PENILAIAN KESEHATAN KEBUN BENIH SEMAI Pinus merkusii DENGAN METODE FHM (FOREST HEALTH MONITORING) DI KPH SUMEDANG
TAUFIK ISKANDAR
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Taufik Iskandar NIM E44090058
ABSTRAK TAUFIK ISKANDAR. Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang. Dibimbing oleh SUPRIYANTO. Pinus (Pinus merkusii) merupakan jenis pohon yang dapat bermanfaat untuk menghasilkan kayu dan getah. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kayu dan non kayu (getah) tersebut yaitu dengan dilakukan penanaman dengan menggunakan benih unggul atau bermutu. Pengadaan benih untuk penanaman dapat berasal kebun benih semai (KBS). Namun, fakta menunjukkan KBS tersebut diserang oleh kutu lilin. Evaluasi KBS Cijambu perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran tingkat keparahan serangan hama yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi benih. Metode Forest Health Monitoring (FHM) adalah salah satu cara untuk menilai tingkat kesehatan suatu tegakan. Jumlah pohon yang terdapat di seluruh klaster plot yang dibangun di KBS Cijambu sebanyak 270 batang. Berdasarkan nilai VCR (Visual Crown Rating), pohon yang berada di seluruh klaster plot mempunyai tingkat kesehatan antara rendah hingga tinggi. Dari nilai VCR didapatkan 38.52% (104 pohon) memiliki nilai VCR yang tinggi (4); 49.26% (133 pohon) memiliki nilai VCR yang sedang (3); 12.22% (33 pohon) memiliki nilai VCR yang rendah (2); dan tidak ada pohon yang memiliki nilai VCR yang sangat rendah (1). Rata-rata nilai VCR seluruh klaster plot sebesar 3.25 dan tergolong mempunyai kesehatan yang sedang. Berdasarkan nilai TDLI (Tree Damage Level Index) dari 270 pohon dalam seluruh klaster plot menunjukkan bahwa sebanyak 189 pohon (70.00%) dalam kondisi sehat; 69 pohon (25.56%) dalam kondisi rusak ringan; 11 pohon (4.07%) dalam kondisi rusak sedang; dan 1 pohon (0.37%) dalam kondisi rusak berat. Nilai kerusakan tingkat area (ALI) sebesar 261.22 dan termasuk dalam kelas kondisi sehat. Pohon yang terdapat diseluruh klaster plot sebagian besar layak dijadikan sumber benih sebanyak 242 pohon (89.63%), sedangkan jumlah pohon yang tidak layak sebanyak 28 pohon (10.37%). Kata kunci: Forest Health Monitoring, kebun benih semai, Pinus merkusii, Tree Damage Level Index, Visual Crown Rating
ABSTRACT TAUFIK ISKANDAR. Health Assessment for Seedling Seed Orchard of Pinus merkusii Using FHM (Forest Health Monitoring) Method in KPH Sumedang. Supervised by SUPRIYANTO. Pine (Pinus merkusii) is tree species that provides timber and gum rosin. To meet the needs of wood and non wood (gum rosin) products, planting by using superior or high quality seeds are needed. Seed procurements for planting are obtained from seedling seed orchard (SSO). However, Cijambu’s SSO was attacked by pine woolly aphid (Pineus boerneri). Therefore, assesment of Cijambu’s SSO needs to be done to evaluate the severity pest attacks that could affect to the quality and the quantity of seed production. Forest Health Monitoring (FHM) method is one of the methods to assess the health level of a stand. The number of trees found in all cluster plots in Cijambu’s SSO were 270 trees. Based on the value of the VCR (Visual Crown Rating), the trees located in all cluster plot have health level between low to high. Based on the value of the VCR showed 38.52% (104 trees) having VCR’s value was high, 49.26% (133 trees) having VCR’s value was middle; 12.22% (33 trees) having VCR’s value was low; and no tree having very low VCR’s value. The average of VCR’s value in all cluster plots were 3.25 and classified as middle health. Based on the value of TDLI (Tree Damage Level Index) from 270 trees in all cluster plot showed that 189 trees (70.00%) in healthy condition; 69 trees (25.56%) in slight damage condition; 11 trees (4.07%) in middle damage condition; and 1 tree (0.37%) in heavy damage condition. The value of damage in all cluster plots (ALI) was 261.22 and classified as in health condition. The trees located in all cluster plots were mostly suitable to be seed sources as 242 trees (89.63%), while 28 trees (10.37%) were not suitable for seed sources. Keywords: Forest Health Monitoring, Pinus merkusii, seedling seed orchard, Tree Damage Level Index, Visual Crown Rating
PENILAIAN KESEHATAN KEBUN BENIH SEMAI Pinus merkusii DENGAN METODE FHM (FOREST HEALTH MONITORING) DI KPH SUMEDANG
TAUFIK ISKANDAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang Nama : Taufik Iskandar NIM : E44090058
Disetujui oleh
Dr Ir Supriyanto Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah kesehatan hutan, dengan judul Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Supriyanto selaku pembimbing atas segala bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ADM/KKPH Sumedang, Bapak Redi beserta seluruh staf KPH Sumedang, staf KBS Cijambu (Pak Yanto, Pak Engkos, Pak Dede, Pak Kosim), dan seluruh teman-teman silvikultur 46. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Wahri, ibunda Enong Sumayu, Didin Wahyudin, Cahaya Supriatin, Aki Uldi, Nini Unang, Bapak Rudi, Erni Wulan Sari, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis, namun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2014 Taufik Iskandar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Bahan dan Alat
2
Metode Penelitian
2
Pembuatan plot pengamatan
2
Penilaian kesehatan pohon
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
7 7
Penetapan dan Pembuatan Plot
7
Kondisi Tajuk
8
Kondisi Kerusakan Pohon
9
Kualitas Tapak
11
Kelayakan Pohon Sebagai Penghasil Benih
11
Produksi Benih
12
Pembahasan
13
Kondisi Umum Lokasi KBS Cijambu
13
Kondisi Tajuk
14
Kondisi kerusakan pohon
15
Kualitas Tapak
18
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kriteria kondisi tajuk Penentuan nilai VCR (Visual Crown Rating) Deskripsi kode lokasi kerusakan Deskripsi kode jenis kerusakan dan nilai ambang keparahan Nilai pembobotan untuk setiap kode kerusakan, lokasi, dan keparahan Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK Penilaian pH tanah Kriteria kelayakan pohon sebagai penghasil benih Lokasi Klaster plot FHM di KBS Cijambu Sebaran nilai VCR pohon Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Kelas kerusakan pohon Pinus merkusii di KBS Cijambu berdasarkan nilai TDLI Sebaran lokasi kerusakan pohon Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Sebaran tipe kerusakan Pinus merkusii di KBS Cijambu di bawah ambang batas Sebaran tipe kerusakan Pinus merkusii di KBS Cijambu yang telah mencapai ambang batas Sebaran nilai TDLI Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Sebaran nilai PLI setiap klaster plot dan nilai ALI di KBS Cijambu Hasil analisis tanah pada setiap klaster plot di KBS Cijambu Produksi benih Pinus merkusii per tahun Luas areal dan jumlah pohon pada setiap tahapan tahun tanam
4 4 4 5 6 7 7 7 8 8 9 9 10 10 10 11 11 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 Desain klaster plot FHM 2 Kode lokasi untuk indikasi kerusakan 3 Status kelayakan pohon Pinus merkusii sebagai penghasil benih di KBS Cijambu 4 Kerusakan pada pohon Pinus merkusii dalam areal pengamatan: (A) luka terbuka, (B) hilang ujung dominan, (C) dieback, (D) serangan kutu lilin
3 5 12
16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Peta lokasi klaster plot 1 di KBS Cijambu KPH Sumedang Peta lokasi klaster plot 2 di KBS Cijambu KPH Sumedang Peta lokasi klaster plot 3 di KBS Cijambu KPH Sumedang Peta lokasi klaster plot 4 di KBS Cijambu KPH Sumedang Peta lokasi klaster plot 5 di KBS Cijambu KPH Sumedang Peta lokasi klaster plot 6 di KBS Cijambu KPH Sumedang
