Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Proceeding PESAT(Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
PENGIDENTIFIKASIAN KONSTITUEN DAN TIPE KALIMAT BAHASA INDONESIA: TINJAUAN SEMANTIK Suparto1 IJurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Gunadanna, Jakarta
[email protected],
[email protected] Abstrak Makalah ini mencoba untuk menganalisis cara yang sistematis guna menentukan unsur dan jenis kalimat bahasa Indonesia. Hal ini perlu dilakukan karena penentuan yang benar terhadap unsur kalimat berdampak terhadap pemahaman yang benar pula terhadap makna kalimat. Metode agih digunakan untuk menganalisis data penelitian ini. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kalimat yang memiliki verba serial memerlukan penanganan khusus untuk menentukan kata kerja yang mana yang memiliki peran sentral. Urutan verba tidak selalu menunjukkan tingkat kemaknawiannya. Perilaku semantis verbalah yang menentukan derajat kemaknawian suatu verba di dalam kalimat berverba serial. Kata kunci: konstituen, verba serial, metode agih, perilaku seman tis.
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, apapun yang menjadi bidang kajian suatu eabang keilmuan pasti memiliki objek, baik objek formal maupun objek material. Demikianjuga dalam sintaksis. Objek material sintaksis adalah kalimat dengan aneka maeam modelnya. Sedangkan yang menjadi objek formal sintaksis adalah kalimat yang berterima menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Karena kalimat itu pada asasnya merupakan rangkaian kata-kata yang seeara gramatikal lengkap yang dengannya sebuah ide yang utuh mampu terungkapkan, maka dengan sendirinya kalimat memiliki unsur atau konstituen. Unsur atau konstituen adalah sesuatu yang dengannya sesuatu yang lain menjadi ada. Pemyataan ini menyiratkan bahwa terdapat berbagai unsur/konstituen sebagai syarat wajib (necessary condition) agar buah pikiran y~ng terekam dalam benak seseorang mampu dengan baik dipahami oleh pihak lain baik lewat sarana lisan maupun tulisan. Dengan menggunakan kerangka pikir ini, maka masing-masing unsur atau konstituen dalam suatu kalimat pasti memiliki kontribusi yang berbeda demi kebermaknaan kalimat tersebut. Seeara intuitif, penutur suatu bahasa telah memiliki piranti yang
S -18
memungkinkannya dapat mengenali bagian/unsur/konstituen kalimat yang dihasilkannya ataupun yang dihasilkan oleh pihak lain. Intuisi kebahasaan seperti ini dapat dimiliki dan diasah oleh seseorangbaik lewat pemerolehan maupun pembelajaran. Terdapat beberapa eara untuk menentulcan konstituen sebuah kalimat. Cara-eara tersebut antara lain kohesi internal, parameter makna, diversitas internal, parameter kebebasan berkombinasi, dan suprasegmental sendi, tekanan, dan nada (Parera,1993:57-59). Arab dari semua eara tersebut akhimya mengarah atau bermuara kepada parsing (Pierre, at.aI. 1982:101). Parsing sendiri bermakna suatu eara untuk mengenali bagian-bagian suatu kalimat apakah bagian-bagian tersebut berperan sebagai Subjek, Predikat, Objek, Keterangan; ataukah bagian-bagian tersebut berkategori sebagai nomina, verba, adjektiva, adverbial, atau yang lain (Richards, et.aI.1997:264). Uraian berikut ini meneoba mengkaji hal ihwal yang berkaitan dengan konstituen kalimat pada umurnnya dan lebih khusus konstituen predikator wabil khusus predikator yang berupa verba serial yang nampaknya memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan predikator verba tunggal, sehingga memerlukan penanganan
Suparto,PengidentifikasianKonstituendanTipe.
