Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Penilaian Kerentananan Kawasan Pantai Muara Baru Jakarta Terhadap Kenaikan Muka Air Laut Feril Hariati1 dan Muhammad Lutfi1 1
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun Bogor
[email protected]
ABSTRAK Kampung Muara Baru merupakan kawasan padat penduduk yang terletak di Kawasan Pantai Utara Jakarta. Banjir pantai (banjir rob) telah menjadi suatu kejadian umum yang harus diterima oleh penduduk Kampung Muara Baru, dan mengakibatkan kerugian baik secara ekonomi maupun sosial. Isu perubahan iklim yang berdampak terhadap meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana berkaitan dengan iklim dan kenaikan muka air laut akan menambah beban penduduk dan merusak lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penilaian kerentanan pantai terhadap kenaikan muka air laut dengan menggunakan metode Coastal Vulnerability Index (CVI). Dalam penelitian ini digunakan dua metode CVI, metode yang dikembangkan oleh Thieler and Hammar-Klose (1999) yang menggunakan 6 parameter, dan metode oleh Ozyurt dan Ergin (2009) yang menggunakan 12 parameter. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pantai Muara Baru memiliki tingkat kerentanan yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya adaptasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan pantai, salah satunya dengan membangun tanggul pantai. Kata kunci: penilaian, kerentanan, kenaikan muka air laut, coastal vulnerability index, Pantai Muara Baru
1.
PENDAHULUAN
Sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia dan kota peringkat ke-28 terpadat di dunia, serta serta menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk migran (Nur et.al., 2001). Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang sangat cepat memberikan dampak kerusakan lingkungan dan meningkatnya kemiskinan, terutama di sepanjang kawasan Pantai Utara Jakarta. Data yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI (2012) menunjukkan 32% dari 16.24 juta penduduk kawasan pantai merupakan masyarakat miskin dengan pendapat kurang dari USD 2.00 per hari. Kelompok masyarakat ini tinggal di rumah-rumah semi permanen, dengan akses yang sangat terbatas pada sistem kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, dan isu kenaikan muka air laut global diprediksi akan menambah beban masyarakat di kawasan pantai, terutama di negara-negara berkembang, karena kemampuan adaptasinya yang sangat rendah (IPCC, 2007). Salah satunya adalah kampung Muara Baru, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yang dalam kurun waktu 2008 sampai 2013 telah mengalami 14 kali kejadian banjir pantai dengan skala cukup tinggi (antara 50-100 cm), dan memberikan dampak yang berarti bagi kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian tingkat kerentanan kawasan pantai sebagai bagian dari kebijakan pengelolaan kawasan pesisir agar tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan dan sebagai pedoman dalam alokasi sumber daya untuk memilih pola adaptasi dalam menghadapi kenaikan muka air laut. Ada beberapa tingkatan dalam melakukan penilaian kerentanan, yang dapat diklasifikasikan sebagai cara yang sangat kualitatif sampai dengan semi kualitatif, berdasarkan pendekatan ilmu pengetahuan atau pendekatan kebijakan, non adaptasi sampai adaptasi sempurna, sederhana sampai dengan dengan yang rumit (Fussel dan Klein, 2006). Setiap jenis penilaian membutuhkan data dengan tingkat detil dan ketepatan yang berbeda. Di Indonesia, keterbatasan dalam melakukan penilaian kerentanan adalah data yang terbatas pada pantai yang akan dilakukan penilaiannya. Sebagian besar data umumnya dimiliki oleh pemerintah pusat atau daerah, atau tidak tersedianya data untuk beberapa parameter penilaian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibangun matriks kerentanan pantai dan Coastal Vulnerability Index (CVI) terhadap kenaikan muka air laut dengan indikator dampak kenaikan muka air laut terhadap kawasan tersebut..
2.