21 22 23 24 25 26
PENDAHULUAN Latar Belakang Pinus (Pinus merkusii) merupakan pohon yang dapat menghasilkan kayu dan getah sebagai produk unggulan Perum Perhutani. Pohon pinus ditebang pada daur 30−40 tahun dan getahnya sudah dapat disadap jika telah berumur 10 tahun (Sumadiwangsa 2003). Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kayu dan non kayu tersebut dilakukan penanaman dengan menggunakan benih unggul atau bermutu. Pengadaan benih untuk penanaman dapat berasal kebun benih semai (KBS). Pembangunan KBS diharapkan dapat menghasilkan benih berkualitas yang memiliki persyaratan genetik, fisik, dan fisiologis. Kawasan KBS harus memenuhi persyaratan: (1) aksesibilitas yang baik agar memudahkan dalam pemeliharaan, pengunduhan buah, maupun waktu pengangkutannya; (2) tegakan harus pernah berbunga dan berbuah; (3) tegakan aman dari ancaman kebakaran, penebangan liar, perladangan berpindah, penggembalaan, dan penjarahan kawasaan; (4) tidak terserang hama dan penyakit; (5) batas areal harus jelas; (6) terkelola dengan baik. Kebun benih semai (KBS) yaitu sumber benih yang dibangun dari bahan generatif yang berasal dari pohon plus pada tegakan yang diberi perlakukan penjarangan berdasarkan hasil uji keturunan (Permenhut No P.1/Menhut-II/2009). Suatu uji keturunan dilakukan untuk mengidentifikasi famili-famili yang mempunyai fenotipe unggul. Tanaman uji keturunan dikonversi menjadi suatu kebun benih melalui penjarangan selektif dengan menebang pohon-pohon yang berfenotipe inferior. Tegakan KBS merupakan tegakan yang terdiri dari pohonpohon yang bergenetik superior yang letaknya terisolir dari tegakan jenis yang sama atau jenis yang dapat bersilang untuk menghindari adanya penyerbukan dari luar kebun benih. Salah satu KBS Pinus merkusii yang berada di Jawa yaitu KBS Cijambu di KPH Sumedang yang dikelola oleh Puslitbang Perhutani Cepu dan KBS ini mulai dibangun pada tahun 1978. KBS di Sumedang harus dipelihara dengan baik agar menghasilkan benih yang berkualitas. Namun, fakta menunjukkan KBS tersebut diserang oleh kutu lilin (Pineus boerneri) yang dapat mengurangi produksi benih dan mematikan beberapa pohon di KBS. Serangan hama kutu lilin telah menyebar di sebagian besar tegakan pinus di Jawa. Hama ini menyerang pinus di semua kelas umur, mulai tanaman muda sampai dengan tanaman akhir daur. Pohon yang diserang mengalami penurunan produksi getah dan di beberapa wilayah menyebabkan kematian pohon (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2011). Kondisi tersebut dapat merugikan pihak pengelola. Untuk itu, diperlukan evaluasi KBS Cijambu untuk mendapatkan gambaran tingkat keparahan serangan hama yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi benih, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan pengelolaannya. Salah satu metode evaluasi yang dapat digunakan yaitu dengan pemantauan kesehatan hutan (Forest Health Monitoring/FHM). FHM dapat berperan sebagai pendeteksi dini menurunnya produktivitas benih yang disebabkan oleh penurunan kesehatan pohon untuk mengambil keputusan manajemen KBS.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai status kesehatan kebun benih semai (KBS) Pinus merkusii Cijambu yang terdapat di KPH Sumedang berdasarkan metode FHM (Forest Health Monitoring). Penelitian ini juga diharapkan dapat mengetahui pengaruh kesehatan suatu pohon terhadap produksi benih yang dihasilkan pohon tersebut.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun benih semai Pinus merkusii Cijambu di KPH Sumedang. Pelaksanaan penelitian selama 2 bulan mulai dari bulan September sampai dengan bulan November 2013.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu tegakan Pinus merkusii di KBS Cijambu dengan tahun tanam 1978, 1979, 1980, 1981, 1982, 1983 dan sampel tanah yang terdapat di kebun benih semai Pinus merkusii Cijambu di KPH Sumedang. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah haga hypsometer, GPS, binokular, kompas, pita ukur, meteran, golok, kamera digital, mistar, kalkulator, kertas label, plastik, tally sheet, alat tulis, buku panduan Forest Health Monitoring (USDA-FS 1999), dan peta KBS Cijambu.
Metode Penelitian Pembuatan plot pengamatan Plot pengamatan dibuat dengan menggunakan desain klaster plot FHM (USDA-FS 1999). Satu klaster terdiri dari empat plot dan setiap plot memiliki jari-jari 17.95 m. Luasan satu klaster ini adalah seluas 4048.93 m2. Desain klaster FHM dapat dilihat pada Gambar 1. Titik pusat pada subplot 1 merupakan titik pusat bagi keseluruhan subplot. Titik pusat subplot 2 terletak pada arah 360° atau 0° dari titik pusat subplot 1 dengan jarak 36.6 m. Titik pusat subplot 3 terletak pada arah 120° dari titik pusat subplot 1 dengan jarak 36.6 m. Titik pusat subplot 4 terletak pada arah 240° dari titik pusat subplot 1 dengan jarak 36.6 m. Titik sampel tanah diambil dari tiga titik sampel berbentuk lingkaran berdiameter 16 cm dengan kedalaman 10 cm. Ketiga titik sampel tanah terletak diantara subplot 1– subplot 2, subplot 1–subplot 3, dan subplot 1–subplot 4.
3
Gambar 1 Desain klaster plot FHM (USDA-FS 1999) Jumlah klaster plot yang dibangun disesuaikan dengan tahun tanam yang terdapat di KBS Cijambu. Klaster plot yang dibangun mempunyai beberapa kriteria, yaitu klaster plot berada dalam kawasan KBS, harus ada tegakannya dan tegakan tersebut cenderung rapat, dan topografinya relatif datar. Peta klaster plot selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1−6. Intensitas Sampling (IS) didasarkan pada jumlah pohon dan luasan seluruh klaster plot dengan rumus: IS =
100%
Penilaian kesehatan pohon Penilaian kesehatan pohon dilakukan dengan menggunakan indikator vitalitas dan kualitas tapak. Indikator vitalitas diamati dengan menggunakan parameter kondisi tajuk dan kerusakan pohon, dan kualitas tapak dilakukan dengan parameter nilai KTK dan pH tanah. Hasil penilaian kesehatan pohon yang didapat akan dikaitkan dengan data sekunder berupa data produksi benih tahunan di KBS Cijambu. Pohon yang berada dalam kondisi sehat dimungkinkan dapat memproduksi benih dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan pohon yang berada dalam kondisi tidak sehat. 1. Pengukuran kondisi tajuk Kondisi tajuk pohon yang diukur adalah nisbah tajuk hidup (LCR–Live Crown Ratio), kerapatan tajuk (Cden–Crown Density), dieback (CDB), transparansi tajuk (FT–Foliage Transparancy) dan diameter tajuk (CdWd–Crown Diameter Width dan CD90–Crown Diameter at 90º). Kelima kondisi tajuk tersebut dikumpulkan kedalam Peringkat Tajuk Visual (VCR–Visual Crown Rating). Nilai VCR diperhitungkan pada tingkat pohon, untuk kemudian dirataratakan untuk tiap pohon pada subplot sehingga diperoleh nilai untuk tingkat plot
4 dan tingkat klaster. VCR memiliki nilai 1, 2, 3 dan 4 berdasarkan pengelompokan nilai parameter kondisi tajuk. Tabel 1 Kriteria kondisi tajuk (Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004) Parameter Nilai = 3 Nilai = 2 Nilai = 1 Rasio Tajuk Hidup ≥ 40% 20–35% 5–15% Kerapatan Tajuk ≥ 55% 25–50% 5–20% Transparansi Tajuk 0–45% 50–70% ≥ 75% Dieback 0–5% 10–25% ≥ 30% Diameter Tajuk ≥ 10.1 m 2.5–10 m ≤ 2.4 m Tabel 2 Penentuan nilai VCR (Visual Crown Rating) Nilai VCR Kriteria 4 Seluruh parameter bernilai 3, atau hanya 1 parameter memiliki nilai 2; tidak ada parameter bernilai 1. 3 Lebih banyak kombinasi antara nilai 3 dan 2 pada parameter tajuk, atau semua bernilai 2; tetapi tidak ada parameter bernilai 1. 2 Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua parameter. 1 Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1. 2.
