PENGGUNAAN MA-11 PADA FERMENTASI LIMBAH BUNGKIL INTI KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PAKAN SAPI (KAJIAN WAKTU FERMENTASI DAN KONSENTRASI MA-11) The use of MA-11 In Fermentation of Palm Oil Waste Kernel Cake For Cattle Feed Ingredients (Study ofFermentation Time and MA-11 Concentration). Jupri Simangunsong1*, Sri Kumalaningsih2, Widelia Ika Putri2 1)Alumnijurusan TIP 2) staff pengajar jurusan TIP Jurusan Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *email :
[email protected] ABSTRAK Pakan ternak adalah makanan yang diberikan pada ternak yang umumnya harus mengandung semua zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak dan harus dalam keadaan yang seimbang. Pakan ternak yang ideal merupakan pakan yang dapat memberikan produksi tinggi dengan biaya murah serta mampu memenuhi kebutuhan gizi ternak. Limbah perkebunan kelapa sawit berupa Bungkil Inti Sawit (BIS) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak yang berprotein tinggi, mengingat ketersediaanya yang sangat melimpah dan kandungan nutrisi yang cukup baik. Bungkil Inti sawit ini memiliki kandungan nutrisi yakni Protein Kasar 15,4%, Serat Kasar 21,7%, Lemak Kasar 2,4%, Bahan Kering 92,6%, TDN 72% danEnergi 2810 (Mcal/gr). Bahan limbah Bungkil Inti Sawit ini akan menghasilkan bahan pakan yang berprotein tinggi dengan penambahan aktivator MA-11 (Microbacter Alfalfa-11) yang dapat merombak materi organic dengan sangat cepat. Penelitan ini menggunakan RancanganAcak Kelompok (RAK) dengan faktor konsentrasi MA-11 dan waktu fermentasi. Faktor konsentrasi MA-11 ada 3 level yaitu penambahan 20%,30% dan 40%. Untuk faktor waktu fermentasi ada 3 level yaitu 5 hari, 7 hari dan 9 hari. Pengolahan data parameter dengan menggunakan analisis ragam (ANNOVA) selang kepercayaan 95% dilanjutkan uji DMRT dengan taraf nyata untuk α=5%. Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute yang meliputi analisis protein kasar, serat kasar, dan kadar air. Hasil penelitian didapatkan perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan M 3T1 (konsentrasi MA-11 40% dengan waktu fermentasi 5 hari). Perlakuan terbaik ini ditinjau dari nilai protein kasar, serat kasar dan kadar air yang diperoleh dari hasil pengujian kimia. Nilai protein kasar yang diperoleh adalah 18,37%, serat kasar 12,96% dan kadar air 7,96%. Kata Kunci : Pakan Ternak, Bungkil Inti Sawit, MA-11 ABSTRACT Fodder is food given to cattle that generally should contain all the nutrients required by animals and must be in a balanced state. The ideal fodder is fodder which can provide high production with low cost and able to meet the nutritional needs of livestock. Waste oil palm plantations in the form of palm kernel cake (PKC) has the potential to be used as a high protein animal feed, given its availability is very abundant and nutrient content is good enough. Palm kernel cake has the nutritional content of 15.4% Crude Protein, 21.7% Crude Fiber, 2.4% Crude Fat, 92.6% Dry Ingredients, 72% TDN and 2810 (Mcal / g) Energy. Palm Kernel cake waste material will result in high protein feed ingredients with the addition of activator MA-11 (Microbacter Alfalfa-11) which can remodel organic matter very quickly. This study used a randomized block design (RBD) with a concentration factor of MA-11 and fermentation time. MA-11 concentration factors there are three levels, that is the addition of 20%, 30%
