PENGGUNAAN LAHAN PERKOTAAN, KETERATURAN PERMUKIMAN, KONSISTENSI PENGHUNI TERHADAP KEBERADAAN PEKARANGAN (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau)
ZAHRA KARTIKA
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penggunaan Lahan Perkotaan, Keteraturan Permukiman, Konsistensi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail, dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Zahra Kartika NIM A14110026
ABSTRAK ZAHRA KARTIKA. Penggunaan Lahan Perkotaan, Keteraturan Permukiman, Konsistensi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail, dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau). Dibimbing oleh KHURSATUL MUNIBAH dan SETYARDI PRATIKA MULYA. Penggunaan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan manusia terhadap sebidang tanah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan permintaan masyarakat terhadap lahan kuhususnya tempat tinggal juga semakin meningkat bahkan kebutuhan lahan untuk permukiman lebih besar di wilayah perkotaan seperti Kota Pekanbaru yang menjadi lokasi penelitian ini. Dengan tekanan permintaan lahan yang cukup tinggi, Kota Pekanbaru berpotensi terjadi perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya di masa mendatang dan iikuti dengan semakin berkurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi penggunaan lahan pada citra Ikonos dan pengecekan lapang, mengidentifikasi keteraturan permukiman dan karakteristik penghuninya serta mengidentifikasi persepsi penghuni permukiman terhadap ruang terbuka hijau privat. Teknik analisis yang dilakukan adalah interpretasi citra dilanjutkan dengan pengecekan lapang. Teknik Slovin digunakan untuk menentukan jumlah titik pengecekan lapang dan wawancara. Metode yang digunakan untuk menentukan penyebaran titik cek lapang dan wawancara adalah stratified random sampling. Berdasarkan hasil analisis diketahui Kecamatan Marpoyan Damai memiliki luas keteraturan permukiman tertinggi sebesar 588.8 ha, luas permukiman yang tidak teratur tertinggi adalah di Kecamatan Pekanbaru Kota 10.4 ha. Kecamatan Pekanbaru Kota berkembang lebih dahulu dibandingkan dengan Kecamatan Sail dan Marpoyan Damai sehingga permukiman yang ada saat ini dibangun tanpa adanya konsep keteraturan permukiman sehingga Kecamatan Pekanbaru Kota memiliki proporsi penggunaan lahan terbangun tertinggi sebesar 90.89 %. Persepsi penghuni tertinggi mengenai keteraturan permukiman berada di Kecamatan Sail sebesar 63.64 %. Persepsi ini dihasilkan dari pemahaman penghuni mengenai keteraturan permukiman. Pendapatan penghuni, luas bangunan dan harga jual tanah berkorelasi positif nyata terhadap keteraturan permukiman. Ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara sosial masyarakat dengan keteraturan permukiman. Persepsi penghuni tertinggi mengenai keberadaan pekarangan berada di Kecamatan Sail sebesar 81.82 % sedangkan yang terendah di Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu 58.33 %. Ketersediaan ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai pekarangan memiliki luas yang terbatas karena luas lahan yang tersisa ± 2-5 m sehingga keinginan masyarakat untuk memiliki pekarangan sulit terpenuhi. Kata kunci: Keteraturan permukiman, konsistensi penghuni, RTH privat
ABSTRACT ZAHRA KARTIKA. Urban Land Use, Settlement Regularity, Residence Consistency towards the Yard (Case Study: District of Pekanbaru Kota, Sail, and Marpoyan Damai, Pekanbaru City, Riau). Supervised by KHURSATUL MUNIBAH and SETYARDI PRATIKA MULYA. Land use is the human activities on the land to improve their lives. Increasing population led to public demand for land, especially residence also increased even land requirements for larger settlements in urban areas like the city of Pekanbaru as the research location. With the pressure of demand for land is high enough, the city of Pekanbaru potential changes in landuse that is incompatible with its function in the future and is followed by the decreasing availability of green open space. The aims of this study are to mapping the use of urban land with Ikonos imagery, to classify the settlement regularity visually and know the perception of its inhibitants, to know the perception of the inhibitants of yard as a private green open space. The analysis technique performed is image interpretation followed by field checking. Slovin techniques used to determine the number of checking points and interviews. The method used to determine the spread of field checks point and interviews are stratified random sampling methode. Based on the results of analysis Marpoyan Damai District has the highest comprehensive settlement regularity by 588.8 hectare, the highest comprehensive settlement irregularity is in the district of Pekanbaru Kota 10.4 hectare. District of Pekanbaru Kota develops earlier than the District of Sail and Marpoyan Damai so that the existing settlements built without any concept of regularity so the District of Pekanbaru Kota has the highest proportion of building by 90.89 %. The highest occupant perceptions about the regularity of settlements located in Sail District by 63.64 % and the highest occupant perceptions of the irregularity of settlements located in Pekanbaru Kota District by 66.67 %. This difference is caused by a lack of public understanding about the regularity of settlements so the interview was not enough to present the desired goal. Income, the building area and land prices are significantly correlated affect the regularity of settlements. This shows that there is a correlation between social community with regularity settlements. The highest occupant perceptions about the existence of yards located in the District Sail by 81.82% while the lowest perception is in the District of Pekanbaru Kota by 58.33%. The availability of open space that could be used as yards to have a limited area because the remaining land area approxiamately 2-5 m so the people's desire to have the yards are not met. Keywords: private green open space, recidence consistency, settlement regularity,
PENGGUNAAN LAHAN PERKOTAAN, KETERATURAN PERMUKIMAN, KONSISTENSI PENGHUNI TERHADAP KEBERADAAN PEKARANGAN (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau)
ZAHRA KARTIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhannahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah permukiman, dengan judul Penggunaan Lahan Perkotaan, Keteraturan Permukiman, Konsistensi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan (Studi Kasus: Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail, dan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing skripsi atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, motivasi, ilmu yang diajarkan dan kesabaran. 2. Setyardi Pratika Mulya, MSi selaku pembimbing skripsi atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi, dan ilmu yang diajarkan kepada penulis. 3. Dr Boedi Tjahjono, MSc selaku dosen penguji, yang telah bersedia memberi masukan dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini. 4. Umi dan Abi yang selalu memberi motivasi dan senantiasa mencurahkan kasih sayang dan mendoakan penulis. Adikku Zalika yang selalu ada untuk memberikan support kepada penulis. 5. Teman-teman MSL’48 yang selalu memberi motivasi dan doa. 6. Teman-teman di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Rizaldy Anhar, SP, Indah Purnama Sari, SP, Novi Anggraini, SP, Siti Huzaimah, SP, Julyani Widya, SP, Yuliyati, SP, Diendra A. Karim, SP, Noviana D. Purwati, SP terima kasih atas motivasi dan kerjasamanya. 7. Sahabatku para “Sarjana Tangguh” Aziz RainbowCake, Fitri, Wulan, Stevia, Metha, Ade dan Arroyan terima kasih sudah menemani saat-saat susah dan senang selama di IPB. 8. Sahabatku Raffica Zahara, SPd, Widya Putri, SKed, Siska Paramitha, SPd, Adhitya Warman, SH, Syahrina Irya, SPd, Fatin Hanifa, SPSi, Vika Aristantya, SPd terima kasih atas support yang diberikan. 9. “Si Jenong” yang selalu setia menemani penulis dan mempermudah penulis untuk pergi kemanapun selama berada di IPB. 10. BAPPEDA Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang Kota Pekanbaru yang senantiasa membantu penulis. 11. Staff tata usaha yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 12. Staff Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang Kota Pekanbaru terima kasih atas bantuannya selama di Pekanbaru. 13. Semua pihak yang sudah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu . Bogor, Januari 2016 Zahra Kartika
DAFTAR ISI
ABSTRACT ........................................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 2 Ruang Terbuka Hijau ........................................................................................... 3 Citra Ikonos .......................................................................................................... 4 Sistem Informasi Geografis (SIG) ....................................................................... 5 METODE................................................................................................................. 6 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................................. 6 Bahan dan Alat Penelitian .................................................................................... 7 Prosedur Penelitian .............................................................................................. 7 1.
Tahap Persiapan ........................................................................................ 9
2.
Tahap Pengumpulan Data ......................................................................... 9
3.
Tahap Analisis ........................................................................................ 10
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................................... 12 Kondisi Geografis .............................................................................................. 12 Iklim ................................................................................................................... 13 Demografi dan Tenaga Kerja ............................................................................. 13 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 15 Interpretasi Penggunaan Lahan Melalui Citra Ikonos ....................................... 15 Permukiman ....................................................................................................... 15 Fasilitas umum ................................................................................................... 15 Perkantoran ........................................................................................................ 17 Bandar Udara (Bandara) .................................................................................... 19 Lahan Tidak Terbangun ..................................................................................... 19 Perkebunan ......................................................................................................... 19
Penggunaan Lahan .............................................................................................22 Keteraturan Permukiman Secara Visual ............................................................25 Keteraturan Permukiman Menurut Persepsi Penghuni Permukiman .................27 Kesamaan Jawaban Antara Keinginan Penghuni dengan Realita Terhadap Keberadaan Pekarangan Sebagai RTH Privat ....................................................31 KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................32 Kesimpulan.........................................................................................................32 Saran ...................................................................................................................32 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................33 LAMPIRAN ...........................................................................................................37 RIWAYAT HIDUP ...............................................................................................53
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
Karakteristik Dasar Satelit Ikonos .................................................................... 5 Bahan Penelitian ............................................................................................... 7 Alat Penelitian ................................................................................................... 7 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Tahun 2013 .......................................... 13 Jumlah Lowongan Kerja, Jumlah Pekerja, dan Pengangguran Tahun 2013................................................................................................................. 13 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Interpretasi Secara Visual .................. 23 Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual ................. 27 Persepsi Penghuni Terhadap Keteraturan Permukiman .................................. 27 Perbandingan Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dengan Persepsi Penghuni Permukiman Berdasarkan Jumlah Responden ....................................................................................................... 28 Korelasi Keteraturan Permukiman Beradasarkan Interpretasi Secara Visual dengan Karakteristik Sosial Masyarakat ............................................. 30 Proporsi Kesamaan Jawaban antara Keinginan dengan Realita terhadap Keberadaan Pekarangan .................................................................................. 31
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram Alir Penelitian .................................................................................... 8 2. Peta Administrasi Tiga Kecamatan Daerah Penelitian ................................... 14 3. (a) Kenampakan Visual Permukiman dan (b) Foto Kenampakan Lapang
Permukiman. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang .............. 15 4. (a) Kenampakan Visual Sekolah dan (b) Foto Kenampakan Lapang Sekolah. (c) Kenampakan Visual Gelanggang Olahraga dan (d) Foto Kenampakan Lapang Gelanggang Olahraga. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang............................................................................. 16 5. (a) Kenampakan Visual Perkantoran Pemerintahan dan (b) Foto Kenampakan Lapang Perkantoran Pemerintah. (c) Kenampakan Visual Perkantoran Non Pemerintah dan (d) Foto Kenampakan Lapang
6. 7. 8. 9. 10.
11. 12.
13.
14. 15.
16.
17.
Perkantoran Non Pemerintah. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ......................................................................................... 18 (a) Kenampakan Visual Ruko dan (b) Foto Kenampakan Lapang Ruko. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ..................................... 18 (a) Kenampakan Visual Bandar Udara dan (b) Foto Kenampakan Lapang Bandar Udara ...................................................................................... 19 (a) Kenampakan Visual Perkebunan dan (b) Foto Kenampakan Lapang Perkebunan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ................ 20 (a) Kenampakan Visual Lahan Semak Belukar dan (b) Foto Kenampakan Lapang Semak Belukar.............................................................. 20 (a) Kenampakan Visual Kebun Campuran dan (b) Foto Kenampakan Lapang Kebun Campuran. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ............................................................................................................. 21 (a) Kenampakan Visual Hutan dan (b) Foto Kenampakan Lapang Hutan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ..................................... 21 (a) Kenampakan Visual Taman (b) Foto Kenampakan Lapang Taman di Halaman Kantor Gubernur. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ............................................................................................................. 22 (a) Kenampakan Visual Non Vegetasi (Lahan Terbuka) dan (b) Foto Kenampakan Lapang Lapangan Bola, Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ......................................................................................... 22 Peta Penggunaan Lahan ................................................................................... 24 (a) Kenampakan Penggunaan Lahan Permukiman Teratur pada Citra dan (b) Foto Kenampakan Lapang. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang ......................................................................................... 26 (a) Kenampakan Visual Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur dan (b) Foto Kenampakan Lapang. Titik Kuning merupakan Titik Pengecekan Lapang ......................................................................................... 26 (a) Peta Keteraturan Permukiman Secara Visual dan (b) Berdasarkan Persepsi Penghuni Permukiman ...................................................................... 29
DAFTAR LAMPIRAN 1. Tabel Titik Persebaran Cek Lapang Menggunakan GPS ................................ 39 2. Tabel Perbandingan Keteraturan Permukiman Secara Visual dan 3. 4. 5. 6. 7.
