Pengukuran Performansi Praktik Pengelolaan Hubungan Pelanggan Dengan Menggunakan Kerangka CRM Scorecard (Studi Kasus: PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk) Reny Nadlifatin, Mudjahidin, S.T., M.T., Mahendrawathi Er, S.T., M.Sc., Ph.D Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstrak— Sebagai salah satu perusahaan jasa dalam bidang perbankan, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. berusaha agar layanan yang diberikan kepada nasabah sebagai pelanggannya mampu mempertahankan tingkat loyalitas dan kepuasan nasabah. Telah cukup banyak praktik pengelolaan hubungan pelanggan atau dikenal dengan istilah Customer Relationship Management (CRM) yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut. Namun pihak manajemen perusahaan kesulitan dalam mengukur kinerja secara menyeluruh terhadap praktik CRM yang telah dilakukan, karena untuk mencapai keberhasilan implementasi praktik CRM dibutuhkan berbagai elemen pendukung yang saling terkait satu dengan lainnya diantaranya kesiapan organisasi, proses yang dilakukan, infrastruktur teknologi informasi dan lain sebagainya. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kinerja secara menyeluruh dari semua faktor yang terkait dengan pelaksanaan praktik CRM. Beberapa konsultan dan akademisi dalam bidang CRM telah mendiskusikan dan mengembangkan suatu metode untuk mengukur kinerja praktik CRM yang dinamakan CRM Scorecard. CRM Scorecard merupakan sebuah framework pengukuran kinerja yang mampu mendiagnosis dan menilai praktik CRM sebuah perusahaan baik dari aspek finansial maupun non finansial. Dalam Tugas Akhir ini akan digunakan framework yang dikembangkan oleh Hyung-Su Kim dan YoungGul Kim (Kim, dkk., 2007). CRM Scorecard yang dikembangkan nantinya akan melihat dari beberapa sudut pandang yaitu Performa Organisasi , Pelanggan , Proses dan Infrastruktur Organisasi. Dari masing-masing sudut pandang tersebut, dilakukan pemecahan (break down) terhadap faktor yang akan dievaluasi. Faktor yang dievaluasi tersebut akan dicari nilainya dengan menggunakan beberapa metode diantaranya analisa laporan keuangan , survey pelanggan, wawancara pihak manajemen dan sebagainya. Dari hasil penilaian tersebut selanjutnya dibuat instrumen-instrumen pengukuran CRM Scorecard dan model analisis Analytic Hierarchy Process (AHP). Sedangkan proses AHP dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice . Hasil dari tugas akhir ini adalah instrumen pengukuran CRM Scorecard dan suatu model AHP yang dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice. Diharapkan dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice ini , pihak manajemen dapat lebih mudah melakukan analisa dengan metode perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) yang kemudian dapat diperoleh hasil analisis tersebut baik berupa
grafik pengukuran sensitivitas (sensitivity-graphs) maupun grafik hasil analisis sintesis. Sehingga dapat ditampilkan keterkaitan dan pengaruh tiap-tiap faktor dalam mengukur kesuksesan praktik CRM yang telah dilakukan. Kata Kunci : Pengelolaan Hubungan Pelanggan (CRM), Pengukuran Performansi, CRM Scorecard, Analytic Hierarchi Process (AHP), Perusahaan Perbankan.
1.
