1
PENGUKURAN DIAMETER TANAMAN JENIS GAHARU (AQUILARIA MALACCENSIS LAMK) UMUR 4 TAHUN DI BUKIT SOEHARTO
Oleh :
DEDE ANWAR NIM : 130500010
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
2
PENGUKURAN DIAMETER TANAMAN JENIS GAHARU (AQUILARIA MALACCENSIS LAMK) UMUR 4 TAHUN DI BUKIT SOEHARTO
Oleh :
DEDE ANWAR NIM : 130500010
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
3
PENGUKURAN DIAMETER TANAMAN JENIS GAHARU (AQUILARIA MALACCENSIS LAMK) UMUR 4 TAHUN DI BUKIT SOEHARTO
Oleh :
DEDE ANWAR NIM : 130500010
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
4
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Pengukuran Diameter Tanaman Jenis Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Umur 4 Tahun Di Tahura Bukit Soeharto
Nama
:
DEDE ANWAR
NIM
:
130500010
Program Studi
:
Pengelolaan Hutan
Jurusan
:
Manajemen Pertanian
Pembimbing
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Noorhamsyah,MP NIP.19640523 199703 1 001
Rudy Djatmiko. S.Hut,MP NIP. 19700915 199512 1 001
Ir. Dadang Suprapto, MP NIP.19620101 198803 1 003
Menyetujui,
Agustina Murniati. S.Hut, MP NIP. 19720803 199802 2 001
Mengesahkan, 197208031998022001
Ir. Masrudy, MP NIP.19600805 198803 1 003
5
RIWAYAT HIDUP
DEDE ANWAR, lahir di Kampung Cipari, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 30 Juni 1993. Merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara dari pasangan Bapak Aweh dan Ibu Dioh. Pendidikan Dasar dimulai di Sekolah Dasar Negeri 05 Sindanggalih pada tahun 2001 dan Lulus Pada Tahun 2007, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Muhammadiyah 1 Karangpawitan, Kabupaten Garut dan Lulus pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama melanjutkan ke bangku Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadiyah 1 Garut, Kabupaten Garut dan memperoleh ijasah pada tahun 2013. Pendidikan Tinggi dimulai pada Tahun 2013 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian, Program Studi Pengelolaan Hutan Tahun 2013. Pada tanggal 03 Maret 2016 sampai dengan tanggal 28 April 2016 mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. INHUTANI I UMH KUNYIT WILAYAH TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA.
6
KATA PENGANTAR Alhamdullahi Robbil A’lamin dengan segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat yang banyak kepada kepada penulis. Atas berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah ini. Penulisan Karya Ilmiah ini dapat diselesaikan atas partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan dan mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta yang telah banyak memberikan dukungan berupa moril maupun materi kepada penulis.\ 2. Bapak Ir. Norhamsyah, MP. selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah yang telah banyak membantu dan membimbing Penulis. 3. Bapak Ir. Hasanudin, MP. Selaku Direktur Polteknik Pertanian Negeri Samarinda 4. Bapak Ir. Masrudi, MP. Selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian 5. Ibu Agustina Murniyati, S.Hut, MP. Selaku Ketua Prodi Pengelolaan Hutan 6. Bapak Rudi Djatmiko, S.Hut, MP. Selaku Dosen Penguji I. 7. Bapak Ir. Dadang suprapto, MP. Selaku Dosen Penguji II. 8. Kepada Teman-teman yang telah membantu dalam Penulisan Karya Ilmiah ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangan. Akan tetapi penulis sangat berharap sekali Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
Kampus Gunung Panjang , September 2016
7
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i ABSTRAK. ...................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4 A. Gambaran Umum Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) ..... B. Prospek Gaharu ................................................................................... C. Gaharu Dan Permasalahannya ............................................................ D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman ................ E. Diameter Dan Pengukuran Diameter .................................................... F. Metode Inokulasi .................................................................................. G. Risalah Tahura Bukit Soeharto............................................................. BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................
4 6 8 13 16 21 21 24
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ B. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... C. Prosedur Penelitian .............................................................................. D. Pengolahan Data ................................................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
24 24 24 26 28
A. Hasil ..................................................................................................... . 28 B. Pemabahasan ...................................................................................... 39 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... . 30 A. Kesimpulan. ......................................................................................... . 30 B. Saran. .................................................................................................. . 30 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31 LAMPIRAN...................................................................................................... 32
8
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Pengkuran Diameter Pohon Berdiri............................................................ 17 2. Pengukuran Diameter Pohon Berbanir....................................................... 17 3. Pengukuran Diameter Pohon Cacat........................................................... 18 4. Pengukuran Diameter Pohon Bercabang Atau Menggarpu....................... 19 5. Pengukuran Diameter Pohon Lahan Basah (rawa, payau)........................ 19 6.
Grafik Distribusi Diameter Gaharu Umur 4 Tahun ................................... 29
Lampiran 7.
Pembuatan dan Pengukuran Plot Penelitian............................................. 36
8.
Pembuatan Batas Plot dengan Tali Rapi.................................................. 36
9.
Pemasangan Nomor Tanaman................................................................. 37
10. Pengukuran Diameter................................................................................ 37 11. Plang/Papan Nama Plot Gaharu................................................................. 38
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1.
Hasil Pengukuran Diameter Berdasarkan Kelas Diameter........................ 28
2.