Persepsi Penghuni ............................................................................................ 45 Form Kuisioner ................................................................................................ 47 Form Pengecekan Lapang ............................................................................... 49 Koefisien Korelasi ........................................................................................... 50 Perhitungan Jumlah Titik Pengecekan Lapang ............................................... 51 Perhitungan Jumlah Titik Wawancara ............................................................. 52
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkotaan merupakan pusat berlangsungnya aktivitas manusia yaitu kegiatan sosial dari berbagai dimensi. Kemajuan dan perkembangan kota diikuti dengan aspek-aspek pembentuk kota diantaranya aspek sosial dan ekonomi. Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999, kota merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Pemerintah RI 1999b). Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan manusia terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di perkotaan terutama permasalahan lingkungan. Lingkungan kota cenderung berkembang secara ekonomis dan menurun secara ekologis dimana pembangunan perkotaan mengarah kepada pembangunan fisik yaitu sarana dan prasarana (Chairunnisa 2013). Ketersediaan lahan dan pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak seimbang menyebabkan terjadinya konversi lahan dan ketidaksesuaian penggunaan lahan. Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota besar dan pusat pertumbuhan di Pulau Sumatera. Pada dekade 10 tahun terakhir pembangunan infrastruktur di Kota Pekanbaru cukup pesat. Hal ini ditandai dengan telah dibangunnya fly over di pusat Kota Pekanbaru. Perkembangan pembangunan permukiman, sarana, dan prasarana merupakan wujud peningkatan kebutuhan masyarakat akan lahan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Peningkatan jumlah penduduk Kota Pekanbaru berdasarkan data yang diperoleh BPS tahun 2000, 2005, 2010 dan 2013 masing - masing sebesar 586 223 jiwa, 720 197 jiwa, 897 768 jiwa dan 964 558 jiwa (BPS Kota Pekanbaru 2014). Ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup lengkap di Kota Pekanbaru menjadi penarik minat masyarakat luar Kota Pekanbaru untuk mencari pekerjaan di wilayah ini. Peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi menuntut penyediaan permukiman layak huni juga meningkat. Permukiman layak huni dapat diartikan sebagai permukiman teratur yaitu permukiman yang dibangun secara terencana sehingga menghasilkan bangunan dengan pola yang teratur dilengkapi dengan kualitas sarana dan prasarana yang lebih baik. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2011, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang memiliki prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan (Pemerintah RI 2011). Ketidakseimbangan ketersediaan lahan dan jumlah penduduk menyebabkan Kota Pekanbaru berpotensi mengalami perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai sehingga muncul bangunanbangunan permukiman dengan tingkat keteraturan rendah pada lahan yang tidak sesuai peruntukannya. Kondisi perkotaan yang semula memiliki ruang terbuka hijau (RTH) berubah menjadi hamparan lahan terbangun sebagai akibat dari peningkatan permintaan masyarakat akan lahan sehingga ketersediaan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau privat tidak terpenuhi. Ruang terbuka hijau privat merupakan ruang terbuka hijau milik instansi tertentu atau orang perseorangan yang dimanfaatkan sebagai kebun atau halaman rumah/gedung
2 milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan (DJPR PU 2008). Undangundang No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan untuk menyediakan RTH publik minimal 20 % dari luas kota dan RTH privat minimal 10 % dari luas kota sehingga dapat menciptakan suasana kota yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan (Pemerintah RI 2007). Persepsi masyarakat yang berbeda terkait dengan keberadaan pekarangan dan keterbatasan lahan di lingkungan permukiman menyebabkan tidak termanfaatkannya lahan kosong untuk pekarangan. Untuk menganalisis ketersediaan lahan pekarangan di setiap lingkungan permukiman dilakukan wawancara kuisioner mengenai persepsi penghuni permukiman terkait pemanfaatan lahan kosong sebagai pekarangan dan persepsi penghuni mengenai keteraturan permukiman. Keteraturan permukiman yang berada di daerah perkotaan dianalisis melalui interpretasi visual menggunakan citra satelit Ikonos dengan resolusi spasial yang detil yaitu 1 m x 1 m menggunakan software ArcGis 9.3 skala 1 : 3 500. Sehingga dapat diperoleh hasil analisis yang tepat dan detil mengenai lahan permukiman serta keteraturan permukiman yang berada di Kota Pekanbaru. Tujuan Penelitian 1. Melakukan pemetaan penggunaan lahan perkotaan dengan citra Ikonos 2. Melakukan klasifikasi keteraturan permukiman secara visual dan mengetahui persepsi penghuninya 3. Mengetahui persepsi penghuni terhadap pekarangan sebagai RTH privat
TINJAUAN PUSTAKA Lahan, Penggunaan Lahan, Penutupan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya (Sitorus 1989). Penutupan lahan menurut Liliesand dan Kiefer (1997) merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut. Berbeda dengan penutupan lahan, menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan merupakan setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lahan (Malingreau dan Mangunsukoharjo 1978). Tekanan terhadap lahan merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan sekunder yaitu permukiman. Penggunaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan (Barlowe 1986). Perubahan penggunaan lahan adalah proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang bersifat permanen atau sementara maupun untuk tujuan komersial (Muiz 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah faktor manusia, yaitu kualitas dan kuantitas. Kualitas berkaitan dengan umur, kepribadian, pendidikan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penentuan keputusan. Kuantitas berkaitan dengan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah
3 penduduk menyebabkan tekanan populasi sehingga mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan pertambahan kebutuhan sandang, pangan, dan papan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Perubahan penggunaan lahan pada kenyataannya tidak dapat dihindari karena keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan tidak terbatas namun sumberdaya yang tersedia semakin terbatas. Pada penelitian ini penggunaan lahan dibagi menjadi dua jenis, yaitu penggunaan lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Penggunaan lahan terbangun terdiri dari permukiman, perkantoran, rumah toko (ruko), bandar udara (bandara), dan fasilitas umum. Penggunaan lahan tidak terbangun terdiri dari perkebunan, kebun campuran, semak belukar, lahan terbuka, dan taman. Permukiman Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2011, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang memiliki prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan (Pemerintah RI 2011). Permukiman menurut BSN (2010) adalah areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian serta tempat berlangsungnya kegiatan yang mendukung kehidupan. Pada penelitian ini permukiman terbagi menjadi dua, yaitu permukiman teratur dan tidak teratur. Permukiman teratur merupakan permukiman yang memiliki perencanaan pembangunan. Permukiman terencana merupakan permukiman yang dibangun secara terencana dalam suatu kawasan perumahan dan secara umum mempunyai keseragaman dari aspek bentuk, ukuran, kualitas dan tata letak bangunan serta terintegrasi dengan pembangunan prasarana dan sarana perumahan (Martono et al 2006). Berbeda dengan permukiman teratur, permukiman tidak teratur merupakan permukiman yang tidak memiliki keseragaman bentuk bangunan, ukuran, kualitas, dan memiliki tata letak yang kurang strategis. Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007, Ruang terbuka hijau (RTH) didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Pemerintah RI 2007). Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan (Kemendagri 1988). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 menjelaskan bahwa ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi dengan tumbuhan, tanaman,dan vegetasi (DJPR PU 2008). Fungsi RTH dibagi menjadi fungsi sosial ekonomi (produktif) dan budaya, fungsi sebagai bio-ekologis, dan fungsi estetis (DJPR PU 2006). Fungsi sosial ekonomi dan budaya menggambarkan ekspresi budaya lokal dimana RTH dimanfaatkan sebagai media komunikasi masyarakat, tempat rekreasi, wadah
4 pendidikan dan penelitian. RTH berfungsi sebagai bio-ekologis karena dapat menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air, tanah, serta penahan angin. RTH juga memiliki fungsi estetis untuk meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota, baik pada skala mikro seperti pekarangan dan lingkungan permukiman maupun skala makro seperti taman kota. Berdasarkan status kepemilikannya, RTH dibagi menjadi dua, yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik berada di lahan-lahan publik atau lahan-lahan milik pemerintah. RTH privat berada pada lahan-lahan milik pribadi seperti pekarangan rumah (DJPR PU 2008). Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar 30 % yang terdiri dari 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 % terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan (DJPR PU 2008). RTH privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika/arsitektural. Memiliki ruang terbuka yang dimanfaatkan sebagai RTH privat di setiap rumah membantu dalam keseimbangan sistem ekologis dalam menciptakan udara bersih yang dibutuhkan anggota keluarga dalam skala kecil dan dibutuhkan masyarakat perkotaan dalam cakupan yang luas. Citra Ikonos Ikonos berasal dari bahasa Yunani “Eye-KOH-NOS” yang berarti citra atau image. Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space System. Satelit Ikonos dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat. Ikonos merupakan satelit komersial pertama dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m (hitam-putih) sehingga dapat membuat citra beresolusi tinggi. Citra Ikonos dapat diaplikasikan untuk pemetaan sumberdaya alam daerah pedalaman dan perkotaan, analisis bencana alam, kehutanan, pertanian, pertambangan dan deteksi perubahan. Citra Ikonos dapat menyediakan data relevan untuk studi lingkungan (Crystiana dan Tri 2013). Citra Ikonos merupakan salah satu contoh citra satelit beresolusi tinggi yang banyak digunakan saat ini. Resolusi spasial citra mencerminkan seberapa rinci suatu sensor yang dipasang pada satelit dapat merekam suatu objek di permukaan bumi. Semakin besar nilai resolusi spasial maka semakin rinci informasi objek yang ditampilkan (Rudianto 2010). Hal ini mempermudah pengamat dalam proses identifikasi objek secara detail. Karakateristik dari citra Ikonos yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
5 Tabel 1. Karakteristik Dasar Satelit Ikonos Data Teknis Tanggal peluncuran
Satelit Ikonos 24 September 1999 di Vabdeberg Air Force Base, California, USA
Data orbit : -Orbit -Ketinggian -Kecepatan pada orbit -Kecepatan di atas bumi -Waktu orbit mengelilingi bumi Resolusi Spasial : -Resolusi pada nadir -Resolusi 26° off-nadir Resolusi Temporal :
Resolusi Spektral
Luas liputan (scane)
98,1°, sun synchronous 681 km 7,5 km/detik 6,8 km/detik 98 menit 0,82 m Pankromatik : 3,2 m MS 1,0 m Pankromatik : 4,9 MS 3 hari pada lintang 40° Pankromatik : 0,45 – 0,90 µm Band 1 (blue): 0,45 – 0,53 µm Band 2 (green) : 0,52 – 0,61 µm Band 3 (red) : 0,64 – 0,72 µm Band 4 (VNIR) : 0,77 – 0,88 µm (11,3 x 11,3) km pada nadir
(Sumber : Rudianto 2010)
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1997). Prinsip perekaman data oleh sensor dilakukan berdasarkan perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik masing-masing objek di permukaan bumi. Terdapat tiga resolusi yang umum digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik citra, yaitu resolusi spektral, resolusi spasial, resolusi temporal dan resolusi radiometrik (Jansen 1996). Data penginderaan jauh dapat berupa data analog dan data digital (citra satelit). Murai (1996) mengklasifikasikan tipe-tipe informasi yang dapat diekstrak melalui data penginderaan jauh, diantaranya tipe klasifikasi (land cover), deteksi perubahan land cover, ekstraksi kualitas fisik (temperatur, komponen atmosfer, elevasi), dan tipe identifikasi feature spesifik (identifikasi bencana alam). Beberapa contoh manfaat dalam aplikasi penginderaan jauh adalah mampu mengidentifikasi penutupan lahan, mengidentifikasi pola perubahan lahan, melakukan manajemen dan perencanaan wilayah serta melakukan manajemen sumber daya hutan. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Berdasarkan operasinya sistem informasi geografis dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) cara manual, yang prinsip kerjanya memanfaatkan peta cetak
6 (kertas/transparansi), bersifat data analog, dan (2) cara terkomputer atau lebih sering disebut cara otomatis yang prinsip kerjanya menggunakan komputer sehingga data yang dihasilkan adalah data digital (Barus dan Wiradisasta 1997). Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, garis, dan area (poligon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi objek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sampel. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontur, dan lain-lain. Area merupakan kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk ruang homogen seperti batas daerah dan batas penggunaan lahan (Chairunnisa 2013). Menurut Prahasta (2002) sistem informasi geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem berikut : 1) Data input : mengumpulkan serta mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. 2) Data output : menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk softcopy maupun hardcopy. 3) Data manajemen : mengorganisasi data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sehingga mudah dipanggil, diupdate dan diedit. 4) Data manipulation dan analysis: menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG serta melakukan manipulasi atau pemodelan data untuk memperoleh hasil yang diinginkan. SIG sudah banyak dipakai pada periode 1990-an di negara maju sebagai alat yang ampuh untuk mendukung pembuatan suatu keputusan (Parker 1994). Munculnya perkembangan teknik geospasial mengintegrasikan penggunaan remote sensing, sistem informasi geografis dan global positioning systems sehingga mempermudah pengolahan data spasial dan menghemat biaya (Rawat dan Kumar 2015). Beberapa alasan yang menyebabkan konsep-konsep SIG beserta aplikasinya menjadi menarik untuk digunakan diberbagai ilmu, diantaranya: 1) SIG dapat digunakan sebagai alat bantu utama yang efektif, menarik, meningkatkan pemahaman mengenai ide-ide atau konsep-konsep lokasi, ruang (spasial), kependudukan, dan unsur-unsur geografis yang terdapat di permukaan bumi beserta data-data atribut yang menyertainya. 2) SIG menggunakan data spasial dan atribut secara terintegrasi sehingga sistemnya dapat menjawab pertanyaan spasial maupun non spasial. 3) SIG memiliki kemampuan dalam memvisualkan data spasial dan atribut.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlokasi di wilayah administrasi Kota Pekanbaru, Provinsi Riau yang terdiri dari tiga sampel kecamatan yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai. Pemilihan tiga kecamatan lokasi penelitian didasari oleh perbedaan jarak dimana Kecamatan Marpoyan Damai berada jauh (± 10 km) dari pusat kota, Kecamatan Sail berada dekat dengan pusat kota (± 3 km) dan
7 Kecamatan Pekanbaru Kota berada di pusat Kota. Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, terhitung sejak bulan Mei hingga November 2015. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Sementara itu, alat yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 2. Bahan Penelitian No 1.
