sejarah. Tugas tersetruktur akan memberikan siswa kemandirian dalam bekerja secara kelompok tanpa mengandalkan guru.
4. Kesulitan-kesulitan
yang
dihadapi
guru
dalam
memanfaatkan
peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD se-Gugus Pangeran Cendono Kesulitan guru dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan menggunakan karya wisata yaitu: a. Tempat peninggalan sejarah terlalu jauh dari sekolah b. Biaya transportasi mahal c. Waktu pelaksanaan lama yaitu sekitar 3 jam atau lebih d. Sulitnya mengorganisasi siswa agar kegiatan pembelajaran dengan karya wisata dapat berlangsung maksimal, efektif dan efisien
cxxii
5. Cara guru mengatasi kesulitan dalam memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran IPS SD seGugus Pangeran Cendono Guru mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan karya wisata memerlukan analisa yang mendalam terhadap kesulitan yang dihadapi. Kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan karya wisata dapat diatasi dengan mengalokasikan dana BOS untuk mengunjungi peninggalan sejarah dan memanfaatkan waktu liburan untuk mengunjungi tempat peninggalan sejarah, atau mencari cara pelaksanaan lain.
D. Pembahasan
Peningkatan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan berusaha untuk memahami bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana informasi yang diperoleh dapat diproses dalam pikiran mereka sehingga menjadi milik mereka serta bertahan lama dalam pikirannya. Dengan kata lain, kita perlu menyadari bahwa peserta didik merupakan sumber daya manusia sebagai aset bangsa sangat berharga. Oleh sebab itu, perlu diupayakan penerapan iklim belajar yang tepat untuk menciptakan lulusan yang benar-benar kreatif, inovatif dan berkeinginan untuk maju melalui pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran secara optimal untuk mengembangkan potensinya secara utuh dan optimal. Masih
ada
sebagian
pendidik yang
beranggapan bahwa
media
pembelajaran selalu berkaitan dengan peralatan elektronik atau peralatan canggih
cxxiii
yang mahal harganya. Anggapan seperti itu merupakan pandangan yang terlalu sempit terhadap makna media pembelajaran. Sesungguhnya, media pembelajaran sangat banyak jenis dan jumlahnya. Mulai dari jenis media yang paling sederhana dan murah, hingga jenis media yang canggih dan mahal. Ada media buatan pabrik, ada pula jenis media yang dapat dibuat sendiri oleh guru. Bahkan banyak pula jenis media yang telah tersedia di lingkungan sekitar kita yang langsung dapat kita gunakan untuk keperluan pembelajaran. Oleh karena itu, seharusnya tidak ada lagi guru yang enggan menggunakan media pembelajaran karena alasan ketiadaan biaya. Kegiatan belajar mengajar bukanlah berproses pada kehampaan tetapi berproses pada kemaknaan. Kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses belajar mengajar, salah satunya adalah lingkungan Lingkungan yaitu situasi yang tersedia di mana pesan itu diterima oleh siswa. Lingkungan terdiri atas lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, taman dan lain-lain. Lingkungan non fisik seperti penerangan sirkulasi udara dan lain-lain. Selanjutnya lingkungan yang disebut sebagai sumber belajar dan media pembelajaran adalah tempat atau ruangan yang dapat mempengaruhi siswa. Tempat dan ruangan tersebut ada yang dirancang (by Design) khusus untuk tujuan
pengajaran,
misalnya
gedung
sekolah
ruang
perpustakaan
dan
laboratorium, studio dan sebagainya. Selain itu ada juga tempat atau ruangan
cxxiv
yang bukan dirancang secara khusus atau hanya dimanfaatkan sebagai sumber belajar dan media pembelajaran untuk tujuan pengajaran, seperti gedung dan peninggalan sejarah, bangunan industri, lingkungan pertanian, museum, pasar, tempat rekreasi dan lain-lain. Peninggalan sejarah merupakan media pembelajaran yang berasal dari lingkungan sehingga metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk memanfaatkannya haruslah tepat, efektif dan efisien. Penggunaan media harus dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus jumlahnya sangat banyak dan terdiri dari periode pra sejarah dan periode sejarah yaitu periode Hindu-Budha, Islam, Masa Kolonial dan Masa Kemerdekaan. Untuk itu dalam pemanfaatan peninggalan sejarah diperlukan batasan-batasan tertentu sehingga tujuan-tujuan dalam pembelajaran dapat tercapai, baik tujuan pendidikan nasional, tujuan sekolah maupun tujuan pembelajaran. Batasan-batasan dan kriteria peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK/KD) IPS SD. SKKD IPS SD yang memuat tentang peninggalan sejarah adalah SKKD Kelas IV. Pemilihan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran dapat terwujud karena pemilihan media pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien untuk mendukung kegiatan pembelajaran.
