BAB I PENGUJIAN TARIK I.
Tujuan Untuk mengetahui respon mekanik bahan terhadap pembebanan tarik satu
arah (uniaksial).
II.
Dasar Teori Sampel atau benda uji ditarik dengan beban continue sambil diukur
pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik teganganregangan.
:
Gambar(1): Kurva teganga n-regangan dari sebuah benda uji. Beberapa sifat mekanik yang diharapkan didapat dari pengujian tarik ini adalah: LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 1
a. Batas proporsional (Proportionality limit) Merupakan daerah batas dimana tegangan (stress) dan regangan (strain) mempunyai
hubungan
peambahan
tegangan
proportionalitas akan
diikuti
satu
dengan
dengan
yang
penambahan
lainnya.
Setiap
regangan
secara
proporsional dalam hubungan linier σ = E ε (bandingkan dengan hubungan y = mx ; dimana y mewakili
tegangan ; x mewakili regangan dan m mewakili slope
kemiringan dari modulus kekakuan). b. Elastisitas dan Plastisitas Logam Bila logam dipengaruhi oleh suatu gaya, akan berubah bentuknya, yang berarti logam telah mengalami suatu deformasi. Bila gaya yang bekerja pada logam tersebut dihilangkan, ada logam yang kembali ke bentuk atau dimensi semula (recoverable), yang disebut dengan deformasi elastic. Ada juga logam yang tidak kembali ke bentuk atau dimensi semula (irrecoverable), dapat dikatakan logam telah mengalami deformasi plastis. c. Batas elastic (Elastic limit) Daerah elastic adalah daerah dimana bahan akan kembali kepanjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsional merupakan daerah elastic ini. Selanjutnya bila bahan terus diberi tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastic akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastic merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan aan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik
memiliki
batas
elastic
yang
hampir
berimpitan
dengan
batas
proporsionalitasnya.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 2
Gambar(2). Deformasi elastic dan deformasi plastic d. Titik luluh dan kekuatan luluh (yield strength) Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi
tanpa
adanya
penambahan
beban.
Tegangan
(stress)
yang
mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Gejala luluh umumnya hanya ditunjukan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hydrogen, oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atomatom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper point) Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan lulu material seperti ini maka digunakan suatu metode yang disebut metode offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan
sebagai
tegangan
dimana
bahan
memperlihatkan
batas
penympangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar dibawah ini, garis offset ditarik parallel dengan garis yang berwarna merah muda dan perpotongan antara garis tersebut menunjukkan kekuatan luluh. Umumnya garis offset εp diambil 0,1 sampai 0,2% dari regangan totol dimulai dari titik O.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 3
Gambar(3). Kurva tegangan-regangan dari sebuah benda uji terbuat dari bahan getas Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan sebuah gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan structural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dpakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti rolling, drawling, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang: •
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan structural (in service)
•
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
a. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Sterngth)
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 4
Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum εuts ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luas penampang awal Ao. Pada bahan ulet tegangan masksimum ditunjukkan oleh titik M dan selanjutnya bahan akan terdeformasi hingga titik perpatahan. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus perpatahan ada disatu titik yang sama. Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan masksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak bole dilewati. b. Kekuatan Putus (Breaking strength) Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaks) dengan luas Ao. untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil dari pada kekuatan masimumnya sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 5
Gambar(4). Proses penciutan (necking) pada benda uji c. Keuletan (Ductility) Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan atau keuletan bahan juga dapat dinyatakan sebagai energy yang diadsorb oleh bahan tersebut sampai pada titik patah, yaitu merupakan luas bidang di bawah kurva tegangan-regangan. Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching, drawing, hamering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu: •
Persentase perpanjangan (elongation) Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya. Elongasi, ε (%) = | |x 100 % Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari benda uji.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 6
•
Persentase pengurangan/reduksi penampang. Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.Reduksi penampangnya, R (%) = | | x 100% Dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal.
Gambar(5). Grafik tegangan dan regangan yang menunjukkan benda brittle dan ductile a. Modulus Elastisitas (E) Modulus elastisistas atau modulus young merupakan ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini, makamsemakin kecil regangan elastic yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan, modulus kekakuan dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastic yang linier, diberikan oleh: LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 7
E = atau E = tan α Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastic kurva teganganregangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energy ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 8
Gambar(6). Kurva stress vs strain dengan titik-titik dan daerah dari suatu sifat
III.Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan melakukan pengujian tarik. Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai kekuatan tarik, kekuatan luluh, kekuatan putus, Ultimate Tensile Strength (UTS), dan keuletan (elongasi) dari benda yang di uji.