3.
Bahan Citra Ikonos Kota Pekanbaru 2013 Peta Administrasi Kota Pekanbaru Peta Jalan
4.
Peta Sungai
5.
Buku Pekanbaru Dalam Angka Tahun 2014
2.
Resolusi/Skala 1x1m 1: 50 000 1: 50 000 1: 50 000
Sumber Dinas Tata Ruang dan Kota Pekanbaru Dinas Tata Ruang dan Kota Pekanbaru Dinas Tata Ruang dan Kota Pekanbaru Dinas Tata Ruang dan Kota Pekanbaru BPS Kota Pekanbaru
Tabel 3. Alat Penelitian No. Alat ArcGis 9.3 1 2 3 4 5 6
Keterangan
Microsoft Office Visio 2007 Microsoft Excel 2007 Microsoft Word 2007 GPS Digital Camera
Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan pengolahan data Perancangan diagram alir Tabulasi data Penulisan karya ilmiah Menentukan titik koordinat pengecekan lapang Dokumentasi objek lapang
Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data dan analisis data. Tahap penelitian digambarkan secara diagfragmatis pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
9 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemilihan dan penentuan tema penelitian, pembuatan proposal penelitian, dan melakukan studi literatur. Tahap ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai analisis permukiman di tiga kecamatan daerah penelitian. 2. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data diantaranya adalah pengumpulan data spasial. Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder seperti Citra Ikonos tahun 2013, peta jalan, peta sungai, peta Administrasi Kota Pekanbaru dan data primer yang diperoleh dari pengecekan lapang. Data lainnya adalah data hasil wawancara kuisioner mengenai persepsi penghuni permukiman terhadap keteraturan permukiman dan mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk foto. Pengecekan lapang bertujuan untuk validasi hasil interpretasi sehingga hasil peta yang diperoleh memiliki tingkat ketepatan yang lebih baik sebab citra Ikonos Kota Pekanbaru yang diinterpretasi adalah citra tahun 2013 dan ingin melihat gambaran tutupan lahan pada tahun 2015. Lokasi pengecekan lapang dan persebaran kuisioner ditentukan dari 800 poligon penggunaan lahan hasil dijitasi di tiga kecamatan lokasi penelitian. Penentuan jumlah poligon penggunaan lahan untuk pengecekan lapang dan persebaran kuisioner untuk wawancara ditentukan dengan menggunakan teknik Slovin yaitu teknik yang digunakan untuk menentukan sub poligon penggunaan lahan di tiap kelurahan di tiga kecamatan lokasi penelitian dari 800 poligon yang berada di lokasi penelitian. Jumlah keseluruhan poligon penggunaan lahan untuk pengecekan lapang yang direncanakan adalah 216 poligon dan jumlah poligon untuk wawancara kuisioner adalah 100 poligon. Berdasarkan jumlah poligon yang telah ditentukan dengan teknik Slovin tersebut selanjutnya dilakukan penitikan lokasi pengecekan lapang dan wawancara kuisioner dengan metode stratified random sampling adalah metode pengambilan sampel berdasarkan strata (tingkatan) dari sejumlah populasi (poligon). Perhitungan jumlah titik pengecekan lapang disajikan pada Lampiran 6. Penentuan jumlah polygon pengecekan lapang (sejumlah 216) dan wawancara kuisioner (sejumlah 100 responden) diperoleh berdasarkan perhitungan rumus Slovin. Rumus Slovin disajikan sebagai berikut (Sevilla et al 2007).
n= Keterangan : n : Jumlah sampel poligon penggunaan lahan lokasi penelitian N : Jumlah keseluruhan poligon penggunaan lahan e : Standar error (0.05)
10 Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menentukan sub sampel:
ni = Keterangan : ni : Jumlah poligon sampel penggunaan lahan tipe-i Ni : Jumlah poligon satu jenis penggunaan lahan tipe-i N : Jumlah keseluruhan poligon penggunaan lahan n : Jumlah sampel poligon penggunaan lahan lokasi penelitian i : Kelurahan Berdasarkan kebutuhan penelitian dihasilkan 50 responden dari 100 responden untuk wawancara kuisioner mengenai persepsi penghuni terhadap keteraturan permukiman. Jumlah semula responden 100 responden merupakan jumlah responden dengan penggunaan lahan beragam atau tidak hanya permukiman sebagai akibat dari perubahan tujuan penelitian. 3. Tahap Analisis Interpretasi Citra Interpretasi merupakan proses ekstraksi informasi kualitatif maupun kuantitatif sebuah peta, baik mengenai bentuk, lokasi, struktur, fungsi, kualitas, hubungan antar objek dan lain-lain (Murai 1999). Interpretasi pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama yaitu (1) proses pengenalan data dari citra berupa pengenalan objek tergambar pada citra serta penyajiannya ke tabel, grafik, dan peta tematik, (2) penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Urutan pekerjaan (interpretasi) mneurut Sutanto (1989) dimulai dari menguraikan atau memisahkan objek dengan pola atau bentuk berbeda diikuti dengan proses penarikan garis batas bagi objek yang memiliki pola dan bentuk yang sama. Sutanto (1989) memberikan karakteristik dasar kenampakan pada citra sebagai kunci dalam proses interpretasi citra, yaitu: 1. Bentuk : konfigurasi atau kerangka suatu obyek. 2. Ukuran : besar kecilnya obyek pada citra dengan mempertimbangkan skala citra. 3. Pola : hubungan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan obyek alami atau buatan akan memberikan suatu pola yang dapat membantu penafsiran. 4. Bayangan : memberikan gambaran profil suatu obyek atau menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya cahaya sehingga sukar diamati pada citra. 5. Rona : adanya tingkatan keabuan atau kecerahan relatif obyek pada citra. 6. Warna : dipresentasikan dengan hue, value, dan chroma. 7. Tekstur : frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur merupakan gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya. 8. Situs : hubungan antara posisi suatu terhadap obyek lainnya sehingga suatu obyek dapat dikenali dari hubungan tersebut.
11 9. Asosiasi : keterkaitan suatu obyek terhadap lokasi dimana obyek tersebut ditemukan. Interpretasi citra Ikonos dilakukan secara on screen digitizing yaitu mendijitasi penggunaan lahan secara manual langsung di komputer (Crystiana dan Tri 2013). Proses dijitasi on screen dilakukan pada skala 1 : 3 500 untuk memperoleh data penggunaan dan penutupan lahan (land cover/use). Data penggunaan dan penutupan lahan didukung dengan pengecakan lapang. Hasil interpretasi citra digunakan untuk membandingkan keteraturan permukiman secara visual dengan keteraturan permukiman berdasarkan persepsi masyarakat yang menempati suatu wilayah. Interpretasi Visual Keteraturan Permukiman Penggunaan lahan permukiman dibedakan menjadi permukiman teratur dan tidak teratur. Keteraturan permukiman didasari oleh kunci klasifikasi visual dimana permukiman teratur dicirikan dengan bentuk bangunan yang sama, memiliki pola bangunan berulang serta ukuran bangunan yang relatif sama. Permukiman yang tidak teratur dicirikan dengan pola bangunan yang tidak teratur, memiliki variasi ukuran bangunan dan padatnya kerapatan bangunan ditandai dengan tidak terlihatnya jalan. Identifikasi Persepsi Penghuni Permukiman Identifikasi mengenai persepsi penghuni permukiman dilakukan dengan wawancara yang dipandu dengan kuisioner. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner terstruktur untuk menjaring informasi mengenai persepsi penghuni yaitu identitas responden, pendapatan bulanan, kondisi tempat tinggal dan infrastruktur. Setiap kuisioner yang sudah diisi secara lengkap kemudian diinput dalam format excel untuk mempermudah pengolahan data. Data hasil berformat excel diuji lanjut dengan menggunakan analisis statistika yaitu korelasi sederhana untuk memperoleh hubungan antara data dependent dan data independent. Identifikasi persepsi penghuni dilakukan untuk mengetahui pendapat penghuni mengenai lingkungan permukiman dan mengetahui pemahaman penghuni mengenai keteraturan permukiman. Rumus Korelasi Sederhana dapat disajikan sebagai berikut (Walpole 1993).
r=
∑ √ ∑
∑ (∑
)
∑ ∑
Keterangan: r : Korelasi sederhana pearson n : Ukuran sampel xi : Nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i yi : Nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i
(∑
)
12 Identifikasi Persepsi Penghuni Terhadap Keberadaan Pekarangan Sebagai RTH Privat Identifikasi persepsi penghuni permukiman terhadap pekarangan diperoleh melalui wawancara terhadap responden yang dipandu dengan kuisioner. Persepsi ini diuji kesamaanya dengan cara membandingkan persepsi responden dengan keberadaan pekarangan di rumah yang bersangkutan. Daftar kuisioner disajikan pada Lampiran 3.
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Tiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai masuk ke dalam administrasi Kota Pekanbaru (Gambar 2). Secara geografis, Kota Pekanbaru terletak antara 101º24’–101º30’ Bujur Timur dan 0º26’–0º30’ Lintang Utara. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 1987, pada tanggal 7 September 1987 ditetapkan bahwa daerah Kota Pekanbaru mengalami perluasan sebesar ± 383.5 km², dari ± 62.9 km² menjadi ± 446.5 km² (Pemerintah RI 1987). Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 dibentuk kecamatan baru menjadi 12 kecamatan dan kelurahan baru menjadi 58 kelurahan (Pemda Kota Pekanbaru 2003). Lokasi penelitian berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kecamatan Lima Puluh, Senapelan dan Rumbai Sebelah Timur : Kecamatan Tenayan Raya dan Kabupaten Pelalawan Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar Sebelah Barat : Kecamatan Tampan dan Payung Sekaki. Topografis dan Geologi Secara umum Kota Pekanbaru memiliki ketinggian 5–50 m di atas permukaan laut. Sebagian wilayah terdiri dari dataran rendah yang datar (0–2%) dan sebagian kecil bergelombang (2–40%). Kawasan pusat kota memiliki ketinggian rata-rata antara 10-20 m di atas permukaan laut. Kondisi topografis Kota Pekanbaru yang dominan datar merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan kegiatan perekonomian. Adanya pusat perbelanjaan yaitu Pasar Bawah dan taman rekreasi Alam Mayang merupakan tujuan wisata yang menarik bagi pengunjung yang berasal dari luar kota dan juga masyarakat Kota Pekanbaru. Secara geologi, Kota Pekanbaru terdiri dari endapan Alluvium muda yang terbentuk akibat pengangkutan dan pengendapan sisa-sisa bahan induk oleh aliran Sungai Siak yang mengalir dari Barat hingga Timur wilayah Pekanbaru. Sebagian besar wilayah Kota Pekanbaru termasuk formasi minas dengan karakteristik diantaranya memiliki kandungan mineral lempung Kaolinit yang mempunyai sifat porositas tanah rendah, dapat menahan senyawa aluminium sehingga tanah bersifat asam dan korosif terhadap material logam. Kondisi ini menyebabkan jenis tanah di Kota Pekanbaru bervariasi antara lain Alluvial dan Organosol pada daerah pinggiran kota.