Penilaian kerusakan pohon Kerusakan pohon terdiri dari tiga sistem kode berurutan yang menggambarkan lokasi terjadinya kerusakan (Gambar 2), jenis kerusakan dan tingkat keparahan kerusakan yang ditimbulkan pada pohon. Ketiga sistem pengukuran ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah indeks kerusakan (IK) : IK = [xTipe kerusakan*yLokasi*zKeparahan]. Lokasi kerusakan terdiri dari akar, batang, cabang, tajuk, daun, pucuk, dan tunas. Tabel 3 Deskripsi kode lokasi kerusakan (USDA-FS 1999) Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Definisi Akar terbuka dan “stump” (12 inch (30 cm) di atas permukaan tanah) Kerusakan pada akar dan antara akar dan batang bagian bawah Kerusakan pada batang bagian bawah (di bawah pertengahan antara “stump” dan dasar tajuk) Kerusakan pada batang bagian bawah yang terdapat pula pada batang bagian atas Kerusakan pada batang bagian atas (di atas pertengahan antara “stump” dan dasar tajuk ) Kerusakan pada dahan utama yang terdapat pada bagian tajuk, diatas dasar tajuk Kerusakan pada ranting (dahan-dahan kecil dan dahan lain selain dahan utama) Kerusakan pada daun muda dan tunas pucuk daun Kerusakan pada daun tajuk
5
Gambar 2 Kode lokasi untuk indikasi kerusakan Tabel 4 Deskripsi kode jenis kerusakan dan nilai ambang keparahan (USDA-FS 1999) Nilai ambang keparahan Kode Definisi (pada kelas 10%−99%) 01 Kanker, gol (puru) ≥ 20% dari titik pengamatan 02 Konk, tubuh buah, dan indikator lain Tidak ada, kecuali ≥ 20% pada tentang lapuk lanjut akar ˃ 0.91 m dari batang 03 Luka terbuka ≥ 20% dari titik pengamatan 04 Resinosis/gummosis ≥ 20% dari titik pengamatan 11 Batang atau akar patah kurang dari 0.91 Tidak ada m dari batang 13 Akar patah atau mati ˃ 0.91 m dari ≥ 20% pada akar batang 21 Hilangnya ujung dominan, mati pucuk ≥ 1% pada dahan pada tajuk 22 Cabang patah atau mati ≥ 20% pada ranting atau pucuk 23 Percabangan atau brum yang berlebihan ≥ 20% pada ranting atau pucuk 24 Daun, kuncup atau tunas rusak ≥ 30% daun penutupan tajuk 25 Daun berubah warna (tidak hijau atau ≥ 30% daun penutup tajuk kering)
6 Data Indeks Kerusakan (IK) akan dihitung pada tingkat pohon dengan menggunakan rumus : Kerusakan Tingkat Pohon atau Tree Damage Level Index (TDLI) = (Tipe 1*Lokasi 1*keparahan 1) + (Tipe 2*Lokasi 2*keparahan 2) + (Tipe 3*Lokasi 3*keparahan 3) Indeks Kerusakan (IK) dapat dihitung pada tingkat plot dan tingkat area dengan menggunakan rumus : Indeks Tingkat Plot atau Plot Level index (PLI) = rata-rata kerusakan [pohon1, pohon2, pohon3, …] Indeks Tingkat Area atau Area Level Index (ALI) = rata-rata kerusakan [klaster1, klaster2, klaster3, …] Setiap ekosistem memiliki spesifikasi tipe kerusakan dan lokasi kerusakan yang berbeda-beda. Hal itu tergantung pada tujuan utama pemanfaatan dan fungsi ekosistem tersebut. KBS Cijambu merupakan areal yang dikhususkan untuk memproduksi benih dan pembobotan tipe, lokasi, dan keparahan kerusakan pohon disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai pembobotan untuk setiap kode kerusakan, lokasi, dan keparahan Kode kerusakan Nilai Kode lokasi Nilai Keparahan Nilai 11 10 9 10 1 1 21 9.1 8 8.9 2 2 25 8.2 7 7.8 3 3 24 7.3 6 6.7 4 4 22 6.4 1 5.5 5 5 23 5.4 2 4.4 6 6 13 4.5 4 3.3 7 7 01 3.6 3 2.2 8 8 02 2.7 5 1.1 9 9 03 1.8 10 10 04 0.9 3.
Kualitas tapak (kesuburan tanah) Penilaian kualitas tapak (kesuburan tanah) dapat diwakili oleh nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan nilai pH tanah. Nilai KTK dapat menjadi ukuran tingkat kesuburan tanah. Pada satu klaster diambil tiga titik untuk pengambilan contoh tanah. Titik sampel tanah berbentuk lingkaran berdiameter 16 cm dengan kedalaman 10 cm. Sampel tanah yang didapat pada setiap titik dikomposit, sehingga setiap klaster plot mempunyai satu sampel tanah. Kriteria penilaian KTK tanah berdasarkan Tabel 6.Selain KTK, pH tanah pun dapat digunakan sebagai indikator kesuburan tanah karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah. Nilai pH berkisar dari 0−14, pada umumnya pH tanah berkisar antara 3.0– 9.0. Berdasarkan nilai pH, tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori (Tabel 7).
7 Tabel 6 Skoring kesuburan tanah berdasarkan nilai KTK (Hardjowigeno 2010) Nilai KTK (me/100 g) Kriteria ˃ 40 Sangat tinggi 25–40 Tinggi 17–24 Sedang 5–16 Rendah ˂5 Sangat rendah Tabel 7 Penilaian pH tanah (Brady 1974) Nilai pH 3.00–3.99 4.00–4.99 5.00–5.99 6.00–6,99 7.00 7.01–8.00 8.01–9.00 9.01–10.00 10.01–11.00
Kategori Sangat masam Masam Kemasaman sedang Sedikit masam Netral Sedikit basa Kebasaan sedang Basa Sangat basa
4.
