NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
9
Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan – Glonggong di Pacitan Sri Wiwoho M, ST, MT
ABSTRAK Campuran hot rolled asphalt adalah campuran aspal panas yang mempunyai komposisi campuran bahan, campuran agregat bergradasi timpang dan mempunyai sifat-sifat: mampu mengatasi deformasi akibat lalulintas berulang, kedap air, durabilitas cukup tinggi, dapat memberi kekuatan pada struktur jalan, memiliki nilai skiel resistance yang cukup aman, mempunyai fleksibilitas yang tinggi. Hal ini memungkinkan campuran ini cocok digunakan sebagai lapisan tambahan pada ruas jalan Pacitan – Glonggong, karena sifatnya yang sangat sesuai dengan kondisi alam dan cuaca di Pacitan khususnya di Kecamatan Punung dan Donorejo yang dilalui ruas jalan Pacitan – Glonggong. Karena ruas jalan tersebut sedang banyak mengalami retak dan deformasi, dibeberapa tempat akibat beban lalu lintas yang berulang dan kondisi pegunungan yang sering mengalami perubahan cuaca yang sangat signifikan. Lapisan tipis hot rolled sheet yang merupakan turunan dari campuran hot rolled aspalt saat ini banyak dikembangkan di Indonesia sebagai lapisan aus permukaan yang kedap air, cocok untuk ruas jalan tersebut sebagai lapisan aus non struktur. Kata Kunci : Persimpangan, fase sinyal, waktu siklus 1. PENDAHULUAN
Di kabupaten Pacitan pemakaian hot rolled asphalt dan asphalt concrete mulai dikenal melalui penerapan langsung pada proyek-proyek pemerintah maupun swasta. Peningkatan jalan bila dilaksanakan terhadap jalan lama berupa perbaikan tanah dasar setempat, pelapisan pondasi atas jalan, lapisan penutup non struktur, laston perbaikan atau perbaikan aligment, perbaikan shoulder, perbaikan drainage dll. Bila dibandingkan dengan pembuatan jalan baru biaya dan pelaksanaannya tentu lebih murah dan lebih mudah. Karena itu sesuai dengan perkembangan penduduk dan ekonomi didaerah Pacitan maka dianggap perlu untuk meningkatkan kemampuan pelayanan ruas-ruas jalan terutama ruas jalan antara Pacitan – Glonggong untuk memenuhi pelayanan lalulintas barang dan penumpang yang lebih memadai. Mengingat konstruksi jalan lama sudah kurang layak menerima beban lalulintas yang lewat walaupun masih tergolong lalulintas rendah. Kondisi jalan lama sudah mengalami retak-retak, degradasi dan deformasi. Dalam menganalisa teknis hanya terbatas pada analisa penambahan lapisan permukaan menggunakan lapisan AC atau HRA. Dimana pelaksanan AC baik dari segi campuran / pengamparan dan pemadatan telah biasa dilaksanakan sesuai Standard No. 13/ST/BM/1983 dan selalu dilaksanakan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa Timur
10
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBLE PAVEMENT ) Menggunakan aspal sebagai bahan pengikat pada lapis permukaan sedangkan lapis perkerasan menggunakan agregat berbutir . Bagian-bagian jalan pada perkerasan lentur meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course) Lapis Pondasi Atas (Base Course) Lapis permukaan (Surface Course) Lapis Permukaan
D1
pPermuk Lapis Pondasi
D2
Atas Lapis Pondasi Bawah
D3
Gb. 1. Susunan Perkerasan Lentur (Fexible Pavement) Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan ialah jumlah tahun dari saat jalan di buka untuk lalu lintas kendaraan sampai di perlukan suatu perbaikan yang bersifat structural.Umur rencana untuk perkerasan lentur pada peningkatan jalan adalah 10 tahun Lalu Lintas Tebal perkerasan pada peleburan jalan ditentukan oleh beban dan arus lalu lintas yang melewati jalan tersebut sehingga data mengenai keadaan lalu lintas merupakan faktor yang amat penting dalam merencanakan tebal perkerasan. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan dalam satuan waktu.
Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (c) Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur maka, jumlah jalur di tentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 9. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan pada Tabel 10 Tabel 1. Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur (N)
L<5,5
1 Lajur
5,00M< L <8,25 M
2 Lajur
8,25M< L <11,25 M
3 Lajur
11,25 M < L <15,00 M
4 Lajur
15,00 M < L < 18,75 M
5 Lajur
18,75 M < L < 22,00 M
6 Lajur
Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
11
Tabel 2. Koefisien Distribusi Kendaran ( C ) Jumlah Jalur Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat 1 Arah 2Arah 3 Arah 4 Arah 1 Jalur 1,00 1,00 1,00 1,00 2 Jalur 0,60 0,50 0,70 0,50 3 Jalur 0,40 0,40 0,50 0,475 4 Jalur 0,30 0,45 5Jalur 0,25 0,425 6 Jalur 0,20 0,40 * ) Berat total < 5 ton , misalnya : Mobil penumpang ,pick up **) Berat total 5 ton , misalnya :Bus ,Tuk, Semi trailer ,Trailer Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
Angka Ekivalen ( E) Beban Sumbu Kendaraan Angka ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang di timbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang di timbulkan oleh suatu lintasan bean standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton . Angka ekivalen ( E ) masing masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) di tentukan menurut rumus di bawah ini 4
E Sumbu tunggal= Beban satu sumbu tunggaldalam kg .......................... (1)
Beban E Sumbu ganda = 0,086 ganda
8160
satu dalam 8160
sumbu Kg
4
....... (2)
12
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
Gambar 2. Distribusi Beban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan Tabel 3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban Sumbu Kg
Lb
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 8160 9000 10.000 11.000 12.000 13.000 14.000 15.000 16.000
2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 26455 28660 30864 33069 35276
Angka Ekivalen Sumbu Tunggal 0,002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6647 11,4184 14,7815
Sumbu Ganda 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
Lintas Ekivalen Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana yang dihitung untuk 2 arah pada jalan tanpa median. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dipengaruhi oleh LHR, koefisien distribusi dan angka ekivalen. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dipengaruhi oleh LHR, umur rencana, koefisien dan angka ekivalen serta perkembangan lalu lintas. Lintas Ekivalen Tengah (LET) rata-rata dari nilai lintas ekivalen permulaan dan lintas ekivalen akhir. LEP =
n
LHR J 1
J
x C J x E J ...................................................................... (3)
j = jenis kendaraan
LEP =
n
LHR J 1
J
(1 i) UR x C J x E J ........................................................ (4)
i = perkembangan lalu lintas J = jenis kendaraan
LET =
LEP LEA .................................................................................. (5) 2
Lintas Ekivalen Rencana (LER ) dihitung dengan rumus LER = LET x FP..............................................................................(6)
Faktor Penyesuaian (FP) tersebut ditentukan dengan rumus :
FP = UR/10......................................................................................(7)
UR = umur rencana
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik koreksi dengan harga CBR. Harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR Laboratorium. Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh nilai DDT.
13
14
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
Gambar 3. Korelasi DDT dan CBR Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
Faktor Regional (FR) Didalam penentuan tebal perkerasan faktor regional sangat dipengaruhi oleh bentuk alinyemen, prosentase kendaraan berat yang lewat dan yang berhenti serta curah hujan seperti pada Tabel 12 Tabel 4. Faktor Regional (FR) Kelandaian I (< 6 %) % Kendaraan Berat < 30 % > 30 % Iklim I < 900 mm/Th Iklim II > 900 mm/Th
Kelandaian II (6 - 10 %)
Kelandaian III (> 10 %)
% Kendaraan Berat < 30 % > 30 %
% Kendaraan Berat < 30 %
> 30 %
0,5
1 – 1,5
1
1,5 – 2
1,5
2 – 2,5
1,5
2 – 2,5
2,5 – 3
2
2,5
3 – 3,5
Sumber : Metode Analisa Komponen 1987 Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (R = 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa FR ditambah 1,0.
15
Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan
Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari pada kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
16
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
lewat. Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu diperhitungkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lalu lintas Ekivalen Rencana (LER) menurut Tabel 13. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di bawah ini. IP = 1,0 : Permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus) IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap. IP = 2,5 : Permukaan jalan masih cukup stabil dan baik. Tabel 5. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IP) LER Lintas Klasifikasi Jalan Ekivalen Rencana Lokal Kolektor Arteri < 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 10 – 100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 – 2,5 2,0 > 1000 2,5 2,0 – 2,5
TOL 2,5
Sumber : Metode Analisa Komponen 1987 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 Ton beban sumbu tunggal. Catatan : Pada proyek-proyek penunjangan jalan, jalan - jalan murah atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0.