13 Iklim Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32.4–33.8ºC dan suhu minimum berkisar antara 23.024.2ºC. Kota Pekanbaru memiliki kisaran curah hujan antara 66.3–392.4 mm per tahun dengan curah hujan dan hari hujan tertinggi pada bulan November. Kelembaban rata–rata Kota Pekanbaru berkisar antara 68-83% (BPS Kota Pekanbaru 2014). Demografi dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk Kota Pekanbaru mengalami pertambahan setiap tahun. Hal ini menandakan Kota Pekanbaru merupakan daerah tujuan bagi masyarakat pendatang untuk mencari pekerjaan. Jumlah penduduk Kota Pekanbaru mencapai 999 031 jiwa pada tahun 2013 dengan jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Marpoyan Damai sebesar 139 707 jiwa (Tabel 4). Masalah penduduk yang terjadi di Kota Pekanbaru sama halnya seperti masalah penduduk yang terjadi di daerah lain di Indonesia yaitu peningkatan jumlah penduduk yang tinggi. Masalah peningkatan jumlah penduduk dapat dikaitkan dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan dimana penduduk yang mencari pekerjaan cenderung tidak seimbang dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia sehingga jumlah pengangguran terutama di kota-kota besar seperti Kota Pekanbaru cenderung meningkat. Hal ini mengacu pada data BPS Kota Pekanbaru (2014) yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 4. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Tahun 2013 Kecamatan
Luas
Penduduk
Pekanbaru Kota Sail Marpoyan Damai
Km2 2.3 3.3 29.7
Jiwa 105.52 98.78 104.12
Kepadatan Penduduk Orang/Km2 46.7 30.37 3.57
Tabel 5. Jumlah Lowongan Kerja, Jumlah Pekerja, dan Pengangguran Tahun 2013 Keterangan Bekerja Pengangguran Lowongan kerja yang dipenuhi Lowongan kerja yang belum dipenuhi
Jumlah 57.88 jiwa 6.66 jiwa 9.04 lowongan 595 lowongan
14
Gambar 2. Peta Administrasi Tiga Kecamatan Daerah Penelitian
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan Melalui Citra Ikonos Penggunaan lahan di tiga kecamatan lokasi penelitian yaitu Kecamatan Pekanbaru Kota, Sail dan Marpoyan Damai terdiri dari 11 jenis penggunaan lahan, permukiman, fasilitas umum, perkantoran, rumah toko (ruko), bandar udara (bandara), perkebunan, semak belukar, kebun campuran, hutan, taman, dan lahan terbuka. Penggunaan lahan di lokasi penelitian ditentukan berdasarkan unsur interpretasi menurut Sutanto (1989). Berikut ini gambaran karakteristik masingmasing penggunaan lahan. Lahan Terbangun Permukiman Berdasarkan interpetasi secara visual, permukiman memiliki penutup atap genteng yang ditandai dengan warna atap oranye, coklat, hitam, biru atau putih (seng) dengan pola teratur dan pola tidak teratur, rona agak terang, tekstur agak kasar. Berdasarkan keadaan di lapang, permukiman berada dekat dengan jalan kompleks, memiliki luas bangunan ± 200-250 m2, sebagian permukiman memiliki pekarangan, memiliki fasilitas umum seperti masjid dan lapangan atau taman bermain di lingkungan permukiman. Kawasan ini didefinisikan sebagai lingkungan hunian yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan kehidupan.
(a)
(b)
Gambar 3. Penggunaan Lahan Permukiman (a) Berdasarkan Interpretasi Visual dan (b) Berdasarkan Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Fasilitas umum Fasilitas umum didefinisikan sebagai sarana dan prasarana yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara umum. Berdasarkan interpretasi secara visual fasilitas umum yang terdapat di lokasi penelitian adalah gelanggang olahraga, sekolah, kampus perguruan tinggi, hotel, pasar, rumah sakit dan tempat ibadah. Gelanggang olahraga berbentuk persegi empat, pada bagian
16 tengah bangunan terdapat halaman luas berwarna hijau (Gambar 4c). Gelanggang olahraga terlihat memiliki ukuran yang luas dan dikelilingi oleh lahan terbuka yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir. Berdasarkan keadaan di lapang gelanggang olahraga memiliki bentuk yang khas yaitu melingkar dan pada bagian tengah terdapat lapangan olahraga (Gambar 4d). Berdasarkan interpretasi secara visual hotel memiliki ciri-ciri bentuk persegi dengan perbedaan elevasi yang tinggi dibandingkan dengan bangunan disekelilingnya ditandai dengan adanya bayangan. Pada bagian belakang hotel terdapat ruang terbuka dengan pola persegi panjang. Berdasarkan keadaan di lapang hotel memiliki lantai bertingkat dan terlihat lebih tinggi. Pada bagian belakang hotel terdapat kolam renang. Pada citra, kolam renang ditandai dengan tekstur halus berwarna biru karena sesuai dengan bagian dasar kolam renang menggunakan keramik berwarna biru.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4. (a) Interpretasi Secara Visual Sekolah dan (b) Foto Keadaan Lapang Sekolah. (c) Interpretasi Secara Visual Gelanggang Olahraga dan (d) Foto Keadaan Lapang Gelanggang Olahraga. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Pasar adalah salah satu bangunan yang memiliki kenampakan tidak teratur ditandai dengan pola bangunan yang tidak sama. Berdasarkan interpretasi secara visual pasar memiliki penutup atap seng berwarna coklat atau merah dan terdapat lahan terbuka di bagian depan pasar. Selain itu, pasar juga memiliki pola persegi empat seperti bangunan perkantoran namun lokasi pasar tidak terpusat. Berdasarkan keadaan di lapang, pasar memiliki ukuran bangunan yang bervariasi,
17 tersedianya lahan parkir di bagian depan pasar, dan terdapat kios-kios pasar yang bertingkat. Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan sekolah memiliki bentuk persegi empat dan pola bangunan membentuk huruf U atau L, terdapat lahan terbuka pada bagian tengah bangunan (Gambar 4a). Berdasarkan keadaan di lapang sekolah memiliki bangunan bertingkat, terdapat lahan terbuka pada bagian tengah dan depan sekolah yang dimanfaatkan sebagai lapangan berbagai aktivitas seperti upacara dan olahraga (Gambar 4b). Interpretasi secara visual bangunan kampus perguruan tinggi adalah memiliki bentuk bangunan persegi panjang dan memiliki elevasi yang berbeda dengan bangunan disekitarnya, serta memiliki lahan terbuka di sekitar bangunan. Berdasarkan keadaan di lapang bangunan kampus perguruan tinggi umumnya bertingkat dan memiliki lahan terbuka pada bagian depan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir. Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan rumah sakit berbentuk persegi panjang dan susunan bangunan berdekatan dengan menggunakan penutup atap berwarna coklat mengikuti pola bangunan. Hasil interpretasi visual bentuk bangunan rumah sakit lain adalah bangunan tinggi seperti bangunan ruko namun berukuran lebih luas. Berdasarkan kenampakan di lapang rumah sakit memiliki bangunan bertingkat dan terdapat lorong-lorong, memiliki pekarangan, memiliki lahan parkir bagi pengunjung. Perkantoran Berdasarkan interpretasi secara visual bangunan perkantoran memiliki ciri– ciri bangunan berbentuk persegi panjang dengan penutup atap berwarna coklat, hitam dan biru, berlokasi di sepanjang jalan provinsi atau sebaliknya terdapat beberapa bangunan yang jauh dari pusat kota (Gambar 5a dan c). Berdasarkan keadaan di lapang perkantoran pemerintahan memiliki penutup atap berwarna biru, bangunan bertingkat, memiliki lahan terbuka berpaving block pada bagian depan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir, memiliki halaman luas sebagai pekarangan (Gambar 5b dan d). Kawasan ini dapat didefinisikan sebagai area yang digunakan untuk bangunan pabrik atau industri yang berupa kawasan industi atau area ini digunakan untuk bangunan pemerintahan (BSN 2010).
(a)
(b)
18
(c)
(d)
Gambar 5. (a) Interpretasi Secara Visual Perkantoran Pemerintahan dan (b) Foto Keadaan Lapang Perkantoran Pemerintah. (c) Interpretasi Secara Visual Perkantoran Non Pemerintah dan (d) Foto Keadaan Lapang Perkantoran Non Pemerintah. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Rumah Toko (Ruko) Rumah toko merupakan sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya dibuat bertingkat antara dua hingga lima lantai, dimana fungsinya lebih dari satu, yaitu sebagai fungsi hunian dan komersial. Lantai bawah dimanfaatkan sebagai tempat usaha atau kantor dan lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal (Wicaksono 2007). Berdasarkan interpretasi secara visual, ruko berukuran lebih besar dibandingkan dengan bangunan permukiman. Ruko berwarna putih dan memiliki bayangan karena memiliki tinggi bangunan yang berbeda dengan bangunan di sekitarnya (Gambar 6a).
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Interpretasi Secara Visual Ruko dan (b) Foto Keadaan Lapang Ruko. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Berdasarkan keadaan di lapang ruko tersusun di sepanjang tepi jalan provinsi, memiliki luas yang bervariasi antara lain < 100 m2, 100-200 m2 hingga > 200 m2. Keberadaan ruko tidak hanya di sepanjang tepi jalan provinsi melainkan juga berada di lingkungan permukiman sehingga ruko terlihat sebagai bangunan paling menonjol dengan ukuran yang besar dibandingkan dengan permukiman di sekelilingnya (Gambar 6b). Bangunan ruko sebagian memiliki halaman berlapis paving block yang dimanfaatkan sebagai lahan parkir bagi pengunjung ruko.
19 Bandar Udara (Bandara) Bandar udara (bandara) didefinisikan sebagai tempat yang memiliki fasilitas lengkap untuk penerbangan luar dan dalam negeri (BSN 2010). Berdasarkan interpretasi secara visual, bandara memiliki rona terang, tekstur halus, memiliki pola yang teratur, umumnya berbentuk persegi panjang dan berasosiasi dengan hangar area parkir untuk pesawat (Gambar 7a). Berdasarkan keadaan di lapang bandara memiliki ruang tunggu berbentuk gedung, pada bagian depan bandara terdapat area parkir bagi pengunjung bandara, dan terdapat landasan pesawat udara (Gambar 7b).
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Interpretasi Secara Visual Bandar Udara dan (b) Foto Keadaan Lapang Bandar Udara Lahan Tidak Terbangun Perkebunan Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2004, perkebunan merupakan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (Pemerintah RI 2004). Berdasarkan interpretasi secara visual, ukuran perkebunan sangat luas, memiliki warna hijau hingga hijau gelap dan bertekstur kasar (Gambar 8a). Berdasarkan keadaan di lapang (Gambar 8b) perkebunan ditanami satu jenis tanaman seperti kelapa sawit yang memiliki jarak tanam, terdapat bangunan permukiman yang berada di sekitar perkebunan (teridentifikasi sebagai rumah pengelola perkebunan atau penduduk asli lingkungan perkebunan).
20
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Interpretasi Secara Visual Perkebunan dan (b) Foto Keadaan Lapang Perkebunan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Semak Belukar Berdasarkan interpretasi secara visual, semak belukar bertekstur sedang, berwarna agak gelap dengan pola yang tidak teratur (Gambar 9a). Berdasarkan keadaan di lapang semak belukar berada dekat dengan lahan terbuka, di sekitar lingkungan permukiman (Gambar 9b). Semak belukar didefinisikan sebagai kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi berbagai vegetasi alami (heterogen) maupun homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat. Kawasan ini didominasi vegetasi alami (BSN 2010).
(a) (b) Gambar 9. (a) Interpretasi Secara Visual Lahan Semak Belukar dan (b) Foto Keadaan Lapang Semak Belukar Kebun Campuran Kebun campuran diinterpretasikan secara visual dengan tekstur kasar, berwarna hijau hingga coklat, dan memiliki pola yang tidak teratur (Gambar 10a). Berdasarkan keadaan di lapang kebun campuran ditanami tanaman dengan komoditas beragam seperti rambutan, kelapa, jambu air. Secara umum kebun campuran berada di pekarangan atau di lingkungan permukiman yang diusahakan secara tradisional (Gambar 10b). Kebun campuran didefinisikan sebagai lahan yang ditanami tanaman keras lebih dari satu jenis atau tidak seragam yang
21 menghasilkan bunga, buah, dan getah dengan cara pengambilan hasil tanpa menebang pohon (BSN 2010).
(b) (a) Gambar 10. (a) Interpretasi Secara Visual Kebun Campuran dan (b) Foto Keadaan Lapang Kebun Campuran. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Hutan Hutan diinterpretasikan secara visual dengan warna hijau gelap, pola tidak teratur dan memiliki tekstur kasar (Gambar 11a). Berdasarkan keadaan di lapang hutan terdiri dari sekumpulan pepohonan dengan komoditas homogen atau heterogen (Gambar 11b). Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 1999, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungan yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan (Pemerintah RI 1999a).
(a)
(b)
Gambar 11. (a) Interpretasi Secara Visual Hutan dan (b) Foto Keadaan Lapang Hutan. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Taman Taman didefinisikan sebagai sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak, dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya (Djamal 2005). Berdasarkan interpretasi secara visual, taman memiliki pola yang tidak teratur, berwarna hijau
22 dengan tekstur halus (Gambar 12a). Berdasarkan keadaan di lapang taman dapat diidentifikasi berada di halaman bagian depan dan belakang kantor Gubernur Pekanbaru, serta di halaman depan Masjid Agung Annur (Gambar 12b).
