PENGGUNAAN PUPUK LITTER AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN ACLINOP DALAM RANSUM DAN PENABURAN ZEOLIT PADA LITTER TERHADAP PERFORMA TANAMAN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus, L.)
SKRIPSI NATALIA GOKMAULI SIAGIAN
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN Natalia Gokmauli Siagian. D24080383. 2012. Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.). Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K, MS Pembimbing Anggota : Ir. Lidy Herawati, MS Ekskreta ayam broiler yang menumpuk pada litter basah, seringkali menjadi penyebab penyakit karena merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme bibit penyakit seperti virus, bakteri, telur cacing dan lainnya. Oleh karena itu diperlukan upaya pengurangan limbah tersebut melalui pemanfaatannya sebagai pupuk. Pupuk merupakan bagian penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanpa pupuk, tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui efek pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour.). Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012, bertempat di rumah kaca Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor masing-masing dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal (Steel et al, 1997). Faktor A adalah taraf pemberian aclinop pada ransum dan faktor B adalah taraf pemberian zeolit pada litter. Peubah yang diamati adalah pertumbuhan tinggi tanaman, pertumbuhan jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang dan akar. Hasil yang diperoleh adalah pada periode pertama, faktor A berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan jumlah daun. Pada periode kedua, faktor A berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan jumlah daun dan berat kering (BK) batang, dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan tinggi dan BK daun serta faktor B berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan tinggi tanaman. Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop dalam ransum belum memberikan pengaruh nyata pada rataan pertambahan tinggi, produksi berat kering (BK) daun, persentase BK daun, produksi BK batang semu tanaman bangun-bangun pada periode pertama. Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop sebesar 1% dalam ransum memberikan hasil terbaik pada rataan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, dan produksi BK daun tanaman bangun-bangun pada periode kedua. Pemberian zeolit pada litter tidak dapat menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun.
Kata-kata kunci: Zeolite, ransum, litter, Coleus amboinicus Lour.
i
ABSTRACT Effect of Using Broiler Farm Fertilizer with Adding Aclinop in Feed and Zeolite on Litter to Growth and Productivity of Bangun-bangun (Coleus amboinicus, L.) N. G. Siagian, P. D. M. H. Karti, and L. Herawati This research aims to measure the effects of fertilizer application of zeolitecontaining litter on the growth and production of Coleus amboinicus Lour. The experiment model was a Randomized Completely Design with factorial pattern (12x3) with 2 factors. The first factor was a standard provision of aclinop on the feed, ie, R0 = control, R1 = addition of 1 kg aclinop on the feed R2 = addition of 2 kg aclinop on the feed, and R3 = addition of 3 kg aclinop on the feed. The second factor was the level of provision of the zeolite on the litter, ie, L0 = control, L1 = addition of 2.5 kg of zeolite on the litter, L2 = addition of 5 kg of zeolite on the litter. Observed variable were the growth of plant height, growth in the number of leaves, leaf dry weight, dry weight of stems and roots. The results obtained were in period 1, factor 1 very significant (P <0.01) to increase the number of leaves. In the second period, factor 1 significant effect (P <0.05) against the increase in leaf and stem dry weight, and the very significant effect of the elongation of high yields and leaf dry weight and the factor 2 significant effect (P <0.05) of the elongation plant height. Keywords: zeolite, feed, litter, Coleus amboinicus Lour.
ii
PENGGUNAAN PUPUK LITTER AYAM BROILER HASIL PENAMBAHAN ACLINOP DALAM RANSUM DAN PENABURAN ZEOLIT PADA LITTER TERHADAP PERFORMA TANAMAN BANGUN-BANGUN (Coleus amboinicus, L.)
NATALIA GOKMAULI SIAGIAN D24080383
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iii
Judul
: Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.)
Nama
: Natalia Gokmauli Siagian
NIM
: D24080383
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K, MS) NIP. 19611025 198703 2 002
Pembimbing Anggota,
(Ir. Lidy Herawati, MS) NIP. 19620914 198703 2 009
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 7 September 2012
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis
bernama
Natalia
Gokmauli
Siagian,
dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Desember 1990. Penulis merupakan anak dari pasangan Ir. Mangasa H. Siagian dan Ibu Linda Sihombing. Pada tahun 1996, Penulis masuk Sekolah Dasar Budi Mulia Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2002 di SMP BPK Penabur Bogor dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Budi Mulia Bogor pada tahun 2005 dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2008, Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan memulai masa kuliah pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2009 Penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
September, 2012
Natalia Gokmauli Siagian D24080383 v
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Bapa di Surga atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.)”. Skripsi ini merupakan tugas akhir pada program sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Topik yang diangkat Penulis adalah upaya pemanfaatan limbah yang dihasilkan peternakan ayam broiler dengan penambahan aclinop (zeolit jenis klinoptilolit) dalam ransum dan zeolit pada litternya sebagai pupuk. Penambahan zeolit jenis aclinop dalam ransum dapat memperluas permukaan aclinop untuk menyerap gas amonia yang dihasilkan. Salah satu manfaat zeolit adalah dapat berfungsi mengatasi masalah polusi dikandang karena didukung sifatnya yang dapat mempertukarkan ion secara selektif, dan mampu menyerap air serta mengikat gas amonia (NH₃). Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Kemampuan zeolit tersebut mendukung upaya pengurangan limbah hasil pemeliharaan ayam broliler melalui pemanfaatan litter sebagai pupuk. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi perbaikan diri Penulis pada waktu yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2012
Penulis vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...............................................................................................
i
ABSTRACT ..................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................ Tujuan .............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
3
Deskripsi Botani Coleus amboinicus (Lour) ................................... Pemanfaatan Daun Bangun-Bangun ............................................... Litter ................................................................................................ Zeolit ............................................................................................... Struktur Kimia ..................................................................... Pembentukan dan Jenis Zeolit ............................................. Zeolit Alam ......................................................................... Peranan Penambahan Zeolit pada Ransum ......................... Peranan Penaburan Zeolit pada Litter ................................. Peranan Zeolit pada Sektor Pertanian ................................. Standar Kualitas Kompos ................................................................ Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman ..................................... Peranan Unsur Hara Makro N, P, K, Ca, dan Mg ........................... Peranan Unsur Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn .............................
3 6 6 7 7 7 7 8 8 9 10 10 11 12
MATERI DAN METODE ............................................................................
14
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... Materi .............................................................................................. Alat dan Bahan .................................................................... Prosedur ........................................................................................... Persiapan Rumah Kaca ........................................................ Penanaman ........................................................................... Pemeliharaan ....................................................................... Pengukuran ..........................................................................
14 14 14 14 14 15 15 15 vii
Penghitungan Produksi ........................................................ Rancangan Percobaan...................................................................... Peubah yang Diamati ........................................................... Analisis Data ....................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... Pupuk dari Litter Berzeolit .............................................................. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode I .............................. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode II ............................. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
15 15 16 17 18 18 22 27 35
Kesimpulan ..................................................................................... Saran ................................................................................................
35 35
UCAPAN TERIMAKASIH ..........................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
37
LAMPIRAN ..................................................................................................
41
viii
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katuk ...........................
5
2
Standar Kualitas Kompos ................................................................
10
3
Komposisi Mineral Menurut Perlakuan .........................................
19
4
Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ............................................
23
5
Rataan Pertambahan Jumlah Daun ..................................................
24
6
Produksi Berat Kering (BK) Daun ..................................................
24
7
Persentase Berat Kering (BK) Daun................................................
25
8
Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu.....................................
26
9
Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ............................................
27
10
Rataan Pertambahan Jumlah Daun ................................................
28
11
Produksi Berat Kering (BK) Daun ..................................................
29
12
Persentase Berat Kering (BK) Daun ...............................................
30
13
Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu .....................................
31
14
Produksi Berat Kering (BK) Akar...................................................
32
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor 1
Halaman Tanaman Bangun-Bangun Coleus amboinicus (Lour) ..................
3
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman .......
42
2
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun ...........
42
3
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun ....................
42
4
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu ........
43
5
Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun .................
43
6
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman ......
43
7
Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun ..........
44
8
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun ....................
44
9
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu .......
45
10
Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Akar .....................
45
11
Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun .................
45
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan budidaya peternakan ayam broiler dapat meningkatkan jumlah limbah peternakan, seperti ekskreta yang dihasilkan. Ekskreta ayam broiler yang menumpuk pada litter basah, seringkali menjadi penyebab penyakit karena merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroorganisme bibit penyakit seperti virus, bakteri, telur cacing dan lainnya. Salah satu emisi gas beracun yang ditimbulkan adalah gas amonia yang bersifat toksik dan menyebabkan bau tidak sedap, sehingga mengakibatkan permasalahan sosial bagi masyarakat di lokasi peternakan ayam broiler, oleh karena itu diperlukan upaya pengurangan limbah tersebut melalui pemanfaatan litter sebagai pupuk. Pupuk merupakan bagian penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanpa pupuk, tanaman tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Zeolit adalah kristal terhidrasi dari kelompok alumino silikat yang mengandung kation yang dapat dipertukarkan dari logam alkali (golongan IA) seperti natrium dan kalium maupun alkali tanah (golongan IIA) seperti magnesium dan kalsium. Salah satu manfaat zeolit adalah dapat berfungsi mengatasi masalah polusi di kandang karena didukung sifatnya yang dapat mempertukarkan ion secara selektif, dan mampu menyerap air serta mengikat gas amonia (NH₃). Kemampuan menahan air dan kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi sekitar 200-300 me/100g menjadikan zeolit sering digunakan sebagai media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Winarna dan Sutarta, 2005). Aplikasi zeolit dalam bidang pertanian berfungsi antara lain: meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, kapasitas tukar kation (KTK) tanah, ketersediaan ion Ca, K, dan P, dan menahan mineralmineral yang berguna untuk tanaman serta menyerap air untuk menjaga kelembaban tanah (Suwardi, 2002). Hasil penelitian Yuliana (2005) menunjukkkan, bahwa penggunaan zeolit bersama dengan pupuk kandang ayam menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik daripada pemberian zeolit bersama dengan pupuk kandang lainnya. Handayani dan Widiastuti (2009) menyatakan bahwa semakin banyak penambahan zeolit jenis aclinop dalam ransum, maka semakin luas permukaan aclinop untuk menyerap gas amonia yang dihasilkan. Aclinop adalah singkatan dari
1
Aquatic Clinoptilolite yaitu zeolit dari golongan klinoptilolit yang diproduksi oleh CV. Minatama Lampung (Sutamba, 2011). Hasil tersebut berpeluang besar diaplikasikan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour). Penelitian tanaman bangun-bangun sudah semakin banyak dilakukan, terutama karena kemampuannya untuk meningkatkan produksi air susu. Damanik (2005) dan Warsiki et al. (2009) menyatakan, bahwa dengan mengkonsumsi daun bangun-bangun dapat meningkatkan mineral dalam air susu, seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium serta meningkatkan berat badan bayi. Tanaman tersebut mengandung unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Penelitian ini merupakan lanjutan hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler” yang dilakukan oleh Kamaludin (2011) yang menghasilkan pupuk. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransum dan zeolit pada litter terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour).
