PENGUJIAN SITOTOKSISITAS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE DAN AMORPHOUS CALCIUM PHOSPHATE DI DALAM CELL LINE FIBROBLAS
RINA SRI RAHAYU
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PENGUJIAN SITOTOKSISITAS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE DAN AMORPHOUS CALCIUM PHOSPHATE DI DALAM CELL LINE FIBROBLAS
RINA SRI RAHAYU
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK RINA SRI RAHAYU. Pengujian Sitotoksisitas Biphasic Calcium Phosphate dan Amorphous Calcium Phosphate Di dalam Cell Line Fibroblas. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN dan BOY M. BACHTIAR. Biphasic calcium phosphate (BCP) dan amorphous calcium phosphate (ACP) digunakan sebagai bahan implan karena sifat biokompatibilitasnya. BCP banyak digunakan sebagai implan tulang sedangkan ACP banyak digunakan sebagai implan pada gigi. Biokompatibilitas juga dapat diamati melalui pelekatan antara sel dan bahan implan menggunakan mikroskop elektron. Pengujian toksisitas dilakukan dengan perlakuan perendaman BCP dan ACP di dalam cell line fibroblas (NHDF) selama 1, 2, dan 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BCP dan ACP bersifat tidak toksik dan menginduksi sel-sel untuk tumbuh. Hasil pengujian sitotoksisitas ini sesuai dengan hasil karakterisasi scanning electron microscope (SEM) yang menunjukkan terjadinya pelekatan antara BCP atau ACP dengan sel fibroblas setelah 1 hari perendaman. Foto SEM sampel setelah inkubasi selama 3 hari menunjukkan bahwa sel mulai mengalami polifersi dan mensekresikan protein kolagen. Sekresi protein kolagen semakin nyata setelah perendaman selama 14 hari. Jadi, BCP dan ACP yang diperoleh dari cangkang telur ayam bersifat tidak toksik dan memiliki biokompatibilitas yang baik dengan sel secara in vitro. Kata kunci: Biphasic calcium phosphate, amorphous calcium phosphate, in vitro, sitotoksisitas.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengujian Sitotoksisitas
Biphasic
Calcium
Phosphate
dan
Amorphous
Calcium
Phosphate Di dalam Cell Line Fibroblas adalah benar-benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Kiagus Dahlan dan Prof. drg. Boy M Bachtiar, MS, PhD. dan belum pernah dipublikasikan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Rina Sri Rahayu
Judul :
Pengujian Sitotoksisitas Biphasic Calcium Phosphate dan Amorphous Calcium Phosphate Di dalam Cell Line Fibroblas.
Nama :
Rina Sri Rahayu
NIM
G74070003
:
Disetujui,
Dr. Kiagus Dahlan
Prof. drg. Boy M Bachtiar, MS, PhD
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui:
Dr.Ir. Irzaman, M.Si Ketua Departemen Fisika
Tanggal Lulus:
PENGUJIAN SITOTOKSISITAS BIPHASIC CALCIUM PHOSPHATE DAN AMORPHOUS CALCIUM PHOSPHATE DI DALAM CELL LINE FIBROBLAS
RINA SRI RAHAYU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, 13 Agustus 1989 dari pasangan Asep Sulaeman dan Rustiyati. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di Sukabumi yaitu SD Negeri 1 Sukaraja, SMP Negeri 1 Sukaraja, dan SMA Negeri 5 Sukabumi. Penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan di Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama kuliah, penulis aktif di BEM FMIPA IPB tahun 2008-2009 dan pernah menjadi asisten praktikum Fisika TPB tahun 2009, penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan antara lain Bina Desa dan Pesta Sains. Tahun 2009-2011 penulis juga mendapatkan Beasiswa Karya Salemba Empat.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atas segala rahmat, nikmat kesehatan, kekuatan, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penelitian untuk tugas akhir yang berjudul “Pengujian Sitotoksisitas Biphasic Calcium Phosphate dan Amorphous Calcium Phosphate Di dalam
Cell Line Fibroblas” dapat
diselesaikan. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Kiagus Dahlan dan Bapak Prof. drg. Boy M Bachtiar, MS, PhD. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan koreksi yang sangat berarti dalam penulisan skripsi ini.
2.
Bapak Abd. Djamil Husin, M.Si dan Bapak Ardian Arif, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ibu Setia Utami Dewi, M.Si dan Mba Nur Aisyah Nuzulia, S.Si yang telah membantu dalam pengolahan data serta atas waktu yang diluangkan untuk berdiskusi.
4.
Mba May dan Mba Desi yang bersedia meluangkan waktunya dan membantu dalam proses penelitian di laboratorium Oral Biologi FKG UI.
5.
Orang tua, adik, dan kakak penulis yang selalu memberikan do’a, dukungan, cinta dan kasih sayang yang tidak terhitung.
6.
Teman-teman seperjuangan Fisika 44 dan sahabat liqo tercinta yang saling mendukung dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian tugas akhir ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan dari aplikasi material yang dikembangkan ini dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semuanya.
Bogor, Mei 2011 Rina Sri Rahayu
DAFTAR ISI halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vi
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.3 Perumusan Masalah ................................................................... 1.4 Hipotesis .................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
1 1 1 2 2
2.1 Biphasic Calcium Phosphate (BCP).......................................... 2.2 Amorphous Calcium Phosphate (ACP) ..................................... 2.3 Fibroblas .................................................................................... 2.4 In Vitro BCP .............................................................................. 2.5 X-Ray Diffaction (XRD) ............................................................ 2.6 Scanning Electron Microscopy (SEM) ...................................... BAB 3 METODE PENELITIAN.............................................................
2 2 3 3 4 5 5
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................... 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................... 3.2.1 Bahan ................................................................................... 3.2.1 Alat ...................................................................................... 3.3 Prosedur Penelitian ................................................................... 3.3.1 Sintesis BCP ........................................................................ 3.3.2 Sintesis ACP........................................................................ 3.3.3 Analisis Sitotoksisitas ......................................................... 3.3.3.1 Kultur Sel ....................................................................... 3.3.3.2 Menghitung Konsentrasi Sel ......................................... 3.3.3.3 Preparasi Sampel untuk Karakterisasi SEM`................. 3.3.4 Pengujian Sampel ............................................................... 3.3.4.1 Karakterisasi XRD ......................................................... 3.3.4.2 Analisis Sitotoksisitas dengan Metode MTT Assay ...... 3.3.4.3 Karakterisisi SEM.......................................................... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................
5 5 5 6 6 6 6 6 6 7 8 8 8 8 8 9
4.1 Sintesis ACP dan BCP ............................................................... 4.2 Pengujian Sitotoksisitas ............................................................. 4.3 Karakterisasi SEM .....................................................................
9 11 13
iii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
15
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 5.2 Saran ..........................................................................................
15 15
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
15
LAMPIRAN ..............................................................................................
18
DAFTAR TABEL halaman
Tabel 1 Nilai 2θ pada fase BCP………………………………………………... 9 Tabel 2 Nilai 2θ pada fase ACP .........................................................................
9
Tabel 3 Konsentrasi dan volume kultur sel ........................................................ 11 Tabel 4 Absorbansi sel pada sel kontrol, sel dengan implan ACP, dan sel dengan implan BCP ............................................................................. 11 Tabel 5 Viabilitas sel pada sampel dengan waktu inkubasi yang berbeda ........ 12
DAFTAR GAMBAR halaman o
Gambar 1
Pola difraksi XRD BCP pada suhu sintering 900 C .....................
2
Gambar 2
Sel NHDF secara mikroskopik .....................................................
3
Gambar 3
Morfologi sel osteoblas dilihat pada material implan BCP (2 hari perendaman) in vitro dilihat dengan menggunakan SEM .
4
Gambar 4
Pola difraksi pada bidang kristal memenuhi hukum Bragg ..........
4
Gambar 5
Perangkat difraktometer ................................................................
5
Gambar 6
Skema prinsip kerja SEM .............................................................
5
Gambar 7
Skema pembagian pada papan hemocytometer glass ...................
7
Gambar 8
Skema 96-well plates MTT assay .................................................
7
Gambar 9
Pola difraksi XRD sampel BCP ....................................................
10
Gambar 10 Pola difraksi XRD sampel ACP ....................................................
10
Gambar 11 Grafik viabilitas sel berdasarkan nilai absorbansi.........................
12
Gambar 12 Persentase viabilitas sel pada kontrol, sampel ACP, dan sampel BCP setelah waktu inkubasi 1, 2, dan 3 hari .................................
13
Gambar 13 Foto SEM sel NHDF setelah inkubasi (a) 1 hari, (b) 3 hari, dan (c) 14 hari ......................................................................................
14
Gambar 14 Foto SEM sel NHDF dengan implan BCP setelah inkubasi (a) 1 hari, (b) 3 hari, dan (c) 14 hari .............................................
14
Gambar 15 Foto SEM sel NHDF dengan implan ACP setelah inkubasi (a) 1 hari,(b) 3 hari, dan (c) 14 hari ..............................................