Kriteria kelayakan pohon sebagai penghasil benih Kelayakan pohon sebagai penghasil benih pada kebun benih dilihat dari parameter kondisi tajuk (nilai VCR) dan kondisi kerusakan pohon (nilai TDLI). Kombinasi dari kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kriteria kelayakan pohon sebagai penghasil benih TDLI Sehat Rusak ringan Rusak Rusak berat sedang VCR Tinggi Layak Layak* Layak* Tidak layak Sedang Layak* Layak* Tidak layak Tidak layak Rendah Layak* Tidak layak Tidak layak Tidak layak Sangat Rendah Tidak layak Tidak layak Tidak layak Tidak layak Keterangan: *= Layak jika tidak ada kerusakan dengan kecenderungan tidak dapat pulih seperti kode kerusakan 01, 02, dan 11. Sumber: Aprianti (2006)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penetapan dan Pembuatan Plot Jumlah klaster plot yang dibangun disesuaikan dengan tahun tanam P. merkusii yang terdapat di KBS Cijambu, yaitu pada tahun 1978, 1979, 1980, 1981, 1982, dan 1983, sehingga jumlah klaster plot yang dibangun sebanyak enam klaster plot (Tabel 9). Kriteria klaster plot yang dibangun yaitu klaster plot berada
8 dalam kawasan KBS, harus ada tegakannya dan tegakan tersebut cenderung rapat, dan topografinya relatif datar. Pusat klaster plot (center plot) menggunakan titik ikat (reference point) pohon yang telah diberi nomor identitas. Tabel 9 Lokasi klaster plot FHM di KBS Cijambu No. Jumlah Posisi GPS Tahun ID pohon Klaster pohon/ tanam pusat plot °LS °BT plot klaster 1 1978 161/211/IX 6°49’58.48” 107°47’14.75” 42 2 1979 307/236/V 6°50’8.66” 107°47’10.10” 31 3 1980 584/549/VI 6°50’18.17” 107°47’5.39” 63 4 1981 40/224/II 6°50’25.37” 107°47’12.12” 43 5 1982 779/305/IV 6°50’32.17” 107°47’13.45” 42 6 1983 138/302/V 6°49’56.64” 107°47’26.66” 49
Jumlah pohon/ Ha*) 105 77 157 107 105 122
*) Hasil konversi dari klaster plot FHM
Jumlah pohon di setiap klaster plot hampir sama yaitu antara 31 sampai dengan 63 pohon per klaster plot (0.4 Ha) atau 77 sampai dengan 157 pohon per Ha. Hal ini karena tegakan tersebut sudah mengalami penjarangan sebanyak tiga kali dan merupakan jumlah pohon akhir untuk sumber benih. Kondisi Tajuk Kondisi tajuk pohon yang diukur adalah nisbah tajuk hidup, kerapatan tajuk, dieback, transparansi tajuk, dan diameter tajuk. Kelima kondisi tajuk tersebut dikumpulkan kedalam Peringkat Tajuk Visual (VCR–Visual Crown Rating). Nilai VCR diperhitungkan pada tingkat pohon, kemudian dirata-ratakan untuk setiap pohon pada subplot sehingga diperoleh nilai untuk tingkat klaster plot dan ratarata dari setiap klaster plot menghasilkan nilai VCR tingkat area (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran nilai VCR pohon Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Nilai VCR Klaster Plot Total Sangat (tahun tanam) Rendah (2) Sedang (3) Tinggi (4) rendah (1) 1 (1978) 0 8 22 12 42 2 (1979) 0 9 11 11 31 3 (1980) 0 1 40 22 63 4 (1981) 0 4 24 15 43 5 (1982) 0 2 18 22 42 6 (1983) 0 9 18 22 49 Total 0 (0%) 33 (12.22%) 133 (49.26%) 104 (38.52%) 270 Jumlah pohon pada seluruh klaster plot berjumlah 270 pohon. Pohon yang mempunyai nilai VCR yang tinggi (4) sebanyak 104 pohon (38.52%); Pohon yang mempunyai nilai VCR sedang (3) sebanyak 133 pohon (49.26%); Pohon yang mempunyai nilai VCR rendah (2) sebanyak 33 pohon (12.22%); dan tidak terdapat pohon yang mempunyai nilai VCR sangat rendah (1). Rata-rata nilai VCR pada seluruh klaster plot (tingkat area) sebesar 3.25 dan tergolong mempunyai kesehatan yang sedang.
9 Kondisi Kerusakan Pohon Kerusakan pohon terdiri dari tiga sistem kode berurutan yang menggambarkan lokasi terjadinya kerusakan, tipe kerusakan dan tingkat keparahan yang ditimbulkan pada pohon. Ketiga sistem pengukuran ini kemudian dikumpulkan dalam sebuah indeks kerusakan (IK) : IK = [xTipe kerusakan*yLokasi*zKeparahan]. Nilai TDLI akan memperlihatkan status kesehatan setiap pohon berdasarkan kerusakannya. Pengelompokkan kelas kerusakan pohon berdasarkan indeks kerusakan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kelas kerusakan pohon Pinus merkusii di KBS Cijambu berdasarkan nilai TDLI Skor TDLI Kelas 7.92 ≤ TDLI ≤ 299.88 Sehat 299.88 ˂ TDLI ≤ 591.84 Rusak ringan 591.84 ˂ TDLI ≤ 883.80 Rusak sedang TDLI ˃ 883.80 Rusak berat Pengamatan di lapangan menunjukkan kerusakan pada pohon Pinus merkusii ditemukan pada beberapa lokasi bagian pohon. Sebaran lokasi kerusakan yang ditemukan pada setiap klaster plot dapat dilihat pada Tabel 12. Pada seluruh klaster plot, jumlah pohon yang mengalami kerusakan pada lokasi 1, 5, dan 6 yaitu masing-masing sebanyak 1 pohon. Kerusakan pada lokasi 2 ditemukan pada 41 pohon. Jumlah pohon yang mengalami kerusakan pada lokasi 8 sebanyak 239 pohon dan pada lokasi 9 sebanyak 253 pohon. Tabel 12 Sebaran lokasi kerusakan pohon Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Klaster Plot Kode lokasi (tahun tanam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 (1978) 4 1 1 30 34 2 (1979) 1 29 31 3 (1980) 31 62 63 4 (1981) 1 2 42 43 5 (1982) 42 42 6 (1983) 3 34 40 Total 1 41 1 1 239 253 Setiap pohon yang terserang kerusakan mempunyai tipe kerusakan dan keparahan yang berbeda. Pada seluruh klaster plot ditemukan tujuh tipe kerusakan (kombinasi Tabel 13 dan 14). Tipe kerusakan yang ditemukan pada beberapa pohon telah melebihi nilai ambang batas. Kerusakan yang dominan terjadi pada pohon yaitu kerusakan pohon dengan kode 24 dan 25. Kerusakan dengan kode 24 ditemukan pada 175 pohon yang kerusakannya belum mencapai ambang batas dan pohon yang kerusakannya sudah mencapai ambang batas sebanyak 64 pohon. Pohon yang mengalami kerusakan dengan kode 25 sebanyak 201 pohon yang kerusakannya dibawah ambang batas dan pohon yang kerusakannya sudah