2
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Botani Coleus amboinicus Lour Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) adalah terna sekuler tahunan atau agak menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm, permukaan atas berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangan daunnya berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun 2-4,5 cm dan berbulu halus (Siagian dan Rahayu, 2000). Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging, dan berbulu halus. Daun pelindung bundar telur melebar, panjang 3-4 cm dan ujung meruncing. Daun kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan berkelenjar, berukuran tidak sama, bergigi 5; gigi atas bundar telur melebar, tumpul; gigi lateral dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung, panjang 8-12 mm, panjang tabung 3-4 mm, menyerupai terompet; labium atas pendek, tegak, berbulu sangat halus; labium bawah panjang dan cekung. Tangkai sari bersatu di bagian bawah membentuk tabung dan mengelilingi putik. Berbiji satu coklat pucat, permukaannya licin, agak bulat, pipih dan berukuran 0,7x0,5 mm (Siagian dan Rahayu, 2000). Tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) Sumber: Dokumentasi penelitian (2012)
3
Coleus amboinicus Lour merupakan nama universal tanaman bangun-bangun. Tanaman ini biasanya diramu menjadi bahan pembuat obat tradisional atau dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil dan menyusui sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Tanaman ini dapat dijumpai hampir diseluruh wilayah Indonesia dengan berbagai nama. Di daerah Sumatera, Torbangun dikenal dengan nama Bangun-bangun atau Tarbangun (Damanik et al., 2001), sedangkan di daerah Jawa atau daerah lainnya, daun Torbangun dikenal dengan nama Ajeran, Acerang, daun Kucing, daun Kambing, dan Majha Nereng (Madura). Di daerah sekitar Nusa Tenggara, dikenal dengan nama Iwak dan Kumu Etu (Depkes, 1989). Daun Torbangun dikenal berbau sangat aromatik, rasanya agak pedas dan agak asam, menyebabkan rasa getir dan rasa tebal di lidah. Tanaman ini dalam susunan taksonomi diklasifikasikan (Keng, 1978) seperti berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Phanerogamae
Subdivisi
: Spermatophyta
Klas
: Angiospermae
Ordo
: Tubiflorae
Family
: Lamiaceae (Labialae)
Sub Family
: Oscimoidae
Genus
: Coleus
Species
: Coleus amboinicus Lour
Tanaman ini memiliki khasiat sebagai analgetik, obat luka, obat batuk, dan sariawan (Depkes, 1989). Selain itu, daun Torbangun juga dikenal sebagai antiseptik. Wijayakusuma et al. (1996), menyatakan bahwa Coleus amboinicus Lour mengandung minyak esensial yang tersusun atas carvacrol, isoprophyl-o-cresol, phenol dan sineol. Dalam 120 kg daun Torbangun segar terkandung 25 ml minyak esensial (kandungan minyaknya ± 0,2%) sehingga menimbulkan efek antiseptik yang efektif. Daun Torbangun juga mengandung kalium yang dapat membersihkan darah, mencegah infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang, dan dapat menciutkan selaput lendir. Rasa tenang yang dihasilkan oleh daun ini dapat
4
mengurangi stres yang timbul akibat cuaca panas. Cuaca panas dapat menimbulkan stres sehingga menurunkan nafsu makan, sekresi air susu, dan bobot badan (Mepham, 1987). Menurut Damanik et al. (2006), daun Torbangun juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun Torbangun karena daun ini dapat meningkatkan sekresi air susu ibu. Peningkatan volume air susu terjadi karena adanya peningkatan aktivitas sel epitel yang ditandai dengan meningkatnya DNA dan RNA kelenjar mammae. Komposisi zat gizi daun Torbangun yang terdapat dalam Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia (Mahmud et al., 1990) menyebutkan bahwa dalam 100 gram daun Torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi dan karoten total dibandingkan dengan daun Katuk (Sauropus androgynus). Data selengkapnya tentang komposisi zat gizi daun Torbangun dan daun Katuk tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun dan Katuk Zat Gizi
Torbangun
Katuk
Energi (kal)
27,0
59
Protein (g)
1,3
6,4
Lemak (g)
0,6
1,0
Hidrat arang (g)
4,0
9,9
Serat (g)
1,0
1,5
Abu (g)
1,6
1,7
Kalsium (mg)
279
233
Fosfor (mg)
40
98
13,6
3,5
13288
10020
Vitamin A
-
-
Vitamin B1
0,16
-
Vitamin C
5,1
164
Air (%)
92,5
81
Besi (mg) Karoten total (µg)
Sumber: Mahmud et al. (1990)
5
Pemanfaatan Daun Bangun-Bangun Daun bangun-bangun biasa diolah oleh masyarakat etnis Batak dalam bentuk sayur sop. Sayur sop ini diberikan kepada ibu yang baru melahirkan. Mereka percaya bahwa sayur sop daun bangun-bangun dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI) (Damanik et al., 2001 dan 2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Damanik et al. (2006), menyatakan bahwa pada saat minggu kedua (hari ke-14 hingga ke-28 setelah suplementasi sayur sop daun bangun-bangun), wanita yang telah mengkonsumsi daun sop bangun-bangun tetap mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas ASI. Daun bangun-bangun mampu meningkatkan kesehatan wanita pasca melahirkan, berperan sebagai uterus cleansing agent, dan dalam bentuk sop, daun bangun-bangun dapat menggantikan energi yang hilang selama proses melahirkan. Damanik (2005) dan Warsiki et al. (2009) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi daun bangun-bangun dapat meningkatkan mineral dalam air susu, seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium serta meningkatkan berat badan bayi. Tanaman tersebut mengandung unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang berperan penting dalam penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Litter Litter adalah suatu material alas lantai yang berfungsi sebagai penyerap, sehingga dapat mengurangi tingkat kebasahan lantai kandang, mengurangi materi feses (nitrogen), menyerap uap air, dan menyediakan lingkungan yang dapat membantu agar terjaga dari debu. Maka dari itu pengawasan terhadap kualitas litter sangat penting diperhatikan dalam manajemen perkandangan, karena jika litter tidak dapat dijaga pada kondisi yang ideal, maka akan menjadi sarang bakteri dan kondisi yang tidak sehat saat periode produksi menyebabkan berbagai permasalahan, diantaranya: taraf amonia meningkat (menghasilkan bau), jumlah bakteri pathogen meningkat, bulu yang kotor, kemerahan pada bantalan kaki, memar atau melepuh dan secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap berat badan, pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan konversi pakan ayam broiler (Widodo et al., 2009).
6
Zeolit Struktur Kimia Menurut Flanigen et al. (1993), zeolit adalah kristal terhidrasi dari kelompok alumino silikat yang mengandung kation yang dapat dipertukarkan dari logam alkali (golongan IA) seperti natrium dan kalium maupun alkali tanah (golongan IIA) seperti magnesium dan kalsium. Struktur mineral zeolit berupa kompleks polimer anorganik, membentuk kerangka berongga yang sangat panjang dan berbentuk tetrahedron dari AlO4 dan SiO4, satu sama lain dihubungkan oleh ion-ion oksigen. Rongga-rongga dalam kerangka tersebut membentuk saluran yang meliputi sekitar 50% dari volume zeolit, pada kondisi normal rongga tersebut terisi oleh kation logam dan molekul air. Rongga pori dari kristal zeolit tersebut berukuran sekitar 0,3-0,8 nm. Rumus umum zeolit menurut Gottardi (1978) adalah: (Mx+My2+) (Al(x+2y) Sin-(x+2y) O2n). MH2O M+ dan M2+ adalah kation monovalen (Na, K) dan divalen (Mg, Ca, Sr, dan Ba), x dan y adalah bilangan tertentu, m adalah jumlah molekul air kristal dan n adalah muatan ion logam. Pembentukan dan Jenis Zeolit Menurut Minato (1988), pembentukan deposit mineral zeolit di alam berlangsung pada jutaan tahun yang lalu dalam lebih dari 1.000 macam cara yaitu di dalam gunung berapi dan batuan sedimen. Pembentukan mineral zeolit alam diduga merupakan hasil reaksi antara debu vulkanik dengan air garam, beberapa zeolit juga terbentuk dari proses hidrotermal seperti pada kabasit, erionit, dan filipsit. Pembentukan zeolit alam tergantung pada komposisi batuan induk, temperatur, tekanan-tekanan parsial dari air, pH, dan aktivitas-aktivitas ion tertentu (Saputra, 2006). Hingga kini ditemukan sekitar 40 jenis zeolit alam. Jenis yang banyak terdapat di Indonesia adalah jenis Klinoptilolit dan Mordenit (Mumpton,1993). Zeolit Alam Zeolit alam memiliki struktur yang berbeda-beda tergantung dari lokasi ditemukannya. Pada umumnya jenis zeolit yang ditemukan di Indonesia adalah modernit dan klinoptilolit dengan kandungan yang sangat bervariasi. Modernit umumnya banyak mengandung aluminium sehingga memiliki kemampuan menyerap
7
air lebih tinggi dibandingkan menyerap hidrokarbon (gas). Sebaliknya klinoptilolit umumnya banyak mengandung silikat sehingga kemampuan menyerap hidrokarbon lebih tinggi dibandingkan menyerap air (Muchtar, 2005). Peranan Penambahan Zeolit pada Ransum Aclinop adalah singkatan dari Aquatic Clinoptilolite, yakni zeolit golongan
klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa digunakan sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau. Kemampuan klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap suhu ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan dan penghilang bau (Polat et al., 2004). Susilawati (2002) melaporkan bahwa penambahan zeolit dalam ransum memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kandungan amonia ekskreta. Kandungan amonia pada ekskreta yang diberi ransum yang mengandung zeolit 5 dan 7% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada ransum yang mengandung zeolit 2,5% serta nyata lebih tinggi daripada ransum yang tidak mengandung zeolit (kontrol). Zeolit memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyerap amonia yang terdapat dalam saluran pencernaan. Dalam saluran pencernaan zeolit akan mengikat amonia yang dihasilkan oleh mikroflora saluran pencernaan untuk selanjutnya dikeluarkan bersama-sama dengan ekskreta, sehingga ekskreta ayam dengan ransum yang mengandung zeolit akan mengandung amonia dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum tanpa penambahan zeolit. Peranan Penaburan Zeolit pada Litter Umumnya peternak ayam broiler di Indonesia menjalankan usaha pemeliharaan menggunakan kandang sistem all in all out dengan litter atau dikenal dengan sistem postal. Pada satu sisi sistem ini selain memberikan keuntungan bagi peternak dalam pengelolaan dan secara finansial menguntungkan, disisi lain menimbulkan masalah baru yang berkaitan erat dengan keterbatasan litter dalam menyerap air feses, sehingga litter menjadi basah dan menggumpal. Ditinjau dari aspek kesehatan hewan, litter yang basah merupakan salah satu sumber penyebab penyakit karena merupakan media untuk pertumbuhan mikroorganisme bibit
8
penyakit seperti virus, bakteri, telur cacing dan lain sebagainya. Kondisi tersebut juga berdampak negatif terhadap kelembababan kandang, polusi kandang dan mengganggu peternak dan ternak peliharaan akibat terbebasnya gas amoniak. Zeolit dapat berfungsi mengatasi persoalan polusi kandang karena didukung sifatnya yang dapat mempertukarkan ion secara selektif serta mampu menyerap air dan mengikat gas amoniak tersebut (Pattiselanno dan Sangle, 2005). Zeolit alam dapat menyerap CO, CO2, SO2, H2S, NH3, HCHO, Ar, O2, N2, H2O, He, H2, Kr, Xe, CH3OH dan gas lainnya. Zeolit dapat digunakan untuk mengumpulkan gas-gas tersebut dan berfungsi sebagai pengontrol bau. Zeolit dapat digunakan dalam kandang pada peternakan intensif karena secara signifikan dapat menurunkan kandungan amonia dan H2S yang menyebabkan bau yang tidak diinginkan (Polat et al., 2004). Zeolit menyebabkan percepatan pada penguraian NH3. Gas amonia (NH3) tersebut ditangkap oleh zeolit namun tidak ditahannya melainkan dilepaskan terhadap sistem yang miskin NH3 (udara), kemudian mengambil lagi NH3 dari sistem yang kaya akan NH3 dan melepaskannya lagi sampai keseimbangan tercapai. Hal ini menyebabkan kadar NH3 dalam pupuk berkurang. Ini dilakukan karena zeolit mempunyai sifat reversible setelah diaktivasi (Estiaty et al., 2005). Penambahan zeolit pada litter akan mengurangi kelembaban litter sehingga menghambat perkembangan dan kerja bakteri pengurai sulfur, hasilnya produksi gas hidrogen sulfida dapat dikurangi (Sutamba, 2011). Peranan Zeolit pada Sektor Pertanian Pengaplikasian zeolit dalam sektor pertanian, yakni dapat meningkatkan produksi tanaman, mengurangi jumlah penggunaan pupuk, dan meningkatkan serapan hara (Castaldi et al., 2005), oleh karena itu zeolit dapat digunakan sebagai pupuk, selain itu zeolit juga dapat digunakan sebagai carrier, stabilizer, dan khelator tanpa mengubah struktur kristalnya. Zeolit juga biasanya dapat meningkatkan pH tanah (Perez et al., 2008) karena sifatnya yang alkali (Mumpton,1999), mengurangi pencucian nitrat dan amonium (Perez et al., 2008), meningkatkan konsentrasi P,K, dan Ca dalam tanah karena zeolit juga dapat menyerap hara tersebut dari penggunaan pupuk (Ahmed et al., 2010).