14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Diagram alir penelitian......................................................
19
Lampiran 2
Peralatan yang digunakan untuk sintesis ACP dan BCP ..
21
Lampiran 3
Peralatan yang digunakan untuk kultur sel dan uji sitotoksisitas ......................................................................
22
Lampiran 4
Alat yang digunakan untuk sterilisasi ...............................
23
Lampiran 5
Database JCPDS fase (a) AKA, (b) HA, dan (c) TCP ......
24
Lampiran 6
Hasil pengolahan data ACP ..............................................
25
Lampiran 7
Hasil pengolahan data BCP...............................................
26
Lampiran 8
Perhitungan parameter kisi untuk fase HA dari sampel ACP ...................................................................................
Lampiran 9
28
Perhitungan parameter kisi untuk fase HA dari sampel BCP ...................................................................................
29
Lampiran 10 Perhitungan parameter kisi untuk fase TCP dari sampel BCP ...................................................................................
30
Lampiran 11 Derajat kristalinitas BCP ...................................................
32
Lampiran 12 Derajat kristalinitas ACP...................................................
33
Lampiran 13 Foto SEM sel NHDF dengan beberapa variasi perbesaran
34
Lampiran 14 Foto SEM sel dengan implan BCP pada beberapa variasi perbesaran .........................................................................
35
Lampiran 15 Foto SEM sel dengan implan ACP pada beberapa variasi perbesaran .........................................................................
36
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Kasus kerusakan gigi di Indonesia sering terjadi baik akibat kecelakaan maupun kerusakan akibat gigi berlubang. Kasus kerusakan gigi ini dapat diatasi dengan penggunaan gigi palsu atau penambalan gigi. Sejauh ini belum ditemukan material penambal gigi yang diproduksi dari dalam negeri sehingga material penambal gigi yang biasa digunakan oleh para dokter gigi merupakan produk impor. Peningkatan kasus kerusakan gigi meningkatkan riset pengembangan material penambal gigi di dunia. Riset ini berkembang sejak tahun 1920 dengan bahan penambal seperti emas, perak, titanium, kayu, dan berbagai material komposit gigi.1 Riset pengembangan material penambal ini terus diteliti untuk memperoleh karakteristik yang tepat dan nilai estetik yang tinggi. Emas dan perak merupakan material yang pada mulanya digunakan sebagai bahan pengganti atau penambal gigi, namun kini telah berkembang pesat material dalam bentuk komposit mineral apatit. Penggunaan mineral apatit dirasakan lebih baik karena berkesuaian dengan komponen utama gigi dan warna gigi.2 Tulang dan gigi termasuk jaringan keras yang merupakan organ biologi dinamik yang tersusun atas sel aktif metabiologi yang terintegrasi ke dalam.3 Gigi tersusun atas beberapa mineral antara lain adalah 36% kalsium, 17,7% fosfor, 0,5% natrium, 0,44% flour dan sejumlah kecil ion lainnya.4 Senyawa kalsium fosfat merupakan senyawa yang sesuai dengan komponen penyusun gigi sehingga dapat digunakan sebagai pengisi atau penambal gigi. Senyawa kalsium fosfat diharapkan mampu menjadi material penambal gigi yang lebih biocompatible.5 Secara terminologi, biocompatibilities dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan untuk berkesesuaian dengan jaringan
tubuh, antara lain bersifat tahan terhadap korosi dan tidak menimbulkan reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Pengujian biocompatibilities dapat dilakukan dengan uji sitotoksisitasnya. Uji sitotoksisitas ini merupakan salah satu syarat minimum sebagai material komposit (sintetik) yang dapat diimplan ke dalam tubuh makhluk hidup.6 Riset mengenai mineral apatit yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi antara lain adalah amorphous calcium phosphate (ACP) dan biphasic calcium phosphate (BCP). ACP mempunyai zat yang digunakan untuk remineralisasi gigi,7 sedangkan BCP terdiri dari dua fase yaitu hydroxyapatite (HA) dan β–tricalcium phosphate (β-TCP) yang efektif dalam memperbaiki tulang dan regenerasi terbukti secara in vitro dan in vivo.8 Penelitian ini menggunakan cangkang telur sebagai sumber kalsium dan (NH4)2HPO4 sebagai sumber natrium dan fosfat. Cangkang telur digunakan sebagai prekursor kalsium karena memiliki kandungan kalsium karbonat (CaCO3) sebanyak 94-97%9 dan dapat membentuk karbon monoksida (CaO) dengan proses kalsinasi.10 Pengujian toksisitas pada material BCP dan ACP ini dilakukan dengan perendaman dalam larutan cell line normal human dermal fibroblast (NHDF). 1.2 1.
2.
Tujuan Penelitian Menganalisis efek pemberian material BCP dan ACP dengan cara in vitro terhadap viabilitas sel fibroblas. Menganalisis morfologi dari BCP dan ACP dalam sel fibroblas.
1.3 Perumusan Masalah 1.
2.
Apakah pemberian material BCP dan ACP dapat mengakibatkan toksik dan mempengaruhi viabilitas sel fibroblas? Apakah terjadi interaksi antara sel fibroblas dengan material BCP dan ACP?
1.4 1.
2.
Hipotesis Material BCP dan ACP tidak bersifat toksik dan dapat mempengaruhi viabilitas sel, ditunjukkan dengan persentase sel kontrol lebih rendah dari sel yang sudah ditambahkan dengan material sampel. Terjadi interaksi berupa perlekatan antara sel fibroblas dengan material BCP maupun ACP.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kumar et al.12 berhasil mensintesis BCP dari proses sintering. Butiran BCP disintesis dari senyawa kalsium hidroksida dan diammonium hydrogen ortho phosphate (DAP) dengan menggunakan microwave. Jumlah reaktan yang digunakan untuk reaksi dihitung berdasarkan perbandingan molar Ca/P sebesar 1,58. Larutan hasil reaksi tersebut kemudian dikeringkan pada suhu 900°C dalam microwave selama 20 menit. Gambar 1 memperlihatkan hasil pola XRD BCP berdasarkan penelitian Kumar et al.12
Biphasic Calcium Phosphate (BCP)
Biphasic calcium phosphate (BCP), merupakan senyawa apatit yang terdiri dari dua fase yaitu hydroxyapatite ((HA), Ca10(PO4)6(OH)2), dan β-tricalcium phosohate (β-TCP, Ca3(PO4)2), walaupun mempunyai komposisi kimia yang mirip, keduanya memiliki kemampuan penyerapan biologis yang berbeda. HA padat keramik dapat digunakan sebagai implan tulang karena hampir restorable dan bio-inert. Sedangkan β-TCP berpori yang mampu terdegradasi secara biologis dengan laju yang lebih tinggi, bioresorbable dan bioaktif.11 Tingkat kelarutan TCP lebih tinggi dibanding HA dapat digambarkan bahwa HA < β-TCP < α-TCP.4 Oleh karena itu, keramik kalsium fosfat merupakan pilihan yang baik untuk rekonstruksi bedah, ortopedi, kedokteran gigi, dan pembedahan kraniofasial, tulang belakang, dan bedah saraf. Sifat kelarutan BCP tergantung pada rasio β-TCP/HA. Semakin tinggi nilai rasio dan porositasnya maka semakin mudah larut material tersebut.11 BCP dapat terbentuk dari HA yang dipanaskan (sintering) pada 1200°C selama 6 jam. Persamaan reaksi pembentukan TCP adalah sebagai berikut:
Ca10(PO4)6(OH)2 → 3β-Ca3(PO4)2+ CaO + H2O (1)
Gambar 1 Pola Difraksi XRD BCP pada suhu sintering 900oC. 2.2
Amorphous Calcium Phosphate (ACP)
Senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi dapat berada dalam fase kristalin maupun fase amorf. Fase kristal stabil senyawa kalsium fosfat dikenal sebagai hydroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2). Fase amorf kalsium fosfat disebut amorphous calcium phosphate (ACP) yang dapat terbentuk pada awal presipitasi. Penggunaan ACP pada email dapat membentuk kristal hydroxyapatite. Mineral yang digunakan ini tentu saja harus tahan terhadap larutan tubuh, tidak mudah terdegradasi, memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan tidak toksik.13 ACP merupakan bahan yang memiliki sifat preventif dan restoratif yang dapat digunakan sebagai semen gigi, komposit, dan yang terbaru yaitu digunakan sebagai perekat ortodontik. Komposit resin-ACP telah digunakan
3
untuk memulihkan 71% dari kerusakan gigi akibat kehilangan mineral. Pada pH rendah, ACP dapat menjadi rusak dan tingkat pelepasan Ca-2 dan PO4 supersaturating ion. Selain itu, ACP bersifat tidak stabil dan dalam lingkungan air ACP bertransformasi menjadi HA. Kondisi tersebut kondusif untuk 14 remineralisasi gigi. Komposisi ACP tidak hanya terdiri atas ion kalsium dan fosfat terdapat ionion lain dalam senyawa ACP. Sebagai contoh ion karbonat (CO32-) dengan konsentrasi tinggi ternyata sebagai penghambat proses transformasi dengan menggantikan posisi ion hidroksil dan ion fosfat sehingga membentuk kristal apatit karbonat tipe A dan tipe B, sehingga dapat menghambat proses transformasi dari kalsium fosfat amorf menjadi hydroxyapatite.14 2.3
