SKRIPSI
PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
Oleh : YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL
Oleh : YULIZAR VERDA FEBRIANTO
F24102039
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039
Dilahirkan Pada Tanggal 26 Juli 1984 Di Lebak, Banten Tanggal Lulus : ....…….2007 Menyetujui Bogor, Februari 2007
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II Mengetahui :
Dr. Ir.Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Yulizar Verda F. F24102039. Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil. Dibawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Feri Kusnandar. 2007 RINGKASAN Program pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding Program untuk ibu hamil merupakan program yang bertujuan untuk menambahkan zat gizi terhadap bahan pangan pada kelompok ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan kualitas anak yang dilahirkan (Anonim, 2005). Program ini dilaksanakan dengan cara menambahkan zat gizi seperti vitamin A, asam folat (folic acid), vitamin C, zat besi (Fe), seng (Zn) dan Iodium (iodine) pada produk bihun instan. Analisis kandungan zat gizi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah zat gizi sebenarnya pada bihun dengan informasi nilai gizi yang dibuat produsen. Analisis ini meliputi: analisis proksimat dan analisis senyawa fortifikan yang ditambahkan. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dan bihun yang tidak difortifikasi dari segi organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji pebedaan dan uji hedonik kesukaan. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk mengetahui umur simpan optimum produk, sehingga produk masih dapat berkontribusi dengan baik terhadap status kesehatan ibu hamil. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) menggunakan metode Arrhenius. Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Proses pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Kandungan vitamin A pada bihun non fortfikasi (NF), fortifikasi (F) dan fortifikasi yang telah dimasak (FM) secara berurutan adalah 105,50 IU/100 gram, 1484,72 IU/100 gram, 854 IU/100 gram. Asam folat NF, F dan FM secara berurutan adalah 25,32 µg/100g, 159,56 µg/100g, 144,83 µg/100g. Vitamin C bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 3,79 mg/100g, 512,34 mg/100g, 52,15 mg/100g. Kadar Zat besi NF, F dan FM secara berurutan adalah 1,53 mg/100g, 12,08 mg/100g dan 12,40 mg/100g. Kadar seng NF, F dan FM secara berurutan adalah 0,52 mg/100g, 2,80 mg/100g dan 3,47 mg/100g. Kadar Iod NF, F dan FM secara berurutan adalah 2 μg/100g, 18,13 μg/100g, 37,07 μg/100g. Berdasarkan uji pembedaan antara bihun NF dan F masak yang disajikan tanpa bumbu dapat diketahui bahwa bihun NF dan F berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,42%, sedangkan bihun NF dan F masak yang disajikan lengkap dengan bumbu berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,24%. Pada skala 1-5 (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka dan sangat suka), panelis lebih menyukai bihun NF dengan rata-rata skor 3,50 dibandingkan dengan bihun F dengan skor rata-rata 3,15. Secara statistik (independent T-Test) hal ini dinyatakan bahwa bihun NF dan F berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,024. Atribut mutu yang paling kritis pada pendugaan umur simpan bihun NF berdasarkan mutu organoleptik adalah penggumpalan bumbu dengan mengikuti model ordo 1. Penggumpalan bumbu memiliki koefisien korelasi 0,90-0,96 dan kemiringan 0,0053-0,0098. Umur simpan bihun NF pada penyimpanan suhu kamar (250C) adalah 9,94 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun F berdasarkan organoleptik adalah kekentalan kecap pada ordo 0. Koefisien korelasi
dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun NF secara objektif dengan menggunakan kromameter adalah perubahan warna saus dengan mengikuti ordo 1. Perubahan warna saus memiliki korelasi 0,56-0,86 dan kemiringan 0,0070,067. Umur simpan bihun NF menurut perubahan warna saus ini jika disimpan pada suhu kamar (25 0C) adalah 10,74 bulan. Atribut mutu paling kritis pada bihun F secara objektif adalah perubahan warna bihun pada ordo 0. Korelasi perubahan warna bihun adalah 0,43-0,95 dengan kemiringan 0,007-0,061. Jika bihun disimpan pada suhu ruang (250C) maka akan bertahan selama 11,68 bulan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Yulizar Verda Febrianto. Penulis dilahirkan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada tanggal 26 Juli 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Suprianto dan Ibu Een Nurlaeni. Penulis menempuh pendidikan di TK Teratai Pangandaran (1989-1990), SDN Wonoharjo I, Pangandaran (1990-1996), SLTPN I Pangandaran (1996-1999), dan SMUN I Pangandaran (1999-2002). Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) periode 2004-2005, penulis juga cukup aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA, National Student Paper Competition (NSPC) 3 dan 4, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP XII), Open House departemen TPG 41, Suksesi HIMITEPA dan Musyawarah Anggota HIMITEPA. Penulis pernah menjadi ketua Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) 2004. Penulis pernah mengikuti seminar IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005). Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung dengan topik Mempelajari Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil”, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si., selaku pembimbing pertama. Terima kasih atas kesabaran selama membimbing penulis dari awal mengenal Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga penulis menyesaikan studi. 2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukan selama kuliah dan saat penulis menyelesaikan tugas akhir. 3. Nur Wulandari, S.TP. M.Si., selaku penguji pada saat ujian skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis. 4. Tim Manajemen SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. 5. Ayahanda Suprianto dan Ibunda Een Nurlaeni, yang telah menyucurkan air mata dan keringat agar penulis dapat menyelesaikan studinya. Terimakasih untuk dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Adik penulis Rama Dhani Fitrilaksono yang setia menemani hari-hari ayah dan ibu di rumah selama penulis di Bogor. 6. Bapak Icik dan Ibu Luwi, terima kasih atas bantuannya saat mengumpulkan panelis ibu hamil dan menjadi orang tua penulis saat penulis di serpong. 7. Para panelis terlatihku (Randy Adistya, Herold, Shinta, Eva Handayani, Evrin Lutfika, Fenni Rusli, Karen, Syarifah Zarina dan Yoga Rahmawansyah) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk datang setiap hari rabu ke lab Bu Sri. 8. Bapak Kardjio dan Ibu Sri, terima kasih telah menjadi orang tua penulis dan keluargaku Sony Frangky+Renny, Dudi, Ferryza, Fajar, CeEr, Erix dan Anton saat penulis tinggal di “Astra ABIMANYU”.
9. Marlina Sunaryo, rekan sebimbingan penulis dan Stesianasari Mileiva, rekan sebimbingan sekaligus rekan kerja saat di laboratorium. Terima kasih atas dukungan, spirit dan kerjasamanya. 10. Siti Restikawati yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, kesabaran dan pengertian kepada penulis dalam setiap langkah penantianmu. 11. Bandung ‘Gombez’ Wibisono, Achmad Fariz ‘The Men’ Sahli, Kadek ‘Molly’ Lila Antara dan Suparlan ‘Thole’, keluarga penulis ketika penulis pertama kali menginjakan kaki di kota hujan. Terimakasih atas semua canda tawa dan goresan-goresan kenangan yang terukir. 12. Ulik, Boy, Didin, Dadik, Ajeng : keceriaan, kebersamaan dan masa depan tidak akan pernah terjadi jika tidak kita mulai!. 13. Randy, Woro (thanks note book-nya!), Nanda, reBeks, Ina, Inal, terima kasih sudah mau mendengarkan dan menanggapi kegaringan penulis selama di ITP. 14. Susan, Evie, Manto dan T-min keluargaku di golongan B1 dan teman sehidup semati dalam perjuangan menghadapi setumpuk laporan praktikum setiap minggu. 15. Teman-teman penulis di ITP : Lutfika (thanks buat masukan dan ceramahnya), Qky&Farah (thanks buat adry dan aldo), Prasna, Tina, Nuy, Deddy+Dora, Manginar, Irwan (salut sama Irwan..!), Aponk, Maya, kaNyaka, Inggrid, Elvina, Papang, ViviRus, ech-the frog, Asep ari, Nea, Hani, Pretty 16. Teman-teman Pangandaranku: Maman, Yadi, Lia Yulianti, Ropiani, Siti Aisah, Dewi, Aji Darma, Kuswan, Mareta, Tintin, Sally, dan Sri. 17. Laboran dan teknisi : Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Teh Ida, Bu Rubiah, Pak Solihin, Mas Edi, Teh Darsih, Bu Sri terimaksih atas tuntunan dan kesabarannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.
Bogor, Januari 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................... 2 C. Manfaat ................................................................................................. 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan ......................................... 3 1. Karakteristik Fungsional ................................................................ 3 2. Karakteristik Psikologi ................................................................... 3 3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) ......................................... 4 4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan .......................................... 5 5. Karakteristik Keamanan ................................................................. 6 B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ................................. 6 C. Bihun Sebagai Produk pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)................................................................................... 7 D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil .................................................................... 7 E. Fortifikasi Zat Gizi ............................................................................... 9 1. Vitamin A ....................................................................................... 9 2. Asam folat ...................................................................................... 12 3. Vitamin C ....................................................................................... 14 4. Zat besi (Fe) ................................................................................... 16 5. Iodium (I) ....................................................................................... 18 6. Seng (Zn) ........................................................................................ 21
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 23 A. Bahan .................................................................................................... 23 B. Alat ....................................................................................................... 23 C. Metode Penelitian ................................................................................. 23
iii
D. Metode Analisis ..................................................................................... 25 1.
Analisis Proksimat ........................................................................ 25
2.
Analisis Fortifikan ......................................................................... 27
3.
Uji Organoleptik ............................................................................ 29
4.
Pendugaan Umur Simpan .............................................................. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 36 A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun ......... 36 1.
Kadar Air........................................................................................ 37
2.
Kadar Lemak ................................................................................. 38
3.
Kadar Protein ................................................................................ 38
4.
Kadar Karbohidrat ......................................................................... 38
5.
Kadar Abu ..................................................................................... 39
6.
Jumlah Energi ................................................................................ 39
7.
Kandungan Fortifikan ................................................................... 40
B. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik ......... 45 1.
Mutu organoleptik berdasarkan Pembedaan ................................. 45
2.
Mutu organoleptik berdasarkan Hedonik ...................................... 46
C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun ............................. 48 1.
Pendugaan umur simpan berdasarkan organoleptik ...................... 48
2.
Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif ...................................................................... ...... .. 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 54 A. Kesimpulan ........................................................................................... 54 B. Saran ..................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56 LAMPIRAN ....................................................................................................... 60
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1.
Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 ..........................................
7
2.2.
Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun .......................................................
8
2.3.
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A ................
10
2.4.
Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol) .......................................
11
2.5.
Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti .................................
12
2.6.
Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan ..................................
17
2.7.
Kebutuhan lodium Menurut Kelompok umur ...........................................
20
2.8.
Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Iodium ...................................................................................................
20
Jumlah asupan gizi yang direkomendasikan/RDA untuk seng (Zn) ....
21
2.10. Batas toleransi konsumsi Zn untuk bayi, anak-anak dan dewasa .........
22
2.9.
3.1. 3.2.
Batas atas (N0) dan batas kritis (Nt) mutu bihun berdasarkan mutu organoleptik ..........................................................................................
31
Nilai awal dan titik kritis parameter mutu pada bihun berdasarkan mutu fisik ..............................................................................................
34
4.1.
Informasi yang diperoleh dari produsen mengenai penambahan zat gizi pada produk bihun instan................................................................. 37
4.2.
Kandungan gizi makro dan mikro pada bihun dan bumbu bihun non fortifikasi (NF), fortifikasi (F), bihun fortifikasi setelah dimasak (FM), klaim produsen dan standar bihun berdasarkan SNI...................
37
4.3.
Persentase jumlah panelis yang menjawab benar pada uji pembedaan.
45
4.4.
Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan)....................
49
4.5. 4.6. 4.7.
0
Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) ..........................
49
Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan) ..............
52
Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan).....................
52
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Struktur kimia retinol ...........................................................................
9
2.2. Struktur kimia asam folat .....................................................................
12
3.1. Alur penelitian pengujian mutu bihun instan sebagai produk dalam program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil .....................
24
3.2. Laju penurunan mutu berdasarkan model persamaan ordo 0 (a) Ordo 1 dalam bentuk eksponensial (b) dan bentuk linear (c)............................
33
3.3. Hubungan antara lightness dan perubahan warna ................................
34
4.1. Bihun goreng fortifikasi (F) dan non fortifikasi (P). bihun masak yang ditambahkan bumbu (kiri) dan yang tidak ditambahkan bumbu (kiri) ......................................................................................................
46
4.2. Nilai rata-rata skor untuk kesukaan pada bihun non fortifikasi dan fortifikasi ..............................................................................................
47
4.3. Pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan ............................
47
4.4. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan parameter mutu organoleptik .................................................................................
50
4.5. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna bihun F diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ..............................................
51
4.6. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna saus F diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ..............................................
52
4.7. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kromameter .......................................................
53
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1.
Proses pembuatan bihun ........................................................................... 61
2.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar air bihun ................................. 63
3.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar lemak bihun............................ 64
4.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar protein bihun .......................... 65
5.
Hasil Uji statistik pada pengukuran karbohidrat bihun ............................ 66
6.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar abu bihun................................ 67
7.
Hasil Uji statistik pada pengukuran Energi bihun .................................... 68
8.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Vitamin C bihun..................... 69
9.
Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar seng (Zn) bihun...................... 70
10. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Zat besi (Fe) bihun................. 71 11.a. Form Uji Pembedaan (Uji segitiga) .......................................................... 72 11.b. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak (lengkap) .................................... 72 12. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak tanpa bumbu ............................... 73 13. Tabel T8. Angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji segitiga. (Meilgaard et al., 1999) .............................................................. 74 14. Form isian uji hedonik kesukaan............................................................... 75 15.
Hasil pengolahan data uji hedonik kesukaan dengan menggunakan SPSS 11 ................................................................................................... 76
16.a. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (uji segitiga)......... 77 16.b. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (matching test)..... 77 17.
Daftar panelis yang lolos seleksi untuk pengujian mutu oganoleptik selama penyimpanan ............................................................................... 78
18.
Lembar penilain organoleptik bihun instan ............................................. 80
19.a. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada beberapa suhu .......................................................................................... 84 19.b. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada beberapa suhu ........................................................................................... 84 20.
Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap parameter penyimpanan bihun NF berdasarkan panelis .......................... 85
21.
Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap parameter penyimpanan bihun F berdasarkan panelis.............................. 86
vii
22.
Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan penilaian organoleptik ............................................................................................. 87
23.
Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan penilaian organoleptik. 88
24.a. Tabel nilai Lightness bihun NF selama penyimpanan ............................ 89 24.b. Tabel nilai a bihun NF selama penyimpanan .......................................... 89 24.c. Tabel nilai b bihun NF selama penyimpanan .......................................... 89 24.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ................................................... 89 25.a. Tabel nilai Lightness bihun F selama penyimpanan ............................... 90 25.b. Tabel nilai a bihun F selama penyimpanan ............................................. 90 25.c. Tabel nilai b bihun F selama penyimpanan ............................................. 90 25.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ................................................... 90 26.a. Tabel nilai Lightness sauce pada bihun NF selama penyimpanan .......... 91 26.b. Tabel nilai a sauce pada bihun NF selama penyimpanan ........................ 91 26.c. Tabel nilai b sauce pada bihun NF selama penyimpanan ....................... 91 26.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun NF ................................. 91 27.a. Tabel nilai Lightness sauce pada bihun F selama penyimpanan ............. 92 27.b. Tabel nilai a sauce pada bihun F selama penyimpanan .......................... 92 27.c. Tabel nilai b sauce pada bihun F selama penyimpanan .......................... 92 27.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun F ................................... 92 28.a. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus pada bihun NF berdasarkan kromameter.................................................. 93 28.b. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus pada bihun F berdasarkan kromameter..................................................... 93 29.a. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan kromameter ............... 94 29.b. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan kromameter .................. 94 30.
SNI 01-3553-1994 mengenai syarat mutu air minum dalam kemasan (AMDK) .................................................................................................. 95
viii
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Sebagian besar ibu hamil menyadari akan pentingnya kecukupan zat gizi selama kehamilan terutama bagi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kecukupan zat gizi saat kehamilan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan rohani anak dimasa yang akan datang. Dengan cara memenuhi kebutuhan zat gizi, pencegahan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh defisiensi zat gizi pada bayi dapat dicegah sejak dini. Masa pencegahan yang paling baik adalah pada masa kehamilan. Ibu hamil berperan sangat besar dalam upaya perbaikan gizi bayi dan balita. Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia ini paling tepat dilakukan pada masa menjelang dan saat prenatal. Alasannya adalah: perkembangan otak manusia dimulai pada masa kehamilan, ibu hamil yang menderita defisiensi zat gizi mempunyai resiko lebih besar untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempunyai resiko yang lebih besar untuk meninggal pada usia satu tahun, dan jika mampu bertahan hidup mempunyai resiko lebih besar untuk menderita penyakit degeneratif pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat normal. Almatsier (2003), menyatakan bahwa defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Defisiensi terutama menyerang golongan rentan seperti, anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Anemia gizi besi (AGB) dapat disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin C, yang sangat dibutuhkan untuk penyerapan zat besi. AGB pada ibu hamil dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR), infeksi setelah lahir dan disfungsi otak. Sebagai upaya untuk mengurangi masalah gizi tersebut maka SEAFAST (South East Asia Food and Agriculture Science and Technology) CENTER-IPB bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian-IPB,
melaksanakan
program
pemberian
makanan
tambahan
(PMT)/feeding program untuk ibu hamil. Program ini dilaksanakan dengan cara membuat produk yang khusus untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dalam bentuk bihun instan. Produk bihun ini dibuat oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM)Bogasari Flour Mill. Produk bihun instan ini telah dilengkapi dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh wanita hamil dalam jumlah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bihun biasa. Zat gizi tersebut adalah zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (iodine), asam folat (folic acid), vitamin A dan vitamin C. Dengan penambahan zat-zat gizi tersebut diharapkan mampu meningkatkan sumber daya manusia dan mengurangi angka kematian ibu hamil saat melahirkan. Sebelum digunakan sebagai produk dalam program PMT untuk ibu hamil, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap karakteristik mutu bihun. Karakteristik mutu tersebut meliputi karakteristik mutu kimia, karakteristik mutu psikologi dan karakteristik umur simpan. Analisis karakteristik mutu kimia dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara nilai gizi aktual dengan informasi nilai gizi bihun yang
diberikan
oleh
produsen.
Analisis
karakteristik
mutu
psikologi
(organoleptik) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang tidak difortifikasi (NF) dengan bihun yang telah difortifikasi (F) dan mengetahui tingkat kesukaan ibu hamil terhadap bihun yang telah difortifikasi. Selain kedua karakteristik mutu diatas, karakteristik lain yang diamati adalah karakteristik masa simpan (shelf life) untuk mengetahui masa simpan optimum produk bihun fortifikasi. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji mutu produk bihun instan non fortifikasi, fortifikasi dan mengetahui aspek mutu setelah bihun fortifikasi melalui proses pengolahan. Aspek mutu yang dikaji meliputi aspek kimia, organoleptik dan pendugaan umur simpan produk yang digunakan untuk program pemberian makanan tambahan (PMT) ibu hamil. C. Manfaat Memperoleh data ilmiah mengenai keadaan mutu produk bihun yang digunakan untuk PMT, sehingga dapat dievaluasi kontribusi produk tersebut dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan ibu hamil.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan Muhandri dan Kadarisman (2005), menjelaskan bahwa mutu produk pangan ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang spektrumnya semakin luas. Karakteristik mutu yang paling umum adalah karakteristik fungsional. Namun, belakangan juga banyak dikembangkan karakteristik mutu yang lain seperti, karakteristik daya tahan simpan (shelf life), karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik psikologi dan karakteristik keamanan. 1. Karakteristik Fungsional Karakteristik fungsional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik seperti, morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral. Sifat kimia seperti, komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan. Sifat mikrobiologi seperti, mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen, mikroba pembusuk. 2. Karakteristik Psikologi Karakteristik psikologi yang paling mendasar pada produk-produk pangan adalah karakteristik sensori (organoleptik). Karakteristik ini hanya dapat diukur, dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Penilaian karakteristik ini dapat menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana kesukaan tersebut (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Berdasarkan alat indera yang digunakan, karakteristik sensori dapat digolongkan menjadi : a. Karakteristik visual meliputi, warna, kekeruhan kilap, kejernihan, dsb. b. Karakteristik bau meliputi, keharuman, bau busuk, tengik, apek dsb. c. Karakteristik rasa meliputi, rasa dasar (manis, asam, asin, pahit), pedas, dingin, lezat dsb d. Karakteristik tekstual meliputi, sifat lengket, halus, keras, lunak dsb. Karakteristik ini telah terbukti dapat diandalkan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah produk kita sama, diatas atau dibawah
produk pesaing. Karakteristik psikologi lainnya muncul akibat konsumen menginginkan keindahan (dekorasi kemasan), bentuk-bentuk kemewahan (luxury) 3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) Produk-produk pangan yang telah melalui proses produksi dan telah dikemas, mempunyai umur simpan (shelf life) tertentu. Penyimpanan yang melewati masa tersebut menyebabkan penurunan mutu. Selanjutnya, terjadi kerusakan yang menyebabkan produk menjadi kadaluwarsa. Waktu kadaluwarsa adalah jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak lagi dapat diterima. Produk pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi, atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat menganggu kesehatan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluwarsa, atau telah melampaui masa simpan optimumnya. Umumnya kondisi yang digunakan baik pada saat proses pengolahan atau saat penyimpanan akan mempengaruhi atribut mutu produk (Singh, 2000). Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technologist merupakan selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sedangkan National Food Prosessor Association mendefinisikan umur simpan sebagai masa/waktu suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya apabila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan (Arpah, 2001), atau dengan kata lain umur simpan merupakan masa atau periode pada saat bahan pangan masih dalam tingkat mutu konsumsi (eating quality) yang dapat diterima dari segi organoleptik dan keamananya. Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bahan pangan diantaranya adalah: a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan,
misalnya
kepekaan
terhadap
air
dan
oksigen,
dan
kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik. b. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.