Data Pengukuran Diameter ............................................................ ........ 33
Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter......................................................................... 33
10
BAB I PENDAHULUAN
Hutan alam pada saat ini sudah tidak bisa lagi diandalkan untuk diambil kayunya, karena potensi kayu nya sudah semakin kecil akibat telah dieksploitasi secara besar-besaran pada beberapa dekade yang lalu. Cara berfikir kita saat ini harus berubah, yaitu tidak lagi berorientasi pada pemanfaatan kayu tetapi pada pengelolaan sumber daya dasar dari hutan. Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan alternatif yang bisa dilakukan. Budidaya gaharu satu pilihan yang bisa dipilih karena berisi beberapa keunggulannya seperti memiliki nilai ekonomi yang tinggi, banyak manfaatnya dan saat ini masih mengandalkan dari hutan alam yang sudah langka. Produksi gaharu dapat meningkatkan perekonomian suatu masyarakat dan sekaligus meningkatkan devisa Negara. Di samping itu animo masyarakat untuk berbudidaya
gaharu
cukup
tinggi,
tetapi
pemahaman
mereka
pembentukan gaharu itu sendiri masih sangat terbatas, sehingga
tentang
diperlukan
informasi-informasi dasar penting terkait dengan pembudidayaan gaharu. Selama ini para pencari gaharu mengandalkan hasil dari hutan alam, padahal kondisi pohon gaharu di hutan alam sudah sangat menghawatirkan. Pembangunan Hutan Tanaman Gaharu, perlu segera dikembangkan untuk nantinya dapat diandalkan sebagai sumber pembentukan gaharu. Seiring dengan pembangunan hutan tanaman gaharu, maka pengetahuan dasar terkait dengan teknik atau metode inokulasi layak untuk diketahui atau dipahami oleh pembudidaya gaharu. Selama ini masyarakat hanya tinggal memungut gaharu yang ada di hutan, tidak mengetahui secara pasti kapan pohon gaharu tersebut mulai membentuk
11
gaharu dan bagaimana prosesnya. Padahal menurut Burkill (1966), dan Lahiya (1988) dalam Santoso dan Sumadiwangsa(1997), terbentuknya gaharu berkaitan dengan proses patologis yang dirangsang oleh adanya luka pada batang, patah cabang atau ranting. Luka tersebut menyebabkan pohon terinfeksi oleh penyakit (bakteri, jamur,atau virus), yang diduga mengubah pentosan atau selulosa pada kayu menjadi resin atau damar yang merupakan campuran sesquiterpane, dienona dan isopronoid. Resin dan damar hasil kinerja penyakit tersebut terkumpul di dalam rongga sel yang dikenal sebagai gaharu. Semakin lama kinerja berlangsung, kadar gaharu menjadi semakin tinggi. Dari proses pembentukan gaharu di hutan alam seperti yang diuraikan di atas, sulit untuk dipantau atau diamati. Oleh karena itu untuk dapat mengamati secara langsung proses pembentukan gaharu pada pohon gaharu dilakukan rekayasa pembentukan gaharu dengan inokulasi (penyuntikan) menggunakan mikroorganisme (jamur Fusarium spp.). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana inokulasi tersebut dapat membentuk gaharu dan menghasilkan gaharu. Inokulasi menggunakan inokulan padat dan cair berdasarkan ketinggian lubang dan frekuensi penyuntikan. Di samping itu melakukan pemanenan gaharu dari hasil inokulasi baik menggunakan inokulan padat maupun cair. Informasi data yang penting untuk diketahui adalah pertumbuhan diameter tanaman gaharu, sehingga nantinya dapat diperkirakan, kapan dilaksanakannya kegiatan inokulasi gaharu setelah pohon gaharu ditanam.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBARAN UMUM TANAMAN GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk) Tanaman Gaharu (agarwood/aleowood) termasuk family Thymelaeaceae, species Aquilaria spp (Hou,1960). Biasa disebut dengan kata “gaharu”. Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi (resin damar wangi), berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami atau buatan pada pohon tersebut dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria spp.(Anonim,1999). Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, memiliki kandungan damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi secara alami atau buatan pada pohon Aquilaria sp, Family Thymelaeaceae. Gaharu merupakan komoditi elit, langka dan bernilai ekonomi tinggi. . Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) merupakan tanaman hutan non kayu tetapi terancam punah kalau tidak segera di budidayakan menurut hasil penelitian Konvensi Initernasional Perdagangan Spesies Langka (CITES, 1995), tanaman gaharu jenis Aquilaria malaccensis terancang punah bila tidak segera di budidayakan, mengingat pada saat ini pemburuan terhadap gaharu sangat tinggi. B. PROSPEK GAHARU Gaharu memiliki nilai harga mulai dari 100.000 – 30 juta/kg tergantung asal species pohon dan kualitas gaharu. Sedangkan minyak gaharu umumnya disuling dari gaharu kelas rendah (kemedangan) memiliki harga mulai dari 50.000 - 100.000/ml. Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat
13
perdagangan gaharu di Singapura. Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara berkelanjutan. Jika satu pohon gaharu hasil budidaya menghasilkan 10 kg gaharu (semua kelas), maka diperlukan pemanenan 200.000 pohon setiap tahun. Kebutuhan ekspor gaharu memang semakin meningkat hingga tahun 2002. Namun, sejak saat itu hingga akhir tahun 2002 produksi semakin menurun dan hanya mencapai 45 ton/tahun. Diduga hal tersebut disebabkan oleh intensitas pemungutan yang relatif tinggi, khususnya terhadap jenis gaharu yang berkualitas tinggi hingga tahun 2000, tanpa ada pelestariannya sehingga jenis tanaman penghasil gaharu menjadi langka. Oleh karenanya perlu upaya pembudidayaan yang optimal pada beberapa daerah endemik dan sesuai (Sumarna,2002). Memperhatikan kuota permintaan pasar atas komoditas gaharu yang terus meningkat maka pembudidayaan gaharu pun memiliki prospek yang tinggi, dalam upaya mempersiapkan era perdagangan bebas dimasa mendatang. Sejak tahun 2000 kuota permintaan pasar mencapai sekitar 300 ton/tahun. Namun, hingga tahun 2002 baru terpenuhi 10-20% (Sumarna, 2002). Kesepakatan internasional seperti CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang disepakati oleh 169 negara