9
Standar Kualitas Kompos Pabrik kompos di Asia pada umumnya memproduksi kompos dari beberapa macam bahan dasar seperti kombinasi antara limbah agroindustri dan kotoran ternak. Tipe dan kualitas kompos sering berubah-ubah sehingga perlu adanya standarisasi baku mutu kompos. Standar kualitas kompos ditunjukkan pada Tabel 2 (SNI, 2004). Tabel 2. Standar Kualitas Kompos Unsur
Satuan
Kadar air
Minimum
%
pH
50 6,80
7,49 32
C-organik
%
9,80
N total
%
0,40
C/N
Maksimum
10
20
P₂O₅
%
0,10
K₂O
%
0,20
*
CaO
%
*
25,50
MgO
%
*
0,60
Fe
%
*
2,00
Mn
%
Cu
Mg/kg
*
100
Zn
Mg/kg
*
500
0,10
Keterangan: * Nilainya lebih besar daripada minimum atau lebih kecil daripada maksimum Sumber: Standar Nasional Indonesia (2004)
Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang optimal selain ditentukan oleh kualitas bahan tanam yang digunakan, juga ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang penting, diantaranya adalah ketersediaan hara pada media tanam. Ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui usaha pemupukan, diantaranya dengan penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang pada budidaya tanaman obat (Susanti et al., 2008). Nutrisi tanaman mengacu kepada bagaimana tanaman mendapatkan, menyebarkan, dan menggunakan unsur-unsur hara dalam berbagai proses dan reaksi yang berlangsung di dalam tanaman bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
10
Unsur-unsur tersebut disebut hara tanaman (plant nutrients). Semua proses atau reaksi alih bentuk hara menjadi bagian sel atau digunakan untuk berbagai proses energi di dalam tanaman hidup disebut metabolisme, oleh karena itu nutrisi tanaman dan metabolisme tanaman berhubungan sangat erat. Dalam arti luas, nutrisi tanaman meliputi proses serapan dan asimilasi hara, fungsi hara dalam metabolisme, dan kontribusinya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Munawar, 2011). Peranan Unsur Hara Makro N, P, K, Ca dan Mg Unsur hara makro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (0,1-5%). Nirogen bersama-sama P dan K sering disebut juga hara primer, karena merupakan unsur yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Unsur Ca dan Mg termasuk dalam unsur hara sekunder, yang jumlahnya di dalam tanah pada umumnya dapat mencukupi kebutuhan tanaman (Munawar, 2011). Kandungan N di dalam jaringan tanaman sekitar 2-4% bobot kering tanaman. Nitrogen merupakan penyusun dari banyak senyawa organik penting di dalam tanaman, seperti asam-asam amino, protein, dan asam nukleat, dan merupakan bagian dari proses yang terlibat dalam sintesis dan transfer energi. Nitrogen merupakan bagian dari klorofil yang bertanggungjawab terhadap fotosintesis. Nitrogen membantu pertumbuhan tanaman, peningkatan produksi biji dan buah, dan meningkatkan kualitas daun dan pakan ternak (Munawar, 2011). Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara esensial yang memiliki reaktivitas tinggi terhadap partikel tanah. Kondisi tersebut menyebabkan, jika P larut dari pupuk diberikan ke dalam tanah, P akan cepat mengalami reaksi dengan partikel liat dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam tanah kemudian akan berubah menjadi bentuk-bentuk tidak atau kurang tersedia bagi tanaman. Proses ini lazim disebut dengan fiksasi P. Fosfor mempunyai fungsi dan peran yang sangat vital dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fungsi yang paling esensial adalah keterlibatannya dalam penyimpanan dan transfer energi di dalam tanaman. Fosfor merupakan bagian esensial proses fotosintesis dan metabolisme karbohidrat sebagai fungsi regulator pembagian hasil fotosintesis antara sumber dan organ reproduksi, pembentukan inti sel, pembelahan dan perbanyakan sel, pembentukan lemak dan albumin, organisasi sel, dan pengalihan sifat-sifat keturunan (Havlin et al., 2005).
11
Penambahan kalium (K) ke dalam larutan tanah, terutama dengan dosis tinggi akan meningkatkan jumlah K dapat ditukar dan K terfiksasi. Hal sebaliknya, penyerapan K oleh tanaman atau pelindian K cenderung akan mengubah K terfiksasi menjadi bentuk lebih tersedia. Unsur K esensial dalam fotosintesis karena terlibat di dalam sintesis ATP, produksi dalam aktivitas enzim-enzim fotosintesis (seperti RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui mulut daun, dan menjaga keseimbangan listrik selama fotofosforilasi di dalam kloroplas. Kalium juga terlibat dalam pengangkutan hasil-hasil fotosintesis (assimilate) dari daun melalui floem ke jaringan organ reproduktif dan penyimpanan (buah, biji, ubi, dan lain-lain) (Havlin et al., 2005). Kalsium (Ca) merupakan hara makro esensial yang terangkut dalam tanaman melalui
aliran
transpirasi.
Defisiensi
Ca
biasanya
berhubungan
dengan
ketidakmampuan tanaman untuk memindahkan Ca cukup ke bagian tanaman. Unsur ini memainkan peranan penting di dalam tanaman. Kalsium menjadi bagian dari struktur sel, yaitu dinding dan membran sel, dan diperlukan dalam pembentukan atau pembelahan sel-sel baru, yakni yang terdapat pada benang-benang (spindels) miosis. Selain itu, unsur Ca juga memainkan peranan penting di dalam pemanjangan sel dan menjaga struktur membran di dalam tanaman (Havlin et al., 2005). Peran penting Magnesium (Mg) di dalam tanaman adalah sebagai komponen molekul klorofil pada semua tanaman hijau, dan berperan penting pada hampir seluruh metabolisme tanaman dan sintesis protein (Jones, 1998) . Pengangkutan Mg di dalam tanaman sama seperti Ca, yang bergerak ke atas dalam sistem transpirasi. Namun, perbedaannya adalah Mg bersifat mobil di dalam floem, sehingga dapat ditranslokasikan dari bagian tanman yang tua ke bagian yang lebih muda (Munawar, 2011). Peranan Unsur Hara Mikro Fe, Mn, Cu, dan Zn Unsur hara mikro meliputi sejumlah unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah sangat sedikit, sehingga sering disebut juga sebagai unsur minor. Unsur hara mikro memainkan banyak peran kompleks di dalam nutrisi tanaman, terutama di dalam sistem enzim. Beberapa unsur mikro merupakan bagian esensial dari reaksi kompleks pada proses fotosintesis dan proses metabolisme yang lain (Munawar, 2011).
12
Unsur besi (Fe) diperlukan untuk berfungsinya sejumlah enzim di dalam tanaman, terutama yang terlibat di dalam reaksi oksidasi dan reduksi di dalam respirasi dan fotosintesis (Havlin et al., 2005). Besi berfungsi sebagai katalis atau bagian dari sistem enzim yang terkait dalam pembentukan klorofil (Munawar, 2011). Mangan (Mn) penting bagi pembentukan kloroplas dan terlibat di dalam aktivitas enzim pada fotosintesis, respirasi, dan metabolisme N. Ion Mn2+ mengaktifkan beberapa enzim, seperti dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs pada unsur ini diperlukan evolusi oksigen di dalam fotosintesis (Munawar, 2011). Di dalam tanaman, unsur tembaga (Cu) merupakan komponen esensial sejumlah enzim tanaman, seperti diamin oksidase, askorbat oksidase, o-difenol oksidase, sitokrom-c oksidase, superoksid dismutase, plastosianin oksidase, dan kuinol oksidase. Tanpa adanya pasokan Cu yang cukup, enzim-enzim tersebut tidak akan aktif dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Munawar, 2011). Tanaman menyerap seng (Zn) sebagai kation Zn2+ dan sebagai kompleks organik sintetis alami. Di dalam tanaman, Zn berperan sebagai komponen enzimenzim atau ko-faktor sejumlah enzim termasuk triptofan dan auksin (hormon pertumbuhan tanaman). Kegunaan unsur mikro Zn bagi pertumbuhan tanaman adalah sebagai pembentukan hormon tumbuh, katalis pembentukan protein, dan pematangan biji (Hardjowigeno, 2007).