PENDAHULUAN
Mengubah perusahaan menjadi berfokus pada pelanggan (customer-centric) merupakan salah satu strategi bisnis yang populer saat ini yang disebut srategi pengelolaan hubungan dengan pelanggan atau dikenal dengan istilah Customer Relationship Management (CRM). Konsep CRM sudah berkembang sejak beberapa tahun terakhir sebagai akibat meningkatnya kompetisi dan tuntutan pelanggan akan pelayanan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap kebutuhan individual pelanggan. Gagasan utama CRM adalah membantu perusahaan dengan menggunakan teknologi, proses bisnis, dan sumber daya manusia untuk memperoleh pengetahuan mengenai perilaku dan nilai dari pelanggan tersebut. Diketahui bahwa kandungan Teknologi Informasi (TI) dalam industri perbankan semakin hari semakin besar dan kompleks, atau dengan kata lain adalah mustahil apabila saat ini menjalankan bisnis perbankan tanpa memanfaatkan dukungan TI dalam operasionalnya. Bank memandang pemanfaatan teknologi mampu memberikan efektifitas dan efisiensi dari aspek keamanan data, kecepatan pelayanan serta kemampuan bersaing. Sedangkan para nasabah akan mempunyai banyak pilihan dalam menentukan bank mana yang akan dipilihnya. Oleh karena itu, bank dengan teknologi yang unggul akan menjadi pilihan nasabah, karena tidak dipungkiri bahwa teknologi dapat mendukung layanan yang cepat dan tepat sehingga pada akhirnya mampu memenuhi kepuasan nasabah (Kim, dkk., 2007). Perkembangan TI mendorong perusahaan melakukan praktik CRM tidak hanya secara konvensional namun juga layanan-layanan berbasiskan TI tersebut. Terbukti dengan jumlah perusahaan yang menjadikan CRM sebagai inti dari strategi bisnis mereka yang berbasiskan TI semakin
bertambah. Begitu pula halnya dengan jumlah perusahaan yang berinvestasi dalam CRM. Berdasarkan IDC (International Data Corporation) dan Gartner Group, tingkat keberhasilan implementasi CRM ternyata di bawah 30%, dengan hanya mengacu pada biaya implementasi sebuah system CRM (Simatupang, 2003). Persepsi masyarakat pengguna jasa bank terhadap bank tidak lepas dari image yang melekat pada bank tersebut yang dikaitkan dengan pelayanannya kepada nasabah, berbagai jenis produk/layanan, serta kemampuan teknologi informasi pendukungnya. Sehingga pada akhirnya paduan dari ketiga hal tersebut akan menjadi daya tarik bagi nasabah. Persaingan dalam memenuhi tuntutan nasabah yang pada intinya adalah dipenuhinya “kemudahan melakukan transaksi perbankan dimana saja dan kapan saja”, turut mendorong persaingan teknologi perbankan (Simatupang, 2003). Jadi, lamanya keberadaan suatu bank tidak menjamin keunggulan bersaing di masa mendatang. Hanya bank-bank yang dapat memanfaatkan teknologi informasi secara cerdas untuk mendukung produk dan layanan mereka lah yang akan memenangkan persaingan tersebut. Pengukuran kinerja praktik CRM yang dilakukan oleh perusahaan perbankan tidak bisa dipandang dari satu sudut pandang atau faktor saja (Kim, dkk., 2007). Sebagai contoh layanan e-banking, layanan ini memberikan kemudahan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan selama 24 jam dan dari mana saja asalkan ada koneksi internet tanpa harus menunggu jam buka bank dan datang ke kantor bank tersebut. Namun untuk mewujudkan e-banking, pihak bank harus menyiapkan infrastruktur TI, mulai dari server hingga aplikasi itu sendiri. Disisi lain proses yang berlangsung di dalamnya juga harus sinkron dengan proses konvensional yang dilakukan di kantor bank. Begitu juga kesiapan organisasi dan umpan balik dari pelanggan sebagai konsekuensi dari adanya sistem ini juga harus dipikirkan. Ketika suatu saat akan diukur performansi e-banking sebagai salah satu strategi CRM, tidak bisa hanya melihat dari peningkatan kepuasan pelanggan saja, namun juga harus diperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan untuk infrastruktur TI dan juga personil yang telah dilibatkan. Salah satu metode untuk mengukur secara menyeluruh dari praktik CRM seperti contoh tersebut adalah CRM Scorecard. CRM Scorecard merupakan sebuah framework pengukuran kinerja yang mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang bisa mempengaruhi keberhasilan CRM dengan menyediakan proses pengukuran terhadap seluruh faktor-faktor yang terkait dengan praktik CRM baik secara objektif maupun subjektif (Kim, dkk., 2007). Selain itu, model tersebut juga melakukan identifikasi dan pengukuran terhadap seluruh sudut pandang kinerja perusahaan yaitu performa organisasi, pelanggan, proses dan infrastruktur organisasi, yang merupakan elemen penting dalam melakukan pengukuran kinerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini akan diterapkan model CRM Scorecard untuk
melakukan pengukuran performansi praktik CRM di sebuah perusahaan perbankan di Indonesia. 2.
DASAR TEORI
2.1 Konsep Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dapat lebih mudah dipahami melalui definisi dari dua kata yaitu “kinerja” dan “pengukuran” yang didasarkan pada kriteria Balridge (BPIR): •
•
Kinerja: merujuk pada keluaran dan hasil yang diperoleh dari proses, produk dan layanan yang memperbolehkan evaluasi dan perbandingan relatif terhadap tujuan, standar, hasil masa lalu, dan organisasi lain. Pengukuran: merujuk pada informasi numerik yang mengukur masukan, keluaran dan dimensi kinerja dari proses, produk, layanan, dan hasil organisasi secara keseluruhan. Ukuran kinerja mungkin sederhana (berasal dari satu pengukuran) atau bersifat komposit.