III.1 Alat dan Bahan 1) Benda Uji (Fe dan Al) 2) Alat ukur (micrometer skrup) 3) Mesin uji tarik 4) Dan bahan lainnya Laporan Akhir Praktikum Material Teknik/Ali Abdurrahman S/2010 LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 9
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FT-UI 9 III.2 Flowchart Proses Mulai PemilUjAnalisa Data & GrafikSelesai IV. Data dan Pembahasan IV.1 Tabel Data A. Baja (Fe)
P (kg)
dL (mm)
Regang an
Tegangan
Regangan sesungguhnya
Tegangan sesungguhnya
2700 2800 2875 2900 2900 2900 2950 2950 3050 3100 3150 3200 3250 3300 3325 3350 3350 3400 3400 3425 3450 3475 3500 3500 3525 3550 3550
0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4 4.25 4.5 4.75 5 5.25 5.5 5.75 6 6.25 6.5 6.75
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05 0.055 0.06 0.065 0.07 0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 0.115 0.12 0.125 0.13 0.135
416.3907 431.8125 443.3789 447.2344 447.2344 447.2344 454.9453 454.9453 470.3672 478.0782 485.7891 493.5 501.211 508.9219 512.7774 516.6329 516.6329 524.3438 524.3438 528.1993 532.0547 535.9102 539.7657 539.7657 543.6211 547.4766 547.4766
0.004987542 0.009950331 0.014888612 0.019802627 0.024692613 0.029558802 0.034401427 0.039220713 0.044016885 0.048790164 0.053540767 0.058268908 0.062974799 0.067658648 0.072320662 0.076961041 0.081579987 0.086177696 0.090754363 0.09531018 0.099845335 0.104360015 0.108854405 0.113328685 0.117783036 0.122217633 0.126632651
418.4726115 436.1306597 450.0296257 456.1790988 458.4152709 460.651443 470.868436 473.1431627 491.5337501 501.9820712 512.5075018 523.1100417 533.789691 544.5464496 551.2356884 557.963482 560.5466462 571.534733 574.156452 581.0191869 587.9204765 594.8603208 601.8387198 604.5375482 611.5737792 618.6485649 621.3859479
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 10
3575 3575 3575 3600 3600 3625 3625 3625 3650 3650 3650 3650 3650 3650 3650 3650 3650 3625 3600 3550 3500 3450 3400 3350 3325 3250 3150
7 7.25 7.5 7.75 8 8.25 8.5 8.75 9 9.25 9.5 9.75 10 10.25 10.5 10.75 11 11.25 11.5 11.75 12 12.25 12.5 12.75 13 13.25 13.5
0.14 0.145 0.15 0.155 0.16 0.165 0.17 0.175 0.18 0.185 0.19 0.195 0.2 0.205 0.21 0.215 0.22 0.225 0.23 0.235 0.24 0.245 0.25 0.255 0.26 0.265 0.27
551.3321 551.3321 551.3321 555.1875 555.1875 559.043 559.043 559.043 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 562.8985 559.043 555.1875 547.4766 539.7657 532.0547 524.3438 516.6329 512.7774 501.211 485.7891
0.131028262 0.135404637 0.139761942 0.144100344 0.148420005 0.152721087 0.157003749 0.161268148 0.165514438 0.169742775 0.173953307 0.178146185 0.182321557 0.186479567 0.19062036 0.194744077 0.198850859 0.202940844 0.207014169 0.21107097 0.21511138 0.21913553 0.223143551 0.227135573 0.231111721 0.235072122 0.2390169
628.5185657 631.2752261 634.0318865 641.2416136 644.0175513 651.2851105 654.0803255 656.8755406 664.2202092 667.0347016 669.849194 672.6636864 675.4781788 678.2926712 681.1071636 683.9216561 686.7361485 684.8276913 682.8806794 676.1336086 669.3094283 662.4081387 655.4297397 648.3742313 646.0995046 634.0318865 616.9521585
B. Alumunium (Al)
P (kg)
dL (mm)
Regang an
Tegangan
Regangan sesungguhnya
Tegangan sesungguhnya
1450 1700 2000 2150 2175 2200 2250
0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035
143.04527 167.70825 197.30382 212.10161 214.56791 217.03421 221.9668
0.0049875 0.0099503 0.0148886 0.0198026 0.0246926 0.0295588 0.0344014
143.760498 169.385332 200.26338 216.343642 219.932105 223.545231 229.735639
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 11
2275 2300 2325 2340 2360 2370 2375 2390 2400 2400 2400 2375 2350 2325 2300 2250 2200 2150 2100 2025
2 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4 4.25 4.5 4.75 5 5.25 5.5 5.75 6 6.25 6.5 6.75
0.04 0.045 0.05 0.055 0.06 0.065 0.07 0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 0.115 0.12 0.125 0.13 0.135
224.4331 226.8994 229.36569 230.84547 232.81851 233.80503 234.29829 235.77807 236.76459 236.76459 236.76459 234.29829 231.83199 229.36569 226.8994 221.9668 217.03421 212.10161 207.16901 199.77012
0.0392207 0.0440169 0.0487902 0.0535408 0.0582689 0.0629748 0.0676586 0.0723207 0.076961 0.08158 0.0861777 0.0907544 0.0953102 0.0998453 0.10436 0.1088544 0.1133287 0.117783 0.1222176 0.1266327
233.410423 237.109869 240.833979 243.541974 246.787622 249.002357 250.69917 253.461424 255.705755 256.889577 258.0734 256.556627 255.015191 253.449092 251.85833 247.492983 243.07831 238.614311 234.100986 226.739087
C. Tembaga (Cu)
P (kg)
dL (mm)
Regangan
1500 1650 1700 1725 1740 1750 1775 1780 1790 1800 1810 1825 1840 1850 1850 1850
0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05 0.055 0.06 0.065 0.07 0.075 0.08
Tegangan
Regangan sesungguhn ya
Tegangan sesungguhny a
187.3758 206.1134 212.3592 215.4822 217.3559 218.6051 221.7280 222.3526 223.6018 224.8510 226.1001 227.9739 229.8476 231.0968 231.0968 231.0968
0.0050 0.0100 0.0149 0.0198 0.0247 0.0296 0.0344 0.0392 0.0440 0.0488 0.0535 0.0583 0.0630 0.0677 0.0723 0.0770
188.3127 208.1745 215.5446 219.7918 222.7898 225.1632 229.4885 231.2467 233.6639 236.0935 238.5356 241.6523 244.7877 247.2736 248.4291 249.5846
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 12
1860 1870 1871 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1875 1870 1865 1860 1855 1850 1840 1830 1820 1810 1800 1775 1750 1725 1700 1675 1650 1600 1550 1500
4.25 4.5 4.75 5 5.25 5.5 5.75 6 6.25 6.5 6.75 7 7.25 7.5 7.75 8 8.25 8.5 8.75 9 9.25 9.5 9.75 10 10.25 10.5 10.75 11 11.25 11.5 11.75 12 12.25 12.5 12.75 13 13.25 13.5 13.75
0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 0.115 0.12 0.125 0.13 0.135 0.14 0.145 0.15 0.155 0.16 0.165 0.17 0.175 0.18 0.185 0.19 0.195 0.2 0.205 0.21 0.215 0.22 0.225 0.23 0.235 0.24 0.245 0.25 0.255 0.26 0.265 0.27 0.275
232.3460 233.5952 233.7201 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 234.2197 233.5952 232.9706 232.3460 231.7214 231.0968 229.8476 228.5985 227.3493 226.1001 224.8510 221.7280 218.6051 215.4822 212.3592 209.2363 206.1134 199.8675 193.6217 187.3758