(a)
(b)
Gambar 12. (a) Interpretasi Secara Visual Taman (b) Foto Keadaan Lapang Taman Kantor Gubernur. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Lahan Terbuka Lahan terbuka merupakan lahan tanpa tutupan lahan baik yang bersifat alamiah, semi alamiah maupun artifisial (BSN 2010). Berdasarkan interpretasi secara visual, lahan terbuka memiliki pola tidak teratur dan berwarna coklat cerah (Gambar 13a). Berdasarkan keadaan di lapang lahan terbuka berada di sekitar perkebunan, bagian tengah sekolah dan disekitar permukiman (Gambar 13b). Lahan terbuka juga terdapat di sekitar proyek pembangunan seperti proyek pembangunan kompleks, gedung perkantoran dan fasilitas umum (bangunan belum terbangun).
(b) (a) Gambar 13. (a) Interpretasi Secara Visual Lahan Terbuka dan (b) Foto Keadaan Lapang Lapangan Bola. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Penggunaan Lahan Penggunaan lahan yang berada di lokasi penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penggunaan lahan terbangun dan penggunaan lahan tidak terbangun. Penggunaan lahan yang tergolong ke dalam penggunaan lahan terbangun adalah permukiman, perkantoran, rumah toko (ruko), bandara dan fasilitas umum (Gambar 14).
23 Penggunaan lahan yang tergolong ke dalam penggunaan lahan bervegetasi adalah perkebunan, kebun campuran, semak belukar, hutan, taman, dan lahan terbuka (Gambar 14). Lahan terbangun dicirikan oleh adanya substitusi penutup lahan yang bersifat alamiah atau semi alamiah oleh penutup lahan yang bersifat artifisial dan sering kedap air (BSN 2010). Lahan tidak terbangun telah mengalami intervensi (campur tangan) manusia sehingga penutup lahan alami (semi alami) tidak dapat dijumpai lagi namun lahan ini tidak mengalami pembangunan sebagaimana yang terjadi pada lahan terbangun (BSN 2010). Luas penggunaan lahan diperoleh berdasarkan data luas poligon setiap penggunaan lahan di tiga kecamatan lokasi penelitian dalam satuan hektar. Luas penggunaan lahan setiap kecamatan lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6. Table 6. Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Interpretasi Secara Visual Penggunaan Lahan Terbangun Pmk FU Pkn Rk BU Jumlah Proporsi Penggunaan Lahan Terbangun (%) Penggunaan Lahan Tidak Terbangun Pkb Sb Kc Htn Tmn Lt Jumlah Proporsi Penggunaan Lahan Tidak Terbangun (%) Jumlah Luas Penggunaan Lahan Terbangun + Tidak Terbangun
Kecamatan Pekanbaru Kota
Kecamatan Sail
Kecamatan Marpoyan Damai
ha 68.1 31.1 92.8 12.9 204.8
ha 139.8 47.1 51.2 3.3 241.4
ha 913.7 88.4 246.7 88.00 76.6 1413.4
90.89
69.67
46.12
1.9 9.6 9.0
66.8 5.3 9.1 6.9 10.1 6.9
1179.9 32.6 16.9 205.1 89.5 127.2
21
105.1
1651.2
9.11
30.33
53.88
225.4
346.5
3064.6
Keterangan: Pmk: Permukiman, FU: Fasilitas Umum, Pkn: Perkantoran, Rk: Ruko, BU: Badar udara, Pkb: Perkebunan, Sb: Semak Belukar, Kc: Kebun Campuran, Htn: Hutan, Tmn: Taman, Lt: Lahan Terbuka
Berdasarkan interpretasi secara visual pada Gambar 14 dapat diketahui bahwa Kecamatan Marpoyan Damai memiliki poligon penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun terbesar yaitu 1413.4 ha dan 1651.2 ha (Tabel 6).
24 Kecamatan Marpoyan Damai memiliki luas penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun paling luas karena secara wilayah, Kecamatan Marpoyan Damai memang memiliki luas paling besar dibandingkan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail (29.7 km2). Sedangkan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail hanya memiliki luas wilayah berturut-turut sebesar 3.3 km2 dan 2.3 km2. Luas lahan permukiman yang berada di Kecamatan Marpoyan Damai merupakan penggunaan lahan terluas dibandingkan dengan luas penggunaan lahan terbangun lainnya sebesar 913.7 ha. Kecamatan Marpoyan Damai merupakan kecamatan yang berlokasi di daerah pinggir kota sehingga memiliki peranan sebagai penyedia lahan permukiman dan sebagai lokasi terkonsentrasinya penduduk sehingga pembangunan mengalami perkembangan terutama pembangunan permukiman. Perkembangan permukiman yang terjadi diikuti dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan lahan terutama permukiman. Namun masalah penggunaan lahan sering mengalami benturan kepentingan atas lahan sehingga terjadi ketidaksesuaian peruntukan lahan (Khadiyanto 2005). Untuk mengurangi dampak negatif mengenai pemadatan penggunaan lahan terbangun yang tidak sesuai perencanaan dilakukan pembangunan yang terintegrasi yaitu dengan membangun permukiman di daerah berkembang seperti Gambar 14. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Marpoyan Damai. Adanya peruntukan lahan yang sesuai menghasilkan keteraturan permukiman yang tinggi seperti yang terdapat pada Tabel 7. Diantara tiga lokasi penelitian, Kecamatan Sail memiliki luas penggunaan lahan tertinggi kedua yaitu 346.5 ha dengan rincian luas lahan terbangun sebesar 241.4 ha serta luas lahan tidak terbangun sebesar 105.1 ha. Luas penggunaan lahan terbangun tertinggi di kecamatan ini adalah permukiman yaitu sebesar 139.8 ha dan luas lahan tidak terbangun tertinggi adalah perkebunan sebesar 66.8 ha. Tingginya pembangunan permukiman dan pusat aktivitas seperti perkantoran dan fasilitas umum merupakan representasi dari tingginya aktivitas yang terjadi di Kecamatan Sail. Jarak yang strategis menuju pusat kota dan ketersediaan fasilitas umum yang lebih baik menjadi parameter tingginya permintaan lahan sebagai tempat tinggal di Kecamatan Sail. Aktivitas lain yang dilakukan masyarakat adalah kegiatan bercocok tanam. Kegiatan ini merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat karena secara umum masyarakat yang berada di Kecamatan Sail merupakan masyarakat pendatang dari Pulau Jawa.
25 Kecamatan Pekanbaru Kota merupakan kecamatan dengan luas lahan terbangun dan tidak terbangun terkecil secara berturut-turut yaitu 204.8 ha dan 21 ha. Fenomena ini berbanding terbalik dengan proporsi penggunaan lahan yang merupakan persentase dari lahan terbangun dan tidak terbangun per luas poligon kecamatan. Kecamatan Pekanbaru dan Sail memiliki proporsi penggunaan lahan terbangun tertinggi secara berturut-turut 90.89 % dan 69.67 % sedangkan Kecamatan Marpoyan Damai memiliki proporsi penggunaan lahan terbangun terkecil yaitu 46.12 %. Hal ini dikarenakan perkembangan pembangunan lebih dahulu terjadi dibandingkan dengan Kecamatan Marpoyan Damai sehingga pembangunan kawasan perkantoran dan fasilitas umum terpusat di Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail terutama setelah Pekanbaru ditetapkan menjadi ibu kota Provinsi. Perkembangan yang terjadi juga disebabkan oleh pesatnya perkembangan sektor perdagangan. Hal ini sesuai dengan sejarah perdagangan yang dimulai di Kecamatan Pekanbaru Kota terutama pada daerah yang berbatasan dengan Sungai Siak sebagai jalur lalu lintas perdagangan zaman dahulu. Lokasi Kecamatan Pekanbaru Kota yang cukup startegis mempunyai peranan dalam pergerakan perdagangan antar provinsi seperti provinsi Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Adanya kegiatan berdagang yang terjadi di Kecamatan Pekanbaru Kota merupakan awal pembangunan permukiman di daerah sekitar Sungai Siak tanpa mengenal konsep keteraturan. Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual Permukiman teratur didefinisikan sebagai permukiman yang dibangun secara terencana sehingga secara umum memiliki keseragaman dari aspek bentuk dimana berdasarkan interpretasi secara visual bangunan berbentuk persegi dengan ukuran bangunan yang relatif sama dan memiliki pola yang sama antar satu dengan lainnya sehingga tata letak bangunan hasil interpretasi visual terintegrasi (Martono et al 2006). Keteraturan permukiman yang diperoleh berbentuk data poligon hasil interpretasi secara visual melalui kesamaan pola dan bentuk objek. Berikut ini merupakan karaktertistik dan definisi dari keteraturan permukiman. Permukiman Teratur Berdasarkan interpretasi secara visual permukiman memiliki penutup atap yang ditandai dengan warna atap oranye, coklat, hitam, biru atau putih (seng). Keteraturan permukiman terlihat dari pola bangunan yang sama serta memiliki bentuk dan ukuran bangunan yang relatif sama (Gambar 15a). Kenampakan visual yang mencirikan keteraturan bangunan sesuai dengan keadaan di lapang dimana permukiman teratur dicirikan dengan bangunan permanen, adanya pembagian cluster, bentuk dan ukuran bangunan relatif sama (Gambar 15b). Keteraturan permukiman dilengkapi dengan akses jalan yang lebih baik seperti jalan aspal dan secara dominan tidak terdapat jalan sempit seperti gang. Kompleks merupakan contoh bangunan permukiman yang teratur.
