Pengukuran Level Kematangan Proses Akademik Politeknik XYZ Menggunakan CMMI For Services (CMMI-SVC) Fajri R Umbara1), Alva Kharisma2), dan Angelina Prima Kurniati3) Fakultas Informatika, Institut Teknologi Telkom, Bandung - Indonesia 1)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
Abstrak – Saat ini, setiap organisasi berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas produk dan layanannya dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Sebuah organisasi dapat diukur tingkat kematangannya untuk menentukan apakah organisasi tersebut dapat dikategorikan sebagai organisasi atau perusahaan dengan kualitas yang baik. Tentu saja pengukuran yang dilakukan harus mengikuti suatu metode atau suatu standar tertentu. CMMI (Capability Maturity Model Integration) memberikan suatu mekanisme terintegrasi untuk suatu peningkatan layanan pada beberapa area. CMMI juga dapat digunakan untuk mengukur maturity level atau tingkat kematangan sebuah layanan atau service organisasi tertentu. Dengan menerapkan CMMI, organisasi dapat mengetahui tingkat kematangannya saat ini, target, serta dapat menyusun strategi peningkatan level kematangan berdasarkan selisih antara level saat ini dan targetnya. Makalah ini membahas tentang pengukuran tingkat kematangan di Politeknik XYZ pada bidang akademik dengan menggunakan CMMI-SVC, salah satu bagian dari CMMI yang berfokus pada pengukuran kualitas layanan dalam organisasi. Kata Kunci: CMMI, CMMI-SVC, level kematangan 1. PENDAHULUAN Setiap organisasi saat ini saling berlomba untuk meningkatkan kualitas produk dan layanannya. Salah satu model yang dapat diterapkan untuk menjaga kualitas proses adalah CMMI. CMMI menyediakan model level kematangan berdasarkan praktek-praktek spesifik dan generik (specific and generic practices) dari sekumpulan area proses tertentu yang dapat meningkatkan performansi organisasi secara menyeluruh [1]. Level kematangan dapat ditentukan berdasarkan pemenuhan karakteristik-karakteristik yang telah ditentukan dari setiap level. Organisasi dapat menggunakannya untuk mengetahui level kematangan yang telah dicapai oleh organisasi saat ini serta level kematangan yang ingin dicapai oleh organisasi sebagai target. Berdasarkan kedua level kematangan tersebut, organisasi dapat menyusun strategi peningkatan level kematangan menurut selisih karakteristik level kematangan saat ini dan target.
Politeknik XYZ merupakan sebuah politeknik swasta yang berdiri pada tahun 2008. Saat ini Politeknik XYZ belum menerapkan CMMI (Capability Maturity Model Integration), dan pimpinan Politeknik XYZ ingin menerapkan CMMI di bidang akademik sebagai tahap awal. Penerapan CMMI dimaksudkan untuk mengukur tingkat kematangan proses-proses di bidang Akademik Politeknik XYZ, sebagai pedoman untuk peningkatan kualitas proses tersebut di masa mendatang. CMMI dipiliha sebagai model pengukuran karena dapat meningkatkan nilai jual suatu organisasi serta meningkatkan kinerja dari organisasi tersebut. Sebagai institusi yang relatif baru, Politeknik XYZ dianggap berada di level 1 dan akan dinilai kelayakannya ke level 2. 2. LANDASAN TEORI 2.1. CMMI CMMI (Capability Maturity Model Integration) merupakan suatu pendekatan untuk mengetahui tingkat kematangan dalam suatu organisasi serta sebagai pengetahuan ke dalam organisasi tersebut akan kualitas yang dihasilkan [1]. Metode ini pertama kali dikeluarkan oleh SEI (Software Management Institute) [6]. Pada awalnya CMMI ini merupakan sebuah metode, akan tetapi saat ini telah menjurus ke segi bisnis, sehingga CMMI menjadi berupa produk. Pembagian tingkat kematangan CMMI secara umum dibagi atas 5 level, yaitu level 1 atau yang disebut Initial level, level 2 atau yang disebut Managed level, level 3 atau yang disebut Defined level, Level 4 atau yang disebut Quantitatively Managed level dan yang terakhir level 5 atau yang disebut Optimizing level [1]. Semakin