METODOLOGI
Coastal Vulnerability Index (CVI) merupakan satu metode untuk melakukan evaluasi potensi perubahan pantai (Gornitz and Kanciruk, 1989; Gornitz, 1990; Gornitz et al., 1994; Thieler and Hammar-Klose, 1999). United States Geological Survey (USGS) menggunakan metode ini untuk mengevaluasi potensi kerentanan pantai-pantai di Amerika dalam skala nasional (Thieler and Hammar-Klose, 1999) dengan menggunakan enam variabel sebagai
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 283
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
indeks yaitu geomorphology, perubahan garis pantai, kelandaian pantai, perubahan muka air laut relatif, tinggi gelombang significant dan pasang surut, yang dianggap merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan kerentanan garis pantai terhadap kenaikan muka air laut (Thieler and Hammar-Klose, 1999). Selanjutnya Coastal Vulnerability Index (CVI) dihitung dengan persamaan: 1 √ Dengan a adalah geomorphology, b adalah laju perubahan garis pantai, c adalah kemiringan pantai, d adalah perubahan muka air laut relative, e adalah rata-rata tinggi gelombang significant, dan f adalah perbedaan pasang surut. Nilai variabel untuk masing-masing parameter dikembangkan oleh USGS (Tabel1), dan menghasilkan nilai rentang nilai CVI dari 1 sampai 35.35 dengan katagori kerentanan rendah (1) bila nilai CVI- 2.23
∑
)
(
∑
)
Tabel 1. Rangking coastal vulnerability index berdasarkan Thieler and Hammar-Klose (1999)
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 284
2
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
dengan CVI impact adalah sub-indeks dampak fisik, PP parameter fisik, HP faktor manusia, R tingkatan parameter, dan CVIleastvulnerable nilai dampak fisik terkecil yang dihitung. Selanjutnya, CVI akibat kenaikan muka air laut (CVI SLR) dihitung dengan cara: (
)
∑ ∑
3
Nilai CVI dengan metode ini menghasil nilai indeks kerentanan yang lebih rendah dibandingkan dengan metode yang dikembangkan oleh Thieler and Hammar-Klose. Sebagai batasan dalam menentukan besar indeks untuk setiap parameter, maka Ozyurt dan Ergin menyusun indeks berdasarkan rangking kerentanan baik untuk parameter yang dipengaruhi fisik pantai maupun akibat pengaruh kegiatan manusia (Tabel 2 dan 3). Studi mengenai sea level rise assessment untuk pantai di Indonesia dengan menggunakan nilai indeks kerentanan kawasan pantai (CVI) yang sudah dilakukan antara lain di Pantai Makasar dengan menggunakan data citra dan metode Gornitz untuk menganalisis nilai CVI (Tedjakusumah, 2011). Studi yang dilakukan oleh Hendrarto et.al. (2014) melakukan penilaian kerentanan terhadap habitat mangrove di Semarang dengan menggunakan nilai CVI dengan empat parameter, yaitu tinggi genangan, lama genangan, salinitas, dan media tanam mangrove, yang kemudian diaplikasi pada persamaan yang diturunkan oleh Gornitz. Studi yang dilakukan oleh Wahyudi, Hariyanto dan Suntoyo (2009), menerapakan metode yang dikembangkan oleh Thieler dan Hammar-Klose (1999) dengan menambah variable indeks kerentanan menjadi 10 variabel, yaitu; (1) Perubahan Garis Pantai (PP) (dari perhitungan); (2) Pengamatan Visual Kerusakan (K); (3) Panjang Kerusakan (PK); (4) Lebar Kerusakan (LK); (5) Lebar Sabuk Hijau (SH); (6) Litologi (L); (7) Tinggi Gelombang (H), (8) Jarak Pasang Surut (tidal range= PS); (9) Penggunaan Lahan (PL), dan (11) Kemiringan Pantai (). Tabel 2. Tabel nilai coastal vulnerability index berdasarkan Ozyurt dan Ergin (2009)
3.
AREA STUDI
Kampung Muara Baru merupakan kawasan pemukiman padat yang terletak di kawasan pantai utara Jakarta dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya didominasi penduduk golongan ekonomi menengah ke bawah dengan ratarata pendapatan kurang dari Rp. 2.200.000,- yang merupakan standar upah minimum regional DKI Jakarta. Tercatat pada bulan Mei 2007, kawasan pesisir Jakarta dihantam oleh gelombang pasang dan mengakibatkan rusaknya sekitar 2000 rumah penduduk (DPU, 2007). Bulan Juni tahun 2008, kembali banjir rob menggenangi wilayah ini (Metrotvnews, 2008). Pada tahun 2009, banjir rob terjadi pada bulan Oktober, November dan Desember dan menggenangi jalan-jalan di kawasan pantai utara setinggi 30-50 cm (Nurachman, 2009).