4
c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. d. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Untuk dapat menduga umur simpan maka perlu ditentukan parameter kerusakan produk. Kerusakan produk tersebut dapat diketahui berdasarkan karakteristik
mutu
fisik,
kimia,
mikrobiologi
serta
karakteristik
mutu
organoleptik. Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menduga umur simpan suatu produk. Extended storage studies (ESS) yaitu cara konvensional dengan melakukan penyimpanan dan mengikuti perubahan parameter hingga mencapai kadaluarsa. Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) dilakukan dengan cara akselerasi/dipercepat dengan membuat kondisi sedemikian rupa sehingga produk lebih cepat rusak, misalnya dengan menggunakan faktor suhu atau RH. Metode pendugaan umur simpan secara ASLT berdasarkan suhu dapat dilakukan dengan mengikuti
model
Arhenius
yaitu
mempercepat
umur
simpan
dengan
meningkatkan suhu secara terukur dan dilakukan minimal pada tiga tingkat suhu. Metode arrhenius dilakukan pada kelembaban yang sama (90%) dan beberapa suhu yang berbeda (370C, 450C, 55 0C). Beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menduga umur simpan dengan metode arrhenius adalah. a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam dan reaksi saja misalnya kadar air. b. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatan perubahan mutu. c. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap. d. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya. 4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan. Muhandri dan Kadarisman (2005), menyebutkan bahwa karakteristik kemudahan penggunaan memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen untuk mengkonsumsi produk pangan. Kecenderungan ini diperkuat seiring dengan era industrialisasi, konsumen semakin menyukai hal yang praktis dan hemat
5
waktu. Contohnya: bentuk-bentuk makanan instan (mie, kopi, bubur), bumbu siap pakai, makanan-makanan kaleng, makanan beku dan lain-lain. 5. Karakteristik Keamanan Tuntutan akan pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu keamanan pangan menjadi hal yang penting diterapkan dalam industri pangan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi adalah : a. Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian seperti insektisida, fungisida dan antibiotik. b. Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya misalnya, penggunaan pewarna tekstil pada makanan jajanan (street food) c. Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan dari awal produksi sampai pada tingkat pengolahan akibat kurang sanitasi. d. Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba menjadi aktif kembali pada saat penyimpanan dan pengolahan. B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding program adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan kualitas kelompok tertentu misalnya ibu hamil dan balita dengan cara menambahkan suplemen pangan terhadap bahan pangan pada kelompok tersebut. Kegiatan pemberian makanan tambahan ini biasanya dilakukan dengan cara memberikan makanan atau minuman yang telah ditambahkan (difortifikasi) zat gizi tertentu sesuai dengan kebutuhan kelompok target. Zat gizi yang biasa ditambahkan dalam bahan pangan untuk kelompok ibu hamil adalah zat besi (Fe), asam folat (folic acid), vitamin A, vitamin C, zinc (Zn) dan Iodium (iodine) (Anonim, 2005).
6
C. Bihun Sebagai Produk Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Menurut SNI 01-2975-1992, bihun adalah produk pangan kering yang dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan berbentuk khas bihun. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Hasbullah (2001), menyatakan bahwa bihun dibuat dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk seperti benang. Proses pembuatan bihun dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 No Kriteria uji Satuan 1 Keadaan a. bau b. rasa c. warna 2 Benda asing 3 Daya tahan
4 5 6 7
Air Abu Protein (N x 6,25) Pemutih dan pematang
8
Cemaran logam a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total E.coli Kapang
9 10 10.1 10.2 10.3
Persyaratan Normal Normal Normal Tidak boleh ada Tidak hancur jika direndam dengan air panas suhu kamar selama 10 menit
% b/b % b/b % b/b Sesuai SNI 01-0222-1995
Maks 13 Maks 1 Min 4
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/gram APM/gram Koloni/gram -
Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.005 Maks 1.0 x 106 Maks 10 Maks 1.0 x 104 -
D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Kebutuhan nutrisi kelompok khusus ibu hamil cenderung meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi wanita tidak hamil pada usia yang sama antara 20-50 tahun. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk wanita berumur 25-50 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.2.
7
Tabel 2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun. Gizi yang dibutuhkan Tidak hamil Hamil Protein (g) Vitamin larut lemak Vitamin A (μg) Vitamin D (μg) Vitamin E (μg) Vitamin K (μg) Vitamin larut air Thiamin (mg) Ribovlavin (mg) Niasin Vitamin B12 (μg) Asam folat (μg) Piridoksin (mg) Vitamin C (mg) Mineral Kalsium (mg) Fospor (mg) Besi (mg) Seng (mg) Iodium (µg) Selenium (μg) Magnesium (mg)
44
60
800 5 8 65
800 10 10 65
1,1 1,3 15 2 180 1,6 60
1,5 1,6 17 2,2 400 2,2 70
800 800 15 12 150 55 280
1200 1200 30 15 175 65 320
US FDA :1989
Berdasarkan Tabel 2.2. RDA (Recomended Dietary Allowances) untuk kebutuhan asam folat ibu hamil perhari meningkat hingga 400 µg dimana pada keadaan normal kebutuhan asam folat hanya 180 μg/hari. Peningkatan kebutuhan nutrisi juga terjadi pada zat besi, kalsium dan fospor. Ibu hamil membutuhkan 30 mg Fe/hari sedangkan dalam keadaan normalnya wanita hanya membutuhkan 15 mg/hari. Kalsium dan fospor diperlukan tambahan 400 mg dari jumlah normalnya. Zat gizi lain yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak adalah vitamin D. Dalam kondisi normal, hanya diperlukan 5 μg vitamin D perhari, namun pada saat hamil memerlukan 10 μg vitamin D perhari. Begitu juga dengan zat gizi yang lain, walaupun peningkatannya tidak terlalu banyak, tetapi zat-zat gizi tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin serta kesehatan ibu
8
hamil. Zat gizi yang tidak tercukupi selama kehamilan dapat berakibat fatal bagi ibu dan janin (US FDA, 1989). Sumber lain menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ibu hamil berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) 2500 Kkal adalah 2800 Kkal atau perlu penambahan 300 Kkal setiap harinya (Haryanto, 1999). E. Fortifikasi Zat Gizi Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi kedalam bahan pangan, baik itu zat gizi yang secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut atau tidak dengan tujuan untuk mencegah atau mengoreksi kekurangan satu atau lebih zat gizi yang terjadi dalam suatu populasi atau kelompok populasi tertentu. Menurut Claudio dan Lagua (1991), fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi seperti vitamin, mineral, asam amino, atau konsentrat protein kedalam makanan sehingga seperti keadaan aslinya. Contoh: penambahan vitamin A pada margarin, vitamin D pada susu, lisin pada roti dan iod pada garam. Fortifikasi umumnya bertujuan untuk restorasi atau mengembalikan jumlah zat gizi tertentu dalam bahan pangan, meningkatkan intake zat gizi tertentu untuk mengatasi defisiensi zat gizi tertentu dalam populasi target. Beberapa zat gizi yang dapat digunakan sebagai fortifikan diantaranya adalah: 1.
Vitamin A
a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Retinol (alkohol) dan retinal (aldehida) sering disebut sebagai komponen pembentuk vitamin A. Retinal dapat diubah oleh tubuh menjadi asam retinoat (retinoic acid). Retinol, retinal, asam retinoat, dan komponen lain yang berhubungan dikenal sebagai retinoid. Beta karoten dan karotenoid lain dapat diubah oleh tubuh menjadi retinol atau dikenal dengan provitamin A (Gambar 2.1). Tidak semua karoten yang terserap oleh tubuh dapat diubah menjadi vitamin A. Hanya sekitar 1/6 dari kandungan karoten yang akan dimanfaatkan oleh tubuh (Winarno, 1992)
Gambar 2.1. Struktur kimia retinol
9
Winarno (1992), menyatakan bahwa retinol bebas umumnya ditemukan pada bahan pangan. Bentuk penyimpanan retinol banyak ditemukan pada bahan pangan hewani seperti susu, keju, kuning telur, hati dan berbagai ikan yang mengandung banyak lemak merupakan sumber utama bagi retinol. Tumbuhan mengandung karotenoid, beberapa dari karotenoid itu adalah prekursor vitamin A (α-karoten dan β-karoten). Sayuran yang berwarna hijau dan kuning mengandung kerotenoid dalam jumlah yang sangat banyak. Sayuran hijau juga mengandung banyak karotenoid, walaupun pigmennya tertutupi oleh pigmen zat hijau daun (klorofil). b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Vitamin A Rekomendasi RDA (Recommended Dietary Allowance) yang terbaru untuk kecukupan vitamin A adalah berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat mendukung fungsi reproduksi secara normal, fungsi imun, ekspresi gen dan penglihatan. Tabel kecukupan vitamin A berdasarkan RDA dapat dilihat pada Tabel 2.3. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan xeroftalmia, noda bitot dan xerosis. Tabel 2.3. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A Pria : μg/hari Wanita : μg/hari Umur Kelompok (IU/hari) (IU/hari) Bayi 0-6 bulan 400 (1333 IU) 400 (1333 IU) Bayi 7-12 bulan 500 (1667 IU) 500 (1667 IU) Anak-anak 1-3 tahun 300 (1000 IU) 300 (1000 IU) Anak-anak 4-8 tahun 400 (1333 IU) 400 (1333 IU) Anak-anak 9-13 tahun 600 (2000 IU) 600 (2000 IU) Remaja 14-18 tahun 900 (3000 IU) 700 (2333 IU) Dewasa 19 tahun dan lebih 900 (3000 IU) 700 (2333 IU) Hamil 18 tahun dan kurang 750 (2500 IU) Hamil 19- tahun dan lebih 770 (2567 IU) Menyusui 18 tahun dan kurang 1,200 (4000 IU) Menyusui 19- tahun dan lebih 1,300 (4333 IU) Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005
c. Keamanan Vitamin A Selama Proses Kehamilan Kondisi
yang
disebabkan
oleh
keracunan
vitamin
A
disebut
hiperavitaminosis A. Hal ini disebabkan oleh kelebihan konsumsi vitamin A, bukan karotenoid. Vitamin A diserap dengan cepat oleh tubuh dan dikeluarkan
10
dari tubuh dengan waktu yang lambat, sehingga keracunan dapat terjadi. Keracunan secara akut dapat terjadi dengan cara mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat atau secara kronis jika konsumsinya dalam jumlah yang sedikit dalam waktu yang lama. Menurut Almatsier (2003), Keracunan vitamin A hanya bisa terjadi jika mengkonsumsi vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejala keracunan vitamin A adalah mual, sakit kepala, lelah, rambut rontok, pening dan kulit kering. Tanda-tanda keracunan secara kronis adalah kulit yang kering dan gatal, kehilangan nafsu makan, sakit kepala serta sakit pada tulang dan persendian. Hipervitaminosis A yang berat dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati, pendarahan (hemorrhage) dan koma. Umumnya, keracunan vitamin A berhubungan dengan kosumsi vitamin A dalam waktu yang lama dan jumlah 10 kali dari jumlah yang direkomendasikan RDA (8.000-10.000 μg/hari atau 25.000-33.000 IU/hari). The Linus Pauling Institute menujukkan batas toleransi vitamin A yang boleh dikonsumsi pada beberapa kelompok usia dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4. Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol) Batas dalam μg/hari Kelompok usia (IU/hari) Bayi 0-12 bulan 600 (2.000 IU) Anak-anak 1-3 tahun 600 (2.000 IU) Anak-anak 4-8 tahun 900 (3.000 IU) Anak-anak 9-13 tahun 1.700 (5.667 IU) Remaja 14-18 tahun 2.800 (9.333 IU) Dewasa 19 tahun dan lebih 3.000 (10.000 IU) Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005
Walaupun perkembangan janin membutuhkan asupan vitamin A yang cukup, konsumsi yang berlebihan juga dapat menimbulkan cacat lahir (birth defect). Telah diteliti bahwa tidak ada peningkatan resiko untuk mengalami cacat lahir apabila konsumsi vitamin A masih dibawah 3.000 μg/hari (10.000 IU/hari). Etretinate dan isotretinoin (accutane), turunan sintetis dari retinol adalah yang dikenal meningkatkan resiko cacat lahir dan tidak boleh dikonsumsi selama masa kehamilan atau masa kemungkinan hamil. Tretinoin (Retin-A), turunan retinol yang lain, sebagai ramuan tropis yang digunakan untuk kulit.
11
2. Asam Folat a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Asam
folat
atau
PteGlu
adalah
asam
2-amino-4-hidroksi-6-
methileneminobenzoil-L-glutamat pteridin (Gambar 2.2). Asam folat berwarna kuning dengan bobot molekul 441,4 dan mudah larut dalam air pada bentuk asamnya namun sulit larut dalam alkohol (Ottaway, 1993).
Gambar 2.2. Struktur kimia asam folat Folat banyak terdapat pada produk pangan yang mengalami proses fermentasi. Salah satu contoh produk pangan yang mengandung banyak asam folat adalah roti tawar. Sebagian besar asam folat pada roti tawar berasal dari khamir. Kandungan asam folat pada roti tawar dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti … Produk Wheat, whole kernel Wheat flour, type 455 Wheat flour, type 550 Wheat germ Wheat gluten Yeast a. Breaker’s yeast, pressed b. Brewer’s yeast, dried
B1 (ppm) 4.8 0.6 1.1 20.1 6.5
B2 (ppm) 1.4 0.3 0.8 7.2 5.1
Niasin (ppm) 51 7 5 45 177
As. Folat (ppm) 0.49 0.1 0.2 5.2 4
14.3 120
23.1 38
174 448
0.102 0.32
Sumber : Belitz dan Grosch (1999)
b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Brody (1991) menyatakan bahwa kebutuhan asam folat bervariasi menurut beberapa kondisi, seperti kehamilan, masa menyusui dan masa bayi dan balita. Kebutuhan folat selama masa kehamilan adalah 350 μg/perhari, peningkatan kebutuhan asam folat selama kehamilan disebabkan oleh pertumbuhan fetus.
12
Secara biologis folat berfungsi sebagai kofaktor dan juga sebagai akseptor serta donor bagi satu unit karbon dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino dan nukleotida (Muchtadi et al., 1993). Folat diperlukan untuk produksi dan pemeliharaan sel baru. Hal ini menjadi penting tertutama pada periode pembelahan sel yang cepat dan masa pertumbuhan seperti masa kehamilan dan masa anak-anak. Folat diperlukan dalam pembentukan DNA dan RNA yaitu sebagai pentransfer 1-karbon dalam pembentukan asam deoksitimidilat dan asam deoksiuridilat. Kedua asam tersebut merupakan pra-zat dalam pembentukan timin dan urasil (Thenawidjaja, 1982). Kekurangan asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks rahim. Keracunan asam folat jarang sekali terjadi, dosis 5-10 mg masih dianggap aman. Dianjurkan untuk menghindari konsumsi folat melebihi 2,5 kali AKG ibu hamil (Almatsier, 2003). Ahli obstreti ginekologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta menyatakan bahwa setidaknya 3 dari 300 wanita hamil perminggu yang merujuk ke RSCM memiliki janin dengan kelainan bubung syaraf/neural tube defect (NDT). Peran asam folat menjadi sangat penting bagi pasangan subur yang ingin mempunyai keturunan. Mengingat terjadinya NTD adalah pada mingguminggu awal kehamilan, maka konsumsi asam folat tidak hanya penting bagi yang sudah mengandung tetapi juga bagi yang berencana mengandung. Sebaiknya konsumsi asam folat yang cukup telah dilaksakan 3 bulan sebelum kehamilan (QMA, 2003). Kelainan bubung syaraf yang paling umum adalah spina bifida (penutupan tulang belakang yang tidak sempurna), anenchephaly (pertumbuhan otak yang terhambat) dan encephalocele (jaringan otak menonjol ke kulit melalui bukaan yang tidak normal pada tengkorak. Kelainan ini umumnya mulai terjadi pada 28 hari pertama kehamilan (Milunsky et al., 1989) Asam folat mencegah 70 % kelainan bubung syaraf pada manusia, meskipun mekanisme pencegahannya belum jelas (Northop-Clewes dan Turnham, 2002). Uji penekanan deoksiuridin secara in vitro menunjukan gangguan metabolisme
13
folat pada pembentukan homozigot (Pax3) embrio tikus yang menderita kelainan bubung syaraf. Penggabungan [3H]timidin secara berlebihan pada percikan embrio mengindikasikan defisiensi metabolik penyediaan folat untuk biosintetis pirimidin. Pemberian asam folat dan timidin secara bersamaan dari luar dapat mengoreksi kesalahan biosintesis tersebut dan mencegah kelainan bubung syaraf pada percikan homozigot. Data-data tersebut mendukung normalisasi proses pembentukan jaringan syaraf dengan pemberian asam folat pada manusia (Fleming, 1998). c. Keamanan pangan pada proses kehamilan. Resiko keracunan asam folat sangat rendah. Tetapi beberapa kemungkinan dapat terjadi jika asam folat dikonsumsi secara berlebihan (Hathcock,1997) yaitu, Reaksi alergi, meskipun sangat jarang terjadi alergi folat mungkin terjadi seperti munculnya rasa gatal pada konsumsi 800 μg. Keracunan asam folat, hal ini mungkin terjadi meskipun beberapa studi mengindikasikan hasil yang beragam, tetapi studi yang dapat dipercaya menunjukan bahwa konsumsi folat berlebih tidak mempengaruhi tidur, tingkah laku, kecemasan, kemampuan, untuk berkonsentrasi, atau fungsi pencernaan. Studi lain tidak menunjukan adanya efek penyakit pada konsumsi 15000 μg perhari pertahun. 3. Vitamin C a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Dalam bahan pangan, vitamin C terdapat dalam bentuk asam Laskorbat (L-ascorbic acid/AA) dan asam L-dehidroaskorbat (dehydro L-ascorbic acid/DHAA). Keduanya memiliki aktivitas vitamin C (Winarno, 1997). Selain itu terdapat pula asam isoaskorbat (isoascorbic acid) yang hanya memiliki 5 % aktivitas vitamin C. Total vitamin C dalam bahan pangan merupakan jumlah AA dan DHAA (Russel, 2000). Winarno (1992), menyebutkan bahwa buah dan sayuran merupakan sumber utama, terutama buah-buahan segar (lebih dari 90 %) vitamin C dari total yang dikonsumsi manusia. Buah-buahan yang memiliki rasa asam seperti jeruk, nanas, dan jambu juga mengandung vitamin C lebih banyak dibanding buah yang tidak asam seperti pisang, apel, pear atau peach, buah sitrus, anggur
14
dan berries-yang lain. Beberapa rempah tropis dan sayuran daun juga mengandung vitamin C yang tinggi bahkan setelah sayuran tersebut dimasak seperti : lada hijau, cabe, kentang, bayam, kol, brokoli dan tomat. Russel (2000) mengemukakan bahwa vitamin C sering digunakan sebagai indikator kerusakan atau kestabilan vitamin pada bahan pangan. Hal ini karena vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil. AA larut baik dalam air, asetonitril, asam asetat, etanol, dan metanol. Dalam larutan, AA dan DHAA dapat teroksidasi karena pengaruh suhu, oksigen, ion metal, kisaran pH basa, cahaya, dan degradasi enzim (AA oksidase). Oksidasi AA menjadi DHAA merupakan reaksi dapat balik (reversible), sedangkan oksidasi DHAA merupakan reaksi irreversible dan menghasilkan produk yang tidak aktif yaitu asam diketogulonat (2,3-diketogulonic acid). Aplikasi vitamin C pada bahan pangan dimulai pada bir ketika tahun 1950-an, pada tahun 1954-an vitamin C digunakan sebagai pengawet daging, sampai akhir tahun 1950-an vitamin C banyak digunakan pada tepung sebagai improver baking qualities serta pada soft drinks. Secara kimiawi, vitamin C memiliki sifat pereduksi yang berguna sebagai senyawa antioksidan dan stabilisator pada flour improving dan sebagai meat curing agent. Vitamin C terbukti dapat diterima dan aman. Awal ditemukannya vitamin C bermula dari merebaknya penyakit “skorbut” yang pada masa itu bisa diobati dengan air jeruk lemon. Selanjutnya, zat yang terdapat pada lemon itu disebut sebagai zat anti “skorbut” yang kemudian dikenal dengan vitamin C. Studi tentang struktur vitamin C ini dimulai tahun 1918 di Institut Leister. Hingga kini, diketahui bahwa hanya lima spesies hewan yang ternyata memerlukan vitamin C. Selain manusia, hewan yang memerlukan vitamin C tersebut adalah kera, marmot (Guinea pig), kelelawar (Indian fruit bat), dan burung red-vented bulbuls (Winarno, 1992). b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Recomended daily or dietary allowance (RDA) menetapkan jumlah konsumsi vitamin C perhari adalah 60-75 mg (US FDA, 1989). Dalam tubuh, vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen intraseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat pada tulang rawan, kulit
15
dalam, tulang, dentin, dan vascular endothelium. Ascorbic acid (AA) sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi-prolin dan hidroksi-lisin. Diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolestrol (Winarno, 1992). Vitamin C juga
ikut
menjaga
kesehatan
pembuluh
darah,
gigi
serta
membantu
menyembuhkan luka dan jaringan yang rusak. Berkontribusi pada produksi haemoglobin dan sel darah merah pada tulang belakang serta mencegah penggumpalan darah. Selain itu vitamin C juga membantu menyembuhkan infeksi saluran urin dan anemia gizi besi (Almatsier, 2003). Gejala awal kekurangan vitamin C adalah lelah, kehilangan nafsu makan, penurunan ketahan tubuh terhadap infeksi dan pendarahan kapiler minor. Kekurangan vitamin C dalam waktu yang lama dapat menyebabkan struktur kolagen melemah, dan dapat menyebabkan pendarahan lebih lanjut (Northop-Clewes dan Turnham, 2002). Kajian toksikologi menunjukkan keamanan konsumsi vitamin C sampai 4 gram per hari (Klaui, 1974). 4. Zat Besi (Fe) a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Kandungan zat besi dalam bahan pangan sangat bervariasi dan tergantung dari jenis makanan tersebut. Beberapa macam bahan pangan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2.6. Menurut Muhilal et al. (1993), bahwa jumlah zat besi yang dapat diserap sangat dipengaruhi oleh banyaknya komponen dalam bahan makanan yang dapat menghambat atau meningkatkan penyerapan zat besi, sehingga penyerapan zat besi dari makanan yang dikomsumsi bervariasai 5-10%. Orang yang banyak mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan, tingkat penyerapan zat besinya dapat berkisar antara 10-20%. Salah satu cara peningkatan konsumsi zat-zat gizi adalah dengan peningkat konsumsi zat gizi yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu gizi pangan itu sendiri atau sering disebut sebagai fortifikasi. Menurut Hurrel dan Cook (1990), senyawa besi yang digunakan untuk fortifikasi dapat digolongkan menjadi empat kelompok yaitu: (1) senyawa yang larut air (fero sulfat, fero glukonat, fero
16
ammonium sitrat, feri ammonium sulfat). (2) senyawa yang sedikit larut air (fero suksinat, fero fumarat, feri sakarat). (3) senyawa yang tidak larut air dan sedikit larut dalam asam (feri ortofosfat, fero pirofosfat, besi elemental) dan (4) senyawa untuk percobaan (Na Fe-EDTA, bofina hemoglobin). Ada dua macam komponen zat besi dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap mekanisme absorpsi, yaitu zat besi heme (zat besi yang berikatan dengan protein) dan zat besi non heme (senyawa besi non anorganik (III) yang komplek). Zat besi heme umumnya terdapat dalam bahan pangan hewani, sedangkan zat besi non heme biasanya berasal dari bahan pangan nabati, terutama serealia, buah-buahan dan sayuran. Zat besi heme dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk komplek besi forfirin. Jumlah zat besi heme yang dapat diabsorpsi lebih tinggi daripada zat besi non heme. Zat besi heme yang dapat diabsorpsi sebanyak 15-30%, sedangkan non heme hanya 2-20% (Monsen, 1988) Tabel 2.6. Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan. Bahan Pangan Kandungan Zat Besi (mg/l00g) Hati 6.0-14.0 Daging 2.0-4.3 Ikan 0.5-1.0 Telur ayam 2.0-3.0 Kacang-kacangan 1.9-14.0 Tepung terigu 1.5-7.0 Sayuran hijau 0.4-18.0 Umbi-umbian 0.3-2.0 Buah-buahan 0.2-4.0 Beras 0.5-8.0 Sumber : Husaeni & Karyadi, 1989
b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Besi merupakan mineral mikro yang sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Jumlah besi yang dikeluarkan tubuh sekitar 1,0 mg per hari dan yang diserap hanya 10 %. FAO/WHO menganjurkan bahwa jumlah zat besi yang harus dikonsumsi, sebaiknya berdasarkan jumlah kehilangan besi dalam tubuh dan jumlah bahan makanan yang terdapat dalam menu kita. Konsumsi zat besi yang dianjurkan
17
adalah 10 mg untuk orang dewasa per hari, atau 18 mg untuk wanita dengan usia 11-50 tahun (Winarno, 1992). c. Keamanan pangan pada proses kehamilan Youb (2006), menyatakan bahwa keracunan zat besi pada ibu hamil sangat jarang terjadi. Pada masa kehamilan ibu hamil membutuh kan zat besi dalam jumlah yang cukup banyak, pada bulan ke-8 memerlukan 15 mg/hari. Karacunan sering terjadi pada anak-anak. Keracunan yang parah dapat mengakibatkan kematian. Menurut Majid (2006), Zat besi sebenarnya bersifat keras, dapat melukai lapisan perut dan usus halus sehingga dapat menyebabkan pendarahan. Jika dikonsumsi berlebihan semua zat besi akan diserap ke dalam saluran darah. Keberadaan zat besi yang berlebihan di dalam darah dapat merusak organorgan tubuh termasuk jantung, hati dan otak. Youb (2006) menjelaskan keracunan zat besi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, korban
keracunan akan
mengalami rasa mual, muntah-muntah, diare (biasanya disertai dengan darah), dan sakit perut. Gejala ini terjadi selama 30 menit sampai 6 jam pertama setelah konsumsi. Tahap kedua, tanda-tanda korban mulai pulih dan tampak stabil. Hal ini terjadi 3 atau 4 jam setelah zat besi dikomsumsi. Keadaan ini berlangsung sementara dan mungkin akan berlanjut untuk sekitar 48 jam sebelum keadaan korban menjadi lebih parah. Tahap ketiga, akan berlanjut pada pendarahan usus. Korban keracunan akan tampak sangat lesu dan selanjutnya korban mungkin tidak sadarkan diri atau berada dalam keadaan terkejut (shock). Kulit dan mata korban berubah menjadi kekuningan. Hal ini terjadi antara 12 hingga 48 jam setelah zat besi ditelan. Tahap keempat, terjadi kerusakan pada hati (setelah 48 jam zat besi dikonsumsi). Jika ini tidak terjadi, kemungkinan besar korban akan pulih kembali. 5. Iodium (I) a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Iodium merupakan bahan mineral dan termasuk unsur gizi esensial yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit. lodium adalah monovalen dan hanya diketahui terdapat pada mamalia sebagai komponen hormon-hormon dari kelenjar tiroid. Hormon-hormon ini penting selama perkembangan embriologis, untuk pengaturan metabolisme dan produksi panas sepanjang hidup (Brody, 1994).