tinggi level dari suatu organisasi dalam CMMI, semakin dewasa pula organisasi tersebut. CMMI bukan merupakan standar ISO, akan tetapi CMMI sendiri telah banyak diakui di berbagai Negara di dunia. Tiap level pada CMMI memiliki Generic Goal dan Specific Goal [1]. Generic Goal merupakan tujuan yang harus dicapai di tiap level kematangan. Apabila satu saja Generic goal dalam area proses tidak terpenuhi, maka pelevelan tingkat kematangan akan menjadi tidak valid. Di dalam Generic goal terdapat Generic Practice, yang merupakan langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk mencapai Generic goal yang biasanya dibagi menjadi beberapa point. Sedangkan Specific Goal bersifat unik untuk area proses yang relevan. Pada masing-masing specific goal terdapat aktivitas yang disebut specific practice untuk membantu menyusun specific goal [1]. CMMI memiliki 3 area penting, yaitu: Product and service development menggunakan CMMI for Development (CMMI-DEV), Service establishment, management, and delivery menggunakan CMMI for Services (CMMI-SVC), dan Product and service acquisition menggunakan CMMI for Acquisition (CMMI-ACQ). Tiap model ini memiliki area proses yang berbeda-beda tergantung dari kebutuhannya. Untuk representasinya CMMI memiliki 2 model, yaitu staged dan continuous. Suatu organisasi belum dikatakan memiliki sertifikat CMMI apabila organisasi tersebut belum dinilai. Metode penilaian pada CMMI menggunakan SCAMPI Method. Apabila telah dinilai, maka suatu organisasi sudah bisa dikatakan telah memiliki tingkat kematangan, apakah berada pada level 1 atau sudah sampai ke level 5. Penilaian CMMI harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Appraisal Requirement For CMMI (ARC). 2.2. Representasi CMMI Representasi CMMI ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu staged dan continuous [1]. Staged membagi penilaian di tiap level pada CMMI (terdapat 5 level), penentuan penilaian decara bertahap mulai dari level 1 sampai dengan level 5, sedangkan continuous berfokus kepada area prosesnya, jadi tiap area proses dihitung tingkat layanannya (dalam hal ini terdapat level dari 0 sampai dengan 5 akan tetapi level 0 dapat dikatakan awal dari tingkat maturity). Gambar 1 menunjukkan perbedaan keduanya (diambil dari slide presentasi CSSA-CMMI for Development).
Gambar 2. Staged and Continuous Diagram
2.3. Karakteristik Tiap Level CMMI Pencapaian sebuah level dalam CMMI dapat diukur dari pemenuhan karakteristik sesuai level yang ditentukan dalam CMMI. Berikut ini adalah uraian karakteristik setiap level dalam CMMI. Level 1 (Initial level): Pada tingkatan awal ini, biasanya tanpa mengukur tingkat kematangan, suatu organisasi dapat diasumsikan pada awalnya berada di level ini [2]. Di level ini juga ada yang disebut dengan “hero” yang sering diartikan di dalam organisasi tersebut selalu hanya mengandalkan satu atau beberapa orang untuk menyelesaikan permasalahan di dalam organisasinya. Akibatnya, pembagian kerja dan keahlian dalam organisasi tidak merata. Level 2 (Managed level): Pada level ini system management suatu organisasi sudah mulai terlihat ada dan baik [1]. Biasanya dalam membangun sebuah produk khususnya perangkat lunak, organisasi ini akan selalu menggunakan perangkat lunak yang sama untuk proyek-proyek mereka yang mirip dengan proyek yang sebelumnya. Level 3 (Quantitatively Managed level): Pada level ini, suatu organisasi telah terdapat dokumentasi dalam kegiatan management dan engineering [1]. Organisasi tersebut juga telah menetapkan standar aturan dalam proses organisasi. Level 4 (Defined level): Pada level ini telah terdapat kejelasan rincian dari langkah-langkah proses dan kualitas produk yang ada di organisasi tersebut [1]. Jadi pada proses dan produk telah dapat dikendalikan dengan mudah. Maka dari itu, produk yang di hasilkan pada organisasi level ini dapat dikatakan high quality product.
