PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP FISIKA DI SMA
Skripsi
Oleh : Dwi Susilowati X 2304015
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
1
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur berkembangnya suatu negara karena dengan pendidikan orang memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dalam pergaulan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 (1) pendidikan adalah: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara. Berdasarkan hal tersebut pendidikan dapat mendewasakan seseorang. Menurut Poerbakawatja dan Harahap pendidikan adalah:
… usaha dengan sengaja dari orang dewasa untuk pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya… orang dewasa itu adalah orang tua si anak orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala- kepala asrama dan sebagainya. (Muhibbin Syah,1993:11) Pengertian
pendidikan
sangatlah
luas
tetapi
sebagian
orang
memahaminya sebagai sebuah proses pengajaran melalui metode- metode tertentu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah dikhususkan pada program studi sains, sosial dan bahasa. Pada program studi sains peserta didik dituntut untuk bersikap ilmiah karena ilmu diperoleh pada penemuan- penemuan oleh tokoh sains ilmu tersebut berkembang dan dapat dipertahankan sebagai suatu disiplin ilmu sains.
3
“Sains mempelajari alam yang mencakup proses perolehan pengetahuan melalui pengamatan, penggalian, penelitian dan penyampaian informasi dan produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang diperoleh melalui dan bekerja ilmiah”. (E. Mulyasa,2006:89) Sains sangat berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses penemuan alam secara berkesinambungan melalui pengamatan untuk mencari pemahaman tentang fenomena alam. Salah satu cabang sains adalah Fisika.
Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematik, serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas,2004:6) Mata pelajaran Fisika memberikan suatu cara berfikir kualitatif tentang kejadian alam dan didukung analisis kuantitatif sehingga diperoleh suatu hubungan. Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran Fisika dianggap sukar oleh siswa karena untuk mempelajari Fisika diperlukan penalaran dan abstraksi yang kuat untuk memahami konsep maupun hukum- hukum Fisika. Dampak dari kurang terbentuknya sikap positif siswa terhadap mata pelajaran Fisika adalah dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang aktif, sehingga tidak terjadi negosiasi gagasan, menerima informasi dan instruksi secara pasif, kurang minat untuk memperoleh pengalaman penerapan dalam kehidupan sehari- hari ataupun dalam teknologi. Dalam kaitannya dengan ini guru seharusnya dapat membangkitkan minat siswa dengan cara memperbaiki sistem pengajaran dengan pendekatan dan metode- metode penyampaian pengajaran dan mengevaluasinya. Berbagai pola pendekatan, model/ metode dan media pembelajaran yang bervariasi
dapat
meningkatkan
minat
dan
kemampuan
kognitif
siswa.
Pembelajaran tidak hanya monoton dilakukan dengan ceramah di depan kelas atau belajar secara individual dan hanya berpegang teguh pada diktat- diktat atau bukubuku paket, karena siswa akan cepat bosan. Kebosanan inilah yang pada akhirnya dapat melemahkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran. Dengan
4
menggunakan pola pendekatan, metode dan media pembelajaran yang bervariasi, kebosanan siswa dapat dihindari. Pendekatan dan metode penyampaian pembelajaran yang serasi menentukan pestasi belajar siswa. Pada penelitian ini, digunakan pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi pada pokok bahasan Getaran. Usaha ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar siswa terhadap Fisika. Menurut Edgar mencoba menyimpulkan hubungan minat dan prestasi belajar sebagai berikut: 1. Ada korelasi yang kuat antara minat dengan prestasi belajar. 2. Minat diperdalam, diperkuat dan diberikan arah baru maka minat tersebut akan ditransformasikan menjadi kekuatan yang kreatif. Dalam hal ini adalah prestasi belajar dan dibangkitkan untuk “memobilisasi kemauan untuk belajar”. 3. Minat ”baru” dapat dan harus diketemukan. 4. Suatu bagian essensial dari tugasnya untuk mengorganisir belajar, tidak lain daripada untuk membangkitkan dan memobilisir kemauan (minat) belajar. (James R. Mursell,1973:74-75)
Sedangkan berdasarkan The Journal of Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006 dinyatakan
“She was able to assess their strengths and weaknesses. Moreover, adopting and weaving constructivism into the course design afforded students the opportunities to construct their own knowledge by using their different cognitive abilities to learn and interact with peers, teachers, and children. In addition, the interdisciplinary thematic unit allowed students to capitalize on their interests, working styles, and learning styles. Each group selected the topic for the thematic unit and negotiated the roles and assignments that each member would perform. Also, giving students opportunities to evaluate each other and themselves ….” (Marta Casas, 2006:11)
Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme para siswa bisa menilai
5
kekuatan- kekuatan dan kelemahan- kelemahan mereka sendiri. Siswa memperoleh
peluang
untuk
mengembangkan
pengetahuan
mereka
dan
menggunakan kemampuan belajar yang berbeda dan saling berhubungan dengan guru maupun mereka sendiri. Para siswa disini juga berperan besar terhadap minat dan gaya- gaya aktif dalam pembelajaran karena mereka merundingkan tugastugas dan peran- peran yang akan mereka laksanakan memberi peluang untuk saling mengevaluasi. Pengalaman tentang belajar mengajar konstruktivisme akan membantu guru untuk mengenali siswa sehingga guru dapat menindaklanjuti siswa. Berdasarkan Edgar tidak nampak ada hubungan antara pendekatan pembelajaran dengan minat belajar Fisika sedangkan menurut The Journal of Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006 nampak ada hubungan antara pendekatan pembelajaran dengan minat belajar Fisika. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme pada Pembelajaran Fisika dan Minat Belajar Siswa terhadap Fisika di SMA”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis perlu mengidentifikasikan masalah- masalah yang mungkin muncul dalam penelitian ini. Adapun identifikasi masalahnya sebagai berikut: 1. Prestasi belajar siswa, dalam hal ini kemampuan kognitif siswa di SMA pada mata pelajaran Fisika masih rendah. 2. Prestasi belajar siswa, kemampuan kognitif siswa tergantung pada faktor internal seperti sikap positif terhadap mata pelajaran, minat dan motivasi siswa. 3. Pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan kurang sesuai dengan pokok bahasannya, sehingga siswa tidak dapat memahami materi secara maksimal.
6
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan dan dengan adanya keterbatasan waktu, kemampuan, sarana dan prasarana yang tersedia serta agar penelitian terarah, maka pembatasan masalah yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran
Fisika
dalam
penelitian
menggunakan
pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. 2. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa, dalam hal ini yang dibahas adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika. 3. Prestasi belajar Fisika siswa yang ditinjau yaitu pada kemampuan kognitif siswa. 4. Materi pelajaran yang diambil adalah pokok bahasan Getaran untuk siswa SMA kelas XI semester I.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba menarik rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA? 2. Adakah perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA? 3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA?
7
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen
dan metode
demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. 2. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. 3. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.
F. Manfaat Penelitian Setelah perumusan masalah di atas diperoleh jawaban, diharapkan penelitian ini berguna untuk: 1. Memberi masukan kepada guru dan calon guru agar dapat memilih pendekatan dan metode yang tepat dalam penyampaian materi. 2. ++]r2Memberi masukan kepada guru, calon guru dan siswa agar memperhatikan minat belajar siswa yakni sikap positif terhadap mata pelajaran sebagai kemampuan pendukung sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Memberi masukan kepada guru dan calon guru yang mengadakan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini dalam ruang lingkup yang lebih luas dan pembahasan yang lebih mendalam.
8
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar Belajar memiliki makna yang luas dan kompleks sehingga pengertian belajar sangatlah rumit. Belajar merupakan hal penting bagi manusia baik disadari atau tidak. Belajar merupakan suatu proses ditandai adanya suatu perubahan pada diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti penambahan pengetahuan, kecakapan, pemahaman sikap dan tingkah laku serta segala aspek yang ada pada individu. Dengan belajar terbentuk kemampuan- kemampuan baru yang dimiliki dalam jangka waktu yang relatif lama. Definisi belajar diantaranya: 1). Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku sesorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang- ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan- keadaan sesaat sesorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya)” 2). Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1997) menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya (perfomancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. 3). Morgar, dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. 4). Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”. (Ngalim Purwanto,1990:84)
9
Dari pengertian- pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1). Belajar adalah suatu proses aktivitas yang dapat membawa perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman yang relatif menetap pada individu. 2). Perubahan itu terjadi karena pengalaman yang berulang- ulang. 3). Perubahan- perubahan relatif itu menetap pada suatu periode yang cukup panjang. b. Pembelajaran Pembelajaran atau instruksional atau pengajaran mempunyai pengertian sebagai usaha sadar dan aktif dari guru terhadap siswa, agar siswa berkeinginan untuk belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa. Tujuan pembelajaran merupakan apa yang diinginkan guru dari siswanya pada akhir suatu pelajaran, dan apa yang seharusnya siswa peroleh atau mengetahui pada akhir suatu pelajaran. Tujuan pembelajaran yaitu tercapainya tujuan belajar siswa, apabila apa yang dicapai atau diperoleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang diinginkan guru dari siswa setelah mengikuti pembelajaran.
2. Pembelajaran Fisika Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya. IPA mempunyai beberapa cabang, salah satu diantaranya adalah Fisika. Fisika merupakan bagian dari sains, maka untuk mengembangkan Fisika dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan hakikatnya. Menurut Brockhaus (1972) dikemukakan bahwa, “Fisika adalah pengajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, pengujian secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”. Herbert (Druxes,1986:3).
