Pengukuran Emotional Recognition dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya P. Tommy Y. S. Suyasa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Emotion recognition adalah salah satu komponen utama dari kecerdasan/kompetensi emosional (Bänziger, Grandjean, & Scherer (2009). Dalam kecerdasan/kompetensi emosional, emotion recognition diidentikkan dengan fungsi persepsi. Fungsi ini berkaitan dengan kemampuan mengenali dan menginterpretasi emosi orang lain secara akurat di dalam pergaulan sehari-hari. Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008) menyatakan bahwa pengenalan emosi identik dengan istilah program pengenalan ekspresi wajah (Facial Expression Program). Program yang dimaksud adalah berkaitan dengan asumsi, pemikiran, ataupun cara (metode) dalam mengenal ekspresi wajah. Pengenalan ekspresi wajah tersebut, secara lebih spesifik, meyangkut pengenalan prototipe emosi dari ekspresi wajah tertentu. Individu dapat mengenal emosi individu lain, dengan mengenali prototipe emosi dari ekspresi wajah orang lain.
Pengukuran Pengenalan Emosi Berdasarkan studi yang ada selama ini, terdapat empat cara dalam pengenalan emosi, yaitu dengan media: (a) text/picture, (b) picture, (c) voice/audio, dan (d) video. Masing-masing metode dalam pengukuran pengenalan emosi tersebut, belum ada yang menggunakan mekanisme kecerdasan buatan. Untuk lebih jelasnya, masing-masing metode dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Text dan Picture. Perception of Affect Task (PAT). PAT memiliki dua sub-test. Sub-test pertama berupa text, sub-test kedua berupa gambar. Dalam sub-test pertama, testee diminta memilih emosi dari text yang sedang dibacanya. Contoh: testee diminta untuk membaca text “An older man looks at the picture of his recently departed wife”. Setelah membaca text tersebut, testee diminta untuk memilih emosi yang mencerminkan text tersebut. Dalam sub-test kedua, testee diminta untuk melihat sebuah gambar, lalu testee diminta untuk menyatakan emosi yang sedang dialami tokoh di dalam gambar. PAT memiliki 35 butir, untuk masing-masing sub-test, yang mengukur enam jenis emosi, yaitu: marah (angry), jijik (disgusted), takut (fearful), senang (happy), sedih (sad), terkejut (surprised), dan netral (neutral). Menurut penulis, alat ukur PAT Halaman 1 dari 10 halaman
yang digunakan dalam penelitian Isaacowitz et al. (2007) belum mengukur emosi subjek (testee). Boleh jadi, emosi testee pada saat diukur adalah emosi senang (happy), namun ia diminta untuk mencari pilihan pernyataan (subtest pertama) atau pilihan gambar (subtest ke dua) yang mencerminkan emosi sedih (sadness).
Picture (Visual). Pictures of Facial Affect (PFA), dikembangkan oleh Ekman and Friesen pada tahun 1976 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009; Elfenbein & Ambady, 2003; Hänggi, 2004; Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003; Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009; Ruffman, Sullivan, & Dittrich, 2009). Tes ini terdiri dari gambar-gambar yang berjumlah 30 butir, dengan warna gambar abu-abu (hitam/putih). Warna abu-abu (hitam/putih) dari foto yang ditampilkan, dimaksudkan untuk mengurangi bias yang dapat terjadi karena perbedaan budaya serta warna kulit (Elfenbein & Ambady, 2003). Prototype of Facial Expressions (children version). Alat ukur yang dikembangkan oleh Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008), terdiri dari 18 butir ekspresi emosi, yang ditampilkan dalam bentuk slide. Slide tersebut berisi gambar anak-anak, yang sedang berada dalam suatu kondisi, salah satunya kondisi ketika anak (usia 3-4 tahun) sedang diberikan vaksinasi. Alat ukur ini diinspirasikan dari alat ukur emotion prototype yang dikembangkan oleh Matsumoto and