Fibroblas
Fibroblas adalah sel predominal pulpa yang dapat berasal dari sel mesenkimal pulpa yang tidak berkembang. Fibroblas berbentuk stelat, dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik. Bila bertambah tua menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus sitoplasmik pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas sel karena bertambah tua.15 Fungsi fibroblas adalah sebagai pembuatan substansi dasar dan serabut kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Fibroblas juga berperan dalam degradasi kolagen, deposisi jaringan yang mengapur, membentuk dentine, dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas yang mati karena memiliki kemampuan untuk memperbaiki dentin. Fibroblas dapat dijumpai pada daerah yang kaya sel pulpa terutama pada daerah coronal.15 Sel-sel fibroblas dermis memainkan peran penting dalam memperbaharui sistem dan untuk mempertahapnkan integritas kulit.16 Sel fibroblas yang akan digunakan dalam pengujian in vitro ini adalah sel fibroblas dermal normal pada manusia (Gambar 2). Para peneliti
mengatakan bahwa meningkatnya jumlah fibroblas akan dapat membantu merevitalisasi pulpa gigi dan mengurangi kemungkinan jaringan pulpa gigi tersebut untuk dibuang.17
Gambar 2 Sel NHDF mikroskopik.18 2.4
In Vitro BCP
Pengujian biocompatibilities secara in vitro dilakukan dengan mendeteksi kerusakan dan kematian sel yang disebut sitotoksitas.19 Uji toksisitas salah satunya dilakukan dengan metode MTT assay. Uji MTT assay merupakan metode kolorimetrik, dimana larutan pereaksi [3-(4,5-dimetillthiazol-2-yl)-2,5difeniltetrazolium bromide] ini yang disebut larutan MTT merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup. Kristal formazan ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan mikroplate reader.20 Akhir dari uji sitotoksisitas dapat memberikan informasi persentase sel yang mampu bertahan hidup sedangkan pada organ target memberikan informasi secara langsung tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik.20 Material untuk pengisi gigi seperti ACP dan BCP juga dapat di uji sitotoksisitasnya dengan MTT assay. Riberio et al telah berhasil menunjukkan adanya poliferasi sel osteoblas pada bahan implan BCP dalam waktu 2 hari perendaman. Gambar 3 memperlihatkan foto SEM hasil perendaman BCP dalam sel osteoblas yang dilakukan
4
Riberio et al.21 Pada Gambar 3 dapat terlihat adanya ikatan antara sel dengan material implan.
sama jika AC ditambah BC sama dengan 2 AC dan merupakan kelipatan dari λ yang dinyatakan dengan 2 AC = n λ dengan n adalah bilangan bulat. Sin θ sama dengan AC/d sehingga diperoleh persamaan hukum Bragg sebagai berikut:
n λ = 2d sinθ
(2)
Gambar 3 Morfologi sel osteoblas pada material implan BCP ( 2 hari perendaman) in vitro dilihat dengan menggunakan SEM.21
2.5
X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi diffraction X-ray (XRD) merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa, dan derajat kristalinitas. XRD dapat digunakan untuk mengetahui kualitas kristal suatu bahan, mengetahui jenis-jenis unsur dan senyawa yang terkandung dalam material secara kualitatif. Informasi langsung yang diperoleh dari uji struktur kristal dengan menggunakan XRD adalah spektrum sudut hamburan (2θ) θ) yang digambarkan sepanjang sumbu horizontal dan intensitas (I) sebagai sumbu vertikal. Atom di dalam material tersebut tersusun dalam suatu struktur yang teratur. Adanya intensitas maksimum dan minimum pada difraksi menunjukkan bahwa material memiliki struktur kristal. Pada proses terjadinya difraksi (Gambar 4) yaitu saat berkas sinar-x jatuh pada bidang P1 dan P2 yang terpisah sejauh d, maka akan terbentuk sudut θ terhadap bidang yang menumbuk titik A dan B. Sementara itu kedua berkas akan mencapai maksimum apabila mempunyai fasa yang sama. Pada Gambar 4 dapat dilihat luas AOC sama dengan luas BOC karena AC sama dengan BC serta sudut pantul di 2’ dan 1’ mempunyai fasa yang
Gambar 4 Pola difraksi pada bidang kristal memenuhi hukum Bragg.
XRD paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi mineral atau campuran mineral karena sangat mudah dilakukan dan hasilnya cepat dan akurat. Data hasil XRD dihasilkan dan dikumpulkan dari sebuah alat yang disebut difraktometer. Data yang dikumpulkan oleh difraktometer yaitu berupa fragmen kristal tunggal.22 Pola XRD juga dapat memberikan informasi secara umum baik kuantitatif maupun kualitatif tentang komposisi fasa-fasa (misalnya campuran). Pada metode ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama posisi difraksi maksimum, kedua intensitas puncak dan ketiga adalah distribusi intersitas sebagai fungsi dari sudut difraksi. Setiap bahan memilki pola difraksi yang khas seperti sidik jari manusia. Pola-pola difraksi sinar-X berbagai bahan telah dikumpulkan dalam data JCPDS (Joint Committee of Power Difraction Standard). Hasil analisis pola XRD sampel yang akan dianalisis komposisi fasanya dapat dibandingkan dengan pola XRD terukur pada JCPDS. Perangkat difraktometer (Gambar 5) terdiri atas beberapa bagian antara lain
adalah tabung x-ray sebagai sumber biasanya menggunakan sumber CuK atau CoK , direct beam slit, wadah sampel, dan detektor.
sampel yang sudah diperbesar sehingga bisa dilihat. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan morfologi dari sampel uji seperti pada Gambar 3.
Gambar 5 Perangkat difraktrometer.23 2.6
Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning electron microscopy (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambar profil permukaan benda. Prinsip kerja SEM adalah menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi. Elektron ini dihasikan oleh sebuah sumber yang disebut electron gun, disejajarkan oleh anoda dan magnetic lens dan difokuskan scanning coil dan detektor. Perangkat mikroskop dapat dilihat pada Gambar 6. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Dari hasil pantulan tersebut ada satu arah dengan intensitas paling tinggi. Pada saat dilakukan pengamatan, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron di-scan ke seluruh area daerah pengamatan.24 Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya akan diperkuat sinyalnya. Besarnya amplitudo akan ditampilkan dalam gradasi gelapterang pada layar monitor cathode ray tube (CRT). Layar CRT ini juga berperan dalam menampilkan gambar struktur
Gambar 6 Skema Prinsip Kerja SEM.25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia sejak bulan Juli 2010 sampai dengan bulan Mei 2011. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1
Bahan
Bahan yang digunakan dikelompokan menjadi dua. Pertama bahan untuk sintesis BCP dan ACP yaitu kalsium oksida (CaO) dari cangkang telur ayam, pro-analis diamonium hidrofosfat ((NH4)2HPO4), dan aquabides. Kedua bahan yang digunakan dalam uji sitotoksisitas dan preparasi SEM adalah cell line NHDF fibroblas, medium kultur:
6
dulbecco’s modified eagle’s medium (DMEM), fetal bovine serum (FBS), penicillin streptomycin, fungizone, trypsin EDTA, trypan blue, phosphate buffered saline (PBS), MTT [3-(4,5-dimethyl thiazol-2-yl)-2-5-diphenyltetrazolium bromide], acidified isopropanol, larutan NaCl, 8% glutaraldehyde, dan ethanol. 3.2.2
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, furnace, heating plate, reaktor hidrotermal, buret, vacum, pH meter digital, beaker glass, crucible, mortar, kertas saring, magnetic stirrer, aluminium foil, gelas ukur, erlenmeyer, gamma radiation sterilization dengan sumber radiasi cobalt-60 (Lampiran 6), 0.2 µmsterile syiringe filter (Corning, Germany), 50 mL-syringe (Terumo, Japan), tube 15 mL and 50 mL (Falcon, USA), scrapper, mikropipet (Eppendorf, Germany), tips micropipette, tube eppendorf (Axygen, USA), hemocytometer, inkubator (Memert), cell culture dish (35 mm×10 mm), 96-well plates (NUNC, Denmark ), mikroskop (Nikon Elipse 80i), biohazard safety cabinet (ESCO Micro PTE Ltd.), water bath, centrifugasi (Sorvall), vortexer (Bio-rad BR 2000), shaker (Certomat), scanning electron microscope (SEM), dan bio-rad microplate reader benchmark visible spectrophotometer. 3.3
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas 4 tahap yaitu sintesis BCP, sintesis ACP, uji sitotoksisitas, dan karakterisasi. Penelitian ini diawali dengan kalsinasi cangkang telur selama 5 untuk jam pada suhu 1000oC menghasikan CaO yang akan digunakan pada sintesis BCP dan ACP. 3.3.1
Sintesis BCP
Sintesis BCP dilakukan dengan metode hidrotermal. Larutan (NH4)2HPO4 0,67 M sebanyak 100 ml ditambahkan setetes demi setetes kedalam 100 ml larutan CaO 1 M. Reaksi ini dilakukan