Tantangan bagi organisasi saat ini adalah bagaimana untuk mencocokkan dan menyesuaikan ukuran kinerja dengan strategi bisnis, struktur dan budaya perusahaan, jenis dan jumlah ukuran yang digunakan, keseimbangan antara ciri dan biaya untuk mengenalkan ukuran-ukuran ini, serta bagaimana untuk menyebarkan ukuran-ukuran tersebut agar hasilnya dapat digunakan dan dilaksanakan. 2.2 Pengukuran Kinerja CRM Menurut beberapa penelitian sebelumnya, hal yang paling menarik yaitu bahwa organisasi membutuhkan kerangka strategis untuk memantau dan mengukur strategi bisnisnya sejak pihak manajemen dituntut untuk melakukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja CRM didefinisikan sebagai sebuah sistem pengukuran yang sengaja menghubungkan tujuan jangka panjang strategi CRM, tujuan dan langkah-langkah tertentu, strategi jangka pendek serta ukuran dan tindakan-tindakan yang mengarah ke kinerja CRM (Brewton). Terlebih lagi, suatu kerangka pengukuran kinerja harus dilengkapi dengan beberapa komponen berikut: • • • •
Model sebab-akibat yang disisipkan dalam kerangka pengukuran Perspektif yang berbeda Faktor-faktor kondisional atau yang terdahulu Ukuran-ukuran kualitatif
Perusahaan yang menerapkan strategi CRM, mengetahui bahwa biaya dan keuntungan yang diperoleh dari inisiatif CRM adalah signifikan, dan mereka berusaha untuk menggapai pengaruh keuangan dan faktor-faktor ekonomi yang berkontribusi terhadap keuntungan nyata (tangible benefits) bagi perusahaan, demikian juga dengan keuntungan tidak nyata (intangible benefits) (Kim, dkk., 2007). Pengukuran kinerja CRM sangatlah penting untuk mengetahui apakah strategi yang dijalankan telah mencapai
sasaran yang dituju sekaligus memberikan umpan balik bagi perusahaan untuk menyusun sasaran strategis di masa mendatang. Pengembangan kerangka atau tool untuk mengukur kinerja CRM telah banyak dilakukan. Beberapa kerangka yang sering digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja antara lain Service Profit Chain (SPC), Structure Conduct Outcomes (SCO) dan Balanced Scorecard (BSC). Sedangkan yang paling sering dijadikan acuan untuk pengembangan kerangka pengukuran performansi adalah Balanced Scorecard yang diusulkan oleh Kaplan/Norton pada tahun 1997 (Kim, dkk., 2007). Balanced Scorecard mendidik manajemen dan organisasi untuk memandang perusahaan dari empat perspektif yaitu keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process), dan pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth), yang menghubungkan pengendalian operasional jangka pendek ke dalam visi dan strategi bisnis jangka panjang. Perspektif keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Pada perspektif pelanggan, perencanaan strategi berfokus pada kepuasan pelanggan. Sedangkan perspektif proses bisnis internal berprioritas pada berbagai proses bisnis yang menciptakan kepuasan pelanggan dan pemegang saham. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berprioritas pada penciptaan lingkungan yang kondusif bagi perubahan, inovasi, dan pertumbuhan secara organisasional. 2.3 Model CRM Scorecard CRM Scorecard merupakan sebuah framework pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Hyung-Su Kim dan Young-Gul Kim (2007) yang mampu mendiagnosis dan menilai praktik CRM sebuah perusahaan. Framework tersebut menggunakan empat perspektif yang dijadikan sebagai acuan untuk mendiagnosis faktor-faktor keberhasilan atau kegagalan praktik CRM yaitu infrastruktur, proses, pelanggan dan performa organisasi. Tabel 1 dan 2 merupakan tabel framework CRM Scorecard yang telah dicantumkan instrumen-instrumen pengukurannya. CRM Scorecard dikembangkan melalui proses pengembangan penelitian dan langkah-langkah yang dikolaborasikan di sejumlah perusahaan di berbagai industri. Selama proses pengembangan, dilakukan tinjauan literatur yang luas untuk membangun sebuah peta teori sebab-akibat, interview mendalam dengan para praktisi untuk mengambil sebuah peta hierarki dari perspektif industri, uji kelayakan untuk memeriksa apakah Key Performance Indicator (KPI) dapat dikukur atau tidak serta menggunakan teknik analisis Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot prioritas dari faktor-faktor yang dievaluasi dalam CRM Scorecard. Skema proses pengembangan framework CRM Scorecard ditunjukkan melalui gambar 2.3.
Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan mengembangkan CRM Scorecard antara lain:
dalam
1) Membangun peta sebab-akibat secara teoritis 2) Menggali peta hierarki untuk kesuksesan CRM dari perspektif praktis 3) Mengintegrasikan kedua model tersebut 4) Menentukan instrumen-instrumen pengukuran 5) Menentukan prioritas tiap-tiap faktor keberhasilan CRM Tabel 1 Framework CRM Scorecard (bagian-1)
Tabel 2 Framework CRM Scorecard (bagian-2)
4.
5. 6. 7.
8. Gambar 1 Skema proses pengembangan framework CRM Scorecard (Kim, dkk., 2007)
Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [(n1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Mengulang langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus diperbaiki.
2.4 Analytic Hierarchy Process (AHP)
3.
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak berstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompokkelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hierarki.
3.1 Profil Bank Mandiri
Model AHP pendekatannya hampir identik dengan model perilaku politis, yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusannya. AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, dapat memecahkan masalah yang kompleks dimana aspek atau kriteria yang diambil cukup banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga data tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP menurut Thomas L. Saaty meliputi: 1. 2.
3.
Mendefinisikan masalah dan menetukan solusi yang diinginkan. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintahan Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim dan Bapindo dilebur menjadi Bank Mandiri. Masing-masing dari keempat legacy banks memainkan peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Sampai dengan hari ini, Bank Mandiri meneruskan tradisi selama lebih dari 140 tahun memberikan kontribusi dalam dunia perbankan dan perekonomian Indonesia. Satu dari sekian banyak keberhasilan Bank Mandiri yang paling signifikan adalah keberhasilan dalam menyelesaikan implementasi sistem teknologi baru. Sebelumnya hanya mewarisi 9 core banking system yang berbeda dari keempat bank. Setelah melakukan investasi awal untuk segera mengkonsolidasikan ke dalam sistem yang terbaik, dilaksanakan sebuah program tiga tahun, dengan nilai US$200 juta, untuk mengganti core banking system menjadi satu sistem yang mempunyai kemampuan untuk mendukung kegiatan consumer banking yang sangat agresif. Saat ini, infrastruktur IT Bank Mandiri memberikan layanan straightthrough processing dan interface tunggal kepada seluruh nasabah. 3.2 Strategi Bisnis Bank Mandiri Bank Mandiri memiliki lima area bisnis utama, fokus pada aliansi strategis dan strategi pendukung. Lima area tersebut diilustrasikan dalam tabel 3. Adapun strategi bisnis yang dijalankan oleh Bank Mandiri antara lain:
Memperkuat deposit franchise, khususnya untuk meningkatkan dana murah. Memperkuat platform pengembangan high yield business.
4.
Meningkatkan wholesale franchise dan diversifikasi revenue dengan wholesale transactions. Conecting the business untuk meningkatkan sinergi bisnis antara SBU (Strategic Business Unit). Non-organic growth dan optimalisasi sinergi perusahaan anak.
PENERAPAN MODEL CRM SCORECARD
4.1 Penentuan Bobot Penilaian Target Penentuan bobot target dilakukan oleh pihak manajerial perusahaan. Diasumsikan bahwa pihak manajerial yang menentukan bobot adalah seluruh pihak manajer yang telah ditunjuk oleh perusahaan untuk melakukan penilaian. Penilaian ini dilakukan berdasarkan hasil diskusi dan pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan antara tiap-tiap perspektif, subpersepktif dan diagnostic factors dengan berdasar pada target yang ingin dicapai perusahaan dalam rangka menyukseskan strategi CRM yang diterapkan. Untuk hal ini, perusahaan diminta mengisi form survey yang telah disediakan. Form tersebut berisi mengenai perbandingan secara berpasangan terhadap prioritas kepentingan dari tiap-tiap faktor yang dibandingkan. Agar bobot target yang diperoleh bersifat proporsional, maka pihak manajerial diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan strategi awal yang telah mereka tetapkan demi mencapai target kesuksesan CRM yang sesuai harapan yaitu penilaian berdasarkan faktor-faktor yang sejak awal memang sudah diprioritaskan untuk lebih diperhatikan kinerjanya. Nilai bobot yang digunakan sesuai dengan konsep AHP yaitu dimulai dari 1 sampai 9. Sebagai contoh, tabel 4 menunjukkan hasil penentuan bobot target pada seluruh persepektif CRM Scorecard. Tabel 3 Tabel strategi pendukung untuk tiap-tiap perspektif