1
and 40%. For fermentation time factors there are 3 levels 5 days, 7 days and 9 days. Processing parameters data using analysis of variance (ANOVA) followed a 95% confidence interval DMRT with real level of α = 5%. Selection of the best treatment using the Multiple Attribute that include analysis of crude protein, crude fiber, and moisture content. The results showed the best treatment available in the treatment M3T1 (MA-11 concentration of 40% with fermentation time 5 days). The best treatment in terms of the value of crude protein, crude fiber and moisture content obtained from the results of chemical testing. Crude protein value obtained was 18.37%, 12.96% crude fiber and moisture content of 7.96%. Keywords: Feed, Palm Kernel Cake, MA-11 kecernaannya. Batas penggunaan bungkil PENDAHULUAN inti sawit dalam campuran ransum ayam Perkebunan kelapa sawit boiler dan bisa digunakan 20 hingga 25% di berkembang pesat di Asia Tenggara, dalam ransum ayam petelur (Chong et al., termasuk Indonesia. Luas perkebunan 2008; Sinurat et al., 2009). Melihat hal sawit di Indonesia dari tahun ke tahun tersebut maka perlu adanya pengolahan terus mengalami peningkatan. Data Ditjen lebih lanjut terhadap bungkil inti sawit ini Perkebunan Kementrian Pertanian sehingga dalam penelitian ini akan (Kementan) menyebutkan, luas areal lahan dilakukan fermentasi dengan kelapa sawit di Indonesia pada tahun dari menggunakan MA-11 (Microbacter Alfaafa) tahun 2008 adalah 7.363.847 hektar, tahun sebagai inokulum dalam fermentasi 2009 mencapai 8.248.328 hektar, tahun 2010 bungkil inti kelapa sebagai bahan pakan mencapai 8.385.394 hektar, tahun 2011 ternak. Diharapkan dengan menggunakan mencapai 8.992.824 hektar dan untuk MA-11 waktu fermentasi akan lebih singkat tahun 2012 mencapai 9.271.000 hektar dan meningkatkan nilai protein kasar serta (Anonymous, 2012). Ketersediaan lahan kecernaan bahan pakan akan meningkat. perkebunan kelapa sawit yang luas Menurut Artarizqi (2013), MA-11 membawa dampak yang besar dibidang adalah super dekomposer yang mampu perekonomian dan tenaga kerja, tetapi merombak rantai organik dengan cepat disisi lain hasil samping dari perkebunan pada bahan pakan ternak, pupuk, bahan sekarang belum dimanfaatkan dengan pangan, pembuatan bioetanol, peningkatan maksimal. Salah satu hasil samping dari produksi pertaniaan dan ternak. MA-11 perkebunan kelapa sawit adalah bungkil diambil dari nama tanaman Alfalfa inti kelapa sawit yang kebanyakan belum (Medicago sativa) yang sejak tahun 2001 dimanfaatkan dengan baik, sehingga telah dikembangkan oleh Dr. Nugroho di berpotensi sebagai pakan alternatif. Boyolali. Daun dari tanaman ini Bungkil inti kelapa sawit merupakan mengandung kadar protein tinggi dan salah satu hasil samping agroindustri. berbagai nutrisi, selain itu akar Alfalfa juga Mengingat semakin meluasnya eksploitasi mengeluarkan sinyal yang dapat menarik kelapa sawit di Indonesia akhir-akhir ini. bakteri Rhizobium sp. Bakteri Rhizobium sp Anonymous1 (2013) menunjukkan bahwa ini berperan besar dalam pengikatan produksi bungkil inti kelapa sawit nitrogen dari udara bebas yang sangat mencapai 3,95 juta ton. Bungkil inti sawit dibutuhkan oleh tumbuhan