10 mencapai ambang batas sebanyak 52 pohon. Kerusakan dengan kode 02, 11, dan 13 hanya ditemukan pada 1 pohon pada masing-masing kerusakan dan kerusakan pada kode 02 dan 11 telah mencapai ambang batas. Kode kerusakan dengan kode 03 dialami oleh 31 pohon yang kerusakannya belum mencapai ambang batas dan pohon yang kerusakannya telah mencapai ambang batas kerusakan sebanyak 6 pohon. Kode kerusakan dengan kode 21 dialami oleh 2 pohon dan kerusakannya telah mencapai ambang batas kerusakan (Tabel 13 dan Tabel 14). Tabel 13 Sebaran tipe kerusakan Pinus merkusii di KBS Cijambu di bawah ambang batas Klaster Kode tipe kerusakan Plot 01 02 03 04 11 13 21 22 23 24 25 1 4 17 30 2 1 16 20 3 25 53 53 4 2 1 35 37 5 34 33 6 3 20 28 Total 35 1 175 201 Tabel 14 Sebaran tipe kerusakan Pinus merkusii di KBS Cijambu yang mencapai ambang batas Klaster Kode tipe kerusakan Plot 01 02 03 04 11 13 21 22 23 24 1 1 1 13 2 1 13 3 6 9 4 1 7 5 8 6 14 Total 1 6 1 2 64
telah
25 4 11 10 6 9 12 52
Parameter lokasi kerusakan, tipe kerusakan, dan tingkat keparahan kerusakan yang telah dinilai dirangkum ke dalam indeks kerusakan. Penggabungan dari parameter kerusakan akan memperlihatkan status kesehatan setiap pohon yaitu indeks kerusakan pohon. Tabel 15 Sebaran nilai TDLI Pinus merkusii setiap klaster di KBS Cijambu Nilai TDLI Klaster Plot Total (tahun tanam) Sehat Ringan Sedang Berat 1 (1978) 32 9 1 42 2 (1979) 15 11 4 1 31 3 (1980) 48 14 1 63 4 (1981) 31 9 3 43 5 (1982) 28 14 42 6 (1983) 35 12 2 49 Total 189 (70.00%) 69 (25.56%) 11 (4.07%) 1 (0.37%) 270
11 Hasil penilaian kesehatan berdasarkan nilai TDLI menunjukkan bahwa 189 pohon (70.00%) berada dalam kondisi sehat; 69 pohon (25.56%) berada dalam kondisi rusak ringan; 11 pohon (4.07%) berada dalam kondisi rusak sedang; dan hanya 1 pohon (0.37%) yang berada dalam kondisi rusak berat (Tabel 15). Nilai kerusakan tingkat area (ALI) sebesar 261.22 dan termasuk dalam kelas sehat (Tabel 16). Tabel 16 Sebaran nilai PLI setiap klaster plot dan nilai ALI di KBS Cijambu Klaster Plot (tahun tanam) PLI (Plot Level Index) ALI (Area Level Index) 1 (1978) 227.58 2 (1979) 381.60 3 (1980) 235.81 261.22 4 (1981) 236.96 5 (1982) 255.59 6 (1983) 229.76 Kualitas Tapak Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada sampel tanah yang diuji tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi dan pH tanahnya tergolong tanah yang mempunyai kemasaman sedang. Nilai KTK tertinggi terdapat pada klaster plot 4 dan yang terendah pada klaster plot 3, sedangkan nilai pH tanah tertinggi terdapat pada klaster plot 5 dan yang terendah pada klaster plot 6. Secara keseluruhan nilai pH tanah berkisar antara 4.90 sampai dengan 5.80, sedangkan nilai KTK berkisar antara 21.84 me/100g sampai dengan 26.46 me/100g (Tabel 17). Hal ini menunjukkan bahwa tanah di KBS Cijambu mempunyai kemasaman yang sedang dan mempunyai nilai KTK sedang sampai tinggi. Keadaan tanah di areal KBS termasuk subur. Tabel 17 Hasil analisis tanah pada setiap klaster plot di KBS Cijambu Klaster Plot pH KTK (Me/100g) 1 5.70 24.36 2 5.30 26.04 3 5.40 21.84 4 5.50 26.46 5 5.80 23.10 6 4.90 23.52 Sumber: Hasil analisis laboratorium
Kelayakan Pohon Sebagai Penghasil Benih Penilaian kelayakan pohon sebagai penghasil benih didapat dari hasil kombinasi parameter kondisi tajuk (nilai VCR) dan kondisi kerusakan pohon (nilai TDLI). Hasil penilaian status kelayakan pohon P. merkusii di KBS Cijambu dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil penilaian kesehatan pohon berdasarkan metode FHM menunjukkan bahwa sebagian besar pohon P. merkusii yang berada didalam klaster plot layak dijadikan sumber benih. Jumlah pohon dalam klaster plot yang layak dijadikan sumber benih sebanyak 242 pohon (89.63%) dan jumlah pohon yang tidak layak dijadikan sumber benih sebanyak 28 pohon (10.37%).
12
Jumlah pohon (batang)
300 250
242
200 150 100 50
28
0 Layak
Tidak layak
Status kelayakan pohon sebagai penghasil benih Gambar 3 Status kelayakan pohon Pinus merkusii sebagai penghasil benih di KBS Cijambu Produksi Benih Panen raya pengunduhan buah pinus di KBS Cijambu umumnya terjadi pada bulan Oktober–November. Sebelum tahun 2012, KBS Cijambu mempunyai target produksi benih sebanyak 100 kg/tahun dan pada tahun 2012 target produksi benih ditingkatkan menjadi 110 kg/tahun. Peningkatan target produksi masih dapat dimungkingkan karena status kesehatan pohon pada areal kebun benih pun masih tergolong tinggi, sehingga tegakan di areal tersebut masih dapat memenuhi target produksi yang diharapkan. Produksi benih per tahun dan rendemennya yang dihasilkan KBS Cijambu dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Produksi benih Pinus merkusii per tahun Tahun Produksi Hasil benih Jumlah buah (kg) (kg) distribusi benih (kg) 2008 19980 106.8 100 2009 21845 112.3 100 2010 22034 111.5 100 2011 22125 113.2 100 2012 21861 111.6 110
Rendemen (%) 0.53 0.51 0.51 0.51 0.51
Kerusakan yang terjadi pada pohon mungkin dapat mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun pohon-pohon tersebut mungkin juga dapat mempertahankan kesehatannya dari kerusakan yang terjadi. Hal ini disebabkan kerusakan yang terjadi belum melebihi batas toleransi atau daya lentur tegakan KBS dalam memproduksi benih, sehingga kesehatan tegakan tersebut dapat kembali membaik setelah mengalami kerusakan yang terjadi. Namun dilihat dari rendemen benih yang berkisar antara 0.51% sampai dengan 0.53% atau sekitar 5.14 gram benih/konus, hasil tersebut menunjukkan rendahnya jumlah benih berkualitas yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan fisiologis selama proses pembuahan dan pembesaran benih. Konus yang
13 berkualitas dapat menghasilkan rendemen benih hingga mencapai 0.73% (Anonim 2012).
