PENGUATAN POLA PARTNERSHIP INTI-PLASMA DENGAN TEKNIK INTREPRETATIVE STRUCTURAL MODELLING (ISM) Sutrisno Badri Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten e-mail:
[email protected]
Abstrak Klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan lembaga terkait. Dengan adanya klaster industri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif, pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan industri terkait dalam hal distribusi, product development dan pemasaran (meningkatkan value added chain). Pembangunan agroindustri diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antar budidaya, pasca panen, dan proses pengolahan. Penguasaan teknologi serta terciptanya keterkaitan vertikal dan horizontal yang saling menguntungkan antar industri dapat memenangkan persaingan pasar. Pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit dimaksudkan untuk penguatan antar pelaku (kelembagaan) perkebunan yang terdiri dari perusahaan inti dan petani plasma mendesak untuk direkontruksi, petani plasma sebagai bagian integral dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit masih dominan sebagai produsen atau pemasok kepada perusahaan inti, dengan demikian posisi tawar masih tetap rendah, tingkat kesetaraan petani plasma masih sangat rendah dalam kemitraan, peran stakeholder untuk mengangkat petani plasma relatif masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi pola kemitraan (partnership) berdasarkan potensi dan karakteristik kelembagaan, hal ini dilakukan untuk menentukan kompentensi (core competence) melalui pendekatan model deskriptif dalam upaya memberikan jaminan keberlanjutan usaha perkebunan. 2) Menganalisis proses keputusan terhadap peran stakeholder dalam mengembangkan agroindustri kelapa sawit untuk penguatan pola kemitraan (partnership) yang saling menguntungkan. Asumsi yang mendasari bahwa kemitraan inti-plasma merupakan factor kunci dalam mencapai keberhasilan pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit, dengan demikian identifikasi kemitraan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yang di explore dari survey pakar yaitu dengan melakukan wawancara mendalam (in-dept interview) terhadap pakar (expert). Pakar responden yang dipilih, di dasarkan atas pertimbangan dengan kriteria sebagai berikut:
1
1) Keberadaan responden dan kesediaannya untuk di wawancara. 2) Mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitas sebagai ahli 3) Telah berpengalaman dibidangnya. Statehoder yang terlibat dalam pengembangan klaster agroindustri terdiri dari: Instansi Pemerintah diwakili: Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi perkebunan kelapa sawit, Perusahaan perkebunan swasta nasional sebagai inti, Kelompok Tani atau KUD sebagai peserta plasma, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Perbankan atau Lembaga Kredit Non Bank, dan Institusi lain yang mempunyai kaitan langsung. Obeservasi lapang dilakukan pada beberapa wilayah yang dimungkinkan memiliki klaster agroindustri ataupun wilayah yang dimiliki industri yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sebuah klaster. Data yang dikumpulkan bersumber dari pengetahuan stakeholder yang dianggap sebagai pakar, melalui metode wawancara dan observasi secara mendalam kemudian diolah dengan menggunakan teknik ISM (Interpretative Structural Model) guna menentukan elemen kunci untuk penguatan pola partnership, yang meliputi empat sub-elemen yaitu: Elemen Kebutuhan Program, sub-elemen kunci dari elemen kebutuhan program klaster agroindustri kelapa sawit adalah sub-elemen yang mempunyai rangking tertinggi adalah sub-elemen. Peran Asosiasi yang nyata (13) dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membangun sebuah sistem klaster agroindustri kelapa sawit dan kemitraan usaha diperlukan peran asosiasi perkebunan yang nyata. Elemen Kendala Utama, sub-elemen kunci dari elemen kendala utama adalah sub-elemen industri pendukung yang belum berkembang sehingga produk turunan pengolahan kelapa sawit masih terbatas dan industri terkait belum berkembang sehingga TBS terbatas untuk produksi CPO. Hasil tersebut memberikan makna bahwa industri pendukung dan industri terkait perlu mendapat perhatian utama untuk mencapai keberhasilan penguatan partenership. Elemen Tujuan Program, sub-elemen kunci dari elemen tujuan program adalah sub-elemen menjaga keberlanjutan produksi CPO. Hal ini memberikan arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut perlu mendapatkan prioritas utama untuk mencapai keberhasilan dalam penguatan pola partnership. Elemen Lembaga yang terlibat dalam sub-elemen kunci adalah Pengusaha perkebunan, hasil elaborasi ini memberikan makna bahwa peran pengusaha perkebunan sangat besar terhadap keberhasilan pola partnership, kondisi ini juga memberikan gambaran bahwa pengusaha perkebunan posisinya sebagai industri inti dalam klaster agroindustri kelapa sawit. Keyword: Pola Partnership, Stakeholder, ISM, Sub-Elemen Kunci.
