PENGGUNAAN KATO NAN AMPEK SEBAGAI KOMUNIKASI NONVERBAL DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MAHASISWA MINANGKABAU PERANTAUAN (Studi Kasu Penggunaan Kato Nan Ampek sebagai Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Minangakbau Perantauan di Bandung) Gina Dwi Rahmayanti, S.I.Kom dan Rah Utami Nugrahani, S.Sos., M.A.B Prodi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom
[email protected] ABSTRAK Penelitian diberi judul “Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Minangkabau Perantauan”. Fokus penelitian ini adalah bagaiaman penggunaan kato nan ampek pada komunikasi nonverbal dalam komunikasi antarbudaya mahasiswa Minangkabau perantauan di Bandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa setiap informan berbeda-beda dalam menggunakan kato nan ampek dalam seluruh aspek komunikasi nonverbal. Terdapat perilaku menggunakan, tidak menggunakan, dan menggunakan berdasarkan situasi tertentu. Informan pertama menggunakan kato nan ampek diberbagai aspek komunikasi nonverbal, seperti bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak antarpribadi, diam, dan artefak, meskipun dibeberapa aspek penggunaannya adalah berdasarkan situasi tertentu. Informan kedua menggunakan kato nan ampek hampir diseluruh aspek komunikasi nonverbal, kecuali bau-bauan dan orientasi jarak dan hubungan antarpribadi, meskipun tidak semua jenis kato nan ampek di terapkan oleh informan kedua. Sementara itu informan ketiga menggunakan kato nan ampek di seluruh aspek komunikasi nonverbal, namun ia tidak menerapkan seluruh jenis kato nan ampek tersebut. ABSTRACT Minangkabau has a regulation in communication named kato nan ampek. This is not only for Minangkabau society who live in their hometown, but also for they who migrate to another place, one of them is student.The title of this research is “The Using of Kato Nan Ampek as Nonverbal Communicanication in Intercultural Communication of Minangkabau’s Migration Student. The focus of this research is how the using of kato nan ampek as nonverbal communiacation in intercultural communication of Minangkabau’s migration student in Bandung. This research is using the qualitative method with case study as the aprroach.The result of this researsh is conclude that using the kato nan ampek for every kind of nonverbal communication is difference for everyone. There are using, not using, and conditionally using. The first informant is using the kato nan ampek in every kind of nonverbal communication, such as body languange, touch, paralanguage, fisical appearence, cronemics, fragrance, proximity and personal distance, color, silence, and artifact, although in several kind is conditionally. The second informant is using the kato nan ampek in almost every kind of nonverbal communication, exept aroma and proximity and personal distance, although not all kind of kato nan ampek is used. The third informant is using kato nan ampek for each kind of nonverbal communication, but not all kind of kato nan ampek that is used. Keywords : Kato Nan Ampek, Nonverbal Communication, Intercultural Communication, Minangkabau, Migration 1.
PENDAHULUAN
Pada sejarahnya, orang Minangkabau telah lama dikenal sebagai perantau dan suka menimba ilmu di ke daerah lain. Menuntut ilmu adalah hal yang diharuskan bagi setiap pemeluk agama Islam. Oleh karena orang
Minangkabau menjunjung tinggi nilai agama dan adat, maka menuntut ilmu adalah hal yang wajib dilakukan. Perkembangan zaman membuat daerah luar Minangkabau yang semula hanya dijadikan tempat untuk bekerja, kini telah banyak digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu di bidang akademik. Kemajuan daerah perantauan membuat orang-orang berlomba -lomba untuk pergi ke daerah rantau untuk bersekolah. Daerah perantauan di anggap sebagai daerah pembelajaran yang baik disamping kemajuan bidang akademik, adalah karena seorang yang merantau akan menjalani kehidupan yang menuntut dirinya untuk bersikap mandiri disegala situasi. Maka dari itu orang Minangkabau semestinya mempelajari adat istiadat di kampung halaman, agar kelak mereka merantau, mereka dapat menerapkan hal – hal kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan yang mencederai agama Islam dan adat Minangkabau. Generasi muda suku Minangkabau asal Sumatera Barat hingga saat ini masih aktif merantau untuk menuntut ilmu dan mencontoh kaum-kaum terdahulu yang telah berhasil di daerah rantau. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya organisasi kedaerahan Minangkabau yang ada di berbagai perguruan tinggi di Bandung. Aturan komunikasi bagi masyarakat Minangkabau di atur dalam “kato nan ampek” yang dapat di artikan sebagai empat macam cara berkomunikasi. Kato nan ampek sendiri merupakan norma-norma dalam bertutur kata yang di kelompokkan ke dalam empat cara berkomunikasi. Kato nan ampek adalah semua aturan yang berkenaan dalam komunikasi baik verbal ataupun non verbal. Tujuan dibentuknya aturan ini adalah agar komunikasi dapat terjalin dengan efektif tanpa menyinggung kedua belah pihak baik komunikator maupun komunikan ataupun pihak lain. Dengan adanya kato nan ampek pula orang Minangkabau dapat hidup rukun satu sama lain. Seperti yang dianjurkan oleh adat bahwa setiap orang Minangkabau harus tahu dengan “baso jo basi, raso jo pareso” yang artinya orang Minangkabau harus pintar dalam bertutur kata dan memiliki perasaan serta mengontrol perasaaan dalam setiap melakukan sesuatu. 2.