13
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Cikabayan Laboratorium Lapang Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 sampai Maret 2012. Materi Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkul, sekop, timbangan, polybag, paranet, penyiram air, dan saringan plastik. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah, pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litternya, bahan tanam (stek) tanaman bangun-bangun (Coleus ambonicus Lour.), dan air. Prosedur Pupuk Pupuk yang diperoleh merupakan pupuk hasil dari penelitian Kamaludin (2011). Pupuk tersebut diperoleh dari pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransum dan zeolit pada litter. Pada saat ayam broiler berumur 1-35 hari, dilakukan penambahan aclinop ke dalam ransum dengan taraf yang berbeda yaitu 0; 1,0; 2,0; 3,0 kg/100 kg ransum (R0, R1, R2, dan R3). Pada saat ayam broiler berumur 21 hari, dilakukan penaburan zeolit pada litter dengan taraf yang berbeda yaitu 0; 2,5 dan 5 kg/m2 litter (L0, L1, dan L2). Campuran antara ekskreta ayam broiler dan litter tersebut digunakan sebagai pupuk pada penelitian ini. Persiapan Rumah Kaca Persiapan rumah kaca dilakukan dengan menyediakan tanah sebanyak 384 kg (8 kg/polybag x 3 ulangan) kemudian dikering udara dan disaring. Persiapan pupuk dilakukan dengan menimbang sebanyak 1 kg/polybag/perlakuan. Pupuk yang merupakan pupuk dari hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum dan Litter untuk Menurunkan Kadar Amonia dan Hidrogen Sulfida Ekskreta dan Meningkatkan Kualitas Manur Ayam Broiler” yang dilakukan oleh Kamaludin (2011). Tanah dan pupuk tersebut dimasukkan ke dalam polybag
14
berukuran 10 kg. Setelah semua siap, maka bahan tanam (stek) dapat dipersiapkan untuk selanjutnya dilakukan penanaman. Penanaman Pertama-tama disiapkan polybag berisi campuran tanah dan pupuk dari litter berzeolit. Setelah itu, dilakukan penanaman stek ke dalam campuran tanah tersebut. Setiap polybag terdiri dari tiga stek tanaman bangun-bangun. Pemeliharaan Selama dua minggu awal pemeliharaan, tanaman diberikan naungan (90%) dengan menggunakan paranet. Seluruh tanaman dipelihara dengan menyiramnya secara teratur. Penyiraman dilakukan dengan volume air yang sama (250 ml) saat pagi hari pada setiap perlakuan dan ulangan. Pemberian pupuk hanya dilakukan pada awal periode pertama saja, pada periode kedua tidak dilakukan pemberian pupuk kembali. Pengukuran Periode pertama pengukuran dilakukan pada tiga bulan masa tanam, dan periode kedua dilakukan selama dua bulan masa tanam. Pengukuran tersebut dilakukan satu minggu sekali meliputi pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun. Penghitungan Produksi Penghitungan produksi dilakukan dua kali, yakni pada periode pertama dan periode kedua. Panen periode pertama dilakukan setelah tiga bulan masa tanam dan panen periode kedua dilakukan setelah dua bulan panen pertama dilakukan. Pada saat panen pertama, dilakukan penghitungan berat segar batang semu dan daun. Pada saat panen kedua, dilakukan penghitungan berat segar seluruh bagian tanaman, yakni daun, batang semu dan akar. Setelah itu, dilakukan pengeringan dengan oven pada temperatur 60 °C kemudian pada temperatur 105 °C pada daun, batang semu dan akar. Pengeringan pada daun dan akar dilakukan tanpa sampling. Pengeringan pada batang semu dilakukan dengan pengambilan sampling. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor masing-masing tiga ulangan. Faktor pertama
15
adalah pupuk litter dengan taraf pemberian aclinop pada ransum dan faktor kedua adalah pupuk litter dengan taraf penaburan zeolit pada litter, yaitu: Faktor pertama (A)
: RA0 = tanpa penambahan aclinop dalam ransum RA1 = penambahan 1 kg aclinop dalam 100 kg ransum RA2 = penambahan 2 kg aclinop dalam 100 kg ransum RA3 = penambahan 3 kg aclinop dalam 100 kg ransum
Faktor kedua (B)
: LZ0 = tanpa penaburan zeolit pada litter LZ1 = penaburan 2,5 kg zeolit/ m3 litter LZ2 = penaburan 5 kg zeolit/ m3 litter
Peubah yang Diamati 1. Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman merupakan panjang vertikal tanaman bangun-bangun dari atas tanah hingga bagian tanaman tertinggi. Tinggi tanaman diukur pada periode panen pertama dan kedua. 2. Jumlah Daun. Jumlah daun dihitung meliputi daun-daun yang sudah mekar secara sempurna. Jumlah daun diukur pada periode panen pertama dan kedua. 3. Produksi Berat Kering Daun (PBKD). Produksi berat kering daun dihitung pada periode panen pertama dan kedua, dengan cara:
4. Persentase Berat Kering Daun (% BKD). Persentase berat kering daun dihitung pada periode panen pertama dan kedua, dengan cara:
5. Produksi Berat Kering Batang Semu (PBKBS). Produksi berat kering batang semu dihitung pada periode panen pertama dan kedua. Berat segar batang semu periode pertama dihitung dengan mengambil bagian ranting dari setiap percabangan yang ada, sedangkan berat segar batang semu periode kedua dihitung dengan mengambil seluruh bagian batang yang ada. Produksi berat kering batang semu dihitung dengan cara:
16
6. Produksi Berat Kering Akar (PBKA). Produksi berat kering akar dihitung pada periode panen kedua saja, dengan cara:
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam (ANOVA pola faktorial), jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji kontras ortogonal.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk dari Litter Berzeolit Analisis yang dilakukan pada pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransum dan ditaburkan zeolit pada litternya adalah meliputi kadar air, pH, C-organik, N total, C/N, P₂O₅, K₂O, CaO, MgO, Fe, Mn, Cu, Zn, dan KTK seperti tersaji pada Tabel 3. Menurut SNI (2004) kandungan standar minimum C/N adalah 10 dan maksimum 29. Tabel 3 memperlihatkan bahwa nilai rasio C/N yang memenuhi standar SNI (2004) pada penelitian ini adalah pupuk RA0 LZ0, RA1 LZ0, RA1 LZ2, RA2 LZ1, dan RA3 LZ0. Hubungan C dan N menentukan nilai dari bahan atau paling tidak menentukan tindakan yang harus dilakukan agar penambahan bahan organik bermanfaat untuk perbaikan kondisi tanah. Hubungan ini disebut dengan rasio (nisbah) karbon : nitrogen (C/N). Pentingnya rasio C/N suatu bahan terkait dengan pengaruh bahan tersebut terhadap ketersediaan N bagi tanaman dan tingkat laju dekomposisi bahan di dalam tanah. Rasio C/N yang rendah berarti bahan mengandung banyak N dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok N bagi tanaman. Keadaan sebaliknya, bahan-bahan dengan rasio C/N yang tinggi akan sulit terdekomposisi dan dapat menyebabkan kekahatan N pada tanaman. Jika hanya sedikit N yang terkandung dalam residu tanaman, jasad renik akan menggunakan N inorganik di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan N, sehingga jasad renik bersaing memperoleh N dengan tanaman dan mengurangi jumlah N yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Peristiwa ini disebut dengan imobilisasi N (Munawar, 2011). Menurut SNI (2004) kandungan standar minimum P adalah 0,1%. Hasil analisa kadar P₂O₅ pada pupuk dari litter berzeolit adalah 1,63%-3,44%, hasil tersebut memenuhi standar minimum SNI (2004). Kecukupan P dapat meningkatkan kekuatan jerami tanaman sereal dan kapasitas sematan N oleh legum, dan ketahanan tanaman terhadap penyakit akar. Dilaporkan juga bahwa pasokan P yang cukup dapat meningkatkan kualitas buah, pakan ternak, sayuran, dan biji tanaman (Havlin et al., 2005). Kadar K₂O pupuk yang dihasilkan berkisar 2,09%-2,74%. Nilai K tersebut sesuai dengan standar nilai K pada SNI (2004), yaitu minimal 0,20%. Pada tanaman
18
Tabel 3. Komposisi Mineral Menurut Perlakuan Perlakuan Komposisi
RA0 LZ0
RA0 LZ1
RA0 LZ2
RA1 LZ0
RA1 LZ1
RA1 LZ2
RA2 LZ0
RA2 LZ1
RA2 LZ2
RA3 LZ0
RA3 LZ1
RA3 LZ2
Kadar air (%)
30,81
22,08
21,58
27,82
25,99
19,66
27,37
15,70
15,70
22,07
30,79
16,36
8,5
8,0
8,0
8,5
8,1
8,0
8,3
7,8
7,9
8,2
8,5
7,9
C-organik (%)
26,77
12,31
18,67
26,59
22,42
22,90
22,98
33,48
18,09
29,03
20,09
22,09
N total (%)
2,47
2,56
2,07
2,45
2,41
2,19
2,54
2,34
2,44
2,26
2,21
2,36
11
5
9
11
9
10
9
14
7
13
9
9
P₂O₅ (%)
3,18
2,99
1,88
3,41
2,50
3,12
3,44
2,58
1,63
3,21
2,85
2,54
K₂O (%)
2,17
2,67
2,41
2,57
2,19
2,29
2,69
2,74
2,09
2,42
2,09
2,38
CaO (%)
2,48
2,62
2,32
3,09
2,70
3,01
3,84
2,91
2,74
3,14
3,02
3,15
MgO (%)
0,42
0,43
0,36
0,45
0,39
0,40
0,44
0,39
0,35
0,40
0,38
0,37
Fe (ppm)
1976
3468
2968
3630
2323
2344
2970
2988
2923
2648
2687
2437
Mn (ppm)
288
296
228
325
262
263
367
233
220
267
270
251
Cu (ppm)
261
249
168
295
211
195
251
215
158
257
254
199
Zn (ppm)
187
186
127
248
151
144
213
187
132
193
187
153
28,40
37,47
40,99
30,32
37,81
45,98
33,89
44,27
45,12
38,20
36,51
44,38
pH
C/N
KTK (cmol/kg)
Sumber: Hasil Analisis Pupuk di Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Laboratorium Tanah, Bogor (2011)
19