pada suhu 300oC selama 8 jam dan diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan putaran 300 rpm. Selanjutnya, hasil hidrotermal diendapkan selama 12 jam pada suhu kamar dan disaring di dalam vakum. Sampel basah yang telah disaring kemudian dikeringkan dalam furnace pada suhu 110°C selama 5 jam. Bubuk kering yang diperoleh dihaluskan dengan mortar dan sintering pada 1000°C selama 6 jam. 3.3.2
Sintesis ACP
Sintesis ACP akan dilakukan dengan metode presipitasi suhu rendah. Seratus mililiter (NH4)2HPO4 0,06 M akan ditambahkan setetes demi setetes ke dalam 100 ml larutan CaO 0,1 M. Reaksi ini akan dilakukan selama 8 jam sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 300 rpm. Hasil presipitasi akan disaring menggunakan vakum dan dikeringkan menggunakan freeze dryer selama 2 x 24 jam. 3.3.3
Analisis Sitotoksisitas
Persiapan in vitro diawali dengan sterilisasi BCP dan ACP. Material disimpan dalam botol kaca dan setiap botol terisi 2 mg lalu disterilisasi menggunakan radiasi sinar gamma pada dosis 25 kGy. Sebelum melakukan analisis in vitro seluruh alat dan bahan yang akan digunakan diseterilisasi dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV) selama 15 menit, dan seluruh prosedur kerja dilakukan dalam biohazard cabinet. 3.3.3.1 Kultur Sel Medium dasar untuk kultur sel adalah DMEM yang disuplemen dengan 10% FBS, penicillin streptomycin dan fungizone. Semua komponen medium dasar tersebut dalam keadaan beku, untuk itu perlu dicairkan terlebih dahulu menggunakan waterbath pada suhu 37°C selama 15 menit. Sel fibroblas diambil dari tempat penyimpanan nitrogen cair (-198°C) dan langsung diinkubasi di dalam medium dasar selama 24 jam pada suhu 37°C. Selanjutnya, sel dicuci dengan
7
PBS dan ditambah dengan 1 ml trypsin EDTA agar pelekatan sel pada dasar cawan lepas. Trypsin membutuhkan waktu agar dapat bekerja maka sel diinkubasi kembali selama 10 menit sebelum dilakukan proses scrapping, dipindahkan ke tube 15 ml, dan ditambahkan medium dasar. Tube tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit (24°C) agar sel terkonsentrasi menjadi pellet. Cairan supernatant hasil sentrifugasi dibuang dan ditambahkan 5 ml medium dasar untuk proses homogenisasi dengan pippeting beberapa kali agar terbentuk larutan sel. Hasil homogenisasi sel dipindahkan kedalam cawan petri dan ditambahkan medium kultur lengkap hingga volum di cawan petri mencapai 7 ml. Cawan perti tersebut dimasukan dalam incubator pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah sel bertambah banyak, maka sel fibroblas tersebut siap dipanen (harvesting).
3.3.3.2
eppendorf larutan dalam tabung dipindahkan pada papan hemocytometer glass (Gambar 7). Perhitungan sel akan dilakukan dalam papan hemocytometer glass dibawah mikroskop optik dengan perbesaran 40x. Hemocytometer glass mempunyai bagian-bagian untuk menghitung sel seperti pada Gambar 7. A, B, C, D, dan E adalah letak sel yang dihitung secara di bawah mikroskop optik. Perhitungan konsentrasi sel yang digunakan memenuhi persamaan 3 dan 4: 10
Konsentrasi sel
10
5 (3)
V 1 C1 = V 2 C2
(4)
A
B
C
Menghitung Konsentrasi Sel D
Larutan sel sebanyak 80 µl, FBS 10 µl, dan 10 µl trypan blue dicampur dalam 1,5 ml tabung eppendorf. 10 µl dari
E
Gambar 7 Skema pembagian pada papan hemocytometer glass.
Gambar 8 Skema 96-well plates MTT assay.
8
Suspensi sel disiapkan dengan konsentrasi 2×105 sel/ml dan dipindahkan pada 96 well plates sebanyak 1 ml setiap well plate. Gambar 8 menunjukkan skema percobaan sampel pengujian toksisitas. Serbuk BCP danACP dibubuhkan pada well plates dan diinkubasi selama 1, 2, dan 3 hari pada setiap sampel sebagaimana skema yang ditunjukkan pada Gambar 8. Tahap inkubasi dilanjutkan dengan pemberian larutan MTT pada setiap well plate sebanyak 1 µl yang langsung diinkubasi kembali selama 3 jam. Serbuk MTT dilarutkan dengan menggunakan larutan NaCl. Tahap selanjutnya adalah pemberian larutan isopropanol dan pengocokan dengan menggunakan alat shaker selama 1 jam. Kode sampel A adalah sampel blank yang hanya mengandung medium dasar, kode sampel B adalah sel dalam medium (kontrol), kode sampel C adalah sampel BCP yang dibubuhkan pada sel, kode sampel D adalah sampel ACP yang dibubuhkan pada sel. Volum larutan sel yang dipersiapkan, yaitu 5 ml. Konsentrasi sel yang diperoleh dari Persamaan 3 (C1) disetarakan dengan konsentrasi dan volum yang diinginkan (V2, C2) menggunakan Persamaan 4 untuk memperoleh volume V1 yang harus diambil dari 5 ml larutan sel. Uji MTT assay menunjukkan nilai presentase perbandingan nilai absorbansi dari sampel (BCP dan ACP) terhadap kontrol sebagai viabilitas fibroblas cell line dengan menggunakan persamaan In vitro Technologies sebagai berikut: !" #
$
"
% 100% (5)
Jika presentase viabilitas sel jauh lebih kecil dari viabilitas sel kontrol, maka material yang dipaparkan pada sel tersebut dinyatakan bersifat toksik.24
3.3.3.3
Preparasi Sampel untuk Karakterisasi SEM
Prepapasi sampel ini diawali dengan kultur sel seperti pada analisis sitotoksisitas. Untuk karakterisasi ini sampel dipanen dari media kultur kemudian sampel dicuci dalam PBS, lalu sampel difiksasi dengan menambahkan 2,5% glutaraldehid, setelah itu dibilas dua kali dengan PBS dan dehidrasi etanol secara berurutan (seri). Sampel kemudian dikeringkan pada suhu kamar (27oC) dan dilapisi dengan logam emas sebelum analisis SEM. 3.3.4 3.3.4.1
Pengujian Sampel Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD menggunakan Shimadzu XRD610 diffractrometer dengan sumber Co-60. Pola XRD ditunjukkan oleh grafik intensitas terhadap sudut 2θ, dengan kisaran 10o80° dengan laju 0,02o/sekon. 3.3.4.2
Analisis Sitotoksisitas dengan Metode MTT Assay
Absorbansi sel dianalisis mengunakan visible spectrophotometer (Bio-Rad Microplate Reader Benchmark) pada panjang gelombang 655 nm. Hasil akhir yang diperoleh dari nilai absorbansi dapat menggambarkan kemampuan viabilitas sel terhadap sampel. 3.3.4.3
Karakterisasi SEM
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengamati interaksi sel dengan sempel pada setiap periode kultur. Hasil dari preparasi sampel dengan perendaman in vitro 1, 3, dan 14 hari. Morfologi sampel yang diamati terlebih dahulu dilapisi oleh emas-paladium (80% Au dan 20% Pd). Proses pelapisan menggunakan ion 1100 sputter JFC - mesin. Setelah itu sampel dapat dilihat morfologinya dengan menggunakan mikroskop elektron (SEMEDS, JEOL JCM-35C) dengan perbesaran 5.000x, 10.000x, 20.000x, dan 40.000x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH4)2HPO4. CaO bersumber dari cangkang telur ayam yang telah dikalsinasi 1000o C selama 5 jam berdasarkan penelitian Nurleila et al.10 Proses kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan fase karbonat (CO3) dalam cangkang telur yang memiliki kandungan CaCO3 sebesar 94-97% sehingga menjadi CaO. Penentuan fase pada pola XRD yang diperoleh dibandingkan dengan data JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards) dengan nomor 090432 untuk HA, nomor 09-0169 untuk TCP, dan nomor 35-0180 untuk apatit karbonat tipe A (AKA) (Lampiran 7). Pendekatan HA dan TCP digunakan untuk penentuan fase sampel BCP karena BCP mempunyai dua fase yaitu HA dan TCP sedangkan AKA untuk penentuan pola XRD hasil dari sampel ACP. Sintesis BCP menggunakan metode hidrotermal mengacu pada penelitian Fajriyah27 dengan perbandingan molaritas Ca/P 1,67, 1 M CaO dan 0,6 M (NH4)2HPO4. Hasil karakterisasi XRD pada sampel BCP menunjukkan kedua fase dari HA dan TCP sudah terbentuk dengan derajat kristalinitas yang dimiliki sampel BCP ini sebesar 77,90% (Lampiran 13). Tabel 1 dan Tabel 2 merupakan nilai sudut 2θ yang dimiliki oleh fase BCP dan ACP berturut-turut dengan pola XRD ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Tabel 1 Nilai 2θ pada fase BCP Puncak fase TCP terletak pada 2θ 13,70 17,09 25,85 27,91 31,11 32,57 47,12
Puncak fase HA terletak pada 2θ 31,78 32,24 32,90 39,83 48,13 53,04
Tabel 2 Nilai 2θ pada fase ACP Puncak fase AKA terletak pada 2θ 25,93 32,19 39,65
Puncak fase HA terletak pada 2θ 28,24 28,88 34,15 46,67 49,55
ACP merupakan fase amorf dari kristal apatit HA. Sintesis ACP menggunakan metode presipitasi suhu rendah mengacu pada penelitian Laeny28 dengan perbandingan Ca/P sebesar 1,67. Laeny menggunakan beberapa perbandingan molaritas yaitu 1:0,6, 0,5:0,3, dan 0,1:0,06. Perbandingan molaritas yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,1 M CaO dan 0,06 M (NH4)2HPO4. Perbandingan molaritas ini digunakan karena pada penelitian Laeny menghasilkan derajat kristalinitas yang paling rendah yaitu sebesar 14,39%. Hasil sintesis ACP yang diperoleh pada penelitian ini memiliki derajat kristalinitas yang cukup tinggi yaitu sebesar 62,57% (Lampiran 8). Pada proses pengeringan sampel dengan metode freeze drying, Laeny menggunakan freeze drying dalam proses pengeringan selama 1x24 jam sedangkan dalam penelitian ini freeze drying selama 2x24 jam.