Ekman (1988; Fernández-Dols, Carrera, Barchard, & Gacitua, 2008). Prototipe emosi yang diukur dalam alat ukur ini mencakup 5 emosi dasar, yaitu: senang (happiness), takut (fear), sedih (sadness), marah (anger), dan jijik (disgust). Alat ukur ekspresi wajah, dalam versi orang yang lebih dewasa (adult version) juga telah dikembangkan. Tema yang ada dalam salah satu butir adalah gambar/foto wajah para penonton dari pertandingan sepak bola. Japanese and Caucasian Brief Affect Recognition Test (JACBART). Tes ini dikembangkan oleh Matsumoto, LeRoux, Wilson-Cohn, dan Raroque (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009; Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009). Dalam tes ini, terdapat 56 gambar yang merupakan foto ekspresi wajah orang Jepang/Asia dan wajah orang Caucasian/Eropa (14 lakilaki Caucasian, 14 perempuan Caucasian, 14 laki-laki Asia, and 14 perempuan Asia). Gambar foto tersebut menampilkan tujuh emosi dasar (surprise/terkejut, sadness/sedih, anger/marah, happiness/senang, fear/takut, disgust/jijik, and contempt/melecehkan). Dalam prosedur pelaksanaan tes ini, testee diminta untuk menyatakan emosi yang diekspresikan oleh individu digambar urutan ke-2 (setiap rangkaian gambar, memiliki 3 urutan; 3 urutan gambar identik dengan satu butir soal). Gambar urutan pertama adalah ekspresi wajah “netral”, gambar urutan kedua adalah ekspresi wajah yang menjadi butir tes, dan gambar urutan ketiga adalah ekspresi wajah “netral” kembali. Emotion Evaluation Test (EET). Tes ini digunakan dalam penelitian McDonald dan Flanagan (2004). Tes ini memiliki 28 gambar/foto artis, yang menampilkan tujuh jenis emosi, Halaman 2 dari 10 halaman
yaitu: senang (happy), sedih (sad), cemas (anxious), jijik (disgusted), terkejut (surprised), marah (angry), dan netral (neutral). Tugas testee adalah menentukan jenis emosi yang ada di dalam gambar tertentu. NimStim Faces. Alat ukur ini dikembangkan oleh Tottenham, Borscheid, Ellertsen, Marcus, dan Nelson pada tahun 2002 (Paradee, Rapport, Lumley, Hanks, Langenecker, & Whitman, 2008). Alat ukur ini menggunakan butir-butir pengukuran berupa gambar/foto artis dari berbagai suku bangsa, yaitu: European American, Latino American, African American, dan Asian American. Emosi yang diukur dalam alat ukur tersebut adalah senang (happy), sedih (sad), marah (angry), takut (fearful), dan netral (neutral). Partisipan diminta untuk memberikan respons terhadap gambar-gambar yang ada, dengan cara memilih satu dari empat pilihan jawaban yang ada. Voice (Audio). Vocal Recognition Test (Vocal-Index), dikembangkan oleh Scherer et al. pada tahun 1991 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009).. Dalam alat ukur tersebut terdapat 30item berupa sampel suara, yang mewakili lima jenis emosi, yaitu: sedih (sadness), takut (fear), marah (anger), senang (joy), dan netral (neutral). Suara yang ada dalam alat ukur tersebut merupakan suara para professional-actor (pengisi acara) salah satu radio di German. Voice expression measure (VEM). Alat ukur ini dikembangkan oleh Realo and colleagues (dalam Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009). Alat ukur ini meminta subjek untuk menyatakan salah satu emosi dari suara yang diperdengarkan kepadanya. Suara yang diperdengarkan kepada testee, diambil dari kalimat yang bersifat netral, namun dibacakan beberapa kali dengan variasi emosi yang berbeda-beda. Jumlah keseluruhan butir alat ukur ini adalah 64 kalimat (8 kalimat x 4 jenis emosi [marah, senang, sedih, netral] x 2 aktor [laki & perempuan]). Auditory Emotion Expression. Alat ukur berupa rekaman suara yang terdiri dari 2 set rekaman ini dikembangkan oleh Ruffman, Sullivan, dan Dittrich (2009). Masing-masing set terdiri dari 6 rekaman yang