Penilaian kualitas bahan pakan
Cara penilaian 1. 2. 3. 4. 5.
Analisis kimia Digestibility trial Estimasi kandungan energi Penilaian kualitas protein Perhitungan ekonomis
Analisis kimia 1. Analisis proksimat Perlakuan 1. Pemanasan oven 100ºC 2. Tanur 550-600ºC 3. Kjeldahl 4. Ekstraksi pelarut ether 5. Dimasak dengan asam dan basa encer 6. Sisanya
Fraksi yg
Komponen
diperoleh bahan kering air dan bahan yg mudah menguap abu mineral protein protein, aa, NPN ekstrak ether lemak, minyak, lilin serat kasar sellulosa, hemisellulosa dan lignin BETN pati, gula, serat yang larut
Air Protein Bahan pakan Bahan kering
Bahan organik
Serat kasar Lemak
Bahan anorganik
BETN
2. Van Soest Fraksi NDF
Lignin
Reagen sodium lauryl sulfat EDTA (pH 7) CTAB dalam 1N H2SO4 KMnO4
Sellulosa SiO2
HBr 48%
ADF
Hemisellulosa -
Perlakuan Hasil pemanasan 1 jam total dinding sel pemanasan selama ligno sellulosa 1 jam dan SiO2 1,5 jam pada 20°C lignin hilang krn oksidasi residu tetes setiap jam sisanya Silikat pada 25°C NDF - ADF
2. Digestibility Trial Cara konvensional/in vivo - pakan mixed feed or single feed - perbedaan jumlah setiap nutrisi yang ada dalam bahan pakan dan dalam feses A. metode langsung
Yang perlu diperhatikan: •Pelajari prosedur dengan seksama
•Pilih hewan yang sehat, nafsu makan baik, dsb •Persiapan peralatan (kandang metabolis yang kokoh, penampung feses, urin dsb)
Harness and bag attachment Also suitable for grazing animal
Tampak atas
Tampak belakang
Prosedur Preliminary study (unggas 5 hari, kuda/babi 7-10 hari, ruminansia 10-12 hari) apa yang diberikan dan manejemen sama dengan periode koleksi
Periode koleksi melanjutkan kegiatan selama prelim tetapi melakukan penampungan feses (7-10 hari) DC (%) = intake nutrien – nutrien dlm feses x100 Intake nutrien
Validity of digestibility Methane arising from fermentation of CH is lost by eructation, but will be classes as being digested Subtraction of nutrients excreted in the faeces from those ingested in the diet do not always reflect exactly the availability of the nutrients Must be exclusive of N, lipid and minerals metabolic origin
Digestibility of hay by a calf (fed 10 kg hay/d with average quantity of wet faeces 15 kg/d) Constituent
composition (%) Quantity (kg) QD AD (%) hay
faeces
hay faeces
7,95 2,79
(kg)
Organic matter9,5
18,6
Crude protein
9,7
2,6
0,97
0,39
0,58
5,8
Fat
2,5
0,8
0,25
0,12
0,13
1,3
Crude fibre
26,3
6,4
2,63
0,96
1,67
6,7
N free extract
41,0
8,8
4,10
1,32
2,78 27,8
0,58/9,7 x 100 = 5,97
5,16 51,6
DCSmN (%) = intake N – N dlm feses x100 Intake N
DCSmN: daya cerna semu nitrogen
DCSbN (%) = intake N – (N dlm feses-metabolic N x100 Intake N DCSbN: daya cerna sebenarnya nitrogen TDN = %dig CP + %dig NFE + %dig CF + %dig EE
B. Metode indikator Syarat: - melalui saluran pencernaan dalam kecepatan konstan - tidak larut, tidak dapat dicerna dan tidak dapat diserap oleh intestine - tidak beracun, tidak bersifat laxatif atau mempengaruhi proses fisiologi - tidak mengandung/bereaksi dengan zat makanan yang diteliti - misalnya chromium oxide, ferric oxide, lignin, carmine, methylene blue, barrium sulfate, copper sulfate
Asumsi: rasio konsentrasi indikator dalam pakan sama dengan dalam feses
Prosedur pelaksanaan sama dengan A., hanya tidak perlu mengukur/menimbang jumlah intake dan feses Implikasinya hanya perlu mengambil sampel pakan dan sampel feses selama periode koleksi dalam prosedur A.