buah-buahan dan sayuran (jeruk, pisang, tomat, kentang, bawang, dan lain-lain), pasokan K yang cukup dapat memperbaiki ukuran, warna, rasa, kulit buah yang penting untuk penyimpanan dan pengangkutan, oleh karena itu, pasokan K yang cukup akan menjamin fungsi daun selama pertumbuhan buah dan jumlah gula pada buah. Kation K terlibat dalam menjaga potensial osmotik tanaman, seperti pengaturan pembukaan dan penutupan stomata, sehingga dalam tanaman terjadi pertukaran gas dan air dengan atmosfer. Keadaan tersebut membuat tanaman mampu menjaga kondisi air di dalam tanaman pada kondisi tercekam (stress), seperti akibat salinitas. Tanaman dengan kandungan K tinggi memerlukan jumlah air yang lebih rendah daripada tanaman yang kekurangan K untuk memproduksi jumlah biomassa yang sama. Pasokan K yang cukup dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman (Munawar, 2011). Hasil analisa CaO menunjukkan bahwa nilai Ca yang dihasilkan berkisar 2,32%-3,84%. Nilai Ca tersebut sudah memenuhi standar maksimum SNI (2004), yakni kadar Ca pupuk sebesar 25,50%. Namun demikian, ion Ca2+ di dalam tanaman tidak mudah bergerak. Setelah terangkut ke dalam tanaman, Ca2+ bergerak bersama air transpirasi ke dalam xilem. Ketika sudah berada di dalam daun, hanya sedikit translokasi Ca2+ berlangsung di dalam floem, sehingga pasokan Ca2+ ke dalam akar dan organ penyimpan kurang. Karena Ca tidak mudah bergerak di dalam tanaman, ketika pasokan Ca kurang, pengaruhnya akan terlihat pada bagian-bagian tanaman yang masih berkembang (meristematis), seperti daun-daun muda, titik-titik tumbuh pada batang, maupun akar. Nilai Mg pada pupuk berkisar antara 0,35%-0,45%. Hasil tersebut sudah memenuhi standar maksimum SNI (2004), yakni sebesar 0,60%. Tanaman membutuhkan Mg lebih sedikit daripada Ca. Kenampakan gejala kekahatan Mg beragam diantara jenis tanaman, tetapi ada ciri-ciri yang umum berlaku untuk semua jenis tanaman. Tanaman yang kahat atau kekurangan Mg menunjukkan gejala klorosis atau menguning pada daerah antartulang daun tua, daun-daun keriting tegak sepanjang bagian tepinya, dengan sisi bawah daun dan pucuk tetap berwarna hijau (Havlin et al., 2005). Hasil analisa Fe menunjukkan bahwa nilai Fe berkisar 1976-3630 ppm, hasil tersebut sudah memenuhi standar SNI (2004), yakni maksimum 20.000 ppm. Secara
20
umum 50 ppm Fe merupakan titik kritis bagi sebagian besar tanaman dan dibawah 50 ppm tanaman mengalami kekahatan (Jones, 1998; Havlin et al., 2005). Gejala-gejala kekahatan Fe muncul pertama kali pada daun-daun muda, karena Fe tidak mobil di dalam tanaman. Daun muda mengalami klorosis diantara tulang daun, kemudian menyebar cepat ke seluruh daun. Pada kondisi paling parah, daun-daun muda mengering dengan tulang-tulang daun tetap hijau, dan pucuk-pucuk daunnya berwarna coklat (Munawar, 2011). Hasil analisa Mn menunjukkan bahwa nilai Mn berkisar 220-367 ppm, hasil tersebut sudah memenuhi standar SNI (2004), yakni maksimum 1.000 ppm. Konsentrasi Mn di dalam tanaman beragam, dari 20 ppm hingga 500 ppm, dengan batasan kritis sekitar 10-20 ppm bagi sebagian besar tanaman. Mineral Mn merupakan unsur yang tidak mobil di dalam tanaman, sehingga gejala-gejala kekahatan Mn berawal dari daun-daun muda. Kekahatan Mn menyebabkan klorosis antartulang daun pada kebanyakan tanaman dan terjadi bercak-bercak berwarna kecokelatan atau abu-abu dan nekrosis, dengan tulang-tulang daun yang masih hijau (Havlin et al., 2005). Nilai Cu pada pupuk berkisar antara 168-295 ppm, hasil tersebut melebihi standar maksimum SNI (2004), yaitu maksimum 100 ppm. Konsentrasi Cu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman. Bahkan dilaporkan bahwa toksisitas Cu terhadap akar tanaman dapat mencapai 5-10 kali lebih besar daripada toksisitas Al (Jones, 1998). Keracunan tanaman oleh Cu ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang lambat terutama pada akar dan terjadinya klorosis. Bagi kebanyakan tanaman, tingkat kritis yang beracun untuk Cu dalam daun adalah diatas 20-30 ppm. Selain itu, konsentrasi Cu yang berlebihan juga dapat memicu terjadinya kekahatan Fe (Jones, 1998). Nilai Zn pada pupuk berkisar antara 127-248 ppm, hasil tersebut sudah memenuhi standar SNI (2004), yaitu maksimum 500 ppm. Keracunan tanaman oleh Zn dapat terjadi jika konsentrasinya di dalam tanaman melebihi 400 ppm. Keracunan mengakibatkan pertumbuhan akar buruk atau gagal, yang mengakibatkan daun-daun menguning dan akhirnya mati. Tanaman kacang tanah dan kedelai diketahui sensitif terhadap keracunan Zn (Havlin et al., 2005).
21
Penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter cukup efektif dalam meningkatkan nilai KTK pupuk yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai KTK pada pupuk maka semakin baik penggunaan KTK pada tanah (Kamaludin, 2011). Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis nilai KTK berkisar 28,40-45,98 cmol/kg. Nilai KTK tersebut berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983) termasuk kriteria tinggi sampai sangat tinggi. Nilai KTK berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah dikatakan tinggi apabila KTK yang dimiliki sebesar 25-40 (cmol (+)/kg) dan sangat tinggi apabila KTK sebesar >40 (cmol (+)/kg) (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983). Kapasitas tukar kation lebih besar 15 cmol (+) kg-1 memiliki kapasitas memegang kation hara Ca2+, Mg2+, NH4+, Cu2+, Fe2+, dan Mn2+ (Munawar, 2011). Kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah berguna bagi tanaman untuk mempermudah penyerapan unsur hara dan menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara yang berada didalam tanah (Kamaludin, 2011). Menurut Suwardi (1999), sifat-sifat kimia yang penting dari zeolit adalah kapasitas tukar kation (KTK), basa-basa yang dapat dipertukarkan, dan susunan kimia. Nilai KTK yang dimiliki oleh zeolit merupakan dasar dari berbagai penggunaan zeolit pada berbagai bidang, termasuk pemanfaatan untuk meningkatkan KTK pada tanah-tanah yang memiliki KTK rendah. Ada hubungan yang erat antara KTK dan kandungan zeolit, semakin tinggi kandungan zeolit maka nilai KTK semakin tinggi. Menurut mumpton (1984), kation-kation yang dapat dipertukarkan ataupun molekul air yang terdapat pada zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka karena dapat dipertukarkan secara mudah dengan cara pencucian dengan larutan yang mengandung kation lain. Hasil analisis yang dilakukan pada pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler menunjukkan bahwa pemberian aclinop pada ransum dan zeolit pada litternya dapat meningkatkan nilai KTK, K, Ca, dan Fe. Hal ini terlihat dari nilai KTK, K, Ca dan Fe pada kontrol yang lebih kecil bila dibandingkan dengan adanya penambahan aclinop pada ransum ataupun zeolit pada litternya yang memiliki KTK lebih tinggi. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode I Tabel 4 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun per minggu selama periode I (3 bulan masa tanam). Periode I dilakukan selama 3 bulan masa tanam karena masa vegetatif tanaman
22
bangun-bangun diperkirakan terjadi selama 3 bulan masa tanam. Rataan umum pertambahan tinggi tanaman adalah 3,74±0,4 cm/minggu dengan kisaran 3,20-4,48 cm/minggu. Pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun. Namun semakin tinggi taraf penggunaan aclinop dalam ransum maka pupuk yang dihasilkan cenderung meningkatkan pertambahan tinggi tanaman, sementara taraf penaburan zeolit yang semakin tinggi pada litter menurunkan pertambahan tinggi tanaman. Tabel 4. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Litter
Ransum
Rataan LZ0
LZ1
LZ2
----------------------- (cm/tanaman/minggu) ------------------RA0
4,22±0,6
3,38±0,3
3,65±0,4
3,75±0,4
RA1
3,81±1,1
3,20±0,5
3,51±0,3
3,51±0,3
RA2
3,93±0,7
3,99±0,3
3,59±0,9
3,84±0,2
RA3
3,78±1,3
4,48±0,7
3,38±0,9
3,88±0,6
Rataan
3,94±0,2
3,76±0,6
3,53±0,1
3,74±0,4
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
Tabel 5 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan jumlah helai daun tanaman bangun-bangun per minggu pada periode I. Rataan pertambahan jumlah daun tanaman per minggu sebesar 8,58±1,8 dengan kisaran 7-13 helai. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk dari hasil penambahan aclinop dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan jumlah daun tanaman bangun-bangun, pupuk dari RA3 (10,7 helai/tanaman/minggu) berbeda sangat nyata dari tiga pupuk lainnya yang tidak berbeda nyata jumlah pertambahan daun tanaman bangun-bangunnya, yakni masing-masing pupuk RA0 (8,3±0,6 helai), RA1 (7,3±0,6 helai), dan RA2 (8,0±1,0 helai). Dilihat pada data pupuk dari penaburan zeolit pada litter ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter menghasilkan pertambahan jumlah daun yang semakin banyak yaitu LZ0 (7,8±0,5 helai), LZ1 (8,8±1,7 helai), dan LZ2 (9,3±2,6 helai).
23
Tabel 5. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Litter Ransum
LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
---------------------- (helai/tanaman/minggu) -----------------RA0
8±1,5
9±1,1
8±2,5
8,3B±0,6
RA1
8±0,5
7±0,7
7±1,0
7,3B±0,6
RA2
7±1,1
8±0,6
9±1,0
8,0B±1,0
RA3
8±0,6
11±2,2
13±3,3
10,7A±2,5
7,8± 0,5
8,8± 1,7
9,3± 2,6
8,58±1,8
Rataan
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01).