dapat diputar selama 20 detik. Pada set pertama, artis memberikan ekspresi suara yang bersifat non-verbal, seperti: suara senandung yang menandakan kegembiraan (a happy humming sound), suara keluh-kesah yang mencerminkan kesedihan (sad sighs and groans), suara/nada tinggi yang menunjukkan ketakutan (gasps and high-pitched tones of fear), suara geram orang marah (angry snorts and “grr” sounds), suara ringan yang mengindikasikan reaksi terkejut (light and high-pitched gasps of surprise), dan suara yang mengindikasikan perasaan jijik (“ieuu” sounds of disgust). Set kedua adalah suara dari aktor yang membacakan paragraph dengan mengandung muatan salah satu emosi dari enam jenis emosi dasar yang ada. Audio/Visual. The Multimodal Emotion Recognition Test (MERT) [video version]. Alat ukur ini dikembangkan oleh Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009). Dalam alat ukur MERT, terdapat 30 butir potret emosi yang bersifat dinamik. Ketiga-puluh potret emosi tersebut mengukur 10 potret emosi, yaitu: jijik, benci, senang/bahagia, bersorak-sorai/bergembira, ngambek/uring-uringan/kesal, marah besar, cemas, panik/takut, sedih, dan putus asa/depresi; Halaman 3 dari 10 halaman
masing-masing emosi ditampilkan 3 kali. Potret emosi tersebut ditampilkan oleh 12 aktor professional (6 laki-laki & 6 perempuan). Masing-masing aktor memerankan emosi yang berbeda-beda, Tidak ada aktor yang memerankan dua kali untuk potret emosi yang sama. DANVA. Dalam alat ukur DANVA, terdapat 48 butir soal, yang terdiri dari 24 butir dengan jenis audio (rekaman vocal expression) dan jenis visual (rekaman facial expression). Alat ukur DANVA mengukur 4 jenis emosi, yaitu: marah (anger), takut (fear), senang (joy/happiness), dan sedih (sadness). Jenis-jenis emosi tersebut ditampilkan/diperdengarkan oleh aktor, dengan durasi waktu tertentu untuk setiap butir. Testee diminta untuk memilih salah satu dari pilihan emosi, berdasarkan gambar yang ditampilkan atau suara yang diperdengarkan. Alat ukur DANVA dikembangkan oleh Nowicki dan Duke pada tahun 1994 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009). PONS Test. Alat ukur PONS memiliki 20 butir soal, yang terdiri dari rekaman audio dan rekaman visual. Keduapuluh butir soal tersebut, berisikan tema-tema tingkah laku, seperti: berdoa, mengagumi sesuatu, cemburu, marah, dsb. Alat ukur ini dikembangkan oleh Rosenthal et al. pada tahun 1979 (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009) untuk mengukur emosi secara tidak langsung. Emosi yang terukur melalui PONS Test, dapat mengindikasikan, apakah individu memiliki kepribadian dominant atau sub-missive; atau juga dapat mengindikasikan kecenderungan sikap (positif ataupun negatif) yang dimiliki oleh individu. Berdasarkan berbagai metode pengukuran pengenalan emosi di atas, penulis melihat ada beberapa kekurangan yang masih dapat dicoba untuk disempurnakan. Beberapa kekurangan tersebut adalah: (a) Alat ukur pengenalan emosi yang ada, menggunakan aktor. Aktor adakalanya tidak mencerminkan emosi asli yang tampil dari raut wajah ataupun yang tampil dari suara; (b) Alat ukur pengenalan emosi yang ada, mengukur kemampuan pengenalan emosi individu, bukan emosi yang sedang dirasakan oleh individu; (c) Alat ukur yang ada bersifat self-report; selfreport membutuhkan kesediaan dari individu dan membutuhkan konfirmasi dari individu yang bersangkutan; (d) Alat ukur pengenalan emosi yang bersifat self-report membutuhkan expertjudgement, yang bersifat manual. Artinya, hasil skor selalu harus dikonfirmasi kepada expert untuk mendapatkan keakuratan hasil pengukuran; dan (e) Alat ukur pengenalan emosi yang bersifat self-report mudah dipengaruhi oleh kondisi subjektif individu yang melakukan proses pengenalan emosi.