ditetapkan
untuk
menjamin
bahwa
perdagangan
gaharu
tidak
mengganggu survival dari Aquilaria. Meskipun demikian, eksploitasi gaharu secara ilegal ternyata tetap berlangsung dan konsumen yang kurang memahami
14
hal ini secara tidak sadar justru menciptakan permintaan yang tinggi yang dapat membahayakan keberadaan tanaman Aquilaria sp. (Blanchette, 2006). Menurut
Subowo
(2010), jenis Aquilaria sp. Family Thymelaeaceae
diantaranya : 1. Aqularia malaccensis, 2. Aquilaria microcarpa 3. Aquilaria beccariana 4. Aquilaria hirta 5. Aquilaria filarial 6. Aquilaria cumingiana Sampai saat ini, permintaan akan gaharu jauh melebihi suplai yang ada. sebagai akibatnya pada beberapa tahun terakhir ada kecenderungan besarbesaran untuk membudidayakan gaharu terutama di wilayah Asia Tenggara Di Indonesia, tingginya harga gaharu dan makin langkanya tanaman penghasil gaharu di hutan alam juga mendorong masyarakat di berbagai daerah untuk melakukan budidaya gaharu seperti yang terjadi di Riau, Jambi, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan. Upaya pembudidayaan tersebut makin berkembang, karena ditunjang oleh kemajuan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa budidaya gaharu memberikan keuntungan yang layak bagi pelakunya. Namun, karena pengusahaan gaharu memerlukan modal yang tidak sedikit, maka masyarakat yang mampu membudidayakan gaharu adalah kelompok yang memiliki modal yang besar. C. GAHARU DAN PERMASALAHANNYA Permasalahan yang dihadapi pada saat ini adalah kelangkaan gaharu dan cara pembudidayaan gaharu. Kelangkaan gaharu tersebut perlu mendapatkan
15
perhatian yang khusus, mengingat pasar gaharu cukup baik dan permintaan pasar semakin meningkat. Sehingga guna menghindari kepunahan tanaman penghasil gaharu dan agar pemanfaatan gaharu menjadi lestari perlu dilakukan konservasi dan budidaya pohon penghasil gaharu. Namun upaya tersebut tidak mudah dilaksanakan dan kalaupun ada usaha konservasi dan budidaya skalanya terbatas dan hanya dilkukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Agar pelestarian gaharu dapat berjalan maka langkah awal yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan identifikasi pada permasalahan yang ada dalam pengembangan riset komoditi gaharu untuk memperoleh solusi yang tepat terhadap permasalahan yang ada, sehingga gaharu dapat dilestarikan dan dibudidayakan untuk kepentingan konservasi/ekologi maupun ekonomi. Menurut Sulistyo,dkk (2010) identifikasi permasalahan gaharu dapat dilakukan pada subsistem Hulu (penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman, penyediaan pupuk, pemberantasan hama dan penyakit), subsistem tengah (penyuntikan, penyediaan inokulan, peralatan inokulan dan pengamanan), subsistem hilir (pemanenan, pengangkutan, pengolahan, pemasaran), dan subsistem pendukung (kebijakan pemerintah,
riset
dan pengembangan,
pendidikan dan pelatihan, transportasi, infrastruktur, skema kredit dan asuransi) Subsistem hulu dalam hal ini mencakup kegiatan silvikultur/teknik budidaya. Teknik budidaya dimaksud meliputi kegiatan perbanyakan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemberantasan penyakit dan hama. Pengembangan riset gaharu saat ini mulai diarahkan pada pengembangan gaharu dengan pemberdayaan masyarakat, melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ataupun Hutan Tanaman Rakyat/Hutan Rakyat
16
(HTR/HR). Akan tetapi pada kenyataannya, saat ini masyarakat masih belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai teknik budidaya gaharu yang efisien (masih minimnya pengetahuan masyarakat), terlebih lagi banyak masyarakat umum yang belum mengetahui apa yang disebut gaharu, kecuali masyarakat di wilayah sekitar hutan yang sudah pernah terlibat pencarian gaharu. Sehingga kesiapan sumberdaya manusia dalam mendukung proses subsistem ini masih perlu dikembangkan. Sebagai contoh permasalahan pengembangan gaharu di Kabupaten Lombok Barat (Suryandari , 2008). Subsistem tengah dalam hal ini meliputi kegiatan rekayasa pembentukan gaharu mencakup kegiatan penyuntikan, penyediaan inokulan, peralatan inokulan dan pengamanan. Secara garis besar proses pembentukan gaharu terdiri dari dua, yaitu secara alami dan buatan, yang dua-duanya berkaitan dengan proses patologis yang dirangsang oleh adanya luka pada batang patah cabang atau ranting. Luka tersebut menyebabkan pohon tersebut terinfeksi oleh penyakit (bakteri, virus, jamur) yang diduga mengubah pentosan atau selulosa menjadi resin. Semakin lama kinerja penyakit berlangsung, kadar gaharu menjadi semakin tinggi. Proses pembentukan gaharu di hutan alam sulit dipantau dan diamati. Oleh karena itu untuk dapat mengamati secara langsung proses pembentukan gaharu dilakukan rekayasa dengan inokulasi (penyuntikan jamur dan cendawan) (Sulistyo dkk, 2010). Permasalahan yang ada terkait dengan rekayasa inokulan ini adalah metode yang ada sulit diimplementasikan, karena harus mengebor dengan metode tertentu dan menutup perlukaan dengan hati-hati. Selain itu, bahan baku inokulan sulit untuk diperoleh, sehingga petani punya inisiatif untuk memaku tanaman gaharu dengan hasil kualitas gaharu yang kurang baik. Riset kedepan
17
perlu diupayakan untuk mencari metode inokulasi yang mudah dengan kualitas gaharu yang baik. Selain hal tersebut adanya cendawan lain, khususnya cendawan pelapuk kayu, justru dapat mendegradasi fungsi jaringan kayu tanaman penghasil gaharu hingga menghancurkan selnya, sehingga memicu terbentuknya resin