10
Sedangkan menurut Gerthsen (1958) “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan
gejala-gejala
alam
sesederhana-sederhananya
dan
berusaha
menemukan hubungan antara kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. (Herbert Druxes, 1986:3) Sesuai dengan kurikulum 2004, mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan bagian dari IPA atau Sains yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu produk, proses, dan memerlukan sikap ilmiah. Fisika digali dari fenomenafenomena yang terjadi di alam. Kejadian- kejadian tersebut diteliti dan dipelajari kemudian hasil yang diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah kejadiannya. Untuk selanjutnya ditemukan pengetahuan- pengetahuan baru yang bersifat dinamis serta aspek- aspek yang saling berhubungan.
3. Pendekatan Konstruktivisme Model pengembangan teori konstruktivisme bukan pada rasionalis tetapi pada pemahaman sehingga menarik karena kesederhanan bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. konstruktivisme lebih banyak melihat proses bagaimana seseorang menjadi tahu tentang sesuatu yang kita amati. Pada pembelajaran konstruktivisme, subyek pelajar berperan aktif dalam merekonstruksi makna, mengasimilasi dan menghubungkan bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki sehingga pengertiannya menjadi berkembang.
11
Butir- butir penting yang disarankan oleh model belajar- mengajar konstruktivisme yaitu: a. Murid harus selalu aktif sesama pembelajaran. b. Proses aktif ini adalah proses membuat transmisi melalui interpretasi. c. Interpretasi dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan negosisasi pemikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab. d. Tanya jawab didorong oleh kegiatan inquiry (ingin tahu) para siswa. Jadi kalau siswa tidak bicara, berarti murid tidak belajar optimal. e. Kegiatan belajar- mengajar tidak hanya merupakan suatu proses pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan ketrampilan dan pengetahuan. (E. Mulyasa, 2006:240)
Menurut
kaum
konstruktivis,
belajar
adalah
merupakan
proses
mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dipunyai siswa, sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa semakin berkembang. “Ciri–ciri belajar konstruktivisme adalah belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus– menerus” (Paul Suparno,1997:61). Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri. Sesuai dengan paper berjudul Coming to Understand Teaching as a Way of Being: Teachers as Knowers, Reasoners, and Understanders dikemukakan bahwa “…understanding of constructivism was that it was equivalent to some sort of discovery learning model in which students discover for themselves the laws of physics”
(Allan
Feldman,1995).
Pernyataan
ini
menyebutkan
bahwa
konstruktivisme sebanding dengan beberapa macam penemuan yang belajar membentuk para siswa untuk menemukan hukum ilmu Fisika.
12
Tahapan belajar mengajar konstruktivisme digambarkan pada gambar 2.1. berikut: Alokasi Waktu PEMANASAN- APERSEPSI Tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman
5- 10%
EKSPLORASI Memperoleh atau mencari informasi baru
25- 30%
KONSOLIDASI PEMBELAJARAN Negosisasi dalam mencapai pengetahuan baru
35- 40%
PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU Pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap dan perilaku
10%
PENILAIAN FORMATIF
10%
Gambar 2.1. Tahapan belajar- mengajar konstruktivisme a. Pemanasan– Apersepsi 1). Pelajaran dimulai dengan hal–hal yang diketahui dan dipahami peserta didik. 2). Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik. 3). Peserta didik di dorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru. b. Eksplorasi 1). yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan peserta didik akan materi/ ketrampilan baru diperkenalkan. 2). Kaitkan materi ini dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik. 3). Cari metodologi materi baru tersebut. c. Konsolidasi Pembelajaran 1). Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajaran baru. 2). Libatkan siswa secara aktif dalam problem solving 3). Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi ajar yang baru dengan berbagai aspek kegiatan/ kehidupan lingkungan. 4). Cari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.
13
d. Pembentukan Sikap dan Perilaku 1). Peserta didik didorong untuk menerapkan konsep/ pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari–hari. 2). Peserta didik membngun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari–hari berdasarkan pengertian yang dipelajari. 3). Cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan perilaku peserta didik. e. Penilaian Formatif 1). Kembangkan cara–cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik. 2). Gunakan hasil penelitian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah–masalah yang dihadapi guru. 3). Cari metodologi yang paling tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. (E. Mulyasa, 2006:242-243)
4. Metode Pengajaran Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pendidik untuk menyampaikan materi/ bahan pelajaran kepada peserta didik. Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi. a. Metode Eksperimen Eksperimen atau percobaan adalah suatu tuntutan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat dinikmati masyarakat secara aman. Eksperimen pun dilakukan orang agar diketahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan mengembangkannya menjadi suatu teori. kegiatan eksperimen yang dilkukan peserta didik merupakan kesempatan meneliti yang dapat mendorong merekonstruksi pengetahuan mereka sendiri, berfikir ilmiah dan rasional serta lebih lanjut pengalamannya itu berkembang. ”Metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu” (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136).
14
Adapun tujuan dari metode eksperimen adalah: 1). Agar peserta didik mampu menyimpulkan faktor- faktor informasi atau data yang diperoleh. 2). Melatih peserta didik merancang, memperesiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaan. 3). Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan. Metode eksperimen mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut: a). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulan percobaannya daripada hanya menerima kata guru atau buku. b). Peserta didik terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya. c). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah. d). Memperkaya pengalaman dengan hal- hal yang bersifat obyektif, realitas dan menghilangkan verbalisme. e). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama. Selain mempunyai kelebihan tersebut, metode eksperimen mempunyai kekurangan sebagai berikut: 1). Memerlukan peralatan percobaan yang komplit. 2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang memerlukan waktu yang lama. 3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang berpengalaman dalam penelitian. 4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada kesalahan menyimpulkan. (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136-137) b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan suatu gejala, proses pada anak didiknya. Demonstrasi dapat dilakukan pada awal pelajaran yang akan diberikan atau sebagai pelemparan masalah pada saat pelajaran berlangsung untuk membantu menjelaskan dan pada saat akhir pelajaran unttuk mencocokkan teori yang telah diberikan. Adapun penggunaan metode demonstrasi adalah agar siswa dapat memahami tentang cara mengatur atau menyusun suatu alat percobaan dan mengetahui kerjanya. Bila siswa melakukan sendiri maka akan diketahui kebenaran suatu teori di dalam praktek.
15
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam demontrasi: 1). Guru harus mampu menyusun rumusan tujuan instruksional, agar dapat memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar. 2). Pertimbangkanlah baik- baik apakah pilihan teknik anda mampu menjamin tercapainya tujuan yang telah anda rumuskan. 3). Amatilah apakah jumlah siswa memberikan kesempatan untuk suatu demonstrasi yang berhasil, bila tidak anda harus mengambil kebijakan lain. 4). Apakah anda telah meneliti alat- alat dan bahan yang akan digunakan mengenai jumlah, konmdisi, dan tempatnya. Juga anda perlu mengenal baik- baik atau telah mencoba terlebih dahulu agar demonstrasi itu berhasil. 5). Harus sudah menentukan garis besar langkah- langkah yang akan dilakukan. 6). Apakah tersedia waktu yang cukup, sehingga anda dapat memberi keterangan yang perlu dan siswa dapat bertanya. 7). Anda perlu mengadakan evaluasi apakah demonstrasi yang anda lakukan itu berhasil dan bila perlu demonstrasi perlu diulang. (Roestiyah N.K.,1991:84)
Pada penggunaan demonstrasi perhatian siswa akan terpusat pada pelajaran yang diberikan selanjutnya akan memberikan motivasi yang kuat untuk siswa agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Kelemahan metode ini adalah bila alatnya kecil atau penempatan kurang tepat, menyebabkan demonstrasi itu tidak dapat dilihat dengan jelas oleh seluruh siswa. Dalam hal ini dituntut pula agar guru harus mampu menjelaskan proses berlangsungnya demonstrasi; dengan bahasa dan suara yang dapat ditangkap oleh siswa. Juga bila waktu tidak tersedia cukup; maka demonstrasi akan berlangsung putus- putus; atau tidak dijalankan tergesa- gesa; sehingga hasilnya memuaskan. Dalam demonstrasi bila siswa tidak diikutsertakan, maka proses demonstrasi akan kurang dipahami oleh siswa, sehingga kurang berhasil adanya demonstrasi tersebut. (Roestiyah N.K.,1991:85)
c. Metode Diskusi Metode diskusi adalah proses pembelajaran yang telah dipersiapkan dan direncanakan sebelumnya dan melibatkan lebih dari dua individu untuk saling bertukar pengalaman dan memecahkan masalah. Metode ini bertujuan untuk melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi,
16
menafsirkan dan menyimpulkan bahasan, melatih kestabilan emosional, menegembangkan kemampuan berfikir dan melatih keberanian peserta didik. Mengajar dengan teknik diskusi ini berarti: 1). kelas dibagi dalam beberapa kelompok. 2). Dapat mempertinggi partisipasi siswa secara individual. 3). Dapat mempertinggi kegiatan sebagai keseluruhan dan kesatuan. 4). rasa sosial mereka dapat dikembangkan, karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal, mendorong rasa kesatuan. 5). Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat. 6). Merupakan pendekatan yang demokratif. 7). Menghayati kepemimpinan bersama- sama. 8). Membantu mengembangkan kepemimpinan. Kelemahan metode diskusi: 1). Kadang- kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan; bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang. Untuk mengatasi hal ini instruktur harus menguasai benar- benar permasalahannya, dan mampu mengarahkan pembicaraan, sehingga bisa membatasi waktu yang diperlukan. 2). Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau cobacoba saja. Maka pada siswa dituntut untuk berfikir ilmiah, hal mana itu tergantung pada kematangan, pengalaman dan pengetahuan siswa.tidak dapat dipakai dalam kelompok besar. 3). Peserta mendapat informasi yang sangat terbatas. 4). Dapat dikuasai oleh orang- orang yang suka berbicara. 5). Menghendaki pendekatan yang formal. (Roestiyah N.K.,1991:5-6)
Tujuan dari metode diskusi adalah: 1). Mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya dalam memecahkan masalah, tidak tergantung pada pendapat orang lain. 2). Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara lisan, untuk melatih kehidupan yang demokratis.