Gambar 1. Staged and Continuous CMMI Representation
Sedangkan perbedaan yang lainnya dapat dilihat dari alur tahapan penilaian Goal dan Practice-nya, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Level 5 (Optimizing level): Pada level ini suatu organisasi telah mencapai suatu kesempurnaan, baik dalam management prosess maupun dalam product yang dihasilkan [1]. Bila suatu organisasi telah mencapai level ini, maka mereka harus berusaha mempertahankannya agar level mereka tidak turun.
2.4. CMMI for Services (CMMI-SVC)
2.6. Appraisal Method
CMMI-SVC lebih berfokus pada service delivery daripada development [2]. CMMI-SVC ini lebih ditujukan untuk suatu produk yang tidak mempunyai wujud (layanan) dan non-storable, seperti Information Technology Services, transportasi, kesehatan, pelatihan, konsultasi, dan lain sebagainya [2]. Dalam makalah ini, CMMISVC diterapkan pada proses akademik di Politeknik XYZ karena memenuhi karakteristik tersebut.
CMMI digunakan untuk mengukur kekuatan dan kelemahan suatu organisasi yang terfokus pada proses improvement [1]. Untuk mengukurnya membutuhkan suatu penilaian terhadap yang biasa disebut dengan Standard CMMI Appraisal Method for Process Improvement (SCAMPI). SEI (Software Engineering Institute) memberikan sertifikasi pada SCAMPI Lead Appraisers (SCAMPI Las) untuk perusahaan yang ingin mendalami dan menerapkan CMMI menggunakan standar penilaian SCAMPI ini. Penilaian SCAMPI dapat dibagi atas 4 macam, tergantung pada tingkat kemampuannya dalam menilai suatu proses CMMI :
2.5. Area Proses Tiap Level CMMI-SVC Ketiga model CMMI, yaitu CMMI-DEV, CMMISVC dan CMMI-ACQ, memiliki area proses yang berbeda-beda pada tiap levelnya. Jumlah area proses yang dimiliki tiap model berkisar antara 22-24 proses area [2][3][4]. Terdapat beberapa area proses yang sama untuk ketiga model tersebut. Tiap area proses memiliki goal dan practice masing-masing. CMMI-SCV memiliki 24 area proses, beberapa diantaranya yaitu sebagai berikut [2] :
Capacity and Availability Management (CAM) Causal Analysis and Resolution (CAR) Configuration Management (CM) Decision Analysis and Resolution (DAR) Integrated Project Management (IPM) Incident Resolution and Prevention (IRP) Measurement and Analysis Organizational Innovation and Deployment (OID) Organizational Process Definition (OPD) Organizational Process Focus (OPF) Organizational Process Performance (OPP) Organizational Training (OT)
Category
Maturity Level
Project Management
3
Support
5
Support
2
Support
3
Project Management Service Establishment and Delivery
Penilaian SCAMPI ini harus disertifikasi dulu oleh SEI. Jadi proses penilaian yang dilakukan harus mengikuti standar dari SEI. Orang-orang atau tim penilai juga harus mengikuti pelatihan khusus dari SEI. Metode ini dapat digunakan pada awal inisiatif perbaikan proses dan sebagai cara untuk memantau kemajuan proses perbaikan [1]. 2. High Maturity Type A Formal Appraisal
Tabel 1Area-area Proses
Process Area
1. SCAMPI Type A Formal Appraisal
3 3
Support
2
Process Management
5
Process Management
3
Process Management
3
Process Management
4
Process Management
3
Penilaian SCAMPI ini sama dengan yang diatas, akan tetapi membutuhkan sertifikasi tambahan dalam high maturity lead appraisers (HMLA). Untuk menilai level 4 dan 5 harus memiliki sertifikasi (HMLA) tersebut [7]. 3. Scampy Type B dan C Metode penilaian ini lebih informal dibandingkan dengan type A di atas dan juga metode ini disahkan oleh SEI. Metode ini juga memerlukan trained lead appraisal tetapi jumlahnya tidak sebanya yang type A. Dokumentasi penilaian harus diserahkan kepada SEI sebagai kelengkapan. SCAMPI B kurang formal dari SCAMPI A, dan SCAMPI C kurang formal daripada SCAMPI B. Tidak ada maturity ratings yang diberikan pada SCAMPI B dan C [1]. 4. Mini-Appraisal Metode ini merupakan penerapan metode dengan cost yang lebih terjangkau dan tidak perlu pelaporan dokumen kepada SEI. Metode ini lebih informal lagi dibandingkan SCAMPI B dan C. Cara penilaiannya sebanding dengan cara penilaian formal di atas. Metode ini biasanya digunakan untuk penilaian pertama kali untuk memulai inisiatif perbaikan proses [7]. Apabila hasil yang didapat memuaskan, maka dapat dilanjutkan metode formal (SCAMPI A) secara resmi. Tidak ada format khusus dalam penerapan penilaian menggunakan metode mini-appraisal ini [7].