cxxv
Pemilihan peninggalan sejarah yang akan dijadikan media pembelajaran juga harus memperhatikan keadaan fisik bangunan bersejarah itu sendiri. Peninggalan sejarah yang dipilih sebagai media pembelajaran IPS, keadaan fisiknya harus baik, utuh dan mampu mempresentasikan kondisi pada zamannya sehingga siswa mampu memahami keadaan saat peninggalan sejarah itu didirikan. Pemenuhan SKKD ini dapat tercapai dengan mengembangkan silabus pembelajaran. Dalam silabus pembelajaran ini terdapat tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPS Sekolah Dasar. Tujuan pembelajaran ini tercantum dalam petikan silabus mata pelajaran IPS berikut ini :
cxxvi
Tabel 2. Silabus IPS SD Kelas IV
Nama Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar 1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/ kota, provinsi) dan menjaga kelestarian nya
: : : : 1.
Materi Pokok - Asal-usul suatu tempat - Arti dan bentukbentuk peninggalan sejarah - Ciri-ciri peningga lan sejarah - Cara dan manfaat menjaga kelestari an peninggalan sejarah
SILABUS SD 4 Cendono IV (empat) / 1 (Gasal) Ilmu Pengetahuan Sosial Memahami sejarah, kenampakan keragaman suku bangsa di kabupaten/kota dan provinsi Kegiatan Pembelajaran - Menjelaskan asal usul tempat - Mencatat peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus - Mengklasifikasi kan jenis-jenis peninggalan sejarah - Menjelaskan ciriciri peninggalan sejarah - Menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah - Menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah
alam, dan lingkungan
Tujuan Alokasi Sumber Pembelajaran waktu Belajar - Menjelaskan 9 JP Peninggalan asal usul nama sejarah suatu tempat Kabupaten - Mencatat Kudus, peninggalan Buku Teks sejarah di Ilmu kabupaten Pengetahuan Kudus Sosial - Mengklasifika Jakarta : sikan jenisErlangga jenis peninggalan sejarah - Menjelaskan ciri- ciri peninggalan sejarah - Menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah - Menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah
Sumber : Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas IV disusun oleh Guru Kelas IV Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas maka peninggalan sejarah di kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah asal usul nama kota Kudus, mendata peninggalan-peninggalan sejarah di kabupaten Kudus terutama peninggalan sejarah berskala nasional seperti Menara
cxxvii
Kudus, Masjid Sunan Kudus, Makam Sunan Kudus, Klenteng Hok Hien, Klenteng Hok Ling Bio. Pembelajaran merupakan sebuah sistem di mana semua komponen pembelajaran harus saling mendukung. Media pembelajaran merupakan komponen yang membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran dengan lebih baik sehingga membutuhkan suatu batasan-batasan atau kriteria agar tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran dapat terlaksana. Peninggalan sejarah merupakan media pembelajaran yang berasal dari lingkungan. Media ini tidak sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran sehingga guru harus jeli dalam memilih kriteria-kriteria untuk menentukan kelayakan peninggalan sejarah ini agar dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Kriteria yang paling penting untuk menentukan kelayakan media peninggalan sejarah adalah peninggalan sejarah tersebut harus sesuai dengan materi yang diajarkan, dengan kata lain harus sesuai dengan kurikulum IPS yang diajarkan di SD dijabarkan dalam SKKD IPS SD Kelas IV. Peninggalan sejarah harus dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat membantu pemahaman siswa tentang materi yang sedang diajarkan. Kriteria-kriteria lain yang harus diperhatikan adalah media peninggalan sejarah harus dapat meangsang kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa sehingga siswa dapat memahaminya dengan lebih baik. Peninggalan sejarah dapat digunakan sebagai media pembelajaran secara individu, kelompok maupun klasikal.
