Peran Pendidikan Kedokteran sebagai Pendukung Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern Prof. Dr. dr. A. Guntur Hermawan, SpPD-KPTI, FINASIM Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Sejarah Perkembangan Herbal Obat herbal merupakan obat yang paling tua dan telah lama dikenal sebagai pengobatan yang digunakan oleh semua penduduk dan berbagai budaya hampir di seluruh dunia. Penggunaan obat herbal telah digunakan sebagai pengobatan sejak adanya kehidupan umat manusia. Para ahli arkeologi sudah menemukan bukti penggunaan herbal oleh kaum di Iraq sekitar enampuluh ribu tahun yang lalu. Semua umat manusia di masa lampau, orang Mesir, Yunani, Cina, India, dan Roma menggunakan herbal sebagai suatu bagian integral dari berbagai sistem pengobatan mereka. Sebagai pendahulu herbalis terkenal, yang menekankan akan pentingnya alam dalam penyembuhan, adalah Hippocrates, yang dikenal sebagai ‘Bapak Kedokteran’. Dua figur lainnya yang terkenal sebagai herbalis kedokteran dari Inggris adalah Culpeper dan Gerard. Kedua herbalis tersebut memproduksi herbal pada abad ke-17. Obat herbal banyak dikaitan dengan pengetahuan dan penggunaannya oleh kaum ortodoks, walaupun tetap tumbuh dengan subur sebagai kedokteran tradisional pada dua abad berikutnya. Pada abad pertengahan, para herbalis nampak tersingkirkan, yang kemudian diklaim sebagai profesi kaum ortodoks. Kejadian ini terjadi sepanjang pemerintahan Henry VIII, sampai pada tahun 1542 saat parlemen akhirnya membiarkan tindakan kaum herbalis untuk praktek tanpa ada campur tangan dari undang-undang medis. Herbalis mulai diakui undang-undang sejak 1948 ketika parlemen memperbolehkan secara hukum, setelah ada revisi hukum. Hal ini tidaklah berlangsung sampai akhir abad ke-19 di mana pengobatan kaum ortodoks mendominasi format perawatan di barat. Sesungguhnya, hal ini hanya terjadi di akhir tahun 75-an di mana obat yang mayoritas digunakan oleh para dokter kaum ortodoks merupakan bahan kimia sintetis, walaupun sebenarnya pada awalnya merupakan hasil ekstraksi dan disiapkan dari herbal. Sampai sekarang ini, herbalis merupakan satu-satunya praktisi pengobatan tradisional yang dikenal dan diakui di wilayah hukum Inggris. Pada tahun 1968, herbalis, termasuk unik di antara praktisi yang tak lazim, telah diberi perlindungan yang sah dibawah undang-undang kesehatan pada tahun itu, di mana perundang-undangan tersebut masih dalam bentuk yang memerlukan suatu peninjauan kembali, yang masih berlaku sampai sekarang. Pada bulan November 1994, obat herbal mendapatkan ancaman yang serius sampai ditekan oleh undang-undang, tetapi kampanye yang besar-besaran secara nasional akhirnya menyelamatkan warisan tersebut.
22
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV
Solo, 9-10 November 2011
Pada pertengahan abad ke-19, asosiasi nasional herbalis medis telah dibentuk, suatu asosiasi kemudian melahirkan herbalis medis terkemuka masa kini, yang menjadi salah satu konsultan herbalis dan homeopat internasional (membentuk dewan umum dan daftar konsultan herbalis) yang terkemuka di Inggris, dengan anggota dan para siswa berasal dari seluruh dunia. Dunia kesehatan Indonesia bisa dianggap sangat terpukau dan terpaku pada pengobatan medis/konvensional barat. Akibatnya, khazanah pengobatan tradisional yang beribu tahun mengakar pada bangsa ini terabaikan. Di sisi lain, pengobatan dunia barat saat ini diliputi semangat back to nature. Bagaimana halnya dengan Indonesia? Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati memiliki lebih dari 30,000 spesies tanaman dan 940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat. Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil.
MU.6
Hal ini menjadi suatu sejarah herbal yang panjang dan berkelanjutan, yang bersama-sama dengan penelitian ilmiah yang modern digunakan sebagai obat-obatan, dan menjadi dasar perkembangan herbal masa kini.