Pembahasan Kondisi Umum Lokasi KBS Cijambu Kegiatan pemuliaan P. merkusii untuk menghasilkan genotip unggul telah dimulai pada tahun 1976. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Fakultas Kehutanan UGM, Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian, dan Perum Perhutani. Kegiatan awal berupa seleksi pohon plus P. Merkusii dan telah berhasil melakukan pengujian sebanyak 1000 famili untuk peningkatan produksi kayu, yang dilanjutkan dengan pembangunan KBS di Sempolan, Baturaden dan Sumedang. KBS Sumedang mempunyai luasan sekitar 75 Ha. Pada KBS ini terdapat enam tahap tahun tanam. Penanaman pertama dilakukan pada tahun 1978 dengan luasan lahan yang ditanam seluas 12.3 Ha. Penanaman kedua dilakukan pada tahun 1979 dengan luasan lahan 15.7 Ha. Penanaman ketiga dilakukan pada tahun 1980 dengan luasaan lahan penanaman seluas 8.4 Ha. Penanaman keempat dilakukan pada tahun 1981 dan luas areal yang ditanam sekitar 11.8 Ha. Penanaman kelima dilakukan pada tahun 1982 dan areal yang ditanam mempunyai luasan 13.4 Ha. Penanaman terakhir pada tahap keenam dilakukan pada tahun 1983 dan areal yang ditanam seluas 13.4 Ha. Jumlah klaster plot yang dibangun disesuaikan dengan tahun tanam tanaman yang terdapat di KBS Cijambu. Setiap tahun tanam dibangun satu klaster plot, sehingga klaster plot yang dibangun sebanyak enam klaster plot. Klaster plot yang dibangun mempunyai luasan 0.4 Ha. Tegakan yang berada di KBS Cijambu merupakan tegakan yang telah melalui proses penjarangan selektif. Rotasi penjarangan di KBS umumnya dilakukan pada tanaman yang berumur 5 tahun, kemudian rotasi kedua dilakukan ketika tanaman berumur 10 tahun, dan rotasi selanjutnya dilakukan penjarangan pada tanaman yang berumur 20 tahun. Jumlah pohon yang terdapat di KBS tersebut merupakan jumlah pohon akhir untuk sumber benih karena sudah mengalami penjarangan sebanyak tiga kali. Berdasarkan luas klaster plot dan jumlah pohon yang terdapat pada klaster plot setiap tahun tanam, dapat diketahui nilai IS (pohon) dan IS (luas) dari masing-masing klaster plot. Rata-rata nilai IS (pohon) dari pembangunan klaster tersebut sebesar 5.26% dan rata-rata nilai IS (luas) sebesar 3.20%. Hasil IS setiap klaster plot dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Luas areal dan jumlah pohon pada setiap tahapan tahun tanam Tahap Luas Jumlah Jumlah pohon IS (%) (tahun tanam) (Ha) pohon dalam Klaster plot Pohon Pertama (1978) 12.3 977 42 4.30 Kedua (1979) 15.7 634 31 4.89 Ketiga (1980) 8.4 825 63 7.64 Keempat (1981) 11.8 928 43 4.63 Kelima (1982) 13.4 830 42 5.10 Keenam (1983) 13.4 941 49 5.21
IS (%) Luas 3.25 2.55 4.76 3.39 2.98 2.98
14 Pembangunan plot FHM pada areal tersebut dapat memantau kerusakan yang terjadi, baik kerusakan yang belum mencapai ambang batas maupun kerusakan yang telah mencapai ambang batas. Pemantauan kerusakan tersebut dapat memperkirakan potensi kerusakan di masa yang akan datang, kerusakannya akan berkembang semakin parah atau sebaliknya akan sembuh, sehingga dapat dilakukan pencegahan atau pengendalian sejak dini. Berdasarkan nilai IS pun dapat diperkirakan jumlah pohon yang mengalami kerusakan pada areal KBS. Kondisi Tajuk Kondisi tajuk merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam menilai suatu kesehatan pohon dengan metode FHM, karena kondisi tajuk dapat berpengaruh dalam menghasilkan benih yang berkualitas. Tajuk yang sehat akan menghasilkan benih yang sehat dan berkualitas. Parameter yang diukur untuk menilai kondisi tajuk tersebut yaitu nisbah tajuk hidup, kerapatan tajuk, dieback, transparansi tajuk, dan diameter tajuk. Penilaian terhadap parameter tajuk kemudian akan dirangkum dan akan menghasilkan nilai VCR. Nilai VCR pada seluruh klaster plot ini dapat kita gunakan untuk memperkirakan nilai VCR seluruh areal KBS. Nilai VCR seluruh areal KBS didapat dengan menghubungkan nilai VCR seluruh klaster plot dengan nilai IS yang sudah didapat. Rata-rata nilai IS (pohon) dari pembangunan klaster tersebut sebesar 5.26% dan rata-rata nilai IS (luas) sebesar 3.20%. Penilaian kondisi tajuk pohon pada seluruh klaster plot (270 pohon/2.4 Ha) menunjukkan bahwa pohon yang mempunyai nilai VCR yang tinggi (4) sebanyak 104 pohon (38.52%); Pohon yang mempunyai nilai VCR sedang (3) sebanyak 133 pohon (49.26%); Pohon yang mempunyai nilai VCR rendah (2) sebanyak 33 pohon (12.22%); dan tidak terdapat pohon yang mempunyai nilai VCR sangat rendah (1). Maka dapat diperkirakan dari jumlah pohon sebanyak 5135 terdapat 1977 pohon yang mempunyai nilai VCR tinggi (4); 2529 pohon yang mempunyai nilai VCR sedang (3); dan 628 pohon mempunyai nilai VCR rendah (2). Sedangkan berdasarkan luasnya, diperkirakan dari areal seluas 75 Ha terdapat 29.06 Ha tegakan mempunyai nilai VCR tinggi (4); 36.88 Ha tegakan mempunyai nilai VCR sedang (3); dan 9.06 Ha tegakan mempunyai nilai VCR rendah (2). Hasil nilai VCR yang bervariasi ini disebabkan adanya perbedaan kondisi tajuk pada setiap pohon. Serangan kutu lilin pada setiap pohon dapat berpengaruh terhadap perubahan kondisi tajuk pohon. Pucuk yang terserang daunnya menguning, kemudian daun dan pucuk menjadi rontok dan kering. Pada tegakan (pohon besar), indikasi serangan kutu lilin dapat diamati secara okuler dengan perubahan warna dan kelebatan tajuk pohon (Balitbang Kehutanan 2011). Tajuk adalah bagian berdaun pada tumbuhan. Daun merupakan salah satu komponen inti sistem tumbuhan. Daun dengan klorofil dan stomata yang dimilikinya merupakan satu-satunya bagian tumbuhan yang dapat menangkap sinar matahari dan merubahnya menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis sebagai energi kimia utama bagi terjadinya proses metabolisme tumbuhan (Nuhamara dan Kasno 2001). Nilai VCR rendah menggambarkan kondisi tajuk yang jelek. Menurut Supriyanto et al. (2001), kondisi tajuk dari suatu struktur tegakan mungkin dapat mencerminkan kesehatan tegakan tersebut. Hasil fotosintesis akan sedikit atau tidak optimal apabila tajuk mempunyai keadaan yang kurang baik. Hal tersebut akan mempengaruhi transfer cadangan makanan ke
15 benih dalam proses pemasakan benih dan berdampak pada mutu fisiologis benih yang rendah. Hal ini diperkuat dengan rata-rata nilai rendemen benih yang hanya mencapai 0.51% atau 5.14 gram/konus. Hasil pengamatan terhadap kondisi tajuk menunjukkan bahwa kondisi tajuk pohon P. merkusii di KBS Cijambu masih dapat menunjang menghasilkan benih (konus) dengan baik. Hal ini terlihat dari kondisi tajuk pohon yang mempunyai nilai VCR tinggi dan sedang masih mendominasi didalam areal pengamatan. Kondisi tajuk mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis. Pohon yang mempunyai nilai VCR yang tinggi akan menjalankan proses fotosintesis dengan baik dan hasil fotosintesis berupa karbohidrat akan lebih optimal. Sebagian hasil fotosintesis tersebut akan disimpan oleh pohon sebagai cadangan makanan, yang salah satunya berupa benih dalam konus. Kondisi kerusakan pohon Penilaian terhadap kerusakan pohon dilakukan dengan mengambil data variabel dari setiap pohon dalam areal pengamatan, variabel pengamatan tersebut meliputi lokasi kerusakan, tipe kerusakan, dan tingkat keparahan kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan faktor biotik, seperti hama, penyakit, polusi udara, aktivitas manusia, dan aktivitas lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pohon. Kerusakan yang disebabkan faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesehatan hutan. Kerusakan yang terjadi dapat mematikan dan mempengaruhi kelangsungan hidup dalam jangka panjang dari suatu pohon (Supriyanto et al. 2001). Lokasi kerusakan pohon P. merkusii yang berada di areal pengamatan ditemukan pada beberapa bagian pohon, yaitu kode lokasi 01 (Akar terbuka dan tunggak), kode lokasi 02 (daerah antara akar dan batang bagian bawah), kode lokasi 05 (batang bagian atas), kode lokasi 06 (dahan utama yang terdapat pada bagian tajuk, diatas dasar tajuk), kode lokasi 08 (daun muda dan pucuk), dan kode lokasi 09 (daun tajuk). Jumlah pohon yang mengalami kerusakan pada lokasi 01, 05, 06 masing-masing sebanyak 1 pohon; kerusakan pada lokasi 02 sebanyak 41 pohon; kerusakan pada lokasi 08 sebanyak 239 pohon; dan kerusakan pada lokasi 09 sebanyak 253 pohon. Kerusakan yang yang terjadi pada kode lokasi 01, 02, 05, 06 umumnya ada luka pada bagian pohon tersebut. Terjadinya luka pada bagian tersebut dikarenakan aktivitas manusia, berupa kegiatan penelitian sebelumnya di KBS dan luka akibat benda tajam dari aktivitas masyarakat sekitar KBS. Kerusakan yang terjadi pada kode lokasi 08 dan 09 kemungkinan terjadi karena adanya serangan kutu lilin pada pohon tersebut. Hal tersebut dapat terbukti dengan adanya bercak putih pada tajuk yang mengindikasikan aktivitas kutu lilin. Secara garis besar, lokasi kerusakan yang terdapat pada pohon yaitu berada pada daerah akar, batang, dan tajuk. Lokasi kerusakan pada akar dan batang akan memberikan pengaruh pada pohon yang mengalami kerusakan tersebut. Gangguan pada akar dan batang dapat akan berpengaruh terhadap proses penyerapan air dan unsur hara menuju daun, hal tersebut dapat mengganggu proses fotosintesis dan selanjutnya akan berpengaruh juga terhadap kualitas fisik dan fisiologis benih yang dihasilkan. Kerusakan pada tajuk juga dapat berpengaruh terhadap pohon. Pohon yang mengalami kerusakan pada tajuk akan mengalami gangguan dalam fisiologinya sehingga dapat menghambat pertumbuhan pohon tersebut.