DASAR TEORI
Menurut (Mulyana, 2009 Komunikasi Nonverbal terdiri dari bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak antarpribadi, konsep waktu, bau-bauan, warna, diam, dan artefak. Sedangkan kato nan ampek terdiri dari kato mandaki, kato mandata, kato manurun dan kato malereng. Kato mandaki ialah bahasa yang digunakan orang yang digunakan orang yang berusia lebih rendah dari lawannya berbicara, umpamanya yang dipakai oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru dan bahwan kepada atasan.Sedangkan Kato malereang yaitu komunikasi yang dilakukan kepada orangorang yang disegani, seperti ipar, mertua, besan, dan lain-lain yang bukan merupakan anggota pertalian darah dari komunikator. (A. A. Navis dalam Silvia, 2013:2). Penggabungan kato mandaki dan kato malereng dalam penelitian ini dikarenakan kato malereng dalam konteks antarbudaya sama dengan kato mandaki, yaitu orangorang yang disegani dan dihormati. Kato mandata yaitu bahasa yang digunakan orang yang sama dengan lawan berbicara, umpamanya teman sebaya atau teman sepermaian. Kato manurun adalah bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih muda seperti membujuk pada anak kecil, mamak (paman) pada kemenakannya, guru kepada murid, dan atasan kepada bawahan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode penelitian kualitatif disebut juga dengan metode yang naturalistik karena obyek yang digunakan adalah obyek yang alamiah. Sesuai dengan padangan Sugiyono (2012:1) yang mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif menekankan pada makna dari pada generalisasi. Menurut Sugiyono (2013:59) terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Penelitian kualitatif menggunakan peneliti sebagai instrumen dari penelitian itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nasution dalam Sugiyono (2013:60) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Jenis penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi yang cocok bila pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why bila peneliti hanya memiliki waktu sedikit untuk penelitiannya dan apabila yang diteliti merupakan fenomena yang kontemporer dalam konteks kehidupan nyata. Hal ini sependapat dengan pandangan Kin (2002:13) yang mengatakan bahwa kelebihan dalam metode studi kasus, “Pertanyaan “bagaimana” atau “mengapa” akan diarahkan ke serangkaian peristiwa kontemporer, dimana penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil sekali atau tak mempunyai peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut.” 3.
PEMBAHASAN Pada penelitian ini menggunakan informan yang merupakan mahasiswa Minangkabau asal Sumatera Barat yang merantau ke Bandung. Tabel 1.1 Informan Penelitian No
Nama
Jenis
Usia
Organisasi Kedaerahan Minangkabau
20
Unit Pecinta Budaya Minangkabau
Kelamin 1.
Muti Cyla Dekaria
Perempuan
(UPBM) Universitas Padjajaran 2.
Yudi April Nando
Laki-laki
21
Unit Kesenian Minangkabau (UKM) Institut Teknologi Bandung
3.
Romi Arfan
Laki – laki
20
Unit
Seni
Budaya
Minangkabau
(USBM) Universitas Telkom Sumber : olahan peneliti
Tabel 1.2 Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya pada Informan 1 No.
Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya
Jenis
Komunikasi
Nonverbal 1.
Kato Mandaki dan
Kato Mandata
Kato Manurun
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Kato Malereng
Bahasa Tubuh
Bergantung
pada
status komunikan dan jarak kede-katan. 2.
Sentuhan
Bergantung
pada
status komunikan dan jarak kede-katan. 3.
Parabahasa
Bergantung
pada
status komunikan dan jarak kede-katan. 4.
Penampilan Fisik
Bergantung
pada
status komunikan dan jarak kede-katan. 5.
Bau-bauan
6.
Orientasi
Menggunakan ruang
dan
jarak antarpribadi
Bergantung
pada
status komunikan dan jarak kede-katan.
7.
Konsep Waktu
Menggunakan
8.
Diam
Bergantung situasi
pada
dan
ko-
Bergantung situasi
munikan
munikan
dan
pada
menggunakan
ko-
9.
Warna
Tidak Menggunakan
Tidak Menggunakan
Menggunakan
10.
Artefak
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
Sumber : olahan peneliti Tabel 1.3 Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya pada Informan 2
No.
Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya Jenis
Komunikasi
Nonverbal
Kato Mandaki dan
Kato Mandata
Kato Manurun
Kato Malereng
1.
Bahasa Tubuh
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
2.
Sentuhan
Menggunakan
Menggunakan
Tidak menggunakan
3.
Parabahasa
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
4.
Penampilan Fisik
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
5.
Bau-bauan
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
6.
Orientasi
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
ruang
dan
jarak antarpribadi 7.
Konsep Waktu
Menggunakan
Tidak Menggunakan
Tidak menggunakan
8.
Diam
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
9.
Warna
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
10.