gaharu, minimal hasil gaharu yang dihasilkan memiliki
kualitas yang rendah. Permasalahan utama yang terjadi pada subsistem hilir adalah mengenai pemasaran dan keterbatasan modal. Penelitian terkait finansial gaharu ini telah banyak dilakukan, dan dari penelitian yang dihasilkan menunjukkan angka yang sangat menjanjikan keuntungan dan dapat menarik perhatian investor untuk berinvestasi. Akan tetapi dalam memasarkan gaharu biasanya kemampuan petani terbatas, petani berada di posisi yang lemah dalam menentukan harga. Petani memiliki akses yang terbatas terhadap informasi pasar terutama mengenai permintaan dan harga, hal ini dikarenakan banyaknya pihak yang terlibat dalam proses pemasaran, misalnya pedagang pengumpul di hulu lebih banyak jika dibandingkan dengan pedagang menengah dan besar di kota sehingga kecenderungan untuk menekan harga sangat tinggi, sehingga pemasaran gaharu di Indonesia lebih cocok dikatakan pasar monopsoni yaitu pasar yang dikuasai oleh pembeli baik dalam menentukan harga maupun kualitas gaharu, posisi tawar petani dalam hal ini sangatlah rendah. Mutu produk yang dihasilkan petani pun di bawah standar pasar dan jumlah yang dihasilkan sangat berfluktuasi. Petani belum sadar akan spesifikasi mutu produk dan jarang melakukan pengolahan dan pemilihan hasil untuk meningkatkan kualitas hasil. Sehingga di lapangan sangat sulit utuk menentukan
18
jenis gaharu, standar dan kualitas serta harga yang layak sehingga menguntungkan kedua belah pihak yaitu konsumen dan produsen. Subsistem pendukung dalam hal ini mencakup kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah terhadap gaharu saat
ini masih terkait dengan
pemanfaatan/pemungutan dan pelaksanaan gaharu secara umum belum dibuat secara spesifik (dapat dibaca pada PP No. 8 Tahun 1999, SK Menhut No. 447/Kpts-II/2003). Peraturan-peraturan tersebut masih sebatas membahas ketentuan-ketentuan bagaimana melakukan pemanenan dan penjualan skala besar, tapi belum ada yang mengarahkan kepada skala kecil. Kebijakan terkait gaharu ini harus didukung oleh semua pihak tidak hanya Kementerian Lingkungan
dan
Kehutanan
melainkan
pihak
lain
seperti
Kementerian
Perkoperasian (terkait kebijakan perkoperasian), Kementerian Perekonomian terkait dengan pengusahaan dan perkreditan termasuk di dalamnya melibatkan perbankan, Pemerintah Daerah penghasil gaharu, Departemen Perdagangan dan lainnya. Kebijakan yang ada haruslah memperhatikan hal sebagai berikut (Anonim, 2011) : a. Pengembangan tanaman gaharu merupakan bagian dari sistem pengolahan hutan yang lestari. b. Pengembangan
tanaman
gaharu
merupakan
upaya
pemberdayaan
masyarakat petani dalam suatu wilayah yang bertumpu kepada potensi nilai, lokasi, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan aset pengalaman, serta kemampuan manajemen kelembagaan.
19
c. Program
pengembangan
tanaman
gaharu
diselenggarakan
untuk
memberikan kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan memperoleh manfaat ekonomi. d. Dalam pengembangan tanaman gaharu diperlukan penanganan yang tepat, adanya kelembagaan yang kuat serta penerapan teknologi yang tepat guna. e. Kegiatan pengembangan tanaman gaharu dilakukan pada kawasan hutan produksi dan hutan hak/milik yang memenuhi persyaratan teknis. f.
Dalam pengembangan tanaman gaharu agar tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan, ramah lingkungan dan berdaya saing maka terdapat 4 (empat) subsistem usaha yang perlu mendapat perhatian yaitu subsistem hulu yang
menyediakan sarana produksi gaharu,
pengolahan dan
pemanfaatannya, sub sistem hilir yang berkaitan dengan pasca panen, pemasaran/perdagangan serta subsistem pendukung yang terdiri dari permodalan, litbang, kelembagaan, diklat dan penyuluhan. D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TANAMAN a. Faktor Dalam (Internal Factor) Menurut Elisa (2010) Faktor dalam atau faktor genetik adalah faktor tanaman itu sendiri, yaitu sifat yang terdapat di dalam bahan tanam/benih yang digunakan dalam budidaya tanaman. b. Faktor Lingkungan (Environmental factors) Menurut Elisa (2010) Faktor lingkungan adalah faktor yang ada di sekeliling tanaman. Ada beberapa ilmuwan yang mengelompokkan faktor lingkungan ini menjadi dua kelompok, yaitu kelompok abiotik (iklim, tanah) dan kelompok biotik (makhluk hidup) yaitu biotis (tanaman dan hewan) dan anthrofis (manusia).
20
1. Faktor Iklim - Presipitasi. Meliputi semua air yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, berupa : hujan, salju, kabut dan embun. Faktor hujan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman
adalah
jumlah/volume
air
hujan,
penyebaran/distribusi hujan dan efektivitas hujan. Jumlah dan distribusi hujan sangat berpengaruh terhadap macam/jenis tanaman yang dapat dibudidayakan pada suatu daerah, Elisa (2010). - Suhu (temperatur) Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya berkisar antara 15°- 40°C . Suhu suatu tempat ditentukan oleh altitude (ketinggian) dan latitude (garis lintang). Berdasarkan atas suhu tempat tumbuh tanaman dikenal vegetasi: tropical ,temperate, taiga, tundra dan polar. Beberapa ilmuwan membagi vegetasi di dunia ini dalam 4 kelas berdasar suhu tempat, yaitu: 1) megatherms (suhu tinggi sepanjang tahun) 2) mesotherms (suhu tinggi dan rendah bergantian) 3) microtherms (suhu rendah) 4) hekistotherms (suhu sangat rendah) Setiap komunitas tanaman mengenal adanya titik kardinal. Untuk daerah tropis titik kardinal tersebut adalah: 1) suhu minimum (5-500C): apabila suhu suatu daerah kurang dari suhu ini tanaman akan terganggu pertumbuhannya bahkan dapat menyebabkan kematian apabila suhu tersebut berlangsung cukup lama.