inangnya. MAcukup berpotensi untuk pakan ternak 11 terdiri dari bakteri Rhizobium sp yang dengan melihat kandungannya 15,43% kemudian dipadukan dengan berbagai protein kasar, 21,7% serat kasar, 7,71% bakteri yang diambil dari rumen sapi lemak, 0,83%P dan 3,79% abu (Amri, 2006). (Artarizqi, 2013). Bungkil inti sawit dapat digunakan untuk MA-11 terdiri dari bakteri Rhizobium pakan ternak sebagai sumber energi dan sp yang kemudian dipadukan dengan protein (Devendra,1978, Swick dan berbagai bakteri yang diambil dari rumen Tan,1995). Namun penggunaan untuk sapi yaitu bakteri selulolitik, proteolitik dan pakan unggas terbatas karena tingginya amilolitik. Bakteri Selulolitik Menurut kadar serat kasar (21,7%) termasuk Tarigan (2011), merupakan aktivitas bakteri hemiselulosa serta rendahnya nilai dalam perombakan selullosa dengan
2
bantuan enzim selulase. Enzim selulolitik dibentuk oleh sebagian besar mikroorganisme. Mikroorganisme banyak ditemukan pada fungi, actinomycetes, myxobacteria dan bakteri sejati. Menurut Artarizqi (2013) bakteri proteolitik adalah sekelompok bakteri yang mempunyai kemampuan untuk memecah protein, dengan memutus ikatan peptida pada protein tersebut. Selain melalui kemampuan tersebut, bakteri proteolitik juga mempunyai kemampuan membusukkan bahan yang mengandung protein tinggi (bersifat putrefaktif). proses pembusukan tersebut menghasilkan senyawa hidrogen dan sulfida yang berbau busuk, serta asam amino sebagai putrefaktif protein. Jenis bakteri proteolitik ini paling banyak terdapat pada saluran pencernaan mamalia. Bakteri Amilolitik Menurut Tarigan (2011), merupakan aktivitas bakteri dalam merombak pati dengan bantuan enzim amilase. Enzim amilase adalah enzim yang mampu menghidrolisis pati menjadi senyawa lebih sederhana seperti maltosa dan glukosa. Enzim ini banyak digunakan untuk keperluan industri. Enzim ini dapat memecah atau menghidrolisa pati, glikogen dan turunan polisakarida dengan cara memecah ikatan glikosidik pati. Bakteri amilolitik akan menjadi dominan dalam jumlahnya apabila makanan mengandung pati tinggi. Penambahan jerami, eceng gondok, ampas teh, bonggol jagung, ampas tahu, yang difermentasi dengan MA-11 membutuhkan waktu 24 jam untuk meningkatkan protein hingga 3 sampai 10 kali lipat. Jerami misalnya yang awalnya memiliki kandungan protein 0,8% setelah difermentasi selama 24 jam, proteinnya naik hingga 8% (Nugroho, 2012). Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi dalam melakukan fermetasi salah satu adalah waktu fermentasi dan konsentrasi inokulum, hal ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dari mikroba. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap pertumbuhan dari mikroba dan khamir yang digunakan. Pada masa pertumbuhannya sel-sel terus membelah secara cepat. Selama kondisi memungkinkan pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung sampai