Artefak
Menggunakan
Menggunakan
menggunakan
Sumber : olahan peneliti Tabel 1.4 Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya pada Informan 3
No.
Penggunaan Kato Nan Ampek pada Komunikasi Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya Jenis
Komunikasi
Nonverbal 1.
Kato Mandaki dan
Kato Mandata
Kato Manurun
Menggunakan
Tidak menggunakan
Menggunakan
menggunakan
Kato Malereng
Bahasa Tubuh
Bergantung status
pada
komunikan,
Romi menggu-nakan kato
man-daki dan
kato
ma-lereang
kepada
dosen
dan
warga sekitar, namun ti-dak
kepada
se-
niornya di kam-pus. 2.
Sentuhan
Bergantung situasi
pada kedekatan
Romi
dengan
munikan.
Jika
kohu-
bungan mereka tidak dekat,
maka
Romi
tidak meng-gunakan aturan kato mandaki dan kato malereng. 3.
Parabahasa
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
4.
Penampilan Fisik
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
5.
Bau-bauan
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
6.
Orientasi
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
ruang
jarak antarpribadi
dan
Tergantung status jika
pada
komunikan, berkomu-nikasi
dengan
do-sen,
warga,
atau
orang
yang tidak di anggap dekat,
maka
Romi
menggunakan
kato
mandaki
kato
dan
malereng. 7.
Konsep Waktu
Bergantung
pada
kedekatan
Tidak menggunakan
Tidak menggunakan
Romi
dengan komu-nikan, jika tidak dekat, maka Romi kato
menggunakan mandaki
dan
kato malereng 8.
Diam
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
9.
Warna
Menggunakan
Menggunakan
Menggunakan
10.
Artefak
Menggunakan
Menggunakan
menggunakan
Sumber : olahan peneliti 4.
KESIMPULAN
Informan pertama (Cici) menggunakan kato nan ampek pada aspek bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak antarpribadi, diam, dan artefak. Akan tetapi tidak semua jenis kato nan ampek diterapkan dalam setiap aspek komunikasi nonverbal, seperti aspek bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa, penampilan fisik, orientasi ruang dan jarak antarpribadi, serta diam yang digunakan Cici pada jenis kato mandaki berdasarkan situasi. Sedangkan Cici tidak menggunakan kato nan ampek dalam bentuk kato mandaki dan malereang serta kato mandata dalam aspek warna. Cici juga tidak menggunakan kato nan ampek dalam konsep waktu. Penggunaan kato nan ampek menurut situasi didasarkan pada jenis kedekatan Cici terhadap komunikan. Jika hubungan Cici dekat dengan komunikan, maka ia tidak menerapkan kato nan ampek. Selain itu Cici tidak menerapkan kato nan ampek dalam beberapa aspek karena memang sudah mengikuti budaya yang ada di daerah rantau, lingkungan pergaulan, serta memang karena sifat bawaan dari Cici itu sendiri. Informan kedua (Yudi) menggunakan seluruh jenis dari kato nan ampek pada aspek bahasa tubuh, parabahasa, penampilan fisik, warna dan artefak. Sedangkan pada aspek sentuhan, Yudi tidak menggunakan kato nan ampek pada jenis kato manurun. Yudi juga tidak menggunakan salah satu daripada kato nan ampek yaitu pada aspek konsep waktu, ia tidak menggunakan kato mandaki dan kato malereng. Pada aspek bau-bauan serta orientasi ruang dan jarak antarpribadi Yudi sama sekali tidak menggunakan kato nan ampek, hal ini disebabkan karena menurut Yudi belum pernah terpikir untuk membeli dan memeliki wewangian, peneliti menyimpulkan bahwa secara pribadi Yudi menganggap wewangian sebagai barang tersier. Sedangkan pada aspek orientasi ruang dan jarak antarpribadi, alasan Yudi tidak menggunakan kato nan ampek adalah karena secara pribadi Yudi memang tidak akrab dengan orang luar suku Minangkabau, dan menurut Yudi di kampusnya banyak terdapat orangorang yang bersifat individualis dengan karakter yang memang tidak mudah akrab satu sama lain kecuali berasal dari suku yang sama.
Informan ketiga (Romi), hampir sama dengan Cici, menggunakan beberapa jenis kato nan ampek berdasarkan situasi seperti kedekatan dan pengaruh lingkungan, seperti pada jenis kato mandaki dan kato malereng yang digunakan berdasarkan situasi pada aspek bahasa tubuh, sentuhan, orientasi ruang dan jarak antarpribadi serta konsep waktu. Romi tidak menggunakan jenis kato manurun pada aspek bahasa tubuh, orientasi ruang dan jarak antarpribadi, serta konsep waktu. Begitupun dengan jenis kato mandata yang tidak digunakan Romi pada aspek konsep waktu serta orientasi jarak dan hubungan antarpribadi. Alasan Romi tidak menggunakan kato nan ampek adalah didasarkan kepada hubungan pergaulan dan lingkungan yang menurutnya memang tidak harus digunakan karena menurutnya hal itu merupakan bentuk dari adaptasi pada lingkungan perantauan agar dapat diterima dengan baik.