17
5. Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti yang seluas-luasnya. Aspek kognitif secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang di kembangkan oleh Bloom, yaitu: a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk mengingatingat kembali atau mengenali kembali nama, istilah, ide, geja dan rumusrumus
dan
sebagainya,
tanpa
mengharapkan
kemampuan
untuk
mempergunakannya. b. Pemahaman (comprehention), yaitu kemampuan seseorang utmuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. c. Penerapan (application), yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode- metode, prinsipprinsip, rumus- rumus dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. d. Analisis (analysis), adalah kemampuan seseorang untuk meinci atau menguraikan suatu bahan dalam keadaan menurut bagian- bagian yang lebih kesil dan mampu memahami hubungan diantara abgian- bagian atau faktorfaktor lainnya. e. Sintesis (syntesis), adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. f. Evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan seseorang untuk membuata pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide untuk tujuan tertentu. (Anas Sudijono, 1995: 50-53)
6. Minat Belajar “Minat adalah kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasakan tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu”. (Winkel,2005:212) Minat belajar timbul karena adanya perhatian, oleh karena itu untuk menimbulkan minat belajar sebaiknya harus menimbulkan perhatiannya pada materi tertentu. Seorang peserta didik tidak akan belajar dengan sungguh-
18
sungguh bila ia tidak berminat pada materi yang diajarkan oleh pendidik dan berdampak hasil belajar tidak sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang berminat pada pelajaran Fisika akan memusatkan perhatian yang lebih banyak dan intensif terhadap Fisika. ”Minat adalah suatu keadaan dimana seorang mempunyai perhatian terhadap sesuatu yang disertai untuk mengetahui dan mempelajari maupun membuktikannya lebih jauh.” (Bimo Walgito,1983:32). Siswa yang berminat terhadap pelajaran akan memiliki kesadaran untuk melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar. ”Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan
keinginannya
dan
kebutuhan-
kebutuhan
sendiri.”
(Sardiman
A.M,1990:76). Kebutuhan- kebutuhan ini didukung sesuai pernyataan ”Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”. (Muhibbin Syah,2003:136): Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut unsur- unsur minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika antara lain: 1. Merasa butuh mempelajari Fisika 2. Merasa senang mempelajari Fisika 3. Keinginan untuk mempelajari Fisika 4. Kesiapan menghadapi kesulitan belajar Fisika 5. Niat berusaha mengatasi kesulitan belajar Fisika Untuk menarik minat belajar siswa diperlukan beberapa teknik antara lain merasionalkan apa yang masih menjadi perhatian ataupun menjelaskan esensi isi/ materi pelajaran yang telah didiskusikan. Dalam kegiatan belajar- mengajar, seorang guru berupaya membangkitkan minat dengan menerapkan sebanyak mungkin teknik dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
7. Pokok Bahasan Getaran Getaran adalah salah satu materi pokok bidang studi Fisika dimana menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan diajarkan pada siswa kelas XI IPA. Adapun materinya sebagai berikut:
19
a. Pengertian Getaran Getaran adalah gerak bolak- balik melalui titik kesetimbangan yang dipengaruhi oleh gaya pemulih yang besarnya sebanding dengan simpangannya. Misalnya getaran pada ayunan sederhana (bandul) dan getaran beban pada pegas. 1). Getaran beban pada ayunan
A C B Gambar 2.2. Beban pada ayunan yang bergerak bolak- balik secara periodik melalui titik setimbang.
Mula- mula benda diam pada titik kesetimbangan B, kemudian ditarik ke kiri (A) dengan sudut simpangan kecil, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2. sesaat setelah beban dilepaskan, beban akan bergerak dari A ke B kemudian kembali ke C, kembali lagi ke A, berulang- ulang secara periodik. Dapat dikatakan bahwa beban pada ayunan tersebut melakukan getaran secara periodik. Periode getaran (T) adalah waktu yang diperlukan beban untuk melakukan satu kali getaran. Pada ayunan gambar 2.2 satu getaran adalah gerakan dari A ke C dan kembali lagi ke A. Jadi periode ayunan (T) adalah selang waktu yang diperlukan beban dari kedudukan A ke C dan kembali lagi ke A. Frekuensi getaran (f) adalah banyak getaran yang dilakuakn beban dalam satu s. a). Amplitudo Getaran Amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik kesetimbangan. Pada ayunan gambar 2.2, amplitudo getaran adalah jarak AB atau jarak CB. Perhatikan bahwa amplitudo adalah setengah dari jarak ayunan penuh (jarak AC) yang dilakukan beban.
20
b). Hubungan Periode dengan Frekuensi Ada hubungan yang penting antara frekuensi dan periode. Dari definisi frekuensi dapat disimpulkan bahwa dalam satu s dapat dilakukan f getaran. Dengan demikian, selang waktu untuk menempuh 1 kali getaran adalah
1 sekon . f
Selang waktu diperlukan untuk menempuh 1 getaran adalah periode T, sehingga diperoleh hubungan antara periode dan frekuensi
1 = T. f
2). Getaran pada Pegas Pegas tidak diberi beban dan disebut pegas bebas. Begitu beban dihubungkan ke ujung pegas, pegas bertambah panjang sejauh Dx . Di titik O, beban berada pada kesetimbangan. Pada titik kesetimbangan ini beban masih dalam keadaan diam (belum bergerak) kemudian beban ditarik ke bawah sejauh B (amplitudo) dan dilepaskan sehingga beban bergerak berulang- ulang secara periodik. Seperti terlihat pada gambar 2.3.
O
x1 A
x2
F W
W Gambar 2.3. Sebuah beban bermassa m digantungkan pada pegas. Beban bergerak berulang- ulang secara periodik melalui titik setimbang. Berdasarkan hukum Hooke: F = kx1 mg = kx1
( 1)
di mana k adalah konstanta gaya dari pegas. Ketika massa m berada di titik B, besarnya gaya yang bekerja pada pegas sama dengan k ( x1 + x2 ) . Dengan demikian resultan gaya yang bekerja pada saat beban berada pada titik B adalah: F = mg - k ( x1 + x2 ) F = mg - kx1 - kx2
21
Berdasarkan persamaan (1): mg = kx1, persamaan di atas menjadi: F = kx1 - kx1 - kx2 F = -kx2
(2)
Sesuai dengan hukum II Newton: F = ma, persamaan (2) bisa dituliskan sebagai: ma = -kx2 a=-
k x2 m
(3)
Dari pokok bahasan Gerak Melingkar Beraturan, percepatan sebuah benda yang sedang bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari r didefinisikan sebagai a = -w 2 r . Getaran harmonis sederhana merupakan gerak yang sama dengan
gerak melingkar beraturan, sehingga dalam getaran harmonis sederhana pada pegas berlaku a = -w 2 x2 , dan persamaan (3) menjadi: - ω 2 x2 =
-k x2 n
k m k ω= m ω2 =
karena ω =
2π T
2π k = T m maka T = 2π
m k
Persamaan di atas digunakan untuk menentukan periode getaran harmonis sederhana dari sebuah beban bermassa m yang digantungkan pada sebuah pegas dengan konstanta gaya k.
22
B. Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnnya, maka dapat dikemukakan kerangka berfikir sebagai berikut: 1. Perbedaan Pengaruh antara Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain ialah pendekatan pembelajaran, metode pengajaran dan minat siswa terhadap mata pelajaran. Penggunaan metode pembelajaran tidak selalu efektif disetiap kondisi karena adanya perbedaan minat siswa. Pola pembelajaran yang bersifat demokratis dapat mengembangkan prestasi belajar siswa. Pola pembelajaran yang seperti ini hampir memiliki kesamaan dengan pendekatan konstruktivisme, siswa menyampaikan pengetahuan berdasarkan maknanya sendiri sesuai dengan apa yang mereka lihat. Pendekatan pembelajaran yang sesuai diharapkan guru mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai pula. Semakin baik strateginya semakin efektif pencapaian tujuan pembelajaran. Banyak metode pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itu guru harus pandai memilih metode yang tepat untuk materi yang diajarkan kepada siswa. Pada penelitian ini akan digunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang menuntut siswa aktif, kreatif dalam memunculkan ide- ide dalam memahami konsep maupun hukumhukum Fisika, yang mengkombinasikan lesan dan perbuatan untuk menjelaskan suatu konsep sehingga timbul kesan mendalam terhadap apa yang siswa pelajari. 2. Pengaruh antara Minat Belajar Kategori Kuat, Sedang dan Lemah terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA. Faktor internal yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah minat belajar siswa. Siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika maka ia akan cepat merasa bosan, mengantuk sehingga prestasi belajar menurun. Sedangkan siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi maka ia akan berusaha untuk meningkatkan prestasinya.
