PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ALDES BURNA RIZKIANDA F14101075
2005 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : ALDES BURNA RIZKIANDA F14101075 Dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1983 Di Jakarta Disetujui, Bogor, Desember 2005
Dr. Ir. Radite Preko Agus Setiawan, Magr Dosen Pembimbing Akademik
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M S Ketua Depertemen Teknik Pertanian
2
RINGKASAN ALDES BURNA RIZKIANDA. F14101075 . Uji Performansi Bajak Subsoil Getar Tipe Chisel Lengkung Parabolik. Dibawah bimbingan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.
Bajak subsoil adalah tergolong alat pengolahan tanah primer. Pengolahan tanah primer adalah pengolahan tanah yang dilakukan paling awal yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah sehingga meringankan kerja pengolahan selanjutnya. Pengoperasian bajak subsoil memerlukan tenaga yang sangat besar bahkan paling besar diantara pengolahan tanah yang lain. Bajak subsoil berguna untuk memotong dan menghancurkan lapisan tanah keras pada lahan pertanian. Lapisan tanah yang keras ini menghalangi laju penyerapan nutrisi dan air ke dalam tanah, juga mengganggu sistem kerja perakaran tanaman. Karena beroperasi pada lapisan tanah subsoil yang keras serta kedalaman olah yang dalam menyebabkan tahanan tariknya menjadi besar. Tahanan tarik yang besar ini tentu akan meningkatkan konsumsi energi dan bahan bakar traktor sebagi tenaga tariknya sehingga biayanya pun akan menjadi besar. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam rangka untuk menurunkan tahanan tarik pembajakan dengan bajak subsoil; salah satu cara untuk menurunkan tahanan tarik tanah saat pengolahan lahan adalah dengan penggetaran (vibrasi). Penggetaran dilakukan dengan memanfaatkan putaran poros PTO traktor. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian rancang bangun yang menerapkan getaran pada bilah bajak ( Sulastri, 2000 dan Taufik, 2001). Pada penelitian rancang bangun tahap pertama telah berhasil dibuat bajak getar dengan bilah tunggal (Sulastri, 2000). Sedangkan pada penelitian selanjutnya yang merupakan kelanjutan dari penelitian tahap pertama telah berhasil dibuat bajak subsoil getar dengan dua bilah bajak (Taufik, 2001). Mekanisme penggetar yang digunakan pada kedua desain bajak tersebut adalah mekanisme poros eksentrik dan mekanisme engkol- peluncur. Dengan kombinasi dua mekanisme tersebut maka gerak rotasi yang dihasilkan poros PTO dapat diubah menjadi gerakan translasi pada bilah bajak. Dengan mekanisme penggetaran tersebut terbukti bahwa tahanan tarik turun sebesar 45%. Namun kedalaman olah rata-rata masih kurang yakni sebesar 30 cm. Selain itu getaran yang diteruskan ke badan traktor akibat penggetaran bilah bajak dirasakan cukup besar. Untuk menyempurnakan dan melengkapi kekurangan pada prototipe bajak subsoil getar hasil penelitian sebelumnya, maka pada penelitian telah dibuat bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan dua bilah bajak (Biwanto, 2004). Pada desain bajak subsoil ini yang digetarkan bukan lagi bilah bajak tapi sayap yang terdapat di belakang sepatu chisel. Berdasarkan hasil pengujian secara kualitatif metode penggetaran sayap terbukti dapat menurunkan tahanan tarik dan juga menurunkan slip roda traksi. Selain itu metode penggetaran sayap juga terbukti mampu mengurangi getaran yang diteruskan ke badan traktor. Namun pada desain bajak ini juga masih memiliki kekurangan yakni tidak adanya mekanisme peredam untuk melindungi komponen-komponen pada bajak ini dari kerusakan akibat penggetaran. Karena itu penelitian ini dilakukan penambahan
3
mekanisme peredam dan pengujian secara kuantitatif khususnya mengenai tahanan tariknya. Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan mekanisme peredam pada bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik dan melakukan pengujian lapang untuk mengukur tahanan tarik (draft) saat pengoperasian dengan getaran dan tanpa getaran. Parameter yang diukur pada pengujian lapang ini antara lain adalah tahanan tarik, rasio kecepatan dan slip roda traksi. Untuk pengukuran tahanan tarik digunakan dua unit traktor yang masing-masing bertenaga 70 hp. Sebagai instrumen ukur digunakan satu unit load cell yang dipasang diantara kedua traktor dengan kabel baja (sling). Pengukuran tahanan tarik pembajakan ini dilakukan di kebun percobaan Laboraturium Lapangan Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor, Leuwikopo, Darmaga. Kadar air rata -rata pada lahan percobaan adalah 37.413% dan kerapatan isi tanah rata-rata sebesar 0.81 gr/cm 3. Pengukuran tahanan tarik dilakukan dalam 30 lintasan dengan panjang lintasan masing-masing 20 m. Variasi perlakuan pada pengujian terdiri atas penggetaran bajak, perubahan amplitudo getar, perubahan kecepatan getar dan perubahan kecepatan maju. Tahanan tarik bajak subsoil tanpa getaran berkisar antara 8.77 – 9.19 kN dengan rata-rata sebesar 8.9 kN pada kecepatan maju traktor rata-rata 0.45 m/s. Sedangkan pada kecepatan maju traktor rata -rata sebesar 0.58 m/s tahanan tarik pembajakan berkisar antara 10.15 – 10.45 kN dengan rata -rata 10.26 kN. Kedalaman olah rata -rata sebesar 38.9 cm. Pada pengujian menggunakan getaran, tahanan tarik pembajakan rata -rata pada getaran dengan amplitudo 7.3 cm berkisar antara 5.77 – 6.77 kN dengan rata-rata sebesar 6.23 kN dengan kedalaman olah rata-rata 39.25 cm. Rasio kecepatan rata-rata pada penggetaran dengan amplitudo 7.3 berkisar antara 5.74 – 10.74 dengan rata-rata sebesar 8.07. Sedangkan untuk penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm tahanan tarik rata-rata pembajakan berkisar antara 6.28 – 6.95 kN dengan rata-rata sebesar 6.14 kN dengan kedalaman olah rata -rata 38.5 cm. Rasio kecepatan rata-rata pada penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm berkisar antara 5.15 – 10.13 dengan rata-rata sebesar 7.29. dari hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa tahanan tarik pembajakan dapat diturunkan sebesar 35.2% pada penggetaran dengan amplitudo 7.3 cm dan sebesar 31.2% pada penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm Penggetaran juga dapat menurunkan slip roda traksi. Slip roda traksi rata -rata saat pembajakan tanpa penggetaran berkisar antara 10.8 - 15.6% pada roda kiri dengan rata-rata sebesar 13.4%. sedangkan untuk roda kanan berkisar antara 12.314.9% dengan rata-rata sebesar13.2%. Sedangkan slip roda traksi rata-rata untuk roda kiri saat bajak digetarkan dengan amplitudo 7.3 berkisar antara 6.5 – 10.6% dengan rata-rata sebesar 8.7% dan pada roda kanan berkisar antara 6.0 – 10.5% dengan rata-rata sebesar 8.3%. Dan slip roda traksi rata-rata untuk roda kiri saat bajak digetarkan dengan amplitudo 6.4 berkisar 7.1 – 11.2% dengan rata -rata sebesar 9.2% dan pada roda kanan berkisar antara 7.1 – 10.7% dengan rata -rata sebesar 9.0%. dari hasil tersebut terlihat penggetaran menurunkan slip roda sekitar 33%
4
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Uji Performansi Bajak Subsoil Getar Tipe Chisel Lengkung Parabolik. Dalam skripsi ini dijelaskan mengenai uji kinerja dan penambahan mekanisme peredam pada bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis selama kurang lebih empat bulan, terhitung mulai dari bulan Juni 2005 hingga September 2005.Penulisan skripsi ini tidak lepas dari pihak-piha k yang senantiasa membantu penulis selama penelitian. Kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, Magr., selaku dosen pembimbing akademik atas segala perhatian, arahan dan nasehatnya selama penulis melakukan penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi. 2. Dr.Ir. I Nengah Suastawa, MSc., selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya dalam penyempurnaan penulisan skripsi. 3. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, Magr., selaku dosen penguji atas segala kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi. 4. Bapak Abbas Mustofa atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 5. Ayah, ibu dan adik penulis atas doa restu dan dukungan moral maupun materi selama penulis melakukan studi di IPB. 6.
Kawan-kawan TEP A’38 dan A’39 atas segala bantuan dan keceriaan selama penulis belajar di IPB.
7. Kawan-kawan rumah kost “Pondok L-Men” atas segala bantuan, dukungan moral serta keceriaan selama penulis tinggal di Bogor.
Bogor, Oktober 2005
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................... iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR TABEL ............................................................................................... .vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Tujuan Penelitian........................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 A. Pengolahan tanah........................................................................................... 4 B. Bajak Subsoil ................................................................................................. 4 C. Bilah Bajak Parabolik .................................................................................... 6 D. Tahanan Tarik Pengolahan Tanah dan Pengukurannya ................................ 7 D.1. Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi.................................. 7 D.2. Sifat dan kondisi tanah ........................................................................ 8 D.3. Cara (ragam) gerak alat....................................................................... 9 D.4. Metode pengukuran tahanan tarik pengolahan tanah........................ 10 D.5. Aplikas i getaran pada alat pengolahan tanah .................................... 11 D.6. Tahanan tarik bajak subsoil getar ...................................................... 13 III. METODE PENELITIAN............................................................................. 15 A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 16 B. Alat dan Bahan............................................................................................ 16 C. Kalibrasi Load Cell ..................................................................................... 17 D. Uji Fungsional Bajak Subsoil Getar............................................................ 18 E. Pengamatan kondisi tanah........................................................................... 19 E.1. Kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) ............................... 19 E.2. Tahanan penetrasi.............................................................................. 19 E.3. Kohesi dan sudut gesekan dalam ...................................................... 21 E.4. Adhesi dan sudut gesekan tanah-baja................................................ 21 F. Metode Pengujian Lapang........................................................................... 22
v
F.1.
Pengukuran tahanan tarik .................................................................. 22
F.2.
Pengaturan amplitudo dan kecepatan putaran poros PTO ................ 24
F.3.
Pengukuran kecepatan maju pengolahan .......................................... 25
F.4.
Pengukuran kedalaman pengolahan .................................................. 26
F.5.
Pengukuran slip roda traksi ............................................................... 26
F.6.
Perlakuan percobaan ......................................................................... 27
IV. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN M EKANISME PEREDAM ..... 29 A. Identifikasi Masalah.................................................................................... 29 B. Analisis Rancangan ..................................................................................... 29 C. Pembuatan Mekanisme Peredam Torsi ....................................................... 30 C.1. Piringan peredam............................................................................... 30 C.2. Pegas.................................................................................................. 31 C.3. Piringan pemutar ............................................................................... 31 C.4. Tutup ................................................................................................. 31 D. Analisa Teknik Perancangan....................................................................... 32 D.1. Perancangan piringan peredam ......................................................... 32 D.2. Perencanaan pegas............................................................................. 33 D.3. Perencanaan piringan penya lur putaran ............................................ 33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 35 A. Kalibrasi Load Cell ..................................................................................... 35 B. Kondisi Tanah ............................................................................................. 35 C. Tahanan Tarik Bajak Subsoil Getar ............................................................ 38 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47 LAMPIRAN ......................................................................................................... 49
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Hasil uji fungsional bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik ................................................................................ 2
Tabel 2.
Perbandingan tahanan tarik bajak subsoil lurus dan lengkung pada kedalaman 30 cm dan kecepatan 2.4 km/jam (Gill dan Vanden Berg, 1968).................................................. 6
Tabel 3.
Dasar perancangan mekanisme peredam torsi .................................... 30
Tabel 4.
Hasil pengujian tekan pada empat jenis pegas.................................... 33
Tabel 5.
Hasil pengukuran kadar air dan kerapatan isi pada tiap kedalaman pengukuran................................................................. 35
Tabel 6.
Tahanan penetrasi pada tiap kedalaman pengukuran .......................... 36
Tabel 7.
Kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesekan tanah-baja .. 37
Tabel 8.
Hasil pengujian lapang bajak subsoil tanpa getaran............................ 38
Tabel 9
Hasil pengujian lapang bajak subsoil digetarkan................................ 40
Tabel 10. Perbandingan tahanan tarik dengan slip roda ...................................... 41 Tabel 11. Perbandingan tahanan tarik bajak subsoil bergetar dan tidak bergetar ....................................................................................... 43
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Kondisi bajak subsoil sebelum diperbaiki......................................... 3
Gambar 2.
Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980) ..................................... 5
Gambar 3.
Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al., 1972) ................................. 9
Gambar 4.
Model bajak subsoil getar untuk pengujian pada bak tanah oleh Butson dan MacIntyre (1981) .................................................. 12
Gambar 5.
Hubungan tahanan tarik dengan rasio kecepatan............................ 13
Gambar 6.
Ilustrasi bajak getar (Kawamura et al., 1986) ................................. 14
Gambar 7.
Kalibrasi load cell ........................................................................... 17
Gambar 8.
Bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik ......................... 18
Gambar 9.
Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah ................. 19
Gambar 10. Pengukuran tahanan penetrasi tanah............................................... 20 Gambar 11. Penetrometer tipe SR-2 ................................................................... 20 Gambar12.
Pengukuran tahanan geser tanah ..................................................... 21
Gambar 13. Peralatan untuk mengukur tahanan geser ....................................... 21 Gambar 14. Pengukuran tahanan gesek tanah..................................................... 22 Gambar 15. Peralatan pengukuran tahanan gesek............................................... 22 Gambar 16. Penggandengan traktor saat pengujian............................................ 23 Gambar 17. Posisi load cell dalam pengujian di lapangan ................................. 23 Gambar 18. Pengukuran putaran PTO yang disalurkan ke bajak girboks .......... 25 Gambar 19. Pengukuran kedalaman pengolahan................................................ 26 Gambar 20. Pengukuran slip roda traksi ............................................................. 26 Gambar 21. Bagan kode perlakuan pada pengujian lapangan ............................ 27 Gambar 22. Rancangan mekanisme peredam torsi pada bajak getar .................. 29 Gambar 23. Piringan peredam ............................................................................. 30 Gambar 24. Pegas................................................................................................ 31 Gambar 25. Piringan pemutar ............................................................................. 31 Gambar 26. Tutup ............................................................................................... 32 Gambar 27. Grafik hubungan kedalaman dan tahanan penetrasi........................ 36
viii
Gambar 28. Kelengketan tanah pada bilah bajak subsoil getar .......................... 37 Gambar 29. Bajak subsoil getar saat beroperasi ................................................. 39 Gambar 30. Grafik hubungan kecepatan maju traktor dengan tahanan tarik ...... 40 Gambar 31. Grafik hubungan tahanan tarik dengan slip roda traksi................... 42 Gambar 32. Grafik hubungan rasio kecepatan denga n tahanan tarik .................. 42
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Spesifikasi traktor yang digunakan saat pengujian ......................... 50 Lampiran 2 Lahan untuk pengujian lapangan..................................................... 51 Lampiran 3. Data hasil kalibrasi load cell ........................................................... 52 Lampiran 4. Cara pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah......................... 53 Lampiran 5. Cara perhitungan kohesi dan sudut gesekan dalam ......................... 54 Lampiran 6. Cara pengukuran adhesi dan sudut gesekan tanah-baja .................. 55 Lampiran 7. Konstruksi bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik ....... 56 Lampiran 8. Data perhitungan tahanan penetrasi tanah....................................... 57 Lampiran 9. Data hasil perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah............... 58 Lampiran 10. Data hasil perhitungan kohesi dan adhesi ...................................... 59 Lampiran 11. Data hasil perhitungan pengujian tahanan tarik bajak tanpa getar .. 60 Lampiran 12. Data hasil perhitungan pengujian tahanan tarik bajak digetarkan... 61 Lampiran 13 Data hasil perhitungan kecepatan getar ........................................... 62 Lampiran 14. Data teknis pega peredam ............................................................... 63 Lampiran 15. Gambar mekanisme peredam torsi ................................................. 64
x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bajak subsoil merupakan salah satu jenis alat pengolahan tanah yang berfungsi untuk memotong dan menghancurkan lapisan tanah keras. Umumnya bajak subsoil hanya dioperasikan pada lahan perkebunan, karena pada lahan perkebunan sering terjadi pemadatan tanah akibat lalu lintas peralatan pengolahan tanah bertahun-tahun sebelumnya. Lapisan tanah keras sangat tidak diinginkan pada lahan pertanian terutama lahan perkebunan karena lapisan ini cenderung menghambat laju penyerapan nutrisi dan memperburuk drainase alami tanah. Selain itu karena porositas lapisan ini rendah maka aerasi tanah juga terhambat. Oleh karena itu bajak subsoil dibuat agar mampu menembus dan menghancurkan lapisan tanah keras ini. Kegiatan pengolahan tanah subsoil (subsoiling) merupaka n kegiatan pengolahan tanah yang paling banyak membutuhkan daya. Kebutuhan daya yang besar pada kegiatan ini utamanya digunakan untuk melawan reaksi tanah yang disebut tahanan tarik tanah (draft). Tahanan tarik merupakan gaya reaksi tanah akibat gaya yang ditimbulkan oleh alat-alat pengolahan tanah pada saat dioperasikan yang arahnya horizontal dan berlawanan dengan arah kerja. Besarnya tahanan tarik tanah dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya jenis tanah yang diolah, jenis alat pengolah tanah serta kedalaman olah. Kegiatan pengolahan tanah subsoil memiliki kedalaman olah yang melebihi kegiatan budidaya yang lain sehingga tahanan tarik yang dihasilkan juga besar. Pada kegiatan di lapangan, tahanan tarik tanah mendapatkan perhatian khusus karena hal ini akan mempengaruhi efisiensi dan kinerja alat. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai penelitian dan pengkajian mengenai cara-cara untuk mengurangi tahanan tarik tanah saat pengolahan lahan. Salah satu cara untuk menurunkan tahanan tarik tanah saat pengola han lahan adalah
dengan
penggetaran
(vibrasi).
Penggetaran
dilakukan
dengan
memanfaatkan putaran poros PTO traktor. Teknik penggetaran ini dapat diaplikasikan pada berbagai alat pengolahan lahan. Pada penelitian sebelumnya
1
telah dilakukan penelitian rancang bangun yang menerapkan getaran pada bilah bajak ( Sulastri, 2000 dan Taufik, 2001). Pada penelitian rancang bangun tahap pertama telah berhasil dibuat bajak getar dengan bilah tunggal (Sulastri, 2000). Sedangkan pada penelitian selanjutnya yang merupakan kelanjutan dari penelitian tahap pertama telah berhasil dibuat bajak subsoil getar dengan dua bilah bajak (Taufik, 2001). Mekanisme penggetar yang digunakan pada kedua desain bajak tersebut adalah mekanisme poros eksentrik dan mekanisme engkol-lengan ayun. Dengan kombinasi dua mekanisme tersebut maka gerak rotasi yang dihasilkan poros PTO dapat diubah menjadi gerakan translasi pada bilah bajak. Dengan mekanisme penggetaran tersebut terbukti bahwa tahanan tarik turun sebesar 45%. Namun kedalaman olah rata-rata masih kurang dalam yakni sebesar 30 cm, selain itu getaran yang diteruskan ke badan traktor akibat penggetaran bilah bajak cukup besar. Untuk menyempurnakan dan melengkapi kekurangan pada prototipe bajak subsoil getar hasil penelitian sebelumnya, maka pada penelitian telah dibuat bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan dua bilah bajak (Biwanto, 2004). Pada desain bajak subsoil ini yang digetarkan bukan lagi bilah bajak tapi sayap yang terdapat di belakang sepatu chisel. Berdasarkan hasil pengujian secara kualitatif metode penggetaran sayap terbukti dapat menurunkan tahanan tarik yang diindikasikan dengan turunnya slip roda traksi. Hasil pengujian fungsional disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji fungsional bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik Jarak eksentrik 2.5 cm
Amplitudo 6.6 cm
Jarak eksentrik 3.0 cm
Amplitudo 7.5 cm
Slip roda tanpa getar
29.5 %
Slip roda dengan getar
12.8 %
Kedalaman olah rata -rata
38 cm
Selain itu metode penggetaran sayap juga terbukti mampu mengurangi getaran yang diteruskan ke badan traktor. Namun pada desain bajak ini juga masih memiliki kekurangan yakni tidak adanya mekanisme peredam untuk melindungi
2
komponen-komponen pada bajak ini dari kerusakan akibat getaran. Sebagai kelanjutan dari penelitian tersebut harus dilakukan penambahan mekanisme peredam dan pengujian secara kuantitatif khususnya mengenai tahanan tariknya.
Gambar 1. Kondisi bajak subsoil sebelum diperbaiki (bagian yang ditunjuk panah adalah bagian yang rusak akiba t penggetaran) B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan mekanisme peredam pada bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik dan melakukan uji kinerja tahanan tarik (draft) saat pengoperasian dengan getaran dan tanpa getaran. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk melakukan observasi sederhana secara kualitatif terhadap dampak pemasangan peredam.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan salah satu cara untuk menyediakan tempat perakaran bagi tanaman (Gill dan Vanden Berg, 1968). Pengolahan tanah adalah sebuah rangkaian proses budidaya yang mencakup penyiapan lahan serta mempertahankan kondisi terbaik dari lahan tersebut. Secara umum pengolahan tanah terdiri atas tiga tahap yaitu: pengolahan tanah primer, pengolahan tanah sekunder dan pengolahan tanah tersier. Pengolahan tanah primer adalah kegiatan pengolahan tanah yang dilakukan paling awal, yang bertujuan untuk menurunkan kekuatan tanah, menutup sisa-sisa tanaman dan menyusun kembali agregat tanah. Kegiatan pengolahan tanah primer biasanya didominasi dengan kegiatan seperti, pembajakan dan subsoiling. Pengolahan tanah sekunder merupakan kelanjutan dari kegiatan pengolahan primer yang bertujuan untuk mempersiapkan kondisi lahan sampai kondisi siap tanam. Kegiatan pengolahan tanah sekunder biasanya didominasi oleh kegiatan seperti penggemburan, penggaruan, pelumpuran dan sebagainya. Sedangkan kegiatan pengolahan tanah tersier adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi terbaik dari lahan yang sudah diolah. Yang tergolong dalam kegiatan pengolahan tanah tersier antara lain: penyiangan, pembuatan kairan, pembuatan hardpan dan sebagainya. B. Bajak Subsoil Bajak subsoil terdiri atas dua jenis yakni bajak subsoil biasa dan tipe chisel. Bajak subsoil tipe chisel adalah bajak yang berfungsi untuk memecah dan menghancurkan lapisan tanah keras untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah. Bajak ini hampir tidak memiliki kemampuan membalik tanah namun mampu bekerja pada kondisi ta nah yang keras. Bajak chisel biasanya dioperasikan secara berkelompok antara 5 – 10 buah dengan jarak 30 cm antar bilah bajak. Bajak subsoil adalah bajak yang memiliki fungsi yang sama seperti chisel namun bajak jenis ini memiliki konstruksi yang lebih be sar dan berat. Bajak subsoil juga tidak mampu membalik tanah namun mampu memotong dan
4
menghancurkan lapisan tanah keras. Kedalaman olah bajak subsoil lebih dalam dari bajak yang lain. Bajak subsoil berfungsi untuk memotong dan menghancurkan lapisan tanah terpadatkan lebih dalam dari bajak biasa. Pemadatan tanah menyebabkan tidak lancarnya drainase alami serta aerasi tanah sehingga cenderung menghambat pertumbuhan tanaman. Gaya yang dibutuhkan untuk menarik bajak subsoil sangat besar dan untuk meningkatkan efisiensinya dapat menggunakan bajak subsoil konvensional (Smith dan Wilkes, 1977). Bajak subsoil lebih besar dan kuat daripada bajak chisel, kedalaman olah bajak ini berkisar antara 40 - 60 cm. Untuk menarik bajak jenis ini umumnya digunakan traktor dengan daya sekitar 60 - 85 Hp. Bentuk bilah bajak subsoil beragam, yang umum dipakai adalah bentuk lengkung, lurus bersudut dan lurus. Bajak subsoil adalah alat yang didesain untuk beroperasi pada kedalaman olah di atas normal dan menggemburkan tanah dengan cara mengangkat (Smith dan Wilkes, 1977). Bajak subsoil yang dioperasikan tunggal digunakan untuk pembajakan yang lebih dalam sedangkan yang digunakan secara berkelompok digunakan untuk pembajakan yang lebih dangkal. Bajak subsoil terdiri atas beberapa bagian utama, antara lain: 1) top link attachment point, 2) attachment point, 3) headstock , 4) beam atau rangka, 5) cutting disc, 6) subsoiler leg, 7) steel blade, 8) shoe dan 9) renewable steel point (Shippen et al., 1980).