Tabel 4 Hasil perbandingan berpasangan antar perspektif (target)
4.2 Pengukuran Instrumen Subjektif dan Objektif Dalam menerapkan CRM Scorecard dibutuhkan data-data yang sesuai dengan model yang ditampilkan pada tabel 1 dan 2. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai dari faktorfaktor tersebut, perlu dilakukan pengukuran terhadap instrumen-instrumen pendukung implementasi praktik CRM baik secara subjektif maupun objektif. Dalam penelitian ini, pengukuran instrumen subjektif dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada pihak manajerial Bank Mandiri. Kuesioner tersebut berisi penilaian subjektif (persepsi) terhadap faktor-faktor tertentu berdasarkan kinerja yang dirasakan saat ini. Sedangkan pengukuran objektif diperoleh dari: • • •
laporan internal dan hasil dokumentasi perusahaan wawancara langsung kepada pihak manajerial perusahaan hasil survey eksternal yang dilakukan kepada para pelanggan (nasabah Bank Mandiri) untuk mendapatkan prosentase tingkat kepuasan dan loyalitas dari sudut pandang mereka
Di antara keseluruh diagnostic factors, ada beberapa faktor yang tidak bisa diukur secara objektif atau subjektif. Hal ini dikarenakan belum ditemukan standar penilaian yang tepat untuk melakukan pengukuran tersebut. Selain itu juga bisa disebabkan karena faktor tersebut memang tidak memungkinkan untuk diukur secara objektif atau subjektif (Kim, dkk., 2007). Contoh tampilan hasil pengukuran terhadap instrumen subjektif dan objektif ditunjukkan pada tabel 5 dan 6. Tabel 5 Hasil pengukuran instrumen objektif pada perspektif performa organisasi
Tabel 6 Hasil pengukuran instrumen subjektif pada perspektif performa organisasi
perbandingan berpasangan oleh Expert Choice dapat disajikan dalam bentuk sensitivity-graphs yang terdiri dari beberapa tipe yaitu performance, dynamic, gradient, headto-head dan grafik 2-Dimensi. Namun untuk penelitian ini, hasil akhir pembobotan seluruh diagnostic factors ditampilkan dalam bentuk diagram batang (analisis sintesis terhadap tujuan utama yaitu kesuksesan CRM). 6.
4.3 Penilaian Bobot Berdasarkan Instrumen Subjektif dan Objektif Langkah-langkah yang dilakukan untuk tahap ini sama dengan langkah-langkah pada tahap penentuan bobot target, hanya saja dalam menentukan nilai bobotnya, pihak manajerial perusahaan mengacu pada pertimbangan terhadap nilai-nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran instrumen subjektif maupun objektif. Pihak perusahaan diminta jujur dalam memberikan penilaian bobot, karena hasil dari pembobotan ini lah yang mencerminkan kondisi perusahaan saat ini. Jadi, ada kemungkinan bahwa hasil dari penilaian bobot ini berbeda dengan hasil dari penilaian bobot target yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil dari pembobotan ini juga disajikan dalam bentuk tabel perbandingan berpasangan. Untuk selanjutnya, hasil dari penilaian bobot ini dijadikan sebagai bobot kondisi saat ini (realita) yang nantinya akan dibandingkan dengan bobot target. Tabel 7 merupakan contoh hasil penilaian bobot terhadap seluruh perspektif berdasar hasil pengukuran instrumen subjektif dan objektif. Tabel 7 Hasil perbandingan berpasangan antar perspektif (realita)
5.
ANALISIS DAN EVALUASI
Berdasarkan hasil penerjemahan visi, misi, dan strategi CRM PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, maka dapat ditetapkan tujuan-tujuan strategis tiap perspektif CRM Scorecard, tolok ukur keberhasilan tujuan strategis, dan target yang ingin dicapai perusahaan. Setelah itu dilakukan pengukuran kinerja tujuan strategis dengan membandingkan target yang ingin dicapai dengan kinerja saat ini. Setelah semua data hasil tabel perbandingan berpasangan dimasukkan ke dalam perangkat lunak Expert Choice, maka bisa diketahui nilai bobot prioritas dari tiap-tiap perspektif, sub perspektif dan diagnostic factors. Dalam penelitian ini, hasil pengolahan data dengan Expert Choice akan disajikan per-perbandingan berpasangan. Selanjutnya juga akan disajikan hasil pembobotan secara keseluruhan dalam bentuk diagram batang. 6.1 Analisis Hasil Akhir Penerapan Framework CRM Scorecard Terhadap Kondisi Target Berdasarkan gambar 2, dapat disimpulkan bahwa tiga faktor utama yang dinilai memiliki bobot prioritas tertinggi terhadap kesuksesan CRM secara berturut-turut antara lain ekuitas pelanggan, loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan. Sedangkan tiga faktor yang memiliki nilai bobot prioritas terendah adalah training, sasaran eksplisit dan sistem reward. Rangkuman nilai bobot dari hasil sintesis dapat dilihat pada tabel 8.