sejumlah besar populasi sel terbentuk (Buckle et al., 1985). Hal ini berarti tiap jenis mikroorganisme yang digunakan memiliki waktu optimal dalam berfermentasi sehingga mampu menghasilkan senyawa dalam bentuk yang lebih sederhana. Semakin optimal waktu fermentasi, mikrobia akan berkembang dengan baik dan aktif, sehingga mampu menguraikan kandungan kimia dalam bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono, 2011). Konsentrasi inokulum yang terlibat dalam fermentasi sangat mempengaruhi efektifitas penghasil produk. Jika konsentrasi inokulum yang digunakan terlalu sedikit maka proses fermentasi berjalan dengan lambat, sedangkan konsentrasi inokulum yang terlalu banyak akan mempengaruhi persaingan pengambilan nutrisi oleh khamir, sehingga sangat berpengaruh pada pertumbuhan khamir dan kadar alkohol yang dihasilkan. Semakin tinggi penambahan konsentrasi inokulum belum tentu menghasilkan kadar alkohol yang tinggi (Rosmarkam dan Yuwono, 2011). Diharapkan dengan waktu fermentasi dan penambahan konsentrasi MA-11 yang tepat mampu menjadikan limbah bungkil inti kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak yang berprotein tinggi serta menurunkan kadar serat kasar . BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Alat yang digunakan datam penelitian adalah timbangan digital, gunting, alat penyaring 80 mesh, gelas ukur, alat pengering (oven), toples besar, alat penyemprot dan baskom. Alat yang digunakan untuk analisa hasil penelitian adalah neraca analitik, buret, gelas ukur, pengaduk, labu kjeldahl, destilator, labu destilasi dan pipet volum, erlemeyer serta pipet. Bahan penelitian yang digunakan adalah bungkil inti kelapa sawit, gula pasir dan MA-11 yang digunakan untuk inokulum dalam pembuatan pakan terfermentasi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang tersusun atas faktor. waktu fermentasi dan
2
konsentrasi MA-11 dengan masing-masing terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Tahapan dalam pembuatan bahan pakan terfermentasi dalam penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Perlakuan pertama adalah diukur kadar nutrisi (protein kasar, serat kasar dan kadar air) yang terkandung dalam bahan bungkil inti kelapa sawit. 2. Bahan pakan bungkil inti kelapa sawit disaring dengan menggunakan alat saring dengan 80 mesh kemudian ditimbang sebanyak 250 gram. 3. Menpersiapkan starter sebagai inokulum pada fermentasi, dimana starter yang digunakan sebesar 25 gram bungkil inti kelapa sawit dari 250 gram bahan awal. 4. Larutan MA-11 diencerkan hingga 50 ml dengan kosentrasi 4%, ditambah gula pasir 4% dan susu skim 2,5% kemudian di inkubasi selama 15 menit. 5. Larutan MA-11 yang telah di inkubasi di campur dengan 25 gram bungkil inti kelapa sawit sesuai dengan perlakuan, kemudian didiamkan selama 24 jam sebelum dilakukan pencampuran terhadap bahan awal. 6. Dilakukan pencampuran starter yang telah di fermentasi terlebih dahulu selama 24 jam kedalam bahan awal sehingga total beratnya adalah 250 gram setelah pencapuran. 7. Bahan pakan yang telah dicampur dengan MA-11 akan difermentasi selama 5 hari, 7 hari dan 9 hari (sebagai faktor lama fermentasi). 8. Setelah selesai waktu fermentasi 5 hari, 7 hari dan 9 hari maka bahan pakan siap untuk dilakukan pengujian terhadap peningkatan nutrisi (Protein kasar, Serat kasar dan kadar air).
faktor. Apabila ada interaksi, dilakukan uji DMRT dengan selang kepercayaan α=0,05. Jika analisis ragam menunjukkan pengaruh beda nyata pada faktor-faktor perlakuan maka kemudian dilanjutkan uji BNT 5%. Altematif terbaik dipilih menggunakan Multiple Attribute. Multiple Attribute digunakan apabila melalui uji DMRT dan uji BNT didapatkan lebih dari satu altematif terbaik (Kusriningrum, 2008).