Rumus: %A %NB % DN = 100 – (100x ------ x ------- ) %B %NA Dimana: DN : digestible nutrient A : indikator dalam bahan pakan B : indikator dalam feses NA : nutrient dalam bahan pakan NB : nutrient dalam feses
Metode in vivo adalah cara pengukuran kecemaan pakan langsung menggunakan temak hidup. Nilai kecemaan in vivo dipengaruhi oleh jenis temak, prosesing, kandungan nutrien pakan, komposisi pakan, ukuran partikel pakan dan jumlah pemberian pakan (Tillman, 1983).
Metode ini mempunyai keuntungan, yaitu memperhitungkan palatabilitas pakan, dapat mengetahui konsumsi dan kecemaan pakan serta produktivitas temak, namun dalam pelaksanaannya memerlukan banyak biaya, waktu dan tenaga.
Metode in vitro Pengukuran kecemaan in vitro mrupakan penentuan kecemaan pakan yang dilakukan secara kimiawi di laboratorium dengan meniru proses pencemaan yang terjadi di dalam tubuh temak ruminansia (Van Soest, 1994). Penentuan kecemaan secara in vitro memiliki kelebihan, yaitu jumlah sampel yang diperlukan sedikit (0,5 g/tabung), biaya lebih murah, dapat menentukan kecemaan banyak sampel pakan dalam waktu yang relatif singkat (96 jam), dapat dipelajari proses fermentasi yang terjadi di dalam rumen dan aktivitas mikroba tanpa dipengaruhi oleh induk semang dan pakannya (Johnson, 1966 dan Church, 1879).
Adapun menurut Ensminger (1978) kelebihan kecemaan in vitro adalah sampel yang digunakan sedikit, banyak sampel yang dapat dievaluasi secara bersamaan, kecemaan dapat segera diketahui karena waktu relatif pendek, terkontrol dan hasilnya mempunyai korelasi positif dengan kecemaan in vivo.
Pengukuran kecemaan in vitro menurut metode Tilley dan Terry (1963) terdiri dari dua fase, yaitu: fase I pencemaan mikrobial dengan cairan rumen dan saliva buatan dalam kondisi anaerob selama 48 jam dan fase II pencemaan enzimatis dengan HC1 dan pepsin.
Prinsip pengukuran kecernaan secara in vitro adalah suatu konsep yang praktis untuk meniru proses pencernaan yang terjadi di dalam rumen, abomasum dan usus halus, yaitu: - situasi an aerob - suhu 39°C - saliva buatan dari Mc.Dougall’s - pH 6,9 - 7,0 - cairan rumen yang berisi mikroba rumen - pemberian enzim pepsin - HCl - gerakan rumen - keadaan gelap (Van der Meer, 1980).
Hasil kecemaan in vitro dipengaruhi oleh: •
ukuran partikel,
•
jumlah sampel,
•
penanganan cairan rumen,
•
kondisi lingkungan saat inkubasi dan
•
larutan bufer
Tilley dan Terry (1963) membagi proses pencernaan ruminansia secara in vitro atas 2 fase : 1. Fase pencernaan fermentatif (fase pertama). Pada fase pertama ini bahan pakan difermentasikan secara an aerob dalam cairan rumen yang merupakan sumber mikroba rumen dan larutan buffer yang merupakan saliva buatan, suhu sekitar 39°C, kisaran pH 6,9 - 7,0 selama 48 jam. Larutan penyangga fosfat-bikarbonat yang terdiri dari tiga larutan, yaitu : 46.5 gr Na3HPO4.H2O3 ; 49,0 gr NaHC03 ; 2,35 gr NaCI ;2,85 gr KC1 Kemudian dilarutkan dalam air sampai 1000 ml. Larutan 6 % MgCl2 . Larutan 4 % CaCl2
Tempat sampel yang diinkubasikan atau fermentor dapat terbuat dari kaca atau polietilene. Pada fase fermentatif keadaan an aerob diusahakan dengan cara mengaliri gas CO2 (bubbling) dan ditutup rapat dengan penutup karet busen valve.
Prinsip penutup bunsen valve ini sama dengan prinsip pentil pada ban sepeda yaitu hanya bias membebaskan udara di dalam tabung fermentor tapi udara luar tabung sendiri tidak bisa masuk.