Gambar 2. Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980)
5
Cutting disc adalah komponen yang berfungsi untuk membantu pemotongan tanah serta menjaga kestabilan implemen. Tidak semua bajak subsoil memiliki komponen ini, biasanya hanya bajak subsoil tunggal yang memiliki komponen ini. Dengan adanya cutting disc maka tahanan tarik (draft) akan berkurang karena kerja pemotongan tanah yang dilakukan oleh subsoiler leg akan terbantu. Subsoiler leg adalah bagian utama dari bajak subsoil yang akan masuk ke dalam tanah untuk memotong dan menghancurkan tanah. Shoe merupakan komponen yang membantu proses pemotongan dan penghancuran lapisan keras di dalam tanah, komponen ini juga akan menghasilkan sebuah saluran drainase pada lintasan kerja C. Bilah Bajak Parabolik Luas permukaan alat, sudut angkat, kedalaman olah dan kondisi tanah berpengaruh pada besarnya efek kecepatan terhadap tahanan tarik bajak chisel dan bajak subsoil (Kepner et al., 1978). Bajak subsoil dengan bilah bajak lengkung memiliki tahanan tarik 7 – 20% yang lebih kecil dibandingkan dengan bilah bajak lurus (Nichols dan Reaves, 1958). Tahanan tarik relatif tidak berubah pada sudut lengkung antara 20o - 50o namun akan meningkat cepat pada sudut lengkung diatas 50o (Payne dan Tanner, 1959 diacu dalam Tupper, 1997). Dalam hal ini belum ada usaha yang dibuat untuk menerangkan hubungan antara tahanan tarik dengan bentuk bajak kecuali cara kualitatif separti pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan tahanan tarik subsoil lurus dan lengkung pada kedalaman 30 cm dengan kecepatan operasi 2.4 km/jam (Gill dan Vanden Berg, 1968) Jenis Tanah
Tahanan tarik (kN) subsoiler
Penurunan tahanan
Tegak
Lengkung
tarik ( %)
Lempung berpasir
404
404
0
Liat
422
390
7.5
Lempung liat berdebu
828
642
22.4
Liat berdebu
907
826
9.0
Liat
962
826
14.2
Liat
925
753
18.5
6
Penggunaan bajak subsoil parabolik dapat meningkatkan kapasitas lapang, mengurangi kebutuhan daya dan mengurangi slip roda traksi hingga 43.4% dibanding penggunaan bajak subsoil dengan bilah bajak lurus (Tupper, 1997). Konsumsi bahan bakar per 0.4 ha untuk menarik bajak subsoil parabolik 30.2% lebih hemat daripada bajak subsoil bilah lurus dan bajak subsoil parabolik mampu bekerja 5 cm lebih dalam. Dibandingkan bajak subsoil yang lain bajak subsoil parabolik memiliki tahanan tarik terkecil, gaya angkat terbesar dan menghasilkan slip roda terendah (Smith dan Williford, 1988 diacu dalam Tupper, 1997). D. Tahanan Tarik Pengolahan Tanah dan Pengukurannya D.1 Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tahanan tarik Setiap alat pengolah tanah dalam operasinya pasti akan mengalami tahanan tarik tanah sebagai reaksi tanah akibat beban dari alat tersebut. Pada operasi di lapangan tahanan tarik yang dialami oleh suatu alat besarnya adalah sama dengan besar gaya yang diberikan pada tanah dengan arah yang berlawanan dengan gerak maju alat. Dengan demikian tahanan tarik dapat didefinisikan sebagai komponen gaya horizontal yang sejajar garis tegak alat penarik dengan arah berlawanan (Kepner et al., 1978). Tarikan pada suatu alat (implemen) diartikan sebagai total gaya yang digunakan pada implemen oleh suatu unit tenaga tarik. Selanjutnya Kepner et al.,(1978) mengartikan besar tahanan tarik dalam tiap luas pengolahan tanah sebagai tahanan tarik spesifik, sedangkan tahanan tarik yang tegak lurus arah gerak dinamakan side draft. Tahanan tarik merupakan komponen gaya horizontal dari gaya tarik (pull) sejajar gerak maju alat yang diusahakan pada implemen oleh suatu unit tenaga. Sedangkan tahanan tarik spesifik merupakan tahanan tarik per satuan luas penampang bajak dan dinyatakan dalam satuan N/m2. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik tanah antara lain lebar implemen, kedalaman olah kondisi tanah dan kecepatan maju (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al-Janobi et al., 1998). Kondisi tanah yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah tekstur tanah, kandungan air tanah, vegetasi yang tumbuh dan porositas tanah. Kandungan air tanah mempengaruhi besarnya tahanan tarik. Peningkatan kandungan air tanah
7
akan membuat tahanan tarik tanah turun hingga titik tertentu kemudian akan meningkat kembali (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al-Janobi et al., 1998). Cara operasi yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah kedalaman olah, lebar olah dan kecepatan maju (Kepner et al., 1978). Dan faktor bentuk alat yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah berat alat, lebar implemen, bentuk implemen, ketajaman alat dan kualitas bahan. Tahanan tarik merupakan penjumlahan dari gaya -gaya untuk mengatasi kohesi, adhesi, tahanan terhadap kompresi, geseran dan gesekan antara permukaan tanah dengan alat (Baver et al., 1972). D.2. Sifat dan kondisi tanah Geseran atau koefisien gesekan dalam tanah merupakan sifat dinamik tanah yang utama dalam interaksi tanah dengan alat. Yang termasuk dalam nilai geseran tersebut adalah kohesi tanah dan gesekan dalam tanah (Kepner et al., 1978). Data mengenai hubungan beberapa faktor utama sifat dinamis tanah yang terlibat dalam pengolahan tanah disajikan pada Gambar 3. Nilai geseran meningkat sampai titik maksimumnya pada batas plastisnya. Nilai maksimumnya setara dengan indeks plastisistasnya. Gesekan antara tanah dan logam merupakan suatau variabel penting dalam proses pengolahan tanah. Dalam pengolahan tanah terdapat tiga fase dalam interaksi gesekan tanah dengan logam yang tergantung pada kelembaban tanah dan bobot serta bahan logamnya (Baver et al., 1972). Fase pertama adalah gesekan yang sebenarnya antara logam dengan tanah kering. Fase kedua didominasi oleh adhesi tanah terhadap logam melalui selaput air saat kelembaban tanah meningkat. Nilai adhesi meningkat sampai batas maksimumnya dekat batas cair dengan peningkatan sesuai dengan indeks plastisitasnya (Gambar 3). saat kelembaban tanah meningkat diatas batas cairnya, kandungan air cukup banyak sehingga memungkinkan terjadinya efek pelumasan dan koefisien gesekan menjadi konstan bahkan sedikit menurun, fase ini disebut juga fase pelumasan.
8
Gambar 3. Hubungan faktor-faktor dinamik pada pengolahan tanah dengan kelembaban tanah (Baver et al., 1972) Tahanan terhadap kompresi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengolahan tanah, karena dalam penerapan tekanan pada tanah terjadi proses kompresi sebelum terjadi geseran. Seperti terlihat pada Gambar 3. tahanan terhadap kompresi meningkat sampai nilai maksimum dalam daerah plastisnya yang kemudian menurun. Kuczewski (1981) diacu dalam Mulyana (2001) dalam usahanya untuk menduga tahanan tarik yang dibutuhkan untuk menggerakan bajak singkal, memakai parameter -parameter tanah, bajak dan alat pengukur kekerasan tanah (probes). Parameter -parameter tanah yang nampak menonjol dan dipakai dalam persamaan matematisnya adalah: parameter kompresi tanah, parameter geseran tanah (kohesi dan sudut gesekan dalam), parameter pemotongan tanah, kerapatan isi tanah dan kelembaban tanah. D.3. Cara (ragam) gerak alat Ragam gerak alat menyangkut orientasi alat, lintasan alat dalam tanah dan kecepatan kerja alat. Untuk alat yang bekerja pada lintasan lurus (bukan rotari), lintasan alat ditandai dengan kedalaman dan lebar potong. Orientasi berkaitan dengan hubungan permukaan alat dan arah maju alat. Untuk alat yang kompleks biasa dinyatakan dengan sudut angkat (lift angle), sudut samping (side angle), sudut olah (tilt angle) dan sudut celah (clearance
9
angle ). Sedangkan pada bajak piring sering dise but sebagai sudut piringan (disc angle) dan sudut olah (tilt angle ). Kepner et al. (1978) menyatakan bahwa tahanan tarik bajak subsoil tipe chisel menurun dengan menurunnya sudut angkat kecuali dibawah 20o , pada sudut angkat 20o tersebut terjadi tahanan tarik minimum. Gill dan Vanden Berg (1968) menyatakan bahwa pada kondisi tanah yang umum tahanan tarik pembajakan cenderung meningkat dengan meningkatnya kedalaman dan lebar pembajakan. Bajak tipe chisel dengan lima unit chisel memiliki tahanan tarik 507, 3264 dan 5200 N masing-masing untuk kedalaman operasi 8.3 cm, 33.6 cm dan 43.8 cm. Kepner et al. (1978) menyatakan bahwa peningkatan kecepatan maju akan meningkatkan tahanan tarik, hal ini disebabkan oleh percepatan yang lebih tinggi pada tanah yang digerakkannya. Alasan percepatan tanah meningkatkan tahanan tarik adalah: (1) gaya akselerasi meningkatkan beban normal
pada
permukaan
kontak
tanah
dengan
bajak,
karenanya
meningkatkan tahanan gesekan, dan (2) karena energi kinetik yang diberikan pada tanah. Peningkatan kecepatan maju akan meningkatan tahanan tarik secara signifikan dengan hubungan yang beragam mulai dari linier hingga kuadratik (Grisso et al., 1994 diacu dalam Al-Janobi et al.,1998). D.4. Metode pengukuran tahanan tarik pengolahan tanah Pengukuran tahanan tarik pengolahan tanah dapat dilakukan dengan penetrometer dan atau dinamometer. Pengukuran dengan penetrometer hanya mengamati faktor tanah dalam perhitungan tahanan tarik tanah, sedangkan dengan dinamometer diperhitungkan juga faktor tenaga penggerak dan faktor alat. Dinamometer yang tersedia di pasaran ada berbagai jenis antara lain dinamometer pegas, hidrolik dan strain gauge (Hunt, 1977). Jenis dinamometer yang paling sederhana adalah dinamometer pegas. Dinamometer pegas hanya terbatas untuk pengukuran kasar (ketelitian rendah), hal ini disebabkan fluktuasi beban yang terjadi pada penggandengan peralatan pertanian (Liljedahl et al., 1989). Sulastri (2000) melakukan pengukuran tahanan tarik subsoiler tunggal dengan penggetar paksa menggunakan load
10
cell yang merupakan salah satu jenis dinamometer pegas yang dipasang pada kawat penarik yang menghubungkan dua buah traktor roda empat. Dinamometer hidrolik terdiri dari silinder hidrolik yang berisi minyak piston. Dengan mekanisme piston dalam silinder, tekanan atau tarikan menimbulkan tekanan hidrolik yang diteruskan pada pengukur Bourdon (Liljedahl et al., 1989). Fluktuasi jarum penunjuk (pada tabung Bourdon) dapat diredam dengan memakai cairan yang lebih kental atau dengan mekanisme throttling valve (Liljedahl et al., 1989). Jenis dinamometer strain gauge dapat digunakan untuk mengukur tahanan tarik dengan lebih teliti (Liljedahl et al., 1989). Karena bentuknya yang sederhana dan sifatnya yang serba guna serta mudah dikombinasikan dengan instrumen-instrumen elektronik lain maka dinamometer jenis strain gauge berkembang sangat pesat. Dinamometer tiga titik gandeng adalah salah satu jenis dinamometer strain gauge.
Dengan
menggunakan
dinamometer
ini
maka
cukup
menggunakan satu unit traktor saja. Dinamome ter ini dipasang diantara implemen dan tiga titik gandeng pada traktor. D.5. Aplikasi getaran pada alat pengolahan tanah Sampai saat ini masih banyak dilakukan penelitian-penelitian untuk menurunkan tahanan tarik pada proses pengolahan tanah, diantaranya adalah dengan menggunakan getaran pada alat-alat pengolahan tanah khususnya pada komponen yang mengalami kontak langsung dengan tanah. Butson dan MacIntyre (1981) melakukan percobaan dengan membuat desain bajak yang digoyangkan ke arah depan dan belakang me lalui putaran poros eksentrik dari putaran sebuah motor. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan tahanan tarik terjadi ketika rasio antara kecepatan getar dan kecepatan maju lebih besar dari satu, yaitu kecepatan getar harus lebih tinggi dari kecepata n maju alat.