PEMASUKAN HASIL PENILAIAN BOBOT KE DALAM SOFTWARE EXPERT CHOICE
Hasil dari tabel-tabel perbandingan berpasangan seperti yang telah dicontohkan melalui tabel 4 dan 7 selanjutnya dimasukkan ke dalam software Expert Choice 2000 yaitu sebuah tool yang mampu melakukan perbandingan berpasangan secara otomatis sesuai dengan konsep AHP. Jadi, yang data yang dimasukkan ke dalam software ini adalah data-data hasil penentuan seluruh bobot baik itu bobot target maupun bobot kondisi saat ini. Adapun cara membuat perbandingan berpasangan dengan menggunakan Expert Choice adalah dengan memanfaatkan fitur matriks perbandingan berpasangan yang diwakili oleh fitur pairwise comparison. Ada beberapa type pairwise comparison antara lain numerical, verbal dan graphical. Dalam penelitian ini digunakan type pairwise numerical comparison dengan alasan bahwa tipe tersebut sesuai dengan desain kuesioner yang telah digunakan. Hasil dari
Gambar 2 Hasil sintesis pembobotan target seluruh diagnostic factors terhadap kesuksesan strategi CRM
Tabel 8 Rangkuman nilai bobot seluruh diagnostic factors terhadap kesuksesan CRM (target)
Tabel 9 Rangkuman nilai bobot seluruh diagnostic factors terhadap kesuksesan CRM (realita)
6.2 Analisis Hasil Akhir Penerapan Framework CRM Scorecard Terhadap Kondisi Saat Ini (Realita)
6.3 Perbandingan Antara Hasil Pengukuran Kondisi Target dan Kondisi Saat Ini
Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa tiga faktor utama yang dinilai memiliki bobot prioritas tertinggi terhadap kesuksesan CRM secara berturut-turut antara lain ekuitas pelanggan, loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan. Sedangkan tiga faktor yang bobotnya terendah adalah sistem reward, struktur organisasi dan kepuasan pegawai. Rangkuman nilai bobot dari hasil sintesis gambar 3 dapat dilihat pada tabel 9.
Grafik perbandingan antara bobot yang diperoleh dari pengukuran terhadap kondisi saat ini dan pengukuran terhadap kondisi target yang ingin dicapai oleh perusahaan ditunjukkan pada gambar 4. Dari gambar tersebut, dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang kinerjanya dinilai telah memenuhi target dan faktor mana saja yang masih kurang memenuhi target yang diinginkan. Grafik tersebut dibuat dengan menggunakan Microsoft Excel berdasarkan nilainilai bobot dari target dan kondisi saat ini. Berdasarkan gambar 5.7, dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang belum memenuhi target antara lain: • • • • • • •
Gambar 3 Hasil sintesis pembobotan seluruh diagnostic factors terhadap kesuksesan strategi CRM berdasar kondisi saat ini
Profitabilitas Ekuitas pelanggan Loyalitas pelanggan Kepuasan pelanggan Perilaku pegawai Kepuasan pegawai Struktur organisasi
time value (CLV), karena strategi tersebut mencakup beberapa strategi tingkat pelanggan yaitu seleksi, segmentasi, optimalisasi alokasi sumber daya dan menarget prospek yang menguntungkan (Grover, dkk., 2006). Contoh: mengurangi biaya beban perusahaan seperti biaya rekening listrik dan telepon atau dengan meningkatkan up selling. b) Ekuitas Pelanggan Strategi inti untuk meningkatkan ekuitas pelanggan adalah dengan meningkatkan akuisisi pelanggan, retensi pelanggan, serta strategi add-on selling (Thomas, dkk., 2001). Sedangkan menurut Zeithaml dkk (2004), ekuitas pelanggan dapat ditingkatkan melalui:
Gambar 4 Grafik perbandingan pengukuran bobot prioritas saat ini dengan bobot prioritas yang ditargetkan
-
Di antara ketujuh faktor yang belum memenuhi target, tiga di antaranya adalah merupakan tiga faktor yang dinilai oleh pihak manajemen bank sebagai faktor yang memiliki bobot prioritas paling tinggi pengaruhnya terhadap kesuksesan CRM. Ketiga faktor tersebut antara lain ekuitas pelanggan, loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan. Karena itulah, perlu diadakan perbaikan terhadap ketiga faktor tersebut. Namun secara keseluruhan, kinerja Bank Mandiri dapat dibilang sudah baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya faktor-faktor dari hasil pengukuran saat ini yang kinerjanya telah melebihi target yang diharapkan perusahaan. Meskipun bobot prioritasnya kurang dari bobot yang ditargetkan, namun selisih antara ketiga faktor yang yang dinilai memiliki prioritas tertinggi dengan bobot yang ditargetkan juga tidak terlampau jauh. Selain itu, untuk faktor-faktor lain yang bobotnya kurang dari target, dapat diketahui bahwa selisih antara bobot yang dimilikinya tidak terlampau jauh dengan nilai bobot yang ditargetkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa performa praktik CRM Bank Mandiri sudah baik.