2
PENGUATAN POLA PARTNERSHIP INTI-PLASMA DENGAN TEKNIK INTREPRETATIVE STRUCTURAL MODELLING (ISM) _______________________________________________________________ I. PENDAHULUAN Strategi pengembangan industri Indonesia ke depan, mengadaptasi pemikiran-pemikiran terbaru yang dikembangkan saat ini, yaitu pendekatan pengembangan industri melalui konsep klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan lembaga terkait. Dengan adanya klaster industri diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif, pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan industri terkait dalam hal distribusi, product development dan pemasaran mampu meningkatkan value added chain. Pengembangan agroindustri mempunyai keunggulan kompetitif, baik untuk pemasaran dalam negeri maupun pasar luar negeri menjadi penting karena terkait dengan upaya memperkuat daya saing komoditas unggulan daerah. Pembangunan agroindustri diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antar budidaya, pasca panen, dan proses pengolahan. Penguasaan teknologi serta terciptanya keterkaitan vertikal dan horizontal yang saling menguntungkan antar industri dapat memenangkan persaingan pasar. Industri kelapa sawit termasuk dalam rencana pembangunan jangka menengah nsional (Peraturan Presiden No.7/2005) yaitu penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti. Strategi pokok pengembangan industri meliputi: (a) Memperkuat keterkaitan pada semua rantai nilai pada klaster dari industri yang bersangkutan, (b) Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai, (c) Meningkatkan sumber daya yang digunakan industri, dan (d) Menumbuh-kembangkan industri kecil-menengah, sedangkan strategi operasionalnya terdiri atas (a) Menumbuh-kembangkan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif, (b) Penetapan prioritas industri dan penyebarannya, (c) Pengembangan industri dilakukan dengan pendekatan klaster, dan (d) Pengembangan kemampuan inovasi teknologi. Dengan demikian pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit didasarkan pada alasan yakni penguatan antar pelaku perkebunan yang meliputi perusahaan inti dan petani plasma. Secara kelembagaan petani plasma merupakan bagian integral dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit yang berperan sebagai produsen atau pemasok kepada perusahaan inti, namun dalam prakteknya petani plasma memiliki posisi tawar masih lemah. Pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat yang dilakukan dengan pola PIR merupakan pengembangan perkebunan dengan pola hubungan kemitraan. PIR mengatur pola hubungan kemitraan usaha antara perusahaan besar (inti) dengan perusahaan kecil (plasma) SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107/Kpts-II/1999. Keberhasilan pola hubungan kemitraan ini sangat tergantung kepada upaya memadukan
3
keterkaitan fungsional antara pelaku, seperti saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling menerapkan etika bisnis (Zahri, 2003). Dalam pelaksanaan PIR-Trans terdapat beberapa masalah pokok antara lain: (1). Adanya dikotomi antara inti dan plasma sebagai akibat kemitraan belum terjalin dengan baik. Hubungan inti dan plasma lebih cenderung hanya hubungan bisnis, yaitu petani wajib menjual hasil produksi kepada perusahaan inti dan perusahaan wajib membelinya. (2). Akibat dari hubungan yang belum terjalin dengan baik, petani selalu berada pada posisi yang lemah. Petani seakan-akan hanya sebagai penghasil sehingga sering terjadi konflik antara petani dengan perusahaan inti (Fauzi, et all, 2005). Pola PIR diantaranya kurang berhasil menciptakan pembagian keuntungan secara adil antara perusahaan inti dan plasma (Hasbi, 2001). Hasil penelitian Salman dan Wahyono (1998) menunjukkan bahwa pendapatan petani plasma PIR dari perkebunan kelapa sawit masih belum stabil dan sangat tergantung pada beberapa faktor yakni: produktivitas tanaman, harga tandan buah segar (TBS) yang rendah, petani plasma masih banyak yang tidak mampu mengadopsi teknologi dan mereka sering tidak disiplin dalam memasok TBS secara tepat waktu, petani plasma menjual TBS kepada pengusaha yang bukan mitra, pendapatan petani plasma hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, rendahnya produktivitas lahan dan terbatasnya luas lahan yang digarap. Bertitik tolak dari permasalahan diatas, maka permasalahan yang mendesak untuk dicarikan solusinya adalah: 1. Bagaimana keterkaitan (relationship) stakeholders pada masing-masing elemen pendukung dalam sebuah klaster agroindustri kelapa sawit ? 2. Bagaimana menguatkan pola kemitraan kelembagaan inti-plasma yang harmonis dan saling menguntungkan? II. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi pola kemitraan (partnership) berdasarkan potensi dan karakteristik kelembagaan, hal ini dilakukan untuk menentukan kompentensi (core competence) melalui pendekatan model deskriptif dalam upaya memberikan jaminan keberlanjutan usaha perkebunan. 2) Menganalisis proses keputusan terhadap peran stakeholder dalam mengembangkan agroindustri kelapa sawit untuk penguatan pola kemitraan (partnership) yang saling menguntungkan. III. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pendekatan Sistem (System Approach) Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang memandang suatu persoalan dengan memperhatikan interaksi antara obyek-obyek yang menggabungkan obyek-obyek tersebut sehingga membentuk keseluruhan (Schoderbek, 1985). Prinsip dasar dari pendekatan sistem
4