Sebagai tambahan, ada metode yang disebut dengan Project Assessment. Metode ini digunakan sebagai pengajaran bagi leader of project untuk memonitor kemajuan dirinya sendiri. Metode ini merupakan tipe mini-assessment yang dideskripsikan dengan fokus organisasi. Penggunaan metode ini hanya untuk personal sebagai self-assessment dan tidak ada hubungannya dengan internal organisasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Metodologi Penelitian 1. Studi Literatur Pada tahapan ini dilakukan pencarian literatur tentang CMMI untuk meningkatkan pemahaman tentang CMMI, terutama CMMI-SVC yang akan diterapkan. 2. Pembuatan Kuisioner Untuk pembuatan kuisioner, mula-mula harus di ketahui tujuan tiap area proses serta apa saja goal dan practicenya yang spesifik (SG dan SP). Semua soal dalam kuisioner dibuat berdasarkan specific practice di tiap area proses. Ada juga sebagian specific practice yang tidak dibuat pertanyaan dalam kuisioner karena di Politeknik XYZ sendiri tidak diterapkan.
3.2 Politeknik XYZ Politeknik XYZ adalah sebuah institusi pendidikan swasta di Bandung. Politeknik XYZ khusus menyediakan program pendidikan D3. Saat ini (2011) Politeknik XYZ telah berdiri selama lebih dari 3 tahun dan telah banyak menyelenggarakan kerjasama dengan berbagai industri baik dalam dan luar negeri [5]. Saat ini bidang akademis di Politeknik XYZ telah mengadakan kerjasama Internasional dengan Multimedia University dan beberapa perguruan tinggi lain untuk akademik lanjutan. Ini menjadi prestasi tersendiri bagi Politeknik XYZ karena berarti lulusan dari Politeknik XYZ telah mampu bersaing di dunia Internasional. Dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar, Politeknik XYZ menggunakan KHAS Development Sistem. Sistem ini bertujuan untuk mentransformasi, membangun, dan mengembangkan pengetahuan (knowledge), keahlian (hardskill), kepribadian (attitude), dan kemampuan interaksi sosial (soft skill) pada mahasiswa Politeknik XYZ. Ilustrasi tentang sistem pembelajaran di Politeknik XYZ ditunjukkan pada gambar 3.
3. Pengumpulan Data Kuisioner yang telah dibuat akan disebar dan akan dikumpulkan berdasarkan jumlah responden yang mengisi kuisioner untuk selanjutnya dilakukan implementasi dan analisis hasil. 4. Analisa dan Implementasi Untuk penerapan CMMI di Politeknik XYZ akan diambil langkah staged, dimana pengukuran dilakukan dari level paling bawah hingga level paling atas. Akan tetapi, pada makalah ini hanya akan diuraikan pengukuran sampai level 2. Model yang akan digunakan yaitu CMMI for Services, karena bidang akademis merupakan produk yang tidak tampak, atau disebut dengan layanan, sehingga cocok menggunakan CMMI-SVC. Dan metode penilaian yang digunakan yaitu mini-appraisal, metode informal untuk penggunaan CMMI pertama kali sebelum melakukan CMMI yang sebenarnya dan dalam hal ini akan menggunakan kuisioner. 5. Kesimpulan Setelah melakukan analisa, maka akan diambil kesimpulan apakah CMMI-SVC di Bidang Akademik Politeknik XYZ telah mencapai level 2 yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan data dan penerapan CMMI pada studi kasus tersebut.