11
Gambar 4. Model bajak subsoil getar untuk pengujian tahanan tarik pada bak tanah oleh Butson dan MacIntyre (1981) Sri Sulastri (2000) melakukan penelitian tentang rancang bangun dan uji fungsional mekanisme penggetar dalam upaya menurunkan tahanan tarik tanah pada penggunaan bajak chisel. Mekanisme penggetar yang digunakan terdiri dari sebuah girboks yang berisi sepasang roda gigi kerucut lurus dengan rasio transmisi 1 : 1 dan dua buah poros yang berfungsi sebagai penerima putaran PTO dan sebagai penyalur putaran ke bagian eksentrik. Pada bagian poros eksentrik dipasang sepasang lengan yang dihubungkan ke bagian atas bilah bajak subsoiler. Gerakan maju mundur dari lengan getar tersebut menyebabkan bilah bajak berayun ke depan dan ke belakang searah dengan gerakan traktor. Hasil pengujian di lapangan, pembajakan dengan getaran menghasilkan nilai tahanan tarik lebih rendah yaitu sebesar 6.40 – 8.97 kN dibandingkan dengan pembajakan tanpa getaran yang menghasilkan tahanan tarik antara 6.75 – 10.43 kN. Rasio kecepatan bernilai lebih dari satu (kecepatan maju 0.52 m/s dan kecepatan getar 1.08 m/s). Parameter
untuk
mengoperasikan
alat
pengolah
tanah
yang
menggunakan getaran meliputi kecepatan maju, frekuensi maju, frekuensi getar, amplitudo getar, bentuk pisau, sudut angkat dan karakter fisik tanah. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara penurunan tahanan tarik dengan berbagai parameter yang ditunjukkan dengan rasio antara kecepatan getar dan kecepatan maju (Sakai et al., 1992).
12
Penelitian menunjukkan bahwa efek dari alat pengolah tanah yang menggunakan getaran dengan kombinasi yang sesuai dengan parameterparameter yang telah disebutkan sebelumnya, maka tahanan tarik yang diperlukan dapat diturunkan menjadi 50 – 75% jika dibandingkan dengan alat yang sama tanpa getaran. Efek penggunaan parameter di atas tidak tetap, tapi secara umum telah ditemukan bahwa tahanan tarik akan menurun jika terjadi peningkatan kecepatan getar atau frekuensi getar, dan akan meningkat jika terjadi peningkatan kecepatan maju (Verma, 1969 diacu dalam Kepner et al., 1978).
Gambar 5. Hubungan tahanan tarik dengan rasio kecepatan (Gunn dan Tramontini, 1955) D.6. Tahanan tarik bajak subsoil getar Bajak getar pada prinsipnya ada lah sebuah bajak yang meminimumkan masukan tenaga dalam proses pengolahan tanah dengan output yang hanya berasal dari PTO saja. Sehingga bajak getar termasuk ke dalam kategori alat “multi powered ”. Alat “multi powered ” adalah alat yang mendapatkan energi yang dibutuhkan untuk menggerakannya dengan lebih dari satu cara, namun tidak perlu disuplai oleh lebih dari satu sumber energi (Gill dan Vanden Berg, 1968). Pengamatan menggunakan model bajak subsoil tergetar pada soil bin memperlihatkan bahwa frekuensi, amplitudo dan kecepatan pengolahan
13
merupakan peubah-peubah yang mempengaruhi tahanan tarik sedemikian rupa sehingga kenaikan frekuensi menurunkan tahanan tarik (Darmawan, 1990). Penggetaran pisau di tanah jenis lempung berpasir dengan mode getaran sinusoidal melaporkan bahwa, tahanan tarik menurun lebih dari 50% baik pada kondisi basah (kadar air 35.4 – 39.3%) maupun kondisi kering (kadar air 26.5 – 28.9%). Getaran (osilasi) pada desain bajak getar dapat menurunkan tahanan tarik pembajakan, dan juga memberikan pengaruh sekunder seperti tanah yang diolah lebih remah hasilnya, mengurangi pemadatan dan penggumpalan serta adhesi (Al-Jubouri dan McNulty, 1984). Pada penggetaran pisau dalam soil bin , Kawamura et al. (1986) telah merancang bajak getar dengan konstruksi seperti Gambar 6. Bagianbagiannya terdiri atas mekanisme penggetar, piringan coulter , pisau dan lengan getar, singkal A yang menghubungkan pisau dengan singkal, dan singkal B dan C. Bagian-bagian dari bajak ini tersusun atas tiga unit utama, yaitu unit penggerak (mekanisme togel) yang tersusun dari 3 bagian lengan getar, unit kedua adalah unit pemotongan tanah (pisau) yang berbentuk V dengan lebar 55 cm terpasang pada lengan getar (shank) dan unit ketiga adalah unit pembalikan tanah (singkal) dengan rancangan yang khusus tersusun pada satu garis sejajar dengan arah tarikan untuk enam alur pembajakan (3 bottom bajak).
Gambar 6. Ilustrasi bajak getar (Kawamura et al., 1986)
14
Menurut Gill dan Vanden Berg, (1968) gaya tarik yang dibutuhkan untuk menarik taji berosilasi, lebih rendah daripada taji yang kaku. Hal tersebut disebabkan: 1. Getaran mempengaruhi keseimbangan gaya-gaya pada suatu volume tanah. Gaya -gaya gesekan berubah arahnya dan gaya normal menurun. 2. Getaran mengurangi sudut gesekan tanah dengan logam. 3. Getaran mengurangi kekerasan tanah. Selanjutnya Gill dan Vanden Berg (1968) mengemukakan bahwa penggetaran dapat menurunkan tarikan (drawbar pull) hingga 70%, tetapi pengurangan ini umumnya kurang dari atau sama dengan energi ekstra yang dikonsums i dalam getaran. Kemungkinan energi ekstra ini dapat dikurangi terutama dalam sistem transmisi alat tersebut, oleh karena itu perbaikan lebih lanjut dalam sistem transmisi akan memperbaiki keseimbangan energi. Hasil yang dapat dikemukakan adalah bahwa : •
Osilasi dapat menurunkan tahanan tarik hingga 50%.
•
Peningkatan osilasi menurunkan tahanan tarik.
•
Frekuensi memiliki pengaruh terbesar dalam upaya penurunan tahanan tarik, sedangkan kecepatan maju pengaruhnya kecil.
•
Arah osilasi dan kedalaman olah tidak begitu berpengaruh terhadap kebutuhan tenaga untuk osilasi.
•
Apabila
amplitudo
naik
maka
kebutuhan
tenaga
naik
dan
menggandakan frekuensi osilasi, kebutuhan tenaga akan mendekati dua kali lipat.
15
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan berlangsung selama lebih kurang lima bulan terhitung mulai bulan April 2005 sampai dengan bulan Agustus 2005. Rancang bangun dilakukan Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Pembuatan bajak subsoil getar dilakukan di bengkel METATRON. Uji fungsional dilakukan di Laboraturium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, Darmaga – Bogor. Perbaikan bajak getar, pembuatan dan pemasangan komponen peredam dilakukan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Pengujian tahanan tarik bajak subsoil getar dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian ini terbagi dalam lima tahapan, yaitu: 1) perbaikan bajak subsoil getar dan pembuatan mekanisme peredam, 2) persiapan instrumen uji dan inspeksi kondisi alat sebelum pengujian, 3) pengujian tahanan tarik bajak subsoil getar, 4) analisa data, 5) pembuatan laporan.
B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Satu unit bajak subsoil getar dengan dua bilah bajak (b) Dua unit traktor roda -4, masing-masing bertenaga 70 hp (c) Sensor data hasil pengukuran yang terdiri dari: • Load cell (Kyowa, LT-5TSA71C) • Handy-Strain Meter ( UCAM-1A) (d) Peralatan pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari: • Peralatan analisis tekstur tanah • Perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample) • Penetrometer tipe SR-2 (lengkap dengan kerucut, gelang geser, gelang gesek dan lengan torsinya)
16
• Oven • Timbangan (e) Perala tan pengukuran pengoperasian bajak subsoil, kecepatan maju dan kedalaman pengolahan terdiri dari: • Stop watch • Tachometer digital • Pita ukur (5 m dan 50 m) • Patok • Penggaris stainless steel (60 cm dan 100 cm) C. Kalibrasi Load Cell Dalam persiapan instrumen sebelum pengujian lapangan dilakukan kalibrasi load cell dan kalibrasi strain amplifier. Load cell dihubungkan dengan handy strain meter, kemudian digantungkan ke sebuah crane, lalu load cell tersebut diberi beban. Load cell yang digunakan adalah tipe Kyowa, LT-5TSA71C. Handy strain meter yang digunakan adalah tipe Kyowa, UCAM-1A. Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan hasil yang terbaca pada handy strain meter dicatat. Pembebanan dilakukan dua kali dengan cara pembebanan terbalik. Hasilnya diolah sehingga diperoleh persamaan hubungan beban (N) dan regangan pada load cell (µe).
Gambar 7. Kalibrasi load cell
17
D. Uji Fungsional Bajak Subsoil Getar Percobaan pendahuluan pada alat yang diuji yaitu pengukuran uji fungsional bajak subsoil getar hasil rancangan. Parameter yang diuji yaitu unjuk kerja dari semua bagian bajak subsoil getar pada saat dioperasikan yang meliputi: (1) penggetaran, (2) pemotongan tanah, (3) pengaturan tingkat amplitudo dan frekuensi dan (4) kedalaman pengolahan yang mampu dicapai. Amplitudo getar diketahui dengan cara mengukur sudut antara posisi ujung sayap getar bajak terangkat maksimum dan posisi turun maksimumnya. Poros penggerak eksentrik diputar sebanyak satu kali putaran untuk menggetarkan bilah bajak naik-turun. Pengukuran amplitudo dilakukan dalam dua tingkat variasi lubang eks entrik. Variasi tingkat amplitudo didapatkan dengan mengubah posisi lubang eksentrik pada penggetar sayap bajak. Dalam mekanisme penggetar pada bajak subsoil yang diuji, satu putaran poros PTO menghasilkan satu getaran (naik-turun) pada sayap bajak. Oleh karena itu frekuensi getar dihitung dari data kecepatan putar poros PTO dengan rumus: f =
N ...................................................................................... (1) 60
dimana: f = frekuensi getar (Hz) dan N = kecepatan putar poros PTO yang terukur (rpm).
Gambar 8. Bajak subsoil getar tipe chisel lengkung parabolik.
18
E.. Pengamatan kondisi tanah Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dilakukan pengamatan kondisi tanah pada tempat pengujian. Kondisi tanah diamati pada lima titik pengukuran di lahan percobaan. Kondisi tanah yang diamati adalah kadar air, kerapatan isi tanah, tahanan penetrasi, kohesi dan adhesi. E.1. Kadar air dan kerapatan isi tanah ( bulk density ) Untuk pengukuran kadar air tanah diambil contoh tanah diambil dengan perlengkapan pengambil contoh tanah pada kedalaman 0 - 10 cm dari atas permukaan tanah. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada lima titik pengukuran secara acak pada masing-masing kedalaman.
Gambar 9. Peralatan pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah E.2. Tahanan penetrasi Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer (tipe SR2) yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang kerucut yang digunakan adalah 2 cm2 dengan sudut kerucut 300. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman yang dianggap mewakili kedalaman olah bajak subsoil, yaitu dilakukan pada lima titik pengukuran masingmasing pada kedalaman 0, 10, 20, 30 dan 40 cm.. Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus:
19
Tp =
98 Fp ............................................................................................ (2) Ak
dimana: Tp = tahanan penetrasi (kPa), Fp = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat penetrometer (kgf) dan Ak = penampang kerucut (2 cm2).
Gambar 10. Pengukuran tahanan penetrasi tanah
Gambar 11. Penetrometer tipe SR-2
20
E.3. Kohesi dan sudut gesekan dalam Pengukuran tahanan geser tanah dilakukan dengan gela ng geser dan lengan torsi untuk menghitung nilai kohesi tanah pada kedalaman 0 - 20 cm dan 20 - 40 cm.
Gambar 12. Pengukuran tahanan geser tanah
Gambar 13. Peralatan pengukuran tahanan geser E.4. Adhesi dan sudut gesek tanah-baja Pengukuran tahanan gesek tanah-baja dilakukan dengan gelang gesek dan lengan torsi untuk menghitung nilai adhesi tanah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm.