0.0816 0.0862 0.0908 0.0953 0.0998 0.1044 0.1089 0.1133 0.1178 0.1222 0.1266 0.1310 0.1354 0.1398 0.1441 0.1484 0.1527 0.1570 0.1613 0.1655 0.1697 0.1740 0.1781 0.1823 0.1865 0.1906 0.1947 0.1989 0.2029 0.2070 0.2111 0.2151 0.2191 0.2231 0.2271 0.2311 0.2351 0.2390 0.2429
252.0954 254.6187 255.9235 257.6417 258.8128 259.9839 261.1550 262.3261 263.4972 264.6683 265.8394 267.0105 268.1816 269.3527 270.5238 271.6949 272.8660 274.0371 275.2082 276.3793 276.8103 277.2350 277.6535 278.0657 278.4717 278.1156 277.7471 277.3661 276.9727 276.5667 273.8341 271.0703 268.2753 265.4490 262.5916 259.7029 252.8324 245.8995 238.9041
IV.2 Contoh Perhitungan A.Baja (Fe) LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 13
Ao : 58,63 mm2 Af : 26,797 mm2 Lo : 50 mm Lf : 61,74 mm UTS : 534,667 kg/mm2 % elongasi (sampel) : ( Lf - Lo)/ Lo x 100% : 33,5 % % reduksi : (Ao – Af )/Ao x 100% : 54,31 % Modulus elastisitas : Δσ / Δε : 80200.14574 mPa B. Alumunium (Al) Ao : 103,91 mm2 Af : 47,31 mm2 Lo : 50 mm Lf : 61,8 mm UTS : 237,665 kg/mm2 % elongasi (sampel) : ( Lf - Lo)/ Lo x 100% : 23,6 % % reduksi : (Ao – Af )/Ao x 100% : 54,46 % Modulus Elastisitas : Δ σ/ Δε : 69413.45 Mp IV.3 Grafik A. Grafik Stress VS Strain
B. Grafik P Vs dL C. Grafik True stress Vs True strain
V. Pembahasan LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 14
V.1 Prinsip Pengujian Pengujian ini menghasilkan angka-angka dan ciri-ciri bahan terpenting pada kekuatan, keregangan dan kekenyalan. Dari bahan yang di uji dibuat sebuah batang coba (benda uji) dengan ukuran yang di standarisasikan, ditekan pada sebuah mesin uji tarik kemudian dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai bahan uji putus. Selama percobaan/pengujian beban dan regangan batang coba diukur terus menerus. Kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar diagram. Skala tegak menunjukkan teggangan tarik dalam mm dan 2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan) yang bersangkutan dalam prosentase terhadap panjang awal. Gambar Proses Uji Tarik
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 15
Gambar Alat uji tarik
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 16
Jika beban dinaikkan melampaui batas-batas kekenyalan (batas elastisitas), maka regangan membesar relatif lebih pesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas, semakin ulet bahan tersebut. Tegangan dalam pengujian ini dinamakan batas rentang atau batas leleh. Hal ini merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disini bahan uji untuk pertama kalinya mengalami kelonggaran menetap pada strukturnya yang dapat dikenal melalui
munculnya
wujud-wujud
leleh
pada
permukaan
batang
uji.
Pada
pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang uji. Batang uji telah mencapai pembebanan tertinggi, dan batang uji kini menyusut pada kedudukan yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Hal ini dapat lagi menahan beban tertinggi dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai batang uji putus pada batas perengutan (titik z). Sampel LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 17
atau benda uji tarik dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik mesin tarik Shimidzu dengan beban kontinu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang diberikan selanjutnya ditampilkan dalam bentuk grafik teganganregangan, seperti ditunjukkan oleh gambar. Beberapa sifat mekanik yang diharapkan dari pengujian tarik ini adalah: a. Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit) Merupakan daerah batas dimana tegangan (stress) dan regangan (strain) mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier. Bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). b. Batas Elastis (Elastic Limit) Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya, sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan
terjadinya
deformasi
permanen
(plastis)
pertama
kalinya.
Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir berhimpitan dengan batas proporsionalitasnya. c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength) Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi
tanpa
adanya
penambahan
beban
tegangan
(stress)
yang
mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logamlogam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk intertitial solid solution dari atom-atom karbon, boron, hydrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).Baja LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 18
berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai metode offset. Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau puntiran. Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang: •
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service).
•
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).
d. Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength) Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum
terjadinya
perpatahan
(fracture).
Nilai
kekuatan
tarik
maksimum
ditentukan dari beban maksimum Fmaks dibagi luaspenampang awal A0. Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M dan selanjutnya bahan akan terus terdeformasi hingga titik B (fracture). Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan. Dalam kaitannya dengan penggunaan struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati. Dalam pengujian didapatkan bahwa : UTS untuk tiap-tiap bahan yang diuji : Fe = 534.6676 Mpa Al = 237.6656 Mpa e. Kekuatan Putus (Breaking Strength) Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (F.breaks) dengan luas penampang awal A0. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 19
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya. Dalam pengujian didapatkan : Kekuatan putus untuk tiap-tiap bahan yang diuji Al = 237.6656 MPa
f. Keuletan (Ductility) Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan atau keuletan bahan juga dapat dinyatakan sebagai energy yang diadsorb oleh bahan tersebut sampai pada titik patah, yaitu merupakan luas bidang di bawah kurva tegangan-regangan. Pengujian tarik dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu: •
Persentase perpanjangan (elongation,) diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya. Elongasi, ε (%) = | |x 100 % Dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo adalah panjang awal dari benda uji.