II'
I
I
Proceeding PESAT(Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
khusus untuk menyelesaikan pennasalahannya. Dikatakan memerlukan penanganan khusus untuk menangani predikat verba serial tersebut karena ada beberapa sisi yang perlu diperhatikan dari kehadirannya. Sisi - sisi yang perlu diperhatikan misalnya: apakah urutan kata verba serial tersebut dengan sendirinya menjadi ukuran keintian dan ketegarannya ataukah tidak, apakah sifat semantis verba yang bersangkutan lebih berperan untuk menentukan inti tidaknya verba tersebut, ataukah urutan dan sifat semantik verba berperan secara bersamasama untuk menentukan keintian dan ketegaran sebuah verba di dalam sebuah kalimat. Makalah sederhana ini mencoba untuk menjawab hal-hal tersebut. Dalam upaya untuk memahami makna kalimat secara benar dan tepat, seseorang harus dapat secara benar dan tepat pula memenggal bagian-bagian kalimat tersebut sesuai dengan fungsi tertentunya. Dengan demikian maka proses pemahaman kalimat tersebut pun menjadi lebih berhasil guna, karena makna kalimat yang sebenarnya dapat ditangkap dengan benar. Terdapat beberapa kriteria yang hams seseorang perhatikan manakala membaca atau menyimak sebuah tuturan. Parera (1993:5759) menjelaskan bahwa terdapat lima parameter yang hams diperhatikan agar pemenggalan unsur/konstituen suatu kalimat benar. Kelima kriteria tersebut adalah: pertama kohesi internal (internal cohesion). Kohesi internal adalah derajat konstituen berfungsi sebagai satu satuan. Richards (1997:62) menjelaskan bahwa kohesi internal merupakan hubungan leksikal atau gramatikal antara unsur-unsur yang berbeda dari suatu teks. Hubungan antarunsur, baik leksikal maupun gramatikal, tersebut mempersyaratkan hams terpenuhinya fungsi tertentu yang dengannya pemetaan pikiran terhadap hubungan antarunsur tersebut menjadi jelas. Misalnya frase dalam bahasa Indonesia: 'Sekolah Menengah Umum Negeri I Yogyakarta' tidak dapat diubah menjadi 'Sekolah Menengah Umum Negeri Yogyakarta l' karena menyalahi kohesi internal yang sudah umum dikenal. Kalau diubah seperti itu seolah-olah yang banyak jumlahnya itu Yogyakarta-nya, padahal yang sebenarnya banyak itu adalah Sekolah
Suparto,Pengidentifikasian Konstituen danTipe...
Vol.4 Oklober2011 ISSN:1858-2559
Menengah Umum Negeri yang ada di Yogyakarta. Untuk dapat secara benar dan tepat mengenali derajat kohesi internal sebuah frase maka pemahaman secara logiskoqnitif sangat membantu. Kedua parameter makna (meaning parameter). Adakalanya hubungan antarunsur/konstituen di dalam suatu kalimat kalau pemenggalannya tidak tepat menimbulkan kemenduaan makna (ambiguous). Untuk menghindari hal tersebut maka makna yang dimaksud hams terlebih dahulu ada di dalam pikiran seseorang sehingga membantu pihak lain yang menyimaknya (kalau wacana lisan) karena terbantu dengan intonasi pelafalannya. Misal frase 'suami ibu guru yang baik hati itu' akan dimaknai yang baik itu suami dari ibu guru atau ibu gurunya? Kalau yang dimaksud adalah yang pertama maka pemenggalannya adalah: /suami ibu guru! yang baik hati itul. Namun kalau yang dimaksudkan adalah yang kedua maka pemenggalannya adalah: /suami/ ibu guru yang baik hati itul. Oleh karenanya, untuk kasus frase yang berpotensi menimbulkan kemenduaan makna tersebut perlu lebih tepat pelafalannya demi menghindarkan pemahaman yang tidak semestinya. Ketiga adalah diversitas internal (internal diversity). Diversitas internal merujuk kepada kemungkinan suatu satuan komponen di dalam suatu kalimat dapat digantikan oleh komponen lain yang sejenis atau kemungkinannya suatu konstituen untuk berdistribusi secara paralel (pierre Paillet, et.a1.1982:102-103). Misal kalimat bahasa Inggris: 'The little man ran to the door '. Pemenggalannya adalah /the little man/ran/to the door/. Kenapa demikian? Karena masingmasing frase tersebut (minus predikatornya) secara berturut-turut dapat diganti dengan: jthe cat! dan / away/. Keempat adalah parameter kebebasan berkombinasi. Pemenggalan sebuah konstituen diusahakan untuk memperoleh konstituen yang mempunyai keanekaan hubungan secara maksimal tanpa mengubah maknanya. Ukuran ini menekankan kaidah substitusi semaksimal mungkin. Kelima adalah parameter suprasegmental sendi, tekanan, dan nada. Parameter ini dapat diketahui secara lebih