23
3. Interaksi antara Pengaruh Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui Metode Belajar dan Minat Belajar Siswa terhadap Kemampuan Kognitif Siswa di SMA. Pemilihan pendekatan pembelajaran melalui metode pembelajaran yang tepat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi membantu siswa dalam menerima sebagian besar materi apa yang disampaikan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi akan meningkatkan minat dan aktivitas belajar siswa berperan aktif dalam menghubungkan teori dengan percobaan. Secara sederhana kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.4 berikut: Minat belajar kategori kuat, B1 Kelas eksperimen
Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen, A1
Minat belajar kategori sedang, B2 Minat belajar kategori lemah, B3 Kemampuan kognitif siswa
Keadaan Awal Minat belajar kategori kuat, B1 Kelas demonstrasi
Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi,A2
Minat belajar kategori sedang, B2 Minat belajar kategori lemah, B3
Gambar 2.4 Skema Kerangka Berfikir
24
C. Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen (A1) dan metode demonstrasi (A2)
terhadap
terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. 2. Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat (B1), sedang (B2) dan lemah (B3) terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. 3. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran (A) dan minat belajar siswa (B) terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Sragen tahun pelajaran 2008/2009. Pertimbangan yang mendasari untuk memilih SMA Negeri 3 Sragen sebagai tempat penelitian adalah karena SMA tersebut memiliki fasilitas yang mendukung pelaksanaan penelitian, seperti adanya jumlah siswa dan kelas yang cukup mendukung serta adanya peralatan percobaan yang diperlukan saat penelitian. 2. Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian ini dalam tiga tahap. Adapun tahapantahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap persiapan yang meliputi: pengajuan judul, penyusunan proposal penelitian, permohonan perijinan kepada instansi terkait. b. Tahap pelaksanaan yang meliputi: pengarahan penelitian pada sekolah yang bersangkutan, pemakaian instrumen penelitian, pelaksanaan mengajar dan pengambilan data. c. Tahap penyelesaian yang meliputi: menganalisis data, menyusun laporan penelitian dan konsultasi kepada dosen pembimbing. Tahapan penelitian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.
B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain faktorial 2X3 dengan frekuensi isi sel tak sama, dengan model sebagai berikut:
26
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian B
B1
B2
B3
A1
A1B1
A1B2
A1B3
A2
A2B1
A2B2
A2B3
A
Keterangan: A
= Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme.
A1 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Eksperimen. A2 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Demonstrasi. B
= Minat Belajar Siswa terhadap Fisika.
B1 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Kuat. B2 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Sedang. B3 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Lemah. Dalam penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai kelas eksperimen (A1) dan metode demonstrasi sebagai kelas kontrol (A2). Kedua kelas diasumsikan sama dalam semua segi dan hanya berbeda dalam pemberian metode pembelajaran. Kemudian antar kelompok diukur tingkat minat belajar terhadap mata pelajaran Fisika, sehingga diperoleh data siswa yang memiliki minat belajar kategori kuat (B1), sedang (B2) dan lemah (B3). Pada akhir eksperimen, kedua kelompok tersebut diukur kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Getaran dengan alat ukur yang sama yaitu berupa tes akhir. Hasil kedua pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen yang kemudian diolah dan dibandingkan dengan statistik yang digunakan.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Sragen tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas XI IPA1 sampai dengan kelas XI IPA4.
27
2. Sampel Dari populasi di atas diambil sampel yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas XI IPA3 sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 33 siswa dan XI IPA4 sebagai kelas kontrol yang terdiri dari 37 siswa. 3. Teknik Pengambilan Sampel Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan cara memandang populasi sebagai kelompok- kelompok. Adapun langkah yang ditempuh adalah: a. Mengambil kelas yang mempunyai rata-rata Fisika hampir sama. b. Mengambil dua kelas yang digunakan sebagai faktor A dan faktor B
D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas a. Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme 1). Definisi operasional : pendekatan pembelajaran dengan melihat proses bagaimana seseorang menjadi tahu sesuatu yang kita amati. Pada penelitian ini digunakan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai kelas eksperimen dan metode demonstrasi sebagai kelas kontrol. 2). Kategori: (a). Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen (b). Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi. b. Minat Belajar Siswa terhadap Mata Pelajaran Fisika 1). Definisi operasional : kecenderungan siswa untuk merasa tertarik pada mata pelajaran Fisika terutama bahasan Getaran. Untuk memperoleh data mengenai minat dapat digunakan metode angket. 3). Indikator
: nilai angket minat belajar siswa terhadap pelajaran Fisika.
28
2). Skala pengukuran
: skala interval yang diubah ke skala ordinal, terdiri
dari tiga kategori yaitu: (a). Minat belajar siswa kategori kuat, nilai > mean + SD (b). Minat belajar siswa kategori sedang, mean -SD £ nilai £ mean + SD (c). Minat belajar siswa kategori lemah, nilai < mean - SD Keterangan : SD ( Standar Deviasi) 2. Variabel Terikat Variabel penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Getaran. 1). Definisi operasional : prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil usaha yang dicapai siswa setelah melakukan proses belajar mengajar, sehingga mengakibatkan perubahan sikap yang ditunjukkan pada nilai tes pokok bahasan Getaran. 2). Indikator
: nilai tes prestasi belajar siswa Pokok Bahasan Getaran.
3). Skala pengukuran
: Interval
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui keadaan awal siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Dokumen keadaan awal siswa diambil dari nilai rapor siswa semester II kelas X tahun pelajaran 2007/2008 sebelum kelas XI tahun pelajaran 2008/2009 yang digunakan untuk menguji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. 2. Teknik Angket Untuk mendapatkan data minat siswa terhadap pelajaran Fisika digunakan metode angket. Angket terdiri dari pertanyaan/ pernyataan yang mengandung kondisi siswa yang menjadi tujuan pengajaran. Angket merupakan alat serta teknik pengumpulan data yang mengandalkan informasi atau keterangan dari sumber data responden. Dalam penelitian ini memuat pertanyaan/ pernyataan
29
kondisi mengenai minat belajar siswa yang terdiri dari 40 soal pilihan dengan 4 alternatif jawaban. Penilaian angket adalah: Untuk butir angket pertanyaan positif - Jawaban a nilai: 4 - Jawaban b nilai: 3 - Jawaban c nilai: 2 - Jawaban d nilai: 1 Untuk butir angket pertanyaan negatif - Jawaban a nilai: 1 - Jawaban b nilai: 2 - Jawaban c nilai: 3 - Jawaban d nilai: 4 Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu mencari definisi minat dari berbagi sumber lalu membuat kisi- kisi angket minat belajar siswa terhadap Fisika dan mengembangkannya dalam bentuk soal. Semua instrumen angket dikonsultasikan dengan konsultan pendidikan apakah angket tersebut memenuhi syarat sebagai angket kemudian di try out kan. 3. Teknik Tes Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun oleh penulis yang dikonsultasikan pada pembimbing yang kemudian di try out kan. Teknik tes yang digunakan untuk mengumpulkan data prestasi siswa pada pelajaran Fisika pokok bahasan Getaran. Tes ini menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes obyektif.
F. Instrumen Penelitian Instrumen saat penelitian meliputi, Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah dikonsultasikan kepada pembimbing. Instrumen saat pengambilan data, yaitu angket minat siswa terhadap Fisika dan tes prestasi siswa dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum diteskan, angket minat belajar siswa terhadap Fisika dan instrumen tes kemampuan kognitif harus di try
30
out kan terlebih dahulu. Try out dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sragen yaitu kelas XI IPA4. 1. Instrumen Angket Angket minat siswa terhadap Fisika digunakan untuk mengukur minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Langkah-langkah dalam pembuatan angket: a. Membuat kisi- kisi angket minat siswa dengan langkah- langkah: 1). Menyusun aspek dan indikator minat siswa. 2). Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masingmasing indikator. b. Menyusun item sesuai dengan indikator c. Men try out kan angket minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika. d. Menghitung reliabilitas dan validitas angket. Untuk menghitung validitas dan reliabilitas angket digunakan rumus sebagai berikut: a. Validitas Angket Untuk menguji validitas butir angket pada penelitian ini digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
rxy =
n å XY - (å X )(å Y )
(n å X
2
)(
- (å X ) n å Y 2 - (å Y ) 2
2
)
dimana rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y dua variabel yang dikorelasikan. Jika rxy > rtabel maka soal valid dan jika rxy < rtabel maka soal tidak valid. (Suharsimi Arikunto, 2005:72) Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga g . Jika g pbis > g tabel , maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga g pbis £ g tabel ,
31
berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. b. Reliabilitas Angket Untuk pengujian reliabilitas angket dengan kemungkinan jawaban 1, 2, 3, dan 4 digunakan rumus alpha yaitu: 2 é n ùé å σi ù r11 = ê ú ê1 2 ú σt û ë (n - 1) û ë
Keterangan:
r11
= reliabilitas yang dicari
n
= banyaknya butir pertanyaan
σ å
st
t i 2
= jumlah varians nilai tiap- tiap item = varians total
Kriteria item: 0,80 < r11 £ 1,00 : Tinggi 0,60 < r11 £ 0,80 : Cukup 0,40 < r11 £ 0,60 : Agak Rendah 0,20 < r11 £ 0,40 : Rendah 0,00 < r11 £ 0,20 : Sangat Rendah (Suharsimi Arikunto, 2005:109) Perangkat dikatakan reliabel apabila memperoleh r11 > rtabel pada taraf signifikansi 0,05. 2. Instrumen Tes Metode tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan kognitif yang dicapai siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk
32
memperoleh data kemampuan kognitif siswa maka perlu disusun instrumen terlebih dahulu untuk di try out kan. Tes prestasi ini memuat tentang materimateri yang memuat sub pokok bahasan Getaran sebanyak 39 soal tes obyektif dengan lima alternatif jawaban. Sebelum instrumen tes digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu diujikan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dikatakan baik atau tidak. Suatu instrumen tes dikatakan baik bila memenuhi syarat- syarat daya pembeda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas. Butir soal yang memenuhi syarat dapat digunakan sebagai instrumen dan yang tidak memenuhi tidak digunakan. a. Daya Pembeda Soal Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi disingkat D. Untuk menentukan daya pembeda seluruh peserta tes dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Seluruh peserta tes diurutkan mulai dari nilai teratas sampai terbawah. Indeks pembeda (diskriminasi) berkisar antara 0,0 sampai 1,0 walaupun ada tanda positif dan negatif. -1,00 Daya pembeda item bersifat negatif D=
0,0 Item yang bersangkutan tidak memiliki daya pembeda sama sekali
+1,00 Daya pembeda item bersifat positif
B A BB = PA - PB JA JB
dengan: J
= jumlah peserta tes
JA
= banyaknya peserta kelas atas
JB
= banyaknya peserta kelas bawah
BA
= banyaknya kelas atas menjawab soal itu benar
BB
= banyaknya kelas bawah menjawab soal itu benar
PA =
BA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar JA
33
PB =
BB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar JB
besarnya angka
klasifikasi
interpretasi
indeks diskriminasi item (D) Kurang dari 0,20
poor
Butir
item
yang
bersangkutan
daya
pembedanya lemah sekali (jelek) dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik 0,20- 0,40
satisfactory Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang).