•
Persentase pengurangan/reduksi penampang, diukur sebagai pengurangan luas
penampang
(cross-section)
setelah
perpatahan
terhadap
luas
penampang awalnya. Reduksi penampangnya, R (%) = | | x 100% Dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal. Dalam pengujian didapatkan : •
Elongasi untuk masing-masing bahan : ➢ Fe = 33,5 % ➢ Al = 23,6% ➢ Cu=25,4%
•
ersentase reduksi penampang : ➢ Fe = 54,31% ➢ Al = 54,46% ➢ Cu=53,49%
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 20
g. Modulus Elastisitas ( E ) Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan, modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis linier, diberikan oleh : E = atau E = tan α Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva teganganregangan. Modulus elastis suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atomatom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Dalam pengujian ini didapatkan: Modulus Elastisitas untuk masing-masing bahan Fe = 80200.14574 ; Literatur1 Fe = 82680 Al = 69413.45 ; Literatur Al = 68950 Kesalahan literature Fe : 2.9% Kesalahan literature Al : 0.676% Keselahan literature Cu : 1.35% a. Ultimate Tensile Strength UTS (kekuatan tarik maksimum) sudah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan struktur pada kekuatan tarik meskipun dikurangi dengan safety factor yang sesuai. Dari nilai UTS kita bisa mengetahui sifat kekerasan, meskipun nilai UTS bukan satu-satunya indicator untuk mengidentifikasikan sifat tersebut. Kita mengetahui UTS merupakan tegangan maksimum yang dapat dilakukan oleh material sebelum terjadinya fracture sehingga jika makin besar nilai UTS suatu material maka makin besar beban yang diperlukan untuk mendeformasi plastis suatu material hingga terjadi fracture. Hubungannya dengan kekerasan adalah kekerasan
berkaitan
dengan
kekuatan
tarik
logam
karena
selama
selama
penjejakan logam pada hardness testing material mengalami deformasi plastis LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 21
sehinggaterjadi regangan dengan persentase tertentu. . Dari data diperoleh nilai UTS Baja > Alumunium., sehingga kami mengambil kesimpulan bahwa nilai kekerasan Baja > Tembaga > Alumunium. UTS besi : pengujian = 534.6676 MPa ; literatur2 = 380 MPa UTS alumunium : pengujian = 237.6656 MPa ; literatur = 200 Mpa i. Ductility Persentase reduksi dan persentase elongasi merupakan salh satu ukuran keuletan suatu bahan. Jika makin besar %reduksi dan % elongasi maka daerah regangannya semakin besar sehingga duktlititasnya juga makin meningkat ( lihat grafik diatas ). Elongasi Fe : pengujian =33,5 %; literatur3 = 25 % Elongasi alumunium : pengujian =23,6%; literatur = 40 % Kesalahan literature baja : 34% Kesalahan literature Al = 41% b. Modulus Elastisitas Modulus Elastisitas merupakan ukuran kekakuan suatu material. Makin besar modulus, makin kecil regangan yang dihasilkan yang dihasilkan akibat pemberian tegangan sehingga duktilitasnya pun semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat dari kurva stress- strain untuk material Brittle Vs material ductile. Dari grafik britel dan ductile terlihat bahwa daerah regangan material ductile lebih besar daripada daerah regangan material brittle. Dari data yang kami peroleh dari percobaan diperoleh bahwa Modulus Elastisitas Baja > Aluminium, sehingga dari analisis diatas, kami mengambil kesimpulan bahwa Keuletan Baja < Alumunium. V.2 Analisa Grafik V.2.1 Analisa Grafik stress vs strain & true stress dan true strain Grafik stress vs strain dan true strain vs true stress memiliki kesamaan dalam hal bentuk secara kasat mata, namun nilainya memiliki simpangan yang berbeda. Analisa grafik ini sangat efektif untuk menuntukan sifat umum dari suatu bahan. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 22
Pada grafik terlihat bahwa garis fungsi pada bahan Fe lebih tinggi dari pada aluminium. Jika dilihat panjangnya garis tersebut maka Fe mempunyai garis yang lebih panjang, ini membuktikan bahwa bahan Fe ini dapat menyerap energy lebih banyak dari pada logam aluinium. Dari modulus slope, bahan Fe memiliki nilai yang lebih tinggi ini membuktikan bahwa modulus elastic besi lebih tinggi dari aluminium sehingga regangan elastic pada Fe lebih kecil atau bisa dikatakan Fe lebih kaku daripada
aluminium.
Modulus
slope
didapat
dari
persamaan
Hooke
yang
membandingkan antara stress dan strain pada keadaan proporsional. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Fe bukan merupakan bahan yang britel, karena titik putus dan Ultimate Tensile Strengthnya tidak berada pada satu titik. Ini mungkin disebabkan karena bahan Fe yang digunakan sudah tercampur dengan bahan lain seperti carbon dengan suatu komposisi tertentu. Kubah yang terjadi pada garis Aluminium merupakan kesalahan yang terjadi pada saat penarikan. Pada saat penarikan terjadi slip yang menyebabkan tegangan tarik sempat turun sementara, hal tersebut juga mempengaruhi pembentukan grafik dan nilai-nilai yang sebenarnya. Dari grafik tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis lurus, ini berarti bahwa besamya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut berbanding lurus dengan besamya tegangan yang bekerja (Hukum Hook)4. Hal ini berlaku hingga titik proporsional, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit. Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-mula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P (proportionality limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sarna akan menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. dikatakan batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban akan naik lagiuntuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagiproportional). Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu maksimum, dan untuk logam Fe dan Aluminium sesudah itu beban mesin tarik akan menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung ) sampai akhirnya batang uji putus. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 23
Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang setempat ( local necking ), dan pertambahan panjang akan terjadi27 hanya sekitar necking tersebut. Peristiwa ini seperti hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam -logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban maksimum. V.2.2 Analisa Grafik P – ΔL Grafik beban-pertambahan panjang (grafik P - ΔL). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena hanya menggambarkan kemampuan batang uji (bukan kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya. Kemampuan besi menerima gaya lebih besar dari pada Aluminium tetapi dengan gaya yang besar Besi hanya mampu ditarik dengan nilai dibawah aluminium. Ini membuktikan bahwa besi lebih bersifat kaku daripada aluminium. V.3 Analisa Hasil Perpatahan Ada dua jenis perpatahan: perpatahan ulet (ductile fracture) dan perpatahan rapuh (brittle fracture). Perbedaan utamanya adalah perpatahan ulet terjadi diiringi dengan deformasi plastis, sedangkan perpatahan rapuh tidak. Berikut gambar yang memperlihatkan mekanisme perpatahan ulet. 5 Eko Sudarsono.Praktikum Ilmu logam.Teknik Mesin Universitas Balikpapan
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 24
Tahapan diatas adalah : a) Necking Necking adalah suatu proses penurunan secara local diameter bahan yang dinamakan penyempitan. Hal ini terjadi karena kenaikan kekuatan yang disebabkan oleh pengerasan regangan yang akan berkurang, untuk mengimbanginya penurunan permukaan penampang melintang. Pembentukan penyempitan menimbulkan keadaan tegangan triaksial pada daerah yang bersangkutan. b) Cavity formation Cavity formation adalah terbentuknya rongga-rongga kecil pada daerah necking akibat komponen hidrostatik terjadi disekitar sumbu benda uji pada pusat daerah necking. c) Cavity coalascene to form a crack Cavity coalascene to from a crack adalah terbentuknya retakan pusat akibat peregangaan yang berlangsung terus. d) Crack propagation Crack propagation adalah berkembang retakan pada arah tegak lurus sumbu benda uji, hingga mencapai permukaan benda uji tersebut. Kemudian merambat disekitar bidang geser-geser local, kira-kira berarah 45° terhadap sumbu “ kerucut “ patahan yang terbentuk. e) Fracture LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 25