adalah (1) suatu sistem lebih besar daripada jumlah komponen sistem tersebut, (2) bagian dari sistem yang dipelajari harus dapat diduga, (3) meskipun tiap sub sistem berdiri sendiri, sub sistem ini merupakan bagian dari sistem yang lebih besar, (4) pelu ada pengorbanan suatu tujuan jika ingin meningkatkan tujuan lain (trade off), (5) Sistem yang kompleks harus dipecah ke dalam sub-sistem yang lebih kecil sehingga dapat dianalisa dan dimengerti sebelum digabungkan kembali, (6) Komponen sistem saling berinteraksi, perubahan pada suatu elemen akan mempengaruhi seluruh sistem dan (7) Semua elemen sistem cenderung mencapai keseimbangansistem yang kemudian merupakan keseimbangan dari berbagai kekuatan dari luar sistem 2. Analisa Sistem Perkembangan yang terjadi di dunia nyata memberikan konsekuensi logis terhadap peningkatan kompleksitas persoalan. Semakin kompleks sebuah persoalan di dunia nyata maka semakin dituntut suatu pola pikir yang integratif dalam penyelesaiannya untuk memperoleh pemecahan optimal. Persoalan dunia nyata dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang dapat terdiri dari beberapa sub sistem. Dengan demikian persoalan dapat diselesaikan secara bertahap dengan sebuah metodologi yang sistematis yang dikenal dengan metodologi sistem. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa metodologi sistem bertujuan untuk mendapatkan gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Analisa dengan metodologi ini akan menghasilkan satu set alternatif dari kebutuhan yang telah diidentifikasi. Selanjutnya dikatakan bahwa metodologi sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa) yang meliputi; (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial). Teknik ISM adalah salah satu teknik permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit dirubah dari perencanaan jangka panjang yang sering menerapkan secara langsung teknik penelitian operasional dan atau aplikasi deskriptif. Kebiasaan tersebut akibatnya adalah menjebak perencanaan strategis menjadi rencana operasional jangka pendek tanpa arahan. Saxena (1992) menyatakan bahwa teknik ISM bersangkut paut dengan interprestasi dari suatu objekyang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara sistematika dan interatif. Eriyatno (1996 menyatakan bahwa metodologi dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secarfa efektif dan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
5
Penyusunan hirarki dari suatu sistem diperlukan untuk lebih menjelaskan pemahaman terhadap perihal yang dikaji. Setiap elemen dari program yang dikaji dijabarkan menjadi sejumlah sub-elemen. Setelah itu ditetapkan hubungan kontekstual antar sub-elemen yang terkandung adanya suatu pengarah (diraction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan, seperti “apakah tujuan A lebih penting dari tujuan B” ? , apakah lembaga A lebih berperan dari lembaga B”?. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antar sub elemen atau ada tidaknya hubungan kontekstual dilakukan oleh pakar. Jika jumlah pakar lebih dari satu maka dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol : V, A, X, 0,
jika eij= 1 dan eij = 0 .............................................................. (1) jika eij= 0 dan eij = 1 .............................................................. (2) jika eij= 1 dan eij = 1 ............................................................... (3) jika eij= 0 dan eij = 0 ............................................................... (4) Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antar sub-elemen ke i dan ke-j sedangkan nilai eij = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j. Hasi penilaian terebut tersusun dalam Structual Self Interaction Matriks (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrik (RM) dengan menggantu V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0. matriks tersebut dikoreksi lebih lanjut sampai menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan transiviti. Kaidah transivity yang dimaksudkan adalah kelengkapan dari lingkaran sebab akibat (causal loop), sebagai misal A mempengaruhi B dan B mempengaruhi C maka A seharusnya mempengaruhi C. `Klasifikasi sub-elemen mengacu pada hasil olahan dari RUM yang telah memenuhi aturan transviti. Hasil olahan tersebut didapatkan nilai Driver-Power (DP) dan nilai Depenced (D) untuk menemukan klasifikasi sub-elemen. Secara gasir besar klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam 4 sektor yaitu : a. Sektor 1 ; Weak driveri-weak dependent variabels (AUTONOMUS). Sub – elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub elemen yang masuk pada sektor 1 jika :Nilai DP < 0.5 X dan nilai D < 0.5 X (X adalah jumlah sub-elemen) b. Sektor 2 ; Weak driver-strongly dependent variabels (DEPENDENT). Umumnya sub-elemen yang masuk dalam sektor ini adalah subelemen yang tidak bebas. Sub elemen yang masuk pada sektor 2 jika :Nilai DP < 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, (X adalah jumlah subelemen) c. Sektor 3 ; Strong driveri-strongly dependent variabels (LINKAGE). Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hatihati, sebab hubungan antar sub-elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub-elemen akan memberikan dampak terhadap sub-elemen
6
lainnya dan pengaruh umpan baiknya dapat memperbesar dampak. Sub-elemen yang masuk pada sektor 3 jika :Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X .(X adalah jumlah sub-elemen) d. Sektor 4 ; Strong driver-weak dependent variabels (INDEPENDENT). Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut perubah bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 4 jika : Nilai DP > 0.5 X dan nilai D < 0.5 X , (X adalah jumlah sub-elemen) 3. Algoritma Teknik ISM (Interpretative Structural Modelling). PR O G R A M
U ra ika n p ro g ram m en jad i pe re nca n a a n pro g ra m
U raika n se tiap E le m en m e nja di Su b -e lem e n
Te n tu ka n H u b u ng a n Ko n te kstu a l a n ta ra S ub -e le m e n p a d a se tia p e lem e n
S u sun lah S SIM u n tu k setia p ele m e n
Be n tu k R e a ch ab ility M a trik setia p ele m e n
U ji m atriks d e n g a n A tu ra n T ra n sivity
tid ak
OK ?