18
Senyawa iodium yang dikenal dalam industri antara lain garam KI (Kalium lodida) dan KIO3 (Kalium lodat) yang digunakan untuk fortifikasi garam dapur. Iodium sangat dipengaruhi oleh medianya. Iodium sangat sensitif terhadap media yang bersifat asam dan panas. Dalam media yang bersifat asam, iodium akan mudah teroksidasi sehingga KIO3 akan terurai dan membebaskan I2 yang berupa gas ke udara. Pada media yang panas (suhu udara >20°C) iodium akan mudah terhidrolisis. Jadi, apabila beberapa bahan pangan sumber iodium diperlakukan dengan dua media tersebut, maka kandungan iodium akan berkurang bahkan dapat habis selama proses pengolahan (Trisnowo, 1992). Menurut Trisnowo (1992), manusia tidak dapat menyediakan unsur iodium dalam tubuhnya seperti ia membuat protein dan gula. Manusia harus mendapatkan iodium dari luar tubuhnya (secara alamiah) melalui serapan dari bahan pangan. Bahan makanan yang paling banyak mengandung iodium ialah seafood (rata-rata mengandung 660 μg/g bahan), produk susu dan serealia (sekitar 100 μg/g bahan), dan buah-buahan (40 μg/g bahan). b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Konsumsi iodium yang dianjurkan setiap hari berkisar 150-300 μg per hari (DeMan, 1997). Kadar thyroxin dalam darah menjadi rendah bila tubuh kekurangan iodium. Kadar thyroxin yang rendah akan merangsang kelenjar pituitary untuk memproduksi lebih banyak hormon yang disebut TSH atau thyroid stimulating hormone. Hormon TSH ini menyebabkan kelenjar tiroid membesar karena jumlah dan ukuran sel-sel epitel membesar (Winarno, 1992). Kekurangan iodium tidak hanya mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok (thyroid), tapi juga dapat mengakibatkan kelainan-kelainan lain berupa gangguan fisik (pertumbuhkan terhambat, kekerdilan, bisu dan tuli), gangguan mental, dan gangguan neuromotor (Cahyadi, 2004). Kebutuhan asupan iodium bervariasi untuk setiap orang tergantung usia, jenis kelamin, kondisi fisiologis tubuh (hamil dan menyusui) dan eksresi urin. Kebutuhan iodium menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.7.
19
Tabel 2.7. Kebutuhan lodium Menurut Kelompok umur Kebutuhan Kelompok Umur iodium (μg/hari) 0-6 bulan 50 7-12 bulan 70 1 - 3 tahun 70 4-6 tahun 100 7 - 9 tahun 120 1 0 - dewasa 150 Hamil 175 Menyusui 200 Sumber : Muhilal et al., 1993
c. Keamanan mengkonsumsi Iod Iodium (I), jika dikonsumsi berlebihan maka akan menyebabkan gangguan pada kesehatan. Gangguan akibat konsumsi iod berlebih terjadi secara akut dan kronis atau sub kronis, gangguan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.8 (Sutanegara, 2004). Tabel 2.8. Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Iodium. No Akut Kronis atau sub kronis 1 Gangguan saluran cerna (GI tract) Iod Goitre syndrome misalnya muntah dan diarhea 2 Asidosis metabolik Autoimmune thyroiditis 3 Kejang kejang Hipotiroidisme (tanpa atau dengan goitre) 4 Gangguan kesadaran (stupor, delirium, Hipertiroidisme (iodine induced collapse) thyrotoxicosis) 5 Reaksi sensitifitas misalnya : iodine Keganasan (thyroid malignancy) mumps, iododerma, demam (iodide fever) Sumber : Sutanegara, 2004
Sutanegara (2004), juga menyebutkan bahwa kadar ambang batas thyrotoxicosis (Iodine induced thyrotoxicosis) tidak dapat dipastikan karena terbatasnya data-data pendukung, namun yang dianggap grup rawan adalah kejadian pada bayi atau neonatus akibat sang ibu mengkonsumsi iodium berlebih, dan berakibat timbulnya goiter serta hipotiroid pada bayi. Wolff (1969) di dalam sutanegara (2004), menyimpulkan bahwa goiter disebabkan oleh pemakaian iodium dalam jumlah banyak (18 mg sd > 1gr/hari) untuk waktu yang panjang
20
yaitu 5 th pada kebanyakan kasus, meskipun ada pula beberapa kasus yang terjadi dalam kurun waktu < 6 bulan. 6. Seng (Zn) a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan Dalam tubuh manusia dewasa terdapat sekitar 1,5-2,5 gram seng (Zn) hampir sama dengan jumlah besi dalam tubuh. Sebagian besar Zn yang diserap usus ditemukan pada jaringan intraselular terutama otot, tulang, hati dan organ lain (Jackson, 1959). Perputaran (siklus) Zn dalam tubuh terjadi dengan lambat dan tidak cukup tersedia untuk metabolisme selanjutnya, hanya sekitar 10% Zn yang dapat digunakan kembali untuk mempertahankan fungsi-fungsi metabolisme yang proses kerjanya tergantung pada Zn (Reily, 2002). Produk hewani seperti daging, hati dan beberapa organ lain mengandung banyak Zn, begitu juga dengan produk hasil laut. Sumber Zn yang lain adalah bijibijian dan kacang-kacangan. b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Jumlah asupan gizi seng (Zn) yang direkomendasikan oleh RDA adalah rata-rata jumlah asupan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (97-98%) perhari. Untuk bayi 0-6 bulan membutukan 2,0 mg/hari, artinya kecukupan zat gizi bayi tergantung pada kecukupan zat gizi pada ibu yang menyusuinya. Jumlah asupan gizi yang direkomendasikan oleh RDA dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Jumlah asupan gizi yang direkomendasikan/RDA untuk seng (Zn). Masa Masa Bayi dan Laki-laki Wanita Usia kahamilan menyusui anak-anak 7 bulan - 3 tahun 3 mg 4 - 8 tahun 5 mg 9 - 13 tahun 8 mg 14 - 18 tahun 11 mg 9 mg 13 mg 14 mg Sumber : Anonim a, 2005
Seng (Zn) adalah mineral esensial yang ditemukan hampir disetiap sel tubuh. Zn juga menstimulasi sekitar 100 enzim, substansi yang mendukung terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh manusia. Zn membantu sistem kekebalan tubuh (imun), diperlukan untuk membantu penyembuhan luka, mempertahankan indera perasa dan penciuman serta diperlukan untuk sintesis DNA. Zn juga
21
mendukung pertumbuhan secara normal dan perkembangan selama kehamilan, masa anak-anak dan remaja (Almatsier, 2003). Defisiensi seng sering terjadi ketika asupan seng tidak mencukupi atau sedikit diserap oleh tubuh, yaitu ketika kehilangan seng dari tubuh meningkat atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan seng dalam tubuh. Tanda-tanda kekurangan seng meliputi penghambatan pertumbuhan, rambut rontok, diare, penundaan pematangan seksual dan impotensi, iritasi kulit dan mata. Fakta yang lain menyebutkan bahwa kekurangan seng dapat menyebabkan penurunan berat badan, keterbelakangan mental, gangguan fungsi kelenjar tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indera rasa serta memperlambat penyembuhan luka (Almatsier, 2003). Kekurangan seng pada ibu hamil dapat menghambat pertumbuhan janin. Air susu ibu (asi) tidak mengandung seng dalam jumlah yang direkomendasikan untuk bayi antara 7- 12 bulan, jadi pemberian asi pada bayi pada usia ini harus ditambah dengan makanan bayi yang mengandung seng. Pemberian asi dapat menghabiskan persediaan seng karena diberikan pada saat menyusui. c. Keamanan pangan pada proses kehamilan Keracunan seng dapat terjadi dalam bentuk akut dan kronis. Asupan seng yang tinggi (150- 450 mg) diasosiasikan dengan status tembaga yang rendah (Almatsier, 2003), mengubah fungsi zat besi, mengurangi fungsi kekebalan tubuh, dan mengurangi jumlah high-density lipoprotein (kolesterol baik). Keracunan seng terjadi dengan gejala mual-mual dan muntah selama 30 menit setelah mengkonsumsi 4 g seng glukonat (570 g elemen seng). Batas toleransi konsumsi untuk bayi, anak-anak dan dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10. Batas toleransi konsumsi Zn untuk bayi, anak-anak dan dewasa Masa hamil Bayi dan Pria dan dan Umur anak-anak wanita menyusui 0 - 6 bulan 4 mg 7 -12 bulan 5 mg 1 -3 tahun 7 mg 4 -8 tahun 12 mg 9 -13 tahun 23 mg 14 - 18 tahun 34 mg 34 mg Usia 19+ 40 mg 40 mg Sumber : Anonim a, 2005
22
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bihun instan yang telah difortifikasi dengan vitamin A, asam folat, vitamin C, zat besi, seng, dan iodium yang diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM)-Bogasari Flour Mill. Bahan lain yang digunakan adalah bihun instan yang tidak difortifikasi yang telah beredar dipasaran. Bihun non fortifikasi ini digunakan sebagai pembanding untuk bihun fortifikasi, maka dari itu digunakan bihun non fortifikasi yang juga diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM)-Bogasari Flour Mill. Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah HgO, K2SO4, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H3BO3, HCl, indikator metil merah dan metil biru, indikator fenolftalein, asam
oksalat,
heksana,
alkohol,
kertas
saring,
larutan
besi
standar
(Fe2(SO4)3(NH4)2SO4.24H2O), larutan seng standar (ZnSO4.7H2O), HNO3, air demineral, HPO3, CH3COOH, standar asam askorbat, 2,4-dinitrofinil-hidrazin, sodium bikarbonat, etanol, KOH, dietil eter, gas nitrogen. Bahan-bahan untuk analisis organoleptik adalah sukrosa, konsentrat flavor, dan plastik. B. Alat Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, cawan aluminium dan porselin, oven, tanur, pemanas Kjeldahl, alat destilasi, alat ekstraksi soxhlet, hot plate, pompa vakum, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), buret, High Performance Liquid Chromatography (HPLC), desikator, pengelim plastik, inkubator, peralatan gelas untuk keperluan analisis, ruang dan peralatan pengujian organoleptik, dan chromameter. C. Metode Penelitian Pada penelitian ini dilakukan analisis karakteristik mutu kimia, mutu organoleptik, dan mutu umur simpan terhadap semua karakteristik mutu bihun non fortifikasi mentah, bihun fortifikasi mentah dan bihun fortifikasi yang telah dimasak. Analisis pada bihun fortifikasi yang telah dimasak dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemasakan terhadap jumlah zat gizi yang terkandung dalam bihun, dengan hipotesis pemasakan akan menurunkan nilai zat gizi bihun. Dengan
analisis pada bihun fortifikasi yang telah dimasak ini juga dapat diketahui jumlah zat gizi yang sebenarnya dikonsumsi oleh ibu hamil. Karakteristik mutu kimia yang diamati meliputi analisis proksimat dan analisis fortifikan (Vitamin A, Vitamin C, asam folat, zat besi, seng dan Iodium). Garis besar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Bihun instan fortifikasi
Keping Bihun mentah
Bumbu Bihun
Bihun masak (Bihun+Bumbu)
Analisis karakteristik mutu
Kimia
Analisis proksimat Analisis fortifikan
Gambar 3.1.
Organoleptik
Umur simpan
Pembedaan Hedonik kesukaan
Metode Arrhenius
Alur penelitian pengujian mutu bihun instan sebagai produk dalam program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil.
24
D. Metode Analisis 1. Analisis Proksimat a. Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC, 1995) Prinsipnya air dalam bahan pangan akan hilang jika dilakukan penguapan dengan perlakuan pemanasan. Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dikeringkan dalam oven 100-105 0C sampai diperoleh berat yang tetap, kemudian kadar air dihitung dengan persamaan berikut:
% Kadar air =
(W1 + W2 ) − W3 x 100% W2
Keterangan : W1 = Bobot cawan kosong W2 = Bobot sampel W3 = Bobot sampel dan cawan setelah dioven
b. Analisis Kadar Abu, Metode Oven (AOAC, 1995) Prinsipnya abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 400-600 oC. Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600oC. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan persamaan: Kadar abu (%) =
berat abu (gram) x100% bobot sampel (gram)
c. Analisa Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Prinsipnya lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter atau heksan. Setelah pelarutnya diuapkan lemak ditimbang dan dihitung persentasenya. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC, didinginkan, dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang telah berisi pelarut heksan.
25
Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan persamaan: Kadar lemak (%) =
berat lemak (gram) x100% bobot sampel (gram)
d. Analisa Kadar Protein, Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC, 1995) Prinsipnya, penetapan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan amonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan dengan titrasi menggunakan HCl 0,02 N. Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) yaitu sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 1.9 gram K2SO4 , 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10mg bahan organik di atas 15 mg. Sampel didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dedngan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2%dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Ditambah larutan NaOH-Na2S2O3
sebanyak 8-10 ml,
kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi
26
perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus : Kadar N (%) =
(ml HCl − ml blangko) x N HCl x 14.007 x 100% mg sampel
Kadar protein = % N x faktor konversi (5,59) e. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat (%) = 100% - (P + A + L) Keterangan : P = kadar protein (%) A = kadar abu (%) L = kadar lemak (%)
2. Analisis Fortifikan
a. Vitamin A (AOAC, 1995) Analisis vitamin A dilakukan dengan teknik High Pressure Liquid Cromatogtaphy (HPLC). Sebelumnya sampel disaponifikasi dengan cara ditambahkan antioksidan yang dilarutkan dalam etanol dan didiamkan dalam ruang gelap selama satu malam. Sampel ditambahkan Petroleum eter dan Dietil eter (1:1), dikocok dan dipisahkan bagian atas dan bawah, bagian atas ditambahkan metanol dan siap diinjek ke HPLC sebanyak 20 μl. Dengan kondisi HPLC berfase gerak metanol : air (95:5), kecepatan aliran 1 ml/menit, panjang gelombang 325 nm, 0,02 AuFs, detektor UV, kolom C-8 atau C-18 dan dihitung dengan menggunakan persamaan : μg/100g =
Volume Area sampel x konsentrasi standar x Area standar Bobot contoh
b. Vitamin C (Apriyantono et al., 1988) Prinsipnya, seluruh asam askorbat di oksidasi seluruhnya menjadi asam dehidro askorbat oleh arang aktif dengan bantuan asam asetat. Kemudian direaksikan dengan 2,4-dinitrofinil-hidrazin dan ditambahkan asam sulfat sehingga terbentuk warna merah yang dapat diukur absorbansinya pada panjang
27
gelombang 540 nm. Penghitungan konsentrasi asam askorbat dilakukan dengan menggunakan kurva standar asam askorbat yang dibuat secara terpisah. c. Pengukuran Asam Folat Sampel ditambahkan dengan buffer dan diatur pH menjadi 4,5 dikocok dan disentrifuse pada 4000 rpm. Supernatan diambil, disaring dan di-inject ke HPLC dengan kondisi : fase gerak K3PO4 3M + Asetonitril 10% dengan HCl, kecepatan aliran 1 ml/menit, panjang gelombang 480 nm dan kolom C-18. Konsentrasi asam folat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
μg/100g =
Area sampel Volume x konsentrasi standar x Area standar Bobot contoh
d. Pengukuran kadar Fe dan Zn (AOAC, 1995) Pengukuran
dilakukan
dengan
menggunakan
Atomic
Absorption
Spectrophotometer (AAS). Prinsipnya sampel diabukan terlebih dahulu kemudian dianalisis dengan AAS. Didalam AAS, energi dilepas dari sumbernya (hollow chatode lamp) agar dapat diserap oleh metal-metal yang sedang dianalisa dalam api. Energi ini memiliki resonansi yang sama dengan metal tersebut, sehingga dapat diserap oleh metal sampel. Makin banyak energi yang diserap oleh sampel menunjukan konsentrasi sampel yang semakin banyak. Pada penentuan kadar Fe digunakan panjang gelombang: 148,3 nm, tipe signal: continous, waktu penentuan (measurment time): 4,0 detik, mode penentuan (measurment mode): Absorbance, Bandpass 0,2 nm dan kecepatan aliran 0,9 L/menit.. Sedangkan pada penentuan kadar seng digunakan panjang gelombang 213,9 nm, tipe signal: continous, waktu penentuan (measurment time): 4,0 detik, mode penentuan (measurment mode): Absorbance, Bandpass 0,5 nm dan kecepatan aliran 1,2 L/menit. Kandungan logam (μg/g) = keterangan :
konsentrasi standar ( μg / ml ) xV ( ml ) W (g)
V = volume pelarutan W = bobot sampel
e. Pengukuran kadar Iodium Sampel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 105-110
0
C dengan
ditambahkan larutan pengabuan, kemudian diabukan pada tanur bersuhu 500 0C.