Fracture adalah terjadi perpatahan campuran akibat peregangan terus menerus. Semua benda yang diuji mengalami perpatahanan ulet (ductile). Identifikasi yang lain adalah pada bekas patahan permukaannya mempunyai serat yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan ini disebut juga perpatahan berserat (fibrous fracture). Perpatahan ini melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan logam yang ulet (ductile). Pada kedua benda uji, saat penarikan terjadi proses necking, dan terlihat bahwa kedua bahan tersebut bersifat ductile karena terjadi necking. Tetapi jika dilihat hasil perpatahannya
maka
akan
terlihat
bahwa
aluminium
memiliki
perpatahan
campuran sedangkan Fe memiliki perpatahan beserat. Ini membuktikan bahwa Fe dan aluminium pada bahan uji ini merupakan logam yang ductile. VI. Kesimpulan Dari
tujuan
awal
yang
ingin
mengetahui
respon
mekanik
terhadap
pembebanan tarik satu arah maka diperoleh hasil dari material uji yaitu: Fe dan Aluminium dimana diperoleh hasil bahwa bahan Fe yang diteliti memiliki sifat yang kuat dan ductile, hal ini dilihat dari cepatnya Baja patah ketika sudah mencapai Ultimate Strength yang memang sangat besar tetapi memiliki daerah kurva yang panjang
sebelum
mendapatkan
beban
maksimum
(UTS),
sedangkan
untuk
Alumunium adalah termasuk ulet, dilihat dari peristiwa necking dengan pemuluran yang cukup panjang setelah mencapai UTS dan sebelum patah. Dari kedua bahan itu bisa diurutkan bahan yang paling keras ke yang paling ulet adalah baja lalu alumunium. Fe dapat dikatakan lebih kaku dari pada Aluminium karena memiliki nilai modulus elastik yang lebih tinggi. Dari grafik yang diperoleh didapatkan pula bahwa Fe yang digunakan bukan merupakan Fe yang britel melainkan yang ductile karena telah tercampur dengan material-material yang lainnya. Jenis Perpatahan yang terjadi pada material Fe adalah berserat dan pada aluminium adalah campuran.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 26
BAB II PENGUJIAN IMPAK I.
Tujuan Untuk mengetahui respon atau ketahanan bahan terhadap pembebanan
yang datang secara tiba-tiba (kejut). II.
Dasar Teori Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahan bahan
terhadap beban kejut. Pengujian ini merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan seperti pada pembebanan tarik. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 27
Gambar. Skematik pengujian impak dengan benda uji Charpy Pada pengujian impak ini banyaknya energy yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada pengujian impak, energy yang diserap oleh benda uji LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 28
biasanya dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan dapat diuji dengan metode Chrapy diberikan oleh: HI=E/A Dimana E adalah energy yang diserap dalam satuan joule dan A luas penampang dibawah takik dalam satuan mm2. Secara umum benda uji impak dikelompokkan dalam dua golongan sampel standart yaitu: batang uji Chrapy, banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang lazim digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Chrapy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar ( 10x10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jarijari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji izod mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 29
Gambar. Skematik pembebanan impak benda uji charpy dan izod Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Chrapy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang tejadi. Secara umum perpatahan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu: 1) Perpatahan berserat (Fibrous fracture) Perpatahan
berserat
adalah
perpatahan
yang
melibatkan
mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditadai dengan permukaan perpatahan berserat yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. 2) Perpatahan granular/kristalin Perpatahan granular adalah perpatahan yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan perpatahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat). 3) Perpatahan campuran Perpatahan campuran adalah perpatahan yang merupakan kombinasi dua jenis perpatahan yaitu perpatahan granular dan berserat. Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji, pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada temperature tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka semakin tangguh bahan tersebut. Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah mikroskop stereoscan. Informasi lain yang dapat diasilka oleh pengujian impak adalah temperature transisi. Temperatur transisi adalah temperature yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 30
suatu bahan bila diuji pada temperature yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperature yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa benda akan bersifat ulet (ductile) pada temperature tinggi sedangkan pada temperature renda material akan bersifat rapuh. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom pada temperature yang berbeda dimana pada temperature kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikkan (ingatlah bahwa energy panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibuthkan energy yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah nol drajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperature transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didesain utuk aplikasi yang melibatkan rentang temperature yang besar, dari temperature di bawah nol derajat celcius hingga temperature tinggi di atas 100 derajat celcius misalnya. Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur Kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperature sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-loga BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperature dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jarigan pipa, dan sebagainya bersifat rapuh pada temperature rendah. III.Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan melakukan pengujian impak. Dari pengujian impak akan didapat respon atau ketahanan dari bahan terhadap pembebanan yang tiba-tiba. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 31
III.1 Alat dan Bahan •
Benda Uji
•
Alat ukur
•
Alat uji impak
•
Dan bahan lainnya
III.2 Flowchart Proses
Selesai
IV Data dan Pembahasan IV.1 Tabel Data A
T
E
Bahan
ST 42
HI Joule/mm
mm2
°C
Joule
2
86.5
47
124
1.43
Sketsa Patahan
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 32
83.16
-4
4
0.05
76,725
27
101
1.32
37
IV.2 Contoh Perhitungan •
Menghitung luas penampang dibawah takik a `
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 33
b a = tinggi section dibawah takik b = lebar sampel Untuk batang baja dengan suhu -4oC A = a X b = 8,4 X 9,9 = 83,16 mm2 •
Menghitung Harga Impak (HI) :
Untuk batang baja dengan suhu -4 C HI = E / A = 4 /83,16 = 0.0481 Joule/mm2 IV.3. Grafik HI vs Temperatur
V.Pembahasan V.1 Prinsip Pengujian Terdapatnya cacat pada permukaan bahan (takikan) sangat memperkecil kekuatan bahan dan dapat mengakibatkan patah karena kelebihan beban. Melalui percobaan pukul takik, akan ditentukan keuletan takik suatu bahan, yaitu kemampuan menahan beban mirip pukulan pada kedudukan yang diperlemah (dibuat takikan) pada daerah tertentu.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 34
39 Gambar.proses uji impak Sebuah batang uji yang diberi takikan dan distandarisasikan, ditumpu bebas pada kedua ujungnya dan dipukul dengan sebuah martil bandul yang dijatuhkan oleh mesin uji pukul takik dari ketinggian tertentu H menuju kedudukan takikan pada bahan uji. Dalam pada itu dampak bobot martil (akan mengalami hambatan dan martil akan membubung kembali dibelakang batang uji, tetapi hanya akan mencapai ketingian h yang lebih rendah. Semakin besar nilai keuletan takik, akan semakin kecil ketinggian h. dari selisih H-h dapat dihitung atau dibaca besarnya kerja pemukulan yang terpakai pada mesin uji takik. Cacat pada permukaan bahan (takikan) bisa memperkecil kekuatan bahan konstruksi terhadap beban kerjanya, Perlu dilakukan uji pukul takik untuk mengetahui berapa prosen berkurangnya kemampuan material apabila mengalami takikan.