S -19
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi, Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
baik lewatpenuturjati bahasatelitian.Karena merekalah yang memiliki intuisi kebahasaan lebih baik dibandingkan dengan pihak luar. Parameter ini juga tetap harus mematuhi parameter kohesi internal, ukuran makna, diversitas internal, dan kebebasan berkombinasi. Misal: 'the grand daughter of my oldest sister's son' dapat diurai sebagai berikut: /the/ grand daughter of my oldest sister's son!, /the grand daughter off my oldest sister's son! dan /the grand daughter/ of my oldest sister's son!. Secara umum agar pemenggalan tersebut berterima <Ji dalam bahasa yang bersangkutan, maka penguasaan sistem bahasa yang diteliti merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Dari kelima parameter tersebut demi ketersampaian maksud maka semuanya harns digunakan secara bersama-sama. Penggunaan salah satu atau salah dua darinya hanya akan menghasilkan penentuan unsurlkonstituen yang kurang tepat. Prinsip umum yang harus diperhatikan dalam penentuan konstituen suatu kalimat adalah sederhana, konsisten, tidak mubazir, dan terikat kepada seluruh sistem bahasa telitian. (parera,1993:58). Dilihat dari jumlah predikator verbal yang membentuknya, sebuah kalimat, secara umum, dapat dibagi menjadi kalimat berpredikat verbal tunggal dan kalimat berpredikat verbal serial. Sesuai dengan namanya kalimat berpredikat verbal tunggal berarti di dalam kalimat tersebut hanya terkandung satu verba utama saja (Verhaar,2008:188), misal: (I) Mereka belaiar linguistik. (2) She studies mathematics. Verhaar (2008:188) lebih lanjut menjelaskan bahwa penggunaan istilah verba utama menyiratkan bahwa dapat saja sebuah kalimat yang berpredikat satu verba utama tersebut juga mengandung sebuah predikat 'perifrastik'. Misal: (3) We have to come to school early. Contoh (3) menunjukkan bahwa 'have to' secara ortografis berbentuk perifrastik yang merupakan verba bantu (auxiliary verb), sedangkan verba utamanya adalah 'come'. Sedangkan kalimat berpredikat verbal serial bermakna bahwa di dalam suatu kalimat terdapat lebih dari satu predikator, umumnya dua, namun juga dapat lebih, yang tersusun secara berangkai, kadang di antara
S - 20
keduanya tidak tersisipi oleh konstituen lain, seperti pada contoh berikut ini: (4) Mereka mengaku melihat orang yang mengendap-endap di depan pos jaga yang ternyata pencuri semalam. (5) They stop discussingto defmewhat religion is. Pada contoh (4) terdapat dua predikat yang beruntun, yaitu 'mengaku' dan 'melihat'; sedangkan pada contoh (5) terdapat tiga predikat yang beIjajar pula, yaitu: 'stop', 'discussing' dan 'to define'. Namun kadang kala di antara predikat juga dapat disisipi oleh konstituen yang lain. Misal: (6) Pak Rahmat mengharapkan semua anaknya belaiar dengan rajin. (7) The teacher invited his studentsill attend a half-day international seminar. Sebuah kalimat yang berverba serial nampaknya urutan susunan verba berpengaruh terhadap tingkat keutamaan verba tersebut. Hal ini bermakna bahwadi dalam sebuah kalimat yang berverba serial tersebut sebenamya hanya terdapat satu verba yang utama, sementara yang lain merupakan verba bawahan (Verhaar,2008:189). Dalam kasus kalimat yang salah satu verbanya berbentuk perifrastik seperti pada contoh (3) hal ini sudah jelas karena verba yang perifrastik tersebut berstatus sebagai kata keIja bantu, namun dalam kalimat yang semua verbanya secara ortografis terdiri dari satu kata juga dapat berstatus sebagaiverba
bawahan bilamana verba tersebut berposisi setelah verba pertama yang tersisipi oleh konstituen lain, seperti pada contoh (6) dan (7) tersebut. Jadi pada contoh (6) verba utamanya adalah 'mengharapkan', verba bawahannya adalah 'belajar'; sementara untuk contoh (7) verba utamanya adalah 'invited' dan verba bawahannya adalah'to attend'
.