10
Gambar 9 Pola difraksi XRD sampel BCP.
Gambar 10 Pola difraksi XRD sampel ACP
Hal ini menyebabkan fase amorf dari ACP bertransformasi menjadi fase kristal. Kristal yang terbentuk di antaranya adalah fase kristal HA dan fase apatit karbonat tipe A (AKA). AKA dapat terbentuk karena ion hidroksil (OH) digantikan oleh CO3. Hal ini dapat terjadi karena ACP masih memiliki pengotor seperti CO3 yang dapat mengganggu struktur dari ACP.14 Analisis sitotoksisitas bahan penambal gigi dilakukan melalui pengujian terhadap viabilitas sel fibroblas dengan metode MTT assay. BCP dan
ACP serbuk diuji dalam cell line NHDF yang merupakan prototype dari sel fibroblas pada pulpa gigi manusia.15 Sel yang telah dikultur kemudian dihitung konsentrasinya untuk membuktikan bahwa sel siap untuk dipanen. Konsentrasi sel hasil pengkulturan sel setelah 2 hari adalah 20,8×105 sel/ml diperoleh dari persamaan 3 dengan nilai A, B, C, D, dan E sebesar 11, 12, 11, 7, dan 11. Konsentrasi tersebut mencukupi untuk tahap inkubasi analisis MTT karena melebihi konsentrasi yang diinginkan yaitu 2×105 sel/mL (Tabel 1). Volume sel
11
yang diambil dari larutan sel adalah 1,73 ml dan penambahan medium sebesar 16,27 ml (Tabel 1). Medium dasar berfungsi sebagai media hidup dan nutrisi untuk sel.29
Tabel 3 Konsentrasi dan volume kultur sel. C2 (sel/ml)
C1 (sel/ml)
V2 (ml)
V1 (ml)
medium (ml)
2×105
20,8×105
18
1,73
16,27
4.2 Pengujian Sitotoksisitas Analisis sitotoksisitas bahan penambal gigi dilakukan melalui pengujian terhadap viabilitas sel fibroblas dengan metode MTT assay. BCP dan ACP serbuk diuji dalam cell line NHDF yang merupakan prototype dari sel fibroblas pada pulpa gigi manusia.15 Sel yang telah dikultur kemudian dihitung konsentrasinya untuk membuktikan bahwa sel siap untuk dipanen. Konsentrasi sel hasil pengkulturan sel setelah 2 hari adalah 20,8×105 sel/ml diperoleh dari persamaan 3 dengan nilai A, B, C, D, dan E sebesar 11, 12, 11, 7, dan 11. Konsentrasi tersebut mencukupi untuk tahap inkubasi analisis MTT karena melebihi konsentrasi yang diinginkan yaitu 2×105 sel/ml (Tabel 1). Volume sel yang diambil dari larutan sel adalah 1,73 mL dan penambahan medium adalah 16,27 ml (Tabel 1). Medium dasar berfungsi sebagai media hidup dan nutrisi untuk sel.27
Analisis sitotoksisitas menggunakan larutan MTT yang bersifat toksik dan berwarna kuning. Reaksi larutan MTT terhadap sel diindikasikan dengan perubahan warna yang menjadi hitam pekat, sedangkan pemberian larutan MTT pada blank tidak menyebabkan perubahan warna (tetap berwarna kuning seperti larutan MTT). Perubahan warna menjadi hitam merupakan terjadinya reduksi MTT menjadi formazan.20 Derajat kepekatan warna hitam sampel setelah pemberian MTT diukur dengan memanfaatkan prinsip absorbansi. Cahaya yang digunakan adalah warna merah 655 nm agar cahaya diteruskan pada sampel berwarna kuning (sampel blank) dan diserap pada sampel yang berwarna hitam (sampel yang mengandung sel). Tabel 2 menunjukkan data hasil pengukuran absorbansi dari spektrofotometer yang merupakan rata-rata dari 3 kali pengulangan untuk tiap hari waktu inkubasi.
Tabel 4 Absorbansi sel pada sel kontrol, sel dengan implan ACP, dan sel dengan implan BCP. Absorbansi (OD) Waktu inkubasi (hari)
Sel
ACP
BCP
1
2,61
2,221
2,376
2
0,837
0,718
1,807
3
0,714
1,282
1,103
12
3 Nilai Absorbansi
2.5 2 sel (kontrol)
1.5
ACP
1
BCP
0.5 0 1
2
3
Waktu inkubasi (Hari) Gambar 11 Viabilitas sel bedasarkan nilai absorbansi.
Tabel 5 Viabilitas sel pada sampel dengan perlakuan waktu inkubasi yang berbeda. Waktu inkubasi (hari)
1
2
3
Sampel
Viabilitas sel (%)
Sel (kontrol)
100,00
Sel+ACP
85,11
Sel+BCP
91,06
Sel (kontrol)
100,00
Sel+ACP
85,76
Sel+BCP
215,76
Sel (kontrol)
100,00
Sel+ACP
179,61
Sel+BCP
154,53
13
Persentase (%)
250 200 150
sel (kontrol)
100
ACP
50
BCP
0 1
2
3
Waktu Inkubasi (Hari) Gambar 12 Persentase viabilitas sel pada kontrol, sampel ACP, dan sampel BCP setelah waktu inkubasi 1, 2, dan 3 hari.