21
Gambar 14. Pengukuran tahanan gesek tanah
Gambar 15. Peralatan pengukuran tahanan gesek F. Metode Pengujian Lapang Pengukuran yang dilakukan saat pengolahan tanah berlangsung antara lain: (a) tahanan tarik bajak subsoil hasil rancangan, (b) amplitudo dan kecepatan putar PTO traktor, (c) kecepatan maju pengolahan dan (d) kedalaman pengolahan. F.1. Pengukuran tahanan tarik Bajak subsoil getar dengan dua bilah bajak hasil rancangan digandengkan pada traktor roda empat (disebut traktor 2) seperti yang terlihat pada Gambar 16. Posisi instrumen/alat pengukuran tahanan tarik tersebut pada traktor disajikan pada Gambar 17. Selanjutnya traktor 2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor 1) yang menarik traktor 2. Gaya tarik traktor diukur dengan sebuah load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan
22
antara traktor 1 dan traktor 2. Untuk
pengujian dengan getaran, bajak
digetarkan dan putaran enjin distabilkan terlebih dahulu sebelum bilah bajak memotong tanah. Titik tarik bagian depan traktor 2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawba r) traktor 1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal. Penggandengan kedua traktor dan sistem pengujian tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 17.
Gambar 16. Penggandengan traktor saat pengujian
Handy-strain meter
Load cell Traktor 1
Bajak subsoil getar
Traktor 2
Gambar 17. Posisi load cell dalam pengujian di lapangan Berdasarkan sistem pengukuran ta hanan tarik pada Gambar 16, sinyal gaya tarik yang dialami oleh load cell dialirkan menuju handy-strain meter. Data yang terbaca pada handy-strain meter dicatat untuk kemudian diolah.
23
Tahanan tarik pembajakan merupakan selisih dari gaya tarik ketika bajak subsoil dioperasikan dengan gaya tarik bajak subsoil saat tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus:
P s = P1 − Ptr ........................................................................................ (3) dimana: Ps = tahanan tarik bajak subsoil (N), P1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N) dan Ptr
= tahanan gelinding traktor ketika bajak tidak dioperasikan (N).
Untuk mengukur tahanan gelinding traktor tanpa pembajakan, traktor 2 dengan bajak subsoil diangkat ditarik oleh traktor 1. Pengukuran tahanan gelinding traktor ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan kemudian dirataratakan.Pengukuran tahanan tarik dilakukan dalam 30 lintasan dengan panjang lintasan masing-masing 20 m. F.2. Pengaturan amplitudo dan kecepatan putar poros PTO Pengaturan (variasi) tingkat amplitudo dilakukan dengan mengubah pos isi lengan pendorong bilah bajak terhadap pin-pin pada bilah bajak Frekuensi getar saat pengujian lapangan diukur dengan cara mengukur kecepatan putar PTO traktor dengan tachometer digital. Pengukuran kecepatan putaran PTO yang disalurkan ke bajak subsoil dilkukan pada poros utama bajak subsoil getar. Pengukuran kecepatan putar poros PTO tersebut dilakukan sebanyak tiga kali ulangan tiap lintasan pengukuran kemudian hasilnya dirata-ratakan. Data hasil pengukuran kecepatan putar poros PTO (rpm) digunakan untuk menghitung kecepatan getar. Kecepatan getar dihitung dengan persamaan:
Vg =
2π NAg ........................................................................................ (4) 60
dimana: Vg = kecepatan getar (m/detik), Ag = amplitudo getar (m) dan N = kecepatan putar poros PTO yang terukur (rpm).
24
Rasio kecepatan getar merupakan perbandingan antara kecepatan getar bilah bajak subsoil dengan kecepatan maju pengolahan tanah. Rasio kecepatan getar dihitung dengan persamaan: η=
Vg ................................................................................................. (5) V
dalam hal ini: ? = rasio kecepatan getar, Vg = kecepatan getar (m/detik) dan V = kecepatan maju (m/detik).
Gambar 18. Pengukuran putaran PTO yang disalurkan ke gearbox F.3. Pengukuran kecepatan maju pengolahan Bersamaan dengan pengukuran tahanan tarik traktor, kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 10 m dengan menggunakan stop watch. Kecepatan maju dihitung dengan rumus:
s V = ..................................................................................................... (6) t dalam hal ini: V = kecepatan maju pengolahan (m/detik), s = jarak tempuh (10 m) dan t = waktu tempuh pada jarak s (detik).
25
F.4. Pengukuran kedalaman pengolahan Pengukuran kedalaman pengolahan aktual didekati dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran 60 cm) tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Pengukuran kedalaman pengolahan ini dilakukan pada 10 titik di masing-masing lintasan pengujian.
Gambar 19. Pengukuran kedalaman pengolahan F.5. Pengukuran slip roda traksi Slip roda traksi diukur dengan cara mengukur jarak yang ditempeh dalam lima putaran roda traksi di lapangan saat pengoperasisan bajak getar kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi di lahan keras (aspal). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan dan slip untuk roda kiri dan kanan pengukurannya dilakukan secara terpisah
Gambar 20. Pengukuran slip roda traksi
26
F.6. Perlakuan percobaan Penelitian ini dilakukan dengan empat perlakuan yaitu: 1) Bajak subsoil digetarkan dan tidak digetarkan, 2) Dua tingkat amplitudo getar, 3) Dua tingkat frekuensi getar, 4) Dua tingkat transmisi. Keempat perlakuan tersebut dikombinasikan sehingga menghasilkan 10 perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (U 1 , U2, U3), sehingga jumlah perlakuan seluruhnya sebanyak 30 perlakuan. Kode perlakuan pada tiap-tiap lintasan dapat dilihat pada Gambar 21. Perlakuan percobaan amplitudo, frekuensi dan kecepatan maju diterapkan baik terhadap kondisi dimana bajak subsoil dalam keadaan digetarkan maupun tanpa digetarkan yang kemudian hasilnya dibandingkan antara keduanya. V1 F1 V2
U1,U2,U3 U1,U2,U3
A1 V1
U1,U2,U3
V2
U1,U2,U3
F2
X V1
U1,U2,U3
V2
U1,U2,U3
V1
U1,U2,U3
V2
U1,U2,U3
F1
A2 F2
V1
U1,U2,U3
V2
U1,U2,U3
Y
Gambar 21. Bagan kode perlakuan pada pengujian lapangan
27
Keterangan: X
: Chisel digetarkan
Y
: Chisel tanpa getar
A1-A2 : Amplitudo 1 (7.3 cm) dan Amplit udo 2 (6.4 cm) F1-F2 : Frekuensi 1 (kec. Putar PTO Low, 540 rpm) dan Frekuensi 2 (kec. Putar PTO High, 1000 rpm) V1-V2 : Kec. Maju 1(gigi transmisi L-1, kec. Putar engine 1800 rpm) Kec. Maju 2 (L -2, kecepatan putar engine 1800 rpm) U1-U3 :Ulangan 1-3
28
IV. PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MEKANISME PEREDAM
A. Identifikasi Masalah Bajak getar sering mengalami kerusakan pada bagian mekanisme penggetar yaitu pada bagian eksentrik. Kerusakan pada bagian ini terjadi karena sering terjadi beban yang berlebihan pada sayap getar di sepatu bajak. Beban yang besar tersebut mengakibatkan PTO traktor memutar paksa bagian eksentrik bajak sehingga pasak penahan (spi) tidak mampu menahan putaran PTO lagi. Akibatnya terjadi gesekan antara poros dan bagian eksentrik sehingga terjadi keausan pada bagian tersebut. Untuk itu perlu dibuat sebuah mekanisme peredam untuk mengatasi kondisi saat terjadi kelebihan beban pada sayap getar bajak.
B. Analisis Rancangan Analisis perancangan terdiri dari analisis fungsional, yaitu penentuan komponen-komponen yang dibutuhkan dalam pembuatan peredam torsi dan analisis struktural yaitu menentukan bentuk dari masing-masing komponen yang sesuai dengan analisis teknik dari masing-masing komponen.
Gambar 22. Rancangan mekanisme peredam torsi pada bajak getar. Rancangan mekanisme peredam pada bajak getar (Gambar 22) terdiri atas beberapa bagian yaitu : a) piringan peredam; b) pegas; c) piringan pemutar; d) tutup. Dasar perancangan bagian-bagian tersebut disajikan pada Tabel 3.
29
Tabel 3. Dasar perancangan mekanisme peredam torsi No
Komponen
Dasar Rancangan Dibuat sebagai rumah pegas sekaligus
a
Piringan peredam
b
Pegas
sebagai ruang penyalur kelebihan beban. Dibuat untuk mengakomodasi kelebihan beban pada poros. Dibuat untuk menyalurkan putaran. Pada
c
d
Piringan penyalur putaran
Tutup
piringan ini terdapat jari-jari untuk memutar piringan peredam. Dibuat untuk menjaga agar pegas tidak lepas.
C. Pembuatan Mekanisme Teredam Torsi C.1. Piringan peredam Piringan pe redam merupakan piringan logam berdiameter 200 mm dengan ketebalan 35 mm. Pada piringan ini terdapat empat buah sel berbentuk busur yang masing-masing berjarak 50 mm dari pusat piringan. Sel-sel yang masing-masing memiliki panjang 50 mm tersebut berfungsi sebagai rumah untuk pegas sekaligus ruang yang mengakomodasi kelebihan torsi yang diberikan oleh PTO traktor. Pada tengah piringan terdapat lubang berdiameter 38 mm untuk memasukkan poros. Lubang poros tersebut dilengkapi dengan alur pasak sedalam 4 mm da n degan lebar 10 mm.
Gambar 23. Piringan peredam
30
C.2. Pegas Pegas merupakan komponen yang berfungsi untuk menahan kelebihan beban akibat putaran paksa PTO traktor. Pegas yang digunakan merupakan pegas tekan.
Pegas ini diletakan dalam sel-sel pada piringan peredam.
Pegas ini dibuat untuk mampu menahan beban 27.5 kgf.
Gambar 24. Pegas C.3. Piringan pemutar Merupakan komponen yang berfungsi untuk menyalurkan putaran PTO traktor ke girboks melalui piringan peredam. Piringan ini merupakan plat logam berdiameter 200 mm dengan ketebalan 10 mm. Pada sisi dalam piringan terdapat empat buah jari yang berbentuk silinder dengan diameter 20 mm dan panjang 30 mm. Jari-jari ini terletak 50 mm dari pusat piringan. Jari-jari ini berfungsi untuk menyalurkan putaran melalui piringan peredam.
Gambar 25. Piringan pemutar C.4. Tutup Merupakan komponen yang terletak di belakang piringan peredam yang berfungsi untuk menjaga agar pegas tidak keluar. Komponen ini
31
merupakan piringan yang terbuat dari logam berdiameter 200 mm dan ketebalan 5 mm. Pada bagian pusat piringan terdapat lubang berdiameter 38 mm dengan alur pasak selebar 10 mm dengan kedalaman 4 mm. Pada aplikasinya komponen ini dijadikan satu dengan piringan peredam dengan cara dilas.
Gambar 26. Tutup D. Analisa Teknik Perancangan D.1. Perancangan piringan peredam Piringan peredam dirancang agar mampu mengakomodasi torsi sebesar 5498 kgf.mm. Perencanan komponen ini adalah sebagai berikut : 1. Torsi putar (M) M = 5498 kgf.mm (pada pusat poros) 2. Beban pada 50 mm dari pusat poros (F) F = 5498 / 50 = 110 kgf 3. Beban yang diakomodasi dari tiap sel Fs = 110 / 4 = 27.5 kgf
32
D.2. Perencanaan pegas Pegas yang akan digunakan untuk peredam adalah pegas tekan. Pegas yang akan digunakan adalah pegas yang biasa digunakan untuk pegas katup pada motor bakar, sehingga perencanaan pegas ini hanya dilakukan dengan mengambil sampel beberapa contoh pegas yang dinilai cocok kemudian dilakukan uji tekan. Dari hasil pengujian tersebut maka dipilih pegas dengan diameter ulir 22 mm, diameter kawat 2 mm jumlah ulir 8 buah dengan satu lilitan mati pada tiap ujung dan jarak antar ulir 5 mm (pegas A). Karena pegas tersebut mampu menahan beban hingga 30 kgf dengan perubahan panjang yang paling kecil. Tabel 4. Hasil pengujian pegas Perubahan panjang (cm)
Beban (kgf) A
B
C
D
10
0.15
0.2
0.05
0.15
20
0.4
0.5
0.15
0.45
30
0.65
0.7
0.85
0.65
40
0.9
0.9
1.15
0.85
50
1.15
1.1
1.45
1.15
60
1.13
1.2
1.65
1.4
70
-
-
1.85
1.45
80
-
-
1.85
1.65
Ket : A : pegas klep Mazda 323; B : pegas klep Suzuki Carry Futura; C : pegas klep Toyota Kijang; D: pegas klep Isuzu Panther. D.3. Pe rencanaan piringan pemutar Piringan ini dirancang untuk menyalurkan daya sebesar 7350 W pada 540 rpm. Perencanan komponen ini adalah sebaga i berikut.: P = 7350 W n = 540 rpm r = 50 mm
33
t a = 3 kg / mm 2 P = T . ? ..................................................................................... .(7) T = 4 F t . r .................................................................................. .(8)
τ = Karena
Ft = 0. 207 kg/mm 2 < t a A tegangan geser yang terjadi (t ) masih lebih kecil dari
tegangan geser ijin (t a ) maka dianggap ukuran baud aman dari beban geser.