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 285
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
Tabel 3. Batasan nilai indeks untuk parameter yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia berdasarkanOzyurt dan Ergin (2009)
Tahun 2010 bulan Juni, Kawasan Muara Baru, Penjaringan dilanda banjir rob. Kali ini banjir sampai memasuki kawasan pemukiman penduduk (Tiyo, 2010). Bulan Januari 2011, enam RW di kawasan Muara Baru, Penjaringan, kembali terendam banjir (Diputra, 2011) yang diakibatkan oleh jebolnya tanggul, sehingga gelombang laut melimpas ke daratan. Tahun 2012, banjir rob kembali melanda kawasan Pantai Utara Jakarta. Kali ini Kawasan Pantai Mutiara, kawasan perumahan mewah terendam air sampai ketinggian 20 cm . Di tahun 2013, tepatnya pada 18 Oktober, kawasan Muara Baru kembali terendam.
Gambar 1. Lokasi studi
Kondisi gemorfologi dan morfologi Kawasan Pantai Utara Jakarta memiliki bentang ±32 km dan merupakan muara bagi 13 sungai yang mengalir di Provinsi Jakarta. Tersusun dari endapan alluvial lempung hingga lanauan, dan sebagian besar merupakan lempung rawa yang banyak mengandung sisa tumbuhan, lembab, plastisitas rendah, dan kedap air, dengan ketebalan antara 1 sampai 5 m. Di bawah endapan ini terdapat lapisan pasir yang memiliki daya dukung lebih baik dibandingkan dengan tanah di atasnya. Berupa perairan teluk yang semi tertutup yang sifat oseanografinya dipengaruhi perairan Laut Jawa, kawasan Pantai Utara Jakarta memiliki bathymetri yang sangat landai; kedalaman 5 m berada pada jarak 1-2 Km dari garis pantai, dan kedalaman 10 m terdapat pada jarak 4-5 Km dari garis pantai. Pantai Kampung Muara Baru terletak di antara dua lahan reklamasi, yaitu Pantai Mutiara dan Pelabuhan Muara Baru, dengan garis pantai cenderung berbentuk lurus. Pengukuran kemiringan dengan menggunakan peta bathymetri
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 286
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
menunjukkan kemiringan Pantai Muara Baru mencapai 1:400 atau sangat landai, dan berpotensi besar mengalami erosi, karena meskipun gelombang sudah pecah sebelum mencapai garis pantai, sisa energi gelombang masih mampu menarik partikel material pembentuk kawasan pantai. Terlebih di Pantai Muara Baru, dengan kondisi morfologinya yang diapit oleh dua lahan reklamasi, tidak terjadi suplai sedimen dari sungai, sehingga kondisi equilibrium sangat sulit tercapai.
Kondisi pasang surut Karakterisk hidro-oseanografi perairan Teluk Jakarta sangat dipengaruhi oleh perairan Laut Jawa. Pasang Surut di Teluk Jakarta mempunyai sifat harian tunggal (diurnal) yaitu terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari. Tinggi pasang surut untuk kawasan Teluk Jakarta untuk bulan September 2014 disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Elevasi pasang surut Teluk Jakarta bulan Agustus Analisis terhadap Gambar 2 diperoleh nilai range pasang surut di perairan Teluk Jakarta untuk bulan Agustus adalah 104 cm, dengan pasang tertinggi mencapai 54 cm di atas muka air laut rerata dan 50 cm di bawah permukaan air laut rerata. Perbedaan elevasi pasang surut tersebut sangat besar dan dalam penilaian CVI mendapatkan nilai indeks 4 atau memiliki nilai kerentanan tinggi.
Tinggi gelombang Karakteristik gelombang di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh perairan Laut Jawa, di mana pengaruh angin musim (monsoon) barat dan timur sangat mempengaruhi pergerakan gelombang. Pada musim angin barat, tinggi gelombang significant rata-rata di Teluk Jakarta adalah 0,35 m, dan pada angin musim timur mencapai 0,38 m (Hadi et.al. 2005). Parameter gelombang untuk wilayah Teluk Jakarta memiliki nilai indeks rendah atau 1.
Kenaikan muka air laut Hasil pemantauan sea surface topography (SST) dengan menggunakan satelit Jason, kenaikan muka air laut di Indonesia berkisar antara 5 mm sampai 1 cm per tahun. Di perairan Laut Jawa, ketinggian muka air laut naik antara 4 sampai 6 mm pertahun. Studi dengan menggunakan data altimeter dari tahun 1993 sampai 2008 menunjukkan kenaikan muka air laut di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 3 sampai 4 mm pertahun (Sofian, 2008), sedangkan Pratiwi (2009) mencatat kenaikan muka air laut untuk perairan Jakarta adalah 4,38 mm per tahun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh ITB pada tahun 1990, dan 7 mm per tahun berdasarkan data muka air laut rerata antara tahun 1984 sampai 2006. Kenaikan muka air laut di kawasan perairan Indonesia, khususnya Laut Jawa, bervariasi dan masih diperdebatkan. Untuk keperluan penelitian ini, dengan mempertimbangkan karakteristik perairan Teluk Jakarta yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik Laut Jawa, maka nilai kenaikan muka air laut untuk wilayah perairan Teluk Jakarta yang digunakan untuk analisis CVI adalah 4 mm per tahun, dan memiliki nilai indeks parameter sedang atau 3 (tiga).