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban
kejut. Pengujian ini merupakan suatu upaya untuk
menyimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi
ataukonstruksi
dimana
beban
tidak
selamanya
terjadi
secara
perlahanlahan seperti pembebanan tarik. 40 Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energy potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 35
deformasi. Proses pengujiannya adalah dengan memilih 3 buah sampel dengan jenis yang sama tetapi tiap-tiap sampel diberlakukan beda teperaturnya: 1. Sampel pertama diberi pemanasan hingga 47oC 2. Sampel kedua didinginkan hingga -4oC 3. Sampel ketiga dibiarkan pada suhu ruang Perlakuan suhu yang berbeda ini disebabkan karena Informasi lain yang dapat dihasilkan oleh pengujian impak yaitu temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian seperti ini akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh. Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan. Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi menjadi relative sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur dibawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relative sedikit sehinggga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energy yang relative lebih rendah. Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan alumunium besifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 36
Pada pengujian ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. Pada Gambar dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh maka makin besar energi yang mampu diserap atau h’ makin kecil. Suatu material dikatakan tangguh bila mampu menyerap energi yang besar tanpa mengalami keretakan atau terdeformasi dengan mudah. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga Impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh: HI=E/A dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang dibawah takik dalam satuan mm2. Takik (notch) dalam benda uji standar ditunjukkan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain bentuk V dengan sudut 450, takik dapat juga dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). 42 Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang terjadi. Secara umum perpatahan digolongkan menjadi 3, yaitu : a)
Perpatahan
berserat
(fibrous
fracture),
yang
melibatkan
mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal didalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan yang berserat yang berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. b) Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavange) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 37
dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
c) Perpatahan campuran (berserat dan granular), merupakan kombinasi dua jenis perpatahan diatas. Gambar dibawah ini memperlihatkan ilustrasi perpatahan benda uji :
Gambar. Permukaan patahan benda uji V.2 Analisa Grafik HI vs Temperatur Pada suhu rendah terlihat energi yang diperlukan untuk terjadinya fracture sangat sedikit, ini terjadi akibat pada suhu rendah perambatan retak dapat lebih cepat daripada terjadinya deformasi plastik. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi terlihat energi yang diperlukan untuk terjadinya fracture lebih besar karena pada suhu tinggi retakan didahului oleh deformasi plastik terlebih dahulu. Dari grafik terlihat terjadinya fluktuasi energi yang diserap untuk terjadi fracture seiring dengan kenaikan suhu sehingga hal ini akan mempersulit penentuan suhu peralihan secara tepat. Sedangkan menurut literature semakin tinggi temperatur, maka semakin tangguh suatu material dengan makin bertambahnya besar energi yang diserap. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 38
Dari data yang kami peroleh dari percobaan terlihat jelas bahwa uji impak batang bertakik menghasilkan sebaran hasil percobaan yang cukup besar. Penyebab utama penyebaran tersebut adalah perbedaan setempat dari sifat baja dan disebabkan oleh kesulitan untuk mempersiapkan takik yang seragam. Baik bentuk maupun kedalaman takik merupakan besaran yang kritis, demikian pula peletakan benda uji. ( Metalurgi mekanik, Hal 94, GeorgeE.Dieter ). V.3 Analisa Temperatur Transisi Atom-atom suatu bahan tidak bergerak pada suhu 0 K. pada keadaan seperti ini, atom-atom menduduki keadaan dengan energy terendah. Bila suhu naik, peningkatan energy memungkinkan pergerakan atom-atom pada jarak antar atom yang lebih besar dan kecil. Pergerakan ini yang akan menyebabkan terjadinya temperature transisi. Dari ketiga bahan uji yang diberi perlakuan panas berbeda, ditemukan dengan uji impak bahwa temperature mempengaruhi sifat dari bahan tersebut. Pada benda uji pertama dengan suhu 47oC bahan tidak patah secara keseluruhan dan berarti energy yang diserap cukup banyak. Pada benda uji kedua pada suhu kamar, bahan membentuk fasa α ferrite yang memiliki struktur bcc, bahan tidak patah secara keseluruhan, ini membuktikan bahwa bahan juga menyerap energy yang cukup banyak. Dan pada pengujian yang ketiga terlihat bahwa bahan menunjukkan kegetasan pada temperature rendah. Terjadi peretakan yang merambat lebih cepat daripada terjadinya deformasi plastilk, ini berarti bahwa energy yang diserap sedikit. Dari pengujian ini jelas ditemukan bahwa pemanasan membuat bahan menjadi ductile dan pendinginan membuat suatu bahan menjadi britle. Dan secara tidak langsung membuktikan bahwa bahan tersebut memiliki temperature transisi. Dari sebaran hasil percobaan yang besar, maka praktikan kesulitan dalam menentukan temperatur transisi. Terjadinya fluktuasi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Naiknya kandungan oksigen pada benda uji khususnya pada takik, sebab jika kandungan oksigen dinaikkan dari 0,001% menjadi 0,057% saja maka suhu LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 39