34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kalibrasi Load Cell Hasil kaibrasi load cell merupakan hubungan antara regangan (µe) dengan beban (kgf). Data lengkap mengenai hasil kalibrasi disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil kalibrasi tersebut diperoleh persamaan linier dan regresi yang menyatakan hubungan antara kedua parameter tersebut yaitu : y = 2.0755x – 0.8138 R2 = 0.99999 dimana : y = beban yang diterima load cell (kgf) x = regangan pada load cell (µe)
B. Kondisi Tanah Tanah yang digunakan sebagai lahan pengujian adalah lahan pada Laboraturium Lapangan Departemen Teknik Pertanian Leuwikopo. Hasil pengamatan kondisi lahan meliputi pengukuran kadar air, pengukuran kerapatan isi tanah yang disajikan pada Tabel 4. Kadar air rata-rata untuk kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm berturut-turut adalah 32.24%, 32.28%, 40.40%, 44.73%. Sedangkan kerapatan isi tanah berkisar antara 0.70 - 0.92 gr/cm3 dengan rata-ratanya sebesar 0.81 gr/cm3. Tabel 5. Hasil pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah pada tiap kedalaman pengukuran Kedalaman (cm)
Kadar air rata-rata (%)
Kerapatan isi (g/cm3)
0 – 10
32.24
0.838
10 – 20
32.28
0.756
20 – 30
40.40
0.768
30 – 40
44.73
0.878
Rata-rata
37.41
0.81
35
Hasil pengukuran tahana n penetrasi tanah pada lahan percobaan yang dilakukan dengan menggunakan penetrometer sampai kedalaman 40 cm disajikan pada Tabel 6. Sedangkan data dan perhitungan tahanan penetrasi disajikan pada Lampiran 8. Tabel 6. Tahanan penetrasi pada tiap kedalaman pengukuran Tahanan penetrasi rata-rata
Kedalaman (cm)
(kPa) 0 – 10
1863.96
10 – 20
2020.76
20 – 30
1961.96
30 – 40
1452.36
Rata-rata
1824.76
Grafik pada Gambar 27 menunjukkan terjadi peningkatan tahanan penetrasi pada lahan percobaan hingga kedalaman 20 cm dari permukaan tanah. Sedangkan pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah mulai terjadi penurunan tahanan penetrasi. Tanah pada kedalaman + 20 cm adalah lapisan yang memiliki kekerasan maksimum, hal ini disebabkan adanya pemadatan tanah akibat lalu lintas traktor dan alat-alat pengolah tanah lain.
Tahanan Penetrasi Tanah (kPa) 0
500
1000
1500
2000
2500
0 5
Kedalaman (cm)
10 15 20 25 30 35 40
Gambar 27. Grafik hubungan kedalaman dan tahanan penetrasi
36
Hasil pengukuran sifat kohesi tanah, sudut gesekan dalam, adhesi tanah-baja dan sudut gesekan tanah baja disajikan pada Tabel 7. Data hasil pengukuran pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kohesi pada kedalaman 0-20 cm lebih tinggi yaitu sebesar 375.35 kPa daripada kohesi tanah pada kedalaman 20-40 cm yang hanya sebesar 343.50 kPa. Pada kedalaman 0-20 cm terlihat pula persentase kadar air yang relatif rendah dan kerapatan isi tanah yang cukup tinggi. Pada kedalaman 0-20 cm terlihat pula bahwa nilai adhesi juga lebih tinggi daripada lapisan tanah dibawahnya yaitu sebesar 237.72 kPa. Hal ini berarti ikatan antara tanah dengan logam cukup kuat. pada rentang kedalaman tersebut ikatan antara logam dengan tanah yang kuat ini akan menyebabkan kelengketan tanah pada permukaan bilah bajak subsoil (shank ), seperti yang terlihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Kelengketan tanah pada bilah bajak subsoil getar Data hasil perhitungan lengkap kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesekan tanah baja disajikan pada Lampiran 10. Tabel 7. Kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesekan tanah baja pada tiap kedalaman pengukuran Kedalaman
Kohesi rata-
(cm)
rata (kPa)
Sudut gesekan
Adhesi tanah-
Sudut gesekan
dalam rata-rata
baja rata-rata
tanah-baja
o
()
(kPa)
rata-rata (o)
0 – 20
375.35
78.31
237.72
70.35
20 – 40
343.50
79.24
177.93
78.13
Rata-rata
359.43
78.77
207.83
74.24
37
C. Tahanan Tarik B ajak Subsoil Getar Pengujian bajak subsoil getar dapat dikatakan berhasil karena bajak dapat berfungsi dengan baik tanpa mengalami hambatan yang berarti. Pada pengujian bajak subsoil getar digunakan dua buah traktor bertenaga 70 hp. Bajak subsoil digandengkan pada traktor 2 dan antara traktor 1 dengan traktor 2 dihubungkan dengan kawat seling dan load cell sebagai instrumen ukur utama yang dipasang pada titik gandeng traktor 1. Pengujian dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah pengujian untuk mengukur tahanan tarik bajak tanpa getaran, tahap kedua adalah pengukuran tahanan tarik bajak dengan getaran dengan amplitudo getar 7.3 cm dan tahap ketiga adalah pengujian tahanan tarik bajak dengan getaran dengan amplitudo getar 6.4 cm. Hasil yang diper oleh dari pengujian pada ketiga tahap tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan kalibrasi load cell. Hasil pengujian tahap pertama yakni pengujian tahanan tarik bajak tanpa getaran disajikan pada Tabel 8. Perlakuan pada pengujian tahap pertama ini adalah perlakuan kecepatan. Pada pengujian tahap ini digunakan transmisi L-1 (V1) dan L -2 (V2) sebagai variasi perlakuan. Tabel 8. Hasil pengujian lapang bajak subsoil tanpa getaran Kode
Kecepatan
Kec. Maju
Tahanan tarik
Tahanan Tarik
Perlakuan
Maju (m/s)
Rata-rata (m/s)
(kN)
Rata-rata (kN)
YV1U1
0.47
YV1U2
0.45
YV1U3
0.42
9.19
YV2U1
0.61
10.18
YV2U2
0.51
YV2U3
0.62
8.77 0.45
0.58
8.93
10.45
8.97
10.26
10.15
Hasil pengukuran bajak subsoil yang tidak digetarkan menunjukkan tahanan tarik yang berkisar antara 8.77 - 9.19 kN dengan rata-rata sebesar 8.97 kN pada transmisi traktor L-1. Sedangkan pada transmisi traktor L-2 tahanan tariknya berkisar antara 10.15 - 10.45 kN dengan rata-rata sebesar 10.26 kN. Kecepatan
38
maju traktor pada transmisi L-1 berkisar antara 0.42 - 0.47 m/s dengan kecepatan rata-rata sebesar 0.45 m/s. Sedangkan pada kecepatan maju traktor pada transmisi L-2 berkisar antara 0.51 - 0.62 m/s dengan kecepatan rata-rata 0.58 m/s. Hasil perhitungan lengkap pengujian bajak subsoil tanpa getaran disajikan pada Lampiran 11. Hasil pengujian bajak subsoil yang digetarkan disajikan secara ringkas pada Tabel 9. Seperti yang terlihat pada Tabel 9 tersebut bahwa ada delapan perlakuan yang dilakukan. Dari tabel tersebut terlihat pula adanya penurunan tahanan tarik dibanding dengan hasil pengujian bajak subsoil yang tidak digetarkan. Tahanan tarik rata-rata bajak subsoil yang digetarkan berkisar antara 5.76 - 6.95 kN dengan rata-rata sebesar 6.42 kN. Tahanan tarik terbesar untuk bajak subsoil yang digetarkan terjadi pada perlakuan A2F1V2 yaitu sebesar 6.95 kN dan yang terkecil terjadi pada perlakuan A1F2V1 yaitu sebesar 5.76 kN. Kecepatan maju rata-rata traktor berkisar antara 0.47 - 0.63 m/s dengan ratarata sebesar 0.55 m/s. Pada kecepatan maju minimum tahanan tariknya sebesar 6.28 kN sedangkan pada kecepatan maju maksimum tahanan tariknya sebesar 6.66 kN. Hasil pengujian dan perhitungan secara lengkap untuk bajak subsoil yang digetarkan disajikan pada Lampiran 12.
Gambar 29. Bajak subsoil getar saat beroperasi
39
Tabel 9. Hasil pengujian lapang bajak subsoil digetarkan Kecepatan
Kecepatan
Rasio
getar rata-
maju rata-rata
kecepatan
rata (m/s)
(m/s)
rata-rata
XA1F1V1
3.47
0.48
7.21
6.38
XA1F1V2
3.46
0.60
5.74
6.77
XA1F2V1
5.25
0.49
10.74
5.76
XA1F2V2
5.24
0.61
8.58
6.01
XA2F1V1
3.20
0.50
6.42
6.58
XA2F1V2
3.17
0.62
5.15
6.95
XA2F2V1
4.84
0.47
10.13
6.28
XA2F2V2
4.67
0.63
7.47
6.66
Rata-rata
4.16
0.55
7.68
6.42
Kode perlakuan
Tahanan tarik rata-rata (kN)
Hubungan antara kecepatan maju traktor dengan tahanan tarik bajak subsoil yang tanpa getar maupun yang digetarkan disajikan pada Gambar 30.
12
Tahanan tarik (kN)
10 8 6 4 Tanpa getar Getar
2
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
Kecepatan maju (m/s)
Gambar 30. Grafik hubungan kecepatan maju traktor dengan tahanan tarik
40
Dari grafik pada Gambar 30 terlihat bahwa tahanan tarik bajak subsoil baik yang digetarkan maupun yang tidak digetarkan mengalami peningkatan seiring adanya peningkatan kecepatan maju. Sesuai dengan pernyataan Gill dan Vanden Berg (1968), bahwa bertambahnya kecepatan maju traktor akan meningkatkan kecepatan pembajakan namun juga akan meningkatkan tahanan tarik. Hal ini disebabkan meningkatnya gaya gesek antara tanah dengan bajak. Kepner et al. (1978)
menyatakan
bahwa
peningkatan
kecepatan
maju
traktor
akan
meningkatkan tahanan tarik, hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan percepatan pada tanah yang digerakkan. Peningkatan percepatan tanah dapat meningkatan tahanan tarik karena gaya akselerasi meningkatkan beban normal pada permukaan tanah dengan bajak sehingga gesekan meningkat. Turunnya tahanan tarik sebagai dampak dari penggetaran berdampak juga pada penurunan slip roda. Hasil pengukuran slip roda traksi disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan tahanan tarik dengan slip roda Kode perlakuan
Tahanan tarik (kN)
Slip kiri (%)
Slip kanan (%)
YV1
8.97
12.76
12.57
YV2
10.26
14.03
13.88
XA1F1V1
6.38
10.48
10.26
XA1F1V2
6.77
10.56
10.51
XA1F2V1
5.76
7.189
6.013
XA1F2V2
6.508
6.406
XA2F1V1
6.01 6.58
10.94
10.68
XA2F1V2
6.95
11.24
10.70
XA2F2V1
6.28
7.47
7.131
XA2F2V2
6.66
7.09
7.697
Dari data pada Tabe l 10 terlihat bahwa ada perubahan slip roda dimana slip roda berkurang seiring peningkatan frekuensi getar. Peningkatan frekuensi getar akan menurunkan tahanan tarik sehingga slip roda juga berkurang. Dari Tabel 10
41
juga terlihat bahwa slip kiri selalu lebih besar dari slip kanan, hal ini dikarenakan kondisi roda traksi kiri pada traktor sudah kurang baik sehingga daya cengkramnya menurun.