28
Diencerkan sampai 50 ml. Diambil 2,5 ml dan ditambahkan 2,5 ml heksan, ditambahkan 10 ml asam asetat 0,1M. Dipisahkan fase organik (bagian atas) dan fase bawah (air organik) diekstrak lagi dengan heksan sampai 3 kali. Heksan yang diperoleh ditambahkan 5 ml NaOH. Setelah dikocok, diambil fase NaOH dan disaring sebelum di-inject kedalam High Pressure Liquid Cromatogtaphy (HPLC) pada kondisi: fase gerak H2SO4 0,05N, kecepatan aliran 1 ml/menit, panjang gelombang 200 nm dan jenis kolom: kolom ion dengan volume inject 20 μl. Konsentrasi Iod diperoleh dengan menggunakan persamaan : μg/100g =
Area sampel Volume x konsentrasi standar x Area standar Bobot contoh
3. Uji Organoleptik
a. Uji Pembeda segitiga (triangle test) (Meilgaard et al., 1999) Uji ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi apakah konsumen dapat membedakan produk yang telah mengalami perubahan baik akibat adanya perubahan formula, proses, atau akibat penyimpanan. Prinsipnya memberikan tiga sampel kepada panelis. Menginformasikan kepada panelis bahwa dua diantara ketiga sampel adalah sama/identik dan satu yang lain berbeda atau menyimpang. Meminta panelis untuk merasakan setiap produk dari kiri ke kanan dan pilih satu sampel yang berbeda dengan dua yang lain. Jumlah panelis yang menjawab benar dihitung dan dibandingkan dengan Tabel T8 pada buku Meilgaard, 1999. Umumnya panelis yang digunakan antara 20-40 orang, paling sedikit 12 orang panelis. Form pengujian organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 11a. b. Uji hedonik kesukaan (hedonic test) (Meilgaard et al., 1999) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Produk yang diuji dapat berupa produk baru, atau produk yang telah mengalami perubahan atau modifikasi pada proses atau formulanya. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap produk yang diberikan. Penilaian panelis disampaikan pada form dengan cara memberi tanda pada pernyataan yang sesuai (sangat suka, suka, netral, tidak suka, sangat tidak suka). Form uji hedonik kesukaan dapat dilihat pada Lampiran 14. Panelis yang
29
digunakan adalah ibu hamil dengan jumlah antara 20-25 orang. Hasil yang diperoleh diolah dengan menggunakan independent T-test pada program SPSS untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kesukaan pada kedua sampel. 4. Pendugaan umur simpan metode Arrhenius (Arpah, 2001)
Pada dasarnya diketahui bahwa laju reaksi suatu reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya, semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai T (suhu dalam K) maka akan semakin tinggi pula nilai k (konstanta penurunan mutu). Hubungan ini, berdasarkan pada ”teori aktivasi” pada reaksi kimia. Secara umum, suatu reaksi baru akan dimulai jika diberikan sejumlah energi minimum tertentu, yang disebut energi aktivasi. Pendugaan umur simpan pada produk bihun dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) atau pendugaan umur simpan dengan cara akselerasi dengan metode arrhenius. Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan dua karakteristik mutu produk yaitu: mutu organoleptik dan mutu fisik (diukur dengan kromameter). Sampel bihun Non fortifikasi (NF) dan fortifikasi (F) disimpan dalam oven pada suhu 37, 45, 55 0C. Pada saat penyimpanan, sampel bihun yang digunakan adalah bihun yang masih dikemas dalam kemasan aslinya dan belum pernah dibuka. 1. Pendugaan umur simpan berdasarkan mutu organoleptik
Pendugaan umur simpan berdasarkan pada organoleptik ini dilakukan melalui tiga tahapan utama yaitu: tahap seleksi dan pelatihan panelis, tahap penilaian perubahan organoleptik produk dan tahap perhitungan pendugaan umur simpan. a. Tahap seleksi dan pelatihan panelis Tahap penyeleksian ini berfungsi untuk menyeleksi dan mendapatkan panelis yang sesuai dengan kebutuhan. Panelis yang lolos adalah panelis yang memiliki kemapuan untuk membedakan rasa manis, asin, mengetahui adanya perbedaan aroma serta memiliki penglihatan yang baik (tidak buta warna). Form isian untuk seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 16a dan 16b.
30
Para panelis yang telah lolos melalui tahap seleksi, selanjutnya dilatih untuk mengenal karakteristik produk. Panelis dilatih untuk mengenal perubahan warna bihun, aroma bihun, kehilangan aroma bawang pada minyak, warna minyak, warna bumbu, aroma bumbu, intensitas penggumpalan bumbu, warna bawang goreng, warna saus dan kekentalan kecap. Pengenalan karakteristk produk ini dilakukan pada produk yang sebelumnya telah sengaja dirusak dengan menggunakan suhu tinggi (70 0C) selama 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 18 hari. Pelatihan ini dilakukan sebanyak dua kali dalam satu minggu. Pada pelatihan ini juga diberitahukan kepada panelis mengenai penilaian (pemberian skor) terhadap karekteristik produk dan skor ketika produk sudah tidak dapat diterima (tidak layak konsumsi) lagi. b. Tahap penilaian perubahan mutu produk Penilaian secara organoleptik dilakukan dengan metode scoring test. Scoring test dilakukan dengan cara memberikan nilai (skor) kepada produk yang yang telah mengalami perlakuan (disimpan pada suhu 37 0C, 45 0C, 55 0C) setiap 7 hari selama 28 hari (4 minggu). Penilaian perubahan mutu diberi nilai dengan skala 6 (sama dengan kontrol) sampai dengan 1 (berbeda sangat kuat dengan kontrol). Format tabel penilaian perubahan karakteristik produk dapat dilihat pada Lampiran 18. Penilaian dilakukan sesuai dengan perubahan mutu produk seperti yang dilakukan pada saat pelatihan panelis. Produk yang sudah tidak dapat diterima oleh konsumen diberi nilai (skor) tertentu sesuai dengan parameter mutunya. Batas kritis parameter (Nt) mutu dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Batas atas (N0) dan batas kritis (Nt) mutu bihun berdasarkan mutu organoleptik No Parameter mutu N0 Nt 1 Aroma 6 2 Bihun 2 Warna 6 2 3 Aroma 6 2 Minyak 4 Warna 6 2 5 Warna 6 2 6 Bumbu Aroma 6 2 7 Penggumpalan 6 2 8 Bawang Warna 6 1 9 Sambal Warna 6 2 10 Kecap Kekentalan 6 1
31
c. Tahap perhitungan pendugaan umur simpan Setelah semua data terkumpul maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data dan perhitungan pendugaan umur simpan. Perhitungan pendugaan umur simpan ini melalui beberapa langkah perhitungan yaitu : a). Penentuan Ordo reaksi Penentuan ordo ini dilakukan untuk mengetahui model ordo mana yang terjadi pada proses penurunan mutu produk pada setiap suhu penyimpanan. Terdapat dua model penurunan mutu yaitu: ordo 0 yang mengikuti pola persamaan linier dan ordo 1 yang mengikuti pola persamaan eksponensial. Model persamaan ordo 0 dan ordo 1 dapat dilihat pada Gambar 3.2. b). Penentuan nilai k (kemirinan atau slop) Nilai k (konstanta atau slope) pada ordo 0 dapat langsung diketahui dari persamaan Nt = N0 – kt, pada setiap parameter mutu. Nilai k pada ordo 1 ini dapat diperoleh dengan cara menurunkan persamaan ordo 1 Nt = N0 menjadi
еkt
Ln (Nt) = Ln (N0) – kt.
c). Menentukan persamaan Arrhneius dan umur simpan. Persamaan arrhenius diperoleh dengan cara menghubungkan nilai konstanta perubahan mutu perhari (k) yang diperoleh dari setiap suhu penyimpanan pada ordinat y dengan suhu penyimpanannya dalam satuan Kelvin (K) pada absis x atau Ln k (ordinat y) dengan 1/T (absis x). Persamaan arrhenius yang diperoleh adalah sebagai berikut: − Ea
k = k 0e RT atau ln k = ln k 0 − Keterangan : k = konstanta penurunan mutu Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak, K (0C + 273)
Ea 1 R T
k0 = konstanta R = konstanta gas (1,986 kal/mol)
Persamaan arrhenius diperlukan untuk memperoleh laju penurunan mutu produk pada suhu-suhu yang lain. Laju penurunan ini digunakan dalam persamaan awal Nt = N0 – kt untuk menentukan umur simpan produk yaitu, t=
N0 − Nt k
32
2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif
Perubahan mutu secara fisik diamati perubahannya secara objektif dengan menggunakan alat. Perubahan parameter yang dilakukan adalah perubahan warna pada blok bihun dan perubahan warna pada saus. Selain perubahan warna pengamatan juga dilakukan terhadap kecerahan (lightness) terhadap kedua kelompok sampel. Alat yang digunakan untuk mengukur perubahan warna dan
Skor mutu (N)
kecerahan adalah chromameter tipe CR-310.
Slope =-k
Waktu (t)
Slope =-k
Waktu (t)
Skor mutu (N)
Skor mutu (N)
(a)
Slope =-k
Waktu (t)
(b) (c) Gambar 3.2. Laju penurunan mutu berdasarkan model persamaan ordo 0 (a) Ordo 1 dalam bentuk eksponensial (b) dan bentuk linear (c). Untuk mengetahui perubahan warna sampel maka kita harus mengenal terlebih dahulu karakteristik alat yang digunakan. Dalam penentuan perubahan kecerahan (lightness) dan perubahan warna maka alat berada dalam mode pengukuran L*a*b* (L = kecerahan, a = perubahan warna antara hijau-merah dan b = perubahan warna biru-kuning). Total perubahan warna dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ΔE *ab = (ΔL*) 2 + (Δa*) 2 + (Δb*) 2 , (∆L* = L - Lt, ∆a* = a - at , ∆a* = b - bt). Hubungan antara kecerahan dan warna dapat dilihat pada Gambar 3.3. Sampel yang telah disimpan pada suhu penyimpanan dan diamati berdasarkan mutu organoleptik, diukur nilai kecerahan dan perubahan warnanya
33
dengan cara ditembak oleh sinar kromameter. Angka yang diperoleh digunakan untuk perhitungan umur simpan, dengan tahap perhitungan yang sama seperti pada penentuan umur simpan berdasarkan mutu organoleptik, yaitu: penentuan model ordo reaksi, penentuan nilai k, penentuan persamaan arrhenius dan penentuan umur simpan. Batas kritis untuk setiap parameter ketika sudah tidak diterima oleh panelis dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Nilai awal dan titik kritis parameter mutu pada bihun berdasarkan mutu fisik. Bihun NF Bihun F Parameter N0 Nt N0 Nt Kecerahan bihun (L*) 66,66 65,08 64,98 63,40 Kecerahan saus (L*) 45,85 42,60 47,11 46,13 perubahan warna bihun (ΔE) 2,95 0,66 2,95 0,66 Perubahan warna saus (ΔE) 2,58 0,58 2,58 0,58
Gambar 3.3. Hubungan antara lightness dan perubahan warna (Anonim b, 2000) Untuk dapat menentukan umur simpan mana yang digunakan, diperlukan beberapa kriteria dalam pemilihan artibut mutu penyimpanan. Kriteria pemilihan umur simpan yang akan dipilih sebagai atribut mutu paling menentukan (kritis) menurut Kusnandar (2004) adalah : a. Parameter mutu yang mengalami penurunan mutu paling cepat selama penyimpanan yaitu ditunjukan dengan nilai koefisien k mutlak yang paling besar dan/atau memiliki koefisien korelasi paling besar. b. Parameter mutu yang paling sensitif terhadap perubahan suhu, yaitu dilihat slope pada model arrhenius atau dapat dilihat juga dari nilai energi aktivasi
34
yang paling rendah (semakin rendah energi aktivasi menunjukan parameter mutu tersebut semakin sensitif terhadap suhu). Sensitivitas parameter terhadap perubahan suhu juga dapat dilihat dari koefisien korelasinya. Semakin besar koefisien korelasi menunjukan semakin besar hubungan antara perubahan nilai k terhadap suhu. c. Bila terdapat lebih dari satu parameter yang memenuhi kriteria (a) dan (b) maka dipilih umur simpan yang paling pendek.
35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produk pangan yang digunakan untuk program pemberian makanan tambahan (PMT) harus memiliki kelebihan dari produk yang lain jika dilihat dari segi kandungan nutrisinya. Untuk mendapatkan nilai gizi sesuai dengan yang diinginkan, maka produk PMT harus ditambah (difortifikasi) dengan zat gizi spesifik agar jenis dan jumlahnya dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ibu hamil. Secara umum fortifikasi bertujuan untuk mengatasi masalah gizi yang timbul karena suplai bahan yang tidak memadai, daya beli masyarakat yang rendah, kondisi kesehatan yang buruk dan pengetahuan gizi yang kurang. Ada dua fortifikasi yang umum dilakukan yaitu fortifikasi universal/umum/nasional dan fortifikasi terarah/khusus/regional. Fortifikasi universal dilakukan terhadap bahan pangan yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat pada tingkat konsumsi yang sama misalnya, gula pasir, margarin, terigu dll. Fortifikasi terarah dilakukan terhadap golongan masyarakat tertentu dan pada bahan pangan tertentu seperti ibu hamil, ibu menyusui, balita, masyarakat di daerah tertentu dll. Produk bihun yang akan dibahas disini termasuk dalam produk fortifikasi terarah karena produk ini dibuat khusus untuk kalangan wanita yang sedang hamil. Wanita hamil membutuhkan suplai gizi lebih banyak dibandingkan dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Maka dari itu dibuat produk yang difortifikasi dengan zat gizi yang banyak dibutuhkan oleh ibu hamil baik untuk kesehatan ibu hamil atau untuk perkembangan janin yang dikandungnya. Fortifikasi pada produk ini dilakukan dengan cara penambahan zat besi (Fe), seng (Zn), Iodium (I), asam folat, Vitamin A dan Vitamin C. A. Pengaruh Fortifikasi Terhadap Karakteristik Mutu Kimia Dalam proses pembuatan produknya, bihun instan diproduksi oleh industri pangan yang telah dipercaya oleh tim program PMT. Bihun dibuat sesuai dengan pesanan, jenis fortifikan dan jumlah fortifikan yang ditambahkan oleh industri mengacu kepada jumlah kebutuhan gizi untuk ibu hamil dan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Kandungan zat gizi bihun setelah proses produksi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.1. Informasi yang diperoleh dari produsen mengenai penambahan zat gizi pada produk bihun instan No 1 2 3 4 5 6
Zat gizi Zat besi (Fe) Seng (Zn) Iodium (I) Vitamin A Asam folat Vitamin C
Fortifikasi Area Keping bihun Keping bihun Keping bihun Serbuk bumbu Serbuk bumbu Serbuk bumbu
Cara Langsung Langsung Langsung Langsung Langsung Langsung
Fortifikan Ferronil ZnSO4 KIO3 Vitamin A Asam folat Asam askorbat
Jumlah awal 0,0240 g/ kemasan g 0,0288 g/ kemasan g 0,0003 g/ kemasan g +10% dari yang dibutuhkan +10% dari yang dibutuhkan +10% dari yang dibutuhkan
Tabel 4.2. Kandungan gizi makro dan mikro pada bihun dan bumbu bihun non fortifikasi (NF), fortifikasi (F), bihun fortifikasi setelah dimasak (FM), klaim produsen dan standar bihun berdasarkan SNI. Bihun No
Zat gizi
Satuan
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Energi Air Lemak Protein KH Abu Vit A Asam folat Vit C Fe Zn Iod
Kkal g (bb) g (bk) g (bk) g (bk) g (bk) IU (bb) μg (bb) mg (bb) mg (bb) mg (bb) μg (bb)
NF
F
399,17 398,92 9,83 11,23 0,14 0,16 3,08 3,66 96,42 95,80 0,38 0,46 -
Serbuk Bumbu Bihun+ Klaim SNI Bumbu produsen NF F (FM)* - 405,96 443,84 - 58,18 8,65 Maks 13 2,65 7,84 3,04 5,24 Min 4 - 92,60 88,08 1,84 Maks 1 105,50 1484,72 854,56 12472,00 25,32 159,56 144,83 105,80 3,79 512,34 52,15 172185,00 1,53 11,89 12,40 16,93 0,52 2,80 3,47 5,18 Maks 4.0 2,00 18,13 37,07 TTD -
Metode analisis Perhitungan Oven Soxhlet Mikro-Kjeldahl By difference Oven HPLC HPLC Total Vit C AAS AAS HPLC
*) Analisis pada bihun masak yang telah dicampur dengan bumbu
1. Kadar Air Kadar air pada bihun non fortifikasi (NF) dan bihun fortifkasi (F) tidak jauh berbeda yaitu 9,83% (NF) dan 11,23% (F). Dapat diketahui bahwa fortifikasi tidak meningkatkan kadar air bihun namun peningkatan ini tidak signifikan, seperti yang dinyatakan pada uji stasistik pada Lampiran 2. Kadar air bihun NF dan F sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menyatakan bahwa jumlah air yang terdapat dalam bihun maksimal 13%. Kadar air bihun fortifikasi setelah melalui proses pengolahan (FM) mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi 58%. Hal ini terjadi karena proses pemasakan dilakukan dengan cara memasak bihun dalam air, air rebusan terserap dalam bihun sehingga kadar meningkat.
37
2. Kadar Lemak Kadar lemak bihun NF adalah 0,14 % dan kadar lemak bihun F adalah 0,16 %. Fortifikasi meningkatkan kandungan lemak dalam bihun namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan seperti yang dinyatakan pada uji statistik dalam Lampiran 3. Kadar lemak bihun fortifikasi yang telah dimasak (FM) adalah 2,65%. Sedangkan peningkatan kadar lemak pada bihun FM disebabkan oleh adanya penambahan minyak yang berasal dari minyak bumbu. Namun, Angkaangka tersebut masih jauh dibawah angka yang diklaim oleh produsen yang menyatakan nilai lemak bihun sebesar 7,84%. Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang bihun tidak menetapkan jumlah minimum atau maksimum lemak yang terkandung dalam bihun. 3. Kadar Protein Jumlah protein yang terdapat pada bihun NF, F, FM berada dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu minimal 4%. Kandungan protein NF adalah 3,14% dan meningkat menjadi 3,66% setelah bihun difortifikasi (F) namun kandungan protein menurun kembali setelah bihun dimasak menjadi 3,04% (FM). Penurunan nilai protein pada bihun FM ini dapat disebabkan oleh pemanasan saat pemasakan yang menyebabkan protein menjadi terdenaturasi. Menurut Winarno (1992), denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain oleh panas, pH, bahan kimia dan mekanik dan setiap cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Protein yang terdenaturasi dapat ikut terbuang bersama air pada saat penirisan sehingga mengurangi jumlag protein dalam bihun. 4. Kadar Karbohidrat Jumlah karbohidrat (KH) yang terdapat pada bihun diperoleh dengan metode by difference. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai KH pada bihun NF, F, dan FM berturut-turut sebesar 96,42%, 95,80% dan 92,60%. Fortifikasi menurunkan jumlah KH dalam keping bihun F, begitu pula dengan pengolahan yang juga menurunkan kandungan KH dalam bihun yang telah dimasak (FM). Penurunan ini terjadi karena perhitungan secara by difference melibatkan zat gizi yang lain seperti protein, lemak dan abu. Untuk mendapatkan kadar KH dalam
38
bahan maka 100% bahan dikurangi dengan zat gizi selain KH (protein, lemak dan abu). Berdasarkan Tabel 4.2 kandungan protein, lemak dan abu untuk bihun NF, F dan FM meningkat sehingga secara by difference kadar KH menjadi turun. Fortifikasi dan proses pengolahan berpengaruh nyata dalam menurunkan kandungan KH dalam bihun, seperti yang ditunjukan pada uji statistik dalam Lampiran 5. Nilai-nilai KH yang terukur tersebut lebih tinggi dari nilai yang dinyatakan oleh produsen yaitu 88,08%. 5. Kadar Abu Kadar abu bihun NF adalah 0,36%, bihun F adalah 0,46% dan kadar abu bihun FM adalah 1,84%. Fortifikasi zat gizi meningkatkan kadar abu bihun mentah dan bihun masak yang telah ditambah bumbu secara lengkap. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik kadar abu yang menyatakan berbeda nyata untuk semua sampel (Lampiran 6). SNI 01-2975-1992 tentang bihun menetapkan standar untuk kadar abu bihun mentah sebesar 1%, sehingga bihun NF dan F memenuhi standar tersebut. Mineral-mineral yang terkadung dalam bumbu dan saus serta air perebusan dapat menjadi penyebab meningkatnya kadar abu bihun FM. Meningkatnya kadar abu FM ini seiring dengan meningkatnya kandungan mineral besi (Fe) dan seng (Zn) pada bihun FM. 6. Jumlah Energi Nilai energi diperoleh dengan cara perhitungan, yaitu 8,87 Kkal untuk 1 gram lemak, 4,1 Kkal untuk 1 gram karbohidrat dan 5,65 Kkal untuk 1 gram protein namun dengan memperhitungkan koefisien cerna zat gizi maka konversi yang digunakan adalah 9 Kkal/g untuk lemak, 4 Kkal/g untuk protein dan karbohidrat (Almatsier, 2003). Berdasarkan perhitungan tersebut maka energi untuk bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 399,17 Kkal, 398,92 Kkal dan 405,96 Kkal. Fortifikasi tidak merubah nilai energi bihun sedangkan proses pengolahan meningkatkan energi bihun masak secara nyata sesuai dengan uji statistik dalam Lampiran 7. Energi yang diklaim oleh produsen adalah sebesar 443,84 Kkal, angka ini diperoleh dari perhitungan yang sama dengan bihun NF, F dan FM. Tingginya kadar lemak yang diklaim oleh produsen menjadi penyebab utama tingginya nilai energi.