21
2) suhu optimum (sekitar 30oC): suhu yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman. 3) suhu maksimum (sekitar 40oC): apabila suhu lingkungannya di atas suhu maksimum, pertumbuhan tanaman juga akan terganggu bahkan dapat menyebabkan kematian. -
Kelembaban Kelembaban udara pada umumnya dinyatakan dalam kelembaban
relatif yang mempengaruhi evapotranspirasi tanaman. Evapotranspirasi akan meningkat atau lancar apabila kelembaban udara di sekitar tanaman rendah. Transpirasi tanaman sangat erat hubungannya dengan penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Apabila transpirasi cepat, penyerapan unsur hara juga akan cepat. Akan tetapi apabila kelembaban udara tinggi menyebabkan transpirasi menjadi lambat, sehingga penyerapan unsur hara juga akan lambat. Kelembaban udara yang tinggi dapat menstimulir pertumbuhan jamur, fungi,bakteri, yang dapat merugikan tanaman. - Cahaya matahari Cahaya matahari merupakan sumber utama energi yang diperlukan dalam proses fotosintesis tanaman. Cahaya matahari mempengaruhi kehidupan tanaman karena 4 hal : 1) Intensitasnya: banyaknya jumlah cahaya (dalam foot candle) yang sampai pada tanaman 2) Kualitasnya: panjang gelombang (dalam satuan mg) yang dapat ditangkap/diserap tanama 3) Durasi: lamanya pencahayaan 4) Arah datangnya cahaya
22
- Angin Angin sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, terutama angin yang tidak terlalu kencang karena angin atau udara yang bergerak merupakan penyedia gas CO2 yang sangat dibutuhkan tanaman dalam proses fotosintesis. Dalam budidaya tanaman, pengaturan arah barisan tanaman memperhatikan arah angin. Apabila arah barisan tegak lurus dengan arah datangnya angin, akan terjadi turbulensi udara sehingga pucuk tanaman terombang-ambing dan akhimya dapat merusakkan tanaman (Elisa, 2010). Pengaruh angin terhadap pertumbuhan tanaman dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung adalah: 1) Kerusakan mekanis tanaman seperti daun sobek, jaringan tanaman memar, akar tanaman terangkat dan terhempas 2) Tanaman rebah misalnya pada tanaman padi, gandum, jagung, tebu, sehingga akan menurunkan hasil tanaman 3) Di daerah padang pasir menyebabkan erosi tanah sehingga tanaman sulit tumbuh 4) Mempengaruhi tipe hujan dan kelengasan atmosfer di suatu daerah. Pengaruh tidak langsung: 1) Mempengaruhi kecepatan transpirasi 2) Angin kencang yang panas merusak pembungaan 3) Evaporasi sekresi stigma atau bunga gugur 4) Keseimbangan air dalam tanaman terganggu seperti pembentukan buah sedikit.
23
E. DIAMETER DAN PENGUKURAN DIAMETER 1. Pengertian Diameter Pengukuran adalah suatu proses kuantitatif, dimana mengukur adalah menetapkan
suatu
jumlah,
dimensi
atau
taraf
suatu
yang
diukur
(Surachmad, 1970, dalam Suyanto, 1982). Disebutkan lebih lanjut hasilhasil pengukuran yang menunjukan jumlah, dimensi atau taraf yang diukur harus dapat diungkapkan dalam bentuk bilangan. Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang pontesi hutan untuk keperluan pengelolaan (Simon,1996). Karena keterbatasan alat yang tersedia, seringkali pengukuran keliling (K) lebih banyak dilakukan,setelah itu dikonversikan kediameter (D) dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk lingkaran,yaitu Rumus D=K/ . Pengukuran diameter adalah mengukur panjang antara dua titik pada lingkaran yang melalui titik pusat lingkaran tersebut. Pada umumnya diameter setinggi dada di Indonesia diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah, di Kanada dan sekitar Amerika, diameter setinggi dada diukur pada ketinggian 4 Ft 3 In setara dengan 1,37 m, di Jepang mengambil ketinggian 1,25 m, sedangkan di Belgia dan Filipina 1,50 m dari permukaan tanah. 2. Pengukuran diameter pohon Pengukuran diameter adalah panjang garis antara dua titik pada garis lingkaran batang pohon yang melalui titik pusat lingkaran batang pohon tersebut, pengukuran diameter yang lazim dilakukan adalah diameter setinggi dada (diameter of breas hight=dbh) karena :
24
1. Merupakan bagian yang paling gampang dinilai dan diukur. 2. Merupakan elemen pengukuran yang penting dan merupakan dasar untuk banyak perhitungan lain. 3. Sebagai dasar penentuan distribusi diameter pohon yang merupakan hasil inventarisasi yang paling diperlukan (Loetsch dkk.,1973). Menurut Pariadi (1998). Ada beberapa standar pengukuran diameter yang dijadikan patokan,yaitu a. Bagi pohon yang berdiri normal pada areal yang datar, diameter diukur pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah.
Ketentuan
pengukuran diameter atau keliling setinggi 1,3 meter didasarkan untuk pohon berdiri tegak pada permukaan tanah yang relatif datar jika pohon berdiri miring, maka letak pengukuran dilakukan pada miring batang sebelah atasnya setinggi 1,3 m dari permukaan tanah. Sedangkan untuk pohon yang berdiri tegak
pada permukaan tanah yang cukup miring
(lereng), diameter diukur pada ketinggian 1,3 m di tanah miring bagian atas. Seperti Gambar 1. di bawah ini :
Gambar 1. Pengukuran Diameter pohon berdiri
25
b. Bagi pohon yang berbanir. Jika batas ujung banir (bub) kurang dari 110 cm, maka pengukuran
Gambar 2. Pengkuran Diameter Pohon berbanir
c. Bentuk Batang (cacat) Jika setinggi 110 cm melebihi bbc, maka letak pengukurannya (LBD) setinggi (bac +20 cm). Jika bbc lebih tinggi dari 110 cm, maka letak pengukurannya setinggi (bbc-20 cm). Jika bagian tengah cacat lebih kurang setinggi 1,3 m dari permukaan tanah maka pengukurannya dilakukan setinggi bbc (lbd 2) dan bac (lbd 1). Sehingga hasil ukurannya (diameter atau keliling) adalah ukuran (lpd 1 + lpd 2)/2. Seperti Gambar 3. di bawah ini :