Gambar 3. Sistem Pembelajaran Politeknik XYZ
3.2 Hasil Implementasi Pengukuran tingkat kematangan pada CMMI-SVC dimulai dari level 2 karena pada level 1 merupakan tahapan initial, yang artinya setiap organisasi pada awalnya berada pada level 1. Level 2 untuk CMMI-SVC ini memiliki 8 area proses yang masing-masing memiliki SG (Specific Goal) dan SP (Specific Practice) yang berbeda-beda. Area-area proses pada level 2 antara lain :
Configuration Management (CM) Measurement and Analysis (MA) Project Monitoring and Control (PMC) Project Planning (PP) Process and Product Quality Assurance (PPQA) Requirements Management (REQM) Supplier Agreement Management (SAM) Service Delivery (SD)
Kuisioner dibuat berdasarkan tiap area proses yang ada di level 2 pada CMMI-SVC. Kuisioner yang
disebar terdiri dari 2 kategori responden, yaitu dosen dan staf bagian akademis yang berjumlah 50 buah kuisioner dan didapat 34 responden dari dosen dan staff bagian akademis. Tabel 2 berikut ini menunjukkan rangkuman jawaban dari 22 orang dosen:
Berdasarkan masing-masing area prosesnya, maka didapat hasil seperti pada Tabel 4. Tabel 4.3 Nilai Dari Kuisioner Tiap Area Proses Dosen Area proses Ya Tidak
Tabel 2. Nilai dari Kuisioner Dosen
Ya 433
Tidak 127
Tidak Tahu 166
Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa mayoritas jawaban adalah “Ya” (59,64%), yang berarti bahwa sebagian besar area proses yang mendukung pencapaian level 2 telah diketahui oleh dosen dan dilaksanakan dengan baik di bidang Akademik Politeknik XYZ. Prosentase nilai dari kuesioner Dosen disajikan dalam bentuk pie chart pada Gambar 4.
Staf Akademik
Jumlah
Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak tahu tahu tahu
CM
100
23
31
49
11
24
149
34
55
MA
22
28
16
17
8
11
39
36
27
PMC
48
10
52
21
5
34
69
15
86
PP
109
19
26
68
8
8
177
27
34
PPQA
25
11
8
12
8
4
37
19
12
REQM
24
19
23
8
20
8
32
39
31
SAM
63
17
8
14
6
28
77
23
36
SD
42
0
2
22
0
2
64
0
4
Total
433
127
166 211
66
193
285
119 644
Persentase dari jawaban per area proses tersebut dapat ditunjukkan dalam bentuk bar chart pada Gambar 6.
Gambar 4. Pie Chart Jawaban Dosen
Rangkuman jawaban dari 12 orang bagian Staf bidang akademis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai dari Kuisioner Staf bidang akademis
Ya 211
Tidak 66
Tidak Tahu 119
Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa sebagian besar area proses yang dibutuhkan untuk mencapai level 2 telah diketahui oleh staf akademik dan telah dilaksanakan di bagian Akademik Politeknik XYZ (53,28%). Prosentase jawaban staf Akademik ditunjukkan dalam bentuk pie chart pada Gambar 5.
Gambar 5. Pie Chart Jawaban Staf Bagian Akademis
Gambar 6. Bar Chart Per Area Proses
Pada Gambar 6, ditunjukkan bahwa 6 dari 8 area proses yang dianalisis memperoleh jawaban “Ya” yang dominan dari seluruh responden. Keenam area proses tersebut adalah: Configuration Management (CM) Measurement and Analysis (MA) Project Planning (PP) Process and Product Quality Assurance (PPQA) Supplier Agreement Management (SAM) Service Delivery (SD) Hal ini menunjukkan bahwa keenam area proses tersebut telah diketahui oleh sebagian besar responden dan telah dilaksanakan dengan baik. Analisis lebih lanjut dari keenam area proses tersebut adalah sebagai berikut: Configuration Management (CM), Process and Product Quality Assurance (PPQA), Service Delivery (SD), dan Project Planning (PP): keempat area proses ini memperoleh dominan jawaban “Ya” baik oleh kelompok responden
dosen maupun staf Akademik. Hal ini menunjukkan bahwa keempat area proses ini diakui keberadaan dan kualitasnya oleh kedua kelompok responden tersebut. Measurement and Analysis (MA). Pada area proses ini, sebagian besar responden Dosen menyatakan “Tidak”, namun sebagian besar responden Staf Akademik menyatakan “Ya”. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pendapat dari kedua kelompok responden tersebut tentang area proses MA. Kedua kelompok responden mengakui keberadaan area proses ini, tapi Dosen menganggap area proses ini sudah dilaksanakan dengan baik sedangkan Staf Akademik menganggapnya tidak baik. Politeknik XYZ dapat meningkatkan kualitas area proses MA dengan menggali pendapat staf Akademik dalam perbaikan area proses ini. Supplier Agreement Management (SAM). Sebagian besar responden Dosen menganggap area proses ini ada dan telah berjalan dengan baik, namun sebagian besar responden staf Akademik tidak mengetahui adanya area proses ini di bidang Akademik Politeknik XYZ. Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi pelaksanaan area proses SAM kepada staf bagian Akademik. Pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat menjadi saran peningkatan kualitas untuk area proses ini.