Namun di bagian yang lain Verhaar (2008:188-189) juga menyatakan bahwadi dalam kalimat yang berpredikatserial,sifat hubunganverba yang satu denganyanglain adalah independen, tidak ada verba yang tergantung dengan verba lainnya. Dia mencontohkan sebagai berikut: (8) Kendaraan keluar masuk. (9) Kendaraan keluar dan masuk. (10) Kendaraan masuk dan keluar.
Suparto,PengidentifikasianKonstituendanTipe...
~ Proceeding PESAT(Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18-19 Oktober2011
(11) *Kendaraanmasukkeluar. Pada contoh (8) meskipun predikatnya serial namun merupakan kalimat tunggal. Hal ini berbeda dengan contoh (9) dan (10) yang merupakan kalimat majemuk, karena terdiri atas dua klausa dengan penghubung yang bersifat tambahan yaitu 'dan'. Sementara untuk contoh (11) secara gramatikal tidak berterima dalam bahasa Indonesia, karena dalam pandangannya 'keluar masuk' hanya merupakan satu predikat saja, terdiri dari dua verba yang dirangkaikan secara serial dengan urutan yang memang begitu. Dua pemyataan yang nampak berseberangan tersebut, sepertinya (dengan memperhatikan contoh yang diberikan) harus dipahami seperti ini: (1) sebuah kalimat yang berpredikat verba serial akan memiliki sifat hubungan yang independen di antara verbanya manakala kalimat tersebut berjenis kalimat tunggal dan di antara verbanya tidak tersisipi oleh konstituen lain, seperti pada contoh (8); (2) sebuah kalimat yang berpredikat verba serial akan memiliki sifat hubungan yang independen di antara verbanya jikalau kalimat te~ebut bertipe kalimat majemuk setara yang dihubungkan dengan kata sambung sederajat (lebih khusus yang bersifat tambahanJadditional) seperti pada contoh (9) dan (10). Namun sebuah kalimat yang berpredikat verba serial akan memiliki verba yang berstatus induk dan bawahan manakala verba tersebut salah satunya berbentuk perifrastik (seperti dalam bahasa Inggris yang termasuk kata kelja bantu/auxiliary verbs), seperti pada contoh (3), atau posisi di antara kedua verba tersebut disisipi oleh konstituen lain, seperti pada contoh (6) dan (7). MET ODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data (datum) di makalah ini adalah metode agih dengan teknik bagi unsur langsung dengan sub-teknik teknik lesap (Sudaryanto, 2001:15-16; 31-36; 41-47). Metode agih (distributional method) merupakan suatu cara yang harus dilaksanakan untuk meneliti bahasa yang beralat penentu bagian dari bahasa yang bersangkutan. Misal: salah satu strategi untuk menentukan kategori atau kelas kata kata
Suparto,Pengidentifikasian Konstituen danTipe...