-
-
c)
a)
d) Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan dapat ditingkatkan melalui program-program relationship yang positif seperti dengan melakukan perbaikan di customer service, program loyalitas pelanggan, program reward dan pembuatan komunitas (Winer, 2001). Kepuasan pelanggan juga dipengaruhi oleh faktor nilai pelanggan, jadi untuk mendapatkan hasil yang baik, perlu dilakukan perbaikan juga terhadap faktor nilai pelanggan.
Profitabilitas Yang menjadi kunci pertumbuhan profitabilitas perusahaan adalah nilai ekuitas pelanggan. Jadi, untuk meningkatkan profitabilitas harus dilakukan peningkatan ekuitas pelanggan terlebih dahulu (Wreden, 2007). Sedangkan menurut Kumar dan Petersen (2005), untuk memaksimalkan profitabilitas dan ekuitas pelanggan dapat menggunakan strategi perhitungan customer life
Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan dapat dicapai melalui program-program loyalitas seperti memberikan reward (special gift) atau paket-paket promosi bagi nasabah yang loyal atau yang memiliki jumlah tabungan besar (Winer, 2001).
6.4 Rekomendasi Perbaikan Kinerja Rekomendasi ini ditujukan untuk perbaikan terhadap faktorfaktor yang bobotnya belum memenuhi target yang diharapkan pihak manajemen. Rekomendasi ini diangkat dari beberapa literatur yang berkaitan dengan praktik CRM yang populer, walaupun keputusan rekomendasi mana yang akan dilaksanakan merupakan kewenangan sepenuhnya pihak manajemen Bank Mandiri. Adapun rekomendasi perbaikan yang diajukan antara lain:
memperbaiki layanan pelanggan, misalnya dengan tanggap dalam menangani keluhan nasabah, selalu bersikap ramah dalam melayani dan berusaha mencari tahu apa yang diinginkan oleh nasabah saat ini. memperbaiki nilai brand (brand image) misalnya dengan memenangkan kompetisikompetisi award di dunia perbankan (contoh: kompetisi customer service terbaik, dll.). memperbaiki niat baik perusahaan, misalnya dengan tetap memegang teguh budaya TIPCE (Trust, Integrity, Professionalism, Customer Focus dan Excellent) yang telah dilaksanakan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang optimal. memperbaiki popularitas brand misal melalui promosi iklan.
e)
Perilaku Pegawai Pegawai merupakan faktor yang penting dalam perusahaan. Karena yang berkomunikasi langsung dengan pelanggan adalah pegawai, terutama customer service. Ada beberapa strategi untuk
memperbaiki perilaku pegawai (Beach, 2007) yaitu: f)
Beberapa saran yang diharapkan dapat dikembangkan pada penelitian-penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1.
mendesain tugas sesuai dengan porsinya pekerjaan diberikan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu membuat suasana lingkungan kerja dan lingkungan sosial menjadi senyaman mungkin memberikan insentif bagi pegawai yang giat membuat sistem reward dan punishment yang jelas
2.
3.
Kepuasan Pegawai Kepuasan pegawai juga akan berdampak pada kepuasan pelanggan. karena itu, perlu kepuasan pegawai menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Stephen Robins, kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor: -
kerja yang secara mental menantang imbalan yang pantas lingkungan kerja yang mendukung rekan kerja yang mendukung kesesuaian antara kepribadian pekerjaan
4.
dengan
Oleh karena itu, untuk mencapai kepuasan pegawai, harus dilakukan perbaikan terhadap faktor-faktor tersebut di atas. Contoh strategi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kepuasan pegawai sama seperti strategi yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku pegawai. g) Struktur Organisasi Persoalan memilih dan membuat struktur perusahaan menjadi krusial. Kegagalan sebuah perusahaan bisa jadi diakibatkan ketidaktepatan dalam memilih struktur organisasi, misalnya, terlalu “gemuk”, atau terlalu berbelit-belit sehingga alur manajerial dan produksi menjadi kurang fokus. Karena itu, struktur organisasi harus disusun secara tepat guna mencapai sasaran strategis perusahaan. 7.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penerapan framework CRM Scorecard pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, maka dapat dibuat beberapa simpulan sebagai berikut: 1.