39
Haryanto (1999), menyebutkan bahwa kebutuhan energi wanita normal adalah 2500 Kkal dan wanita yang sedang hamil membutuhkan tambahan energi sebanyak 100 Kkal pada trimester pertama dan 300 Kkal pada trimester kedua. Jika kebutuhan energi pada saat tidak hamil dapat terpenuhi maka, konsumsi 1 bungkus (77 g) bihun masak setiap hari dapat memenuhi kebutuhan energi wanita hamil, karena 1 bungkus bihun mampu menyediakan 312 Kkal energi. 7. Kandungan Fortifikan a. Vitamin A Vitamin A yang terkandung dalam bihun NF adalah 105,50 IU/100 gram sedangkan vitamin A bihun F adalah 1484,72 IU/100 gram. Setelah melalui proses pemasakan kandungan vitamin A menurun menjadi 854 IU/100 gram atau turun sebanyak 42,44% hal ini terjadi karena sebagian vitamin A rusak pada saat pencampuran antara bumbu dan bihun masak. Pencampuran bumbu dan bihun dilakukan pada udara terbuka dan pada kondisi suhu yang cukup panas. Selain itu, untuk mendapatkan sampel yang homogen maka dibantu dengan blender. Kondisi ini akan mengekspose vitamin A terhadap panas, cahaya dan fortifikan yang lain. Menurut Fennema (1996), salah satu kerusakan Vitamin A yang terjadi adalah reaksi isomerisasi. Reaksi isomerisasi ini akan lebih cepat terjadi dengan adanya cahaya, asam, pelarut terklorinasi (kloroform) dan iod terlarut. Selama penyimpanan dan proses pengolahan kerusakan terjadi antara 5-40 % untuk vitamin A dan karotenoid (Belitz dan Grosch, 1999). Pada suhu tinggi tanpa adanya oksigen, reaksi yang terjadi adalah isomerisasi dan fragmentasi. Sedangkan jika terdapat oksigen maka reaksi yang terjadi adalah reaksi degradasi oksidatif sehingga menghasilkan beberapa produk. Fennema (1996) juga menyatakan bahwa makanan kering (dehidrated foods) lebih sensitif terhadap reaksi degradasi oksidatif. Kandungan vitamin A pada bihun FM yang rendah juga dapat terjadi karena perbandingan yang berbeda. Kebutuhan vitamin A pada wanita hamil adalah 2333 IU/hari. Kebutuhan vitamin A saat hamil adalah 2554-2597,4 IU/hari. Untuk memenuhi kekurangan vitamin A tersebut maka, ibu hamil perlu menambahkan asupan vitamin A sebanyak 243 IU/hari. Fortifikasi vitamin A pada bihun efektif dilakukan karena
40
konsumsi bihun 1 bungkus (77mg) perhari mampu menambahkan vitamin A sebanyak 657,58 IU. b. Asam Folat Kandungan asam folat bihun NF adalah 25,32 µg/100 g. Asam folat yang terkandung dalam bihun F adalah 159,56 µg/100 g dan setelah melaui proses pengolahan kandungan asam folat pada bihun (FM) menjadi 144,83 µg/100 g. Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa asam folat cukup stabil, tidak rusak saat bleaching pada sayuran. Namun Almatsier (2003), menyebutkan bahwa sebanyak 50-95 % asam folat dapat hilang saat pemasakan dan pengolahan. Asam folat sedikit larut dalam air, mudah dioksidasi dalam larutan asam dan peka terhadap sinar matahari dan akan banyak yang hilang pada saat penyimpanan pada suhu kamar dan pemasakan yang normal (Winarno, 1992). Kebutuhan asam folat wanita pada saat tidak hamil adalah 180 μg/hari dan pada saat hamil meningkat menjadi 350 μg/hari (Tabel 2.2). Jika kebutuhan normal dapat terpenuhi maka jumlah asam folat yang harus ditambahkan adalah 170 μg/hari. Dengan konsumsi bihun 1 bungkus (77g) perhari maka dapat mencukupi kebutuhan asam folat sebanyak 111,10 μg/hari. Namun pada kenyataannya, fortifikasi asam folat pada bihun sebanyak 187 μg/100g cukup efektif dilakukan karena jumlah kehilangan asam folat pada bihun FM tidak terlalu tinggi, walaupun fortifikasi ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dalam sehari. Untuk memenuhi kebutuhan asam folatnya maka ibu hamil tersebut perlu mengkonsumsi produk pangan lain yang mengandung banyak asam folat seperti hati, ginjal, khamir, dan sayuran yang berwarna hijau gelap (Winarno, 1999). c. Vitamin C Bihun NF mengandung 3,79 mg Vitamin C/100g bahan, sedangkan bihun F mengandung 512,34 mg Vitamin C/100g bahan. Setelah bihun melalui proses pemasakan, kandungan vitamin C menurun menjadi 52,15 mg/100g. Kandungan vitamin C yang diklaim oleh produsen adalah 172.185,00 mg/100 gram atau 172,19g/100g. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesalahan produsen pada saat perhitungan kadar vitamin C.
41
Proses pengolahan menurunkan kandungan vitamin C hingga 90%. Hal ini dapat terjadi karena adanya kerusakan pada vitamin C yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, Winarno (1992) menyatakan bahwa dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Disamping mudah larut air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar (cahaya), alkali, enzim, oksidator serta oleh katalis besi dan tembaga. Fortifikasi vitamin C tidak efektif dilakukan pada produk bihun, karena penurunan yang terjadi sangat tinggi. Namun, vitamin C yang ditambahkan ini tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan vitamin C ibu hamil akan tetapi dapat pula berfungsi untuk menahan terjadinya oksidasi pada vitamin A dan Asam folat (Northop-Clewes dan Turnham, 2002). Penambahan vitamin C dilakukan pada bumbu, mengingat sifat vitamin C yang mudah teroksidasi oleh udara (O2) dan cahaya maka vitamin C paling cocok ditambahkan pada bumbu karena bumbu mendapat perlindungan yang baik pada kemasan aluminium foil. Pencampuran bumbu dengan bihun yang masih dalam keadaan panas dapat menyebabkan vitamin C rusak dan kandungannya dalam bahan menjadi menurun. Selain itu pencampuran yang biasa dilakukan di udara terbuka juga dapat menjadi penyebab turunnya kandungan vitamin C. Selain oksidasi panas dan udara, vitamin C pada bihun juga akan teroksidasi oleh adanya mineral Fe. Kebutuhan Vitamin C pada saat hamil adalah 70 mg/hari sedangkan kebutuhan pada saat tidak hamil adalah 60 mg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan wanita pada saat normal (tidak hamil) dapat terpenuhi maka ibu hamil tersebut hanya membutuhkan tambahan 10 mg vitamin C untuk memenuhi kebutuhan vitamin C-nya setiap hari. Konsumsi bihun satu bungkus (77g) per hari sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin C ibu hamil sebanyak 40,15 mg. Kelebihan vitamin C tidak berdampak buruk pada ibu hamil karena vitamin C bersifat mudah larut dalam air sehingga kelebihan vitamin C akan ikut terbuang bersama urin dan keringat. d. Zat Besi (Fe) Bihun NF mengandung 1,53 mg Fe/100 gram bahan sedangkan bihun F mengandung 11,89 mg Fe/100 gram bahan. Peningkatan kadar zat besi pada bihun
42
F ini menunjukan bahwa fortifikasi mampu meningkatkan kadar Fe yang terkandung dalam bihun hampir 8 kali lipat. Zat besi yang ditambahkan adalah dalam bentuk ferronil sebanyak 0,0240 g/kemasan atau 24,0 mg/77 gram bahan dengan metode penambahan secara langsung (Tabel 4.2). Apabila dilihat dari jumlah zat besi yang ditambahkan pada produk tersebut, maka hanya 33,85% dari besi yang ditambahkan yang dapat tersimpan dalam bihun. Nilai yang lebih rendah ini dapat terjadi akibat adanya kehilangan besi selama proses pengolah. Jika dibandingkan dengan nilai yang diklaim oleh produsen, nilai yang klaim lebih tinggi dari nilai aktual yang terukur yaitu 16,93 mg/100 g bahan. Jumlah Fe pada bihun FM meningkat jika dibandingkan dengan bihun F menjadi 12,40 mg/100 g. Zat besi yang mungkin terdapat dalam bumbu dapat menjadi penyebab utama tingginya kandungan besi dalam bihun FM. Selain bumbu, air yang digunakan pada proses perebusan juga dapat mempengaruhi jumlah zat besi dalam bihun. SNI 01-3553-1994 mengenai air minum dalam kemasan (Lampiran 30) menyatakan bahwa kandungan maksimal besi adalah 0,3 mg/L atau 3 mg/100 g. Sedangkan kandungan zat besi pada air PAM di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi adalah 2,09 % (Riani et al. 2004). Kebutuhan zat besi untuk wanita tidak hamil adalah 15 mg/hari dan kebutuhan untuk ibu hamil adalah 30 mg/hari (Tabel 2.2). Maka zat besi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya adalah sebanyak 15 mg/hari, jika kebutuhan zat besi wanita hamil saat normal atau tidak hamil diasumsikan dapat terpenuhi. Maka, konsumsi bihun 1 bungkus (77g) hanya mampu menyediakan zat besi sebanyak 9,55 gram jumlah ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan zat besi pada ibu hamil. Hanya sekitar 40% dari zat besi yang ditambahkan yang mampu dipertahankan dalam bihun, oleh sebab itu zat besi ini kurang efektif untuk difortifikasi pada keping bihun. Sebaiknya fortifikasi dilakukan pada bumbu, karena bumbu tidak melalui proses pengolahan dengan panas. e. Seng (Zn) Bihun NF mengandung 0,52 mg/100 gram bahan dan bihun F mengandung 2,80 mg/100 gram bahan (Tabel 4.2). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa fortifikasi seng sebanyak 0,0288g/kemasan atau 2,88mg/77g
43
pada bihun mampu meningkatkan nilai seng menjadi 4 kali lipat dari semula. Seperti halnya zat besi, pemasakan meningkatkan kandungan seng menjadi 3,47 mg/100gram, hal ini terjadi karena adanya penambahan seng dari bumbu. Angka yang diperoleh dari analisis bihun F dan bihun FM berada dibawah kandungan Zn yang diklaim oleh produsen yaitu 5,18mg/100 gram bahan. SNI 01-2975-1992 tentang bihun menetapkan syarat maksimum Zn yang boleh ada pada bihun adalah sebanyak 4,0 mg/100g bahan. Jadi, kandungan Zn yang terukur memenuhi syarat SNI. Sedangkan klaim yang dikeluarkan oleh produsen melebihi batas maksimum SNI. Kebutuhan ibu hamil akan seng adalah 15 mg/hari dan kebutuhan wanita tidak hamil adalah 12 mg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan seng pada kondisi normal (tidak hamil) terpenuhi, maka ibu hamil itu hanya memerlukan 3 mg seng/hari. Dengan mengkonsumsi satu bungkus (77g) bihun maka kebutuhan seng ibu hamil dapat terpenuhi sebanyak 2,67 mg. Untuk memenuhi kebutuhan Zn, ibu hamil juga disarankan untuk mengkonsumsi kerang, tiram, hati, kacang-kacangan dan susu sebagai sumber Zn (Almatsier, 2003). f. Iodium (I) Bihun NF mengandung 2,00 μg/100 g bihun. Iodium (Iod) yang ditambahkan pada bihun adalah dalam bentuk KIO3 sebanyak 0,0003 g/kemasan bahan atau 0,3 mg/77g bahan. Penambahan iod yang dilakukan secara langsung pada blok bihun mampu meningkatkan kandungan iod menjadi 18,13 μg/100 g bihun. Kandungan Iod yang terdapat pada bihun masak (FM) adalah 37,07 μg/100 g, angka ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Iod pada bihun F. Peningkatan iodium ini dapat disebabkan oleh iod yang terdapat dalam garam pada bumbu bihun. Akan tetapi, produsen mengklaim bahwa iod pada bihun tidak dapat terdeteksi. KIO3 bersifat lebih stabil dalam garam tidak murni, tidak mengubah warna, penampilan dan cita rasa akan tetapi kurang larut jika dibandingkan dengan KI. Beberapa penyebab turunnya kandungan Iod dalam bihun adalah sifat Iod yang mudah hilang jika garam terpapar kondisi basah, aerasi berlebih, adanya sinar matahari, panas, keasaman tinggi dan ketidakmurnian garam.
44
Kebutuhan iod pada ibu hamil adalah 175 μg/hari, sedangkan wanita yang tidak hamil 150 μg/hari. Jika diasumsikan kebutuhan iod pada saat tidak hamil dapat terpenuhi maka jumlah yang harus dipenuhi/ditambah untuk mencukupi kebutuhan pada saat hamil adalah 25 μg/hari. Konsumsi bihun sebanyak 1 bungkus (77g) cukup untuk memenuhi kekurangan Iod perhari sebanyak 28,54 μg/hari. Iod yang disuplay oleh bumbu lebih banyak dibandingkan dengan iod dari bihun, oleh sebab itu fortifikasi iod pada keping bihun ini tidak efektif dilakukan. Sebaiknya fortifikasi iod lebih banyak dilakukan pada bumbu. B. Pengaruh Fortifikasi Terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik 1. Mutu Organoleptik Berdasarkan Pembedaan Pengujian
organoleptik
dilakukan
untuk
mengetahui
signifikansi
perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dengan bihun yang tidak difortifikasi. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji pembedaan metode uji segitiga. Uji segitiga ini dilakukan terhadap dua kelompok sampel bihun. Kelompok yang pertama adalah bihun yang dimasak dan disajikan lengkap dengan bumbu. Kelompok yang kedua adalah kelompok bihun yang dimasak dan disajikan tanpa penambahan bumbu. Fortifikasi ditambahkan pada blok bihun dan bumbu. Maka dari itu, pengujian dilakukan terhadap bihun masak yang tidak ditambahkan bumbu dan bihun masak yang ditambahkan bumbu. Hasil uji segitiga pada bihun masak lengkap dengan bumbu dapat dilihat pada Lampiran 11.b dan hasil uji segitiga untuk bihun masak tanpa bumbu dapat dilihat pada Lampiran 12. Tabel 4.3. Persentase jumlah panelis yang menjawab benar pada uji pembedaan Jawaban Bihun Jumlah panelis % benar Benar Salah Dengan bumbu 21 20 1 95,24 Tanpa bumbu 22 21 1 95,45 Berdasarkan hasil uji segitiga (Tabel 4.3) pada kelompok bihun masak lengkap (dengan penambahan bumbu) menunjukan bahwa 1 dari 21 orang penelis tidak dapat membedakan antara bihun yang difortifikasi (F) dan tidak difortifikasi (NF), sehingga dinyatakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05).
45
Menurut tabel angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji segitiga (Meilgaard et al., 1999), dua kelompok sampel dinyatakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % (α = 0,05) dan jumlah panelis 21 orang, maka jumlah panelis minimal yang harus menjawab benar adalah 12 orang. Tabel angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 13. Sedangkan pada kelompok bihun masak tanpa penambahan bumbu, menunjukan bahwa 1 dari 22 orang penelis tidak dapat membedakan antara bihun yang difortifikasi (F) dan tidak difortifikasi (NF), oleh karena itu antara bihun F dan NF dinyatakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Menurut tabel angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji segitiga (Meilgaard et al., 1999), dua kelompok sampel dinyatakan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 % (α = 0,05) dan jumlah panelis 22 orang, maka jumlah panelis minimal yang harus menjawab benar adalah 12 orang. Gambar produk bihun yang digunakan untuk uji segitiga dapat dlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Bihun goreng fortifikasi (F) dan non fortifikasi (NF). bihun masak yang ditambahkan bumbu (kiri) dan yang tidak ditambahkan bumbu (kanan). 2. Mutu Organoleptik Berdasarkan Hedonik Kesukaan Uji hedonik kesukaan dilakukan langsung pada panelis ibu hamil. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua sampel bihun yaitu sampel non fortifikasi (NF) dan fortifikasi (F). Sampel disajikan setelah dimasak dan ditambahkan bumbu secara lengkap. Form isian uji hedonik kesukaan dapat dilihat pada Lampiran 14. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan independent T-Test pada perangkat lunak pengolah data SPSS 11. Hasil pengolahan data dengan T-Test dapat dilihat pada Gambar 4.2.
46
3,6 3,5
Skor kesukaan
3,5 3,4 3,3 3,2
3,15
3,1 3 2,9 NF
F
Gambar 4.2. Nilai rata-rata skor untuk kesukaan pada bihun non fortifikasi dan fortifikasi Berdasarkan tabel independent T-test (Lampiran 15) dapat dilihat bahwa untuk kedua sampel (NF dan F) memiliki tingkat kesukaan yang berbeda nyata pada skala 1 sampai 5 (5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa saja, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka) dengan nilai signifikansi 0,024. Rata-rata nilai kesukaan untuk sampel non fortifikasi adalah 3,5 dan untuk sampel yang difortifikasi adalah 3,15 artinya panelis lebih menyukai bihun NF dari pada bihun F. Untuk dapat melihat perbedaan lebih lanjut pada uji hedonik kesukaan antara bihun NF dan bihun F, maka dibuat grafik pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan yang dipilih. Grafik pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan yang dipilih dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Jumlah panelis yang memilih
12 10 10
10 9
8 6
NF
6
F
4 4 2
1 0
0
0
0
0 sangat suka
suka
biasa saja
tidak suka
sangat tidak suka
Gambar 4.3. Pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan Berdasarkan Gambar 4.3, Tidak ada panelis yang menyatakan sangat suka, baik terhadap bihun non fortifikasi maupun bihun fortifikasi. Sepuluh orang menyatakan suka pada bihun NF dan 9 orang menyatakan suka pada bihun F. Hal
47
ini menunjukan tingkat kesukaan bihun NF dan F tidak jauh berbeda. Sedangkan intensitas nilai kesukaan yang lain menunjukan nilai yang variatif. Intensitas biasa saja dipilih oleh 10 orang untuk bihun NF dan 6 panelis memilih biasa saja untuk bihun F. Tidak ada panelis yang memilih tidak suka dan sangat tidak suka untuk bihun NF. Sedangkan bihun F, 4 panelis memilih tidak suka dan 1 panelis memilih sangat tidak suka. Jika dilihat dari pengelompokan intensitas penilaan tersebut maka pada bihun NF, panelis cenderung untuk memberi skor 3 sampai 4 begitu pula dengan bihun F walaupun jumlahnya tidak sebanyak bihun NF akan tetapi panelis juga memiliki kecenderungan untuk memberi skor 3 sampai 4. Pada kondisi diatas dapat dilihat bahwa panelis lebih menyukai bihun non fortifikasi (NF) dibandingkan bihun fortifikasi (F). C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun 1. Pendugaan umur simpan berdasarkan mutu organoleptik a. Panelis terpilih dan penilaian skor mutu Hasil seleksi panelis menunjukan bahwa dari 36 orang panelis diperoleh 10 orang panelis yang lolos seleksi. Panelis yang terpilih adalan panelis yang lolos pada uji warna, uji segitiga rasa manis dan uji segitiga rasa asin. Penilaian mutu bihun secara organoleptik oleh panelis terpilih dapat dilihat pada lampiran 19a dan 19b. Penilaian (skoring) mutu ini dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28. Angka yang diperoleh (slope, intercept, dan koefisien korelasi) selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persamaan arrhenius. b. Perhitungan umur simpan Nilai slope, intercept, dan koefisien korelasi pada ordo 0 dan ordo 1 untuk bihun NF dapat dilihat pada Lampiran 20, dan untuk bihun F dapat dilihat pada Lampiran 21. Ordo laju reaksi yang dipilih adalah ordo laju reaksi yang memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang lebih tinggi (Kusnandar, 2004). Dengan membandingkan korelasi dari hasil persamaan ordo 0 dan ordo 1 pada bihun NF, diperoleh bahwa model persamaan ordo 1 memiliki korelasi yang lebih baik. Tiga parameter yang mempunyai nilai korelasi yang baik tersebut adalah aroma bihun (0,73-0,96), intensitas penggumpalan bumbu (0,90-0,97) dan warna saus (0,710,90). Sedangkan untuk bihun F, dapat dilihat bahwa korelasi (r) yang baik
48
ditunjukkan oleh model persamaa ordo 0 pada kekentalan kecap (0,84-0,96) dan perubahan warna saus (0,63-0,99). Persamaan arrhenius untuk setiap parameter mutu pada bihun NF dapat dilihat pada Lampiran 22 dan bihun F pada Lampiran 23. Pendugaan umur simpan Bihun NF pada beberapa suhu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan bihun F pada Tabel 4.5. Tabel 4.4. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) Suhu Ordo (0C)
Bihun
Minyak
Bumbu
A W A W A W 0 7,32 2,98 14,26 8,74 5,18 31,65 20 1 12,68 4,43 24,23 14,25 7,88 59,7 0 5,9 2,68 11,32 7,35 4,76 20 25 1 9,81 3,86 18,77 11,75 7,2 35,59 0 4,78 2,42 9,05 6,22 4,39 12,83 30 1 7,65 3,38 14,66 9,74 6,61 21,58 Keterangan : A = Aroma, W = Warna, P = Penggumpalan
P 7,36 12,09 6,18 9,94 5,21 8,23
Warna Warna bawang saus 28,63 68,05 19,39 43,96 13,31 28,81
16,1 45,52 9,94 22,95 6,21 11,84
Kekentalan kecap 21,02 71,78 13,33 38,63 8,58 21,22
Tabel 4.5. Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) Suhu Ordo (0C)
Bihun
Minyak
Bumbu
A W A W A W 0 7,25 2,72 8,95 7,47 7,36 3,57 20 1 13,01 4,74 17,03 12,87 18,29 6,78 0 5,48 2,3 6,46 5,87 5,26 2,93 25 1 9,22 3,58 11,3 9,57 10,98 4,99 0 4,18 1,95 4,71 4,65 3,8 2,42 30 1 6,6 2,73 7,6 7,19 6,71 3,71 Keterangan : A = Aroma, W = Warna, P = Penggumpalan
P 3,91 8,05 3,17 5,7 2,58 4,08
Warna Warna bawang saus 8,08 24,24 6,34 17,87 5,01 13,31
2,65 6,19 2,21 4,29 1,85 3,01
Kekentalan kecap 12,16 45,12 8,07 24,41 5,43 13,48
Pada bihun NF, atribut mutu yang paling kritis berdasarkan mutu organoleptik adalah intensitas penggumpalan bumbu dengan mengikuti model ordo 1. Penggumpalan bumbu memiliki koefisien korelasi yang paling tinggi yaitu 0,90-0,96 dan memiliki angka slope (0,0053-0,0098) dengan masa penyimpanan pada suhu kamar (25 0C) selama 9,94 bulan (Tabel 4.4). Kurva penurunan umur simpan berdasarkan penurunan mutu organoleptik Untuk bihun NF dapat dilihat pada Gambar 4.4.
49
14 12,09
y = 26,058e-0,0385x R2 = 0,99
Umur simpan (bulan)
12 12,16 10
9,94 8,23
8 8,07 6
F
y = 60,763e-0,0806x R2 = 0,99
4
5,43
NF
2 0 15
20
25
30
35
0
Suhu penyimpanan ( C)
Gambar 4.4.
Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan parameter mutu organoleptik.
Sedangkan pada bihun F (Lampiran 21), atribut mutu yang paling kritis berdasarkan organoleptik ditunjukkan oleh kekentalan kecap pada ordo 0. Kemiringan dari atribut kekentalan kecap adalah 0,05-0,18 sedangkan korelasinya bernilai 0,84-0,96. Nilai korelasi yang tinggi ini yang menjadikan kekentalan kecap sebagai artibut mutu yang paling kritis dan digunakan sebagai penentu umur simpan. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) dengan parameter kekentalan kecap pada ordo 0 ini, maka umur simpannya adalah 8,07 bulan (Tabel 4.5). Kurva penurunan umur simpan berdasarkan penurunan mutu organoleptik untuk bihun F dapat dilihat pada Gambar 4.4. 2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif Hasil pemodelan ordo 0 dan ordo 1 berdasarkan mutu fisik dapat dilihat pada Lampiran 28a (bihun NF) dan Lampiran 28b (bihun F). Berdasarkan pengamatan tersebut penurunan mutu bihun NF lebih cenderung mengikuti model ordo 1. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r) dari model ordo 1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan model ordo 0. Maka dari itu, untuk selanjutnya perhitungan umur simpan bihun NF mengikuti model ordo 1. Sedangkan angkaangka korelasi bihun F pada model ordo 0 lebih tinggi dibandingkan ordo 1. Maka dari itu, untuk selanjutnya perhitungan umur simpan bihun F mengikuti persamaan ordo 0.