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
benda (nomina) dalam bahasa Inggris adalah dengan kemungkinannya kata tersebut untuk dapat bergabung dengan kata 'no' bukan 'not '; atau dalam bahasa Indonesia untuk menentukan apakah sebuah kata berkategori verba adalah kemungkinannya kata tersebut untuk bergabung dengan kata pemarkah aspek: akan, sedang, te/ah. Teknik bagi unsur langsung (Teknik BUL) terlaksana dengan membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual termaksud. Di dalam teknik BUL ini, intuisi kebahasaan seseorang memiliki peran yang penting karena menjadi alat penggerak penentuan unsur yang dimaksud, demikian juga kemampuan untuk menempatkan jeda. Pendek kata, agar seseorang mampu menerapkan teknik BUL ini secara benar maka orang yang bersangkutan harns memiliki intuisi kebahasaan yang baik. Intuisi kebahasaan merupakan suatu kemampuan alamiah yang bersifat spontan dan memiliki tingkat keterandalan yang tinggi untuk menentukan berterima tidaknya suatu pemikiran (kebahasaan) menurut sistem bahasa yang bersangkutan. Sub-teknik lesap akan menghasilkan tuturan berbentuk tertentu dengan jumlah konstituen yang lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum pelesapan. Unsur yang dilesapkan di dalam sub-teknik lesap ini justru merupakan unsur yang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Hasil pelesapan tersebut berupa tuturan atau tulisan yang kemungkinan dapat berterima atau tidak dapat berterima menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Bila berterima berarti tuturan atau tulisan tersebut gramatikal, namun sebaliknya bila tidak berterima berarti tidak gramatikal. Sub-teknik lesap ini sesuai dengan tujuan dan pokok permasalahan dari makalah ini. Predikat serial yang menjadi fokus makalah akan diuji kadar keintiannya dengan melesapkan predikator tersebut satu demi satu. Manakala hasil pelesapan tersebut tidak berterima menurut kaidah bahasa dalam kalimat ini (dalam hal ini bahasa Indonesia) maka kehadiran unsur yang melesapkan diri tersebut memiliki kadar keintian yang tinggi; namun bila kemelasapan diri unsur tersebut
S- 21
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18-19 Oktober2011
tetap menghasilkan kalimat yang seeara gramatikal berterima, hal ini bermakna bahwa keintian unsur tersebut lebih rendah. Data yang digunakan sebagai bahan analisis makalah ini berasal dari Koran Tempo edisi 19 Maret 2009, halarnan A8. BASIL DAN PEMBAHASAN 1. [/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Ali Muehtar Ngabalin/] [mengaku sempat bertemu] [dengan Nasrudin Zulkarnaenl Direktur PT Putra Rajawali Banjaran/ yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang]. Persoalan yang menjadi fokus makalah ini terletak pada konstituen predikator yang merupakan predikat verba serial. Masalah pentingnya adalah: (1) apakah 'mengaku sempat bertemu' itu terdiri dari satu konstituen, dua konstituen, atau tiga konstituen?; (2) apakah hubungan di antaranya bersifat independen ataukah dependen? (3) kalau permasalahan (2) tersebut kedua-duanya berjawaban 'ya' atau 'tidak', kenapa bisa begitu? Untuk menjawab permasalahan tersebut pertama-tama yang dilakukan adalah melakukan teknik BUL terhadap semua konstituen kalimat tersebut dengan menerapkan teori kriteria pemenggalan unsur/konstituen seperti yang diuraikan pada butir 1.2. Menurut pemaharnan saya, jumlah konstituen kalimat tersebut ada: tiga. Konstituen pertama: //Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Ali Muehtar Ngabalin//. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Ali Muehtar Ngabalin sebenarnya memiliki fungsi yang sarna yaitu sebagai (S)ubyek, namun di antara keduanya diberi tanda jeda yang mengindikasikan bahwa konstituen modifikatif tersebut diueapkan dengan intonasi yang berbeda dan Ali Muehtar Ngabalin merupakan pewatas dari Subyek tersebut. Jadi hanya anggota DPR yang bemama Ali Muehtar Ngabalin, bukan yang lain. Atau dengan kata lain, /Ali Muehtar Ngabalinl merupakan aposisi bagi pemyataan sebelumnya. Konstituen yang kedua adalah /mengaku sempat bertemul yang berfungsi sebagai (p)redikat. Jadi 'mengaku sempat bertemu' , menurut pemahaman saya, merupakan satu konstituen. Konstituen kedua
S- 22
Vol. 4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