Makalah Utama
Keselamatan, Kemanjuran, dan Kelayakan Pendapat tentang keselamatan, kemanjuran, dan kelayakan dari obat herbal sangatlah beragam di antara para medis dan para profesional kesehatan di negara-negara di mana pengunaan herbal telah mengalami perbaikan. Beberapa profesional menerima sejarah dan pengalaman empiris sebagai satu-satunya ukuran untuk kemanjuran obat herbal, sedangkan kelompok yang lain berpendapat bahwa semua herbal yang sudah mengalami perbaikan merupakan sesuatu yang berbahaya atau diragukan. Masalah lebih lanjut diperumit oleh adanya fakta bahwa banyak pasien memperoleh obat yang tersedia di pasaran dunia, di mana obat herbal yang mengandung unsur non-herbal sering dijual. Penambahan unsur non-herbal tersebut sering berupa logam berbahaya, contohnya merkuri (Kang-yum dan Oransky, 1992), unsur beracun (bubuk kalajengking), atau obat yang diresepkan (Catlin et al., 1993). Pada umumnya obat tersebut diberi label ’obat herbal Cina’, dan kebanyakan diproduksi di Thailand, Taiwan, atau Hongkong, dan selanjutnya diekspor ke Amerika Serikat dan akhirnya obat herbal tersebut dijual di toko pengecer. Departemen Pelayanan Kesehatan California dibantu oleh asosiasi herbal barubaru ini mengumumkan daftar 20 obat paten Asia yang populer yang terbukti mengandung ramuan beracun.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV
Solo, 9-10 November 2011
23
Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, maka yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan dalam keputusan Kepala Badan POM tersebut, bahwa berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiatnya, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan secara berjenjang menjadi (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan syarat yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, serta memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya, yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata ’secara tradisional digunakan untuk .....’, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran. Untuk kelompok Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik dan telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Jamu dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal Terstandar dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal Terstandar. Selain jamu yang telah digunakan secara empiris dan turun temurun, obat bahan alam hasil penelitian ilmiah juga dapat dikembangkan menjadi Obat Herbal Terstandar dengan memenuhi persyaratan sebagaimana kriteria yang berlaku untuk Obat Herbal Terstandar. Untuk kelompok Fitofarmaka, klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik dan jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi. Dasar pemikirannya adalah bahwa obat tradisional baik dalam bentuk simplisia tunggal maupun ramuan, sebagian besar penggunaan dan kegunaannya masih berdasarkan pengalaman. Data yang meliputi kegunaan, dosis dan efek samping jamu sebagian besar belum didasarkan pada landasan ilmiah, karena penggunaan obat tradisional baru didasarkan kepada kepercayaan terhadap informasi berdasarkan pengalaman. Salah satu persyaratan agar obat tradisional dapat digunakan pada upaya pelayanan kesehatan adalah tingkat keamanan dan kemanfaatannya telah dapat dibuktikan secara ilmiah serta bersifat terulangkan (reproducible), baik dalam bentuk sediaan maupun keamanan dan manfaat penggunaannya. Beberapa tahapan perlu dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfatan obat tradisional. Setelah dilakukan observasi dan penilaian pemakaian obat tradisional di masyarakat dan ternyata obat tradisional tersebut berkhasiat secara empirik dan tidak memperlihatkan efek samping, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
24
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV
Solo, 9-10 November 2011
Langkah I Langkah II Langkah III Fase IV
Uji praklinik yang menentukan keamanan melalui uji toksisitas dan menentukan khasiat melalui uji farmakodinamik Standardisasi secara sederhana Teknologi farmasi yang menentukan identitas secara seksama sampai dapat dibuat produk yang terstandardisasi Uji klinik pada orang sakit dan atau orang sehat
Setelah langkah ke IV ini, dan terbukti manfaat dan keamanannya, maka obat tradisional dapat dipakai di dalam pelayanan kesehatan sebagai fitofarmaka. Peran Pendidikan Kedokteran
Pendidikan Meningkatkan pengetahuan dengan memasukkan kurikulum dalam kuliah masalah yang berhubungan dengan jamu-jamuan terutama herbal. Dapat dilakukan secara inter-departemental, misalnya farmakologi, ilmu penyakit dalam, dan ilmu penyakit anak, serta bagian lainnya yang terkait. Dilakukan pendidikan lintas sektoral/antar fakultas misalnya fakultas pertanian yang memiliki dasar makanan, obat-obatan, tanaman (herbal) yang berada di Indonesia, fakultas MIPA dan fakultas kedokteran. Pada Rumah Sakit Pendidikan seyogyanya dibuka pelayanan dan pengobatan komplementer dan alternatif yang sudah dimulai beberapa Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia.
Penelitian Meningkatkan penelitian manfaat jamu (herbal) bagi kesehatan serta keamanan dan efikasinya setelah tahap III dan IV dengan metode Translational Research (penelitian translasi), bench to bedside. Meningkatkan fungsi biomedik sebagai pusat penelitian biofarmaka mulai dari pembuatan dan fungsi hingga spesifikasi obat-obatan. Peningkatan penelitian untuk penetuan dosis, cara pemakaian, cara pengemasan, dan cara pemasarannya.
Pengabdian Masyarakat Meningkatkan pengetahuan melalui penyuluhan tentang tanaman obat dan obat-obat herbal. Menstimulasi masyarakat untuk membudidayakan tanaman obat (herbal). Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan dan memakai herbal sebagai pengobatan.
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV
Solo, 9-10 November 2011
Makalah Utama
MU.6
Peran fakultas/universitas dalam mendukung perkembangan jamu di Indonesia sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah:
25
Dalam rangka upaya integrasi pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer di rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan alternatif dan komplementer, Direktorat Jenderal Bina Gizi & KIA dan Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer menyelenggarakan Pertemuan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Alternatif dan Komplementer di Rumah Sakit wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Penutup Sebagai penutup kami sampaikan bahwa Allah sebenarnya telah menyediakan obat-obatan alami untuk manusia. QS. Al-An'aam: 95 Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? QS. An-Nahl: 069 Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. Kepustakaan Ritiasa K, 2005. Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia menjadi Fitofarmaka. Dexa Media No. 3, Vol. 18, Juli-September, hal: 114-117 ------------, 2005. History of Herbal Medicine. www.irch.org/history_of_herbal_medicine.htm Depkes RI, 1995. Kualifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional BPOM, 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.2411. Depkes RI, 2000. Pedomam Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional Guntur HA, 2005. Prospek Herbal untuk Kesehatan. Simposium Nasional ’Prospek Herbal dan Makanan Fungsional untuk Kesehatan’ Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pertemuan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Alternatif dan Komplementer di Rumah Sakit, TU.08.01/B.IV.3/0980/2011
26
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XV
Solo, 9-10 November 2011