26
(a)
(b)
Gambar 15. Permukiman Teratur (a) Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan (b) Berdasarkan Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Lokasi Pengecekan Lapang Permukiman Tidak Teratur Berdasarkan interpretasi secara visual, bangunan permukiman tidak teratur ditandai dengan pola bangunan yang tidak sama, memiliki variasi ukuran bangunan dan jarak antar bangunan yang tidak seragam (Gambar 16a). Berdasarkan keadaan di lapang permukiman tidak teratur dicirikan dengan padatnya bangunan permukiman, terdapat jalan–jalan sempit yaitu gang, kumuh, bangunan kurang tertata dan fasilitas yang tersedia seperti lapangan, taman bermain dan sarana kebersihan tidak lebih baik dibandingkan dengan permukiman teratur (Gambar 16b). Kawasan ini didefinisikan sebagai permukiman dengan tata letak bangunan yang tidak teratur, memiliki banyak jalan berkelok dan jalan sempit,dan ukuran bangunan yang bervariasi
(a) (b) Gambar 16. Permukiman Tidak Teratur (a) Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan (b) Keadaan Lapang. Titik Kuning merupakan Titik Pengecekan Lapang Konsep permukiman teratur pertama dibangun di Kecamatan Marpoyan Damai sekitar tahun 1985 yaitu di Kelurahan Sidomulyo Timur. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa konsep keteraturan permukiman merupakan bentuk adaptasi masyarakat yang berasal dari luar Kota Pekanbaru dimana masyarakat tersebut memilih untuk menerapkan suasana permukiman seperti di
27 daerah asal sehingga memberi kesan lingkungan permukiman yang sama di daerah tujuan untuk menetap. Kecamatan Marpoyan Damai juga mengalami perkembangan dalam bidang pembangunan permukiman sehingga banyak ditemui bangunan permukiman teratur seperti kompleks. Berdasarkan interpretasi secara visual keteraturan permukiman dikelompokkan menjadi permukiman teratur dan tidak teratur. Keteraturan permukiman dilihat dari pola, bentuk dan ukuran bangunan. Berikut merupakan luas dan persentase keteraturan permukiman yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual Kecamatan Pekanbaru Kota Sail Marpoyan Damai
Keteraturan Permukiman Teratur Tidak Teratur ha % ha % 10.4 15.28 57.7 84.72 29.8 21.33 109.9 78.67 588.8 64.83 319.4 35.17
Jumlah (ha) 68.1 139.8 908.2
Tingkat keteraturan permukiman tertinggi berada di Kecamatan Marpoyan Damai sebesar 64.83 % dan tingkat ketidakteraturan permukiman tertinggi berada di Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 84.72 % serta Kecamatan Sail sebesar 78.67 % (Tabel 6). Hal ini dikarenakan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Kecamatan Sail telah berkembang terlebih dahulu dibandingkan Kecamatan Marpoyan Damai sehingga pembangunan permukiman lebih dahulu dibangun tanpa adanya konsep keteraturan permukiman seperti kompleks perumahan di Kecamatan Marpoyan Damai Keteraturan Permukiman Menurut Persepsi Penghuni Permukiman Persepsi penghuni terhadap keteraturan permukiman diperoleh melalui wawancara mengenai lingkungan tempat tinggal dan kehidupan sosial penghuni permukiman. Persepsi penghuni permukiman menunjukkan pendapat penghuni mengenai lingkungan tempat tinggal yang dihuni saat ini dan untuk mengetahui tingkat kepahaman penghuni permukiman mengenai keteraturan permukiman. Persepsi penghuni mengenai keteraturan permukiman disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Persepsi Penghuni Terhadap Keteraturan Permukiman Keteraturan No 1 2 3
Kecamatan Pekanbaru Kota Sail Marpoyan Damai Jumlah
Teratur Responden % 4 33.33 7 63.64 16 59.26 27 54.00
Tidak Teratur Responden % 8 66.67 4 36.36 11 40.74 23 46.00
Persepsi tertinggi mengenai ketidakteraturan permukiman berada di Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 66.67 %. Tingginya ketidakteraturan permukiman di Kecamatan Pekanbaru Kota dikarenakan pembangunan permukiman yang sudah lebih dahulu dibangun sebelum adanya perencanaan
28 peruntukan lahan seperti saat ini sehingga banyak ditemukan bangunan permukiman di lingkungan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan menghasilkan bangunan dengan konsep yang tidak teratur. Berbeda dengan Kecamatan Sail dan Marpoyan Damai yang memiliki persepsi keteraturan permukiman tertinggi secara berturut-turut yaitu 63.64 % dan 59.26 %. Tingginya persepsi penghuni mengenai keteraturan permukiman dikarenakan peruntukan lahan dan pembangunan terkonsentrasi pada peruntukan dan pembangunan permukiman teratur mengingat Kecamatan Marpoyan Damai berperan sebagai daerah berkembang bagi pembangunan tempat tinggal terutama permukiman teratur. Kecamatan Marpoyan Damai merupakan kecamatan yang mengalami perkembangan pembangunan terutama pembangunan kawasan permukiman sedangkan Kecamatan Sail merupakan salah satu kecamatan yang sudah mengalami perkembangan pembangunan terlebih dahulu dibandingkan Kecamatan Marpoyan Damai sehingga tingkat keteraturan permukiman di Kecamatan Sail rendah namun tingginya persepsi penghuni mengenai keteraturan permukiman seperti yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai konsep keteraturan permukiman. Perbandingan Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan Berdasarkan Persepsi Penghuni Permukiman Perbandingan keteraturan permukiman diperoleh melalui interpretasi secara visual dan berdasarkan persepsi penghuni permukiman untuk mengenai kesamaan persepsi antara peneliti dengan penghuni permukiman mengenai keteraturan permukiman. Keteraturan permukiman berdasarkan interpretasi secara visual didasari oleh unsur-unsur interpretasi (Gambar 17a) sedangkan persepsi penghuni mengenai keteraturan permukiman dihasilkan melalui pendapat penghuni permukiman terhadap keadaan lingkungan tempat tinggal yang dihuni (Gambar 17b). Persentase perbandingan keteraturan berdasarkan interpretasi secara visual dan berdasarkan persepsi dari 50 responden disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Keteraturan Permukiman Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dengan Persepsi Penghuni Permukiman Berdasarkan Jumlah Responden Kecamatan Pekanbaru Kota Sail Marpoyan Damai Jumlah
Kesamaan Jawaban % Tidak Sama 75.00 3
% 25.00
6 17
54.55 62.96
5 10
45.45 37.04
32
64.00
18
36.00
Sama 9
Kecamatan Pekanbaru Kota dan Marpoyan Damai memiliki tingkat kesamaan jawaban mengenai keteraturan permukiman tertinggi secara berturutturut yaitu 75.00 % dan 62.96 %. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni permukiman di Kecamatan Pekanbaru Kota dan Marpoyan Damai memahami
29 konsep keteraturan permukiman sehingga hasil wawancara yang dilakukan sudah cukup mempresentasikan manfaat dari penelitian. Kecamatan Sail memiliki persentase ketidaksamaan jawaban tertinggi sebesar 45.45 %. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman penghuni permukiman di Kecamatan Sail mengingat keterbatasan pengetahuan penghuni mengenai keteraturan permukiman sehingga penghuni permukiman di kecamatan ini memberikan kriteria dan definisi yang berbeda mengenai keteraturan permukiman. Sebagai contoh persepsi yang dimiliki penghuni permukiman suatu lingkungan dimana penghuni tersebut sudah lama menempati lingkungan tersebut sehingga keteraturan permukiman yang dimaksud sesuai dengan keadaan lingkungan permukiman penghuni permukiman saat ini tanpa mengetahui keadaan lingkungan permukiman teratur sesuai dengan kriteria yang dimaksud yaitu memilki keseragaman dalam aspek bentuk, ukuran, dan tata letak serta memiliki prasarana dan sarana penunjang kegiatan manusia yang lengkap.
(a)
(b)
Gambar 17. Peta Keteraturan (a) Berdasarkan Interpretasi Secara Visual dan (b) Berdasarkan Persepsi Penghuni Permukiman Gambar 17 merupakan peta perbandingan keteraturan berdasarkan interpretasi secara visual dan persepsi penghuni permukiman. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan kepahaman antara peneliti dengan penghuni permukiman dan sebagian kecil penghuni masih belum memahami keteraturan permukiman.
30 Hubungan antara Persepsi Keteraturan Permukiman dengan Karakteristik Penghuni Permukiman Berdasarkan hasil interpretasi visual, Kecamatan Marpoyan Damai merupakan Kecamatan dengan tingkat keteraturan permukiman tertinggi dibandingkan dengan Kecamatan Pekanbaru Kota dan Sail (Tabel 7). Keterkaitan keteraturan permukiman dengan karakteristik sosial masyarakat dihasilkan melalui analisis statistika yaitu korelasi sederhana. Korelasi merupakan keterkaitan antara satu variabel terikat (dependent) dengan satu variabel bebas (independent). Korelasi keteraturan permukiman secara visual dengan karakteristik masyarakat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Korelasi Keteraturan Permukiman Beradasarkan Interpretasi Secara Visual dengan Karakteristik Sosial Masyarakat Variabel
Koefisien Korelasi
Pekerjaan Pendapatan Luas Bangunan Harga Jual Tanah Jarak Ke Jalan Provinsi Jarak Ke Jalan Kompleks Jarak Ke Pusat Kota
0.09 0.37 0.47 0.34 0.01 0.04 -0.11
Kondisi Jalan
0.01
Berdasarkan hasil analisis korelasi sederhana pada taraf signifikansi 0.05 (r = 0.279) di tiga kecamatan daerah penelitian diperoleh hubungan yang signifikan antara keteraturan permukiman dengan pendapatan bulanan, luas bangunan, dan harga jual tanah dengan koefisien berturut-turut 0.37, 0.47, dan 0.34. Nilai ini menunjukkan koefisien korelasi > r tabel sehingga keteraturan permukiman nyata berkorelasi positif dengan ketiga variabel tersebut. Beberapa variabel yang digunakan juga memiliki korelasi positif, namun tidak signifikan (nilai koefisien korelasi kecil). Pendapatan bulanan berkorelasi positif dengan keteraturan permukiman berdasarkan interpretasi secara visual dengan koefisien 0.37. Hal ini dikarenakan tingginya pendapatan penghuni yang berkisar antara Rp 2 500 000 hingga Rp 3 000 000 menyebabkan semakin tingginya keinginan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti memiliki permukiman di lingkungan teratur. Pendapatan yang tinggi dapat mengubah gaya hidup penghuni permukiman. Perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan perubahan pandangan masyarakat terhadap sumberdaya lahan seperti masyarakat yang memiliki lahan luas menjadi sangat terpandang dan terhormat di masyarakat sehingga masyarakat cenderung menyimpan kelebihan dana (uang) dalam bentuk lahan (Sitorus 2000). Luas bangunan permukiman berkorelasi positif dengan keteraturan permukiman beradasarkan interpretasi secara visual yaitu 0.47 yang menunjukkan nilai koefisien korelasi > r tabel (0.279). Secara umum luas bangunan permukiman yang teridentifikasi memiliki luas 180 m2 hingga 190 m2. Berdasarkan kenampakan di lapang tidak semua bangunan permukiman dengan ukuran yang luas berada di lingkungan yang teratur. Hal ini disebabkan oleh
31 penghuni yang menempati bangunan rumah yang luas memilih untuk menempati lingkungan permukiman dengan kualitas yang lebih baik seperti tidak padat bangunan dan memiliki harga jual tinggi. Bangunan rumah yang luas tidak selalu berada di lingkungan yang teratur karena permukiman teratur yang berada di kota Pekanbaru dominan berada di kompleks perumahan sehingga ukuran bangunan telah terkonsep sesuai dengan perhitungan penyumbang (developer). Adanya bangunan dengan ukuran yang lebih luas cenderung berada di daerah pinggiran kota yang sedang mengalami perkembangan pembangunan permukiman. Harga jual tanah berkorelasi positif dengan keteraturan permukiman berdasarkan interpretasi secara visual yaitu 0.34. Hal ini dikarenakan permukiman yang berada di lingkungan teratur memiliki sarana dan prasana yang lebih lengkap sehingga memiliki nilai jual tanah yang lebih tinggi yaitu berkisar antara Rp 1 000 000 hingga Rp 2 500 000 per m2. Masyarakat yang menempati permukiman di lingkungan tidak teratur memiliki persepsi mengenai harga jual tanah yaitu Rp 900 000 hingga Rp 2 500 000 per m2. Variasi harga jual tanah diantara dua lingkungan permukiman yang berbeda disebabkan oleh lokasi strategis permukiman dan kualitas permukiman yang berkaitan kelengkapan dengan prasarana serta sarana. Penghuni permukiman yang berada dekat dengan pusat kota cenderung memiliki rumah dengan ukuran tidak luas namun dekat dengan lokasi bekerja. Penghuni yang bertempat tinggal di lingkungan yang teratur cenderung lebih mengutamakan kenyamanan dan keamanan. Perbedaan persepsi penghuni mengenai lokasi permukiman berkaitan dengan harga jual tanah yang ditawarkan. Kesamaan Jawaban Antara Keinginan Penghuni dengan Realita Terhadap Keberadaan Pekarangan Sebagai RTH Privat RTH privat diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang nyaman, segar, indah dan bersih sebagai sarana lingkungan permukiman, menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkungan binaan untuk kepentingan masyarakat dan menciptakan lingkungan permukiman yang layak huni serta berkelanjutan (Joga dan Ismaun 2011), akan tetapi ketersediaan pekarangan sebagai bagian dari ruang terbuka hijau privat semakin berkurang akibat dari peningkatan kebutuhan masyarakat lahan terutama lahan terbangun. Tabel 11 menyajikan persepsi penghuni terhadap keberadaan pekarangan, baik yang mempertahankan maupun yang tidak mempertahankan keberadaan pekarangan. Tabel 11. Proporsi Kesamaan Jawaban antara Keinginan dengan Realita terhadap Keberadaan Pekarangan No 1 2 3
Kecamatan
Responden
Pekanbaru Kota Sail Marpoyan Damai
12 11 27
Persentase Sama (%) 41.67 81.82 62.69
Persentase Tidak Sama (%) 58.33 18.18 37.04
32 Kecamatan Sail dan Marpoyan Damai memiliki kesamaan jawaban antara keinginan penghuni terhadap keberadaan pekarangan dengan realita di lapang lebih tinggi secara berturut– turut yaitu 81.82 % dan 62.69 %. Kesamaan jawaban ini merupakan wujud dari keinginan penghuni untuk memanfaatkan lahan sisa yang tidak dibangun menjadi pekarangan yang ditanami berbagai jenis tanaman pekarangan. Dengan adanya keinginan untuk mempertahankan atau memiliki pekarangan, nantinya dapat mendukung ketersediaan RTH privat di masingmasing wilayah, khususnya lokasi penelitian. Ketidaksamaan jawaban tertinggi mengenai keberadaan pekarangan berada di Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 52%. Ketidaksamaan jawaban disebabkan oleh ketidaksamaan antara keinginan masyarakat untuk memanfaatkan ruang terbuka sebagai pekarangan dengan realita di lapang, yaitu tidak tersedia luas ruang terbuka yang cukup untuk memenuhi keinginan masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan interpretasi secara visual penggunaan lahan di tiga kecamatan daerah penelitian dibagi menjadi penggunaan lahan terbangun dan tidak terbangun. Penggunaan lahan terbangun terdiri dari permukiman, perkantoran, rumah toko (ruko), fasilitas umum, bandar udara (bandara). Penggunaan lahan tidak terbangun terdiri dari perkebunan, semak, kebun campuran, taman, hutan, lahan terbuka. Kecamatan Marpoyan Damai memiliki luas penggunaan lahan tertinggi yaitu 3064.6 ha dengan penggunaan lahan permukiman dan perkebunan sebagai jenis penggunaan lahan tertinggi. Kecamatan Pekanbaru Kota memiliki luas penggunaan lahan terkecil yaitu 225.4 ha dengan proporsi penggunaan lahan tertinggi dari luas keseluruhan penggunaan lahan yaitu 90.89 %. Persepsi penghuni tertinggi mengenai keteraturan permukiman berada di Kecamatan Sail sebesar 63.64 % dan persepsi penghuni tertinggi terhadap ketidakteraturan permukiman berada di Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 66.67 % dikarenakan kurangnya pemahaman penghuni mengenai keteraturan permukiman menghasilkan ketidaksamaan antara persepsi penghuni dengan kenampakan visual. Keteraturan permukiman berkorelasi positif nyata dengan luas bangunan, harga jual tanah dan pendapatan. Luas bangunan, harga jual tanah dan pendapatan memiliki koefisien > r tabel (0.279). Persepsi penghuni tertinggi mengenai keberadaan pekarangan berada di Kecamatan Sail sebesar 81.82 % dan persepsi terendah mengenai keberadaan pekarangan berada di Kecamatan Pekanbaru Kota sebesar 58.33 %. Ketersediaan ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan sebagai pekarangan memiliki luas yang terbatas sehingga keinginan masyarakat untuk memiliki pekarangan tidak terpenuhi. Saran Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk mengetahui karakteristik bangunan permukiman. Hal yang perlu dilakukan lebih lanjut dalam penelitian adalah menganalisis keterkaitan jarak jalan dengan bangunan untuk mengetahui
33 keteraturan bangunan serta melakukan penyuluhan terkait pemanfaatan lahan sebagai pekarangan di lingkungan permukiman.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Barus B dan Wiradisastra US. 1997. Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor (ID): IPB. Barlowe R. 1986. Land Resources Economics. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc. New York. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. 2014. Kota Pekanbaru Dalam Angka 2013. Pekanbaru (ID): Badan Pusat Statistik. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta (ID). Chairunnisa C. 2013. Perubahan penggunaan/penutupan lahan dan keterkaitannya dengan luas ruang terbuka hijau (studi kasus kota bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Crystiana I, Tri MS. 2013. Pemanfaatan Citra Ikonos Untuk Mengkaji Permasalahan Sosial pada Pengembangan Lapangan Tua. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi . Vol 47 (2): 69-77. Djamal. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID): Bumi Aksara. [DJPR PU] Direktorat Jenderal Penataan Ruang Pekerjaan Umum. 2006. RTH Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum. [DJPR PU] Direktorat Jenderal Penataan Ruang Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Kementrian Pekerjaan Umum. Jansen JR. 2005. Introductory Digital Image Processing 3rd Ed. United States [USA]: Prentice-Hall, Inc. Jayadinata JT. 1992. Tata Guna dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung (ID): Penerbit ITB Bandung. Joga N dan Ismaun I. 2011. RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Khadiyanto P. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. [Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Kemendagri. Liliesand TM dan Kiefer RW. 1997. Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Mallingreau JP dan Mangunsukoharjo K. 1978. Evaluasi Lahan dan Pendekatan Terpadu Untuk Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta (ID): Puspics Bakosurtanal. Martono, Dwi N, Surjono HS, Uup SW, Ernan R, Muhammad A. 2006. Kajian Spasial Kualitas Kesehatan Lingkungan Perumahan Studi Kasus: Kabupaten Bekasi. Jurnal LAPAN . Vol 1(4): 203-217.