16 Tipe kerusakan pada pohon yang ditemukan di areal pengamatan diantaranya konk/tubuh buah dan lapuk lanjut (02), luka terbuka (03), batang patah (11), akar patah (13), mati ujung (21), daun muda dan tunas rusak (24), serta daun berubah warna (25). Tipe kerusakan tersebut dikelompokkan menjadi 2, yaitu tipe kerusakan yang mencapai ambang batas dan tipe kerusakan yang belum mencapai ambang batas. Tipe kerusakan yang mencapai ambang batas, yaitu konk sebanyak 1 pohon, luka terbuka sebanyak 6 pohon, batang patah sebanyak 1 pohon, hilang ujung dominan atau mati pucuk sebanyak 2 pohon, tunas rusak sebanyak 54 pohon, dan daun berubah warna sebanyak 52 pohon. Tipe kerusakan yang belum mencapai ambang batas, yaitu luka terbuka sebanyak 35 pohon, akar patah sebanyak 1 pohon, tunas rusak sebanyak 175 pohon, dan daun berubah warna sebanyak 201 pohon. Parameter lokasi kerusakan, tipe kerusakan, dan tingkat keparahan kerusakan yang telah dinilai akan dirangkum ke dalam indeks kerusakan. Penggabungan dari indeks kerusakan akan memperlihatkan status kesehatan setiap pohon yaitu indeks kerusakan pohon. Nilai TDLI pada seluruh klaster plot ini dapat kita gunakan untuk memperkirakan nilai TDLI seluruh areal KBS. Nilai TDLI seluruh areal KBS didapat dengan menghubungkan nilai TDLI seluruh klaster plot dengan nilai IS yang sudah didapat. Rata-rata nilai IS (pohon) dari pembangunan klaster tersebut sebesar 5.26% dan rata-rata nilai IS (luas) sebesar 3.20%. Hasil penilaian kesehatan berdasarkan nilai TDLI pada seluruh klaster plot (270 pohon/2.4 Ha) menunjukkan bahwa 189 pohon (70.00%) dalam kondisi sehat; 69 pohon (25.56%) dalam kondisi rusak ringan; 11 pohon (4.07%) dalam kondisi rusak sedang; dan 1 pohon (0.37%) berada dalam kondisi rusak berat. Nilai kerusakan pada seluruh klaster (ALI) sebesar 261.22 dan termasuk dalam kelas sehat. Maka dapat diperkirakan dari jumlah pohon sebanyak 5135 terdapat 3595 pohon dalam kondisi sehat; 1312 pohon dalam kondisi rusak ringan; 209 pohon dalam kondisi rusak sedang; dan 19 pohon berada dalam kondisi rusak berat. Sedangkan berdasarkan luasnya, diperkirakan dari areal seluas 75 Ha terdapat 52.5 Ha tegakan dalam kondisi sehat; 19.16 Ha tegakan dalam kondisi rusak ringan; 3.06 Ha tegakan dalam kondisi rusak sedang; dan 0.28 Ha tegakan berada dalam kondisi rusak berat.
A
B
17
C
D
Gambar 4 Kerusakan pada pohon Pinus merkusii dalam areal pengamatan: (A) luka terbuka, (B) hilang ujung dominan, (C) dieback, (D) serangan kutu lilin Kerusakan yang terjadi pada pohon dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan faktor biotik. Kerusakan luka terbuka, akar patah, dan batang patah kemungkinan disebabkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan mati pucuk, daun muda dan tunas rusak, serta daun yang berubah warna diduga karena umur tanaman dan aktivitas serangga (Gambar 4). Luka terbuka adalah suatu luka atau serangkaian luka dimana kulit telah mengelupas atau kayu bagian dalam tanah telah terbuka dan tidak ada tanda lapuk lanjut. Luka pangkasan yang memotong ke dalam kayu batang utama dikodekan sebagai luka terbuka, jika memenuhi nilai ambang, tetapi luka-luka yang tidak mengganggu keutuhan kayu batang utama dikeluarkan (Nuhamara 2002). Kerusakan pada bagian akar dan batang dapat mempengaruhi proses penyerapan hara dan air oleh tanaman, hal tersebut kemungkinan dapat mengganggu proses fotosintesis. Serangan hama yang sering terjadi pada tanaman pinus yaitu hama kutu lilin. Serangan hama kutu lilin sudah menyebar di sebagian besar tegakan pinus di Jawa. Pohon yang terserang dapat mengalami penurunan produksi getah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2011). Kutu lilin pinus menghisap cairan dari daun, pucuk atau batang pinus dan menyebabkan kerusakan bentuk batang serta pertumbuhan pohon terganggu. Serangan kutu ini menyebabkan kematian pucuk (dieback) secara perlahan, kehilangan dominansi pucuk, distorsi cabang, pertumbuhan terhambat, daun menjadi kecoklatan dan mati, tajuk menipis dan pada serangan yang berat menyebabkan kematian pohon (Chilima dan Leather 2001). Kerusakan yang terjadi pada daun muda dan tajuk pohon yang terjadi di lapangan kemungkinan akibat adanya serangan hama kutu lilin tersebut. Kutu lilin pinus di Amerika Utara menyerang tanaman pinus pada umur 3 tahun hingga dewasa dengan cara menghisap cairan konus dan dapat juga menghambat proses fotosintesis tanaman (McClure 1982). Hal tersebut dapat berpotensi menurunkan kualitas dan kuantitas konus maupun benih. Hasil pengamatan terhadap kondisi kerusakan pohon menunjukkan bahwa tegakan dalam areal KBS tersebut masih didominasi oleh pohon-pohon yang memiliki kondisi sehat. Pohon yang sehat dapat menghasilkan benih (konus) dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Kerusakan yang terjadi pada pohon dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat, hilangnya biomassa, dan kondisi
18 miskin tajuk yang dapat menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi pada pohon dapat menghambat proses fotosintesis sehingga kerusakan tersebut dapat berpotensi menurunkan produktivitas pohon dalam menghasilkan benih atau konus. Produksi benih rata-rata di KBS Cijambu hanya sebanyak 5.14 gram/konus. Kualitas Tapak Kualitas tapak menjadi salah satu indikator kesehatan hutan karena merupakan suatu pengukuran yang mengacu kepada kemampuan tapak tumbuh, terutama tanah untuk menyokong pertumbuhan (produktivitas) tanaman (Gintings dan Nuhamara 2001). Tanah merupakan campuran bahan padat (organik dan anorganik), dan udara, fase ini saling mempengaruhi satu sama lain (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991). Tanah mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan suatu tanaman. Penilaian kualitas tapak dilakukan dengan melihat nilai KTK dan nilai pH tanah. KTK adalah kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation (Tan 1982). Nilai KTK tanah pada klaster plot pengamatan berkisar antara sedang dan tinggi dan pH pada areal pengamatan mempunyai kemasaman yang tergolong sedang. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh : reaksi tanah, tekstur dan jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran serta pemupukan. Jerapan dan pertukaran kation memegang peranan yang sangat penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara, dan pemupukan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991). KTK merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. KTK adalah variabel kimia tanah yang menunjukkan kemampuan partikel-partikel tanah untuk memegang hara dan menyerahkan hara tersebut kepada akar tanaman. Nilai KTK yang rendah menggambarkan kemampuan partikel-partikel tanah untuk memegang hara dan menyerahkan hara kepada akar tanaman akan rendah pula. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya pasokan hara dan mineral lainnya kepada tanaman. Pasokan hara terhadap tanaman yang terganggu akan mempengaruhi proses fotosintesis dan proses fisiologi lainnya. Pada umumnya, semakin besar nilai KTK, maka tanah tersebut semakin subur. Nilai pH tanah dapat digunakan indikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Setiap tanaman memerlukan jumlah hara dalam komposisi yang beda-beda. Kisaran pH optimum untuk tanaman pinus berkisar antara 4.50–5.00 (Hanafiah 2005). Nilai KTK tanah pada klaster plot pengamatan yang relatif sedang sampai tinggi menunjukkan bahwa indikator kualitas tapak pada areal tersebut menunjang bagi produktivitas pohon dalam menghasilkan benih yang berkualitas. Nilai pH tanah pada klater plot pengamatan pun mendekati kisaran pH optimum bagi tanaman pinus, hal tersebut menunjukkan bahwa pH tanah pada areal tersebut pun menunjang bagi pertumbuhan dan perkembangan pinus di KBS.