50
Berdasarkan Lampiran 28a, atribut perubahan warna saus NF pada ordo 1 paling konstan (0,56-0,86) diantara atribut mutu yang lain. Sedangkan pada Lampiran 28b, dapat dilihat bahwa nilai korelasi yang paling tinggi ditunjukkan oleh atribut perubahan warna bihun pada ordo 0 (0,43-0,95). Persamaan arrhenius dan pendugaan umur simpan berdasarkan bihun NF dapat dilihat pada Lampiran 29a dan bihun F pada Lampiran 29b. Umur simpan bihun bihun NF dan bihun F pada beberapa suhu penyimpanan berdasarkan perameter mutu secara objektif dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan 4.7. Kurva hubungan antara 1/T dan Ln k pada ordo 1 (persamaan arrhenius) untuk perubahan warna bihun F dan saus F tidak dapat digunakan untuk menduga umur simpan produk karena slope dari kedua hubungan tersebut bernilai positif (+). Gambar 4.5-4.6 menunjukan slope persamaan arhenius untuk perubahan warna bihun F dan saus F yang bernilai positif. Kurva akan terlihat naik dan berlawanan dengan tipe kurva arrhenius yang normal (kurva menurun). Apabila persamaan ini digunakan maka, umur simpan yang dihasilkan akan naik seiring dengan kenaikan suhu. Sedangkan persamaan arrhenius yang ideal akan menunjukan penurunan waktu penyimpanan seiring dengan naiknya suhu penyimpanan.
0 30
30,5
31
31,5
32
32,5
-1
Ln (k)
-2
-3
y = 0,52x - 20,83 R2 = 0,19
31,45; -3,25
-4 32,26; -4,52
-5 30,49; -5,36 -6 1/T (10-4)
Gambar 4.5. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna bihun F diukur dengan kromameter, pada ordo 1.
51
0 30
30,5
31
31,5
32
32,5
-1
Ln (k)
-2
-3
31,45; -3,31 y = 0,56x - 21,87 R2 = 0,22
-4 32,26; -4,52
-5
-6
30,49; -5,42 1/T (10-4)
Gambar 4.6. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna saus F diukur dengan kromameter, pada ordo 1. Tabel 4.6. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan). Berdasarkan ordo 0 Berdasarkan ordo 1 0 Atribut mutu suhu simpan C suhu simpan 0C 20 25 30 20 25 30 Kecerahan bihun 20,55 13,59 9,11 20,21 13,39 9,00 Kecerahan saus 5,04 3,87 3,00 5,36 4,08 3,13 Warna bihun 7.77 6.76 5.91 2.49 2.68 2.88 Warna saus 67,05 29,93 13,72 16,88 10,70 6,89 Tabel 4.7. Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan). Berdasarkan ordo 0 berdasarkan ordo 1 Atribut mutu suhu simpan 0C suhu simpan 0C 20 25 30 20 25 30 Kecerahan bihun 24,79 15,07 9,32 25,61 15,48 9,51 Kecerahan saus 17,12 10,01 5,96 17,59 10,22 6,05 Warna bihun 15,73 11,68 8,76 0,95 1,28 1,71 Warna saus 13,05 9,87 7,53 0,90 1,24 1,69 Berdasarkan pengamatan bihun NF secara objektif (Lampiran 28a), atribut mutu yang paling kritis ditunjukkan oleh perubahan warna saus pada model ordo 1. Perubahan warna saus pada ordo 1 menujukan korelasi yang baik antara 0,560,85 dan slope penurunan mutu (0,008-0,117). Berdasarkan data tersebut maka dipilih atribut perubahan warna saus sebagai parameter kritis. Umur simpan bihun
52
NF menurut perubahan warna saus ini jika disimpan pada suhu kamar (250C) adalah 10,74 (Gambar 4.7). Perubahan warna yang pada saus merupakan perubahan akibat reaksi pencoklatan non enzimatis. Ada tiga pencoklatan non enzimatis yang sering terjadi pada bahan pangan, yaitu maillard, karamelisasi dan pencoklatan akibat vitamin C (Prasetyawati, 2006). Vitamin C pada saus yang berasal dari tomat dan cabai kemungkinan ikut menjadi penyebab terjadinya proses pencoklatan. Selain bersifat sebagai reduktor, vitamin C juga bersifat sebagai prekursor untuk pembentukan warna coklat non enzimatis (Syarief dan Halid, 1993). Belitz dan Grosch (1999), menyatakan bahwa perubahan warna saus yang terjadi adalah akibat reaksi maillard, namun yang paling utama adalah karena adanya reaksi oksidasi capsanthin dan reaksi polimerisasi lain yang belum jelas. Pada Lampiran 28b, atribut perubahan warna bihun F pada ordo 0 memiliki korelasi yang baik (0,43-0,94) dan slope penurunan mutu (0,007-0,061). Berdasarkan parameter ini, jika bihun disimpan pada suhu ruang (250C) akan bertahan selama 11,68 bulan. Kurva penurunan umur simpan berdasarkan penurunan mutu secara objektif pada bihun F dapat dilihat pada Gambar 4.7.
18 16,88
Umur simpan (bulan)
16 15,73
14
y = 140,66e-0,1055x R2 = 0,99
11,68
12 10
NF
10,70
8
8,76 6,89
y = 1594,6e-0,1587x R2 = 0,99
6 4
F
2 0 15
20
25
30
35
0
Suhu penyimpanan ( C)
Gambar 4.7.
Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kromameter.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Panelis mampu membedakan antara bihun yang tidak difortifikasi dan bihun yang telah difortifikasi melalui uji pembedaan. Artinya fortifikasi telah merubah atribut-atribut mutu organoleptik seperti rasa, aroma dan penampakan, sehingga panelis dapat membedakan bihun non fortifikasi dengan bihun fortifikasi. Tingkat kesukaan bihun non fortifikasi yang telah dimasak dengan bihun fortifikasi yang telah dimasak berbeda nyata karena memiliki nilai signifikansi 0,024 (<0,05) dan panelis lebih menyukai bihun non fortifikasi dengan rata-rata skor 3,5 dibandingkan dengan bihun fortifikasi dengan skor ratarata 3,15. Atribut mutu yang paling kritis pada pendugaan umur simpan bihun NF berdasarkan mutu organoleptik adalah penggumpalan bumbu dengan mengikuti model ordo 1. Penggumpalan bumbu memiliki koefisien korelasi 0,90-0,96 dan kemiringan 0,0053-0,0098. Umur simpan bihun NF pada penyimpanan suhu kamar (250C) adalah 10 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun F berdasarkan organoleptik adalah kekentalan kecap pada ordo 0. Koefisien korelasi dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun NF secara objektif adalah perubahan warna saus dengan mengikuti ordo 1. Perubahan warna saus memiliki korelasi 0,56-0,86 dan kemiringan 0,007-0,067. Umur simpan bihun NF menurut perubahan warna saus ini jika disimpan pada suhu kamar (25 0C) adalah 10,74 bulan. Atribut mutu paling kritis pada bihun F secara objektif adalah perubahan warna bihun pada ordo 0. Korelasi perubahan warna bihun adalah 0,43-0,95
dengan kemiringan 0,007-0,061. Jika bihun disimpan pada suhu ruang (250C) maka akan bertahan selama 11,68 bulan. B. Saran 1. Fortifikasi mineral sebaiknya dilakukan pada pada bumbu tidak pada keping bihun akan tetapi. 2. Penentuan umur simpan sebaiknya lebih difokuskan terhadap stabilitas fortifikan dalam produk (keberadaan fortifikan dalam produk). 3. Dalam pengemasan bihun, perlu diperhatikan mengenai kemasan yang dapat melindungi fortifikan terutama mineral terhadap oksidasi cahaya.
55
Lampiran 1. Cara pembuatan bihun
1. PENDAHULUAN Bihun dibuat dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk seperti benang. Meskipun pengolahan bihun belum banyak diketahui, cara pengolahannya tidak sulit dilakukan. Pengolahan bihun dapat dilakukan dengan investasi yang tidak terlalu besar oleh industri kecil. 2. BAHAN 1) Beras. Beras pera dengan kadar amilosa tinggi paling cocok untuk bihun. Beras yang rendah kadar amilosanya akan menghasilkan bihun yang lembek. Salah satu pabrik bihun di Lampung menggunakan campuran beras IR-42 (2790 kg, dan beras impor dari Pakistan (450 kg). 2) Sodium metabisulfit. Bahan ini digunakan untuk mempercepat proses pelunakan beras pada perendaman. 3. PERALATAN 1) Penggiling. Alat ini digunakan untuk menggiling beras menjadi tepeng basah. 2) Pengayak. Alat ini digunakan untuk mengayak beras sehingga beras bebas dari kotoran seperti kerikil, dan gabah. Pengayak dapat berupa nyiru atau mesin pengayak. 3) Penyosok. Alat ini digunakan untuk menyosok beras sehingga menjadi lebih putih dan mengkilat. 4) Wadah perendam. Alat ini digunakan untuk merendam beras menjadi lunak. 5) Penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring tepung sehingga diperolehtepung dengan kehalusan 100 mesh. 6) Filter Press. Alat ini digunakan untuk memeras bubur beras sehingga menghasilkan padatan basah seperti cake. 7) Screw Extruder. Alat ini digunakan untuk menggiling cake menjadi rata, kemudian membentuknya menjadi pelet seperti silinder dengan panjang 5 cm dan diameter 0,05 cm. 8) Pengukus. Alat ini digunakan untuk mengukus pelet menjadi masak. 9) Pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan bihun basah. 4. CARA PEMBUATAN 1) Beras diayak untuk membuang kotoran-kotoran seperti kerikil, sekam dan gabah. Setelah itu beras disosoh sampai putih mengkilat. 2) Beras dimasukkan ke tangki pencuci. Pencucian dilakukan berulang-ulang sampai air pencuci jernih. Setelah itu beras direndam dengan air yang telah diberi sodium metabidulfit 1 ppm (1 gram sodium metabisulfit untuk 1 m3 air). Selama perendaman air diganti berulang-ulang. Lama perendaman adalah 4 jam. Setelah perendaman, beras ditiriskan. 3) Beras digiling dengan penggiling cakram sambil ditambah air. Jumlah air adalah 4 liter untuk 1 kg beras. Hasil penggilingan adalah bubur beras encer.
60
4) Bubur beras diperas dengan alat filter press untuk mengeluarkan air bubur. Hasil pemerasan berupa padatan basah yang dinamakan cake. Bubur juga dapat dibungkus dengan kain kemudian ditindih batu selama semalam. 5) Cake digiling menjadi lebih halus dengan menggunakan screw extruder. Hasil penggilingan cake ini adalah pelet dengan panjang 5 cm dan diameter 0,5 cm. Ukuran pelet ini tergantung kepada disain tempat pengeluaran bahan extruder. 6) Pelet dikukus dengan menggunakan uap pada suhu 1000C selama 1 jam sehingga diperoleh pelet matang. 7) Pelet matang digiling kembali dengan menggunakan screw extruder. Tempat pengeluaran pada extruder berupa lobang-lobang kecil sehingga bahan keluar dari extruder berupa benang yang disebut bihun basah. 8) Bihun basah dipotong, kemudian disusun diatas rak-rak dalam keadaan tergantung. Selanjutnya rak dimasukkan ke ruang pengukusan. Pengukusan berlangsung pada suhu diatas 1000C selama 45 menit. 9) Setelah pengukusan, bihun basah dijemur sampai kering atau dikeringkan dengan alat pengering. Bihun yang kering bersifat rapuh sehingga mudah dipatahkan. 10) Bihun kering tersebut dikemas dengan kantung plastik. Sumber : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340. Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
61
Lampiran 2. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar air bihun
Oneway ANOVA kadar air Sum of Squares Between Groups
Mean Square
5452,737
2
2726,369
2,957
7
,422
5455,694
9
Within Groups Total
df
F
Sig.
6454,985
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: kadar air Tukey HSD (I) bihun
(J) bihun
Mean Difference (I-J)
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
(NF)
(F) (FM)
-1,4008 -48,3527(*)
,53064 ,49637
,076 ,000
(F)
(NF)
1,4008
,53064
,076
-,1620
2,9635
-46,9520(*) ,49637 (FM) (NF) 48,3527(*) ,49637 (F) 46,9520(*) ,49637 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,000 ,000
-48,4138 46,8909 45,4902
-45,4902 49,8146 48,4138
(FM)
-2,9635 -49,8146
Upper Bound ,1620 -46,8909
Homogeneous Subsets kadar air Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
(NF)
3
9,8288
(F)
3
11,2296
(FM)
3
2
58,1816
Sig.
,065 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,273.
62
Lampiran 3. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar lemak bihun
Oneway ANOVA kadar lemak Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
12,479
2
6,239
,067
6
,011
12,546
8
F
Sig.
555,353
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: kadar lemak Tukey HSD Mean (I) bihun (J) bihun Difference (I-J) (NF) (F) -,0157 (FM) -2,5057(*) (F) (NF) ,0157
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
,08654 ,08654
,982 ,000
,08654
,982
-,2498
,2812
-2,4900(*) ,08654 (FM) (NF) 2,5057(*) ,08654 (F) 2,4900(*) ,08654 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,000 ,000
-2,7555 2,2401 2,2244
-2,2244 2,7712 2,7555
(FM)
-,2812 -2,7712
Upper Bound ,2498 -2,2401
Homogeneous Subsets kadar lemak Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
(NF)
3
,1402
(F)
3
,1559
(FM)
3
2
2,6458
Sig.
,982 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
63
Lampiran 4. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar protein bihun
Oneway ANOVA protein Sum of Squares Between Groups
,774
Within Groups Total
df
Mean Square 2
,387
,136
9
,015
,910
11
F
Sig.
25,548
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: protein Tukey HSD
(NF)
(F) (FM)
Mean Difference (I-J) -,5142(*) ,0458
(F)
(NF)
,5142(*)
(I) bihun
(J) bihun
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
,08700 ,08700
,001 ,861
-,7571 -,1971
-,2713 ,2887
,08700
,001
,2713
,7571
,5600(*) ,08700 (FM) (NF) -,0458 ,08700 (F) -,5600(*) ,08700 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,861 ,000
,3171 -,2887 -,8030
,8030 ,1971 -,3171
(FM)
Homogeneous Subsets protein Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
(FM)
4
3,0394
(NF)
4
3,0852
(F)
4
2
3,5994
Sig.
,861 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
64
Lampiran 5. Hasil Uji statistik pada pengukuran karbohidrat bihun
Oneway ANOVA Kadar KH Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
25,278
2
12,639
,077
6
,013
25,355
8
F
Sig.
982,416
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar KH Tukey HSD (I) BIHUN
(J) BIHUN
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound ,3366 3,5404
Upper Bound ,9049 4,1087
(NF)
(F) (FM)
,6207(*) 3,8246(*)
,09261 ,09261
,001 ,000
(F)
(NF)
-,6207(*)
,09261
,001
-,9049
-,3366
3,2039(*) ,09261 (FM) (NF) -3,8246(*) ,09261 (F) -3,2039(*) ,09261 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,000 ,000
2,9197 -4,1087 -3,4880
3,4880 -3,5404 -2,9197
(FM)
Homogeneous Subsets Kadar KH Tukey HSD BIHUN
Subset for alpha = .05
N
(FM)
3
(F)
3
(NF)
3
1 92,5973
2
3
95,8012 96,4219
Sig.
1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
65
Lampiran 6. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar abu bihun
Oneway ANOVA kadar abu Sum of Squares 5,362
Between Groups Within Groups Total
df 2
Mean Square 2,681
,008
9
,001
5,370
11
F 3014,190
Sig. ,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: kadar abu Tukey HSD Mean Difference (I-J) -,0817(*) -1,4571(*)
Std. Error ,02109 ,02109
Sig. ,009 ,000
,0817(*)
,02109
,009
,0228
,1406
-1,3754(*) ,02109 1,4571(*) ,02109 1,3754(*) ,02109 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,000 ,000
-1,4343 1,3983 1,3166
-1,3166 1,5160 1,4343
(I) BIHUN (NF)
(J) BIHUN (F) (FM)
(F)
(NF) (FM)
(FM)
(NF) (F)
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -,1406 -,0228 -1,5160 -1,3983
Homogeneous Subsets kadar abu Tukey HSD Subset for alpha = .05 BIHUN (NF)
N 4
(F)
4
(FM)
4
1 ,3811
2
3
,4628 1,8383
Sig.
1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
66
Lampiran 7. Hasil Uji statistik pada pengukuran Energi bihun
Oneway ANOVA Energi Sum of Squares 22.728 1.777 24.504
Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square 2 6 8
F
11.364 .296
Sig.
38.372
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Energi Tukey HSD
(NF)
(F) (FM)
Mean Difference (I-J) ,2505 -6,7868(*)
(F)
(NF)
-,2505
(I) BIHUN
(J) BIHUN
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
,42359 ,42359
,830 ,000
Lower Bound -1,0492 -8,0865
Upper Bound 1,5502 -5,4871
,42359
,830
-1,5502
1,0492
(FM) -7,0373(*) ,42359 (NF) 6,7868(*) ,42359 (F) 7,0373(*) ,42359 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,000 ,000
-8,3370 5,4871 5,7376
-5,7376 8,0865 8,3370
(FM)
Homogeneous Subsets Energi Tukey HSD BIHUN
Subset for alpha = .05
N
(F)
3
1 398,9242
(NF)
3
399,1747
(FM)
3
2
405,9615
Sig.
,830 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
67
Lampiran 8. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Vitamin C bihun
Oneway ANOVA vitamin C Sum of Squares Between Groups
Mean Square
315162,354
2
157581,177
102,428
3
34,143
315264,782
5
Within Groups Total
df
F 4615,395
Sig. ,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: vitamin C Tukey HSD Mean (I) bihun (J) bihun Difference (I-J) (NF) (F) -508,5525(*) (FM) -48,3575(*) (F) (NF) 508,5525(*)
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
5,84316 5,84316
,000 ,008
-532,9694 -72,7744
-484,1356 -23,9406
5,84316
,000
484,1356
532,9694
460,1950(*) 5,84316 (FM) (NF) 48,3575(*) 5,84316 (F) -460,1950(*) 5,84316 * The mean difference is significant at the .05 level.
,000 ,008 ,000
435,7781 23,9406 -484,6119
484,6119 72,7744 -435,7781
(FM)
Homogeneous Subsets vitamin C Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
(NF)
4
(FM)
4
(F)
4
2
3
3,7900 52,1475 512,3425
Sig.
1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
68
Lampiran 9. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Zat besi (Fe) bihun
Oneway ANOVA zat besi Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
300,684
2
150,342
Within Groups
196,606
9
21,845
Total
497,290
11
F
Sig.
6,882
,015
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: zat besi Tukey HSD
(NF)
(F) (FM)
Mean Difference (I-J) -10,3616(*) -10,8584(*)
(F)
(NF)
10,3616(*)
(I) bihun
(J) bihun
Std. Error
Sig.
Lower Bound -19,5889 -20,0858
Upper Bound -1,1342 -1,6310
,029
1,1342
19,5889
,988 ,023 ,988
-9,7242 1,6310 -8,7306
8,7306 20,0858 9,7242
3,30493 3,30493
,029 ,023
3,30493
-,4968 3,30493 (FM) (NF) 10,8584(*) 3,30493 (F) ,4968 3,30493 * The mean difference is significant at the .05 level.
(FM)
95% Confidence Interval
Homogeneous Subsets zat besi Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
2
(NF)
4
(F)
4
11,8938
(FM)
4
12,3906
1,5322
Sig.
1,000 ,988 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
69
Lampiran 10. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar seng (Zn) bihun
Oneway ANOVA seng (zn) Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
19,118
2
9,559
3,069
9
,341
22,187
11
F
Sig.
28,037
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: seng (zn) Tukey HSD Mean (I) bihun (J) bihun Difference (I-J) (NF) (F) -2,2790(*) (FM) -2,9489(*) (F) (NF) 2,2790(*)
Std. Error
Sig.
Lower Bound -3,4318 -4,1017
Upper Bound -1,1262 -1,7961
,001
1,1262
3,4318
,286 ,000 ,286
-1,8227 1,7961 -,4829
,4829 4,1017 1,8227
,41288 ,41288
,001 ,000
,41288
-,6699 ,41288 (FM) (NF) 2,9489(*) ,41288 (F) ,6699 ,41288 * The mean difference is significant at the .05 level.
(FM)
95% Confidence Interval
Homogeneous Subsets seng (zn) Tukey HSD bihun
Subset for alpha = .05
N
1
2
(NF)
4
(F)
4
2,7998
(FM)
4
3,4697
,5208
Sig.
1,000 ,286 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.
70
Lampiran 11.a. Form Uji Pembedaan (Uji segitiga) UJI SEGITIGA Nama : No Hp :
Tanggal : Sampel :
Petunjuk : 1. Tulis kode sampal pada tempat yang telah disediakan 2. Cicip sampel dari kiri kekanan dan lingkari satu kode sampel yang berbeda dari kedua sampel yang lain. 3. Netralkan mulut anda dengan AMDK, setiap kali anda mencicip satu sampel _________
Kode sampel
_________
________
Komentar (mohon diisi): .................................................................................................................. Terima kasis atas bantuan anda.