yang menjadi predikator kalimat ini sebenamya berupa predikat serial. Artinya kalimat tersebut memiliki dua predikator yang berurutan. Seeara umum (seperti juga eontoh dari Verhaar kalau itu dapat dijadikan sebagai aeuan untuk beranalogi), kebanyakan orang (mungkin) menganggap bahwa verba 'mengaku' merupakan verba utama karena berada lebih awal; oleh karenanya maka dianggap sebagai konstituen induk, sedangkan verba yang muneul berikutnya dianggap sebagai konstituen bawahan. Andaian ini seolah-olah mengakui bahwa pada kalimat yang berpredikat serial, verba pertama dianggap lebih memiliki derajat kemaknawian yang tinggi dibanding verba berikutnya, sehingga predikat kedua tersebut seakan-akan kernaknawiannya bergantung kepada predikat pertama. Narnun sepertinya asumsi ini kurang dapat diterapkan untuk eontoh kasus kalirnat di atas. Alasan yang dapat diberikan untuk pendapat tersebut adalah bahwa sebenarnya eontoh kalimat di atas setidaknya dapat diungkapkan dengan eara yang (sedikit) berbeda narnun dengan kemaknawian yang (relatif) sarna seperti berikut ini: (a) [/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Ali Muehtar Ngabalin/] [mengaku (sempat) bertemu] [dengan Nasrudin Zulkarnaenl Direktur PT Putra Rajawali Banjaranl yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang]. (b) [/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Ali Muehtar Ngabalin/] [mengaku bertemu] [dengan Nasrudin Zulkarnaenl Direktur PT Putra Rajawali Banjaranl yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang]. (c) [/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Ali Muehtar Ngabalinl] [bertemu] [dengan Nasrudin Zulkamaen/ Direktur PT Putra Rajawali Banjaran/ yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang]. (d) *[/Anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ Ali Muehtar Ngabalin/] [mengaku] [dengan Nasrudin Zulkarnaenl Direktur PT Putra Rajawali Banjaranl yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang].
Suparto,PengidentifikasianKonstituendanTipe.
.....
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi, Sastra,Arsitektur & Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
Pada kalimat (a) pada prinsipnya seperti kalimat asalnya, namun kata 'sempat' ditulis di antara tanda kurung yang bermakna bahwa kehadirannya bukan merupakan sesuatu yang hams atau wajib, namun lebih eenderung opsional, dan kalimat tersebut tetap bermakna lengkap tanpa kehadirannya. Penjelasan kalimat (a) ini juga berlaku untuk kalimat (b) sehingga predikator dari kalimat tersebut berurutan tanpa ada penyela di antara keduanya. Pada kalimat (c) predikator 'mengaku' dihapus sehingga kalimat yang sernula berpredikat serial, kini berpredikat tunggal; namun demikian kalimat tersebut tetap berterima kernaknawiannya. Fenomena ini menunjukkan bahwa konstituen induk yang sebenarnya dan yang lebih layak menjadi verba utama adalah verba 'bertemu '; karena keberadaannya tidak bergantung kepada verba lainnya. Sedangkan kalimat (d) nampaknya menjadi kalimat yang tak berterima begitu verba 'bertemu' dihapus dari kalirnat tersebut. Gejala bahasa ini membuktikan bahwa verba 'mengaku' memiliki perilaku semantis yang berbeda dibandingkan dengan verba 'bertemu '. Verba 'mengaku' pasti mengandaikan hadirnya ajektiva atau verba lain setelahnya untuk menjadikan kalimat yang berpredikator 'mengaku' tersebut berterima seeara semantis. Misal: (a) Dia mengaku salah dalam kasus itu. (b) Dia mengaku meneintai gadis itu. (c) ?*Dia mengaku buku itu miliknya. Sementara verba 'bertemu', manakala dipredikasikan di dalam suatu kalirnat, tidak memerlukan kehadiran verba lain untuk menjadikannya berterima seeara sintaktis, keeuali kalimat yang berpredikator verba 'bertemu' tersebut berbentuk kalimat majemuk, baik setara maupun bertingkat atau berpreposisi 'untuk' setelahnya. Untuk kasus ini, verba 'bertemu' seeara linear pasti menempati urutan pertama guna menjadikan kalimat tersebut bennakna. Hal ini terjadi karena kegiatan yang diwakili predikator setelah verba 'bertemu' pasti hanya mungkin seeara logis terjadi setelah 'bertemu' tersebut. Misal: (a) Mereke bertemu dan berbineang-bineang dengan ternan-ternan lamanya. (b) * Mereka berbineang-bineang dan bertemu dengan ternan-ternan lamanya.