Hasil pengamatan viabilitas sel ini memperlihatkan adanya penurunan berdasarkan hasil absorbansi MTT dari sel kontrol dan sel yang telah diberi implan (persamaan 5). Hal ini disebabkan karena medium yang tersedia semakin berkurang sehingga nutrisi untuk sel bertahan hidup juga berkurang. Pada inkubasi hari pertama penambahan sampel ACP dan BCP tidak mempengaruhi viabilitas sel. Pada hari kedua inkubasi, BCP mampu mempertahankan viabilitas sel dua kali lipat dibandingkan dengan sel kontrol, sedangkan ACP masih belum mempengaruhi viabilitas sel. Pada hari ketiga kedua sampel dapat mempertahankan viabilitas sel dengan baik karena lebih dari 50% sel mampu bertahan dibandingkan dengan sel kontrol. Hal ini membuktikan bahwa sampel ACP dan BCP bersifat tidak toksik dan mampu mempertahankan viabilitas sel. 4.3 Karakterisasi SEM Karakterisasi SEM digunakan untuk mengetahui morfologi sampel. Gambar 13a, 13b, dan 13c merupakan foto SEM pada sel NHDF tanpa penambahan bahan implan dengan waktu inkubasi 1, 3 dan 14 hari. Sel NHDF mempunyai struktur seperti bulatan kecil yang teratur dan saling merekat satu dengan yang lainnya sehingga membentuk seperti tumpukan butiran yang saling melekat. Hari ke 3 dan 14 inkubasi tampak sel mulai berpolifersi
dan memproduksi matriks ekstra seluler29 sehingga bentuk sel sudah tidak jelas terlihat. Sel fibroblas merupakan sel pada jaringan ikat sehingga mampu membentuk kolagen.15 ACP yang terbentuk dalam penelitian ini sudah memiliki derajat kristalinitas sebesar 62.57% sehingga sudah memiliki struktur kristal yang teratur seperti HA sedangkan BCP memiliki kristalinitas yang lebih tinggi sehingga memiliki struktur yang lebih teratur. Gambar 14 dan 15 merupakan foto SEM sel dengan penambahan implan yaitu BCP (Gambar 14) dan ACP (Gambar 15). Pada hari pertama inkubasi bentuk butiran kristal BCP dan ACP masih jelas terlihat dan interaksi dengan sel juga sudah dapat terlihat, ditunjukkan dengan perlekatan yang hampir menutupi seluruh struktur ACP dan BCP. Morfologi sel dengan penambahan implan ACP dan BCP pada hari ke-3 inkubasi menunjukkan hasil yang berbeda. ACP di hari ke-3 inkubasi belum terlihat adanya perubahan morfologi seperti pada sel dengan implan BCP. Hal ini menunjukkan bahwa BCP lebih mudah berinteraksi dengan sel dibandingkan dengan ACP ditunjukkan pula dengan hasil absorbansi pada analisis sitotoksisitas, BCP pada hari ke-2 inkubasi dapat mempertahankan viabilitas sel dua kali lipat lebih besar dari pada sel kontrol dan sel dengan implan ACP. Selain itu, ACP dan BCP memiliki tingkat kelarutan yang berbeda. BCP
14
dibandingkan BCP untuk berpoliferasi sel dan memproduksi matriks kolagen. Foto SEM setelah inkubasi 14 hari baik pada BCP maupun ACP semakin memperlihatkan matriks terjadinya kolagen dan interaksinya dengan bahan implan (Gambar 14c dan 15c).
memiliki fase TCP yang tingkat kelarutannya lebih tinggi dari HA4 sehingga lebih cepat berinteraksi dan berpolifersi dan mensekresikan protein kolagen atau membentuk makriks ekstraseluler.30 ACP Sedangkan membutuhkan waktu yang lebih lama
(b)
(a)
(c)
Gambar 13 Foto SEM sel NHDF setelah inkubasi (a) 1 hari, (b) 3 hari, dan (c) 14 hari dengan 20.000 kali perbesaran.
(a)
(b)
(c)
Gambar 14 Foto SEM sel NHDF dengan implan BCP setelah inkubasi (a) 1 hari, (b) 3 hari, dan (c) 14 hari dengan 20.000 kali perbesaran.
(a) Gambar 15
(b)
(c)
Foto SEM sel NHDF dengan implan ACP setelah inkubasi (a) 1 hari, (b) 3 hari, dan (c) 14 hari dengan 20.000 kali perbesaran.
BAB V KESIMPULAN 5.1
Kesimpulan
Sintesis BCP dan ACP pada penelitian ini menggunakan sumber kalsium dari cangkang telur ayam. Fase BCP yang dihasilkan terdiri dari dua fase, TCP dan HA dengan 3 puncak tertinggi dimiliki oleh fase TCP. Sedangkan sintesis ACP menghasilkan fase AKA dan HA dengan derajat kristalinitas sebesar 62,57% hal ini dapat disebabkan oleh faktor pengeringan menggunakan frezee drying lebih dari 1x24 jam. Berdasarkan analisis secara in vitro dibuktikan bahwa bahan implan BCP dan ACP bersifat tidak toksik terbukti dengan pengujian toksisitas yang dilakukan dengan perlakuan perendaman BCP dan ACP di dalam cell line fibroblas (NHDF) selama 1, 2, dan 3 hari. Viabilitas sel yang direndam dengan BCP dan ACP hari ke-1 perendaman, tidak mempengaruhi viabilitas sel, sedangkan hari ke-2 dan hari ke-3 perendaman viabilitas selnya lebih dari sel kontrol. BCP menginduksi sel lebih cepat dari pada ACP. Hari kedua perendaman BCP mampu mempertahankan sel 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan sel kontrol sedangkan ACP di hari ketiga perendaman mampu mempertahankan sel 57% lebih besar dari sel kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa BCP dan ACP bersifat tidak toksik dan menginduksi selsel untuk tumbuh. Hasil pengujian MTT ini sesuai dengan hasil karakterisasi scanning electron microscope (SEM) yang menunjukkan terjadinya pelekatan antara BCP atau ACP dengan sel fibroblas setelah 1 hari perendaman. Foto SEM sampel setelah inkubasi selama 3 hari menunjukkan bahwa sel mulai mengalami poliferasi dan mensekresikan protein kolagen. Sekresi protein kolagen semakin terlihat setelah perendaman selama 14 hari. Jadi, BCP dan ACP yang diperoleh dari cangkang telur bersifat tidak toksik dan memiliki biokompatibilitas yang baik
dengan sel secara in vitro dan memungkinkan untuk selanjutnya bahan implan dianalisis secara in vivo. 5.2
Saran Sintesis ACP pada suhu rendah sebaiknya dilakukan frezee drying selama 1 x 24 jam karena proses frezee drying yang lebih lama akan timbul pembentukan fase kristal yang lebih banyak. Prosedur analisis in vitro memerlukan keahlian dan ketelitian agar tidak terjadi kontaminasi terhadap sel dan selanjutnya dapat dilakukan pula analisis MTT dengan sel odontoblas atau stem cell karena untuk menjadi bahan penambal yang baik sampel juga harus dapat berinteraksi dengan sel odontoblas, karena sel odontoblas merupakan sel pembentuk dentin30 dan stem cell merupakan sel induk atau sel yang belum matang yang belum berdiferensiasi menjadi sel atau jaringan tertentu.31 Berdasarkan hasil in vitro dapat dilakukan pula penelitian lanjutan secara in vivo untuk menguji sitotoksisitas dalam kondisi tubuh makhluk hidup yang sesungguhnya. Pengujian poliferasi sel dan sekresi protein perlu dibuktikan dengan dilakukan tes kuantifikasi sehingga banyaknya kolagen yang terbentuk oleh sel fibroblas dapat dihitung.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Oliveira M, Mansur HS. Synthetic tooth enamel: SEM characterization of a fluoride hydroxyapatite coating for dentistry applications. Mat. Res 2007; 2:10.
2.
LeGeros RZ. Calcium phosphate in oral biology and medicine. Monograph in Oral Sciences 1991; Vol 15.
3.
Kalfas, Ian H, MD, FACS. Principles of bone healing. Neurosurg. Focus 2001; Vol 10.
16
4.
Shi D. Biomaterials and Tissue Engineering. New York: Springer; 2003.
demineralization evaluated by a new laser fluorescence device. Eur J Dent 2009; 3(2): 127–134.
5.
Betts F, Blumenthal NC, Posner AS. Bone mineralization. J. Crys. Growth 1981; 53:63-73.
6.
Zhang, M. Biomaterials and tissue engineering. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2004; 83-143.
14. Sinyaev VA, Le Geros R, Levchenko LV, Shustikova ES, Karzhaubaeva RA. State of water in amorphous calcium and calcium– magnesium phosphates. Russian Journal of General Chemistry 2008; 78(5): 864–867.
7.
Fostera JA, Berzinsb DW, Bradleyc TG. Bond strength of an amorphous calcium phosphate-containing orthodontic adhesive. Angel Orthodontist 2008; 78:2.
8.
Ramay HRR, Zhang M. Biphasic calcium phosphate nanocomposite porous scaffolds for load-bearing bine tissue engineering. Biomaterials 2004; 25: 5171-5180.
9.
10.
Prabakaran K, Balamurugan A, Rajeswari S. Development of calcium phosphate based apatite from hen’s eggshell. Bull. Mater. Sci 2005; 28: 115-119. Nurlaela A, Dewi SU, Dahlan K, Soejoko DS. The use of eggshells as calcium sources for synthesis of bone mineral. Proceeding of the 1st International Seminar on Science and Technology; 24-25 Jan 2009.
11. Lobo SE, Arinzeh TL. Biphasic calcium phosphate ceramics for bone regeneration and tissue engineering applications. Materials 2010; 3:815826. 12. Kumar, K L. Kumar T.S.S., Sunder M., Babu N. R., Victor S. P. Biphasic calcium phosphates for antibiotic release. Trends biomater. Artif. Organ 2005; 18: 2. 13. Uysal T, Amasyali M, Koyuturk AE, Sagdic D. Efficiency of amorphous calcium phosphate– containing orthodontic composite and resin modified glass ionomer on
15. Grossman L I, Seymour Oliet, Carlos E Del Rio. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Abyon R, Penerjemah; Suryo S, editor. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Terjemahan dari: Endodoctic Practice Eleventh edition; 1995. 16. Patlolla A, Knighten B, Tchounwou P. Multi-walled carbon nanotubes induce cytotoxicity, genotoxicity and apoptosis in normal human dermal fibroblast cells. Ethn Dis 2010; 20(1): 65-72. 17. Hamsafir E. Pusat kesehatan gigi dan mulut. [Terhubung Berkala] www.Infogigi.com [30 Juni 2010]. 18. [Anonim1]. Normal human dermal fibroblast. [Terhubung Berkala] http://www.invitrogen.com [ 4 Juni 2010]. 19. Coelho MJ, Cabral AT, Fernandes MH. Human bone cell cultures in biocompatibility testing. Part I: Osteoblastic differentialtion of serially passaged human bone marrow cell cultured in a-MEM adan in DMEM. Biomaterials 2000; 21: 1087-1094. 20. Pamilih H. Uji sitotoksik ekstrak etil asetat herba bandotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap sel kanker payudara (T47D) dan profil kromatografi lapis tipis [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2009.