Iintrusi air laut (salinity intrusion) Intrusi air laut dapat terjadi pada akuifer pantai di manapun seluruh dunia. Intrusi air laut adalah masuknya air asin ke dalam akuifer air tawar, dan umumnya terjadi karena adanya pengambilan air tanah di sekitar wilayah pantai. Selain itu, intrusi air laut juga dipengaruhi oleh faktor alam, seperti fluktuasi pasang surut, perubahan iklim dan muka air laut dalam jangka waktu lama, serta perubahan musim yang mengakibatkan perubahan laju evaporasi dan pengisian ulang air tanah. Laju pengisian ulang air tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi sangat rendah pada
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 287
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
kawasan dengan tingkat urbanisasi tinggi dan permukaan tanah yang kedap air. Intrusi air laut juga terjadi pada kawasan yang mengalami penurunan muka air tanah karena pekerjaan pemadatan tanah (Barlow, 2003). Salinitas merupakan parameter untuk mengetahui apakah air asin telah bercampur dengan air tawar. Salinitas dapat dinyatakan dalam prosen atau parts per million (ppm), yaitu satuan yang menyatakan konsentrasi suatu larutan. Satu ppm ekuivalen dengan satu milligram suatu zat dalam satu liter air (mg/l). Salinitas untuk air tawar jelas berbeda dengan air laut yang dapat mencapai lebih dari 50.000 ppm. Pengukuran salinitas dilakukan di Waduk Pluit dengan menggunakan alat ExStick@EC400 yang memiliki range pengukuran salinitas mulai dari 100 ppm sampai 900 ppm. Hasil pengukuran di Waduk Pluit, salinitas air mencapai lebih besar dari 900 ppm. Ditinjau dari nilai salinitas, kawasan Muara Baru rentan terhadap intrusi air laut. Tingginya tingkat salinitas di Waduk Pluit, sangat mempengaruhi kualitas air tanah.
Analisis CVI Analisis CVI dilakukan dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Ozyurt dan Ergin (2009). Hasil analisis CVI disajikan pada Tabel 4 dan menghasilkan nilai CVI untuk kawasan Pantai Utara Jakarta sebesar 3.65 atau memiliki nilai kerentanan sedang.
Tabel 4. Hasil analisis CVI
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 288
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
4. BAHASAN Kawasan Muara Baru merupakan kawasan perumahan bagi warga baik permanen maupun pendatang yang mata pencahariannya sangat tergantung pada kegiatan ekonomi yang berlangsung di kawasan pesisir, seperti pelabuhan, industri jasa dan produksi, serta kegiatan usaha kecil dan menengah lainnya. Dari parameter fisik, pantai Muara Baru memiliki tingkat kerentanan yang cenderung rendah, akan tetapi dari kondisi geomorfologi, jarak ke pantai, dan konduktivitas hidrauliknya memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi. Parameter pengaruh manusia terhadap kawasan pesisir merupakan parameter yang lebih dominan terhadap tingkat kerentanan kawasan pantai Muara Baru. Perubahan tata guna lahan, tidak adanya perlindungan alami, penggunaan konsumsi air tanah pada daerah di belakang pantai mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan. Banjir rob, yang terjadi saat pasang tinggi merupakan fenomena alami untuk kawasan muara, akan tetapi karena kawasan tersebut dipergunakan sebagai kawasan pemukiman penduduk, maka fungsi alami dari muara menjadi hilang. Perlu dilakukan analisis kerugian fisik bangunan perumahan yang diakibatkan oleh kejadian banjir pasang, untuk selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan pemodelan adaptasi yang paling sesuai dengan kondisi geomorfologi dan tata guna lahan kawasan pantai Muara Baru. Hal ini perlu dilakukan untuk menjawab, dampak pembangunan Jakarta Waterfront City terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan Pantai Utara Jakarta