Analisis Data yang diperoleh dari analisis kimia kemudian dilakukan analisis data. Masing-masing parameter dilakukan uji normalitas data. Apabila dari uji normalitas data didapatkan data berdisdtribusi normal maka dilanjutkan dengan uji keragaman data dengan menggunakan analisi ragam (ANOVA) selang kepercayaan α=0,05 yang akan menghasilkan varian dari setiap
Pada uji DMRT (α=0,05) menunjukkan bahwa nilai protein kasar tertinggi didapatkan pada perlakuan M3T1 (Konsentrasi 40% MA-11 dengan lama fermentasi 5 hari) sebesar 18,37 % sedangkan rerata terendah terdapat pada perlakuan M3T3 (Konsentrasi 40% MA-11 dengan lama fermentasi 9 hari) sebesar 13,76%. Peningkatan protein kasar pada proses fermentasi bungkil inti kelapa sawit dipengaruhi oleh bakteri proteolitik yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Kasar Pada hasil penelitian dapat diketahui hasil analisa kimia nilai rerata protein kasar berkisar antara 13,76-18,37%. Untuk analisa keragaman menunjukkan bahwa pengaruh waktu fermentasi berbeda nyata dan konsentrasi MA-11 tidak berbedanyata. Terdapat interaksi antara lama fermentasi dengan konsentrasi penambahan MA-11 terhadap kandungan protein kasar. Rerata presentase kandungan protein kasar pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata Protein Kasar pada berbagai perlakuan Rerata Nilai Konsentrasi Protein Kasar Notasi MA-11 (%) M1T1 15,64 a M2T1 15,25 a M3T1 18,37 a M1T2 15,58 a M2T2 15,85 a M3T2 14,23 a M1T3 15,78 b M2T3 14,99 c M3T3 13,76 c Keterangan : Notasi yang berbedamenunjukkan beda nyata DMRT 5 %
3
terdapat pada MA-11. Menurut Durham et al., (1987) bakteri proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim protease ekstaseluler yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi didalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Laelasari dan Purwadaria (2004) berpendapat kenaikan akan protein pada bungkil inti kelapa sawit pada substrat fermentasi padat diakibatkan oleh penambahan protein yang diperoleh dari perubahan nitrogen anorganik menjadi protein sel selama pertumbuhan mikroba.
berkisar antara 13,82-15,19%. Uji BNT (α=0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi MA-11 pada bahan pakan berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar. Nilai rerata serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan M1 (konsentrasi 20%) sebesar 13,82%, sedangkan rerata serat kasar terbesar diperoleh pada perlakuan M 3 (Konestrasi 40%) sebesar 15,19. Persentase kandungan serat kasar tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi MA-11 maka kandungan serat kasar yang dihasilkan akan semakin kecil. Penurunan serat kasar pada fermentasi bahan pakan bungkil inti kelapa sawit dipengaruhi oleh bakteri selulolitik yang terdapat pada MA-11. Bakteri Selulolitik Menurut Tarigan (2011), bakteri yang mampu menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa sehingga akan menurunkan kadar serat pada fermentasi pakan. Dari Tabel 3. dapat dilihat rerata kandungan serat kasar yang didapat pada berbagai lama fermentasi berkisar antara 13,20-15,77%. Uji BNT (α=0,05) menunjukkan bahwa lama fermentasi bahan pakan inti kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap kandungan serat kasar. Nilai rerata serat kasar tertinggi didapatkan pada perlakuan T3(9 hari) sebesar 15,77% sedangkan nilai terendah didapat pada perlakuan T1(5 Hari) sebesar 13,20%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka kadar serat kasar akan semakin besar Hal ini dipegaruhi oleh tingkat optimalisasi pertumbuhan dari microorganisme pemecah selulosa (Bucklet et al.,1985). Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap jenis mikroorganisme yang digunakan memiliki waktu optimal dalam berfermentasi sehingga mampu menghasilkan senyawa dalam bentuk yang lebih sederhana. Semakin optimal waktu fermentasi, mikrobia akan berkembang dengan baik dan aktif, sehingga mampu menguraikan kandungan kimia dalam bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono, 2011).