34 Muiz A. 2009. Analisis perubahan penggunaan lahan di kabupaten sukabumi. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyana R, Hadi SA, Hadi SA, Lilik BP. 2007. Karakteristik Bangunan Rumah dan Bentuk Permukiman di Wilayah DAS Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS. Vol 17 (3): 213. Murai S. 1996. Remote Sensing Note Japan. Japan (JPN): Japan Association on Remote Sensing. Parker HD. 1994. GIS The Umbrella Technology 1994. United States [USA]: International Source Book. [Pemda] Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru. 2003. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru tentang Pembentukan Kelurahan Tangkerang Labuai, Kelurahan Maharatu, Kelurahan Tuah Karya, Kelurahan Air Hitam, Kelurahan Delima, Kelurahan Palas, Kelurahan Sri Meranti dan Kelurahan Limbungan Baru. Pekanbaru (ID): Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru. Pemerintah RI. 1987. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tentang Perumahan dan Permukiman. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 1999a. Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 1999b. Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tentang Perkebunan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah RI. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Prahasta E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID): CV Informatika. Rawat JS dan Manish K. 2015. Monitoring land use/cover change using remote sensing and GIS techniques: a case study of Hawalbagh block district Almora, Uttarakhand, India, Egypt. J. Remote Sens. Space Sci. Vol 18 (1): 77-84. Rudianto B. 2010. Analisis ketelitian objek pada peta citra quickbird RS 0,68 m dan ikonos RS 1,0 m. Jurnal Rekayasa Institut Teknologi Nasional. Vol 14(3): 157. Sevilla CG, Jesus AO, Twila GP, Bella PR, Gabriel GU. 2007. Research Methods. Rex Printing Company. Quenzon City. Sitorus SRP. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Sitorus SRP. 2000. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press Walpole RE.1993. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
35 Wicaksono AA. 2007. Ragam Desain Ruko (Rumah Toko). Depok (ID): Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
39 Lampiran 1. Tabel Titik Persebaran Cek Lapang Menggunakan GPS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Mapunit CntFu CntFu CntLt CntLt CntPkb CntPkb CntPkn CntPkn CntPkn CntPmk CntPmk CntRk CntRk CntTmn CntTmn KbPkn KbPkn KbPmk KbPmk KbRk KbRk KbTmn KtPkn KtPkn KtPmk KtPmk KtRk MhtFu MhtFu MhtLt MhtLt MhtLt MhtLt MhtLt MhtPkb MhtPkb MhtPkb MhtPkb MhtPkb MhtPkn
X 772965.556 773457.224 773598.032 773645.581 773244.914 773692.587 772736.314 773174.578 772879.403 773343.482 773147.424 773927.639 773151.983 772948.103 773005.587 771884.677 772084.820 772001.766 772067.350 771908.886 771855.222 771929.742 772458.931 772653.941 772761.160 772861.793 772954.572 772410.388 772484.243 772758.580 770315.405 770306.794 770865.511 773140.939 770856.036 769981.145 772645.136 770211.724 772894.508 771495.517
Y 56489.639 56629.206 56480.542 56353.441 55815.624 56200.152 56226.080 56773.185 55939.566 56315.994 56618.934 56336.083 55610.642 56319.269 56079.699 58476.143 58734.101 58655.843 58182.507 58234.153 58077.967 58234.153 58524.151 58868.565 58703.147 58673.019 58626.246 51795.412 51432.848 52027.910 47565.636 49327.090 47695.163 51646.331 49050.915 49474.057 50263.619 48607.227 49847.696 47267.350
Kode CRFU1 CRFU2 CRLT3 CRLT4 CRPB5 CRPB6 CRPK7 CRPK8 CRPK9 CRPM10 CRPM11 CRRK12 CRRK13 CRTM14 CRTM15 KBPK1 KBPK2 KBPM3 KBPM4 KBRK5 KBRK6 KBTM7 KTPK1 KTPK2 KTPM3 KTPM4 KTRK5 MRFU1 MRFU2 MRLT3 MRLT4 MRLT5 MRLT6 MRLT7 MRPB8 MRPB9 MRPB10 MRPB21 MRPB3 MRPK1
40 Lanjutan Lampiran 1 No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Mapunit MhtPkn MhtPkn MhtPkn MhtPkn MhtPmk MhtPmk MhtPmk MhtPmk MhtPmk MhtRk MhtRk MhtTmn MhtTmn SeFu SeFu SeLt SeLt SePkb SePkn SePkn SePkn SePkn SePkn SePmk SePmk ShgFu ShgFu ShgLt ShgLt ShgPkn ShgPkn ShgPmk ShgPmk ShgRk ShgTmn ShgTmn SkjFu SkjFu SkjLt SkjLt SkjPkb SkjPkb
X 771829.281 772805.987 771314.666 770018.480 772854.859 770694.263 771473.309 772163.170 771539.664 772470.521 772917.517 770275.584 773129.281 772927.041 772573.680 772685.276 772896.105 772790.583 772502.033 772925.165 772587.194 772764.571 772584.616 772733.952 772844.991 772856.275 773091.033 772983.248 772850.266 772456.251 772743.734 772566.885 772551.146 772681.710 772721.032 772940.712 773446.807 774078.287 774233.493 774131.651 774762.250 772967.178
Y 47696.403 49558.855 46988.251 49250.012 51141.998 47971.324 49131.457 48259.491 48331.401 48695.735 50717.921 48050.688 51372.714 57027.038 56908.179 56362.117 56858.475 57065.410 57598.935 57128.140 56815.292 57393.471 56573.799 57250.609 56703.931 58222.038 58165.371 58392.652 58412.723 58383.875 57918.664 57846.140 58219.298 58145.228 58099.712 58277.629 57085.684 57106.914 57060.649 56360.951 56880.162 56810.117
Kode MRPK2 MRPK3 MRPK4 MRPK5 MRPM2 MRPM1 MRPM3 MRPM4 MRPM5 MRRK1 MRRK2 MRTM1 MRTM2 SEFU1 SEFU2 SELT1 SELT2 SEPB1 SEPK1 SEPK2 SEPK3 SEPK4 SEPK5 SEPM1 SEPM2 SHFU1 SHFU2 SHLT1 SHLT2 SHPK1 SHPK2 SHPM1 SHPM2 SHRK1 SHTM1 SHTM2 SMFU1 SMFU2 SMLT1 SMLT2 SMPB1 SMPB2
41 Lanjutan Lampiran 1 No 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
Mapunit SkjPkb SkjPkn SkjPkn SkjPkn SkjPmk SkjPmk SkjPmk SkjPmk SkmPkn SkmPkn SkmPmk SkmPmk SkmTmn SkmRk SkmRk SkyFu SkyFu SkyLt SkyPkb SkyPkb SkyPkb SkyPkn SkyPkn SkyPkn SkyPkn SkyPmk SkyPmk SkyTmn StFu StFu StLt StLt StLt StLt StPkb StPkb StPkb StPkb StPkb StPkn StPkn StPkn
X 774220.170 774336.672 773613.339 773659.054 774060.741 773444.519 774140.292 774369.854 772386.935 772284.328 772336.480 772111.289 772147.494 772130.288 772153.061 773324.947 773007.369 773544.515 774477.870 774311.276 773390.091 773886.368 773006.147 773061.080 773913.129 774067.528 773591.360 772976.150 773106.447 769829.337 771820.583 769467.628 770939.107 769982.634 771911.839 769689.439 770303.568 769661.352 769595.860 772908.037 771483.717 769851.199
Y 56602.155 56861.182 57354.194 56922.159 56618.113 56800.554 57398.071 56566.465 58685.529 58471.599 57997.971 58554.779 58872.443 58446.821 58357.488 57716.389 58050.985 57946.337 58013.476 57607.451 57117.490 58067.449 57574.112 57092.294 57534.524 58066.773 57706.835 57283.252 52562.783 51345.875 53108.812 52575.120 51340.776 51028.050 52471.933 52044.059 51628.400 48967.630 52895.829 52894.739 51750.023 50556.732
Kode SMPB3 SMPK1 SMPK2 SMPK3 SMPM1 SMPM2 SMPM3 SMPM4 SRPK1 SRPK2 SRPM1 SRPM2 SRTM1 SRRK2 SRRK1 SYFU1 SYFU2 SYLT1 SYPB1 SYPB2 SYPB3 SYPK2 SYPK1 SYPK3 SYPK4 SYPM1 SYPM2 SYTM1 STFU1 STFU2 STLT1 STLT2 STLT3 STLT4 STPB1 STPB2 STPB3 STPB4 STPB5 STPK1 STPK2 STPK3
42 Lanjutan Lampiran 1 No 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166
Mapunit StPkn StPkn StPmk StPmk StPmk StPmk StPmk StRk StRk StRk StRk StTmn StTmn StTmn StTmn StTmn TbFu TbLt TbLt TbLt TbLt TbLt TbPkb TbPkb TbPkb TbPkb TbPkb TbPkn TbPkn TbPkn TbPkn TbPkn TbPmk TbPmk TbPmk TbPmk TbPmk TbPmk TbRk TbRk TbRk TbTmn
X 770147.528 769207.555 769948.879 770290.658 772646.158 769870.792 770002.176 769388.735 769834.032 770870.807 770267.229 769191.324 769197.293 769455.780 771293.564 770708.001 770206.702 771153.609 769262.143 770043.423 771096.330 769981.258 770267.101 769473.695 769664.995 770346.242 769316.863 769740.227 769375.778 769292.354 770621.230 771200.506 770466.189 770884.163 771401.275 770418.063 770104.511 770873.073 771452.490 771204.045 771364.025 770765.703
Y 52499.004 52773.946 53109.935 51384.856 52517.952 49719.199 51780.721 51376.756 50013.578 53042.256 52754.084 50279.696 51080.706 52398.289 52861.384 52770.218 53918.121 53875.778 53788.575 55001.864 54911.162 54675.704 53580.296 55370.995 54550.056 53077.365 55077.992 55486.608 53361.529 54778.039 54367.300 55105.699 55203.754 53357.445 54141.087 54622.949 54213.566 55688.185 55270.993 53470.913 54626.067 55031.802
Kode STPK4 STPK5 STPM1 STPM2 STPM3 STPM5 STPM6 STRK1 STRK2 STRK3 STRK4 STTM1 STTM2 STTM3 STTM4 STTM5 TBFU1 TBLT1 TBLT2 TBLT3 TBLT4 TBLT5 TBPB1 TBPB2 TBPB3 TBPB4 TBPB5 TBPK1 TBPK2 TBPK3 TBPK4 TBPK5 TBPM1 TBPM2 TBPM3 TBPM4 TBPM5 TBPM6 TBRK1 TBRK2 TBRK3 TBTM1
43 Lanjutan Lampiran 1 No 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208
Mapunit TbTmn TbTmn TbTmn TbTmn TdPkn TdPkn TdPmk TdPmk TtFu TtLt TtLt TtPkb TtPkb TtPkb TtPkb TtPkb TtPkn TtPkn TtPkn TtPkn TtPkn TtPmk TtPmk TtPmk TtPmk TtPmk TtRk TtRk TtTmn TtTmn TtTmn TtTmn TtTmn WrjFu WrjLt WrjLt WrjPkb WrjPkb WrjPkn WrjPkn WrjPkn WrjPmk