peralihan akan naik dari 5 menjadi 650°F sehingga energi yang diserapnya untuk terjadi fracture menjadi lebih besar. 2. Untuk kasus pada 0°C, hal dimungkinkan terjadi akibat ketika benda uji mau diuji suhunya sudah naik duluan atau ketika mau diuji suhu benda uji belum mencapai 0°C. 3. Pemanasan bahan yang belum homogen pada temperature air mendidih sehingga vibrasi atom-atom juga belum homogen yang menyebabkan bahan tidak sepenuhnya ductile. 4. Perbedaan setempat dari sifat baja dan disebabkan oleh kesulitan untuk mempersiapkan takik yang seragam. Baik bentuk maupun kedalaman takik merupakan besaran yang kritis, demikian pula peletakan benda uji. 5. 6. 45 V.4 Analisa Hasil Patahan Vibrasi atom-atom bahan pada temperature yang berbedabeda dimana pada temperature
kamar
vibrasi
itu
berada
dalam
kondisi
kesetimbangan
dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperature dinaikan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan pertikel bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Untuk sampel pada suhu -4C perpatahan yang terjadi mengkilap dan memberi pantulan cahaya. Perpatahan jenis ini disebut perpatahan granular/kristalin dimana perpatahan ini merupakan jenis perpatahan dari bahan yang bersifat getas. Pembelahan ini dihasilkan oleh mekanisme pembelahan pada butirbutir dari bahan yang rapuh. Sampel pada suhu kamar terjadi perpatahan berserat. Dapat jelas terlihat bahwa hasil perpatahan buram dan ini membuktikan bahwa benda bersifat cukup ulet sehingga dapat dikatakan materialnya cukup tangguh. VI. Kesimpulan LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 40
Bahan uji yang merupakan stainless steel mempunyai temperature transisi. Dimana pada suhu tinggi benda bersifat ductile dan dapat menyerap energy lebih banyak (ketangguhannya tinggi) dan pada suhu rendah benda bersifat britle karena terjadi rambatan retak yang lebih cepat dari deformasi plastic dan penyerapan energinya sedikit. Perpatahan ulet yang ditunjukkan pada temperature ruang dan tingggi berpenampilan buram dan berserat sedangkan untuk perpatahan getas pada temperatur yang rendah berpenampilan terang atau memantulkan cahaya.
BAB III PENGUJIAN KEKERASAN I.
Tujuan Untuk mengetahui ketahanan material terhadap deformasi plastis yang
diakibatan oleh penekanan material yang lebih keras. II.
Dasar Teori Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material
tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggesekan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan prinsip penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 41
1) Metode Gesek Metode ini banyak digunaan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi kekrasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: 1. Talc 2. Gipsum 3. Calcite 4. Fluorite 5. Apatite 6. Orthoclase 7. Quartz 8. Topaz 9. Corondum 10. Diamond (intan)
Prinsp pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no.6) tetapi tidak mampu digors oleh Apatite (no.5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilainilainya berkisar antara 1-9 saja, sedanga nilai 9-10 memiliki rentang yang besar. 2) Metode Elastik/pantul Dengan
metode
ini,
kekerasan
suatu
material
ditentukan
oleh
alat
Sceleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 42
pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. 3) Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian. Metode yang umum dipakai adalah a. Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logalogam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasu untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan “HB” tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standardengan indentor bola baja 10mm, beban 3000 kg selama waktu 1 – 15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh. BHN=2PπD(D-D2-d2 Dimana P: beban dalam kg, D: diameter indentor dalam mm dan d: diameter jejak dalam mm.
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 43
Gambar. Pengujian kekerasan dengan metode Brinell a. Metode Vickers Pada metode ii digunakan indentor intan beberbentuk piramida dengan sudut 136o. Prinsip pengujian ini adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan material diberikan oleh: VHN = 1.845Pd2 Dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk sangkar.
Gambar. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers
c. Metode Rockwell LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 44
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena praktis. Variasi dalam beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini banyak macamnya. Skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan. Contohnya: 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inchi dan beban 100kg.
Gambar. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell d. Kekerasan Knoop Merupakan salah satu metode micro-hardness, yaitu uji kekerasan untuk benda uji yang kecil. Nilai kekerasan Knoop adalah pembebanan dibagi dengan luas penampang yang terdeformasi permanent. Jejak yang dihasilkan sekitar 0.01mm – 0.1 mm dan beban yang digunakan berkisar antara 5 gr – 5 Kg. Permukaan benda uji harus benar-benar halus. Kekerasan Knoop suatu material dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : KHN = FA=PCL2
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 45
Dimana F adalah gaya yang diterima (kgf), A luas daerah dari area uji, L adalah panjang diagonal dari hasil indentasi, dan C adalah nilai konstan yang bernilai 0,0728
52
Gambar. Ilustrasi skematik pengujian kekerasan dengan metode brinell, Vickers, knoop dan Rockwell LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 46
III. Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fisik Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia dengan melakukan pengujian kekerasan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai kekerasan benda dan ketahanan material terhadap deformasi plastic akibat oleh penekanan material yang lebih keras. III.1 Alat dan Bahan 1) Benda Uji 2) Mikroskop pengukur jejak 3) Stopwatch 4) Alat uji kekerasan 5) Dan benda lainnya
III.2 Flowchart Proses 1. Flowchart metode gesek 2. Metode Elastik/pantul Mulai Pemilihan Bahan Pencatatan data dan 3. Metode Indentasi Mulai Pemilihan Bahan Uji IV. Data dan Pembahasan IV.1 Tabel Data LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 47
N o.
1.
2.
3.