M o d ifikasi SS IM
ya
T en tu ka n L e vel M e la lu i p e m ila h a n
U b ah R M m e n ja di fo rm a t L o w e r T rian g u le r R M
Te ta p ka n D rive r d a n D rive r Po w e r se tia p Su b -e le m e n
T e ntu ka n R a n k d a n H ira rki d a ri Su b -e lem e n
Su su n D ia g rap h d a ri L ow e r T rin gu la r R M
T e ta p ka n D riverD e p e nd e n ce M a triks se tia p e le m en
P lo t Su b -ele m e n p ad a e m p at sektor
Su su n la h ISM d a ri se tia p e le m e n
K la sifikasi su b-e le m en p a d a em p a t p eu b a h ka te g ori
Gambar 3.1. Diagram Teknik ISM
7
IV. METODE PENELITIAN 1. Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dibagi dua tahap, yaitu (1) mengidentifikasi pola kemitraan (partnership) antara perusahaan inti dengan plasma berdasarkan potensi dan karakteristik kelembagaan, (2) menganalisis kelembagaan kemitraan usaha dengan metode Intepretative Structural Modelling (ISM) untuk penguatan pola kemitraan (partnership) perkebunan inti-plasma yang harmonis , ideal dan saling menguntungkan. Asumsi yang mendasari bahwa kemitraan inti-plasma merupakan factor kunci dalam mencapai keberhasilan pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit, dengan demikian identifikasi kemitraan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif yang di explore dari survey pakar yaitu dengan melakukan wawancara mendalam (in-dept interview) terhadap statehoder. 2. Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder, data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari subyek penelitian dan dilakukan langsung oleh peneliti, pada penelitian ini data primer diantaranya adalah data pengetahuan yang dimiliki oleh pakar baik dibidang praktisi agroindustri maupun akademisi dan peneliti dibidang pengembangan wilayah dan pengembangan industri serta pakar dibidang agroindustri. Untuk mendapatkan data ini akan disusun alat berupa kuesioner yang sudah didisain sesuai dengan tujuan. Data primer tersebut diantaranya adalah (1) data pengetahuan pakar tentang stakeholder yang berperan terhadap pengembangan pola partnership inti-plasma pada sebuah klaster agroindustri, (2) data pengetahuan tentang kebutuhan masing-masing stakeholder untuk penguatan petani plasma, dan peningkatan performansi sebuah klaster agroindustri dan (3) data pengetahuan tentang ukruan-ukuran kinerja dari sebuah klaster agroindustri. Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan klaster agroindustri terdiri dari: Instansi Pemerintah diwakili: Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi dalam lingkungan perkebunan kelapa sawit, Perusahaan perkebunan swasta nasional sebagai inti, Kelompok Tani atau KUD sebagai peserta plasma, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Perbankan atau Lembaga Kreditor non Bank, dan Institusi lain yang mempunyai kaitan langsung. Obeservasi lapang dilakukan pada beberapa wilayah yang dimungkinkan memiliki klaster agroindustri. Data sekunder yang diperlukan untuk mendukung penelitian yang diusulkan diperoleh dari beberapa sumber diantaranya dari Biro Pusat Statistik (BPS), data perkembangan industri di Indonesia dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan hasil-hasil survey yang telah
8
dilakukan oleh pihak lain. Data sekunder tersebut diakses dengan melakukan kunjungan ke lapang maupun dengan mengunjungi beberapa perpustakaan. Penggalian informasi dan pengetahuan dari pakar menggunakan metode Expert Survey, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam (in-dept interview). Kuesioner digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara. Pakar responden yang dipilih, di dasarkan atas pertimbangan dana kriteria-kriteria: 1) Keberadaan responden dan kesediaannya untuk di wawancara. 2) Mempunyai reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitas sebagai ahli 3) Telah berpengalaman dibidangnya. Pakar responden sebanyak enam orang yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan pertanahan, Asosiasi Perkebunan, Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit, Lembaga Penelitian (Litbang), Koperasi (KUD). Analisis kelembagaan kemitraan usaha dengan metode ISM dalam menggali informasi dan pengetahuan dari pakar adalah Expert Survey, informasi yang di eksplor berupa varibel-variabel yang menjadi dasar keputusan pengembangan agroindustri kelapa sawit, ditunjukan pada tabel-1 dibawah ini: 3. Pengolahan Data Data yang telah diperoleh dari pengetahuan stakeholder yang dianggap sebagai pakar dari hasil wawancara kemudian diolah dengen berbagai metode pengolahan data berikut ini: Pengolahan pada sub model kelembagaan agroindustri menggunakan metode ISM (Interpretative Structural Model) guna menentukan elemen kunci untuk perumusan strategi pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit. Tabel-4.1 Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian No
Parameter (Faktor) Determinan
Komponen
Sumber daya fisik
1
Kondisi Faktor Sumberdaya Manusia Sumberdaya Pengetahuan
Atribut (Elemen) Penyediaan sumberdaya fisik lahan yang mendukung Jaminan ketersediaan bahan baku secara kontinyu Jaminan ketersediaan Sumberdaya Air yang cukup Penyediaan tenga kerja buruh Penyediaan tenaga ahli Keberadaan Lembaga Riset & Pengembangan Menyediakan sarana
9
Infra Struktur Fisik
2
3
Kondisi Permintaan
Menyediakan jaringan komunikasi MenyediakanFasilitas pergudang dan pelabuhan Dalam Penyediaan pasar luar negeri (ekspor) Luar Penyediaan pasar dalam negeri
Permintaan Negeri Permintaan Negeri Keberadaan Industri Pendukung
Industri Terkait dan Pendukung Keberadaan Industri Terkait Strategi
4
Faktor Internal
Struktur Persaingan Dukungan Lembaga Perbankan
5
transportasi yang layak
Institusi Finansial Pelayanan Perbankan Dukungan Lembaga Non Bank