Halaman 4 dari 10 halaman
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengenalan Emosi (Emotion Recognition) Setidaknya ada tujuh hal yang memengaruhi pengenalan emosi, yaitu: (a) media yang digunakan untuk mengenali; (b) intensitas dan jenis emosi; (c) kesamaan etnik antara individu yang mengenali dan individu yang dikenali emosinya; (d) prototype emosi; (e) Kondisi/situasi pada saat mengenali emosi; (f) Kesehatan individu; dan (g) Usia. Masing-masing faktor yang memengaruhi pengenalan emosi tersebut, akan diuraikan dalam alinea di bawah ini. Media yang digunakan untuk mengenali emosi. Media yang digunakan untuk mengenali emosi umumnya adalah gambar dan suara. Dalam mengenali emosi, media gambar, khususnya gambar bergerak, adalah media yang paling akurat. Dalam bentuk simulasi, media dalam bentuk gambar bergerak ini, dapat berupa video. Individu lebih mampu melakukan pengenalan emosi (emotion recognition) yang dimiliki orang lain, dengan menggunakan metode video (gambar bergerak), dibandingkan dengan metode suara atau foto. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009), yang menyatakan bahwa pengenalan emosi dengan simulasi video (gambar bergerak; baik dengan suara ataupun tanpa suara), adalah lebih baik daripada pengenalan emosi hanya dengan simulasi audio (suara) saja atau foto (gambar statis) saja. Intensitas dan emosi. Emosi dapat diekspresikan dengan berbagai intensitas. Semakin besar intensitas emosi, semakin individu menampilkan emosi yang bersangkutan dalam bentuk tingkah laku maupun penampilan pada wajah. Sebaliknya, semakin kecil intensitas emosi, individu semakin tidak menampilkan apa yang dirasakannya dalam bentuk tingkah laku nyata ataupun pada wajah. Menurut Bänziger, Grandjean, dan Scherer (2009), ada jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas besar dan ada jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas kecil. Jenisjenis emosi yang memiliki intensitas besar adalah: contempt (senang/bahagia), elation (bersoraksorai/bergembira), hot anger (marah besar), panic fear (panik/takut), dan despair (putus asa/depresi). Sedangkan jenis-jenis emosi yang memiliki intensitas kecil adalah: disgust (jijik), happiness/contentment (senang/bahagia), cold anger (ngambek/uring-uringan/kesal), anxiety (cemas), dan sadness (sedih). Penelitian lebih lanjut dari Elfenbein dan Ambady (2003), menunjukkan bahwa emosi senang (happy; contempt & elation) adalah emosi yang paling akurat saat diidentifikasi dibandingkan jenis emosi lainnya; sedangkan emosi takut (afraid; fear) dan emosi marah (anger; khususnya cold anger) adalah emosi yang paling rendah keakuratannya. Kesamaan etnik antara individu yang mengenali dan individu yang dikenali emosinya. Pengenalan emosi akan semakin akurat, jika individu yang mengenali dan individu yang dikenali, memiliki kesamaan etnik (Elfenbein & Ambady, 2003). Dalam penelitiannya, Elfenbein dan Ambady menggunakan kelompok etnik Chinese dan kelompok etnik America. Partisipan dari etnik America lebih akurat mengenali ekspresi emosi dari kelompok America daripada ekspresi emosi dari kelompok Chinese. Demikian pula pada partisipan Chinese, mereka Halaman 5 dari 10 halaman
lebih akurat dalam mengenali ekspresi emosi kelompok Chinese daripada ekspresi kelompok America. Hal ini dijelaskan oleh Elfenbein dan Ambady, bahwa individu dari etnik tertentu lebih menyimpan informasi (dalam memory-nya) mengenai ekspresi dari kelompoknya (in-group) daripada ekspresi emosi dari individu di luar kelompoknya (out-group). Prototype emosi. Berbagai jenis emosi memiliki prototipe yang berbeda-beda. Contohnya, emosi “senang”, memiliki prototipe wajah tersenyum, emosi “sedih” memiliki prototipe mata berkaca-kaca, emosi “kaget” memiliki prototipe perubahan raut wajah yang menegang secara seketika. Kejelian individu menangkap prototipe suatu emosi, berhubungan dengan keakuratan individu dalam mengenali emosi. Permasalahannya, prototipe suatu emosi cenderung tidak selalu bersamaan dengan emosi yang sedang dirasakan oleh individu. Fernández-Dols, Carrera, Barchard, dan Gacitua (2008), menyatakan bahwa semakin besar usia individu, semakin jarang individu menampilkan prototipe emosi yang sedang dirasakannya. Dalam opersionalnya, anak-anak usia 6-7 tahun, masih lebih “lugu” atau spontan dalam menampilkan prototipe emosinya, daripada anak-anak usia di atasnya (8-9 tahun). Ketiadaan prototipe emosi atau ketidaksesuaian antara prototipe emosi dengan emosi yang sedang dirasakan oleh individu yang bersangkutan, dapat berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengenalan emosi (false recognition). Kondisi/situasi pada saat mengenali emosi. Pengenalan emosi oleh individu terhadap individu lain, dapat menjadi bias, pada saat situasi/kondisi yang dialami oleh individu yang bermaksud melakukan pengenalan emosi, dalam keadaan yang tertekan (stressful). Keadaan tertekan juga menyebabkan waktu dalam mengenali emosi (response time) menjadi lebih lama dibandingkan dengan keadaan tidak tertekan. Individu yang berada dalam kondisi tertekan, cenderung mempersepsi lingkungan secara negatif. Dengan analogi yang sama, individu yang mengalami kondisi tertekan, cenderung mempersepsi secara negatif ekspresi emosi dari individu lain, walaupun belum tentuk ekspresi yang ditampilkan tersebut negatif (Hänggi, 2004). Kesehatan individu. Kesehatan individu merupakan salah satu faktor penting yang turut memengaruhi keakuratan dalam mengenali emosi. Menurut Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, dan Skuse (2003), individu yang mengalami kondisi Turner syndrome, sulit mengenali ekspresi wajah dari individu lain. Kondisi Turner syndrome, adalah kondisi pada wanita yang mengalami ketiadaan kromosom X, sebagian atau keseluruhan. Ciri dari kondisi Turner syndrome, adalah ukuran tinggi badan yang pendek, dan mengalami hambatan dalam pertumbuhan/perkembangan secondary sexual characteristics. Individu yang mengalami kondisi Turner syndrome, kurang akurat dalam mengenali emosi, khususnya emosi takut (Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003). Contoh lain bahwa kesehatan memengaruhi keakuratan dalam mengenali emosi, terbukti pada penelitian mengenai Traumatic Brain Injuries (TBI; McDonald & Flanagan, 2004; Paradee, Rapport, Lumley, Hanks, Langenecker, & Whitman, 2008). Individu yang mengalami TBI, walaupun memahami konteks pembicaraan Halaman 6 dari 10 halaman
dengan orang lain, namun mereka mengalami kesulitan dalam mengenali emosi orang lain; khususnya emosi negatif orang lain, baik melalui ekspresi wajah, maupun ekspresi suara. Usia. Usia memengaruhi pengenalan emosi. Semakin tua usia, semakin besar kemungkinan terjadi bias dalam pengenalan emosi. Dengan kata lain, emosi dari individu yang berusia tua lebih sulit dikenali daripada individu yang berusia lebih muda. Dari meta-analisis yang dilakukan oleh Isaacowitz et al. (2007), tampak bahwa emosi tertentu seperti emosi marah (anger), emosi takut (fear), dan emosi sedih (sadness), semakin sulit untuk dikenali pada individu yang berusia semakin tua. Namun demkian, untuk emosi/perasaan jijik (disgust), justru lebih mudah untuk dikenali. Dalam hal emosi senang (happy) dan terkejut (surprises), emosi pada kelompok individu yang berusia lebih tua/lanjut, sama mudah dan sama akuratnya untuk dikenali dengan emosi pada kelompok usia lainnya (usia yang lebih muda). Bias dalam pengenalan emosi pada individu yang berusia tua/lanjut, dapat dijelaskan dengan asumsi, bahwa semakin tua usia individu, semakin individu memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri (self-regulatory; Carstensen & Mikels, dalam Isaacowitz et al. (2007). Kemampuan mengendalikan diri tersebut, tampak dari ekspresi wajah yang “biasa-biasa saja”, walaupun individu yang bersangkutan sedang mengalami emsoi marah, takut, maupun sedih. Penelitian yang hampir serupa, mengenai usia, juga dilakukan oleh beberapa peneliti (Mill, Allik, Realo, & Valk, 2009; Ruffman, Sullivan, & Dittrich, 2009; Stanley & Blanchard-Fields, 2008). Sekelompok peneliti tersebut menemukan bahwa semakin tua usia individu, semakin kurang akurat atau kurang dapat mengenali emosi, khususnya emosi negatif (sedih & marah; Mill et al., 2009). Namun demikian, tidak ada batasan pasti, usia berapa individu mulai sulit dalam mengenali emosi. Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan mengapa usia individu mempengaruhi kemampuan mengenali emosi adalah bahwa adanya penurunan kemampuan visual, seiring semakin tuanya usia individu. Fungsi Pengenalan Emosi Keterampilan/fungsi sosial. Skuse et al. (dalam Lawrence, Kuntsi, Coleman, Campbell, & Skuse, 2003), menyatakan bahwa kemampuan pengenalan emosi, akan memengaruhi keterampilan/fungsi sosial. Individu yang mampu mengenali emosi secara baik, akan memiliki hubungan sosial yang baik pula. Dengan kemampuan mengenali emosi, individu mampu memberikan respons secara tepat terhadap individu lain. Kemampuan memberikan respons yang tepat, akan membuat individu diterima oleh lingkungan sosialnya dan membuat penyesuaian diri individu menjadi lebih mudah.