Kadar Serat Kasar Serat kasar adalah zat sisa asal tanaman yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah berturut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam dan alkali. Dengan demikian nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan (Beck, 2002). Berdasarkan hasil analisa kimia didapatkan nilai rerata serat kasar berkisar antara 10,81-17,43%. Berdasarkan hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi penambahan MA-11 dan lama fermentasi berbeda nyata. Tidak terdapat interaksi antara konsentrasi penambahan MA-11 dengan lama fermentasi terhadap kandungan serat kasar. Rerata persentase kandungan serat kasar pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2 dan tabel 3. Tabel 2. Rerata serat kasar pada perlakuan Konsentrasi MA-11 Konsentrasi Rerata Notasi MA-11 Nilai Serat Kasar (%) M1 Konsentrasi a 20% 13,82 M2 Konsentrasi a 30% 14,42 M3 Konsentrasi b 40% 15,19 Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata BNT 5 % Dari Tabel 2. diatas dapat dilihat rerata kandungan serat kasar yang didapat pada berbagai Penambahan Konsentrasi MA-11 pada pembuatan bahan pakan yang
4
Tabel 3. Rerata kadar serat kasar pada berbagai lama fermentasi Konsentrasi Rerata Notasi MA-11 Nilai Serat Kasar (%) T1 (5 hari) 13,20 a T2 (7 hari) 14,46 b T3 (9 hari) 15,77 c Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata BNT 5 %
perlakuan kurang dari Ftabel dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada gambar grafik menunjukkan kadar air tertinggi pada perlakuan M3T3 (Konsetrasi 40% dengan lama fermetasi 9 hari) yaitu sebesar 8,93%. sedangkan rerata kadar air terendah diperoleh pada perlakuan M2T1 (Konsetrasi 20% dengan lama fermentasi 5 hari) sebesar 7,48%. Ketaren (2008) berpendapat bahwa kadar air untuk bungkil inti kelapa sawit adalah 6-8%, sedangkan berdasarkan SNI 0l-0008-1987 untuk standart nilai kadar air bungkil inti kelapa sawit adalah sebesar maksimal 7%. Kadar air pelet <15% memiliki tekstur yang padat, agak keras, tidak mudah hancur dan tidak mudah ditumbuhi jamur. Sedangkan untuk pellet yang memiliki kadar air >15% akan mudah untuk ditumbihi oleh jamur (Bakti, 2006). Untuk penelitian ini dapat dinyatakan bahwa kadar air yang diperoleh dari hasil fermentasi sudah memenuhi standart.
Total Tanin Ekstrak Daun Alpukat Kadar Air Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (Wet Basis) atau berdasarkan berat kering (Dry Basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 %. (Syarif dan Halid, 1993). Tabrani (1997), menyatakan bahwa kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut. Hasil rerata analisis kimia kadar air bahan pakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Kadar Air Pakan Bungkil Inti Sawit Konsentrasi Rerata Nilai Kadar Air MA-11 (%) M 1T 1 8,20 M 2T 1 7,48 M 3T 1 7,96 M 1T 2 8,05 M 2T 2 8,07 M 3T 2 8,15 M 1T 3 7,60 M 2T 3 8,51 M 3T 3 8,93 Sumber: Data Primer 2014.
Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik pada penelitian ini dengan menggunakan metode Multiple Attribute yang dilakukan pada masing-masing parameter yang akan diuji meliputi protein kasar, serat kasar, dan kadar air. Selanjutnya ditentukan nilai ideal dari masing-masing parameter tersebut, kemudian dicari jarak kerapatan alternatif dari masing-masing alternatif terhadap parameter tersebut. Jarak kerapatan paling minimum yang dipilih menjadi alternatif terbaik. Perhitungan pemilihan perlakuan terbaik dengan Multiple attribute dapat ditunjukkan pada Lampiran 8. Perlakuan terbaik pada pembuatan bahan pakan bungkil inti kelapa sawit diperoleh pada perlakuan M3T1 (konsentrasi 20% dengan lama fermentasi 5 hari) dengan kandungan nutrisi Pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil perlakuan terbaik ekstrak tanin dari pengujian kimia akan penelitian fermentasi bungkil inti kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak.