Gambar 1. Pengukuran Diameter Pohon Cacat
26
d. Batang bercabang atau menggarpu Jika tinggi percabangan melebihi 130 cm, maka pengukuran tetap setinggi 1,3 md dari permukaan tanah. Jika tinggi kurang dari 110 cm, maka lpd-nya dilakukan pada
kedua batang setinggi 1,3 m. Seperti
Gambar 4 di bawah ini :
Gambar 4. Pengukuran Diameter Pohon Bercabang atau menggarpu
e. Pohon lahan basah (rawa, payau) Untuk jenis Brugueria spp yang dijadikan awal pengukuran bukan dari permukaan tanah, tetapi pada bagian akarnya. Letak pengukurannya setinggi 1,3 m. Untuk jenis Ceriops spp. Yang dijadikan awal pengukurannya pada bagian akar yang berbatasan dengan air. Di samping itu bagian-bagian akar yang berupa banir, maka ditinjau dulu berapa tinggi banir tersebut, jika tinggi banir tersebut kurang dari 1,3 m maka letak pengkuran 1,3 m, dari batas akar yang kena air. Untuk Rhizophora spp dilakukan pengukuran setinggi 20 cm dari ujung bagian akar ke atas. Seperti Gambar 5. di bawah ini :
27
Gambar 5. Pengukuran Diameter Pohon Lahan Basah (rawa, payau)
Ketentuan-ketentuan pengukuran diameter yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. a. Sebagaimana telah diketahui bahwa volume merupakan fungsi dari diameter, tinggi dan angka bentuk, maka untuk pengukuran diameter harus dengan dilakukan dengan hati-hati lebih seksama dari pada pengukuran tinggi dan angka bentuk. Hal ini di karenakan volume merupakan fungsi kuadrat dari diameter sehingga kesalahan pengukuran diameter berakibat kepada kesalahan pada kuadrat volume. b. Untuk pengukuran diameter yang berukuran besar, harus lebih cermat dibandingkan dengan diameter berukuran kecil. Hal ini penting diperhatikan sebab pengaruhnya dalam penentuan volume cukup besar. c. Guna meningkatkan hasil pengukuran, pengukuran diameter perlu dilakukan dua kali, sebab batang kayu tidak ada yang silindris. Di samping itu harus diperhatikan letak alat ukur pada waktu pengukuran,apakah sudah berada pada posisi benar atau tidak. d. Suatu ukuran diameter yang digunakan sebaiknya menurut sistem matrik terkecil dengan disertai desimal.
28
F. METODE INOKULASI a. Pengertian Inokulasi Penanaman jamur atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan jamur dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman jamur (inokulasi) terlebih dahulu diusahakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi (Dwijoseputro, 1998). Menurut Sumarna (2002) teknik atau metode inokulasi dengan menggunakan inokulan terhadap pohon gaharu berbeda-beda sesuai dengan bentuk inokulannya. Pada pelaksanaan penginokulasian terhadap pohon gaharu ini harus diperhatikan umur dan diameter batangnya. Batas minimal suatu pohon dapat diinokulasi ditandai dengan pohon yang mulai berbunga. Biasanya umur tanaman tersebut sekitar 4-5 tahun atau minimal sudah mencapai diameter 10 cm. G. Risalah Tahura Bukit Suharto 1. Letak, Luas dan Batas Kawasan Berdasarkan ketetapan dari pemerintah (Departemen Kehutanan), melalui Surat Keputusan Menteri kehutanan, SK.419/MENHUT-II/2004, kawasan konservasi TAHURA Bukit Soeharto meliputi kawasan hutan seluas 61.850 ha. Batas dari kawasan konservasi TAHURA Bukit Soeharto, sebelah Utara Kecamatan Loa kulu dan Loa janan, sebelah Timur Kecamatan Muara Jawa, sebelah Selatan Kecamatan Samboja dan disebelah Barat Kecamatan Sepaku (Rohmad, 2015).
29
Secara Geografis kawasan konservasi TAHURA Bukit Soeharto terletak pada 00º 46’ 00” LS s/d 01º 04’ 00” LS dan 116º 48’ 00” BT s/d 117º 06’ 00” BT, sedangkan secara administratif pemerintahan TAHURA Bukit Soeharto terletak pada dua wilayah administratif kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam paser Utara. Namun sebagian besar kawasan TAHURA Bukit Soeharto berada diwilayah 4 (empat) Kecamatan dari Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian kecil lainnya termasuk dalam wilayah 1 (satu) Kecamatan dari Kabupaten Penajam Paser Utara (Rohmad, 2015).
Gambar 1 : Peta Kawasan Tahura (Sumber gambar : SK.577/Menhut-II/2009)
30
2. Potensi TAHURA Bukit Suharto Untuk memperoleh gambaran secara umum kondisi flora dalam kawasan konservasi TAHURA Bukit Soeharto, tutupan lahan hasil liputan satelit (citra landsat) diperoleh informasi bahwa kawasan Bukit Soeharto terdiri dari hutan campuran Dipterocarpaceae, semak, belukar dan alangalang serta ladang dan sawah. Selanjutnya dari dasil pengamatan pada Tahun 1998 merinci penutupan lahan di kawasan tersebut yang meliputi areal berhutan, persawahan, alang-alang dan semak belukar, ladang dan kebun penduduk, tanaman reboisasi serta pemukiman penduduk.
31
BAB III METODA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di lokasi Hutan Bukit Soeharto, tepatnya di areal penanaman gaharu oleh Pusrehut Universitas Mulawarman Km. 54 Jalan Raya Soekarno Hatta Bukit Soeharto. Waktu pelaksanaan
penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari 2016
sampai bulan Mei 2016, meliputi studi literatur, orientasi
lapangan, persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian, analisa data dan penyusunan karya ilmiah. B. Bahan dan Peralatan yang digunakan Bahan penelitian yang digunakan meliputi: 1. Tanaman gaharu, digunakan sebagai bahan utama untuk sampel penelitian 2.