Mikroba rumen diperoleh dari cairan rumen, sedangkan saliva rumen yang mempunyai sifat sebagai bufer atau penyangga (menjaga keasaman) diperoleh dari larutan Mc.Dougall’s yang dibuat dengan komposisi dan sifat-sifat mirip saliva rumen. Adanya sifat buffer dari Mc.Dougall’s karena mengandung fosfat dan bikarbonat. Gerakan rumen ditiru dengan menempatkan sistem fermentasi dalam penangas air bergoyang (shaker water bath) yang bersuhu konstan 39°C atau dengan penggoyangan manual setiap 4 jam sekali. Tempat fermentasi selain penangas air bergoyang bisa juga digunakan oven yang bersuhu konstan 39°C.
Sisa sampel bahan makanan yang tidak larut setelah proses fermentatif dan hidrolisis (endapan = residu) merupakan bahan makanan yang tidak tercerna. Dengan demikian selisih antara berat awal sampel dengan berat endapan yang tidak larut tersebut merupakan kecernaan suatu sampel yang diuji. Endapan terakhir dari proses pencernaan ini kemungkinan juga bukan hanya berasal dari sampel yang diuji saja tetapi juga berasal dari bahan-bahan lain seperti cairan rumen, Mc.Dougall’s dan sebagainya, maka dalam pengukuran koeffisien cerna perlu dikoreksi dengan menggunakan blanko.
Yang dimaksud blanko adalah menyertakan dalam inkubator, fermentor tanpa sample yang diuji. Dengan cara ini maka nilai koefisien cerna yang kita peroleh lebih mendekati sebenarnya.
Untuk lebih jelasnya :
KCBK =
KCBO =
BKawal BKresidu BKblangko 100% BKawal
BOawal BOresidu BOblangko 100% BOawal
2. Fase pencernaan hidrolitis (fase kedua). Pada fase kedua ini merupakan pencernaan hidrolisis atau enzimatis yaitu pencernaan oleh larutan HCl-pepsin pada kondisi aerob, suhu sekitar 39°C selama 48 jam. 2 gr pepsin (Merck. No.7190, 1 : 10.000). - 1 liter 0,1 M HC1
Teknik riset evaluasi bahan pakan di dalam rumen secara In vitro : a. Sistim aliran kontinyu (continuous flow systems). Pada sistim ini digunakan chemostat (continous culture fermentors) yang dilengkapi alat pemberi pakan dan pengeluaran produk-produk akhir yang teratur seperti keadaan di dalam rumen yang sesungguhnya (intact animal). Dengan demikian dapat menghitung secara kuantitatif proses mikrobial tertentu.
Evaluasi pakan terhadap aktivitas mikroba di dalam rumen dapat disimulasi dengan baik apabila dilaksanakan pengontrolan yang ketat terhadap pasokan pakan, pembuangan produk akhir, pH, konsentrasi-konsentrasi garam, potensial redoks, laju agitasi dan sebagainya.
Segi negatif alat ini kurang dapat diekstrapolasikan terhadap keadaan rumen sesungguhnya terutama dari segi absorpsi dan sintesis. Disamping itu sulit dilaksanakan untuk sejumlah contoh sekaligus.
b. Sistim tertutup (closed system). Sistim ini mengunakan tabung fermentasi (fermentor) yang diisi bahan pakan tanpa pengeluaran produk-produk akhir kecuali gas-gas (terutama CO2). Alat ini berdesain sederhana dan mampu menentukan kecernaan sejumlah besar contoh pada setiap seri percobaan.
c. Teknik kultur murni (pure culture techniques).
Teknik ini diperlukan untuk mempelajari peranan mikroba rumen dalam tapak jalan metabolisme sebenarnya.
C. Teknik kantong nilon (in sacco) Teknik ini menggunakan bahan kantong yang tidak dapat dicerna seperti nilon atau dakron yang diisi substrat untuk diketahui kecernaannya kemudian kantong diikat erat. Kantong tersebut diletakkan di dalam rumen ternak berfistula dan diambil setelah beberapa saat. Persentase substrat yang hilang di dalam kantong merupakan nilai kecernaan yang diuji.