Memberikan dukungan kepastian peraturan dan perundangundangan Peran asosiasi perkebunan yang nyata Memberikan fasilitas informasi tentang kapasitas pasar Mengembangkan strategi penguatan lembaga partnership Meningkatkan struktur lembaga partnership Memberikan technical assistance dalam menghadapi persaingan Memberikan dukungan pembiayaan dengan bunga subsidi, jangka waktu pengembalian menyesuaikan tingkat produksi Memberikan pelayanan perbankan yang profesional Penyediaan pembiayaan yang bersumber dari lembaga non bank
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Model kelembagaan agroindustri menggunakan metode ISM, metode tersebut digunakan untuk saling melengkapi dengan metode AHP. Analisis kelembagaan menfokuskan mengkaji bentuk keterkaitan antar elemen dan sub-elemen dalam pengembangan agroindustri. Elemen yang dianalisis melalui metode ISM adalah lembaga yang terlibat dalam pengembangan agroindustr kelapa sawit. Keluaran model kelembagaan agrouindustri melalui metode ISM adalah hirarki dari sub-elemen pada setiap elemen, struktur sistem setiap elemen serta klasifikasi sub-elemen pada empat sektor. Hasil analisis dengan metode ISM untuk masing-masing elemen tersebut secara rinci diuraikan sebagai berikut:
10
1. Analisis Elemen Kebutuhan Program Berdasarkan survey lapangan dan wawancara dengan pihak terkait diperoleh untuk kebutuhan dari program dapat dibagi menjadi 19 sub elemen, yaitu : 1. Penyediaan sumberdaya fisik lahan yang mendukung. 2. Jaminan sumberdaya fisik lahan yang mendukung. 3. Jaminan ketersediaan bahan baku (TBS) secara kontinyu. 4. Penyediaan tenaga kerja buruh. 5. Penyediaan tenaga kerja ahli. 6. Keberadaaan lembaga riset dan pengembangan yang implementatif. 7. Penyediaan sarana transportasi yang layak. 8. Penyediaan jaringan komunikasi. 9. Penyediaan fasilitas pergudangan berupa tank strorage & pelabuhan. 10. Pemberian dukungan fasilitas pemasaran export. 11. Pemberian dukungan fasilitas pemasaran dalam negeri. 12. Pemberian dukungan kapasitas peraturan dan kebijakan. 13. Peran asosiasi perkebunan yang nyata. 14. Pemberian fasilitas informasi tentang kapasitas pasar. 15. Mengembangkan strategi penguatan lembaga kemitraan. 16. Meningkatkan struktur lembaga kuantitas 17. Meningkatkan bimbingan teknis (Technical Assistance) dalam menghadapi persaingan. 18. Memberikan dukungan pembangunan dengan tingkat bunga subsidi, jangka waktu pengembalian yang menyesuaikan pola produksi. 19. Penyediaan pembiayaan yang bersumber dari lembaga unit bank. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode ISM maka elemen kebutuhan program yang terdiri atas 19 sub elemen dapat digambar dalam bentuk Hirarki dan dibagi kedalam 3 sektor yang masing-asing disajikan pada tabel 5.1, hasil reachability matriks dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel 5.2.
11
Tabel 5.1. Hasil Penyusunan Struktural Sub-Interaction Matriks (SSIM) i
j
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
19 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1
18 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1
17 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1
16 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1
15 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
14 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
13 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1
12 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1
11 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
10 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1
9 0 1 0 0 0 1 0 0 1
8 0 1 0 0 0 1 0 1
7 1 1 1 0 0 1 1
6 1 1 1 1 1 1
5 0 1 1 1 1
4 0 1 1 1
3 1 1 1
2 1 1
1 1
12
Tabel 5.2. Hasil Reachability matrik dan Interpretasi elemen kebutuhan program Sub elemen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 D Level
Sub elemen kebutuhan program 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
DP
EK
1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 9 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 12 2
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 7
0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 8 6
0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 11 3
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 11 3
1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6 8
0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 9 5
0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 8 6
0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 7 7
0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 10 4
1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 10 4
1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 13 1
0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 11 3
0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 2
0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 8 6
0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 9 5
1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 7 7
1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 8 6
9 12 7 8 11 11 5 9 8 10 10 11 13 11 11 7 10 6 6
5 2 7 6 3 3 9 5 6 4 4 3 1 3 3 7 4 8 8
Tabel diatas menunjukan bahwa sub-elemen kunci dari elemen kebutuhan program klaster agroindustri kelapa sawit adalah subelemen yang mempunyai rangking tertinggi yaitu sub-elemen 13 (Peran Asosiasi yang nyata), dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membangun sebuah sistem klaster agroindustri kelapa sawit dan kemitraan usaha diperlukan peran asosiasi perkebunan yang nyata. Berdasarkan hasil analisa ISM digambarkan dalam model struktural kebutuhan program sebagai berikut :
13
L1
13
L2
L3
2
L5
L6
6
5
L4
15
14
11
12
1
17
4
19
9
L7 3
18
L8 8
Gambar 5.1 Diagram Kebutuhan Program
14
19 18
(1, 8, 17)
(2, 5, 6, 12, 15, 13)
INDEPENDENT
LINKAGE
IV
III
17 16 15 14 13 12
DRIVER POWER
11 10
(16, 4)
9
(10, 11)
8 7
(3, 18)
6
DEPENDENT II
AUTONOMOUS (I)
5 4 3
(7, 8, 19)
2 1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
DEPEDENCE
Gambar 5.2. Matrik Driver Power–Dependence Elemen Kebutuhan Program.