Tabel 6 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode I. Produksi suatu tanaman merupakan resultante dari proses fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman. Pertambahan luas daun sangat penting, karena pengaruhnya terhadap total produksi bahan kering mendekati 70%, sedangkan sumbangan tingkat fotosintesa hanya 30% (Jumin, 2005). Menurut Djukri dan Purwoko (2003), daun tanaman yang lebih lebar, maka klorofilnya lebih banyak yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan cahaya tersebut akan diubah menjadi energi kimia untuk menghasilkan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Hasil bahan Tabel 6. Produksi Berat Kering (BK) Daun Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
------------------------------ (g/polybag) --------------------------RA0
16,65±7,3
11,55±3,4
12,60±6,9
13,60±2,7
RA1
10,68±5,5
10,99±1,6
12,00±3,4
11,22±0,7
RA2
15,68±8,1
12,99±3,1
14,18±5,5
14,28±1,3
RA3
12,02±6,5
12,09±4,6
12,32±5,3
12,14±0,2
Rataan
13,76±2,9
11,91±0,9
12,78±1,0
12,81±1,8
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
24
kering tanaman hijau hampir 90% dibentuk dari fotosintesis (Jumin, 2005). Rataan produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun selama penelitian adalah 12,81±1,8 g/polybag dengan kisaran 10,68-16,65 g/polybag. Pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun periode I. Tabel 7 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode I. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan, pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata dalam mempengaruhi persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun. Rataan persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun periode I sebesar 7,30±0,6% dengan kisaran 6,43%-9,04% BK. Tabel 7. Persentase Berat Kering (BK) Daun Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
--------------------------------- (%) -----------------------------RA0
9,04±3,0
6,91±0,6
7,16±0,4
7,70±1,2
RA1
7,15±0,8
7,37±0,7
7,42±0,4
7,31±0,1
RA2
6,43±0,4
7,06±0,6
7,26±0,4
6,92±0,4
RA3
7,60±0,8
7,06±0,7
7,18±0,5
7,28±0,3
Rataan
7,56±1,1
7,10±0,2
7,26±0,1
7,30±0,6
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
Tabel 8 menunjukkan pengaruh penggunaan pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan tanpa penambahan aclinop pada ransum dan dengan tanpa penaburan zeolit pada litter terhadap produksi berat kering batang semu tanaman bangunbangun. Pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata dalam mempengaruhi produksi berat kering batang semu tanaman
25
bangun-bangun periode I. Produksi berat kering batang tanaman bangun-bangun periode I berkisar 5,13-8,92 g BK/polybag dengan rataan 6,92±1,2 g/polybag. Tabel 8. Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
---------------------------- (g/polybag) -------------------------RA0
8,92±4,5
5,46±1,0
7,61±1,0
7,33±1,7
RA1
7,07±2,1
5,13±0,8
6,77±3,2
6,32±1,0
RA2
8,13±5,1
6,58±1,6
6,87±2,6
7,19±0,8
RA3
5,45±1,2
7,14±0,8
7,91±1,6
6,83±1,3
Rataan
7,39±1,5
6,08±0,9
7,29±0,6
6,92±1,2
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
Kebutuhan nitrogen (N) bagi tanaman ada hubungannya dengan fase-fase pertumbuhan. Pada umumnya, tanaman membutuhkan asupan N pada awal pertumbuhan vegetatif sampai pada masa pembungaan. Fosfat (P) dan kalium (K) juga merupakan unsur nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Fosfat umumnya dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman. Unsur ini diperlukan untuk memacu pertumbuhan akar dan awal pembungaan. Secara alami, asupan fosfat dan kalium oleh tanaman dapat diperoleh dari tanah, residu serasah bahan organik, dan air irigasi (Suwahyono, 2011). Pupuk kompos pada penelitian ini memiliki nilai N,P, dan K yang sesuai dengan standar SNI (2004), namun dari semua data pada periode I, terlihat bahwa penaburan aclinop pada ransum hanya menunjukkan pengaruhnya terhadap pertambahan jumlah daun saja. Aclinop dan zeolit belum menunjukkan pengaruhnya terhadap pertambahan tinggi tanaman, produksi berat kering daun, persentase berat kering daun dan produksi berat kering batang semu pada periode I. Kemungkinan hal ini dikarenakan aclinop dan zeolit membutuhkan beberapa waktu untuk menunjukkan pengaruhnya untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Suwahyono (2011) menyatakan bahwa, pupuk organik akan melepas nutrien secara alami dan terkendali (control release). Nutrien akan dilepas secara perlahan dari
26
waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah sebagai media tanam. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Periode II Pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun periode II dilakukan selama 2 bulan masa tanam. Periode II dilakukan selama 2 bulan masa tanam saja karena mempertimbangkan faktor regrowth. Tanaman bangun-bangun pada periode II telah memiliki beberapa bagian tanaman seperti akar dan batang untuk dapat tumbuh dengan baik. Tabel 9 menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun per minggu. Tabel 9. Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman Litter Ransum LZ0
LZ1
LZ2
Rataan ------------------------- (cm/tanaman/minggu) ----------------------
RA0
2,23±0,1
2,27±0,1
1,86±0,4
2,12B±0,2
RA1
2,49±0,2
2,97±0,5
2,17±0,8
2,54A±0,4
RA2
2,37±0,1
2,26±0,2
2,56±0,7
2,40A±0,2
RA3
2,04±0,1
2,24±0,2
1,26±0,3
1,85C±0,5
Rataan
2,28a±0,2
2,44a±0,4
1,96b±0,5
2,23±0,4
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter. Superskrip dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01) dan huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun. Penaburan zeolit pada litter berpengaruh nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun. Rataan pertambahan tinggi tanaman bangun-bangun pada periode II sebesar 2,23±0,4 cm/tanaman dengan kisaran 1,26-2,97 cm/minggu. Rataan pertambahan tinggi tanaman pada periode II terlihat lebih kecil bila dibandingkan pada periode I, hal ini kemungkinan dikarenakan lebih pendeknya interval potong serta kandungan nutrisi yang telah berkurang pada periode II. 27
Menurut Jumin (2005), pendeknya interval potong menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat dan kesempatan untuk tumbuh juga singkat, sedangkan pada pemotongan lebih lama kesempatan tumbuh juga lama sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimal. Tabel 10 menunjukkan pengaruh penggunaan pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litternya terhadap pertambahan jumlah helai daun tanaman bangun-bangun pada periode II. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransumnya berpengaruh nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi pertambahan jumlah daun tanaman bangun-bangun. Rataan pertambahan jumlah daun pada periode II sebesar 13,25±2,9 helai/tanaman/minggu dengan kisaran 9-17 helai/tanaman/minggu. Tabel 10. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
-------------------- (helai/tanaman/mingggu) ------------------RA0
17±5,9
12±1,5
15±1,4
14,7a±2,5
RA1
15±4,7
16±0,6
14±8,3
15,0a±1,0
RA2
14±4,9
13±4,3
16±3,9
14,3a±1,5
RA3
9±3,8
9±0,6
9±1,2
9,0b±0,0
13,8±3,4
12,5±2,9
13,5±3,1
13,25±2,9
Rataan
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3 = 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Menurut Ryan (2010), tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang untuk
pertumbuhan
tanaman,
menyebabkan
proses
pembelahan,
pembesaran, dan perpanjangan sel akan berlangsung cepat yang mengakibatkan beberapa organ tanaman tumbuh dengan cepat. Kondisi tersebut terlihat pada Tabel 9 dan 10 bahwa pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum RA0, RA1, dan RA2 memiliki rataan pertambahan tinggi dan pertambahan jumlah daun tanaman lebih tinggi bila dibandingkan dengan RA3. Kondisi tersebut kemungkinan dikarenakan nilai KTK
28
RA3 yang semakin tinggi bila dibandingkan RA0, RA1, dan RA2 sehingga menyebabkan terjadinya pengikatan unsur hara yang berlebihan dan pelepasan unsur hara untuk tanamanpun sulit dilakukan atau dilepaskan secara perlahan. Tabel 11 memperlihatkan pengaruh pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II. Rataan produksi berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II adalah 5,49±1,2 g/polybag dengan kisaran 2,61-7,09 g/polybag. Tabel 11. Produksi Berat Kering (BK) Daun Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
--------------------------- (g/polybag) -------------------------RA0
5,70±0,7
6,20±0,2
6,49±0,8
6,1a±0,4
RA1
7,09±2,2
5,31±1,5
5,42±1,1
5,9a±1,0
RA2
5,03±1,9
5,68±1,6
6,76±1,7
5,8a±0,9
RA3
4,05±0,8
5,53±0,4
2,61±1,1
4,1b±1,5
Rataan
5,5± 1,3
5,7± 0,4
5,3± 1,9
5,49±1,2
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1 = 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3 = 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pemberian pupuk dari hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi produksi berat kering daun tanaman bangunbangun pada periode II. Pupuk dari RA0 (6,1±0,4 g/polybag), RA1 (5,9±1,0 g/polybag), dan RA2 (5,8±0,9 g/polybag) berbeda sangat nyata daripada pupuk RA3 (4,1±1,5 g/polybag). Dilihat pada data pengaruh pupuk dari penaburan zeolit pada litter, ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter menghasilkan produksi berat kering daun yang semakin kecil yaitu LZ2 (5,3±21,9 g/polybag). Produksi BK daun yang dihasilkan pada periode II lebih kecil bila dibandingkan dengan periode I, hal ini kemungkinan dikarenakan adanya kesempatan tumbuh yang lebih lama pada periode I, sehingga memiliki waktu yang lebih optimal dalam pelebaran daunnya dan produksi berat kering daunnya lebih
29
tinggi dibandingkan dengan periode II yang memiliki interval potong lebih pendek. Selain itu, selama II periode masa tanam, terlihat jelas bahwa luas daun pada periode I jauh lebih besar daripada luas daun periode II. Dari data pada Tabel 10 jumlah pertambahan daun pada periode II memang lebih banyak dibandingkan periode I, namun memiliki luas daun yang jauh lebih kecil dari periode I. Hal ini secara langsung mempengaruhi produksi BK daun tanaman yang dihasilkan, terlihat jelas produksi BK daun yang dihasilkan pada periode II (Tabel 11.) lebih kecil bila dibandingkan dengan periode I (Tabel 6.). Menurut Jumin (2011) pertambahan luas daun sangat penting pengaruhnya terhadap total produksi bahan kering tanaman. Menurut Djukri dan Purwoko (2003), daun tanaman yang lebih lebar, maka klorofilnya lebih banyak yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan cahaya tersebut akan diubah menjadi energi kimia untuk menghasilkan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Tabel 12 memperlihatkan pengaruh perlakuan pupuk terhadap persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II. Pemberian pupuk hasil dari pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop pada ransum dan penaburan zeolit pada litter serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II. Rataan persentase berat kering daun tanaman bangun-bangun pada periode II sebesar 7,02±0,2% dengan kisaran 6,72%-7,43% BK . Dilihat dari data pengaruh pupuk dari Tabel 12. Persentase Berat Kering (BK) Daun Ransum
Litter LZ0
LZ1
LZ2
Rataan
--------------------------------- (%) ----------------------------RA0
7,07±0,3
7,43±0,0
7,16±0,5
7,22±0,2
RA1
7,19±0,1
6,82±0,7
7,34±0,3
7,12±0,3
RA2
6,77±0,6
6,72±0,2
6,82±0,4
6,77±0,1
RA3
6,86±0,3
6,90±0,2
7,11±1,4
6,96±0,1
Rataan
6,97±0,2
6,97±0,3
7,11±0,2
7,02±0,2
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