0,40- 0,70
good
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.
0,70- 1,00
excellent
Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali.
Bertanda negatif
-
Butir
item
yang
bersangkutan
daya
pembedanya negatif (jelek sekali) (Anas Sudijono, 1995: 389) Butir-butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang daya pembeda cukup (sedang) dan yang memiliki daya pembeda baik. Butir-butir soal yang digunakan memiliki nilai daya pembeda antara 0,4 sampai dengan 0,7. Hasil penelitian ditunjukkan pada lampiran 20. b. Derajat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menunjukkan sukar atau mudah digunakan indeks kesukaran. Dalam istilah evaluasi indeks kesukaran diberi simbol P. Indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu sulit sedangkan indeks kesukaran 1,0 menunjukkan bahwa soal mudah. Indeks kesukaran dirumuskan sebagai berikut: P=
B JS
34
dimana: P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria : Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah (Suharsimi Arikunto, 2005:207-210) Butir-butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang memiliki derajat kesukaran mudah, sedang dan sukar. c. Uji Validitas Isi Validitas memiliki arti ketepatan dan kecermatan instrumen. Cermat berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil- kecilnya diantara subyek yang satu dengan yang lain. Isi tes harus memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan yang akan diukur. Instrumen memuat bahan pelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Pada penelitian kurikulum yang dipakai adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Untuk menguji validitas item digunakan rumus point biseral sebagai berikut:
g pbis =
M p - Mt St
P q
Dengan:
g pbis = koefisien korelasi biseral Mp
= rerata nilai subyek yang menjawab benar
Mt
= rerata nilai soal
St
= standar deviasi dari nilai total
35
P
= proporsi siswa yang menjawab item dengan benar =
q
banyaknya siswa yang menjawab item dengan benar jumlah seluruh siswa
= proporsi siswa yang menjawab item dengan salah (q=1- p) (Suharsimi Arikunto, 2005:79)
Kriteria Item:
g pbis > g tabel : item valid g pbis £ g tabel : item tidak valid Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga g . Jika g pbis > g tabel , maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga g pbis £ g tabel , berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. Berdasarkan hasil penelitian,dari 39 item soal terdapat 5 butir item yang tidak valid yaitu butir no.18,32,33,35 dan 38. Hasil tersebut ditunjukkan pada lampiran 20. d. Realibilitas Instrumen dikatakan reabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif sama pada saat akan dilakukan pengukuran lagi pada responden yang sama pada waktu yang berlainan. Reliabel tes hasil belajar diuji dengan KR- 20 yaitu: æ n öæç å pi qi ö÷ r11 = ç ÷ 12 ÷ st è n - 1 øçè ø
Dengan; r11 = indeks reabilitas instrumen n
= banyaknya butir instrumen
pi = proporsi jumlah subyek yang menjawab benar pada butir ke- i qi = 1- pi, i= 1,2,…..n St2 = variansi total
36
kriteria reabilitas: 0,00< r11< 0,20 : reabilitas sangat rendah 0,20 < r11 < 0,40 : reabilitas rendah 0,40
: reabilitas cukup
0,60 < r11< 0,80 : reabilitas tinggi 0,80
rtabel pada taraf signifikansi 0,05.
G. Teknik Analisis Data 1. Uji Keseimbangan Keadaan Awal Dalam penelitian ini, uji kesamaan keadaan awal dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara keadaan awal siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yaitu dengan menganalisis data dokumentasi yang berupa nilai rapor semester 2 mata pelajaran Fisika. a. Uji Normalitas Syarat agar analisis dapat diterapkan adalah dipenuhinya sifat normalitas pada distribusi populasinya. Untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal maka dilakukan uji normalitas. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Lilliefors. Prosedur uji normalitas menggunakan metode Lilliefors adalah sebagai berikut: 1). Penggunaan x1 ,x2 ,...,xn dijadikan bilangan baku z1 ,z 2 ,...,z n dengan rumus zi =
xi - x s
( x dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan
baku sampel). 2). Data dari sampel kemudian diurutkan dari nilai terendah sampai nilai tertinggi.
37
3). Untuk tiap bilangan baku ini, menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F ( z i ) = P( z £ z i ) 4). Menghitung proporsi z1 , z 2 ,..., z n yang lebih kecil atau sama dengan z i . Jika proporsi ini dinyatakan oleh s ( z i ) , maka : F ( zi ) =
banyaknya z1 , z 2 ,..., z n yang £ z i , dengan n
n
adalah
banyaknya
subyek. 5). Mencari selisih antara F ( z i ) - s ( z i ) , kemudian menentukan harga mutlaknya yaitu : Li = F ( z i ) - s (z i ) 6). Mengambil harga yang paling besar diantara harga Li , harga ini dinamakan L0 ( L0 = Lmaks )
Kriteria pengujian : Jika L0 < Ltabel , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika L0 ³ Ltabel , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. (Sudjana, 1996:466-467) b. Uji Homogenitas Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Bartlert yang prosedurnya adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis Ho: s 1 = s 2 = s 3 = s 4 (sampel homogen) 2
2
2
2
H1 : s 1 Ï s 2 Ï s 3 Ï s 4 (paling sedikit ada satu variansi yang berbeda atau 2
2
2
2
sampel tidak homogen) 2) Statistik uji
c2 =
(
2,303 2 f log MS err - å f j log S j c
)
38
keterangan: 1 æç 1 1 ö÷ åf -f÷ 3(k - 1) çè j ø å SS j MSerr = f
c =1
SS j = å X j Sj = 2
(å X ) -
2
2
1
nj
SS j nj -1
f : Derajat kebebasan untuk MS err = N - k k : Cacah sampel
f j : Derajat kebebasan untuk S 2j = n j - 1
j : 1, 2, 3, ……, k n j : Cacah pengukuran pada sampel ke – j
3) Daerah kritik
{
DK = c 2 c 2 > c 2 aj ;k -1
}
4) Keputusan uji Jika c 2 hit < c 2 aj ;k -1tabel , maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen untuk a = 5% Þ a j = 1 - a
a = taraf signifikansi c.
Uji – t Dua Ekor Rumus yang digunakan pada uji kesamaan keadaan awal adalah uji–t dua ekor sebagai berikut : t=
Ma - Mb é å X a 2 + å X b 2 ùé 1 1ù ê úê + ú êë n a + nb - 2 úû ë n a nb û
39
di mana : Xa = a - Ma Xb = b - Mb
a : Kelas eksperimen b : Kelas kontrol
M a : Mean kelas eksperimen M b : Mean kelas kontrol n a : Banyaknya subyek kelas eksperimen nb : Banyaknya subyek kelas kontrol
Hipotesis: H 0 Þ m1 = m 2
: Tidak ada perbedaan keadaan awal Fisika antara siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
H 1 Þ m1 ¹ m 2
: Ada perbedaan keadaan awal Fisika antara siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Derajat kebebasan yang digunakan adalah dk = na + nb - 2 Kriteria pengujian: Jika - t
1 1- a 2
< t hitung < t
1 1- a 2
, maka hipotesis nol diterima
Jika t hitung mempunyai harga lain, maka hipotesis nol ditolak 2. Uji Prasyarat Analisis Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi (ANAVA) dua jalan dengan isi sel tak sama dan uji lanjut ANAVA komparansi ganda metode Scheffe. Adapun uji prasyarat analisis variansi sebelum dilakukan uji statistik dengan ANAVA adalah sebagai berikut : a. Uji Normalitas Syarat agar analisis dapat diterapkan adalah dipenuhinya sifat normalitas pada distribusi populasinya. Untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak normal maka dilakukan uji
40
normalitas. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors. Prosedur uji normalitas menggunakan metode Lilliefors adalah sebagai berikut : 1). Penggunaan x1 ,x2 ,...,xn dijadikan bilangan baku z1 ,z 2 ,...,z n dengan rumus zi =
xi - x s
( x dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan
baku sampel). 2). Data dari sampel kemudian diurutkan dari nilai terendah sampai nilai tertinggi. 3). Untuk tiap bilangan baku ini, menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F ( z i ) = P( z £ z i ) 4). Menghitung proporsi z1 , z 2 ,..., z n yang lebih kecil atau sama dengan z i . Jika proporsi ini dinyatakan oleh s ( z i ) , maka : F ( zi ) =
banyaknya z1 , z 2 ,..., z n yang £ z i , dengan n
n
adalah
banyaknya
subyek. 5). Mencari selisih antara F ( z i ) - s ( z i ) , kemudian menentukan harga mutlaknya yaitu : Li = F ( z i ) - s (z i ) 6). Mengambil harga yang paling besar diantara harga Li , harga ini dinamakan L0 ( L0 = Lmaks )
Kriteria pengujian : Jika L0 < Ltabel , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika L0 ³ Ltabel , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. (Sudjana, 1996:466-467) b. Uji Homogenitas Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Dalam penelitian ini menggunakan metode Bartlett yang prosedurnya adalah sebagai berikut:
41
1) Hipotesis H0 : s 1 = s 2 = s 3 = s 4 (sampel homogen) 2
2
2
2
H1 : s 1 Ï s 2 Ï s 3 Ï s 4 (paling sedikit terdapat satu variansi yang berbeda 2
2
2
2
atau sampel tidak homogen) 2) Uji statistik
(
2,303 2 f log MS err - å f j log S j c
c2 =
)
keterangan: k
f = N -k =å fj j =1
c =1
1 æç 1 1 ö÷ å 3(k - 1) çè f j f ÷ø
MS err =
å SS
j
f
(å X ) -
2
SS j = å X j Sj = 2
2
1
nj
SS j n j -1
f
: Derajat kebebasan untuk MS err = N - k
k
: Cacah sampel
f j = n j -1
: Derajat kebebasan untuk j= 1,2,...,k
j
: 1, 2, 3, ……, k
nj
: Cacah pengukuran pada sampel ke– j
3) Daerah kritik
{
DK = c 2 c 2 > c 2 aj ;k -1
}
4) Keputusan uji Jika c 2 hit < c 2 aj ;k -1 , maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen untuk a = 0,05 Þ a j = 1 - a
42
a = taraf signifikansi 3. Pengujian Hipotesis a. Tujuan Tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara dua variabel bebas / faktor terhadap variabel terikat. b. Asumsi Dasar Asumsi dasar yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah: 1). Populasi-populasi berdisttribusi normal 2). Populasi-populasi homogen 3). Sampel dipilih secara acak 4). Variabel terikat berskala pengukuran interval 5). Variabel bebas berskala pengukuran nominal c. Model Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 2X3, dengan isi sel tak sama dengan model data sebagai berikut: X ijk = m + a i + b j + (ab )ij + e ijk
Dengan: X ijk
= data amatan ke- k pada baris ke- i dan kolom ke- j
m
= rataan dari seluruh data (rataan besar, grand mean)
ai
= efek baris ke- i pada variabel terikat
bj
= efek kolom ke- j pada variabel terikat
(ab )ij
= kombinasi efek baris ke- i dan kolom ke- j pada variabel terikat
e ijk
= deviasi data X ijk terhadap rataan populasinya yang berdistribusi normal
dengan rataan 0.