Suparto,Pengidentifikasian Konstituen danTipe...
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
(c) Mereka bertemu untuk membahas agenda rapat akhir semester. (d) Mereka bertemu (dengan) rektor kemarin. Pada eontoh kalimat (a) kegiatan berbineang-bineang hanya mungkin dapat terjadi setelah 'bertemu'. Pada kasus kalimat (b) nampaknya kalimat tersebut sulit, secara logis, untuk berterima. Penjelasan ini menunjukkan bahwa verba 'bertemu' memiliki sifat dan perilaku semantik yang berbeda dengan verba'mengaku'. 'Bertemu' seeara semantis termasuk kata keIja atelis, sementara 'mengaku' termasuk kata keIja telis. Konstituen ketiga adalah /dengan Nasrudin Zulkarnaen// Direktur PT Putra Rajawali Banjaran// yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang! yang berfungsi sebagai (P)elengkap. Konstituen ketiga seeara intonasi masih dapat dikerueutkan lagi menjadi dua: (O)byek; dan (K)eterangan. (K)eterangan masih dapat dikhususkan lagi, dalam kalimat ini, menjadi (K)eterangan waktu, eara dan ternpat yang rnasing-rnasing memiliki fungsi yang tidak sarna. lDirektur PT Putra Rajawali Banjaranl dalam perannya sebagai (K)eterangan merupakan penjelas jabatan bagi si (p)elengkap; sedangkan / yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang! merupakan penjelas waktu, eara dan tempat. Denga penjelasan tersebut maka nyatalah bahwa kalimat tersebut bertipe S-V-Pel. Karena (P)elengkapnya masih tersusun oleh (O)bjek, dan (K)eterangan, maka memungkinkan kalimat tersebut untuk dipasitkan menjadi: '//Nasrudin Zulkarnaen// Direktur PT Putra Rajawali Banjaranl/ yang Sabtu lalu tewas ditembak oleh orang tak dikenal di Tangerang! /diakui sempat diternui/ //oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat/ /Ali Muehtar Ngabalin/I'. SIMPULAN Dari uraian di atas maka nampaknya urutan verba manakala verba tersebut tersusun secara serial dalam fungsinya sebagai Predikat di dalam suatu kalimat bukan merupakan kriteria yang akurat untuk menentukan verba inti dan verba bawahan. Terdapat verba yang hadir lebih dulu ternyata
S- 23
Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559
Proceeding PESA T (Psikologi, Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) Universitas Gunadarma - Depok18- 19Oktober2011
keintian dan ketegarannya di dalam suatu kalimat masih tergoyahkan manakala verba yang hadir berikutnya dilesapkan; namun terdapat juga verba yang hadir belakangan memiliki keintian dan ketegaran yang lebih handal dengan ukuran verba tersebut tetap menghasilkan makna yang berterima manakala tidak disertai verba lain yang mendahuluinya (seperti pada contoh datum makalah ini). Hal ini menunjukkan bahwa sifat semantis verba lebih berperan untuk menentukan status inti atau bawahan dari verba tersebut daripada lebih dulu atau lebih belakang hadimya di dalam kalimat. Dari kasus contoh di atas maka nampaklah bahwa verba 'mengaku' tingkat keintiannya kurang dibandingkan dengan verba 'bertemu', demikian juga konstituen 'sempat' tidak memiliki tingkat keintian yang signifikan di dalam kasus tersebut.
S - 24
DAFTAR PUSTAKA Pierre Paillet, Jean. et.a1.l982. Approaches to Syntax. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Parera, Jos Dniel. 1993. Sintaksis (2nd ed). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Richards, Jack C. et.al. 1997. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics. England: Longman. Sudaryanto, 2001. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Verhaar. J.W.M. 2008. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Marla University Press.
Suparto,Pengidentifikasian Konstituen danripe...