30
penaburan zeolit pada litter, ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter menghasilkan persentase berat kering daun yang semakin tinggi. Tabel 13 menunjukkan pengaruh pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap produksi berat kering batang semu tanaman bangun-bangun. Produksi berat kering batang semu
tanaman
bangun-bangun dengan menggunakan pupuk hasil
penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litter berkisar 4,216,74 g/polybag dengan rataan 5,26±0,9 g/polybag. Tabel 13. Produksi Berat Kering (BK) Batang Semu Litter Ransum
Rataan LZ0
LZ1
LZ2
--------------------------- (g/polybag) -------------------------RA0
6,02±0,3
6,52±0,2
6,20±0,9
6,2a±0,3
RA1
6,74±1,5
5,01±1,0
4,38±1,2
5,4b±1,2
RA2
5,19±1,6
4,57±0,5
5,07±2,2
4,9c±0,3
RA3
4,21±0,3
4,42±0,4
4,80±2,1
4,5c±0,3
Rataan
5,5± 1,1
5,1± 1,0
5,1± 0,8
5,26±0,9
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1 = 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3 = 3% aclinop pada ransum. Superskrip dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Hasil analisa sidik ragam pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya berbeda nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi produksi berat kering batang semu tanaman bangun-bangun pada periode II. Pupuk dari faktor perlakuan RA0 (6,2±0,3 g/polybag) berbeda nyata dari tiga pupuk lainnya yang berbeda nyata masing-masing RA1 (5,4±1,2 g/polybag), RA2 (4,9±0,3 g/polybag), dan RA3 (4,5±0,3 g/polybag). Dilihat pada data pupuk dari penaburan zeolit pada litter ternyata semakin tinggi taraf penaburan zeolit pada litter menghasilkan produksi berat kering batang semu yang semakin kecil yaitu LZ0 (5,5±1,1 g/polybag), LZ1 (5,1±1,0 g/polybag), dan LZ2 (5,1±0,8 g/polybag). Tabel 14 menunjukkan pengaruh pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan zeolit pada litternya terhadap
31
produksi berat kering akar tanaman bangun-bangun. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan pemberian pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler yang diberi aclinop pada ransumnya dan penaburan zeolit pada litter serta interkasi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi berat kering akar. Produksi berat kering akar tanaman bangun-bangun pada periode II berkisar 0,66-2,01 g/polybag dengan rataan 1,27±0,4 g/polybag. Tabel 14. Produksi Berat Kering (BK) Akar Litter Ransum
Rataan LZ0
LZ1
LZ2
------------------------- (g/polybag) ------------------------RA0
1,84±0,4
1,05±0,3
1,02±0,2
1,30±0,5
RA1
0,66±0,2
2,01±2,0
0,73±0,4
1,13±0,8
RA2
1,43±0,7
1,29±0,2
0,86±0,3
1,19±0,3
RA3
1,51±0,3
1,56±0,₁
1,28±0,7
1,45±0,1
Rataan
1,36±0,5
1,48±0,4
0,97±0,2
1,27±0,4
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
Nilai Cu pada perlakuan pupuk berkisar antara 168-295 ppm, hasil tersebut melebihi standar maksimum SNI (2004), yaitu maksimum 100 ppm. Toksisitas Cu terhadap akar tanaman dapat mencapai 5-10 kali lebih besar daripada toksisitas Al (Jones, 1998). Keracunan tanaman oleh Cu ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang lambat terutama pada akar dan terjadinya klorosis. Tanda-tanda keracunan tanaman yang ditandai dengan terjadinya klorosis tidak nampak selama periode I dan II. Kemungkinan tanaman bangun-bangun ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap kelebihan Cu. Dari data yang diperoleh, pengaruh pemberian aclinop pada ransum baru menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) pada periode II. Keadaan ini menunjukkan bahwa zeolit dari golongan klinoptilolit (aclinop) yang diberikan pada ransum memerlukan beberapa waktu untuk menjalankan fungsinya sebagai pembenah tanah. Aclinop yang bercampur bersama feses memerlukan waktu yang
32
cukup lama untuk bereaksi dengan tanah, sehingga pembenahan tanahpun terjadi secara perlahan. Pemberian faktor perlakuan RA1 pada periode II menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun bila dibandingkan dengan RA0, RA2, dan RA3 pada periode yang sama. Terlihat bahwa pemberian faktor perlakuan RA1 menunjukkan rataan pertambahan tinggi, rataan pertambahan jumlah daun, produksi BK daun lebih baik bila dibanding dengan RA0, RA2, dan RA3 pada periode II. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan faktor perlakuan RA0 masih belum mampu mengikat unsur hara dengan baik. Faktor perlakuan RA1 memiliki nilai KTK lebih tinggi bila dibandingkan dengan RA0, sehingga mampu mengikat unsur hara dengan baik dan melepaskannya untuk tanaman. Nilai KTK yang dimiliki faktor perlakuan RA2 dan RA3 terlihat semakin meningkat, hal ini kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya pengikatan unsur hara yang berlebihan sehingga pelepasan unsur hara untuk tanamanpun sulit dilakukan atau dilepaskan secara perlahan. Penggunaan pupuk hasil pemeliharaan ayam broiler dengan penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit pada litternya memerlukan beberapa waktu untuk menyediakan hara bagi tanaman. Pada periode I, pemberian masingmasing pupuk belum menunjukkan pengaruh yang berbeda. Pada periode II, masingmasing pupuk mulai menunjukkan pengaruhnya. Keadaan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh komposisi mineral yang terkandung pada masing-masing pupuk, juga dipengaruhi oleh Kapasitas Tukar Kation (KTK) nya. Kemampuan tanah menjerap kation disebut dengan istilah Kapasitas Tukar Kation (KTK). Tanah dapat mengikat atau menjerap ion-ion bermuatan positif (kation), seperti hara Ca, Mg, K, dan unsur-unsur hara logam yang lain (Munawar, 2011). Pada penelitian Kamaludin (2011) dilaporkan, bahwa perlakuan tanpa penambahan aclinop dalam ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2 litter (RA0LZ1) memiliki tingkat penurunan produksi gas amonia dan hidrogen sulfida yang baik sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum yang paling baik sampai minggu kelima. Perlakuan penambahan aclinop 2 kg/100 kg ransum dan penaburan zeolit 2,5 kg/m2 litter (RA2LZ1) memiliki kadar air manur (15,70%) terendah dan rasio C/N (14) tertinggi
33
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada uji tanam terhadap tanaman bangunbangun ini, pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop sebesar 1% (penambahan aclinop 1 kg/100 kg) dalam ransumlah yang memberikan hasil terbaik pada rataan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, dan produksi BK daun tanaman bangun-bangun pada periode kedua.
34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop dalam ransum belum memberikan pengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, produksi berat kering (BK) daun, persentase BK daun, produksi BK batang semu tanaman bangunbangun pada periode pertama. Pemberian pupuk dari hasil penambahan aclinop sebesar 1% dalam ransum memberikan hasil terbaik pada rataan pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, dan produksi BK daun tanaman bangun-bangun pada periode kedua. Pemberian zeolit pada litter tidak dapat menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman bangun-bangun. Saran Perlu dilakukan analisis proksimat dari daun untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap protein dan serat kasar pada pertumbuhan daun ini, serta perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut dengan waktu tanam yang lebih lama untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik.
35
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Pupuk Litter Ayam Broiler Hasil Penambahan Aclinop dalam Ransum dan Penaburan Zeolit pada Litter Terhadap Performa Tanaman BangunBangun (Coleus amboinicus, L.)”. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K, MS dan Ir. Lidy Herawati, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, dan curahan waktu yang telah diberikan. Kepada Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Dr. Ir. Sri Darwati, MSi selaku dosen penguji serta Iwan Prihantoro S.Pt., MSi selaku panitia sidang yang banyak memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Kepada Ir. Asep Tata Permana, MS, selaku dosen penguji seminar yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih juga Penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS, yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang memotivasi Penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua terkasih yakni Ir. Mangasa H. Siagian (Alm.) dan Ibu Linda Sihombing yang telah memberikan inspirasi dan dukungan baik materi maupun moril sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan tepat waktu. Untuk semua abang-abang: Parulian, Yohanes, Alex, Rinto dan Yosua yang telah memberikan dukungan kepada Penulis. Ucapan terimakasih kepada Selvina, Prastiwi, Lasma, Hana, Yosi, Lia atas kebersamaan di Fakultas Peternakan dan bantuannya, Tuhan memberkati. Kepada Rezky, Tim Pastura (Liza, Vivi, Hera, dan Cumi) atas kerjasamanya, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Penulis ucapkan terimakasih. Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat yang bergerak dibidang peternakan dan pertanian.
September 2012,
Penulis
36
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, O. H., G. Sumalatha, & A. M. N. Muhamad. 2010. Use of zeolite in maize (zea mays) cultivation on nitrogen, potassium, and phosphorus uptake and use efficiency. Inter. J. of the Physic. Sci. 5 (15): 2393-2401. Castaldi, P., L. Santona, & P. Melis. 2005. Trace metal immobilization by chemical amenments in a polluted soil and influence on white lupin growth. Chemosphere 60: 365-371. Djukri & B. S. Purwoko. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Ilmu Pertanian 10 (2): 17-25. Damanik, R., N. Damanik, Z. Daulay, S. Saragih, R. Premier, N. Wattanapenpaiboon, & M. L. Wahlqvist. 2001. Consumption of bangunbangun leaves (Coleus amboinicus Lour) to increase breast milk production among Bataknese women in North Sumatera Island, Indonesia. Asia Pacific J. of Clinic. Nutr. 10 (4): 67. Damanik, R., M. L. Wahlqvist, & N. Wattanapenpaiboon. 2004. The use of a putative lactagogue plant on breast milk production in Simalungun, North Sumatra, Indonesia. Asia Pacific J. of Clinic. Nutr. 16 (4): 87. Damanik, R. 2005. Effect of consumption of torbangun soup (Coleus amboinicus Lour) on micronutrient intake of the Bataknese lactating women. Med. Gizi 29: 68-75. Damanik, R., M. L. Wahlqvist & N. Wattanapenpaiboon. 2006. Lactagogue effects of Torbangun, a Bataknese traditional cuisine. Asia Pacific J. of Clinic. Nutr. 15 (2): 267-274. Departemen Kesehatan (Depkes). 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Estiaty, M. L., D. Fatimah, D. Suherman, & K. Alamsyah. 2005. Zeolit alam sebagai bahan pencampur pupuk kandang: kelebihan dan kekurangannya. J. Indo. Zeolite. 4: 1411-6723. Flanigen., M. Edith, & F.A. Mumpton. 1993. Commercial Properties of Natural Zeolites. Dalam: Mineralogy and Geology of Natural Zeolites. F. A. Mumpton, editor. International Commite on Natural Zeolites, c/o Dept. of The Earth Sciences SUNY-Collage at Brockport, New York. Gottardi, G. 1978. Mineralogy and Crystal Chemistry of Zeolites. P. 31-44. In Natural Zeolites: Occurrence, Properties, Use (Sand, L. B. And Mumpton, F. A., eds.). Pergamon Press, Oxford, New York. Handayani, N. & N. Widiastuti. 2009. Adsorpsi amonium (NH4+) pada zeolit berkarbon dan zeolit yang disintesis dari abu dasar batubara PT Ipmomi Paiton dengan metode batch. Prosiding KIMIA FMIPA – ITS. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo, Jakarta.