cxxviii
Kriteria-kriteria
penentuan
kelayakan
peninggalan
sejarah
untuk
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran ini sesuai dengan prinsip pemilihan dan penggunaan media yang disampaikan oleh Heinich dkk (dalam Azhar Arsyad, 2007: 67). Prinsip pemilihan dan penggunaan media menurut Heinich dkk adalah 1) menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, artinya seorang guru dalam memilih media pembelajaran harus sesuai dengan siswa yang akan menggunakan media tersebut, karena siswa SD harus mendapat gambaran tiga dimensi terhadap segala sesuatu yang disampaikan oleh guru, maka peninggalan sejarah yang sudah mereka kenal tentu lebih baik pemahamannya bila disampaikan kepada siswa dengan menunjukkan benda yang sedang dibicarakan, 2)
menyatakan
atau
merumuskan
tujuan
pembelajaran,
artinya
media
pembelajaran yang dipilih oleh guru harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan media peninggalan sejarah adalah: a) menjelaskan asal usul nama suatu tempat yaitu asal usul nama Kudus, b) mencatat peninggalan sejarah di kabupaten Kudus, yaitu Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus serta klenteng Hok Ling Bio, c)
mengklasifikasikan
jenis-jenis
peninggalan
sejarah,
yaitu
dengan
mengklasifikasikan Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus sebagai peninggalan sejarah pada jaman Islam dan klenteng Hok Ling Bio sebagai peninggalan sejarah jaman Hindu-Budha, d) menjelaskan ciri-ciri peninggalan sejarah, e) menjelaskan cara menjaga kelestarian peninggalan sejarah, f) menjelaskan manfaat menjaga kelstarian peninggalan sejarah.
cxxix
Sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran dilakukan, guru perlu mempersiapkan dokumen-dokumen yaitu silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam RPP ini memuat tentang cara pelaksanan pembelajaran yang dilakukan yaitu karya wisata, demonstrasi dan tugas terstruktur. Kunjungan ke lokasi peninggalan sejarah membuat peserta didik mengetahui gambaran tentang ciri-ciri peninggalan sejarah. Mereka dapat melihat langsung peninggalan sejarah tersebut sehingga dapat menjelaskan ciri-ciri peninggalan sejarah tersebut. Cara pelaksanaan pembelajaran ini menjadikan peserta didik sebagai subjek pembelajaran, sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensi diri secara optimal. Metode pembelajaran ini menuntut peserta didik mampu belajar mandiri, selain itu mereka menjadi bergairah dalam mempelajari IPS. Kegairahan dalam mempelajari IPS dan optimalisasi potensi diri peserta didik pada akhirnya akan menjadikan prestasi belajar peserta didik menjadi optimal. Kegiatan demonstrasi dengan menunjukkan miniatur peninggalan sejarah dapat digunakan sebagai alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Kesulitan yang dihadapi guru dalam pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran IPS SD terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang dipakai dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Dalam metode karya wisata guru menghadapi kendala yaitu sulitnya mengorganisasi siswa dan masalah biaya untuk mengunjungi tempat
cxxx
peninggalan sejarah tersebut terutama masalah biaya akomodasi siswa dan guru. Dalam metode karya wisata siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar kelas, artinya siswa bebas bergerak tanpa dibatasi oleh dinding ruang kelas. Kondisi ini menjadikan siswa lebih suka bermain-main dari pada melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa beranggapan bahwa kegiatan pembelajaran di luar kelas ini adalah bentuk lain dari bermain dan berekreasi sehingga mereka lebih mementingkan kegiatan tersebut dibandingkan kegiatan pembelajaran itu sendiri. Kegiatan karya wisata ini adalah membawa siswa ke tempat peninggalan sejarah, dengan kata lain kegiatan ini memerlukan akomodasi agar dapat terlaksana dengan baik. Biaya akomodasi untuk membawa satu kelas siswa dengan guru tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Dengan latar belakang orang tua murid yang berpenghasilan kecil, maka tidak mungkin membebankan biaya ini kepada mereka. Selain itu metode karya wisata ini memerlukan waktu yang cukup banyak agar hasilnya dapat terlaksana dengan maksimal. Maka pelaksanaannya menjadi tidak efektif dan efisien jika dilakukan pada jam pelajaran IPS karena hal ini pasti akan mengacaukan jam pelajaran mata pelajaran yang lain. Apabila perencanaan guru sebagai fasilitator dan penyelenggara pendidikan kurang persiapan maka kegiatan belajar mengajar di lokasi peninggalan sejarah tidak dapat berlangsung secara optimal terutama jika yang menjadi peserta adalah siswa SD. Tanpa pengarahan dan persiapan peserta didik akan bermain-main dan bukannya melakukan kegiatan pembelajaran. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, guru dapat memberikan pengarahan dan bimbingan