Hasil rerata analisa ragam kadar air (P<0,05), menujukkan bahwa tidak beda nyata antar perlakuan dikarenakan Fhitung
5
Pakan Sapi (M3T1*) %
Ket
Protein Kasar
18,37
Maks
Serat Kasar
12,39
Min
No
Parameter
1 2
energi tidak terpenuhi oleh hidrat arang dan lemak (Winarno, 2002). Kadar sarat kasar yang diperoleh dari hasil penelitian akan fermentasi bungkil inti kelapa sawit diperoleh perlakuan terbaik dengan nilai serat kasar sebesar 12,39%, untuk keterangan dari pemilihan perlakuan terbaik pada serat kasar dilakukan berdasarkan nilai yang paling minimum yang diperoleh dari hasil uji kimia. Awal kelemahan dari bahan bungkil inti kelapa sawit ini adalah nilai serat kasarnya yang sangat tinggi yaitu mencapai 21,7% (Sinurat ,2010) sehingga dilakukan proses fermentasi untuk munurunkan nilai serat kasar pada bungkil inti kelapa sawit tersebut. Berdasarkan standart pembibitan maupun penggemuakan ruminansia menurut Wahyono (2000) niali serat kasar yang dibutuhkan pada fase pembibitan adalah maksimal 19,6%, untuk fase penggemukan nilai serat kasar yang dibutuhkan maksimal 18,4%. Melihat akan hal tersebut dapat dipastikan bahwa hasil serat kasar yang diperoleh pada penelitaan akan fermentasi bahan pakan bungkil inti kelapa sawit ini sudah memenuhi standart untuk penggemukan maupun fase pembibitan. Amerah (2007) berpendapat semakin tinggi kandungan serat kasar akan menyebabkan pencernaan nutrient akan semakin lama dan nilai enegi produktifnya semakin rendah. Pakan temak yang akan diberikan harus memiliki kandungan nutrisi yang seimbang agar dapat membantu perkambangan temak secara efektif (Winarmo, 2002). Kadar air bungkil inti kelapa sawit yang diperoleh dari perlakuan terbaik adalah sebesar 7,96%. Kadar air memegang peranan penting pada suatu bahan pakan, dimana aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan (Tabrani, 1997). Kadar air yang diperoleh pada perlakuan terbaik jika dibandingkan dengan SNI 0l-0008-1987 nilai kadar air untuk bungkil inti kelapa sawit adalah sebesar maksimal 7%, maka kadar air sedikit melebihi standart. Sedangkan sumberlain seperti Ketaren (2008) berpendapat bahwa kadar air untuk bungkil inti kelapa sawit adalah 6-8%, sehingga kadar air dari pada hasil
3 Kadar Air 7,96 Min Keterangan: * Bahan pakan hasil penelitian Pada tabel diatas merupakan hasil perlakuan terbaik dari pengujian kimia akan penelitian fermentasi bungkil inti kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak. Komponen parameter yang diuji diataranya adalah protein kasar, serat kasar dan kadar air. Penelitian akan fermentasi pakan bungkil inti kelapa sawit ini diperoleh perlakuan terbaik yaitu M3T1 (Konsentrasi MA-11 40% dengan waktu fermentasi 5 hari). Kadar protein kasar pada penelitian fermentasi bahan pakan bungkil inti kelapa sawit diperoleh perlakuan terbaik dengan nilai protein kasar sebesar 18,37%. untuk keterangan dari pemilihan perlakuan terbaik dilakukan berdasarkan nilai maksimum yang yang diperoleh dari hasil uji kimia akan fermentasi bahan pakan bungkil inti kelapa sawit. Berdasarkan Wahyono (2000) kadar protein kasar dibutuhkan pada fase pembibitan dan fase penggemukan. Nilai protein kasar yang dibutuhkan pada fase pembibitan minimal adalah 10,4%. Untuk fase penggemukan kadar protein kasar yang dibutuhkan adalah minimal 12,7%. Dari hasil penelitian akan fermentasi bahan pakan bungkil inti kelapa sawit diperoleh perlakuan terbaik dengan nilai protein kasar sebesar 18,37%, sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik sudah memenuhi standar untuk dijadikan sebagai bahan pakan untuk fase pembibitan maupun penggemukan. Dalam fungsi sebagai pakan, protein diperlukan oleh tubuh sebagai zat pembangun, zat pengatur dan sebagai bahan bakar. Zat pembangun, protein merupakan bahan untuk membentuk jaringan baru dalam tubuh. Zat pengatur, protein ini berperan serta dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan bakar, protein akan dibakar manakala keperluan tubuh akan
6
perlakuan terbaik ini masih memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak.