43
d. Hipotesis 1). H 0 A : a i = 0
Tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.
H1 A : a i ¹ 0
Ada
perbedaan
pengaruh
penggunaan
pendekatan
konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. 2). H 0 B : b j = 0
Tidak ada perbedaan antara minat belajar kategori kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.
H1 B : b j ¹ 0
Ada perbedaan antara minat belajar kategori kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.
3). H 0 AB : (ab )ij = 0 Tidak
ada
pembelajaran
interaksi dan
minat
penggunaan belajar
pendekatan
siswa
terhadap
kemampuan kognitif siswa di SMA. H 1 AB : (ab )ij ¹ 0 Ada interaksi penggunaan pendekatan pembelajaran dan
minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. e. Komputasi Analisa Variansi Dua Jalan 2x3 dengan Isi Sel Tak Sama 1). Tabel 3.2 Data Persiapan Uji ANAVA B A A1
B1 A1B1
B2 A1B2
B3 A1B3
A2
A2B2
A2B2
A2B3
44
keterangan: A
: Penggunaan pendekatan konstruktivisme
A1
: Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen. A2
: Penggunaan demonstrasi.
B
: Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika.
B1
: Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori kuat.
B2
: Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori sedang.
B3
: Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori lemah.
A1B1 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen ditinjau dan minat belajar siswa kategori kuat. A1B2 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen dan minat belajar siswa kategori sedang. A1B3 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
eksperimen dan minat belajar siswa kategori lemah. A2B1 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
demonstrasi dan minat belajar siswa kategori kuat. A2B2 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
metode
demonstrasi dan minat belajar siswa kategori sedang. A2B3 : Penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
melalui
demonstrasi dan minat belajar siswa kategori lemah.
metode
45
2). Tabel 3.3 Jumlah AB B
B1
B2
B3
A1
A1 B1
A1 B2
A1 B3
A1
A2
A2 B1
A2 B2
A2 B3
A2
Total
B1
B2
B3
G
A
(a) Rerata Harmonik nh =
pq 1 å i , j nij
(b) Komponen Jumlah Kuadrat (1) =
G2 pq
(2) =
å SS
ij
i, j
(3) =
å i
Ai2 q
åB (4) = (5) =
2 j
j
p
å AB
2 ijk
i , j ,k
(c) Jumlah Kuadrat (Sum Square)
SS A = nh{(3) - (1)} SS B = nh{(4 ) - (1)}
SS AB = nh{(5) - (4 ) - (3) + (1)} SS err = (2)
SStot = nh{(5) - (1)} + (2)
+
Total
46
(d) Derajat Kebebasan (Degree of Freedom) dfA
=p–1
dfB
=q–1
dfAB
= (p – 1)(q – 1)
dferr
= N – pq
dfTot
=N–1
+
(e) Derajat Kuadrat MSA
=
SS A df A
MSB
=
SS B df B
MSAB
=
SS AB df AB
MSerr
=
SS err df err
(f) Statistik Uji Fa
=
MS A MS err
Fb
=
MS B MS err
Fab
=
MS AB MS err
(g) Daerah Kritik DKa
= Fa ³ F0, 05 ; p - 1, N - pq
DKb
= Fb ³ F0, 05 ; q - 1, N - pq
DKab
= Fab ³ F0, 05 ; ( p - 1)(q - 1), N - pq
(h) Keputusan Uji H01 ditolak jika Fa ³ F0, 05 ; p - 1, N - pq H02 ditolak jika Fb ³ F0, 05 ; q - 1, N - pq H03 ditolak jika Fab ³ F0, 05 ; ( p - 1)(q - 1), N - pq
47
(i) Rangkuman Analisis Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Sumber
SS
df
MS
F
A (baris)
SSA
dfA
MSA
Fa
B (kolom)
SSB
dfB
MSB
Fb
< α atau>α
Interaksi AB
SSAB
dfAB
MSAB
Fab
< α atau>α
Kesalahan
SSerr
dferr
MSerr
-
-
Total
SSTot
dfTot
-
-
-
Variasi
P
Efek Utama
(Nonoh Siti Aminah, 2004: 34)
4. Uji Lanjut Pasca ANAVA dengan Uji Komparasi Ganda Komparasi ganda merupakan tindak lanjut dari analisis variansi seperti yang telah diuraikan dimuka pada ANAVA hanya dapat mengetahui ditolak atau diterimanya hipotesis nol. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak maka belum dapat diketahui rerata-rerata mana yang berbeda, perlu diingat bahwa apabila hipotesis nol ditolak maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikitnya terdapat satu rerata yang berbeda dengan rerata-rerata lainnya. Untuk mengetahui lebih lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama maka dilakukan pelacakan rerata yang dikenal dengan analisis komparasi ganda, dengan demikian komparasi ganda merupakan analisis “Pasca Analisis Variansi”. Dalam penelitian ini metode dalam komparasi ganda yang digunakan adalah metode Scheffe. Statistik Uji yang digunakan adalah: a. Komparasi Rataan Antar Baris
(X . - X .)
2
F.i.- j . =
i
j
æ 1 1 ö÷ MS err ç + ç n . n .÷ j ø è i
48
dengan: F.i.- j .
= nilai Fobs pada pembandingan baris ke- i dan baris ke- j
X i.
= rataan pada baris ke- i
X
= rataan pada baris ke- j
j.
MS err = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi ni .
= ukuran sampel baris ke- i
nj.
= ukuran sampel baris ke- j
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = {F F > ( p - 1)F0, 05; p -1, N - pq } b. Komparasi Rataan Antar Kolom F.i -. j =
(X
.i
- X.j
)
2
æ1 1 ö MSerr ç + ÷ çn n ÷ .j ø è .i
Dengan daerah kritik: DK = {F F > (q - 1)F0,05; q -1, N - pq } c. Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama Fij - jk =
(X
ij
-X
)
2
jk
æ 1 1 ö÷ MS err ç + çn ÷ è ij n jk ø
dengan: F.ij .- jk . = nilai Fobs pada pembandingan baris ke- i dan baris ke- j X ij
= rataan pada baris ke- i
X
= rataan pada baris ke- j
jk
49
MS err
= rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
nij
= ukuran sampel baris ke- ij
n jk
= ukuran sampel baris ke- jk
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = {F F > ( pq - 1)F0, 05; pq -1, N - pq } d. Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama Fij -ik =
(X
ij
- X ik
)
2
æ 1 1 ö÷ MS err ç + çn ÷ è ij nik ø
dengan daerah kritik: DK = {F F > ( pq - 1)F0, 05; pq -1, N - pq } (Budiyono, 2004:214-215)
50
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data keadaan awal Fisika siswa yang diambil dari nilai rapor kelas X semester II sebagai berikut: 1. Data Keadaan Awal Fisika Siswa Dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 69 orang. Nilai keadaan awal Fisika siswa yang digunakan yaitu nilai rapor kelas X semester II. Untuk kelas eksperimen, jumlah data 33, nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 75. Nilai rata-rata 67,76, varians 12,25 dan standar deviasi 3,5. (lihat lampiran 23) Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi dan histogram nilai keadaan awal Fisika siswa kelas eksperimen yang dapat dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Frekuensi Interval Titik Kelas Tengah Mutlak Relatif 61 9,09% 60- 62 3 64 12,12% 63- 65 4 67 39,39% 66- 68 13 70 30,30% 69- 71 10 73 6,06% 72- 74 2 76 3,03% 75- 77 1
Jumlah
33
100%
51
14 12 Frekuensi
10 8 6 4 2 0 61
64
67
70
73
76
Nilai Tengah
Gambar 4.1 Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen
Sedangkan untuk kelas kontrol, nilai keadaan awal Fisika siswa dengan jumlah data 37, nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 75. Nilai rata-rata 67,92 varians 9,17 dan standar deviasi 2,97. (lihat lampiran 24). Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi dan histogram nilai keadaan awal Fisika siswa kelas kontrol yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.2. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Interval Titik Kelas Tengah 60- 62 63- 65 66- 68 69- 71 72- 74 75- 77
Jumlah
61 64 67 70 73 76
Frekuensi Mutlak Relatif 2,70% 1 24,32% 9 27,03% 10 35,14% 13 8,11% 3 2,70% 1 37
100%
52
14 12 Frekuensi
10 8 6 4 2 0 61
64
67
70
73
76
Nilai Tengah
Gambar 4.2 Histogram Nilai Keadaan Awal Siswa Kelas Kontrol
2. Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Berdasarkan data hasil tes kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan Getaran, maka untuk siswa kelompok eksperimen yang diberi pengajaran dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen diperoleh nilai tertinggi 81 dan nilai terendah 43. Nilai rata-rata dan standar deviasi untuk siswa kelompok eksperimen berturut-turut adalah 66,8 dan 9,9. Untuk kelompok kontrol yang diberi pengajaran dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi diperoleh nilai kemampuan kognitif Fisika siswa dengan rentang antara 38 sampai 81 dengan rata-rata 59,70 dan standar deviasi 9,5.