Lampiran 11b. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak lengkap dengan bumbu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Panelis Ichsan Ulik Maria Aji nugroho Arvi Boby Ami Nanda Pretty Shinta Arti Tati baung Arief tmin Ending p Dadik satria Annissa Cynthia g.c.l. Didin Herold Karen Jumlah
Penilaian Benar Salah 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 19 1
71
Lampiran 12. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak tanpa bumbu No
Panelis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Lita sahrawani Nurhayati Ratry Ratna batari Santi Erna Zilfia nora Prasna ruseno Gumi Fatimah Tina nurkhoeriyati Randy Alina p Agus Tri eko Pretty Ririn i Shinta Maria Endang p Dadik s.s. Fenni Jumlah
penilaian Benar Salah 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 21 1
72
Lampiran 13. Tabel T8. Angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji segitiga. (Meilgaard et al., 1999) Dibawah ini adalah jumlah minimum dari respon panelis benar yang dibutuhkan pada tingkat α tertentu (kolom) dengan jumlah panelis yang ada (baris). Tolak asumsi ”tidak berbeda” jika jumlah dari respon yang benar lebih desar dari atau sama dengan angka pada tabel
73
Lampiran 14. Form isian uji hedonik kesukaan UJI KESUKAAN PRODUK BIHUN NAMA
: …………………
Tanggal
: ……/.…../ 2006
Usia Kehamilan
: …………bulan
Tipe sampel : BIHUN goreng
Petunjuk : 1. Cicipilah produk bihun goreng yang tersedia 2. Netralkan indera pengecap ada dengan air mineral yang telah disediakan 3. Berikan nilai kesukaan untuk setiap bihun goreng dengan memberi tanda (√), pada (
) pernyataan yang sesuai menurut anda, dan
4. Jangan membandingkan antar sampel. 862
245
Sangat suka
Sangat suka
Suka
Suka
Biasa saja
Biasa saja
Tidak suka
Tidak suka
Sangat tidak suka
Sangat tidak suka
Menurut anda, apakah produk bihun dengan kode 245 secara keseluruhan (rasa, aroma, warna) masih dapat diterima ? dapat diterima tidak dapat diterima
Atas segala bantuan anda…☺
74
Lampiran 15. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS. 11.
uji
hedonik
kesukaan
dengan
Group Statistics Jenis bihun SKOR
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
NF
20
3,50
,513
,115
F
20
3,15
,933
,209
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
SKOR
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
F
Sig.
t
5,507
,024
1,470
38
,150
,35
,238
-,132
,832
1,470
29,520
,152
,35
,238
-,137
,837
1. Hipotesis H0 : Varian skor bihun NF = bihun F H1 : Varian skor bihun NF ≠ bihun F 2. Statistik uji : uji F 3. α = 0,05 4. Daerah kritis : H0 ditolak jika signifikansi (Sig.) < α 5. Dari hasil pengolahan SPSS diperoleh Sig.0.024 6. Karena Sig. < α (0.024<0.05) maka H0 ditolak Kesimpulan : H0 ditolak sehingga varian skor bihun NF ≠ bihun F
75
Lampiran 16a. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (uji segitiga) Uji Segitiga Nama : Produk : No Hp : Tanggal : Petunjuk : 7. Tulis kode sampel set pertama pada baris Set 1 6. Cicip sampel pada set pertama (dari kiri kekanan) dengan menggunakan sendok yang telah disediakan. 7. Masukan kedalam mulut dan biarkan selama 3 detik sebelum sampel ditelan. 8. Netralkan mulut dengan AMDK, setiap kali setelah mencicip sati sampel 9. Bilas sendok dengan AMDK, setiap kali setelah mencicip sati sampel 10. lingkari satu kode sampel yang berbeda 11. Ulangi Langkah 1-6 untuk Set 2 – Set 6 Pertanyaan awal Apakah anda buta warna ? a. Ya b. Tidak Kode sampel 1 Kode sampel 2 Kode sampel 3 ________ ________ ________ Set 1 ________ ________ ________ Set 2 ________ ________ ________ Set 3 ________ ________ ________ Set 4 ________ ________ ________ Set 5 ________ ________ ________ Set 6 Komentar (mohon diisi) : .................................................................................................................... Terima kasih atas bantuan anda. Lampiran 16b. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (matching test) MATCHING TEST Nama : Produk : No Hp : Tanggal : Petunjuk : 1. Tulis kode sampel set pertama pada baris Set 1 2. Cium aroma masing-masing sampel pada set pertama 3. Netralkan penciuman, dengan cara menghirup udara segar setiap kali setelah anda mencium satu aroma. 4. Cium aroma sampel pada set kedua, dan tuliskan kode sampel yang memiliki aroma yang sama dengan sampel pada set pertama. 5. Ulangi Langkah 2-4 sampei semua sampel pada set 1 memiliki pasangan. 6. Sebutkan (deskripsikan) aroma yang terdeteksi pada kolom yang paling kanan. Set 1 (kode)
Set 2 (kode)
Deskripsi aroma
Pilihan aroma : Meaty, Citrus (jeruk), Green, Peppermint, Fruity, Spicy, Framboise, Fatty Komentar (mohon diisi) : .................................................................................................................... Terima kasih atas bantuan anda. 76
Lampiran 17. Daftar panelis yang lolos seleksi untuk pengujian mutu oganoleptik selama penyimpanan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nama panelis Alina Primasari Aminullah Andrias Annisa Nisviaty Anissa soraya Arief Arti Dadik satria Eko Widayanto Elsadora Reapina Elvina yohana Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Hendi Herold Indach Karen Puspasari Kiki Krisnayudha Maria Dewi Muslimah Oneth Prasna Ruseno Pretty Arinogora Randy Adistya Ribka
Uji warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna
Uji segitiga rasa manis Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/3) Lolos (5/6) Tidak Lolos (2/6) Lolos (5/6) Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/6) Tidak Lolos (1/6) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (5/6) Lolos (4/6) Tidak Lolos (1/6) Lolos (5/6) Tidak Lolos (1/3) Tidak Lolos (0/3) Tidak Lolos (3/6) Lolos (5/6) Tidak Lolos (3/6)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Panelis lolos rasa manis Andrias Anissa soraya Aulia Rosadi Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Hendi Herold Indach Karen Puspasari Kiki Krisnayudha Muslimah Randy Adistya Shinta Subekti Saputra Syarifah Zarina Yoga Rahmawansyah
Uji segi tiga asin ====== Tidak Lolos Lolos 5/6 Lolos 4/6 Lolos 6/6 Lolos 6/6 Tidak Lolos Lolos 6/6 Tidak Lolos Lolos 6/6 ====== Tidak Lolos Lolos 4/6 Lolos 6/6 ====== Lolos 5/6 Lolos 5/6
Panelis lolos rasa asin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Aulia Rosadi Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Herold Karen Puspasari Randy Adistya Shinta Syarifah Zarina Yoga Rahmawansyah
Uji aroma Lolos 4/6 Lolos 6/6 Lolos 5/6 Lolos 6/6 Lolos 6/6 Lolos 6/6 Lolos 4/6 Lolos 6/6 Lolos 5/6 Lolos 5/6
77
Daftar panelis yang lolos seleksi untuk pengujian mutu oganoleptik selama penyimpanan (lanjutan) No
Nama panelis
Uji warna
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Ririn Rohana Shinta Stefanus Subekti Saputra Syarifah Zarina Widhi Widagdo Yeni Nur Putri Yoga Rahmawansyah Aulia Rosadi
Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna Tidak buta warna
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Panelis terpilih Aulia Rosadi Eva Handayani Evrin Fenni Rusli Herold Karen Puspasari Randy Adistya Shinta Syarifah Zarina Yoga Rahmawansyah
Uji segitiga rasa manis Tidak Lolos (2/6) Tidak Lolos (3/6) Lolos (6/6) Tidak Lolos (0/3) Lolos (4/6) Lolos (5/6) Tidak Lolos (1/3) Tidak Lolos (1/3) Lolos (4/6) Lolos (4/6)
78
Lampiran 18. Lembar Penilaian Organoleptik Bihun Instan LEMBAR PENILAIAN ORGANOLEPTIK BIHUN INSTAN Nama Tanggal
: __________________________ : __________________________
A. BIHUN Bandingkanlah aroma dan warna dari contoh bihun instan berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda. A Skor 6 5 4 3 2 1
B Skor 6 5 4 3 2 1
Aroma Kode sampel Kriteria mutu normal, sama dengan kontrol (tidak terdeteksi adanya off odor) diduga ada off odor (apek) tetapi sangat kecil terdeteksi adanya off odor (apek) tetapi kecil off odor terdeteksi jelas, moderat off odor terdeteksi jelas, kuat off odor terdeteksi jelas, sangat kuat menurut anda dari segi aroma apakah sampel masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar ___________________________________________________________________ Warna (kecerahan/lightness) Kode sampel Kriteria mutu jauh lebih cerah dari kontrol lebih cerah dari kontrol sama cerah dengan kontrol lebih kusam dari kontrol lebih gelap dari kontrol jauh lebih gelap dari kontrol menurut anda dari segi warna apakah sampel masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar ___________________________________________________________________
79
B. MINYAK Bandingkanlah intensitas aroma bawang dan warna dari contoh minyak berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda. A Skor 6 5 4 3 2 1
B Skor 6 5 4 3 2 1
Kriteria mutu Kode sampel Intensitas kehilangan Aroma bawang normal, sama dengan kontrol kehilangan aroma bawang sangat sedikit kehilangan aroma bawang, sedikit kehilangan aroma bawang, moderat kehilangan aroma bawang, kuat kehilangan aroma bawang, sangat kuat menurut anda apakah sampel masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar ________________________________________________________________ Warna Kode sampel Kriteria mutu sama dengan kontrol lebih gelap dari kontrol, tetapi sangat sedikit lebih gelap dari kontrol, tetapi sedikit lebih gelap dari kontrol, moderat lebih gelap dari kontrol, kuat lebih gelap dari kontrol, sangat kuat menurut anda apakah sampel masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar ________________________________________________________________
C. BUMBU BIHUN Bandingkanlah warna, aroma, dan kecenderungan pembentukan penggumpalan dari contoh bumbu bihun berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda. A Skor 6 5 4 3 2 1 B 6 5 4 3 2 1
Kriteria mutu Warna sama dengan kontrol lebih gelap dari kontrol, tetapi sangat sedikit lebih gelap dari kontrol, tetapi sedikit lebih gelap dari kontrol, moderat lebih gelap dari kontrol, kuat lebih gelap dari kontrol, sangat kuat Aroma normal, sama dengan ontrol (tidak terdeteksi adanya off odor) diduga ada off odor (tengik) tetapi sangat kecil terdeteksi adanya off odor (tengik) tetapi kecil off odor terdeteksi jelas, moderat off odor terdeteksi jelas, kuat off odor terdeteksi jelas, sangat kuat
Kode sampel
80
C 6 5 4 3 2 1
Penggumpalan tidak terjadi penggumpalan (sama dengan kontrol) penggumpalan sangat ringan penggumpalan ringan penggumpalan moderat penggumpalan berat penggumpalan sangat berat menurut anda apakah sampel bumbu masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar ___________________________________________________________________
D. BAWANG Bandingkanlah warna dari contoh bawang berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda. Skor 6 5 4 3 2 1
Warna Kode sampel Kriteria mutu sama dengan kontrol lebih gelap dari kontrol, tetapi sangat sedikit lebih gelap dari kontrol, tetapi sedikit lebih gelap dari kontrol, moderat lebih gelap dari kontrol, kuat lebih gelap dari kontrol, sangat kuat menurut anda apakah sampel bawang masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar _____________________________________________________________
E. SAMBAL (SAUS) Bandingkanlah warna, dan kecenderungan pembentukan penggumpalan dari contoh bumbu bihun berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda Skor 6 5 4 3 2 1
Warna Kode sampel Kriteria mutu sama dengan kontrol lebih gelap dari kontrol, tetapi sangat sedikit lebih gelap dari kontrol, tetapi sedikit lebih gelap dari kontrol, moderat lebih gelap dari kontrol, kuat lebih gelap dari kontrol, sangat kuat menurut anda apakah sampel sambal (saus) masih dapat diterima? a. ya b. tidak Komentar _____________________________________________________________
81
F. KECAP Bandingkanlah kekentalan dari contoh kecap berikut ini dengan kontrol. Beri tanda ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan kriteria penilaian anda A Skor 6 5 4 3 2 1
Kriteria mutu Kekentalan sama dengan kontrol lebih kental dari kontrol, tetapi sangat sedikit lebih kental dari kontrol, tetapi sedikit lebih kental dari kontrol, moderat lebih kental dari kontrol, kuat lebih kental dari kontrol, sangat kuat menurut anda apakah sampel kecap masih dapat diterima? a. ya b. tidak
Kode sampel
Komentar tentang keseluruhan hari ini : _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ Terima kasih, atas bantuannya...! ☺
82
Lampiran 19a. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada beberapa suhu. Bihun Minyak Bumbu KekenSuhu Peng Warna Warna talan Hari 0 ( C) Aroma Warna Aroma Warna Warna Aroma gum bawang saus kecap palan 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,86 3,88 5,00 5,50 5,50 4,88 6,00 5,50 5,13 4,88 37 14 5,70 4,00 5,50 5,60 5,70 5,40 5,80 5,50 5,30 5,00 21 4,89 3,78 5,22 5,38 5,67 5,11 5,33 5,56 5,11 4,89 28 5,22 4,00 5,22 5,22 5,33 4,56 5,22 5,78 4,89 4,89 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,43 4,00 4,63 5,13 5,00 4,00 5,88 5,13 3,75 3,88 45 14 5,30 3,50 4,90 5,10 5,30 4,80 5,60 5,20 3,20 3,90 21 4,78 3,44 4,78 4,88 4,89 4,67 4,89 4,89 2,78 3,67 28 4,67 3,67 5,00 4,78 4,56 4,67 4,89 5,00 2,56 3,56 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,14 3,50 4,13 4,75 4,25 3,63 5,63 3,88 2,38 2,75 55 14 5,00 3,30 4,60 4,90 4,00 3,90 5,10 4,80 2,10 2,60 21 3,78 3,11 4,11 4,75 3,89 4,11 4,78 4,33 1,67 2,44 28 4,22 3,33 4,67 4,56 3,78 4,11 4,67 4,00 1,22 1,56
Lampiran 19b. Hasil penilaian panelis terhadap bihun yang telah disimpan pada beberapa suhu untuk bihun F Bihun Minyak Bumbu KekenSuhu Peng Warna Warna Hari talan 0 ( C) Aroma Warna Aroma Warna Warna Aroma gum bawang saus kecap palan 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,30 3,60 5,00 5,20 4,70 5,00 4,40 5,80 5,30 5,00 37 14 4,90 3,90 4,90 5,20 4,40 4,50 4,00 5,60 4,90 4,90 21 4,70 3,70 5,30 5,50 4,40 4,40 4,40 5,40 4,10 4,70 28 4,70 3,00 4,40 4,50 4,40 3,90 3,60 4,90 3,60 4,40 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,30 3,60 5,30 4,89 3,20 4,30 2,70 5,10 3,50 4,40 45 14 4,40 3,90 4,10 5,00 3,40 3,60 3,20 5,30 2,50 3,50 21 3,50 2,80 4,30 4,90 2,70 3,60 3,00 5,20 2,50 3,50 28 4,50 2,50 3,90 4,00 2,70 2,80 2,70 4,20 1,90 2,90 0 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 7 5,00 2,70 4,50 4,20 2,30 3,50 1,70 4,30 1,70 4,00 55 14 3,80 2,40 4,30 4,30 1,80 2,80 1,80 4,80 1,40 2,80 21 3,20 1,70 3,50 4,30 1,70 3,00 1,90 4,20 1,10 1,50 28 3,10 1,50 2,50 3,10 1,30 1,80 1,30 3,30 1,00 1,00
83
Lampiran 20. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap parameter penyimpanan bihun NF berdasarkan organoleptik. Ordo 0 Ordo 1 No Parameter Suhu Slope Korelasi Slope Korelasi (k) 1
aroma bihun
2
warna bihun
3
aroma minyak
4
warna minyak
5
warna bumbu
6
aroma bumbu
7
penggumpalan bumbu
8
warna bawang
9
warna saus
10
kekentalan kecap
37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
-0,0375 -0,0490 -0,0731 -0,0613 -0,0780 -0,0854 -0,0198 -0,0278 -0,0405 -0,0247 -0,0399 -0,0428 -0,0170 -0,0441 -0,0714 -0,0388 -0,0299 -0,0493 -0,0298 -0,0473 -0,0519 -0,0193 -0,0414 -0,0651 -0,0330 -0,1165 -0,1521 -0,0329 -0,0757 -0,1358
Intercept
6,0512 5,9101 5,8376 5,1759 5,1987 5,0279 5,6622 5,4443 5,2591 5,8808 5,7261 5,5811 5,8744 5,7574 5,3683 5,7232 5,2394 5,0294 5,9828 6,1035 5,9504 5,8266 5,7469 5,6754 5,7399 5,2647 4,7719 5,5843 5,2442 4,9440
(r)
0,755 0,957 0,832 0,494 0,613 0,576 0,306 0,303 0,319 0,821 0,787 0,635 0,539 0,757 0,696 0,575 0,196 0,315 0,982 0,913 0,969 0,685 0,792 0,854 0,695 0,817 0,733 0,524 0,641 0,736
(k)
-0,0068 -0,0093 -0,0150 -0,0125 -0,0170 -0,0193 -0,0035 -0,0050 -0,0077 -0,0044 -0,0075 -0,0081 -0,0030 -0,0084 -0,0150 -0,0073 -0,0052 -0,0094 -0,0053 -0,0087 -0,0098 -0,0034 -0,0078 -0,0133 -0,0061 -0,0297 -0,0521 -0,0061 -0,0163 -0,0414
Intercept
(r)
1,8020 1,7794 1,7691 1,6223 1,6274 1,5821 1,7304 1,6863 1,6435 1,7718 1,7439 1,7151 1,7704 1,7506 1,6701 1,7434 1,6375 1,5840 1,7898 1,8126 1,7862 1,7618 1,7480 1,7377 1,7462 1,6570 1,5417 1,7154 1,6406 1,5898
0,733 0,962 0,806 0,488 0,628 0,595 0,287 0,280 0,287 0,828 0,807 0,648 0,537 0,768 0,732 0,572 0,149 0,269 0,985 0,904 0,975 0,693 0,809 0,883 0,705 0,896 0,879 0,524 0,675 0,834
84
Lampiran 21. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap parameter penyimpanan bihun F berdasarkan organoleptik. Ordo 0 Ordo 1 No Parameter Suhu Korelasi Korelasi Slope
1
aroma bihun
2
warna bihun
3
aroma minyak
4
warna minyak
5
warna bumbu
6
aroma bumbu
7
penggumpalan bumbu
8
warna bawang
9
warna saus
10
kekentalan kecap
37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
-0,0457 -0,0686 -0,1086 -0,0843 -0,1114 -0,1429 -0,0414 -0,0743 -0,1143 -0,0386 -0,0570 -0,0814 -0,0500 -0,1014 -0,1429 -0,0686 -0,1014 -0,1271 -0,0686 -0,0900 -0,1314 -0,0371 -0,0500 -0,0786 -0,0857 -0,1314 -0,1514 -0,0500 -0,1014 -0,1786
Intercept
5,76 5,70 5,74 5,22 5,32 4,86 5,70 5,76 5,76 5,82 5,76 5,52 5,48 5,02 4,62 5,72 5,48 5,20 5,44 4,78 4,38 6,06 5,86 5,62 5,98 5,12 4,36 5,70 5,48 5,56
(r)