Jawaban responden terhadap area proses PMC (Project Monitoring and Control) didominasi oleh “Tidak tahu”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui akan adanya proses ini. Jika ditilik lebih lanjut, jawaban terbanyak kedua untuk area proses PMC adalah “Ya”. Ini berarti bahwa area proses PMC telah diketahui dan berkualitas baik. Dengan demikian, pemilik area proses PMC di bidang Akademik Politeknik XYZ disarankan untuk melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran akan adanya area proses tersebut, baik dari kelompok responden Dosen maupun dari kelompok responden Staf Akademik. Mengingat keberadaan area proses ini tidak diketahui oleh kedua kelompok responden, Politeknik XYZ dapat memprioritaskan sosialisasi akan adanya area proses ini untuk seluruh pihak yang terlibat dalam proses bisnis di bidang Akademik Polikteknik XYZ. Area proses terakhir yaitu REQM (Requirement Management) memperoleh jawaban dominan “Tidak” secara keseluruhan. Setelah diamati lebih lanjut, dominan jawaban “Tidak” didapat dari kelompok responden Staf Akademik. Hal ini menunjukkan bahwa area proses ini telah ada dan diketahui pelaksanaannya di bidang Akademik Politeknik XYZ, namun kualitas area proses ini dianggap belum baik oleh responden Staf Akademik. Untuk itu, dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui kekurangan dari pelaksanaan area proses tersebut saat ini dan rencana perbaikan yang dapat dilakukan.
4. KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
Dari hasil perhitungan kuisioner yang didapat maka dapat disimpulkan CMMI For Service di Politeknik XYZ di Bidang Akademis belum berada di level kematangan 2. Tidak semua Specific Practice (SP) yang diterapkan di Politeknik XYZ pada bagian akademis, akan tetapi sebagian besar Spesific Practice yang ada telah mewakili Specific Goal di tiap-tiap proses area. Dari hasil perhitungan kuisioner per proses area, dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir semua proses area telah diterapkan dan berjalan dengan baik, namun ada masih ada beberapa hal terkait proses area tertentu yang harus ditingkatkan dan diberi pengarahan, contohnya pada proses area Requirements Management (REQM) dan Project Monitoring and Control (PMC), dimana jumlah responden masih banyak yang menjawab tidak maupun tidak tahu. Peningkatan level kematangan dari bidang Akademik Politeknik XYZ dapat dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait tentang keberadaan areaarea proses yang masih belum diketahui, serta menggali informasi tentang peluang perbaikan dari kelompok responden yang menganggap area proses tertentu belum dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR REFERENSI [1] Chrissis Mary Beth, Konrad Mike, Shrum Sandy.2003. CMMI : Guidelines for Process Integration and Product Improvement. Addison Wesley. [2] CMMI Product Team. 2006. CMMI for Services Version 1.2. Pittsburgh. SEI. [3] CMMI Product Team. 2006. CMMI for Development Version 1.2. Pittsburgh. SEI. [4] CMMI Product Team. 2006. CMMI for Acquisition Version 1.2. Pittsburgh. SEI. [5] Kurniati, Angelina P., dan Kridanto Surendro. 2010. Designing IQMM as a Maturity Model for Information Quality Management. Proceedings of Informing Science and IT Education Conference (InSITE). [6] www.sei.cmu.edu/cmmi, diakses pada tanggal 2 Desember 2010. [7] www.synchroppt.com/appraisals1.htm, diakses pada 2 Desember 2010.