X 770792.169 771315.129 770303.571 771304.065 772124.719 771857.771 772199.716 772108.585 771754.061 773119.431 771675.119 772002.179 771283.496 773168.032 772652.717 772216.370 773241.220 772225.837 773038.694 772406.456 773141.605 772146.579 772952.443 771883.660 772874.943 772339.543 771232.684 771477.827 771634.036 772715.260 773009.636 772398.155 772472.586 771150.463 772898.430 771050.528 772033.062 772615.307 771835.913 772181.758 772487.798 772408.279
Y 55537.593 54809.059 54921.303 54072.937 57410.471 57777.133 57760.260 57632.925 55397.261 55275.259 53816.951 53975.139 53621.086 54342.573 53202.475 54151.123 54853.193 53077.491 54505.328 54622.263 53745.214 55370.304 55371.522 54240.490 53266.292 53532.573 53345.354 55467.554 55177.597 54508.164 54009.439 53850.885 54305.317 55855.248 55670.722 55651.284 55986.869 55665.410 55615.507 55649.433 55888.525 56160.038
Kode TBTM2 TBTM3 TBTM4 TBTM5 TDPK1 TDPK2 TDPM1 TDPM2 TTFU1 TTLT1 TTLT2 TTPB1 TTPB2 TTPB3 TTPB4 TTPB5 TTPK1 TTPK2 TTPK3 TTPK4 TTPK5 TTPM1 TTPM2 TTPM3 TTPM4 TTPM5 TTRK1 TTRK2 TTTM1 TTTM2 TTTM3 TTTM4 TTTM5 WRFU1 WRLT1 WRLT2 WRPB1 WRPB2 WRPK1 WRPK2 WRPK3 WRPM1
44 Lanjutan Lampiran 1 No 209 210 211 212 213 214 215 216
Mapunit WrjPmk WrjPmk WrjRk WrjRk WrjRk WrjRk WrjTmn WrkPkb
X 771203.232 772436.174 771005.475 771742.882 772660.103 772182.910 772657.643 772241.723
Y 55762.089 55705.812 55804.490 56150.646 55996.455 56161.901 55581.667 55747.116
Kode WRPM2 WRPM4 WRRK1 WRRK2 WRRK3 WRRK4 WRTM1 WRPB1
45 Lampiran 2. Tabel Perbandingan Keteraturan Permukiman Secara Visual dan Persepsi Penghuni No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Kecamatan
Kode
Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru Kota Sail Sail Sail Sail Sail Sail Sail Sail Sail Sail Sail Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai
KBPM2 KBPM1 KTPM2 KTPM1 SEPM1 SEPM2 SHPM1 SHPM2 SRPM1 SRPM2 TDPM1 TDPM2 CRPM1 CRPM2 SMPK2 SMPK1 SMPM2 SMPM1 SMPM3 SMPM4 SYPK2 SYPM2 SYPM1 MRPM1 MRPM2 MRPM4 MRPM5 MRPM3 STPK3 STPM2 STPM4 STPM3 STPM5 STPM1 TBPK4 TBPK5 TBPM2 TBPM1 TBPM3
Visual Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur
Keteraturan Kuesioner Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur
46 Lanjutan Lampiran 2 No. 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kecamatan
Kode
Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai Marpoyan Damai
TBPM6 TBPM4 TBPM5 TTPK3 TTPM2 TTPM4 TTPM1 TTPM3 TTPM5 WRPM3 WRPM1
Visual Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur
Keteraturan Kuesioner Teratur Teratur Teratur Teratur Tidak Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Teratur Teratur Teratur
47
Lampiran 3. Form Kuisioner KUISIONER PENELITIAN Dengan hormat, Kuisioner ini sebagai media pengambilan data primer kepada responden (masyarakat). Data dari penelitian ini saya gunakan sebagai syarat dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Karakteristik Permukiman Menggunakan Citra Ikonos dan Kaitannya dengan Sosial Ekonomi Penghuninya di Kota Pekanbaru.”. Mohon kesedian Bapak/Ibu/Saudara/i untuk memberikan jawaban dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i saya ucapkan terima kasih. Peneliti
Tanggalpengisian Landunit Kode Foto Landunit Utara Timur Selatan Barat Jalan
: : : : : : :
Form Data Dasar :……/……../……... Kabupaten/kota : Kecamatan Kelurahan Koordinat X Koordinat Y Koordniat Z Akurasi (m)
: : : : : : :
Petunjuk : Pilih salah satu jawaban yang tepat untuk setiap pertanyaan dengan memberikan tanda silang [X]. A. Identitas Responden 1. Jenis kelamin : a. Laki-laki 2.
3.
4.
5.
Usia : a. < 20 tahun b. b. 20-30 tahun Status perkawinan : a. Menikah
b. Perempuan
c. 30-40 tahun d. 40-50 tahun
e. >50 tahun
b. Belum Menikah
Pendidikan formal terakhir : a. SD c. SMA/Sederajat b. SMP/Sederajat d. Perguruan Tinggi
e. Tidak sekolah
Pekerjaan saudara saat ini : a. Pelajar d. PNS b. Mahasiswa e. Pegawai Swasta c. Wiraswasta f. Buruh
g. Petani h. Lainnya
B. Pendapatan 1. Berapa pendapatan saudara perbulan ? a. < Rp 500.000 b. Rp 500.000 - 1.500.000 c. Rp 1.500.000 - 2.500.000
d. Rp 2.500.001 - 3.500.000 e. > Rp 3.500.000
48 Lanjutan Lampiran 3 2.
Berapa jumlah tanggungan dalam keluarga saudara? a. ≤ 2 Orang c. 4 Orang e. ≥ 6 orang b. 3 Orang d. 5 Orang C. Kondisi Tempat Tinggal 1. Jenis bangunan yang saudara tempati ? a. Permanen b. Semi permanen 2.
Berapa lama saudara tinggal ? a. ≤ 5 Tahun c. 16 – 25 tahun e. ≥ 35 Tahun b. 6 – 15 Tahun d. 26 – 35 tahun
3.
Sebutkan status kepemilikan tempat tinggal saudara a. Sewa / kontrak b. Pribadi
4.
Bagaimana status tanah rumah/bangunan yang saudara huni ? a. Hak milik c. Hak guna bangunan b. Hak pakai d. Hak guna usaha
5.
Bagaimana keteraturan bangunan di lingkungan tempat tinggal saudara ? c. Tidak teratur a. Sangat teratur b. Teratur d. Sangat tidak teratur
6.
Luas Lahan / Tanah
: ................... m2
7.
Luas Bangunan
: .................... m2
8.
Luas pekarangan
: ..................... m2
9.
Harga jual tanah
: Rp................./m2
D. Infrastruktur 1. Berapa jarak tempat tinggal saudara dari jalan provinsi? a. < 100 m c. 500 – 1000 m e. 1500 – 2000 m b. 100 – 500 m d. 1000 – 1500 m f. ≥ 2000 m 2.
Berapa jarak tempat tinggal saudara dari jalan kompleks ? a. < 5 m c. 10 – 15 m e. > 20 m b. 5 – 10 m d. 15 – 20 m
3.
Berapa jarak tempat tinggal saudara dari pusat kota ? a. < 100 m c. 500 – 1000 m e. 1500 – 2000 m b. 100 – 500 m d. 1000 – 1500 m f. > 2000 m
4.
Bagaimana kondisi jalan di lingkungan saudara ? a. Aspal c. Beton e. Lainnya b. Paving blok d. Tanah
5.
Mengapa saudara memilih lokasi ini sebagai tempat tinggal/ kantor/ bangunan lainnya ? ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
: : : :
X Y Z Akurasi(m)
: : : : : : :
Permukiman(Pmk) Lahan Terbuka(Lt) Perkantoran(Pkn) Ruko(Rk) Fasilitas Umum(Fu) Perkebunan(Pkb) Taman(Tmn)
Verifikasi Landuse
Form Data Lapang : Hari: : : : : Kecamatan:
Hari/Tgl./Jam No.Sample Kode Sample Landunit Lokasi
Lampiran 4. Form Pengecekan Lapang Tgl.:
Kelurahan:
Jam:
49
50
Lampiran 5. Koefisien Korelasi
Korelasi Keteraturan Permukiman Pekerjaan Pendapatan Luas Bangunan Harga Jual Tanah Jarak Ke Jalan Provinsi Jarak Ke Jalan Kompleks Jarak Ke Pusat Kota Kondisi Jalan
Keteraturan Permukiman
Pekerjaan
Pendapatan
Harga Jual Tanah
Luas Bangunan
Jarak Ke Jalan Provinsi
Jarak Ke Pusat Kota
Jarak Ke Jalan Kompleks
Kondisi Jalan
1 0.09 0.37
1 0.32
1
0.47
0.24
0.18
1
0.34
-0.12
0.42
0.09
1
0.01
0.22
-0.29
0.12
-0.31
1
0.04
-0.01
-0.03
0.02
0.15
-0.02
1
-0.11
0.05
-0.29
-0.08
-0.29
0.60
0.13
1
0.01
0.012
0.34
-0.03
0.09
-0.15
-0.07
-0.31
1
51 Lampiran 6. Perhitungan Jumlah Titik Pengecekan Lapang Rumus Slovin : n= dimana N= 800 poligon keseluruhan penggunaan lahan di tiga kecamatan dan e= 0.05 (5%)
n=
= 268 sampel poligon penggunaan lahan
untuk menentukan jumlah poligon sebagai titik pengecekan lapang di setiap penggunaan lahan dari tiga lokasipenelitian digunakan rumus berikut. ni = dimana Ni = jumlah poligon satu jenis penggunaan lahan hasil dijitasi di setiap kelurahan lokasi penelitian (contoh jumlah poligon permukiman di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai = 176), n = 268 sampel poligon penggunaan lahan, N = 800 poligon keseluruhan penggunaan lahan di tiga kecamatan.
ni =
= 58.96 poligon penggunaan lahan di setiap kelurahan
Untuk menentukan jumlah poligon sebagai titik pengecekan lapang di setiap penggunaan lahan di tiap kelurahan tiga kecamatan lokasi penelitian digunakan rumus sub poligon
ni = ni = poligon permukiman untuk pengecekan lapang di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Jumlah keseluruhan poligon penggunaan lahan di lokasi penelitian berjumlah 216 poligon yang digunakan sebagai titik pengecekan lapang.
52 Lampiran 7. Perhitungan Jumlah Titik Wawancara Rumus Slovin n= n=
= 140 ~ 100 poligon penggunaan lahan sebagai titik wawancara
Karena terjadi perubahan tujuan penelitian, jumlah titik wawancara yang semula berjumlah 100 titik berkurang menjadi 50 titik wawancara dengan penggunaan lahan permukiman.
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 15 Desember 1992 dari pasangan Ir. BS. Sujarwo dan Yosi Barneli. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kartika 1 – 9 Pekanbaru pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di SMPN 14 Pekanbaru tahun 2008 dan pada tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 4 Pekanbaru. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Selama kuliah penulis aktif dalam organisasi HMIT pada tahun 2012/2013 sebagai anggota, mengikuti perlombaan kesenian OMI pada tahun 2013 dan PORTAN. Dalam kegiatan akademik penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lansekap pada tahun 2014/2015 serta mata pada tahun Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (PJIC 2015/2016). Penulis juga pernah tergabung dalam kepanitian Seminar Nasional Ilmu Tanah pada tahun 2013.