53
Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok eksperimen disajikan dalam tabel 4.3 dan gambar 4.3. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Eksperimen Frekuensi Interval Titik No. Kelas Tengah Mutlak Relatif 1. 43- 49 46 6% 2 2. 50- 56 53 9% 3 3. 57- 63 60 15% 5 4. 64- 70 67 30% 10 5. 71- 77 74 27% 9 6. 78- 84 81 12% 4 Jumlah 33 100%
12
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 46
53
60
67
74
80
Nilai Tengah
Gambar 4.3 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Eksperimen
54
Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok kontrol disajikan dalam tabel 4.4 dan gambar 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Kontrol Frekuensi Interval Titik No. Kelas Tengah Mutlak Relatif 1. 38- 45 41,5 2 5% 2. 46- 53 49,5 10 27% 3. 54- 61 57,5 5 14% 4. 62- 69 65,5 13 35% 5. 70- 77 73,5 5 14% 6. 78- 85 81,5 2 5% Jumlah 37 100%
14 12 Frekuensi
10 8 6 4 2 0 41,5
49,5
57,5
65,5
73,5
81,5
Nilai Tengah
Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Kontrol 3. Data Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Dalam penelitian ini data minat belajar siswa terhadap Fisika diperoleh dari pemberian angket minat belajar siswa terhadap Fisika di SMA kepada responden. Minat belajar siswa terhadap Fisika dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kategori kuat, sedang, dan lemah. Pengelompokan ini didasarkan pada nilai rata- rata (mean) dan standar deviasi (SD ) gabungan. Siswa yang memiliki nilai di atas mean + SD dikategorikan siswa yang memiliki minat
55
belajar awal kuat. Sebaliknya, siswa yang memiliki nilai di bawah mean - SD dikategorikan siswa yang memiliki minat belajar lemah, sedangkan siswa yang memiliki nilai di antara mean + SD dan mean - SD dikategorikan siswa yang memiliki minat belajar kategori sedang. Dari data nilai minat belajar siswa kelompok eksperimen diperoleh nilai tertinggi 134 dan nilai terendah 87, sedangkan nilai rata-rata 113,42 dan standar deviasi 14,99. Dari data nilai minat belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh rata-rata gabungan 110,00 dan standar deviasi gabungan 15,23. Berdasarkan nilai tersebut, maka siswa yang memiliki nilai di atas 126,24 dikategorikan menjadi siswa yang memiliki minat belajar kuat. Siswa yang memiliki nilai di bawah 95,77 dikategorikan memiliki minat belajar lemah, sedangkan siswa yang memiliki nilai antara 95,77 sampai 126,24 termasuk siswa yang memiliki minat belajar sedang. (lihat lampiran 27) Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi dan histogram nilai minat belajar siswa terhadap Fisika kelas eksperimen yang dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Eksperimen Frekuensi Interval Titik No. Kelas Tengah Mutlak Relatif 1. 87- 95 88,5 7 21% 2. 96- 104 96,5 2 6% 3. 105- 113 104,5 8 24% 4. 114- 122 112,5 5 15% 5. 123- 131 120,5 7 21% 6. 132- 140 128,5 4 12% Jumlah 33 100%
Frekuensi
56
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 91
100
109
118
127
136
Nilai Tengah
Gambar 4.5 Histogram Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Eksperimen
Sedangkan nilai minat belajar siswa terhadap Fisika untuk kelas untuk kelas kontrol dengan jumlah data 36, nilai terendah 85 dan nilai tertinggi 143. Nilai rata-rata 108,59 dan standar deviasi 15,48. (lihat lampiran 27) Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi dan histogram nilai minat belajar siswa terhadap Fisika kelas kontrol yang dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.6. Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Kontrol Frekuensi Interval Titik No. Kelas Tengah Mutlak Relatif 1. 85- 94 86,5 9 24% 2. 95- 104 96,5 5 14% 3. 105-114 106,5 12 32% 4. 115-124 116,5 1 3% 5. 125- 134 126,5 9 24% 6. 135- 144 136,5 1 3% Jumlah 37 100%
57
14 12 Frekuensi
10 8 6 4 2 0 90
100
110
120
130
140
Nilai Tengah
Gambar 4.6 Histogram Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Kontrol
B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Pengujian kesamaan keadaan awal siswa dilakukan dengan uji- t dua ekor. Sebelum dilakukan uji- t dua ekor dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu dengan uji normalitas dan homogenitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas kesamaan keadaan awal dilakukan terhadap data nilai rapor mata pelajaran Fisika semester II. a. Kelompok Eksperimen Hasil analisis menggunakan uji Liliefors diperoleh harga Lobs = 0,1210 . Sedangkan untuk n=33 pada taraf signifikansi 0,05 harga Ltabel = 0,1542 . Karena Lobs = 0,1210 < Ltabel = 0,1542 , maka sampel kelompok eksperimen berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. (Lihat lampiran 23) b. Kelompok Kontrol Hasil analisis menggunakan uji Liliefors diperoleh harga Lobs = 0,0780 . Sedangkan untuk n= 36 pada taraf signifikansi 0,05 harga Ltabel = 0,1547 . Karena
58
Lobs = 0,0780 < Ltabel = 0,1547 , maka sampel kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (Lihat lampiran 24) 2. Uji Homogenitas Dari hasil analisis uji homogenitas yang dilakukan dengan uji Bartlett 2 diperoleh harga χ hitung = 0,257 . Sedangkan pada taraf signifikansi 0,05 harga 2 χ tabel = 3,84 . Karena
2 2 χ hitung = 0,257 < χ tabel = 3,84 , maka dapat disimpulkan
bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. (Lihat pada lampiran 25) 3. Uji- t Uji kesamaan keadaan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan analisis uji- t dua ekor yang sebelumnya telah diuji dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Dari analisis terhadap data yang ada diperoleh harga t hitung = -0,0036399 . Dari tabel distribusi t diketahui harga ttabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan (df)= 68 adalah 2. Karena - ttabel < t hitung < ttabel = -2 < 0,0036399 < 2 atau t hitung
terletak
pada
daerah
penerimaan H o , maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai keadaan awal Fisika yang sama sebelum diberi perlakuan. (Lihat lampiran 26)
C. Uji Prasyarat Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua jalan dengan isi sel tak sama. Uji tersebut dapat dilakukan bila uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi. Hasil uji prasyarat ini adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan dalam menganalisis hasil penelitian ini adalah dengan teknik uji Lilliefors. Hasil uji normalitas kemampuan kognitif siswa
pada
Pokok
Bahasan
Getaran
kelompok
eksperimen
diperoleh
Lobs = 0,1210 . Harga Ltabel dengan taraf signifikansi α = 0,05 pada n= 33 adalah
59
0,1542. Karena Lobs = 0,1210 < Ltabel = 0,1542 , maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif siswa kelompok eksperimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (lihat lampiran 28) Hasil uji normalitas kemampuan kognitif siswa pada Pokok Bahasan Getaran kelompok kelompok kontrol diperoleh Lobs = 0,0780 , harga Ltabel untuk n=
37
pada
taraf
signifikansi
Lobs = 0,0780 < Ltabel = 0,1457
0,05
adalah
0,1457.
Karena
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
kognitif siswa kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (lihat lampiran 29) 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas pada nilai kemampuan kognitif Fisika siswa dengan uji 2 2 Bartlett diperoleh harga c hitung = 0,0057 , sedangkan harga c tabel
pada taraf
2 2 signifikansi 0,05 dengan dk=1 adalah 3,84. Karena χ hitung = 0 ,0057 < χtabel = 3,84 ,
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang homogen. (lihat lampiran 30)
D. Pengujian Hipotesis 1. Uji ANAVA Dua Jalan Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel bebas. Variabel pertama adalah penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi. Variabel kedua adalah minat belajar siswa terhadap Fisika yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kategori kuat, sedang dan lemah. Variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan Getaran. Analisis yang digunakan ialah analisi variansi (ANAVA) dengan isi sel tak sama. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang diperoleh dapat dianalisis dengan ANAVA dua jalan.