17
21. Ribeiro C, Rojas-Cabrera WI, Marques M, Bressiani JC, Bressiani AHA. In vitro characterization of porous ceramic based calcium phosphate processing with albumin. Key Engineering Materials 2009; 396-398: 27-30. 22. Rakovan J. X-ray diffraction (XRD). Rocks & Minerals 2004; 79: 351353. 23. Connolly J. Introduction to X-ray powder diffraction. Spring 2007; 19. 24. Abdullah M, Khairurrijal. Review: Karakterisasi nanomaterial. J Nano Saintek 2009; 2 (1):1-9. 25. Harsas NA. Efek pemberian graf tulang berbentuk pasta dengan berbagai komposisi dan kosentrasi terhadap viabilitas sel osteoblas, In Vitro. [skripsi] Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi, Unifersitas Indonesia; 2008. Perangkat scaning 26. [Anonim2]. elektron microscopy. [terhubung berkala] http://mse.iastate.edu/microscopy/col lege.html. [20 Juli 2010]. 27. Fajriyah HI. Hydrothermal synthesis of biphasic calcium phosphate [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor; 2010. 28. Laeny AN. Synthesis of amorphous calcium phosephate by low temperature-precipitation methode from eggshell [Skripsi]. Bogor: Department of Physics Mathematics and Natural Sciences Faculty Bogor Agricultural University; 2008. 29. Lin FH, Liao CJ, Liu HC, Chen KS, Sun JS. Behavior of fetal rat osteoblasts cultured in vitro on the DP-bioactive glass substratum. Materials Chemist and Physics 1997; 49: 270-276.
30. Mozartha M. A-Z gigi dan mulut. [Terhubung Berkala] http://www.klikdokter.com/gigimulu t/read/2010/07/05/49/pulpa. 2010; [2 April 2011] 31. Mozartha M. Terapi stem cell harapan masa depan. [Terhubung Berkala] http://www.stemactive.com/terapistem-cell-harapan-masa-depan/. 2011; [2 April 2011].
LAMPIRAN
19
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Tahap Pertama: Sintesis BCP dan ACP Mulai
Kalsinasi CangkangTelur Sintesis BCP
Sintesis ACP
Serbuk BCP
Serbuk ACP
Karakterisasi XRD
Analisis
Sterilisasi Sinar Gamma
Tahap kedua
20
Lanjutan Tahap kedua: Pengujian sitotoksisitas dan interaksi sel dengan implan
Kultur Sel
Serbuk BCP dan ACP Steril
Penanaman Sel dengan Implan BCP dan ACP
Karakterisasi SEM
Pengujian Sitotoksisitas
Analisis
Laporan
Selesai
21
Lampiran 2 Peralatan yang digunakan untuk sintesis ACP dan BCP
(a)
(g)
(b)
(c)
(h)
(i)
(d)
(e)
(j)
(a)
Neraca anaitik
(g)
Vakum
(b)
Furnace
(h)
Digital pHmeter
(c)
Heating plate
(i)
Beaker glass
(d)
Reaktor hidrotermal
(j)
Crucible
(e)
Burette
(k)
Mortar
(f)
Penyaring
(f)
(k)
22
Lampiran 3 Peralatan yang digunakan untuk kultur sel dan uji sitotoksisitas
(a)
(g)
(b)
(h)
(i)
(c)
(d)
(j)
(e)
(k)
(m)
(a)
Freezer
(h)
Mikropipet
(b)
Water bath
(i)
Eppendorf tube
(c)
Biohazard cabinet
(j)
Shaker
(d)
Tabung nitrogen cair
(k)
Centrifugasi
(e)
Incubator
(l)
Vortexer
(f)
Mikroskop
(m)
96-well plate
(g)
Tabung 15 mL
(f)
(l)
23
Lampiran 4 Alat yang digunakan untuk sterilisasi
(a)
(b)
(d)
(c)
(e)
(a)
Gamma radiation room
(b)
Gamma radiation room
(c)
Cobalt 60 radiation source
(d)
JEOL JCM-35C scanning electron microscope
(e)
Ion Sputter JFC-1100 machine
(f)
Bio-rad microplate reader
(f)
24
Lampiran 5 Database JCPDS fase (a) AKA, (b) HA, dan (c) TCP
(a)
(b)
(c)
25
Lampiran 6 Hasil pengolahan data ACP
Sampel
HA
AKA
Fase
2 Theta
I
2θ
int
%∆2θ
2θ
Int
%∆2θ
25,9294
42
25,879
40
99,80525
25,951
35
99,91677
AKA
28,2411
13
28,126
12
99,59077
28,511
17
99,05335
HA
28,8803
11
28,966
18
99,70414
32,1867
100
32,196
60
99,97111
32,187
70
99,99907
AKA
34,1549
17
34,048
25
99,68603
34,937
4
97,7614
HA
39,6508
16
39,818
20
99,58009
39,76
13
99,72535
AKA
46,677
20
46,711
30
99,92721
HA
49,5558
23
49,468
40
99,82251
HA
HA
26
Lampiran 7 Hasil pengolahan data BCP
Sampel
HAP 2θ
2θ
int
int-f
Int
%∆2θ
13,7045
46
9
13,633
7
99,476
16,9003
40
6
16,841
3
99,648
17,0861
78
17
18,785
2
90,956
17,004
11
99,517
TCP
21,9283
50
12
21,819
7
99,499
21,873
11
99,747
TCP
25,8539
102
28
25,579
2
98,925
25,802
21
99,799
TCP
27,9107
184
53
28,9402
22
4
27,769
49
99,490
TCP
28,966
16
99,911
28,68
2
99,093
HAP
29,7732
50
13
29,655
15
99,601
TCP
31,1094
346
100
31,026
100
99,731
TCP
31,7804
112
31
31,773
100
99,977
32,2376
78
18
32,196
61
99,871
32,5688
84
20
32,8967
82
18
33,5487
32
5
62
%∆2θ
FASE
2θ
32,902
int
TCP
HAP
HAP 32,448
21
99,352
HAP
32,448
21
99,628
TCP
99,984
HAP 33,484
34,1024
36
9
34,5068
234
69
34,048
27
99,840
35,6929
46
11
35,48
7
99,400
39,2161
20
4
39,204
10
99,969
39,8273
58
12
39,818
25
99,977
41,2248
52
13
44,0483
26
4
44,369
3
99,277
TCP
9
99,807
TCP
34,371
72
99,219
HAP
34,371
72
99,605
TCP
35,597
14
99,731
TCP HAP
39,8
13
99,931
HAP
41,088
18
99,667
TCP
44,53
14
98,918
HAP
27
Lanjutan Lampiran 7 Sampel
HAP
TCP
FASE
2θ
Int
int-f
2θ
Int
%∆2θ
2θ
Int
%∆2θ
46,6974
42
12
46,711
43
99,971
46,968
30
99,424
47,1189
74
20
47,968
24
98,230
TCP
48,1314
68
17
48,103
24
99,941
48,402
21
99,441
HAP
49,5374
46
12
49,468
61
99,860
49,785
19
99,503
HAP
49,7657
32
3
49,468
61
99,398
49,785
19
99,961
TCP
50,4474
38
9
50,493
31
99,910
50,314
10
99,735
HAP
51,7049
30
5
51,283
19
99,177
51,469
13
99,542
TCP
53,0444
80
23
53,143
33
99,814
53,3043
76
5
54,5772
28
7
54,44
7
57,5929
24
3
57,123
59,7122
44
13
59,938
61,7399
22
5
66,5069
24
6
67,5451
16
4
HAP
HAP 53,512
14
99,612
TCP
99,748
54,405
14
99,683
HAP
14
99,177
57,557
7
99,938
TCP
11
99,623
59,513
22
99,665
TCP
61,66
19
99,870
61,569
8
99,722
HAP
66,386
8
99,818
66,28
12
99,658
HAP
67,471
8
99,890
TCP
28
Lampiran 8 Perhitungan parameter kisi untuk fase HA dari sampel ACP 1
'
2
4 ℎ2 +ℎ.+.2
= +
2
3
2
Dimana
/ + 02
12 2 = 3 + 45 + 67
2θ 25,879
H
k
L
α
γ
2θ (rad)
Θ
δ
sin2θ
αsin2θ
γsin2θ
δsin2θ