cxxxi
baik sebelum kegiatan di luar sekolah maupun saat kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan peninggalan sejarah berlangsung. Arahan dan bimbingan tersebut dapat membantu peserta didik lebih fokus dan berkonsentrasi dalam kegiatan belajar mengajar tanpa menghilangkan unsur eksplorasi dan rasa keingintahuan mereka, sehingga mereka dapat mencari tahu tentang sejarah peninggalan yang dikunjungi, ciri-ciri, cara memanfaatkan serta melestarikan peninggalan sejarah tersebut. Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan seputar peninggalan sejarah yang dikunjungi sehingga mereka dapat lebih memahami makna dari peninggalan sejarah tersebut. Selain itu guru dapat membentuk kelompok-kelompok kecil di mana dalam kelompok tersebut dipilih anak yang mampu memimpin sebagai ketua. Melalui
ketua-ketua
kelompok
ini
guru
dapat
memantau
pelaksanaan
pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Kesulitan yang dialami guru juga menyangkut waktu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan media pembelajaran peninggalan sejarah. Kegiatan belajar mengajar tidak dapat dilakukan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan oleh sekolah. Untuk itu perlu mencari waktu selain waktu pembelajaran di kelas yang telah ditentukan oleh sekolah, misalnya waktu hari libur. Pemanfaatan waktu liburan ini untuk kegiatan pembelajaran selain sebagai sarana rekreasi juga menjadi sarana edukasi yang terarah. Sedangkan kegiatan pembelajaran di kelas dapat dipergunakan untuk evaluasi kegiatan di luar kelas yang telah dilakukan. Kegiatan ini memberikan pengaruh yang lebih signifikan bagi peningkatan hasil belajar IPS dengan materi tersebut.
cxxxii
Biaya juga menjadi kendala yang cukup memberatkan guru untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar ini membutuhkan biaya yang besar, dan apabila ditanggung oleh siswa akan memberatkan orang tua murid. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengalokasikan sebagian dana BOS yang diterima sekolah untuk kegiatan ini.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasar pada sajian data, pokok temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS/Sejarah SD adalah peninggalan sejarah yang sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran IPS SD. KD yang sesuai dengan deskripsi ini adalah KD Kelas IV Semester I yaitu “Menghargai
berbagai
peninggalan
sejarah
di
lingkungan
setempat
(kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya”. Kriteria-kriteria yang menentukan kelayakan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah peninggalan sejarah yang digunakan sebagai media
cxxxiii
pembelajaran harus sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Peninggalan sejarah harus dalam keadaan utuh dan terawat baik sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas kepada siswa tentang materi pembelajaran yang dipelajari. Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran perlu dibuat perencanaan pembelajaran dan perangkat pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan cara karya wisata memerlukan persiapan khusus agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Kendala dan kesulitan yang dihadapi guru dalam pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran dengan karya wisata adalah kesulitan mengorganisir siswa agar fokus pada kegiatan pembelajaran. Kendala/kesulitan lain adalah membutuhkan waktu pelaksanaan yang lama dan membutuhkan biaya transportasi yang besar. Kendala – kendala tersebut di atasi dengan cara menganalisa kendala dan kesulitan itu sendiri. Kendala dan kesulitan mengorganisir anak dapat dikurangi dengan memberikan penjelasan, bimbingan dan arahan kepada anak sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, selain itu guru dapat membentuk kelompokkelompok untuk memudahkan koordinasi dan organisasi siswa. Kendala waktu dapat diatasi dengan memanfaatkan waktu liburan untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas. Sedangkan masalah biaya dapat diatasi dengan menggunakan dana BOS untuk mendukung kegiatan ini.