16
Slip Roda Traksi (%)
14 12
Slip Kiri Tanpa Getar
10 Slip Kanan Tanpa Getar
8 6
Slip Kiri Dengan Getar
4 Slip Kanan Dengan Getar
2 0 0
5
10
15
Tahanan Tarik (kN)
Gambar 31. Grafik hubungan tahanan tarik dengan slip roda traksi Sesuai dengan pernyataan Butson dan MacIntyre (1981) bahwa tahanan tarik bajak getar akan turun hingga lebih dari 50 % bila rasio kecepatan (perbandingan antar kecepatan getar dengan kecepatan maju) lebih besar dari satu. Grafik yang menunjukkan hubungan antara rasio kecepatan dengan tahanan tarik bajak ketika digetarkan disajikan pada Gambar 32. 8
Tahanan Tarik (kN)
7 6 5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
Rasio Kecepatan
Gambar 32. Grafik hubungan rasio kecepatan dengan tahanan tarik
42
Efektifitas penggunaan bajak subsoil getar dipengaruhi oleh kecepatan maju, frekuensi getaran, amplitudo getaran dan kedalaman pengolahan. Untuk keperluan pembandingan tahanan tarik, kedalaman olah diatur agar tetap konstan. Dengan kedalaman olah yang relatif konstan tersebut tahanan tarik bajak subsoil dapat dibandingkan dengan baik. Tahanan tarik rata-rata bajak subsoil tanpa getar dan yang digetarkan dengan amplitudo 7.3 cm dan dengan amplitudo 6.4 cm berturut-turut 9.62 kN, 6.23 kN dan 6.62 kN. Perbandingan tahanan tarik disajikan secara ringkas pada Tabel 11. Hasil perhitungan kecepatan getar disajikan pada lampiran 13. Tabel 11 Perbandingan ta hanan tarik subsoil bergetar dan tidak bergetar Kode
Tahanan tarik
Tahanan tarik
perlakuan
(kN)
rata-rata (kN)
YV1
8.97
YV2
10.26
XA1F1V1
6.38
XA1F1V2
6.77
XA1F2V1
5.76
XA1F2V2
6.01
XA2F1V1
6.58
XA2F1V2
6.95
XA2F2V1
6.28
XA2F2V2
6.66
9.62
6.23
6.62
Dari hasil pada Tabel tersebut menunjukan bahwa penggetaran dapat menurunkan tahanan tarik Penggetaran dengan amplitudo 7.3 cm dapat menurunkan tahanan tarik 35.2%. sedangkan dengan amplitudo 6.4 cm terjadi penurunan tahanan tarik sebesar 31.2%. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa perbahan amplitudo getar tidak memberi pengaruh yang berarti terhadap penurunan tahanan tarik. Komponen peredam tidak mempengaruhi kinerja dari bajak subsoil secara langsung. Pemasangan komponen peredam mampu mengurangi resiko kerusakan
43
pada bagian eksentrik dari bajak subsoil getar. Kerusakan pada bagian eksentrik akibat putaran paksa PTO tidak terjadi lagi. Kendala-kendala yang terjadi selama pengujian adalah seringnya terjadi pasak meleset atau lepas di alurnya sehingga penyaluran putaran dai PTO terhenti. Melesetnya pasak dari alurnya ini disebabkan karena bentuk pasak dan alurnya yang membulat bukan persegi sehingga mengurangi kekuatannya.
44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Tahanan tarik bajak subsoil tanpa penggetaran pada kecepatan traktor rata -rata 0.45 m/s berkisar antara 8.77 – 9.19 kN dengan rata-rata sebesar 8.97 kN. Sedangkan pada kecepatan maju traktor 0.58 m/s tahanan tariknya berkisar antara 10.15 – 10.45 kN dengan rata-rata sebesar 10. 26 kN. 2. Tahanan tarik bajak subsoil yang digetarkan dengan amplitudo 7.3 cm berkisar antara 5.76 – 6.77 kN dengan rata-rata sebesar 6.23 kN. Rasio kecepatan berkisar antara 5.74 - 10.74 dengan rata -rata sebesar 8.07 3. Tahanan tarik bajak subsoil yang digetarkan dengan amplitudo 6.4 cm berkisar antara 6.28 – 6.95 kN dengan rata-rata sebesar 6.62 kN. Rasio kecepatan berkisar antara 5.15 - 10.13 dengan rata -rata sebesar 7.29 4. Penggetaran dengan amplitudo 7.3 cm dapat menurunkan tahanan tarik sebesar 35.2 %. Sedangkan penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm dapat menurunkan tahanan tarik sebesar 31.2 %. 5. Mekanisme penggetaran sayap hanya mampu menurunkan tahanan tarik sekitar 33 % dibandingkan operasi bajak subsoil tanpa penggetaran. 6. Perubahan amplitudo getaran dari 6.4 cm ke 7.3 cm hanya menyebabkan perbedaan tahanan tarik sebesar 5.8 % saja. 7. Pemasangan komponen peredam tidak mempengaruhi kinerja dari bajak subsoil getar, namun komponen tersebut mampu mencegah kerusakan pada bagian eksentrik akibat putaran paksa PTO traktor.
B. Saran 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu jenis tanah saja sehingga masih perlu dilakukan pengamatan terhadap dampak penggetaran pada jenis tanah yang lain. 2. Mekanisme penggetaran sayap sebaiknya diganti dengan mekanisme penggetaran bilah bajak dan dibuatkan peredam getaran pada titik gandeng untuk meredam getaran yang disalurkan ke badan traktor.
45
3. Mekanisme eksentrik pada penggetar sebaiknya diganti dengan mekanisme engkol-peluncur untuk memudahkan pemeliharaan. 4. Perlu dilakukan pengujian tahanan tarik dengan menggunakan dinamometer tiga titik gandeng sehingga pengukuran tahanan tarik bajak dapat dilakukan dengan satu unit traktor saja dan memperoleh hasil yang lebih teliti.
46
DAFTAR PUSTAKA
Al-Janobi,A.A., Al-Suhaibani, S.A. 1998. Draft of Primary Tillage Implements in Sandy Loam Soil. J. Agric. Eng. 14(4):343-348 Al-Jubouri, K.A., P.B. McNulty. 1984. Potato Digging Orbital Vibration. J. Agric. Eng. Res.,29, hal 73-82. Baver , L.D., W.H. Gardner dan W.R. Gardner. 1972. Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc., New York. Biwanto, I. 2004. Rancang BangunBajak Subsoil Getar Tipe Chisel Lengkung Parabolik. Skripsi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Butson M.J. dan D. McIntyre. 1981. Vibrating Soil Cutting (soil tank studies of draft and power requirement). J. Agric. Eng. Res, 26(5):409-418. Darmawan, T. 1990. Pengaruh Getaran dalam Usaha Menurunkan Tahanan Tarik Tanah (Draft) terhadap Subsoiler. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB, Bogor. Gill, W.R. dan G.E. Vanden Berg. 1968. Soil Dynamics in Tillage and Traction. Agricultural Research Service, United State Department of Agriculture, Washington. Gunn, J.T. dan V.N. Tramontini. 1955. Oscillating of tillage implement. J. Agric. Eng. 30(11):725-729. Hunt, D. 1977. Farm Power and Machinery Management. Iowa University Press, Ames, Iowa. Kawamura, N., K. Takakita dan T. Miyapa. 1986. New concept plow to invert furrow slice at the position. Research report on Agric. Mach. Lab. of Farm Machinery, Kyoto University. Kepner,R., Bainer dan E.L. Barger. 1978. Principles of Farm Machinery. Second Edition. The AVI Publishing Company, Inc., Wesport, Connecticut. Kuczewski, J. 1981. Soil parameter for predicting the draught of model plough bodies. J. Agric. Eng. Res. 26:193-201. Dalam : Mulyana. 2001. Uji Performansi Bajak Subsoil Getar dengan Dua Bilah Bajak [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, IP. Liljedahl, J.B., W.M. Carleton, P.K. Turnquist dan D.W. Smith. 1979. Tractors and Their Power Units. Third Edition. John Wiley & Sons Inc., New York.
47
Mulyana. 2001. Uji Performansi Bajak Subsoil Getar dengan Dua Bilah Bajak. Skripsi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Nichols, M.L., C.A. Reaves.1958: Soil reaction to subsoiling equipment. Agricultural Engineering, 39, 340-343. Sakai, K., S.I. Hatta, M. Takai dan S. Nambu. 1992. Design Parameter of Four Shank Vibrating Subsoiler. Trans. of ASAE 36(1):23-26. Shippen, J.M., C.R. Ellin dan C.H. Clover. 1980. Basic Farm Machinery. Third Edition. Pergamon Press Ltd., Headington Hill Hall, England. Smith, H. P. Dan L.H. Wilkes. 1977. Farm Machinery and Equipment. Sixth Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd., New York. Sulastri, S. 2000. Rancang Bangun Meknisme Penggetar untuk Bajak Subsoil Getar dengan Dua Bilah Bajak. Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. IPB, Bogor. Tupper, G.R. 1997. Low Till Parabolic Subsoiler: A New Design for Reduce Soil Surface Disturbance and Power Requirement. Bulletin 858. Miss. Agric. and Forestry Exp. Sta. Miss. State Mississippi. 3p.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Spesifikasi traktor Merk
: Deutz 7260
Negara Pembuat
: Jerman
Tenaga
: 70 hp
Berat
: 2430 kg
Berat Roda Depan
: 930 kg
Berat Roda Belakang
: 1480 kg
Dimensi Traktor Panjang
: 3960 mm
Lebar
: 1940 mm
Tinggi
: 1800 mm
Dimensi Roda Belakang Lebar
: 438 mm
Tinggi
: 378 mm
Diameter
:1490 mm
Lebar Jejak
: 500 mm
50
Lampiran 2. Lahan untuk pengujian lapangan
20 m
5m
33m
20 m 5m
51
Lampiran 3. Data hasil kalibrasi load cell No
Beban (kgf)
Load Cell (µe)
1
0
0
2
20
10
3
40
19
4
60
29
5
80
39
6
100
49
7
120
58
8
141
69
9
163
79
10
184.5
90
12
224.5
110
13
270.5
130
14
314
151
Grafik Kalibrasi Load Cell 400
y = 2.0755x - 0.8138 R2 = 0.9999
350 300 Beban
250 200
Series1
150
Linear (Series1)
100 50 0 -50 0
50
100
150
200
Load Cell
52
Lampiran 4. Cara pengukuran dan perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah 1. Ring sampel (ring + tutup) ditimbang, dicatat dan diberi nomer. 2. Sampel tanah (ring + tutup + contoh tanah) ditimbang dan dicatat hasilnya sesuai nomer urut ring. 3. Contoh tanah dikeringkan dengan cara dipanggang dalam oven yang bersuhu 150 oC. 4. 24 jam kemudian sampel tanah yag telah dikeringkan (ring + tutup + contoh tanah) ditimbang kembali. 5. Kadar air tanah dihitung dengan cara :
KA =
mtb − mtk x100 % mtk
dimana : KA = kadar air (%); mtb = massa tanah basah (g); mtk = massa tanah kering (g). 6. Kerapatan isi tanah dihitung dengan cara : ρ=
mtk Vr
Dimana : ? = Kerapatan isi tanah (g/cm3 ); mtk = massa tanah kering (g), Vr = voleme ring sampel (cm3).