0,848 0,638 0,924 0,663 0,803 0,752 0,606 0,843 0,954 0,614 0,790 0,754 0,635 0,665 0,676 0,910 0,864 0,804 0,692 0,504 0,558 0,949 0,742 0,774 0,992 0,801 0,625 0,839 0,861 0,960
Slope
Intercept
-0,0087 -0,0141 -0,0252 -0,0194 -0,0286 -0,0462 -0,0080 -0,0153 -0,0286 -0,0074 -0,0116 -0,0185 -0,0098 -0,0252 -0,0480 -0,0141 -0,0243 -0,0366 -0,0146 -0,0213 -0,0421 -0,0068 -0,0099 -0,0174 -0,0183 -0,0377 -0,0574 -0,0097 -0,0240 -0,0652
17,505 17,376 17,596 16,399 16,764 15,664 17,404 17,521 17,852 17,634 17,545 17,145 16,941 15,864 14,733 17,475 17,088 16,645 16,888 15,063 13,524 18,049 17,733 17,334 18,038 1,6310 13,546 17,404 17,053 18,355
(r)
0,865 0,588 0,947 0,701 0,865 0,884 0,611 0,849 0,949 0,614 0,792 0,770 0,652 0,722 0,812 0,937 0,912 0,869 0,717 0,498 0,617 0,935 0,732 0,787 0,987 0,892 0,770 0,867 0,911 0,992
85
Lampiran 22. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan penilaian organoleptik. Ordo 0 No
Parameter
1
aroma bihun
2
warna bihun
3
aroma minyak
4
warna minyak
5
warna bumbu
6
aroma bumbu
7
penggumpalan bumbu
8
warna bawang
9
warna saus
10
kekentalan kecap
T 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
Ordo 1
Slope
Intercept
Korelasi
Ea (kj/mol)
Slope
Intercept
Korelasi
Ea (kj/mol)
-3784,11
8,909
0,9954
-31,46
-4486,31
9,464
0,9943
-37,30
-1851,45
3,212
0,9106
-15,39
-2421,40
3,468
0,9266
-20,13
-4032,76
9,091
0,9996
-33,53
-4457,81
8,720
1,0000
-37,06
-3020,71
6,126
0,8067
-25,11
-3372,71
5,547
0,8164
-28,04
-8017,83
21,895
0,9455
-66,66
-9032,90
23,432
0,9572
-75,10
-1471,47
1,363
0,2726
-12,23
-1565,14
-0,03
0,2165
-13,01
-3065,62
6,452
0,8380
-25,49
-3390,83
5,781
0,8551
-28,19
-6801,36
18,067
0,9632
-56,55
-7632,29
19,01
0,9709
-63,45
-8462,4
24,088
0,8428
-70,36
11958,12
33,687
0,9033
-99,42
-7954,42
22,311
0,9779
-66,13
10820,20
29,837
0,9955
-89,96
(k) pada pers arrhenius Ordo Ordo 0 1 0,0370 0,0067 0,0503 0,0096 0,0722 0,0148 0,0633 0,0130 0,0735 0,0158 0,0878 0,0199 0,0199 0,0035 0,0276 0,0050 0,0406 0,0077 0,0268 0,0048 0,0343 0,0064 0,0458 0,0088 0,0189 0,0033 0,0362 0,0069 0,0781 0,0165 0,0339 0,0062 0,0382 0,0071 0,0440 0,0082 0,0321 0,0058 0,0412 0,0076 0,0553 0,0105 0,0208 0,0037 0,0361 0,0068 0,0693 0,0141 0,0404 0,0075 0,0802 0,0199 0,1805 0,0626 0,0351 0,0063 0,0670 0,0152 0,1436 0,0428
Umur simpan Hari Bulan Ordo Ordo Ordo 0 Ordo 1 0 1 108,20 164,29 3,61 5,48 79,59 114,16 2,65 3,81 55,37 74,25 1,85 2,48 63,23 84,55 2,11 2,82 54,41 69,46 1,81 2,32 45,56 55,07 1,52 1,84 201,10 315,55 6,70 10,52 144,97 219,76 4,83 7,33 98,48 143,33 3,28 4,78 149,02 227,36 4,97 7,58 116,62 172,92 3,89 5,76 87,30 125,15 2,91 4,17 211,71 330,29 7,06 11,01 110,45 158,69 3,68 5,29 51,21 66,75 1,71 2,22 117,89 176,38 3,93 5,88 104,62 155,34 3,49 5,18 90,86 133,70 3,03 4,46 124,44 190,73 4,15 6,36 97,03 144,85 3,23 4,83 72,32 104,65 2,41 3,49 240,47 489,33 8,02 16,31 138,47 263,39 4,62 8,78 72,14 126,71 2,40 4,22 99,11 145,67 3,30 4,86 49,87 55,20 1,66 1,84 22,16 17,54 0,74 0,58 142,33 284,18 4,74 9,47 74,63 118,10 2,49 3,94 34,81 41,85 1,16 1,40
86
Lampiran 23. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan penilaian organoleptik. Ordo 0 No
Parameter
1
Aroma bihun
2
Warna bihun
3
Aroma minyak
4
Warna minyak
5
Warna bumbu
6
Aroma bumbu
7
Penggumpalan bumbu
8
Warna bawang
9
Warna saus
10
Kekentalan kecap
T 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
Ordo 1
Slope
Intercept
Korelasi
Ea (Kj/mol)
Slope
Intercept
Korelasi
Ea (Kj/mol)
-4883,48
12,671
0,9999
-40,60
-6022,14
14,680
1,0000
-50,07
-2968,89
7,117
0,9934
-24,68
-4903,11
11,871
0,9998
-40,76
-5694,99
15,230
0,9819
-47,35
-7157,26
18,286
0,9968
-59,51
-4206,02
10,330
0,9946
-34,97
-5164,40
11,764
0,9991
-42,94
-5859,69
15,988
0,9407
-48,72
-8906,73
24,185
0,9754
-74,05
-3453,94
8,501
0,9599
-28,72
-5341,62
13,010
0,9835
-44,41
-3683,32
9,192
0,9978
-30,62
-6018,84
15,150
0,9867
-50,04
-4246,79
10,390
0,995
-35,31
-5324,08
12,165
0,9955
-44,26
-3162,71
7,806
0,8949
-26,29
-6408,19
16,740
0,9609
-53,28
-7152,17
20,120
0,9875
-59,46
10727,12
29,984
0,9996
-89,19
(k) pada pers arrhenius Ordo Ordo 0 1 0,0459 0,0087 0,0682 0,0142 0,1089 0,0252 0,0854 0,0193 0,1087 0,0288 0,1445 0,0461 0,0432 0,0082 0,0686 0,0147 0,1185 0,0291 0,0392 0,0075 0,0552 0,0114 0,0826 0,0187 0,0542 0,0106 0,0873 0,0218 0,1531 0,0513 0,0713 0,0147 0,0944 0,0227 0,1314 0,0378 0,0679 0,0140 0,0916 0,0229 0,1304 0,0408 0,0365 0,0067 0,0516 0,0103 0,0775 0,0171 0,0910 0,0196 0,1176 0,0330 0,1593 0,0610 0,0523 0,0099 0,0934 0,0235 0,1854 0,0658
Umur simpan Hari Bulan Ordo Ordo Ordo 0 Ordo 1 0 1 87,22 126,45 2,91 4,22 58,68 77,57 1,96 2,59 36,74 43,54 1,22 1,45 46,82 56,80 1,56 1,89 36,80 38,15 1,23 1,27 27,68 23,84 0,92 0,79 92,51 133,8 3,08 4,46 58,27 74,85 1,94 2,50 33,76 37,69 1,13 1,26 101,94 146,86 3,40 4,90 72,46 96,58 2,42 3,22 48,41 58,87 1,61 1,96 73,74 103,62 2,46 3,45 45,84 50,30 1,53 1,68 26,13 21,41 0,87 0,71 56,10 74,81 1,87 2,49 42,39 48,49 1,41 1,62 30,44 29,06 1,01 0,97 58,89 78,24 1,96 2,61 43,67 48,01 1,46 1,60 30,68 26,96 1,02 0,90 136,88 268,46 4,56 8,95 96,97 174,28 3,23 5,81 64,54 104,61 2,15 3,49 43,95 56,00 1,46 1,87 34,00 33,29 1,13 1,11 25,11 18,01 0,84 0,60 95,64 181,77 3,19 6,06 53,53 76,11 1,78 2,54 26,96 27,21 0,90 0,91
87
Lampiran 24.a. Tabel nilai Lightness bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 X
0 64,11 65,03 65,26 65,91 65,08
7 65,08 64,57 66,73 65,36 65,44
37 14 64,59 64,2 66,8 65,77 65,34
21 65,89 65,05 65,05 65,93 65,37
27 64,78 64,65 65,94 65,93 65,33
0 64,11 65,03 65,26 65,91 65,08
7 65,04 63,74 65,06 65,04 64,72
45 14 65,51 66,53 64,22 61,59 64,46
21 65,59 65,77 65,27 65,57 65,55
27 65,21 65,22 66,8 66,79 66,01
0 64,11 65,03 65,26 65,91 65,08
7 65,77 66,1 65,43 65,65 65,74
55 14 66,32 67,2 65,94 66,02 66,37
21 66,05 66,06 64,78 64,86 65,44
27 65,97 65,93 66,2 66,19 66,07
45 14 1,94 2,21 2,1 1,92
21 1,97 2,01 1,94 2,01
27 1,9 1,88 2,04 2,05
0 1,78 1,95 1,89 1,91
7 1,92 1,79 1,89 1,77
55 14 2,05 2,23 2,09 2,01
21 2,06 2,11 2,07 2,1
27 2,03 2,04 2,07 2,08
45 14 9,97 9,82 10,19 9,81
21 8,79 9,04 8,8 8,84
27 10,03 10,03 9,06 9,06
0 9,00 9,49 9,07 9,62
7 9,65 8,94 10,82 10,33
55 14 10,24 10,4 9,17 9,5
21 10,15 10,13 9,93 9,93
27 11,58 11,57 10,47 10,47
Lampiran 24.b. Tabel nilai a bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 1,78 1,95 1,89 1,91
7 1,85 1,63 1,83 1,63
37 14 1,9 2,05 1,95 1,86
21 1,88 1,91 2,03 2,05
27 1,8 1,78 1,86 1,89
0 1,78 1,95 1,89 1,91
7 1,86 1,8 1,91 1,91
Lampiran 24.c. Tabel nilai b bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 9,00 9,49 9,07 9,62
7 9,97 9,55 9,7 9,12
37 14 9,64 10,14 9,89 10,04
21 10,08 10,06 9,58 9,59
27 9,57 9,56 9,83 9,82
0 9 9,49 9,07 9,62
7 8,97 9,12 9,28 9,28
Lampiran 24.d. Tabel total perubahan warna bihun NF (∆E*ab = ((∆L*)2 + (∆a2) + (∆b2))0.5) Panelis 1 2 3 4 X
7 1,38 0,57 1,6 0,79 1,08
37 14 0,81 1,06 1,75 0,44 0,69
45 21 2,09 0,58 0,57 0,15 0,85
27 0,88 0,43 1,02 0,2 0,63
7 0,94 1,35 0,29 0,94 1,15
14 1,71 1,56 1,55 4,32 2,29
55 21 1,51 0,86 0,27 0,86 1,19
27 1,51 0,58 1,55 1,05 1,17
7 1,79 1,21 1,76 0,77 1,38
14 2,55 2,37 0,72 0,2 1,46
21 2,28 1,22 1,01 1,11 1,4
27 3,19 2,27 1,7 0,91 2,02
88
Lampiran 25.a. Tabel nilai Lightness bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 X
0 64,98 64,78 64,13 64,32 64,55
7 62,55 63,44 63,47 63,17 63,16
37 14 65,29 65,68 62,51 63,2 64,17
21 64,78 64,4 63,81 63,7 64,17
28 63,62 64,19 64,11 63,34 63,82
0 64,98 64,78 64,13 64,32 64,55
7 63,17 63,96 63,57
45 14 65,7 65,13 62 61,67 63,63
21 63,43 62,5 62,97
28 62,51 63,18 63,49 62,97 63,04
0 64,98 64,78 64,13 64,32 64,55
7 62 62,01 62,45 62,8 62,32
55 14 65,38 65,02 65,19 65,22 65,2
21 62,92 62,41 64,29 64,09 63,43
28 62,91 62,79 62,98 62,68 62,84
45 14 21 -9,85 -8,64 -9,75 -8,33 -7,98 -7,88 -
28 -8,56 -8,76 -8,77 -8,61
0 -9,97 -9,9 -9,29 -9,49
7 -7,94 -7,99 -7,89 -8,13
55 14 -9,88 -9,74 -9,55 -9,55
21 -7,7 -7,69 -8,58 -8,6
28 -8,24 -8,15 -8,26 -8,18
45 14 -9,85 -9,75 -7,98 -9,85
28 -8,56 -8,76 -8,77 -8,56
0 -9,97 -9,9 -9,29 -9,97
7 -7,94 -7,99 -7,89 -7,94
55 14 -9,88 -9,74 -9,55 -9,88
21 -7,7 -7,69 -8,58 -7,7
28 -8,24 -8,15 -8,26 -8,24
Lampiran 25.b. Tabel nilai a bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 -9,97 -9,9 -9,29 -9,49
7 -8,5 -8,91 -8,59 -8,53
37 14 -9,79 -9,95 -8,77 -8,73
21 -10,02 -9,77 -8,79 -8,76
28 -9,12 -9,24 -9,58 -9,36
0 7 -9,97 -8,77 -9,9 -8,87 -9,29 -9,49 -
Lampiran 25.c. Tabel nilai b bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 -9,97 -9,9 -9,29 -9,97
7 -8,5 -8,91 -8,59 -8,5
37 14 -9,79 -9,95 -8,77 -9,79
21 -10,02 -9,77 -8,79 -10,02
28 -9,12 -9,24 -9,58 -9,12
0 -9,97 -9,9 -9,29 -9,97
7 -8,77 -8,87 -8,77
21 -8,64 -8,33 -8,64 2
Lampiran 25.d. Tabel total perubahan warna bihun NF (∆E*ab = ((∆L*) + (∆a2) + (∆b2))0.5) Panelis 1 2 3 4
7 2,84 1,67 1,13 2,84 1,67
37 14 0,8 1,06 1,74 0,8 1,06
45 21 0,23 0,56 0,72 0,23 0,56
28 7 1,61 2,2 0,89 1,42 0,54 1,61 2,2 0,89 1,42
14 0,9 0,39 2,67 0,9 0,39
21 2,27 2,81 2,27 2,81
55 28 2,84 1,97 0,86 2,84 1,97
7 14 3,79 0,5 3,52 0,32 2,54 1,27 3,79 0,5 3,52 0,32
21 3,74 3,67 2,11 3,74 3,67
28 3,03 2,89 1,81 3,03 2,89
89
Lampiran 26a. Tabel nilai Lightness saus pada bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 X
0 46,655 46,52 44,73 46,655 46,52
7 47 47,04 46,51 47 47,04
37 14 46,32 46,36 46,76 46,32 46,36
21 45,23 45,11 44,72 45,23 45,11
27 45,03 44,53 45,47 45,03 44,53
0 46,655 46,52 44,73 46,655 46,52
7 45,96 46,07 46,74 45,96 46,07
45 14 46,33 46,36 46,51 46,33 46,36
21 43,8 43,84 43,46 43,8 43,84
27 44,6 44,6 44,33 44,6 44,6
0 46,655 46,52 44,73 46,655 46,52
7 45,7 45,71 45,53 45,7 45,71
55 14 45,23 45,22 45,59 45,23 45,22
21 42,48 42,28 42,8 42,48 42,28
27 43,44 43,45 43,82 43,44 43,45
Lampiran 26b. Tabel nilai a saus pada bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 6,13 5,92 6,31 6,14
7 5,92 5,94 5,89 5,92
37 14 5,99 5,94 6,09 5,99
21 6,33 6,21 6,08 6,33
27 5,92 5,78 6,1 5,92
0 6,13 5,92 6,31 6,14
7 5,59 5,6 5,76 5,59
45 14 4,98 4,9 4,95 4,98
21 4,83 4,82 4,58 4,83
27 4,16 4,19 4,12 4,16
0 6,13 5,92 6,31 6,14
7 4,59 4,65 4,68 4,59
55 14 3,87 3,8 3,8 3,87
21 3,35 3,34 3,4 3,35
27 3,22 3,27 3,25 3,22
Lampiran 26c. Tabel nilai b saus pada bihun NF selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 -0,59 -0,84 -0,51 -0,59
7 -0,88 -0,86 -0,65 -0,88
37 14 -0,81 -0,79 -0,68 -0,81
21 -0,66 -0,7 -0,72 -0,66
27 -0,72 -0,83 -0,65 -0,72
0 -0,59 -0,84 -0,51 -0,59
7 -1,12 -1,11 -1,07 -1,12
45 14 -1,49 -1,54 -1,59 -1,49
21 -1,76 -1,76 -1,82 -1,76
27 -2,13 -2,12 -2,08 -2,13
0 -0,59 -0,84 -0,51 -0,59
7 -1,79 -1,81 -1,83 -1,79
55 14 -2,37 -2,35 -2,39 -2,37
21 -2,78 2,79 2,79 -2,78
27 -2,79 -2,78 -2,62 -2,79
Lampiran 26d. Tabel total perubahan warna saus pada bihun NF (∆E*ab = ((∆L*)2 + (∆a2) + (∆b2))0.5) Panelis 1 2 3 4 X
7 0,5 0,52 1,83 1,02 0,97
37 14 0,43 0,17 2,05 1,28 0,98
21 1,44 1,45 0,31 0,73 0,98
27 1,64 1,99 0,78 0,2 1,16
7 1,03 0,61 2,16 1,39 0,82
45 14 1,5 1,25 2,49 1,77 1,75
21 3,35 3,04 2,51 3,01 3,2
27 3,24 2,88 2,72 2,8 2,91
7 2,18 1,79 2,24 2,09 2,08
55 14 3,22 2,91 3,25 3,03 3,1
21 5,48 6,15 4,81 5,15 5,39
27 4,87 3,88 2,7 2,96 3,61
90
Lampiran 27a. Tabel nilai Lightness saus pada bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 X
0 46,91 46,94 47,09 47,11 47,01
7 46,59 46,36 46,92 46,95 46,71
37 14 46,42 46,42 46,67 46,62 46,53
21 46,67 46,68 46,8 46,83 46,75
28 46,85 46,55 46,52 46,51 46,61
0 46,98 46,96 46,74 46,78 46,87
7 46,43 46,41
46,42
45 14 46,32 46,33 46,24 46,26 46,29
21 46,12 46,09
46,11
28 46,89 46,07 45,9 45,93 46,2
0 46,73 46,76 46,9 46,92 46,83
7 45,81 45,75 45,19 45,02 45,44
55 14 44,93 44,83 45,17 45,19 45,03
21 45,15 45,14 45,21 45,23 45,18
28 45,74 45,4 44,38 44,23 44,94
Lampiran 27b. Tabel nilai a saus pada bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 4,76 4,81 4,9 4,8
7 4,56 4,62 4,75 4,73
37 14 4,67 4,65 4,48 4,51
21 4,53 4,5 4,71 4,71
28 4,35 4,45 4,55 4,58
0 4,92 4,89 4,86 4,84
7 4,45 4,48
45 14 4,3 4,32 4,14 4,13
21 3,9 3,93
28 3,74 3,66 3,63 3,69
0 4,87 4,91 4,91 4,91
7 3,59 3,68 3,76 3,65
55 14 3,21 3,21 3,3 3,36
21 3,11 3,12 3,09 3,1
28 3,07 3,07 3,12 3,07
Lampiran 27c. Tabel nilai b saus pada bihun F selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4
0 -0,95 -0,97 -0,94 -0,88
7 -1,46 -1,39 -1,3 -1,25
37 14 -1,42 -1,42 -1,41 -1,43
21 -1,61 -1,6 -1,28 -1,28
28 -1,25 -1,58 -1,45 -1,45
0 -0,68 -0,72 -1,22 -1,2
7 -1,44 -1,47
45 14 -1,86 -1,86 -2,07 -2,87
21 -2,33 -2,36
28 -2,53 -2,55 -2,66 -2,66
0 -0,84 -0,8 -9,96 -0,96
7 -2,46 -2,49 -1,87 -2,1
55 14 -2,83 -2,84 -2,76 -2,81
21 -2,97 -2,94 -2,97 -2,99
28 -2,65 -2,69 -2,93 -2,86
Lampiran 27d. Tabel total perubahan warna saus pada bihun F (∆E*ab = ((∆L*)2 + (∆a2) + (∆b2))0.5) Panelis 1 2 3 4 X
7 0,63 0,74 0,43 0,41 0,55
37 14 0,68 0,71 0,76 0,79 0,74
21 0,74 0,75 0,49 0,5 0,62
28 0,51 0,81 0,84 0,86 0,75
7 1,05 1,02
1,03
45 14 1,49 1,42 1,22 1,89 1,5
21 2,12 2,09
2,11
28 2,2 2,38 2,07 2,04 2,17
7 2,26 2,32 8,35 2,55 3,87
55 14 3,16 3,28 7,58 2,97 4,25
21 3,18 3,23 7,42 3,2 4,26
28 2,74 2,97 7,68 3,77 4,29
91
Lampiran 28a. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus pada bihun NF berdasarkan kromameter. Parameter Kecerahan bihun
Kecerahan saus Perubahan warna bihun Perubahan warna saus
Suhu (0C) 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
Slope 0,0065 0,0388 0,0249 -0,0485 -0,0815 -0,1105 0,0037 0,0365 0,0088 0,0081 0,1168 0,1069
ordo 0 Intercept Korelasi 652,198 0,2609 646,273 0,4488 653,958 0,2754 465,121 0,4070 464,606 0,4992 461,479 0,6911 639,074 0,1202 633,676 0,3678 641,173 0,0508 0,8812 0,6167 0,1556 0,8537 16,993 0,4444
Slope 0,0001 0,0006 0,0004 -0,0011 -0,0018 -0,0025 0,0001 0,0006 0,0001 0,0077 0,0665 0,0341
ordo 1 Intercept Korelasi 41,778 0,2614 41,687 0,4463 41,804 0,2766 38,397 0,41 38,388 0,499 38,321 0,6842 41,574 0,1206 41,490 0,3647 41,607 0,0514 -0,1139 0,6214 -0,4987 0,8585 0,6192 0,5586
Lampiran 28b. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus pada bihun F berdasarkan kromameter. Parameter Kecerahan bihun
Kecerahan saus Perubahan warna bihun Perubahan warna saus
Suhu (0C) 37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
Slope -0,0066 -0,0538 -0,0332 -0,011 -0,0236 -0,0577 0,007 0,0605 0,0192 0,007 0,0574 0,0181
ordo 0 Intercept Korelasi 64,0648 0,0183 64,2914 0,8291 64,1255 0,0893 46,8740 0,4417 46,7050 0,7687 46,2920 0,6794 38,7618 0,4285 38,8609 0,9449 38,7015 0,7053 0,2171 0,6494 0,2796 0,919 15,393 0,5742
Slope -0,0001 -0,0008 -0,0005 -0,0002 -0,0005 -0,0013 0,0109 0,0387 0,0047 0,0109 0,0367 0,0044
ordo 1 Intercept Korelasi 41,598 0,0175 41,634 0,8303 41,607 0,0883 38,475 0,4412 38,438 0,7695 38,349 0,6819 -0,6064 0,4411 -0,1773 0,9281 13,447 0,7016 -0,6064 0,4411 -0,1514 0,9082 13,482 0,6807
92
Lampiran 29a. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan kromameter. Persamaan arrhenius No
parameter
ordo 0
T
intercept
korelasi
Ea (Kj/mol)
-7220,78
18,678
0,4723
-60,03
-4612,19
11,902
0,9614
-4332,1
9,050
-14086,5
41,163
slope 1
Kecerahan bihun
2
Kecerahan saus
3
Perubahan warna bihun
4
Perubahan warna saus
37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
intercept
korelasi
Ea (Kj/mol)
-7186,68
14,39
0,4703
-59,75
-38,35
-4763,31
8,569
0,9631
-39,60
0,1097
-36,02
-4319,3
4,851
0,1095
-35,91
0,6804
-117,12
-7957,37
21,332
0,407
-66,16
slope
umur simpan
(k) pada pers arrhenius
ordo 1
hari
ordo 0
ordo 1
ordo 0
ordo 1
0,0099 0,0178 0,0355 0,051 0,0742 0,1154 0,0073 0,0103 0,0156 0,0139 0,0435 0,1681
0,0002 0,0003 0,0005 0,0011 0,0016 0,0026 0,0001 0,0002 0,0002 0,0131 0,0249 0,0535
159,58 88,82 44,45 63,72 43,83 28,16 291,81 205,31 135,53 144,05 45,92 11,9
157,95 88,15 44,26 65,8 44,71 28,32 287,74 202,66 133,94 114,18 59,86 27,91
bulan ordo ordo 0 1 5,32 5,27 2,96 2,94 1,48 1,48 2,12 2,19 1,46 1,49 0,94 0,94 9,73 9,59 6,84 6,76 4,52 4,46 4,8 3,81 1,53 2 0,4 0,93
Lampiran 29b. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan kromameter. Persamaan arhenius No
parameter
ordo 0
T
intercept
korelasi
Ea (Kj/mol)
-8687,03
23,493
0,492
-72,22
-9362,95
25,694
1
-5197,77
12,412
-4877,95
11,371
slope 1
Kecerahan bihun
2
Kecerahan saus
3
Perubahan warna bihun
4
Perubahan warna saus
37 45 55 37 45 55 37 45 55 37 45 55
intercept
korelasi
Ea (Kj/mol)
-8794,68
19,666
0,4919
-73,12
-77,84
-9482,58
22,233
1,0000
-78,84
0,1815
-43,21
5229,08
-20,795
0,1911
43,47
0,1677
-40,56
5549,5
-21,839
0,2157
46,14
slope
umur simpan
(k) pada pers arrhenius
ordo 1
hari
ordo 0
ordo 1
ordo 0
ordo 1
0,0108 0,0218 0,0502 0,011 0,0235 0,0578 0,0128 0,0196 0,0322 0,0127 0,0189 0,0302
0,0002 0,0003 0,0008 0,0002 0,0005 0,0013 0,0197 0,0129 0,0078 0,0195 0,0124 0,0073
146,52 72,4 31,48 89,02 41,64 16,97 164,23 107,71 65,44 157,91 106,29 66,59
148,37 72,68 31,28 89,47 41,45 16,7 2,81 4,3 7,09 2,25 3,53 6,01
bulan ordo ordo 0 1 4,88 4,95 2,41 2,42 1,05 1,04 2,97 2,98 1,39 1,38 0,57 0,56 5,47 0,09 3,59 0,14 2,18 0,24 5,26 0,08 3,54 0,12 2,22 0,2
93
Lampiran 30. SNI 01-3553-1994 mengenai syarat mutu air minum dalam kemasan (AMDK)
94