37
Havlin J. L., J. D. Beaton, S. L. Nelson, & W. L. Nelson. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Dalam: Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Jumin, H. B. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jones Jr. J. B. 1998. Plant Nutrition Manual. Boca Raton: CRC Press. Dalam: Munawar, Ali. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Kamaludin, E. 2011. Efektivitas penambahan zeolit dalam ransum dan litter untuk menurunkan kadar amonia dan hidrogen sulfida ekskreta dan meningkatkan kualitas manur ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Keng, H. 1978. Order and Families of Malayan Seed Plant. Singapore University Press, Singapore. Mahmud, M., K. Slamet, D. S. Apriyantono, & R. R. Hermana. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Depkes RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Jakarta. Mepham, T. B. 1987. Physiology of Lactation. Open University Press. Melton Keynes, Philadelphia. Minato, H. 1988. Occurance and Application of Natural Zeolites in Japan. Dalam: Occurance, Properties, and Utilization of Natural Zeolites. Edited by D. Kallo & H. S. Sherry. Akademia Kiado, Budapest. Muchtar, R. 2005. Penurunan kandungan fosfat dalam air dengan zeolit. J. Indo. Zeo. 4: 1411-6723. Mumpton, F. A. 1984. Natural Zeolites. In W. G. Pond and F.A Mumpton (ed.) Zeo Agriculture: Use of Natural Zeolites In Agriculture and Aquaculture. West View Press, Boulder, Colorado. Mumpton, F. A. 1993. Natural Zeolites. Dalam: Mineralogy and Geology of Natural Zeolites. Editor: F. A. Mumpton. International Commite on Natural Zeolites, c/o Dept. of The Earth Sciences SUNY-Collage at Brockport, New York. Mumpton, F. A. 1999. La Roca Magica: Uses of natural zeolites in agriculture and industry. Proc. Nat. Acad. Sci., 96 (7): 3463-3470. Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Pattiselanno, F. & S. Y. Randa. 2005. Efek frekuensi penaburan zeolit pada alas litter terhadap kualitas lingkungan kandang ayam pedaging. Anim. Prod. 7 (2): 8994. Perez, C. R., J. Gil., C. Benitez, & J. L. Gonzalez. 2008. The effect of adding zeolite to soils in order to improve the N-K nutrition of olive trees, preliminary results. American J. of Agric. and Bio. Sci. 2 (1): 321-324.
38
Polat, E., M. Karaca, H. Demir, & N. Onus. 2004. Use of natural zeolite (Clinoptilolite) in agriculture. J. of Fruit and Ornamental Plant Research 12: 183-189. Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Dalam: Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. CV Akademika Pressindo, Jakarta. Ryan, I. 2010. Respon tanaman sawi (Brasica juncea, L.) akibat pemberian pupuk NPK dan penambahan bokashi pada tanah asal bumi wonorejo nabire. J. Agro. 5 (4): 310-315. Sajimin, N. D. Purwantari, E. Sutedi, & Oyo. 2011. Effect of cutting interval to productivity and quality of bangun-bangun (Coleus amboinicus L.) as a forage promising commodity. JITV 16 (4): 288-293. Siagian, M. H. & M. Rahayu. 2000. Laporan penelitian etnobotani Plecantrus ambonicus L. Spreng didaerah batak toba, sumut. Makalah. Disajikan pada Kongres Nasional Obat Tradisional Indonesia, Surabaya. Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 19-7030-2004 Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Susanti, H., S. A. Aziz, & M. Melati. 2008. Produksi biomassa dan bahan bioaktif kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) willd) dari berbagai asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam. Buletin Agro. 36 (1): 48-55. Susilawati. 2002. Efektivitas penyerapan Ca dan P, kadar air, dan kandungan amonia manur ayam petelur dengan ransum berzeolit dan rendah Ca. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutamba, C. F. 2011. Performa ayam broiler yang diberi aclinop dalam ransum dan zeolit pada litternya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suwahyono, U. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik secara Efektif dan Efisien. Penebar Swadaya, Jakarta. Suwardi. 1999. Penetapan kualitas mineral zeolit dan prospeknya di bidang pertanian. Makalah. Disajikan dalam seminar pembuatan dan pemanfaatan zeolit agro untuk meningkatkan produksi industri pertanian, tanaman pangan, dan perkebunan. Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung. Suwardi. 2002. Pemanfaatan zeolit untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Makalah disampaikan pada seminar pemanfaatan zeolit, pertanian organik, dan vermikompos dalam menunjang pertanian berkelanjutan. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Warsiki, E., E. Damayanthy, & R. Damanik. 2009. Karakteristik mutu sop daun tor bangun (Coleus amboinicus Lour) dalam kemasan kaleng dan perhitungan total migrasi bahan kemasan. J. Tek. Ind. Pert. 18: 21-24. Widodo, N., Wihandoyo, & Supadmo. 2009. Pengaruh level formalin dan frekuensi penambahan litter terhadap karakteristik litter ayam broiler. Buletin Pet. 33 (3): 170-177. 39
Wijayakusuma H., S. Dalimartha, & A. G. Wirian. 1996. Tanaman obat berkhasiat Indonesia IV. Edisi 1. Pustaka Kartini, Jakarta. Winarna & E. S. Sutarta. 2005. Perbaikan medium tanam dan pertumbuhan bibit kelapa sawit melalui aplikasi zeolit. J. Indo. Zeolite. 4: 1411-6723. Yuliana, I. 2005. Pemanfaatan zeolit dan pupuk kandang untuk meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara tanaman. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 1. Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Total
35
17,7
0,51
Perlakuan
11
4,6
0,42
0,7581
2,216309
A
3
0,8
0,26
0,4651
3,008787
B
2
1,0
0,49
0,9001
3,402826
AB
6
2,8
0,47
0,8574
2,508189
Galat
24
13,2
0,55
Lampiran 2. Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun SK
DB
JK
KT
Fhit.
F0,05
F0,01
Total
35
158,112
4,517
Perlakuan
11
97,995
8,909
3,557
A
3
58,994
19,665
7,851
3,009
4,718
R3 vs RA0,RA1,RA2
1
168,840
168,840
67,404
4,260
7,823
RA0,RA2 vs RA1
1
6,431
6,431
2,567
4,260
7,823
RA0 vs RA2
1
1,711
1,711
0,683
4,260
7,823
B
2
12,070
6,035
2,409
3,403
5,614
A*B
6
26,931
4,489
1,792
2,508
3,667
Galat
24
60,117
2,505
Keterangan: RA0 = tanpa penambahan aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2 = 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum.
Lampiran 3. Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Total
35
816,9
23,34
Perlakuan
11
109,3
A
3
B
F0,01
9,94
0,3371
2,216309
3,094367
51,8
17,26
0,5855
3,008787
4,718051
2
20,7
10,33
0,3503
3,402826
5,613591
AB
6
36,9
6,14
0,2084
2,508189
3,666717
Galat
24
707,6
29,48
42
Lampiran 4. Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Total
35
199,7
5,70
Perlakuan
11
43,9
3,99
0,6142 2,216309
3,094367
A
3
5,5
1,82
0,2808 3,008787
4,718051
B
2
12,8
6,41
0,9868 3,402826
5,613591
AB
6
25,6
4,26
0,6566 2,508189
3,666717
Galat
24
155,8
6,49
Lampiran 5. Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Total
35
38,6
1,10
Perlakuan
11
12,7
A
3
B
F0,01
1,15
1,0678
2,216309
3,094367
2,8
0,94
0,8679
3,008787
4,718051
2
1,3
0,65
0,6000
3,402826
5,613591
AB
6
8,6
1,43
1,3237
2,508189
3,666717
Galat
24
25,9
1,08
Lampiran 6. Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Tinggi Tanaman SK
DB
JK
KT
Fhit.
F0,05
F0,01
Total
35
9,153
0,262
Perlakuan
11
5,600
0,509
3,438
A
3
2,565
0,855
5,775
3,009
4,718
RA1,RA2 vs RA0,RA3
1
6,380
6,380
43,091
4,260
7,823
RA1 vs RA2
1
0,296
0,296
2,001
4,260
7,823
RA0 vs RA3
1
1,019
1,019
6,880
4,260
7,823
B
2
1,408
0,704
4,756
3,403
5,614
LZ0, LZ1 vs LZ2
1
0,95113
0,95113
6,42386
4,260
7,823
LZ1 vs LZ0
1
0,10503
0,10503
0,70939
4,260
7,823
A*B
6
1,626
0,271
1,831
2,508
3,667
galat
24
3,553
0,148
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum. LZ0= tanpa penambahan zeolit pada litter, LZ1= 2,5 kg zeolit/m2 litter, LZ2= 5 kg zeolit/m2 litter.
43
Lampiran 7. Analisa Sidik Ragam Rataan Pertambahan Jumlah Daun SK
DB
JK
KT
Fhit.
F0,05
F0,01
Total
35
677,548
19,359
Perlakuan
11
267,490
24,317
1,423
A
3
213,021
71,007
4,156
3,009
4,718
RA0,RA1,RA2 vs RA3
1
634,993
634,993 37,165
4,260
7,823
RA1 vs RA0,RA2
1
4,067
4,067
0,238
4,260
7,823
RA0 vs RA2
1
0,005
0,005
0,000
4,260
7,823
B
2
10,081
5,040
0,295
3,403
5,614
A*B
6
44,388
7,398
0,433
2,508
3,667
Galat
24
410,059
17,086
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum.
Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Daun SK
DB
JK
KT
Fhit.
F0,05
F0,01
Total
35
89,852
2,567
Perlakuan
11
49,069
4,461
2,625
A
3
24,844
8,281
4,873
3,009
4,718
RA0,RA1,RA2 vs RA3
1
73,228
73,228
43,094
4,260
7,823
RA0 vs RA1,RA2
1
1,109
1,109
0,653
4,260
7,823
RA1 vs RA2
1
0,194
0,194
0,114
4,260
7,823
B
2
0,787
0,394
0,232
3,403
5,614
A*B
6
23,438
3,906
2,299
2,508
3,667
Galat
24
40,782
1,699
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum.
44
Lampiran 9. Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Batang Semu SK
DB
JK
KT
Fhit.
F0,05
F0,01
Total
35
61,127
1,746
Perlakuan
11
25,843
2,349
1,598
A
3
15,297
5,099
3,468
3,009
4,718
RA0,RA1 vs RA2,RA3
1
32,733
32,733
22,265
4,260
7,823
RA0 vs RA1
1
10,218
10,218
6,950
4,260
7,823
RA2 vs RA3
1
2,940
2,940
2,000
4,260
7,823
B
2
1,422
0,711
0,484
3,403
5,614
A*B
6
9,124
1,521
1,034
2,508
3,667
Galat
24
35,284
1,470
Keterangan: RA0 = tanpa aclinop pada ransum, RA1= 1% aclinop pada ransum, RA2= 2% aclinop pada ransum, RA3= 3% aclinop pada ransum.
Lampiran 10. Analisa Sidik Ragam Produksi Berat Kering Akar SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Total
35
17,4
0,50
Perlakuan
11
5,9
A
3
B
F0,01
0,54
1,1320
2,216309
3,094367
0,5
0,17
0,3654
3,008787
4,718051
2
1,7
0,83
1,7404
3,402826
5,613591
AB
6
3,8
0,63
1,3125
2,508189
3,666717
Galat
24
11,4
0,48
Lampiran 11. Analisa Sidik Ragam Persentase Berat Kering Daun SK
db
JK
KT
Fhit
F0,05
Total
35
8,8
0,25
Perlakuan
11
1,8
A
3
B
F0,01
0,16
0,5672
2,216309
3,094367
1,1
0,35
1,2157
3,008787
4,718051
2
0,1
0,07
0,2565
3,402826
5,613591
AB
6
0,6
0,10
0,3466
2,508189
3,666717
Galat
24
7,0
0,29
45