α2
γ2
δ2
αγ
δγ
αδ
0
0
2
0
4
0,452
0,226
1,905
0,050
0,000
0,201
0,096
0
16
3,629
0
7,620
0,000
28,126
1
0
2
1
4
0,491
0,245
2,222
0,059
0,059
0,236
0,131
1
16
4,939
4
8,889
2,222
28,966
2
1
0
7
0
0,506
0,253
2,345
0,063
0,438
0,000
0,147
49
0
5,501
0
0,000
16,418
32,196
1
1
2
3
4
0,562
0,281
2,839
0,077
0,231
0,308
0,218
9
16
8,060
12
11,356
8,517
34,048
2
0
2
4
4
0,594
0,297
3,135
0,086
0,343
0,343
0,269
16
16
9,827
16
12,539
12,539
39,818
3
1
0
13
0
0,695
0,347
4,100
0,116
1,507
0,000
0,475
169
0
16,814
0
0,000
53,306
46,711
2
2
2
12
4
0,815
0,408
5,298
0,157
1,886
0,629
0,833
144
16
28,074
48
21,194
63,581
49,468
2
1
3
7
9
0,863
0,432
5,777
0,175
1,225
1,576
1,011
49
81
33,370
63
51,990
40,437
Σ
0,783
5,689
3,291
3,180
437
161
110,212
143
113,588
197,020
Diperoleh nilai : A = 0,000183
Maka parameter kisi kristal dan ketepatannya adalah:
B = 0,01244
a = b = 9,446 Å
C = 0,00886
a = 99,70037%
dan
c = 6,906 Å
dan c = 99,67693%
29
Lampiran 9 Perhitungan parameter kisi untuk fase HA dari sampel BCP
2θ
H
k
L
Α
γ
2θ (rad)
θ
δ
sin2θ
αsin2θ
γsin2θ
δsin2θ
α2
γ2
δ2
αγ
δγ
αδ
16,84
1
0
1
1
1
0,294
0,147
0,839
0,021
0,021
0,021
0,018
1
1
0,705
1
0,839
0,839
28,97
2
1
0
7
0
0,506
0,253
2,345
0,063
0,438
0,000
0,147
49
0
5,501
0
0,000
16,418
31,77
2
1
1
7
1
0,555
0,277
2,773
0,075
0,525
0,075
0,208
49
1
7,687
7
2,773
19,408
32,20
1
1
2
3
4
0,562
0,281
2,839
0,077
0,231
0,308
0,218
9
16
8,060
12
11,356
8,517
34,05
2
0
2
4
4
0,594
0,297
3,135
0,086
0,343
0,343
0,269
16
16
9,827
16
12,539
12,539
39,20
2
1
2
7
4
0,684
0,342
3,995
0,113
0,788
0,450
0,450
49
16
15,962
28
15,981
27,967
39,82
3
1
0
13
0
0,695
0,347
4,100
0,116
1,507
0,000
0,475
169
0
16,814
0
0,000
53,306
44,37
4
0
0
16
0
0,774
0,387
4,890
0,143
2,281
0,000
0,697
256
0
23,911
0
0,000
78,238
46,71
2
2
2
12
4
0,815
0,408
5,298
0,157
1,886
0,629
0,833
144
16
28,074
48
21,194
63,581
48,10
3
1
2
13
4
0,840
0,420
5,541
0,166
2,159
0,664
0,920
169
16
30,697
52
22,162
72,027
49,47
2
1
3
7
9
0,863
0,432
5,777
0,175
1,225
1,576
1,011
49
81
33,370
63
51,990
40,437
50,49
3
2
1
19
1
0,881
0,441
5,953
0,182
3,456
0,182
1,083
361
1
35,436
19
5,953
113,104
53,14
0
0
4
0
16
0,928
0,464
6,402
0,200
0,000
3,201
1,281
0
256
40,988
0
102,435
0,000
61,66
2
1
4
7
16
1,076
0,538
7,747
0,263
1,839
4,202
2,035
49
256
60,009
112
123,945
54,226
66,39
4
2
2
28
4
1,159
0,579
8,395
0,300
8,392
1,199
2,516
784
16
70,483
112
33,582
235,072
Σ
2,135
25,091
12,850
12,161
2154
692
387,523
470
404,748
795,679
Diperoleh nilai : A = 0,0000537
Maka parameter kisi kristal dan ketepatannya adalah:
B = 0,012491
a = b = 9,426 Å dan
C = 0,0089033
a = 99,912%
dan
c = 6,892 Å
c = 99,883%
30
Lampiran 10 Perhitungan parameter kisi untuk fase TCP dari sampel BCP
2θ
H
K
L
α
γ
2θ (rad)
θ
δ
sin2θ
αsin2θ
γsin2θ
δsin2θ
α2
γ2
δ2
αγ
δγ
Αδ
13,633
1
0
4
1
16
0,238
0,119
0,556
0,014
0,014
0,225
0,008
1
256
0,309
16
8,889
0,556
17,004
1
1
0
3
0
0,297
0,148
0,855
0,022
0,066
0,000
0,019
9
0
0,731
0
0,000
2,566
21,873
0
2
4
4
16
0,382
0,191
1,388
0,036
0,144
0,576
0,050
16
256
1,926
64
22,207
5,552
25,802
1
0
10
1
100
0,450
0,225
1,895
0,050
0,050
4,985
0,094
1
10000
3,589
100
189,453
1,895
27,769
2
1
4
7
16
0,485
0,242
2,171
0,058
0,403
0,921
0,125
49
256
4,712
112
34,731
15,195
29,655
3
0
0
9
0
0,518
0,259
2,448
0,065
0,589
0,000
0,160
81
0
5,993
0
0,000
22,032
31,026
0
2
10
4
100
0,542
0,271
2,657
0,072
0,286
7,153
0,190
16
10000
7,058
400
265,665
10,627
32,448
1
2
8
7
64
0,566
0,283
2,879
0,078
0,546
4,996
0,225
49
4096
8,287
448
184,236
20,151
33,484
1
1
12
3
144
0,584
0,292
3,044
0,083
0,249
11,949
0,253
9
20736
9,265
432
438,303
9,131
34,371
2
2
0
12
0
0,600
0,300
3,187
0,087
1,048
0,000
0,278
144
0
10,158
0
0,000
38,246
35,597
2
1
10
7
100
0,621
0,311
3,388
0,093
0,654
9,343
0,317
49
10000
11,480
700
338,818
23,717
41,088
4
0
4
16
16
0,717
0,359
4,319
0,123
1,970
1,970
0,532
256
256
18,657
256
69,110
69,110
44,762
3
2
4
19
16
0,781
0,391
4,958
0,145
2,755
2,320
0,719
361
256
24,586
304
79,335
94,211
44,902
3
1
11
13
121
0,784
0,392
4,983
0,146
1,896
17,647
0,727
169
14641
24,829
1573
602,930
64,778
47,968
2
3
8
19
64
0,837
0,419
5,517
0,165
3,139
10,575
0,912
361
4096
30,438
1216
353,094
104,825
49,785
0
1
20
1
400
0,869
0,434
5,831
0,177
0,177
70,868
1,033
1
160000
34,004
400
2332,505
5,831
51,469
0
5
4
25
16
0,898
0,449
6,119
0,189
4,713
3,016
1,154
625
256
37,448
400
97,912
152,987
53,512
3
0
18
9
324
0,934
0,467
6,464
0,203
1,824
65,666
1,310
81
104976
41,782
2916
2094,291
58,175
57,557
5
1
4
31
16
1,005
0,502
7,122
0,232
7,185
3,708
1,651
961
256
50,724
496
113,954
220,785
59,513
5
1
7
31
49
1,039
0,519
7,426
0,246
7,636
12,070
1,829
961
2401
55,146
1519
363,876
230,207
67,471
1
5
14
31
196
1,178
0,589
8,532
0,308
9,561
60,451
2,631
961
38416
72,794
6076
1672,263
264,491
Σ
2,592
44,906
288,441
14,216
5161
381154
453,916
17428
9261,571
1415,065
31
Lanjutan
Diperoleh nilai : A = 0,000106 B = 0,000423 C = 0,007244
Maka parameter kisi kristal dan ketepatannya adalah: a = b = 10,45 Å dan
c = 37,45 Å
a = 99,707%
c = 99,803%
dan
32
Lampiran 11 Derajat kristalinitas BCP
33
Lampiran 12 Derajat kristalinitas ACP
34
Lampiran 13 Foto SEM sel NHDF dengan beberapa variasi perbesaran
Waktu Inkubasi (Hari)
Perbesaran 1 5000
10000
20000
40000
3
14
35
Lampiran 14 Foto SEM sel dengan implan BCP BCP pada beberapa variasi Perbesaran
Waktu Inkubasi (Hari)
Perbesaran 1
5000
10000
20000
40000
3
14
36
Lampiran 15 Foto SEM sel dengan implan ACP ACP pada beberapa variasi Perbesaran
Waktu Inkubasi (Hari)
Perbesaran 1 5000
10000
20000
40000
3
14