53
Lampiran 5. Cara perhitungan kohesi tanah dan sudut gesekan dalam 1. Permukaan tanah percobaan diratakan terlebih dahulu kemudian gali sampai kedalaman + 10 cm untuk mewakili kedalaman 0-20 cm dan kedalaman 30 cm untuk mewakili kedalaman 20-40 cm. 2. Gelang geser bersirip dipasangkan pada penetrometer. Gelang geser ditekan konstan pada tingkat beban 20 kgf, kemudian lengan torsi dipasang dan diputar hingga terjadi geseran pada tanah. Nilai torsi putar maksimum yang ditunjukkan oleh skala indikataor torsi dicatat. 3. Pengukuran diulangi pada tingkat beban 40 kgf. 4. Tahanan geser untuk tiap tingkat beban dihitung dengan cara : 3Τ τ = 98 × 3 3 2 π r 0 − r1 Dimana :
(
)
t : tahanan geser (kPa); ? : torsi putar (kgf.cm); ro : jari-jari luar gelang geser bersirip (5 cm); r1 : jari-jari dalam gelang geser bersirip (3 cm). Dari data tahanan geser pada dua tingkat beban tersebut dapat dihitung nilai kohesi tanah (C) dan sudut gesekan dalam ( ø) dengan rumus berikut : τ −τ φ = tan −1 2 1 σ 2 − σ1
C = τ 1 − σ 1 tan φ
Dimana : t 1 : tahanan geser pada tingkat beban 20 kgf (kPa); t 2 : tahanan geser pada tingkat beban 40 kgf (kPa); s 1: tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; s 1: tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas pena mpang gelang;
ø : sudut gesekan dalam ; C : Kohesi (kPa)
54
Lampiran 6. Cara perhitungan adhesi dan sudut gesekan tanah-baja 1. Permukaan tanah percobaan diratakan terlebih dahulu kemudian gali sampai kedalaman + 10 cm untuk mewakili kedalaman 0-20 cm dan kedalaman 30 cm untuk mewakili kedalaman 20-40 cm. 2. Gelang gesek dipasangkan pada penetrometer. Gelang geser ditekan konstan pada tingkat beban 20 kgf, kemudian lengan torsi dipasang dan diputar hingga terjadi gesekan pada tanah. Nilai torsi putar maksimum yang ditunjukkan oleh skala indikator torsi dicatat. 3. Pengukuran diulangi pada tingkat beban 40 kgf. 4. Tahanan gesek untuk tiap tingkat beban dihitung dengan cara :
3Τ τ = 98 × 3 3 2π r0 − r1
(
)
Dimana : t : tahanan gesek (kPa); ? : torsi putar (kgf.cm); ro : jari-jari luar gelang gesek (5 cm); r1 : jari-jari dalam gelang gesek (3 cm). Dari data tahanan gesek pada dua tingkat beban tersebut dapat dihitung nilai adhesi tanah-baja (C) dan sudut gesekan tanah-logam (ø) dengan rumus berikut : τ −τ φ = tan −1 2 1 σ 2 − σ1
C = τ 1 − σ 1 tan φ
Dimana : t 1 : tahanan gesek pada tingkat beban 20 kgf (kPa); t 2 : tahanan gesek pada tingkat beban 40 kgf (kPa); s 1: tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas penampang gelang; s 1: tekanan normal-1= (20 kgf + berat penetrometer) dibagi luas pena mpang gelang;
ø : sudut gesekan tanah-logam ; C : adhesi tanah-baja (kPa)
55
Lampiran 7. Konstruksi bajak subsoil getar
6
8
No
Jumlah
Keterangan
1
2
Sepatu bajak
2
2
Bilah bajak
3
2
Sayap getar
4
2
Lengan getar
5
2
Pisau bajak
6
2
Poros eksentrik
7
1
Girboks
8
1
Peredam torsi
7
4
2
1
5 3
Lab. TMBP - IPB
Skala : 1 : 4
Nama : Aldes B.R
Satuan : mm
Nrp
Tgl
Pmrks : Dr Radite PAS
: 12-10- 2005
Peringatan :
: F14101075
Bajak Subsoil Getar
Hal : 1
A4
56
0 – 10
10 – 20
20 – 30
30 – 40
Ulangan
Gaya penetrasi (kgf)
Berat penetrometer (kgf)
Fp (kgf)
Ak (cm2)
Tahanan penetrasi (kgf/ cm2)
1
34
2.04
36.04
2
1765.96
2
36
2.04
38.04
2
1863.96
3
36
2.04
38.04
2
1863.96
4
36
2.04
38.04
2
1863.96
5
38
2.04
40.04
2
1961.96
1
36
2.04
38.04
2
1863.96
2
40
2.04
42.04
2
2059.96
3
40
2.04
42.04
2
2059.96
4
40
2.04
42.04
2
2059.96
5
40
2.04
42.04
2
2059.96
1
36
2.04
38.04
2
1863.96
2
36
2.04
38.04
2
1863.96
3
34
2.04
36.04
2
1765.96
4
44
2.04
46.04
2
2255.96
5
40
2.04
42.04
2
2059.96
1
36
2.04
38.04
2
1863.96
2
26
2.04
28.04
2
1373.96
3
26
2.04
28.04
2
1373.96
4
26
2.04
28.04
2
1373.96
5
24
2.04
26.04
2
1275.96
Tahanan penetrasi rata rata (kgf/ cm2)
1863.96
2020.76
1961.96
1452.36
Lampiran 8. Data hasil perhitungan tahanan penetrasi tanah
Kedalaman (cm)
57
0 – 10
10 – 20
20 – 30
30 – 40
No. Ring
Ring + tanah basah (g)
Ring + tanah kering (g)
Ring kosong (g)
Kadar air (%)
I1 I2 I3 I4 I5 II1 II2 II3 II4 II5 III1 III2 III3 III4 III5 IV1 IV2 IV3 IV4 IV5
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
168.3 172.8 185.1 170.9 179.2 169.5 158.3 168.4 163.4 162.4 164.8 187.4 175.3 168.0 178.4 198.7 197.1 194.5 192.1 182.3
145.0 145.8 153.5 147.2 152.3 144.0 136.2 145.3 138.9 137.8 136.1 152.4 143.6 137.2 148.5 158..5 157.8 155.4 152.4 145.2
65.5 65.7 67.3 67.2 67.9 65.7 66.3 66.2 66.5 65.8 65.7 66.3 66.2 66.5 65.8 66.7 66.0 65.6 66.1 66.0
29.31 33.71 36.66 29.63 31.87 32.57 31.62 29.20 33.84 34.17 40.70 40.65 40.95 43.56 36.15 43.79 43.46 43.54 46.00 46.84
Kadar air rata-rata (%)
32.24
32.28
40.40
44.73
Kerapatan isi tanah (g/cm3) 0.81 0.82 0.88 0.82 0.86 0.80 0.71 0.80 0.74 0.73 0.71 0.87 0.70 0.72 0.84 0.92 0.92 0.898 0.863 0.792
Kerapatan isi tanah rata-rata (g/cm 3)
0.838
0.756
0.768
0.878
Lampiran 9. Data hasil perhitungan kadar air dan kerapatan isi tanah
Kedalaman
Vol. Ring (g)
58
Kohesi (kPa)
Kohesi rata-rata (kPa)
348.0573
0 – 20
20 - 40
489.4108
Sudut gesekan dalam ratarata ( o)
83.333
375.3503
71.892
Adhesi (kPa)
Adhesi rata-rata (kPa)
118.949
237.7229
80.71
79.703
377.293
50.65
257.3885
82.241
87.75478
82.83
357.8025
343.5032
80.714
79.2373
74.757
359.4268
176.465
177.9299
74.72
70.35
78.13
76.85
269.5701
78.7728
Sudut gesekan tanah-baja rata-rata (o)
79.70
216.9268
78.3083
Sudut gesekan tanah-baja (o)
288.5828
415.3 185
Rata-rata
Sudut gesekan dalam ( o)
207.8264
74.24
Lampiran 10. Data hasil perhitungan kohesi dan adhesi
Kedalaman (cm)
59
Kedalaman olah (cm)
YV1U1
40
YV1U2
39
YV1U3
39
YV2U1
38
YV2U2
39
YV2U3
38.5
Kec maju (m/s)
Kec. maju rata-rata (m/s)
38.5
Draft ratarata (kN)
Slip rata-rata (%) Draft (kN)
Kiri
Kanan
10.78
12.26
12.35
12.64
0.42
15.15
12.78
9.19
0.61
13.25
13.87
10.18
15.62
14.91
13.21
12.88
0.47
39.33
Slip (%)
0.45
0.51
0.62
0.45
0.58
Kiri
Kanan
8.77
12.76
14.03
12.57
13.88
8.93
10.45
10.15
8.97
10.26
60
Lampiran 11. Data hasil perhitungan pengujian tahanan tarik bajak subsoil tanpa getar
Kode perlakuan
Kedalaman olah rata-rata (cm)
XA1F1V1U1
38.5
XA1F1V1U2
40
XA1F1V1U3
39.5
3.37
0.50
XA1F2V1U1
39
5.60
0.52
XA1F2V1U2
40.5
XA1F2V1U3
41.5
XA1F1V2U1
38.5
XA1F1V2U2
38.5
Kec. getar (m/s)
Kec. getar rata-rata (m/s)
Kedalaman olah (cm)
3.53 39.33
40.16
3.51
4.84
5.254
0.44
0.47
0.488
0.65
Slip rata-rata (%)
Ki
Ka
Ki
Ka
7.83
6.50
12.5
13.3
10.48
10.26
6.75
11.1
10.9
11.17
4.42
2.91
Rasio kec. ratarata
7.92
10. 23
7.207
10.739
10.83
0.56 3.461
Slip (%)
Rasio kecepatan 6.95
0.483
0.49
3.35 3.50
Kec. maju rata-rata (m/s)
0.51 3.471
5.32
38.67
Kec maju (m/s)
6.03 0.604
5.40
5.738
9.74
8.96
7.41
6.17
13.5
11.4
8.50
9.71
XA1F1V2U3
39
3.53
0.61
5.79
9.69
10.4
XA1F2V2U1
39.5
5.06
0.58
8.70
7.79
7.68
XA1F2V2U2
38.5
4.47
5.32
7.27
6.22
11.8
10.9
9.83
10.3
38.67
5.27
5.242
0.6 3
0.611
8.33
XA1F2V2U3
38
5.39
0.62
8.72
XA2F1V1U1
38.5
3.35
0.49
6.74
XA2F1V1U2
40
XA2F1V1U3
38.5
39
3.16
0.49
6.36
XA2F2V1U1
38.5
5.31
0.47
11.38
XA2F2V1U2
37.5
XA2F2V1U3
39.5
4.37
0.50
8.75
XA2F1V2U1
39.5
3.24
0.61
5.30
38.50
38.16
3.10
4.85
3.0
3.202
4.842
3.174
0.50
0.47
0.479
0.616
6.17
10.27
XA2F1V2U2
35.5
XA2F1V2U3
39.5
XA2F2V2U1
38.5
XA2F2V2U2
38.5
4.71
0.61
7.80
XA2F2V2U3
38
4.66
0.64
7.30
3.19
0.59
0.498
0.65
4.64
0.63 4.669
38.33
5.21
8.582
6.422
10.132
5.150
4.94 0.625
7.31 7.471
11.1
10.7
9.64
9.71 8.86
4.37
2.81
11.8
11.1 11.4
11.3
9.57
6.93
7.72
7.55 6.79
10.2 5.13
6.50
6.379
6.42 5.43 7.189
6.013
6.12
5.765
5.74 6.60 10.56
10.51
6.82
6.774
6.90 6.27 6.508
6.406
5.81
6.006
5.94 6.68 10.94
10.68
6.49
6.576
6.55 6.41 7.131
6.35
6.276
6.07 6.99 11.24
10.5
Draft ratarata (kN)
6.21
7.47 8.40
Draft (kN)
10.70
7.25
6.949
6.60 7.09
7.697
6.66 6.70 6.62
6.658
61
Lampiran 12. Data hasil perhitungan pengujian tahanan tarik bajak subsoil digetarkan
Kedalaman olah rata-rata (cm)
Kode perlakuan
Lampiran 13. Hasil perhitungan kecepatan getar
Kode Perlakuan XA1F1V1U1 XA1F1V1U2 XA1F1V1U3
Kecepatan Getar RataRata (m/det)
Kecepatan Maju (m/det)
Kecepatan Maju RataRata (m/det)
Putaran PTO (rpm)
Kecepatan Getar (m/det)
461.67
3.53
459.33
3.51
0.50
6.75
0.52
11.17
0.51 3.471
0.44
Rasio Kecepatan 6.95
0.483
7.92
441.67
3.37
XA1F2V1U1
733.33
5.60
XA1F2V1U2
633.37
4.84
696.33
5.32
0.49
10.83
438.12
3.35
0.56
6.03
XA1F2V1U3 XA1F1V2U1 XA1F1V2U2
5.254
3.50
462.33
3.53
0.61
XA1F2V2U1
661.67
5.06
0.58
690.33
5.27
706.33
5.39
0.62
8.72
499.33
3.35
0.49
6.74
463.33
3.10
471.33
3.16
0.49
6.36
792
5.31
0.47
11.38
724.33
4.85
XA2F1V1U1 XA2F1V1U2 XA2F1V1U3 XA2F2V1U1 XA2F2V1U2 XA2F2V1U3 XA2F1V2U1 XA2F1V2U2 XA2F1V2U3 XA2F2V2U1 XA2F2V2U2 XA2F2V2U3
652
4.37
483.33
3.24
461.33
3.0
476.67
3.19
692.67
4.64
702.67
4.71
695.67
4.66
5.242
3.202
4.842
0.63
0.50
0.47
0.604
10.23
458.67
XA1F2V2U3
0.65
0.488
XA1F1V2U3 XA1F2V2U2
3.461
0.47
0.498
0.479
0.64
8.33
6.17
10.27
8.582
6.422
10.132
5.30 0.616
5.21
5.150
4.94
0.63 0.61
5.738
8.75
0.65
4.669
10.739
8.70 0.611
0.61 0.59
5.40
7.207
5.79
0.50
3.174
Rasio Kecepatan Rata-Rata
7.31 0.625
7.80
7.471
7.30
62
Lampiran 14. Data teknis pegas peredan torsi Data teknis
Jenis pegas A
B
C
D
Diameter luar (mm)
22
23.5
25
30
Diameter kawat (mm)
2
2
2
5
Panjang awal (mm)
42.5
4.5
4.85
4.55
Jumlah lilitan (buah)
8
8
8
7
Keterangan : A : Pegas klep Mazda 323 Astina B : Pegas klep Suzuki Carry Futura C : Pegas klep Toyota Kijang D : Pegas klep Isuzu Panther
63
Lampiran 15. Gambar mekanisme peredam torsi
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75