5. SIMPULAN Dari serangkaian studi dan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil telusur pustaka, frekuensi kejadian banjir pasang yang mengakibatkan kawasan Muara Baru tergenang rata-rata dua kali pertahun, dan umumnya terjadi di bulan Januari dan sekitar Oktober-Nopember. Tahun 2009, kejadian banjir pasang mencapai empat kali dalam setahun 2. Secara umum garis pantai di Muara Baru tidak mengalami perubahan yang berarti, karena kawasan ini terlindungi oleh bangunan pantai berupa revetment dan jetty 3. Model sea level rise vulnerability yang dikembangkan oleh Ozyurt dan Ergin dapat diaplikasi untuk kawasan Muara Baru dengan nilai indeks kerentanan tinggi. Apabila dibandingkan dengan model genangan yang memasukkan parameter kenaikan muka air laut sebesar 0,20 cm, tinggi pasang maksimum yang mencapai 0.7 m, dan tinggi gelombang surges yang mencapai1.0 m, maka kawasan Muara Baru merupakan kawasan yang rentan terhadap genangan akibat kenaikan muka air laut dan perubahan iklim. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Dosen Pemula, dan kepada LPPM serta Fakultas Teknik Universitas Ibn Khaldun Bogor yang banyak memberikan dukungan baik material maupun moril selama pelaksanaan penelitian. Tak lupa mahasiswa yang telah banyak membantu saat pelaksanaan survey lapangan. DAFTAR PUSTAKA Bruun, P. (1962). “Sea-Level Rise As A Cause Of Shore Erosion”, Journal of The Waterways and Harbors Division, American Society of Civil Engineers, Vol. 88, No. 1, proceedings paper 3065, 117-130, Hendrarto, B., Wahyudi, A., dan Hartoko, A. (2014). “Penilaian Kerentanan Habitat Mangrove Di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang Terhadap Variabel Oseanografi Berdasarkan Metode CVI (Coastal Vulnerability Index)”. Diponegoro Journal Of Maquares. Vol. 3, No. 1, 89-98 Klein, R. J. T., Nicholls, R. J., Ragoonaden, S., Capobianco, M., Aston, J., Buckley, E.N. (2001). “Technological Options for Adaptation to Climate Change in Coastal Zones”, Journal of Coastal Research, Vol. 17, No. 3, 531543 Nicholls, R.J., Wong P.P., Burkett, V.R., Codignotto, J.O., Hay, J.E., McLean, R.F., Ragoonaden, S., Woodroffe, C.D. (2007). “Coastal systems and low-lying areas”. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J.van der Linden and C.E. Hanson, eds., Cambrige University Press, Cambridge, UK, 315-356. Özyurt, G., Ergin. A., (2009), “Application of Sea Level Rise Vulnerability Assessment Model to Selected Coastal Area of Turkey”. Journal of Coastal Research: Volume 26, Issue 2, 265 – 273. Ergin. A., (2010), “Improving Coastal Vulnerability Assessments to Sea-Level Rise: A New Indicator-Based Methodology for Decision Makers”. Journal of Coastal Research: Special Issue 56. 248 – 251 Richard S. J. Tol, Richard J. T. Klein and Robert J. Nicholls.(2008). “Towards Successful Adaptation to Sea-Level Rise along Europe's Coasts”. Journal of Coastal Research: Volume 24, Issue 2, 432 – 442. Ritonga, Arnes. (2011). “Ombak Besar, Dua Tanggul di Jakut Jebol”. Koran Metro, 19 Januari 2011.
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 289
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 2015
TAW (2002). “Technical Report Wave Run-up and Overtopping at Dikes”, Technical Advisory Committee for Water Defences, The Netherlands Tejakusuma, I. G. (2011). “Pengkajian Kerentanan Fisik Untuk Pengembangan Pesisir Wilayah Kota Makassar”, Jurnal Sains Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 13, No. 2, 82-87. Tiyo. (2010). “Banjir Rob Landa Penjaringan”, Pos Kota Online. Diunduh dari < http://m.poskota.co.id/beritaterkini/2010/06/25/banjir-rob-landa-penjaringan>. [25 Juni 2010] Triadmodjo, Bambang. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta Wahyudi, Hariyanto, Suntoyo. (2009). Analisa Kerentanan Pantai di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Winarso, G., Joko, H., Arifin, S. (2009). “Kajian Penggunaan Data Inderaja Untuk Pemetaan Garis Pantai (studi kasus Pantai Utara Jakarta)”. Jurnal Penginderaan Jauh. Vol. 6, 65-72
Paper ID : SDA10 Sumber Daya Air 290