2.
3.
Dari hasil implementasi CRM-Scorecard pada PT Bank Mandiri Tbk, diketahui bahwa secara keseluruhan, performa praktik CRM yang diterapkan oleh Bank Mandiri sudah bagus Perspektif yang besar pengaruhnya terhadap kesuksesan praktik CRM adalah perspektif performa organisasi Ada tiga faktor yang dinilai besar bobot pengaruhnya terhadap kesuksesan praktik CRM di Bank Mandiri, yaitu faktor ekuitas pelanggan, loyalitas pelanggan dan kepuasan pelanggan
8.
Adanya sistem yang terintegrasi untuk menyediakan nilai pengukuran kinerja yang dibutuhkan oleh framework CRM Scorecard Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktorfaktor yang lebih spesifik untuk pengukuran kinerja CRM di PT Bank Mandiri Tbk berikut cara pengukurannya Divisi yang menangani strategi CRM dapat membentuk suatu tim khusus yang bertugas untuk melakukan evaluasi dan pengukuran CRM Scorecard untuk tahun-tahun berikutnya sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam Divisi CRM maupun perusahaan sehingga strategi CRM dapat mendukung tercapainya strategi bisnis perusahaan Untuk mengukur tingkat kepuasan dan loyalitas nasabah, dapat dilihat dari data turnover nasabah yaitu perbandingan antara jumlah nasabah yang bergabung (mendaftar) dan nasabah yang meninggalkan bank
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2009. Kepuasan Kerja. URL:http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerj a Anonymous. 2009. Struktur Organisasi. URL:http://pksm.mercubuana.ac.id/modul/930186-319460543451.doc Anonymous. 2009. Performance Measurement. URL:http://www.bpir.com/what-is-performancemeasurement-bpir.com.html Anonymous, 2009. Customer Equity. URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Customer_equit y Bligh, Philip., and Turk, Douglas. 2004. CRM unplugged:Releasing CRM's strategic value. John Wiley and Sons. Brewton, James. 2009. Want to Maximize Your CRM Performance? Measure It! URL:http://www.opentec.com.mx/pdf/Want_to_ Maximize_your_CRM_Performance_Measure_it. pdf Blattberg, Robert C., Getz, Gary., dan Thomas, Jacquelyn S. 2001. Customer equity: building and managing relationship as valuable assets.Harvard Business Press. Beach, Lee Roy. 2007. The human element. M.E. Sharpe.
Grover, Rajiv., and Vriens, Marco. 2006. The handbook of marketing research. SAGE. Haryanto dan Sugiharto, Toto. 2009. Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Minuman Di Bursa Efek Jakarta URL:http://repository.gunadarma.ac.id:8000/Hary anto_141-154_1414.pdf Irawaty, Elly., Prihanto, Harry., Suhardini, Didien. 2006. “Implementasi CRM-Scorecard Untuk Pengukuran Kinerja Customer Relationship Management”. Information & Communication. Kim, Hyung-Su., dan Kim, Young-Gul. 2007. “A Study on Developing CRM Scorecard”. Proceedings of the 40th Hawaii International Conference on System Sciences. Hawaii.
Kim, Hyung-Su., dan Kim, Young-Gul. 2009. “A CRM performance measurement framework: Its development process and application”. Industrial Marketing Management, 38, 477-489. Purba, Dify M. T., 2009. “Pemilihan Software ERP Untuk Perusahaan Manufaktur Berdasarkan Pendekatan Analytical Hierarchy Process (Studi Kasus: PT. Surabaya Wire)”. Tugas Akhir Jurusan Sistem Informasi, ITS. Park C-H. dan Kim Y-G. 2003. “A framework of dynamic CRM: linking marketing with information strategy”. Business Process Management Journal, Volume 9, Number 5, 652-671(20). Reinartz ,Werner., Krafft, Manfred., dan Hoyer, Wayne D. 2004. “The CRM Process: Its Measurement and Impact on Performance”. Forthcoming at Journal of Marketing Research. Saaty T.L. 1990. The Analytic Hierarchy Process, New York: McGraw Hill. Simatupang, Batara. 2003. “Customer Relationship Management (CRM) & Customer Intelligence (CI) pada Industri Perbankan”. Usahawan, No.01 Th. xxxii. V. Kumar. 2008. Managing Customers for Profit. Wharton School Publishing. Weinstein, Art., dan Johnson, William Charles. 1999. Designing and Delivering Superior Customer Value. CRC Press.
Wreden, Nick. 2007. Profit Brand: How to Increase the Profitability, Accountability & Sustainability of Brands. Kogan Page Publishers.