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata nilai VCR seluruh klaster plot sebesar 3.25 dan tergolong memiliki tingkat kesehatan sedang, sedangkan nilai kerusakan tingkat area (ALI) sebesar 261.22 dan tergolong sehat. Kedua parameter tersebut dapat dikombinasikan untuk mengetahui status kelayakan pohon sebagai sumber benih. Jumlah pohon dalam klaster plot yang masih layak dijadikan sumber benih sebanyak 242 pohon (89.63%) dan jumlah pohon yang tidak layak dijadikan sumber benih sebanyak 28 pohon (10.37%). Peningkatan target dalam produksi benih mungkin dilakukan apabila kesehatan pohon dalam areal KBS berada dalam status yang cenderung sehat dan pohon yang layak dijadikan sumber benih masih mendominasi pada tegakan KBS tersebut. Pada tahun 2012 target produksi benih P. merkusii sebanyak 110 kg/tahun, yang sebelumnya hanya sebesar 100 kg/tahun dengan rata-rata rendemen benih yang diperoleh sebanyak 5.14 gram benih/konus.
Saran 1. Pemasangan papan informasi atau pengumuman yang bersifat persuasif di areal KBS. Hal tersebut diharapkan dapat meminimalisir kerusakan pohon akibat aktivitas manusia. Selain itu, perlu mengajak peran serta masyarakat dalam pengamanan di areal KBS. 2. Melakukan pendataan kembali pohon-pohon yang ada di KBS agar data yang sudah ada dapat diperbaharui. 3. Melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit, khususnya hama kutu lilin. 4. Melakukan observasi secara kontinyu terhadap pohon-pohon kandidat resisten dan toleran terhadap serangan kutu lilin.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Acara I kebun benih [Internet]. [diunduh 2014 Maret 17]. Tersedia pada: http://www.scribd.com/doc/86036243/ACARA-I-Pemuliaan-Kbs Aprianti RR. 2006. Penilaian kesehatan pohon plus kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi dengan metode FHM (Forest Health Monitoring) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Balitbanghut] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2011. Seri 2 Iptek Kehutanan. Jakarta (ID): Balitbang Kehutanan. Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils, 8th Edition. New York (US): Mac Millan Pub.
20 Chilima CZ, Leather RS. 2001. Within-Tree and Seasonal Distribution of Pine Wooly Aphid Pineus boerneri on Pinus kesiya Tree. Agriculture and Forest Entomology, Vol. 3 ISSUE 2. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kimia Tanah. Jakarta (ID): Depdikbud. Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. McClure MS. 1982. Distribution and damage of two Pineus species (Homoptera: Adelgidae) on red pine in New England. Ann. Entomol. Soc. Am. 75: 150-157. Ngaloken G, Nuhamara ST. Soil Indicator: "Present Status of Site Quality". Technical Report No 8. dalam Forest Health Monitoring To Monitor the Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest Volume I. Japan: ITTO dan Bogor: SEAMEO-BIOTROP. Nuhamara ST. 2002. Inventarisasi Kerusakan Hutan (Indikator Kerusakan Struktur Vegetasi dan Tanaman). Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Nuhamara ST, Kasno. 2001. Present Status of Crown Indicator. Technical Report No 6. dalam Forest Health Monitoring To Monitor the Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest Volume I. Japan: ITTO dan Bogor: SEAMEO-BIOTROP. Putra EI. 2004. Pengembangan metode penilaian kesehatan hutan alam produksi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumadiwangsa S. 2003. Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu. Disampaikan pada Lokakarya Perhutanan Rakyat di Kabupaten Garut. 29 Oktober 2003. Supriyanto, Kenneth S, Soekotjo, A Ngaloken G. 2001. Forest Health Monitoring Plot Establishment. Technical Report No 1. dalam Forest Health Monitoring To Monitor The Sustainability Of Indonesian Tropical Rain Forest, Volume I. Japan: ITTO dan Bogor: SEAMEO-BIOTROP. Tan KH. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Radjagukguk B, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Principles of Soil Chemistry. USDA Forest Service. 1999. Forest Health Monitoring 1999 Field Methods Guide. Washington DC (US): Research Triangle Park, NC: USDA Forest Service, National Forest Health Program.
21 Lampiran 1 Peta lokasi klaster plot 1 di KBS Cijambu KPH Sumedang
22 Lampiran 2 Peta lokasi klaster plot 2 di KBS Cijambu KPH Sumedang
23 Lampiran 3 Peta lokasi klaster plot 3 di KBS Cijambu KPH Sumedang
24 Lampiran 4 Peta lokasi klaster plot 4 di KBS Cijambu KPH Sumedang
25 Lampiran 5 Peta lokasi klaster plot 5 di KBS Cijambu KPH Sumedang
26 Lampiran 6 Peta lokasi klaster plot 6 di KBS Cijambu KPH Sumedang
27 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 12 September 1990 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Wahri dan Enong Sumayu. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1996 di TK Mandala Mekar, tahun 1997 melanjutkan pendidikan di SDN Mandalaherang I, kemudian tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Sumedang hingga lulus pada tahun 2006, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cimalaka dan lulus pada tahun 2009. Tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan Departemen Silvikultur. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi (Himpro) Mahasiswa Silvikultur yakni Tree Grower Community (TGC) pada tahun 2010/2011 sebagai anggota harian dan pada tahun 2011/2012 staff Business Development. Kepanitiaan yang diikuti yaitu Save Mangrove for Our Earth 2010 sebagai anggota divisi logistik dan transportasi, Seminar Nasional dan Pelatihan Budidaya Jabon tahun 2012 sebagai anggota divisi logistik dan transportasi. Pada tahun 2011 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan-Sancang Timur (Jawa Barat), tahun 2012 melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan beberapa daerah di Jawa Barat, serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Mayangkara Tanaman Industri, Kalimantan Barat pada tahun 2013. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan praktek khusus berupa penelitian yang berjudul “Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang” di bawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.