http://homeschoolingkaksetosema ranq,com/article/99275lma-11kolaborasi-mikroba-super.html>
KESIMPULAN Konsentrasi MA-11 dan waktu fermentasi akan bahan pakan bungkil inti kelapa sawit terfermentasi terbaik ditinjau dari protein kasar, serat kasar dan kadar air bahan pakan bungkil inti kelapa sawit yaitu dengan konsentrasi MA-11 20% dan waktu fermentasi 5 hari, dengan protein kasar sebesar 18,37%, serat kasar sebesar 12,39% dan kadar air sebesar 7,96%.
Bakti, A, S. 2006. Pengeringan Pakan Pelet dengan Alat Pengering Buatan. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor. Beck, M. E. 2002. Ilmu Gizi Diet. Yayasan Essentia Medica. Jakarta . Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono).
Daftar Pustaka Anonymous1. 2012. MA-11 Microbacter Alfaafa Super Decomposer. Dilihat pads 22 : April. 2013.
Chong, C. H., I. Zulkifli, and R. Blair: 2008. Effects Of Dietary Inclusion Of Palm Kernel Cake And Palm Oil, And Enzyme Supplementation On Performance Of Laying Hens. Asian-Aust. J. Anim. Sci, 21(7): 1053-1058.
Anonymous2. 2012. Luas Lahan Sawit Indonesia 9,72 Juts Ha, Dilihat 27 juli 2013.
Devendra, C. 1978. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian Agricultural Researsch and Developmentlnstitute Serdang. Malaysia. Durham, D. R., D.B. Stewart, and E.J. Stellwag. 1987. Novel Alkaline And Heat Stable Serine Professes From Alkalaphilic Bacillus sp. strain GX6638. J. Bacterial 169(6):27622768.
Anonymous3. 2013. Jumlah Produksi Bungkil Intl Kelapa Sawit. Dilihat pada 27 september 2013.http://www.poultryindonesia .com/news/risetartikel referensi/pemakaian=bungkil-intisawit-dalarn-ransum-ayaml>
Ketaren, S. 2008 . Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Amerah, A. M. 2007. Feed particle size : implication on the digestion and performance of poultry. J. World’s Poultry. Sci. 63 : 439-453.
Nugroho, A. E. 2012, Farmakologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Amri, M. 2006. Pengaruh Penggunaan Bungkil Intl Sawit Dalam Pakan Terhadap Performa Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Bung.Hatta. Jakarta.
Rosmarkam, A. dan N.V. Yuwono. 2011. Ilmu Kesuburan Tanah. Cetakan Ketujuh. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Artarizqi, A. T. 2013. MA 11, Kolaborasi Mikroba Super. Dilihat 22 April 2013.
Sinurat, A.P., Purwadari dan Haryono. 2009. Proses Pengolahan Bungkil
7
Inti Sawit dan Evaluasi Biologis pada Ayam. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Temak. Bogor. Tarigan
S. 2011. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Sayuran Kubis (Brassica aleracege L) Dan Isi Rumen Sapi. Tesis. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan, Alam Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tabrani. 1997. Teknologi Hasil Perairan. Universitas Islam Riau Press. Riau. Wahyono, D E. 2000. Pengkajian Teknologl Complete Feed pada Usaha Penggemukan Domba. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur. Malang. Winarno. F. G. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
8