Plastik tebal, digunakan untuk penomoran pohon sampel Peralatan penelitian yang digunakan meliputi:
1. Phi band, untuk mengukur diameter pohon sampel 2. Tali rapia, digunakan untuk pembuatan batas plot penelitian 3. Spidol permanen, digunakan untuk penomoran pohon sampel 4. Paku, digunakan untuk memaku nomor pohon sampel C. Prosedur Penelitian 1. Studi literatur Menelaah beberapa referensi terkait topik penelitian, baik dari buku, hasil-hasil penelitian dan internet. 2. Orientasi lapangan Melakukan
pengamatan
secara
menyeluruh
terhadap
penanaman tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malaccensis).
lokasi
32
Target pada tahapan ini adalah diketahui batas yang jelas areal penanaman jenis penghasil gaharu, untuk dijadikan lokasi pengambilan sampel pohon. 3. Persiapan penelitian Melakukan persiapan bahan dan peralatan penelitian, serta membuat plot penelitian sebanyak 3 plot, masing-masing plot berukuran 50 m x 50 m atau seluruhnya seluas 0,75 Hektar. 4. Metode Metode Sensus yang digunakan dalam pengambilan data pada plot penelitian ukuran plot 50 m x 50 m sebanyak 3 plot atau seluruhnya seluas 0,75 Hektar 5. Pelaksanaan penelitian Pada tahap ini melakukan pengukuran semua diameter pohon pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan menggunakan alat bantu kayu sepanjang 1,3 m yang terdapat pada 3 plot penelitian yang masingmasing plot berukuran 50 m x 50 m atau seluruhnya seluas 0,75 ha.. 6. Analisis Data Dari hasil pengukuran semua diameter tanaman
gaharu pada plot
penelitian dilakukan penghitungan jumlah tanaman gaharu
yang telah
mencapai 10 cm (diameter minimal yang sudah bisa dilakukan inokulasi) dan kelas diameter lainnya. Kemudian dihitung persentasenya dengan rumus sebagai berikut : Jumlah tanaman yang berdiameter minimal 10 cm -------------------------------------------------------------------- x 100% Total tanaman yang ada
33
D. Pengolahan Data Data distribusi diameter gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk) umur 4 tahun dibuat dalam bentuk tabel dan diagram batang maupun grafik. Selanjutnya distribusi data tersebut dihitung parameter-parameter statistiknya meliputi : 1. Rata- rata (Mean) Untuk mengetahui rata-rata diameter digunakan rumus : Rumus rata-rata : x Keterangan :
x = Rata-rata (diameter) = Jumlah Diameter Keseluruhan
= Jumlah Tanaman Gaharu 2. Simpangan Baku (Standar deviasi) Simpangan baku merupakan suatu nilai untuk mengetahui penyimpanan nilai-nilai individu terhadap rata-rata diameter, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan : Sd
= Standar Deviasi = Jumlah diameter kuadrat (tiap diameter di kuadratkan) = Jumlah Diameter Keseluruhan
34
3. Koefesien variasi (CV) Nugroho (1998) telah mengklasifikasikan nilai koefisien variasi berdasarkan persentase dan standar deviasi terhadap nilai-nilai rata-rata sebagai berikut : CV
= 0-10% (sangat kecil keberagamannya)
CV
= 10- 20 % (cukup keberagamannya)
CV`
=20-30 % (besar keberagamannya)
CV
= ≥ 30 % (sangat besar keberagamannya)
Rumus koefisien variasi : Keterangan : Cv =Coefisien Variasi Sd = Standar Deviasi
x = Rata-rata diameter
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Kondisi Lokasi Penelitian Lokasi peneltian merupakan areal reboisasi yang diperuntukan untuk kepentingan penelitian bagi mahasiswa Unmul maupun yang dari luar Unmul atau pihak lain yang memerlukannya. Berdasarkan informasi dari pelaksana dilapangan tanaman gaharu di lokasi penelitian telah berumur 4 tahun dan jarak tanam tanaman gaharu ini 5 m x5 m. 2. Pengukuran Diameter Pohon Gaharu Hasil pengukuran diameter pohon gaharu berdasarkan diameter yang telah memenuhi persyaratan dan yang belum memenuhi persyaratan untuk diinokulasi ditampilkan pada Tabel 1. berikut. Tabel. 1. Hasil Pengukuran Diameter Tanaman Gaharu Berdasarkan Kelas Diameter Nomor Kelas Diameter Frekuensi I 10 Cm ke atas 156 II 10 Cm ke bawah 43 Total 199 Tabel 1. Ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Frekuensi 200 150 100 Frekuensi
50 0 10 Cm ke atas I
10 Cm ke bawah
Total II
Gambar 1. Diagram Distribusi Diameter Gaharu Umur 4 Tahun
36
B. Pembahasan Berdasarkan data pada Tabel 1. di atas diketahui bahwa jumlah pohon seluruhnya pada luasan 0,75 Ha dengan jarak tanam 5 mx5 m terdapat 199 pohon. Seharusnya pada luasan 0,75 Ha ini dengan jarak tanam 5 mx5 m jumlah pohon yang ada sebanyak 300 pohon, sehingga pada loksi ini kita dapat dikatakan bahwa hanya sekitar 66,33% saja tanaman gaharu yang hidup. Berdasarkan Tabel 1. di atas dapat juga dikemukakan bahwa dari sebanyak 199 tanaman gaharu terdapat 156 tanaman gaharu yang telah memenuhi persyaratan untuk diinokulasi (diameternya minimal 10 cm), atau sebanyak 78,39% yang sudah memenuhi persyaratan untuk diinokulasi. Berdasarkan hasil perhitungan Coefisien Variasi terhadap nilai rataan diameter tanaman gaharu umur 4 tahun (pada lampiran 2.) adalah sebesar 42,11%. Menurut Nugroho (1998) tanaman di lokasi penelitian ini dengan Coefisien Variasi di atas 30 dikategorikan sangat besar variasinya. Dengan perkataan lain bahwa tanaman di lokasi penelitian dapat dikatakan tidak mendapatkan tindakan pemeliharaan yang intensif terutama saat muda atau awal tanamnya.
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut ; 1. Jumlah pohon dalam plot peneltian (seluas 0,75 Ha dengan jarak tanam 5 m x5 m) hanya sebanyak 199 pohon dari yang seharusnya 300 pohon atau hanya terdapat 66,33%. 2. Tanaman gaharu di lokasi penelitian kurang mendapatkan pemeliharaan yang intensif saat masih muda atau awal pertumbuhan yang ditunjukkan dengan
Nilai
Coefisien
variasinya
sebesar
42,11%
(Sangat
Besar
Keragamannya). 3. Jumlah tanaman gaharu umur 4 tahun di lokasi penelitian yang telah memenuhi persyaratan untuk diinokulasi adalah sebanyak 156 pohon dari 199 pohon yang ada atau sebanyak 78,39%. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas maka dapat di kemukakan saran sebagai berikut. 1. Untuk mendapatkan hasil pertumbuhan yang maksimal maka diperlukan pemeliharan secara intensif dan dilakukan penyulaman sejak usia dini. 2. Perlu tambahan informasi data melalui penelitian sejenis di lokasi lain.