Matriks Driver Power-Dependence menjalankan bahwa sub-elemen jaminan Ketersediaan bahan baku (TBS) yang kontinyu (2) Penyediaan tenaga ahli (5), Keberadaan lembaga litbang yang implementatif (6) memberi dukungan kapasitas peraturan perundang- undangan (12), peran asosiasi perkebunan yang nyata, pemberian fasilitas informasi tentang kapasitas pasar (14), mengembangkan strategi penguatan lembaga kemitraan (15), termasuk dalam kategori III yang merupakan sektor independen yaitu mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program dan dependen yang besar pula, sektor ini merupakan linkage. Pada sektor III ini menunjukan semua sub elemen dalam sektor ini harus dikaji secara hati – hati, karena hubungan antar sub elemen adalah tidak stabil.setiap tindakan pada sub elemen tersebut akan memberikan pengaruh terhadap berhasilnya program dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit. Beberapa sub elemen yang termasuk kedalam sektor IV (Independent) yaitu : penyediaan sumber fisik lahan yang mendukung (1), penyediaan jaringan komunikasi (8), memberikan technical Assistance dalam menghadapi persaingan, sub sektor ini mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap program pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit. 2. Analisis Elemen Kendala Utama Hasil survey lapangan dan wawancara dengan pihak stake holder (pihak terkait) diperoleh bahwa untuk elemen kendala utama pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit terdiri atas 6 sub elemen yaitu:
15
1. Penyediaan lahan untuk perluasan perkebunan 2. Kuantitas pasokan bibit masih terbatas 3. Industri pendukung belum berkembang sehingga pabrik pengolahan kelapa sawit 4. Industri terkait belum berkembang, sehingga TBS baru sebatas diolah menjadi CPO 5. Kurangnya akses pasar menyebabkan terbatasnya peluang pasar 6. Terbatasnya tenaga ahli dibidang agro industri kelapa sawit. Berdasarkan analisis menggunakan metode ISM, maka elemen kendala utama yang terdiri atas enam sub elemen dapat dijelaskan dalam bentuk hirarki dan digambarkan kedalam empat sektor, yang disajikan pada gambar 5.4 dan Hasil reachability matriks dan inter prestasinya disajikan pada tabel 5.3 berikut : Tabel 5.3 Reachbility Matrik dan Interpretasinya Elemen Kendala Utama Sub elemen ke 1 2 3 4 5 6 D Level
1 1 0 1 1 0 0 3 4
Sub elemen kendala utama ke 2 3 4 5 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 4 6 6 4 3 1 1 3
6 0 1 1 1 1 1 5 2
DP
EK
3 4 6 6 4 5
4 3 1 1 3 2
Keterangan : DP = Driver power EK = Elemen Kunci D = Dependence
Berdasarkan reachability Matriks diatas, maka digambarkan model struktural kendala utama sebagai berikut :
L1
3
L2
L3
L4
4
6
2
5
1
16
Gambar 5.4 Diagram Metode Struktural Kendala Utama 6
INDEPENDENT
DRIVER POWER
5
LINKAGE
IV
III
(2,5)
(3,4)
AUTONOMOUS
DEPENDENT
4 3 2
I
II
1 0
1
2
3
4
5
6
DEPENDENCE
Gambar 5.5 Matrix Drive Power-Dependence Elemen Kendala Utama
Gambar 5.5 Matriks driver power – Dependence elemen kendala utama tabel 2 menunjukkan bahwa sub-elemen kunci dari elemen kendala utama pengembangan klaster-AKS adalah sub elemen industri pendukung yang belum berkembang sehingga pabrik turunan pengolahan kelapa sawit masih terbatas (3) dan industri terkait belum berkembang sehingga TBS terbatas untuk produksi CPO. Hasil tersebut memberikan makna bahwa industri pendukung dan industri terkait perlu mendapat perhatian utama untuk mencapai keberhasilan pengembangan Klaster Agroindustri kelapa sawit. Gambar 5.5 matriks Deriver Power – Dependence menunjukan bahwa tenaga ahli bidang agroindustri kelapa sawit (6) pasarkan bibit (2), akses pasar (5) dan ketersediaan lahan (1) adalah variabel-variabel terusuk sektor IV yang merupakan sektor independece, yaitu mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit di Sumatera Selatan. Ketersediaan tenaga ahli, bibit dan akses ke pasar sangat menunjang pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit ini. Sub elemen industri pendukung (3) dan industri terkait (4) termasuk dalam sektor III, hal ini berarti bahwa variabel-variabel dalam sektor linkage ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar variabel tidak stabil. Setiap perubahan dan tindakan variabel tersebut akan memberikan pengaruh terhadap berhasilnya program umpan balik pengaruhnya memperbesar keberhasilan. Program pengembangan klaster Agroindustri kelapa sawit yang melibatkan secara aktif kemitraan industri inti – plasma. Lemahnya perhatian dan kurang seriusnya dukungan akan menyebabkan kegagalan program.
17
3. Analisis Elemen Tujuan Program Berdasarkan hasil survey lapang dan wawancara dengan stakeholder (pihak terkait) diperoleh penjelasan bahwa elemen tujuan dari program dapat dibagi menjadi 16 sub elemen, yaitu : 1. Meningkatkan keuntungan industri inti. 2. Meningkatkan kesejahteraan karyawan pada industri inti. 3. Menjaga keberlanjutan produksi CPO. 4. Menjamin pasokan bahan baku utama dan bahan penolong. 5. Mengembangkan pasar CPO. 6. Meningkatkan industri pendukung. 7. Meningkatkan kesejahteraan karyawan termasuk petani/pekebun. 8. Memelihara keberlanjutan usaha berkebun. 9. Meningkatkan kontribusi terhadap PAD. 10. Meningkatkan minat investor. 11. Meningkatkan lapangan kerja. 12. Meningkatkan keuntungan finansial bagi industri pendukung. 13. Meningkatkan manfaat sosial. 14. Meningkatkan kebanggaan dari rasa memiliki bagi masyarakat di sekitar klaster agroindustri. 15. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 16. Meningkatkan peluang usaha. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan ISM (Interpretative Structural Modeling) maka elemen tujuan program yang terdiri dari 16 sub elemen dapat digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi kedalam empat sektor yang masing-masing disajikan pada gambar 5.6 Hasil Reachability Matrik Final dan Interpretasi dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini : Tabel 5.4 Reachability Matriks Final dan Interpretative Elemen Tujuan Program. Sub elemen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 D Level
Sub elemen tujuan program 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 10 3
1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 8 5