cxxxiv
B. Implikasi Peninggalan sejarah merupakan kekayaan budaya yang sudah ada di lingkungan sekitar. Peninggalan sejarah ini menyimpan nilai-nilai edukatif yang perlu diketahui oleh siswa sehingga dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Dasar tercantum tentang pelestarian peninggalan sejarah di daerah setempat. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini memberikan acuan bagi guru untuk memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Keanekaragaman peninggalan sejarah menuntut guru untuk jeli memilih peninggalan sejarah yang dapat digunakan sebagai media pembelajan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Dampak positif dari pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran adalah guru belajar untuk mencari media pembelajaran inovatif dan bervariasi untuk menunjang keberhasilan pembelajaran. Guru dituntut untuk mencari peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dengan menggunakan kriteria-kriteria media pembelajaran yang baik dan sesuai dengan dengan tujuan pembelajaran. Dampak positif dari guru menentukan sendiri peninggalan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran adalah guru dapat mencari peninggalan sejarah di daerah sekitarnya yang sesuai dengan potensi, tingkat pemahaman siswa sekolah dasar. Kelompok kerja guru juga dapat digiatkan dengan diskusi-diskusi untuk mencari peninggalan sejarah di kabupaten Kudus yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran IPS.
cxxxv
Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan membantu siswa memahami materi pembelajaran karena media pembelajaran tersebut membantu siswa memvisualkan materi yang dikatakan guru atau dibaca siswa dalam bentuk kata-kata. Pemanfaatan peninggalan sejarah di kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran merupakan langkah yang tepat karena guru dapat memanfaatkan media yang sudah tersedia di lingkungan. Guru juga menjadi lebih profesional dalam memanfaatkan media pembelajaran yang ada untuk membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. Kendala-kendala yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan peninggalan sejarah setempat merupakan kendala teknis. Kendala dapat dipecahkan oleh guru sendiri dibantu oleh seluruh civitas akademika. Namun kendala tersebut justru membuat guru malas melaksanakan kegiatan pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran dengan karya wisata.
C. Saran-Saran Berdasarkan kajian literatur sebagai kondisi ideal serta kondisi nyata di lapangan seperti yang tersajikan dalam simpulan, beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut : 1. Perlunya kerja sama antara Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan Nasional dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. Dinas Pariwisata dapat memberikan jenis-jenis peninggalan sejarah di Kabupaten Kudus dan memberikan masukan tentang penjelasan dan sejarah di Kabupaten
cxxxvi
Kudus, sedangkan Dinas Pendidikan Nasional memberikan masukan tentang peninggalan sejarah apa saja yang cocok dimasukkan dalam media pembelajaran. 2. Perlu adanya sosialisasi dan pelatihan tentang cara menggunakan lingkungan sekitar, terutama peninggalan sejarah setempat sebagai media pembelajaran dengan
memperhatikan
kriteria-kriteria
yang
sesuai
dengan
media
pembelajaran yang baik dalam proses pembelajaran. 3. Pemanfaatan peninggalan sejarah di kabupaten Kudus sebagai media pembelajaran perlu dibahas dalam Musyawarah Guru untuk mendapatkan metode yang paling efektif dan efesien sehingga mudah dilaksanakan. 4. Perlu adanya dorongan dan dukungan dari sekolah dan masyarakat agar guru bersemangat dalam memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai media pembelajaran. 5. Perlunya pembahasan dan evaluasi dalam KKG dan MGMP tentang pemecahan dan pelaksanaan pembelajaran IPS dengan memanfaatkan peninggalan sejarah.
cxxxvii