Benda Uji
Baja
Kondisi Indent asi
Colum n1
P (kg)
D (mm)
187.5
3.2
Kuningan
Allumuni um
62.5
31.25
3.2
3.2
Jejak (mm )
Colum n2
Colum n3
d1
d2
dave
1
1.24
1.39
1.315
2
1.41
1.34
1.375
3
1.35
1.37
1.36
1
0.994
0.997
0.9955
2
1.026
1.045
1.0355
3
1.001
1.004
1.0025
1
0.997
0.908
0.9525
2
0.957
0.936
0.9465
3
0.931
0.995
0.963
Indent asi
BHN
132.0266 386 120.2070 427 123.0163 564 78.34601 284 72.25480 934 77.22725 015 42.88392 623 43.44228 828 41.93176 98
BHN RATARATA 125.0833 459
75.94269 078
42.75266 144
IV.2 Cara Perhitungan Baja P (Kg) : 187.5 Kg D Indentor : 3.15 mm d rata-rata : 1.21 mm 2PπD(D-D2-d2 = 157.786 Kg/mm2 IV.3 Grafik LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 48
a. Grafik BHN vs Sample b. Grafik BHN vs Beban (Fe)
c. Grafik BHN vs Beban Kuningan
d. Grafik BHN vs Beban (Al)
V. Pembahasan V.1 Prinsip Pengujian Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggesekan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Dalam pengujian ini digunakan Metode Brinell. Metode Brinell diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang dikeraskan (hardenen steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Prosedur standar pengujian menyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 187,5 kg untuk pengujian logamlogam ferrous, 31,25 kg untuk Aluminium, dan 62,5 kg untuk tembaga. Untuk logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk bahan non-ferrous sekitar 15 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa tambahan angka dibelakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1-15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh : 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh : dimana P : beban dalam kg, D : diameter indentor dalam mm, d : diameter jejak dalam mm. LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 49
2PπD(D-D2-d2 Dalam pengujian kekerasan ini diameter indentor, D=10 mm. Kemudian untuk mengukur diameter dari jejak yang ditinggalkan indentor digunakan measuring microskop dengan perbesaran 5x dan skala 1:1000 mm. Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM E-10. Beban yang digunakan untuk tiaptiap bahan adalah 187,5 kg untuk baja, 62,5 untuk tembaga, dan 31,25 untuk alumunium. Hasil yang didapat berupa diameter jejak. Kemudian data tersebut diolah dan didapat nilai skala kekerasan Brinellnya. Data sudah tertera di subbab table data pengamatan. Ada beberapa hal yang perlu dianalisis dalam penerapan percobaan kali ini , antara lain : •
Jarak antar titik jejak juga harus diperhatikan, karena pada setiap penjejakan, material
di
sekeliling
jejak
tersebut
pasti
terdeformasi.
Jika
dilakukan
penjejakan pada bagian yang terdeformasi, pasti akan menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan penjejakan sebelumnya •
Pembebanan yang berbeda ini dikarenakan ketahanan material yang berbeda. Contohnya, bila Aluminium dilakukan pembebanan 187,5 pada
bagian
alasnya
akan
terjadi
kg, maka mungkin
penggelembungan,
yang
tentu
saja
mempengaruhi data percobaan. •
Bola baja yang digunakan adalah baja yang dikeraskan dengan diameter 2.5 mm dan maksimum kekerasan material yang diijinkan adalah kurang lebih 600 Brinnel.
•
Ketelitian dalam membaca jarum harus dijaga, berhubung alat ini tidak menggunakan pencatat digital. Posisi mata harus tegak lurus dengan jarum untuk mendapatkan data yang tepat.
V.2 Perbandingan Hasil Pengujian dengan Literatur BHN baja : pengujian =157,7 ; literatur = 165 LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 50
BHN tembaga : pengujian = 74,8 ; literatur = 90 BHN alumunium : pengujian = 45,6 ; literatur = 38 Kesalahan relatif baja = 4.4 % Kesalahan relatif tembaga = 17.3 % Kesalahan relatif Alumunium: = 20% Dari ketiga BHN pengujian masing-masing material, kesalahan relatifnya cenderung kecil dan menengah. Hal ini membuktikan bahwa pengujian boleh dikatakan berlansung sesuai dengan pedoman dan standardisasi. Sedangkan penyimpangan yang terjadi pada BHN pengujian disebabkan kesalahan pada kesalahan dalam membaca jarum alat sehingga sedikit memberi pengaruh pada hasil pengujian yang dikarenakan posisi mata yang tidak berada pada sudut 900 dengan jarum serta kesalahan dalam pengkuran diameter pada mikroskop. V.3 Analisa Grafik BHN vs Sampel Dari grafik dapat jelas dilihat bahwa baja mempunyai tingkat kekerasan Brinnel lebih tinggi dari tembaga dan alumunium. Begitu juga tembaga yang lebih tinggi tingkat kekerasannya dari aluminium. Nilai kekerasan ini tentu berhubungan dengan sifat lainnya. Salah satunya adalah sifat kemampukerasan logam. Suatu logam memiliki kemampukerasan yang tinggi jika pada brinnel test, nilai BHN-nya cukup besar. Semakin tinggi nilai BHN nya maka semakin besar kemampuan meterial tersebut untuk dikeraskan. V.4 Analisa Grafik pada tiap-tiap sampel Pada grafik BHN Fe dan Cu ditemukan grafik yang memiliki ketinggian yang tidak sama. Namun ketinggian ini disebabkan penggunaan skala pada grafik yang terlalu kecil jika dilihat dari nilai sebenarnya. Perbedaan pengukuran BHN disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang terjadi pada percobaan, salah satunya penggunaan bahan sampel yang tidak bersih, kesalahan paralaks pada praktikan, dan waktu penekanan indentasi.
VI. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 51
•
Kekerasan suatu benda dapat kita ketahui dengan menggunakan material lain untuk mengujinya.
•
Pengujian tersebut menggunakan beberapa material yang berbeda jenis dan bentuknya.
Daftar Pustaka
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 52
______Lawrence H. Van Vlack. 1989. Ilmu dan Teknologi Bahan. Terj.Sriati Djeprie. Erlangga ______George E. Dieter. Metalurgi Mekanik. Terj. Sriati Djeprie ______ http://www.wikipedia.org _______Tata surdia. Pengetahuan bahan teknik. Pradnya-\ Paramita.Jakarta.1999 _______Introduction of Material Science, Chapter 6 Mechanical Properties of Material, University of Virginia dan Manufacturing Engineering and Technology Third edision, Serope Kalpakjian. _______Buku Pedoman Praktikum Material Ilmu Logam dan Bahan, Laboratorium Metalurgi dan Material. _______Metalurgi mekanik. George E.Dieter
LAPORAN PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK – AFIF EKAYONAR AFANDI DPT. TEKNIK MESIN FT-UI
Page 53