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 14 11
1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 11 2
1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 11 2
0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 11 2
0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 8 5
0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 10 3
1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 8 5
1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 10 3
0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 10 3
0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 10 3
0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 9 4
1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 8 5
1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 11 2
1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 10 3
DP
EK
10 8 14 11 11 10 8 10 8 10 9 10 8 11 11 11
2 5 1 2 2 3 5 3 5 3 4 3 4 5 2 2
18
Tabel 5.4 menunjukan bahwa sub elemen kunci dari elemen tujuan program klaster-AKS adalah sub elemen menjaga keberlanjutan produksi CPO (3). Hal ini memberikan arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut perlu mendapatkan prioritas utama untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan Klaster Agroindustri kelapa sawit. Berdasarkan tabel Reachability Matrik diatas, selanjutnya digambar struktural tujuan program :
L1
3
L2
L3
1
4
6
8
10
L4
5
15
11
12
16
13
L5
2
7
9
14
Gambar 5.6 Diagram Model Struktural Tujuan Diagram 16 15
(4, 5, 15, 16)
(1, 6, 8, 10, 12)
14 13 12
LINKAGE
INDEPENDENT
DRIVER POWER
11
III
IV
10 9 8 7 6
DEPENDENT II
AUTONOMOUS (I)
5 4 3 2 1 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
DEPEDENCE
Gambar 5.7 Matriks Driver Power–Dependence Tujuan Program
19
Berdasarkan gambar 6 matriks driver power – dependence tujuan program menunjukan bahwa empat sub-komponen masingmasing yaitu : menjamin pasarkan bahan baku dan bahan penolong (4), mengembangkan pasar CPO (5), meningkatkan kesejahteraan masyarakat (15) dan meningkatkan peluang usaha (16) termasuk dalam sektor IV yang merupakan sektor independence yaitu mempunyai kekuatan penggerak penggerak yang besar terhadap keberhasilan program, tetapi sedikit ketergantungan program. Sub elemen meningkatkan keuntungan industri inti (1) meningkatkan industri pendukung (6), memelihara keberlanjutan usaha berkebun (8), meningkatkan minat investor (IP) dan meningkatkan keuntungan oleh finansial bagi industri pendukung termasuk dalam sektor sub elemen dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, karena hubungan antar sub elemen bersifat tidak stabil. Setiap tindakan sub elemen tersebut akan memberikan pengaruh terhadap berhasilnya program dan memperbaiki pengaruhnya bisa memperbesar keberhasilan pengembangan klaster AKS. Sub elemen meningkatkan lapangan kerja (11), dan meningkatkan manfaat sosial bagi intitusi pendukung berada pada antara sektor I (Antrinouns) dan sektor IV (independent), hal ini memberikan gambara bahwa sub elemen ini mempunyai kekuatan penggerak yang cuku sedang terhadap keberhasilan program tetapi ketergantungannya yang kecil. 4. Analisis Elemen Lembaga Yang Terlibat Berdasarkan hasil survey lapangan dan wawancara dengan pihak yang terkait (stake holder) diperoleh bahwa elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan klaster Agroindustri kelapa sawit terdiri atas 15 sub-elemen yaitu : 1. Dinas perkebunan 2. Dinas perindag 3. Dinas inprasil 4. Badan Pertanahan Nasional 5. Dinas Koperasi & UKM 6. Lembaga Pembiayaan 7. Asosiasi Perkebunan 8. Kelompok tani 9. Penguasaha perkebunan 10. Lembaga riset dan pengembangan 11. Industri pendukung 12. Industri terkait 13. Eskportir 14. Penyedia Jasa Tenaga Kerja 15. Pemasok (Suplier) Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Metode ISM maka lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program terdiri atas 15
20
sub elemen dapat digambarkan dalam bentuk hirarki dan dibagi kedalam empat sektor yang masing-masing disajikan pada gambar 7 dan 8 Hasil reachability Matriks dan inperpretasinya dapat dilihat pada, tabel 5.4 menunjukan bahwa sub elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan Klaster AKS adalah Pengusaha perkebunan (9), hasil ini memberikan makna bahwa peran penjaga perkebunan sangat besar terhadap keberhasilan klaster AKS. Kondisi perkebunan juga memberikan gambaran bahwa pengusaha perkebunan posisinya sebagai industri inti dalam klaster agroindustri kelapa sawit. Tabel 5.6 Reachability Matrik Final dan Interpretasi Elemen Lembaga yang Terlibat Sub elemen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 D Level
Sub elemen tujuan program
DP
EK
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1
1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0
10 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0
1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0
0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1
1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1
0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1
0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1
1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 12
1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
10 10 8 8 11 10 10 10 14 13 10 10 5 11 11
5 5 6 6 4 5 5 5 1 2 5 5 7 4 4
10 5
8 5
14 6
11 6
11 4
11 5
8 5
10 5
8 1
10 2
10 5
10 5
9 7
8 3
11 4
12
3
Berdasarkan tabel hasil reachabilty selanjutnya digambarkan model struktural lembaga yang terlibat dalam pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit:
21
L1
9
L2
10
L3
14
L4
15
L5
1
2
6
L6
7
2
8
11
12
7
L7
13
Gambar 5.7 Model Struktural Lembaga Yang Telihat 15 14
(10) (14) (15)
INDEPENDENT
13 12
IV
(1, 2, 6, 7, 8, 11, 12)
DRIVER POWER
11 10
LINKAGE III
9 8 7
(13)
6 5 4
DEPENDENT II
AUTONOMOUS (I)
3 2 1 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
DEPEDENCE
Gambar 5.8 Matriks Driver Power – Depedence
Gambar 5.8 Matriks Driver Power–Depedence menunjukan bahan subelemen Dinas inpraswil (3) dan badan peternakan (4) adalah variabel-variabel yang termasuk dalam sektor IV (Independent) yang mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program, tetapi mempunyai sedikit ketergantungan. Sub-elemen lembaga riset pengembangan (10), penyedia tenaga kerja (14), pemasok (15), Dinas perkebunan (1), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (2) Lembaga pembiayaan (6) asosiasi perkebunan