60
Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat rangkuman rangkuman analisis variansi pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Isi Sel Tak Sama Sumber Fa SS df MS Fobs P Variansi Efek Utama A (Baris)
1219,4328
1
1219,4328
16,18
3,99
< 0.05
B (Kolom)
5713,7531
2
2856,8765
37,91
3,06
< 0.05
33,7716
2
16,8858
0,22
3,06
> 0.05
Ralat
4672,6556
64
75,3654
-
-
-
Total
11639,6131
69
-
-
-
-
Interaksi (AB)
Hasil perhitungan selengkapnya dapat dapat dilihat pada lampiran 30 Keputusan uji dari hasil analisis ini adalah berupa kesimpulan hasil pengujian hipotesis, yakni: 1. Fa = 16,18 > Ftabel = 3,99 , maka H 01 ditolak. Hal ini menunjukkan: ”Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa.” 2. Fb = 39,91 > Ftabel = 3,06 , maka H 02 ditolak. Hal ini menunjukkan: ”Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar kategori kuat, sedang dan lemah terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa.” 3. Fab = 0,22 < Ftabel = 3,06 , maka H 03 diterima. Hal ini menunjukkan: ”Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar ditinjau dari minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa. 2. Uji Lanjut ANAVA Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan rerata pada ANAVA, maka dilakukan uji komparasi ganda antar rerata dengan metode Scheffe. Rangkuman uji komparasi ganda disajikan dalam tabel 4.8.
61
Tabel 4.8 Rangkuman Uji Komparasi Ganda Statistik Komparasi Rerata uji Ganda 1 2 (F)
Harga Kritik 0,05
0,01
P
Kesimpulan
m1· > m 2·
m1· vsm 2·
181, 70
197,73
57,51
3,98
7,01
<0,05
m ·1vsm ·2
141,37
124,88
41,29
3,98
7,01
<0,05
m ·1vsm ·3
181, 70
113,17
86,95
3,98
7,01
<0,05
m ·2vsm ·3
124,88
113,17
19,97
3,98
7,01
<0,05
(signifikan)
m ·1 > m ·2 (signifikan)
m ·1 > m ·3 (signifikan)
m ·2 > m ·3 (signifikan)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan keputusan uji hasil rerata sebagai berikut: a. FA = 57,51 > F0, 05;1.70 = 3,98 . maka H 0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (metode eksperimen) dengan baris A2 (metode demonstrasi). b. FB12 = 41,29 > F0,05;1.70 = 3,98 maka H 0 ditolak. Hal ini menunjukkan : “Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dan B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang)”. c. FB13 = 86,95 > F0, 05;1.70 = 3,98 maka H 0 ditolak. Hal ini menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”. d. FB 23 = 19,97 > F0, 05;1.70 = 3,98 maka H 0 ditolak. Hal ini menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang) dan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”.
62
Dari keputusan uji tersebut dapat disimpulkan bahwa: a.
FB12 = 41,19 > F0, 05;1.70 = 3,98 menunjukkan bahwa:”Ada perbedaan rerata
yang signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dengan B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang).” Rerata kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar siswa kategori kuat X 11 =141,37 sedangkan rerata kemampuan kognitif siswa yang memiliki minat belajar siswa kategori sedang X 12 =124,88 sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat cenderung mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada siswa kategori sedang. b. FB13 = 51,08 > F0, 05;1.70 = 3,98 menunjukkan: ”Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dengan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”. Rerata kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat X 11 =141,37 sedangkan rerata kemampuan kognitif siswa kategori lemah X 13 =113,17 sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat cenderung mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada siswa kategori lemah. c. FB 23 = 19,97 > F0,05;1.70 = 3,98
menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang
signifikan antara kolom B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang) dengan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”. Rerata kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang X 22 =124,88 sedangkan rerata kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori lemah
X B 23 =113,17 sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang cenderung mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada siswa kategori lemah.
63
E. Pembahasan Hasil Analisis Data 1. Uji Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil analisis variansi dan uji lanjut ANAVA diperoleh bahwa untuk hipotesis pertama ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dalam pembelajaran Fisika terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. Dari uji lanjut
ANAVA
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
dengan
pendekatan
Konstruktivisme melalui metode eksperimen lebih efektif daripada dengan metode demonstrasi. Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen ternyata memberikan hasil yang lebih baik dibanding metode demonstrasi. Hal ini dikarenakan pada pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan memudahkan siswa untuk menemukan jawaban dari konsep yang dipelajari sehingga siswa dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya. Akan tetapi dalam metode demonstrasi siswa kurang begitu aktif dalam kegiatan pembelajaran karena siswa hanya mengamati percobaan yang dilakukan oleh teman sekelas. Dengan metode eksperimen pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami serta mengetahui sendiri masalah apa yang dihadapi dan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya,
sehingga
penggunaan
pendekatan
konstruktivisme
sangat
mendukung jika dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen karena siswa akan selalu dapat melakukan percobaan sendiri dan secara teratur sehingga konsep- konsep yang didapat secara bertahap melalui serangkaian eksperimen yang didukung diskusi akan memperkuat ingatannya. Dengan melakukan eksperimen, siswa akan lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri. Selain itu dengan metode ini diharapkan siswa akan lebih memahami konsep Fisika, sedangkan penggunaan metode demonstrasi kurang cocok karena dengan tidak semua siswa dapat melakukan percobaan sendiri, siswa yang pasif hanya dapat melihat temannya melakukan demonstrasi.
64
2. Uji Hipotesis Kedua Uji hipotesis kedua menghasilkan kesimpulan bahwa: “Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar terhadap Fisika kategori kuat, sedang, dan lemah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa”. Berdasarkan uji lanjut ANAVA diperoleh kesimpulan bahwa : a. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori sedang. b. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah. c. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat akan lebih mudah mengikuti pelajaran daripada siswa kategori lemah. Karena mereka lebih siap menerima pelajaran dengan bekal yang telah ia miliki sebelumnya. 3. Uji Hipotesis Ketiga Uji hipotesis ketiga menghasilkan kesimpulan bahwa: “Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme dan minat belajar terhadap Fisika terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.” Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat lebih baik dibanding siswa kategori sedang dan lemah, baik yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen maupun yang diajar dengan metode demonstrasi. Demikian juga siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang, mereka memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah, baik yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen maupun yang diajar dengan metode demonstrasi. Hal ini menunjukkan tidak adanya interaksi antara penggunaan pendekatan konstruktivisme dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa.
65
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan demonstrasi dalam pembelajaran Fisika terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. Dilihat dari rerata pada uji lanjut analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan Konstruktivisme melalui metode eksperimen lebih efektif digunakan daripada penggunaan pendekatan Konstruktivisme melalui metode demonstrasi. Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar terhadap Fisika kategori kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa di SMA. Dilihat dari rerata pada uji lanjut analisis variansi menunjukkan bahwa minat belajar terhadap Fisika kategori kuat memberikan pengaruh yang lebih baik daripada kategori lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. Tidak
ada
interaksi
antara
pengaruh
penggunaan
pendekatan
Konstruktivisme dan minat belajar terhadap Fisika terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa di SMA.
B. Implikasi Implikasi berdasarkan hasil penelitian ini ialah bahwa proses pembelajaran selain dengan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran Fisika yang sesuai, guru juga perlu mengetahui minat belajar Fisika siswa Dengan demikian, siswa perlu diberi stimulus yang sesuai dengan bahan materi pelajaran agar diperoleh prestasi belajar Fisika yang lebih baik. Siswa yang memiliki minat yang kuat akan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk memahami pelajaran Fisika dengan sungguh-sungguh melalui respons- respons positif. Implikasi yang lain berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan pemilihan metode pembelajaran yang secara
66
optimal menunjang seluruh keterlibatan siswa agar mengembangkan aspek atau jenis keterampilan proses yang beragam.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru diharapkan dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik dengan memperhatikan pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. 2. Guru harus menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang tepat dan bervariasi. Hal ini dapat membuat siswa lebih aktif dan prestasinya lebih maksimal. 3. Guru hendaknya selalu berusaha menumbuhkan semangat untuk belajar serta menjadikan belajar sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga siswa betah untuk belajar di sekolah dan di tempat belajar lainnya. 4. Guru diharapkan dalam proses belajar mengajar menumbuhkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran yaitu dengan membuat siswa merasa tertarik dengan mata pelajaran yang disampaikan. 5. Siswa diharapkan untuk sungguh-sungguh dalam belajar dan berusaha menumbuhkan sikap positif dalam dirinya agar dapat meraih prestasi belajar yang baik.
67
DAFTAR PUSTAKA
Allan Feldman. 1995. Coming to Understand Teaching as a Way of Being: Teachers as Knowers, Reasoners, and Understanders. University of Massachusetts at Amherst Anas Sudijono. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa Bimo Walgito. 1983. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset Budiyono. 2004. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. ___________. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Jakarta : Depdiknas Douglas C Giancoli. 1997. Fisika. (Terjemahan Cuk Himawan). Jakarta: Erlangga Druxes Herbert, Fritz Slemsen, dan Garnor Born. 1986. Kompedium Didaktik Fisika. (Terjemahan Suparmo). Bandung : Remadja Rosdakarya. E Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya James R Mursel. 1973. Pengajaran Berhasil (Terjemahan). Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Johar Permana dan Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana Roestiyah N. K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Marta Casas. 2006. Implementing Constructivist Web-Based Learning and Determining its Effectiveness on a Teacher Preparation Course. University of Texas at El Paso: The Journal of Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006
Muhibin Syah. 1993. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya ___________ . 2003. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
68
Nonoh Siti Aminah. 2004. Penggunaan ANAVA Pada Penelitian Pembelajaran. Surakarta: Sebelas Maret University Press Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Sardiman A.M. 1990. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Putra _______. 1995. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Putra Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara W.S. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia
69