Halaman 7 dari 10 halaman
Daftar Pustaka
Bänziger, T., Grandjean, D., & Scherer, K. R. (2009). Emotion recognition from expressions in face, voice, and body: The Multimodal Emotion Recognition Test (MERT). Emotion, 9, 691-704. Elfenbein, H. A., & Ambady, N. (2003). When familiarity breeds accuracy: Cultural exposure and facial emotion recognition. Journal of Personality and Social Psychology, 85, 276-290. Fernández-Dols, J., Carrera, P., Barchard, K. A., & Gacitua, M. (2008). False recognition of facial expressions of emotion: Causes and implications. Emotion, 8, 530-539. Hänggi, Y. (2004). Stress and Emotion Recognition: An Internet Experiment Using Stress Induction. Swiss Journal of Psychology/Schweizerische Zeitschrift für Psychologie/Revue Suisse de Psychologie, 63, 113-125. Isaacowitz, D. M., Löckenhoff, C. E., Lane, R. D., Wright, R., Sechrest, L., Riedel, R., & Costa, P. T. (2007). Age differences in recognition of emotion in lexical stimuli and facial expressions. Psychology and Aging, 22, 147-159. Lawrence, K., Kuntsi, J., Coleman, M., Campbell, R., & Skuse, D. (2003). Face and emotion recognition deficits in Turner syndrome: A possible role for X-linked genes in amygdala development. Neuropsychology, 17, 39-49. McDonald, S., & Flanagan, S. (2004). Social Perception Deficits After Traumatic Brain Injury: Interaction Between Emotion Recognition, Mentalizing Ability, and Social Communication. Neuropsychology, 18, 572-579. Mill, A., Allik, J., Realo, A., & Valk, R. (2009). Age-related differences in emotion recognition ability: A cross-sectional study. Emotion, 9, 619-630. Paradee, C. V., Rapport, L. J., Lumley, M. A., Hanks, R. A., Langenecker, S. A., & Whitman, R. D. (2008). Circadian preference and facial emotion recognition among rehabilitation inpatients. Rehabilitation Psychology, 53, 46-53. Ruffman, T., Sullivan, S., & Dittrich, W. (2009). Older adults’ recognition of bodily and auditory expressions of emotion. Psychology and Aging, 24, 614-622. Stanley, J. T., & Blanchard-Fields, F. (2008). Challenges older adults face in detecting deceit: The role of emotion recognition. Psychology and Aging, 23, 24-32. Tracy, J. L., & Robins, R. W. (2008). The automaticity of emotion recognition. Emotion, 8, 8195.
Halaman 8 dari 10 halaman
Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Bänziger, Grandjean, & Scherer, 2009)
-1
dis con
= Disgust = Contempt
= jijik = benci
4
hap ela
= Happiness = Elation
= senang/bahagia = bersorak-sorai/bergembira
-5
col hot
= Cold anger = ngambek/uring-uringan/kesal = Hot anger = marah besar
-8
anx pan
= Anxiety = Panic fear
= cemas = panik/takut
-12
sad des
= Sadness = Despair
= sedih = putus asa/depresi
Halaman 9 dari 10 halaman
Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Isaacowitz et al., 2007) -1 4 -5 -8 9 -10 -12
D H A F N SU S
= Disgust = Happiness = Anger = Fear = Neutral = Surprise = Sadness
= jijik = senang/bahagia = marah besar = takut = netral = terkejut = sedih
Daftar Emosi (Basic Emotion Family) (Tracy & Robins, 2008) -1 -1
Contempt Disgust
= benci = jijik
-3
Pride
= bangga
-4 4
Sadness Happiness
= sedih = senang
-5
Anger
= marah
-9 -9 -9
Embarrassment Shame Fear
= canggung = malu = takut
-10
surprise
= terkejut
Halaman 10 dari 10 halaman