22
(7) kelompok tani (8), Industri pendukung (11), industri terkait (12) termasuk dalam sektor III (Linkage). Hal ini berarti bahwa variabel-variabel dalam sektor linkage ini harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar variabel tidak stabil. Setiap tindakan dalam variabel ini akan memberikan pengaruh terhadap berhasilnya program, dan umpan balik pengaruhnya memperbesar keberhasilan pengembangan klaster. Sub elemen eksportir (13) termasuk dalam sektor I (Autonomous), hal ini berarti variabel ini umumnya tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sistem pengembangan klaster. VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Elemen Kebutuhan Program Menunjukan bahwa sub-elemen kunci dari elemen kebutuhan program klaster agroindustri kelapa sawit adalah sub-elemen yang mempunyai rangking tertinggi adalah sub-elemen. Peran Asosiasi yang nyata (13) dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membangun sebuah sistem klaster agroindustri kelapa sawit dan kemitraan usaha diperlukan peran asosiasi perkebunan yang nyata. 2. Elemen Kendala Utama Menunjukkan bahwa sub-elemen kunci dari elemen kendala utama pengembangan klaster-AKS adalah sub elemen industri pendukung yang belum berkembang sehingga pabrik turunan pengolahan kelapa sawit masih terbatas (3) dan industri terkait belum berkembang sehingga TBS terbatas untuk produksi CPO. Hasil tersebut memberikan makna bahwa industri pendukung dan industri terkait perlu mendapat perhatian utama untuk mencapai keberhasilan pengembangan Klaster Agroindustri kelapa sawit. 3. Elemen Tujuan Program Menunjukan bahwa sub elemen kunci dari elemen tujuan program klaster-AKS adalah sub elemen menjaga keberlanjutan produksi CPO (3). Hal ini memberikan arti bahwa usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut perlu mendapatkan prioritas utama untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan Klaster Agroindustri kelapa sawit. 4. Elemen Lembaga yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program Menunjukan bahwa sub elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan Klaster agroindustri adalah Pengusaha perkebunan (9), hasil ini memberikan makna bahwa peran penjaga perkebunan sangat besar terhadap keberhasilan klaster agroindustri . Kondisi perkebunan juga memberikan gambaran bahwa pengusaha perkebunan posisinya sebagai industri inti dalam klaster agroindustri kelapa sawit.
23
Saran Untuk penyempurnaan dan aplikasi hasil penelitian ini beberapa hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut : 1. Model Klaster Agroindustri kelapa sawit eblum dapat menjustifikasi nilai manfaat yang seharusnya diterima oleh masyarakat karena masih sulit mengembangkan model kuantitatif untuk aspek sosial dan lingkungan tersebut secara parametrik agar dapat diintegrasikan dengan model klaster agroindustri 2. Pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan yang mendorong asosiasi perkebunan untuk berperan aktif dalam pengembangan klaster agroindustri. 3. Pemerintah dan stakeholder perkebunan kelapa sawit dapat memebrikan insentif untuk pengembangan industri pendukung dan industri terkait pabrik kelapa sawit. DAFTAR PUSTAKA Adriant I, Samadhi A, TMA, 2005.”Perancangan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Memilih Suplier Capability, Price and Delivery Analysis Chart “ Proceeding Seminar Nasional Sistem Produksi-VII. LSP-TI ITB. Arman, 2001. Hubungan Pembinaan dan Pengelolaan Kebun dengan produktivitas dan Pendapatan Perkebunan Pola PIR Kelapa Sawit di Sumatera Selatan. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Baka La Rianda, 2000. Rekayasa Sistem Pengembangan Agroindustri Perkebunan Rakyat dengan Pendekatan Wilayah, Disertasi pada IPBBogor. Basdabella Supri, 2001. Pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan Pola Perusahaan Agroindustri Rakyat, Disertasi pada IPB-Bogor. Disperindag, 2004 Strategi Industri Nasional, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta. Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, 2004 Laporan tahunan 2004Perkebunan. Eriyatno, Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen, IPB Press, Bogor, 2003. Fauzi Y, Ir, Widyastuti , 2002. "Kelapa Sawit” Seri Agribisnis, Penebar Swadaya. Jakarta.
24
Gumbira E, Hariszt I A, 2001. “Manajemen Agribisnis” Ghalia Indonesia. Jakarta. Soekartawi, 2000. “Pengantar Agroindustri” PT Radja Grafindo Persada. Jakarta. Sumardjo, Sulaksana Jaka, Darma Aris Wahyu, 2004. “Kemitraan Agribisnis” Teori dan Praktik, Penebar Swadaya. Bogor Hasbi, 2001. Rekayasa Sistem Kemitraan Usaha Pola Mini Agroindustri Kelapa Sawit. Disertasi pada IPB. Bogor Marimin, 2002. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial, IPB Press, Bogor. Nasution M, 2002. ”Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri” IPB Pres. Bogor. Porter,1980. “M. Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industries and Competitors”. With a New Introduction The Free Press. Roelandt and den Hertag, 1999.”Boosting Innovation The Cluster Approach. OECD, Proceedings (Paris). Saaty, T.L,1991.”Pengambilan keputusan bagi para Pemimpin, Proses; Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang Kompleks”, Seri Manajemen no.134, PPM, Jakarta. Saaty, T.L.,1998.”Multi Criteria Decision Making, The Analytical Hierarchy Process”, British Library Cataloguing in Publication Data, United States of America. Simatupang, Tm, 1995,” Pemodelan Sistem, Penerbit Nindita, Klaten. Teknik dan Manajemen Industri – ITB, 1999. “Jurnal TMI 19 (2) Agustus 1999 Yamin M, 1998. “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Usahatani di Daerah Transmigrasi Propinsi Sumatera Selatan. Tesis Program Pascasarjana UGM Yogyakarta. Zahri I, 2003. “Pengaruh Alokasi Tenaga Kerja Keluarga Terhadap pendapatan Petani Plasma PIR Kelapa Sawit Pasca Konversi di Sumatera Selatan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung.
25