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Surat Keputusan Menhut No. 447/Kpts-II/2003. Blanchette, R. A,2006.”sustainable agarwood production In Aquilaria Trees, http://forestpathology.cfans.umn.edu/agarwood.htm. Dwidjoseputro,D.1988. Dasar-dasar mikrobiologi. Dambatan:malang Elisa,(2012).“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tanaman”.www.sumberajar.com (diunduh pada tanggal 07 Nopember 2015). Elvida, S. Y. (2008). “Pengembangan Gaharu di Kabupaten Lombok Barat: Potensi dan Permasalahan”. Jurnal Info Sosial Ekonomi Volume 8 No. 4 Halaman 217-229. Bogor. Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kehutanan. Loetsch, F dkk. 1991. “Forest Inventory”. BLV Verlagsgesellschaft. Munchen Pariadi, 1998. Ilmu Ukur Kayu. Pusat Pendidikan Kehutanan Direksi Perum Perhutani, Cepu. Rohmad, 2015. “Risalah Bukit Soeharto Kalimantan Timur”. Untag. Samarinda Surachmad, 1970, dalam Suyanto, 1982 “Pengukuran Tinggi dan Diameter Pohon. Penebar Swadaya, Bogor. Sumarna (2002),”Budidaya Gaharu”. Penebar Swadaya,Bogor. Sulistyo, S. A dan J. Nina. 2006. Gaharu Komoditi Masa Depan yang Menjanjikan. Samarinda: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan Timur. Sulistyo S A dan M.Turjaman (2010). Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Bogor: Kementerian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.
39
LAMPIRAN
40
LAMPIRAN 1. Tabel 2. Data Pengukuran Diameter No
Diameter
No
Diameter
No
Diameter
No
Diameter
1
15,5
51
3,7
101
14,7
151
4,5
2
20,7
52
16,5
102
11,5
152
7,7
3
13,7
53
16,5
103
14,5
153
8,8
4
20
54
15,6
104
11,5
154
5,8
5
6,9
55
21,1
105
16,6
155
4,1
6
12,6
56
17,5
106
12,1
156
15,3
7
8,4
57
16,2
107
5,7
157
15,5
8
18,9
58
18,9
108
13,4
158
18,2
9
18
59
16,5
109
13
159
18
10
2,6
60
9,2
110
18,4
160
12
11
3,2
61
12,5
111
13
161
12
12
8,8
62
9,5
112
18,4
162
7,4
13
26,2
63
13,1
113
8,7
163
11,8
14
15,9
64
9,4
114
14,8
164
13
15
14,9
65
13,1
115
14,6
165
13
16
15,9
66
13,4
116
12,6
166
11
17
9,4
67
13,3
117
15
167
9,7
18
11,8
68
11,5
118
17,7
168
10,8
19
12,8
69
15,2
119
4,3
169
12,4
20
9,2
70
12,1
120
10,1
170
8,9
21
9,2
71
16,5
121
12,8
171
13
22
2,9
72
12,3
122
12,9
172
10,2
23
12,5
73
16,3
123
9,2
173
20,2
24
2,5
74
18,8
124
9,4
174
13,7
25
3,3
75
3,4
125
15,6
175
13
26
16,7
76
4,7
126
12
176
12,3
27
2,4
77
3,4
127
15,6
177
9,3
28
14,3
78
4,7
128
13
178
6,7
29
15,6
79
17
129
6,2
179
17
30
12,5
80
9,4
130
16,4
180
18,2
31
12,8
81
15,4
131
17,5
181
13,5
32
15,4
82
4,6
132
13,5
182
19
33
16,4
83
14,6
133
6,0
183
15,5
34
7,6
84
15,0
134
15,5
184
10,2
41
Lanjutan Tabel 2. No
Diameter
No
Diameter
No
Diameter
No
Diameter
35
7,8
85
14,2
135
4,1
185
10,3
36
14
86
8,0
136
13,4
186
12,4
37
15,3
87
9,1
137
7,3
187
16,5
38
9,6
88
4,9
138
10,4
188
10,1
39
17,1
89
4,8
139
18,6
189
10,3
40
14,6
90
7
140
17,9
190
12,3
41
14
91
17,6
141
15,3
191
9
42
13,6
92
7
142
13,3
192
13,6
43
18,5
93
7,6
143
12,1
193
9,3
44
14,8
94
11,2
144
3,9
194
18,2
45
12,5
95
11,9
145
5,3
195
10
46
15
96
15,5
146
2,6
196
11
47
15
97
17,5
147
3
197
9,9
48
17,8
98
14,7
148
5,4
198
10,3
49
16,6
99
11,7
149
3,1
199
10,4
50
21,2
100
11,7
150
4,7
Jumlah diameter = 2422,2 cm Rata-rata diameter = 12,17 cm Diameter terkecil =1.2cm Diameter terbesar= 26,2 cm Luas Plot = 0,75Ha Ukuran Plot 50 m x 50 m, sebanyak 3 Plot.
42
Lampiran 2. Perhitungan Standar Deviasi dan Coefisien Variasi Nilai Rataan Diameter Tanaman Gaharu Umur 4 Tahun.
4. Rata- rata (Mean): Rumus rata-rata diameter : x
=
5. Simpangan Baku (Standar deviasi) Simpangan baku merupakan suatu nilai untuk mengetahui penyimpanan nilai-nilai individu terhadap rata-rata diameter, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
=
= = 6.
= 5,125
Koefesien variasi (CV) Rumus Coefisien variasi : CV
x CV
43
Gambar 2. Pembuatan dan Pengukuran Plot Penelitian
Gambar 3. Pembuatan Batas Plot dengan Tali Rapia
44
Gambar 4. Pemasangan Nomor Tanaman
Gambar 5. Pengukuran Diameter
45
Gambar 6. Plang/Papan Nama Plot Tanaman Gaharu Pusrehut Bukit Soeharto