Faktor yang mempengaruhi: Ukuran pori-pori Ukuran dan jenis kantong Ukuran partikel sampel Jumlah sampel Tempat dan waktu dalam rumen Pakan ternak yang digunakan
3. Estimasi kandungan energi
a. Imbangan C dan N Tujuan: mengetahui jumlah protein dan lemak dalam tubuh Misal: Bahan
Nitrogen Karbon masuk keluar masuk keluar Makanan 6988g hay 56,4 -2831,7 -400g bk kelapa 21,9 -172,6 -Ekskreta 16619gfeses -33,5 -- 1428,7 4357g urin -33,7 -132,2 4730g CO2 ---- 1290,2 142g methan ---46,6 Retensi
Jumlah
11,1
--
46,6
Perhitungan: Protein tubuh 16,65%N
Jml protein yg diretensi 11,1 x 100/16,65 = 66,66g Protein tubuh 52,54%C Jml C dalam protein 66,66 x 52,54/100 = 35g Total C yang masih tersedia 46,6 – 35 = 11,6 Lemak mengandung 76,5% C, jml lemak diretensi 11,6 x 100/76,5 = 15,2
b. Bomb kalorimeter Gross energy
Fecal energy
Digestible energy
(10-35% konsentrat) (20-60% hijauan)
Urine + gaseous energy (5-12%GE)
Heat increament
Total heat production
Metabolizable energy
Net energy
Maintenance
Production
Maintenance energy Aktivitas bebas Metabolisme basal Panas untuk menjaga tubuh hangat Energi untuk menjaga tubuh dingin
Production energy Pertumbuhan Bulu Telur Susu Wool kerja
4. Penilaian kualitas protein Destruksi Destilasi Titrasi
4. Penilaian kualitas protein Non-ruminansia a. protein efficiency ratio (PER) - syarat: konsumsi kalori harus cukup, kandungan protein cukup namun tidak berlebihan - kelemahan: asumsi kenaikan BB adalah proporsional thd konsumsi protein - spesifik untuk masing2 ternak
b. Biological value (BV) Protein yang diretensi tubuh N intake – (faecal N + urinary N) BVa = ----------------------------------------- x 100% N intake – faecal N
N intake – (faecal N- MFN) – (urinary N-UEN) BVt = -------------------------------------------------------- x 100% N intake – faecal N dimana: UEN : urinary endogenous N MFN : metabolic faecal N
Contoh: Konsumsi pakan N dalam pakan N dalam urin UEN MFN N dalam feses
6000g 1,043% 32,8g 22g 10,7g 20,9g
62,6 - (20,9 – 10,7) – (32,8 –22,0) BV = ----------------------------------------------x 100%
62,6 - (20,9 – 10,7) 1,043 x 6 BV = 79%
c. Replacement value (RV) (Ks N1 – KsN2) x 100 RV = 100 - -----------------------------------KsN1 dimana: KsN1 : keseimbangan N ransum test KsN2 : keseimbangan N ransum standar
Contoh: Intake N jagung 50g Intake N telur 50 g Keseimbangan N jagung = 19 (+19) Keseimbangan N telur = 25 (+25) RV= 100 – {(25-19) x 100} 50 RV= 88%
Digestible Crude Protein %DCP = CP intake – CP faeces x 100% CP intake
Protein Equivalent (PE) PE = {%DCP + %DTP}/2 DTP: digestible true protein
Chemical score Without conducting animal experiment Taking the first limiting amino acid For example lysine content in egg and wheat were 7.2 and 2.7 percent respectively So, the chemical score of wheat protein is 2.7/7.2 x 100 = 37 Comparable to the values obtained by biological value for protein in pig, rats and humans but not with poultry.
Essential amino acids index (EAAI) EAAI= n 100a x 100b x ……100j A B J Dimana: n: the number of amino acids a,b,….j: percentage of essential aa in the food protein A,B, …J: percentage of essential aa in the standard egg protein
Ruminansia a. Estimasi DCP (digestible crude protein) %DCP = (%CP x 0,9115) – 3,67 b. Percobaan keseimbangan N Positive N balance Negative N balance
5. Perhitungan Ekonomis Jagung PK 9% EM 2980kcal/kg 2000/kg Bk kelapa PK 21% EM 2200kcal/kg 1200/kg Harga per % PK
Jagung = 2000/9 = 222,22 Bk kelapa = 1200/21 = 57,14 Harga per kcal EM Jagung = 2000/2980 = 0,671 Bk kelapa = 1200/2200 = 0,545
Jagung 9% PK 2800kcal/kg EM 2000/kg Tp ikan 60%PK 2400kcal/kg EM 10000/kg Bandingkan sb energi dan sb energi Sb protein dg sb protein