Dalam menentukan indeks permukan pada awal umur rencana (IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (Kerataan / Kehalusan serta Kekokohan) pada awal umur rencana seperti pada Tabel 14. berikut dibawah ini. Tabel 6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Perkerasan LASTON LASBUTAG HRA BURDA BURTU LAPEN LATASBUN BURAS LATASIR JALAN TANAH JALAN KERIKIL
IPo >4 3,9 – 35 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 < 2,4 < 2,4
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen 1987
Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall
17
Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan
Test (untuk bahan dengan Aspal) kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Tabel 7. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Relatif a1
A2
a3
0.40 0.35 0.32 0.30 0.35 0.31 0.28 0.26 0.30 0.26 0.25 0.20 -
0.28 0.26 0.24 0.23 0.19 0.15 0.13 0.15 0.13 0.14 0.13 0.12 -
0.13 0.12 0.11 0.10
Kekuatan Bahan Jenis Bahan M5 (Kg) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 -
Kt (Kg/cm) 22 18 22 18 -
CBR (%) 100 80 60 70 50 30 20
LASTON LASTON LASTON LASTON LASBUTAG LASBUTAG LASBUTAG LASBUTAG HRA ASPAL MACADAM LAPEN (MEKANIS) LAPEN (MANUAL) LASTON ATAS LASTON ATAS LASTON ATAS LAPEN (MEKANIS) LAPEN (MANUAL) STAB TANAH DG SEMEN STAB TANAH DG SEMEN STAB TANAH DG KAPUR STAB TANAH DG KAPUR BATU PECAH (KLAS A) BATU PECAH (KLAS B) BATU PECAH (KLAS C) SIRTU / PITRUN (KLAS A) SIRTU / PITRUN (KLAS B) SIRTU / PITRUN (KLAS C) TANAH / LEMPUNG KEPASIRAN
Sumber : Petunjuk Perencanaan Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen 1987 Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7, kuat takan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Indeks tebal perkerasan ditentukan dengan formula sebagai berikut : ITP = a1 . D1 + a2.D2 + a3.D3 ................................................................. (8) Dimana : a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (Tabel 2.7.) D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) Angka 1,2 dan 3 = Masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
18
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
Gambar 4. Salah Satu Nomogram Tabel 8. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan (Lapis Permukaan) Tebal ITP Minimum Bahan (cm) <3 5 LAPIS PELINDUNG : (BURAS/BURTU/BURDA) 3 – 6,7 5 LAPEN/ASPAL MACADAM, HRA, LASBUTAG, LASTON 6,71 – 7,49 7,5 LAPEN/ASPAL MACADAM, HRA, LASBUTAG, LASTON 7,5 – 9,99 7,5 LASBUTAG, LASTON > 10 10 LASTON Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
ITP <3 3 – 7,49 7,5 – 9,99 10 – 12,14 > 12,25
Tabel 9. Batas-batas minimum Tebal Lapis Perkerasan (Lapis Pondasi) Tebal Minimu Bahan m (cm) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan 15 kapur. 20*) Batu pecah, stabilissi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur 10 Laston Atas 20 Batu pecah, Stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macdam 15 Laston Atas 20 Batu pecah, Stabilisasi Tanah dengan Semen, Stabilisasi tanah dengan Kapur, Pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas 25 Batu Pecah, Stabilisasi Tanah Dengan Semen, Stabilisasi Tanah dengan Kapur, Pondasi Macadam, Lapen, Laston Atas.
*) Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berpasir kasar. Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
Tabel 10. Batas-Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan (Lapis Pondasi Bawah) Untuk setiap Nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm. Sumber : Metode Analisa Komponen 1987
2. DATA DAN METODE
Data yang ada meliputi data observasi di lapangan dan data penelitian kepustakaan. Pengumpulan data-data dilakukan dengan melakukan survey lapangan yang meliputi: Data Tanah CBR Data Lalulintas LHR Data Tebal Perkerasan yang ada Data Harga dan Upah Bahan Data analisa perhitungan perkerasan standard Bina Marga seperti : menghitung angka ekuivalen kendaraan, menghitung lintas ekuivalen, menghitung lintas ekuivalen tengah, mencari indeks tebal perkerasan (ITP). Prosedur pengujian kuat tekan. Langkah-langkah solusi permasalahan di atas adalah : Setelah pengumpulan data lapangan diatas maka dilakukan analisa perhitungan tebal perkerasan overlay HRA, perhitungan tebal perkerasan overlay AC, perhitungan biaya HRA, perhitungan biaya AC, perbandingan harga.
19
20
Penggunaan Hot Rolled Asphalt - Alternatif Perkerasan (Sri Wiwoho)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang ada diketahui data tebal perkerasan lama Pacitan – Glonggong adalah sebagai berikut: Lapisan penutup HRS = 3 cm Lapisan penetrasi makadam = 5 cm Lapisan batu pecah = 5 cm Lapisan sirtu = 10 cm. Lapisan atas perkerasan telah mengalami retak-retak degradasi dan sebagian deformasi. Berdasarkan perhitungan tebal perkerasan tambahan didapatkan bahwa : penggunaan AC = 5 cm atau penggunaan HRA = 5 cm. Penaksiran biaya berdasarkan hasil kajian Balai Pemeliharaan Jalan Pacitan untuk ruas Jalan Pacitan Glonggong sesuai dengan kondisinya setelah dilakukan pekerjaan pelapisan / overlay diperlukan biaya pemeliharaan rutin / berkala untuk mempertahankan kondisi jalan sbb: Pemeliharaan rutin : perbaikan kecil dan pemeliharaan rutin yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dalam setahun untuk HRA=15-18 juta /km dan AC = 15-20 juta/km. Pemeliharaan berkala: perbaikan dengan frekuensi yang direncanakan dalam satu tahun atau lebih pada suatu lokasi untuk mempertahankan agar jalan tetap berkondisi baik untuk : HRA = 30 jut / km dan AC 30-31 juta / km.
4. KESIMPULAN Ada 2 aspek yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan jenis perkerasan lentur yang cocok dipakai disuatu kondisi tertentu seperti di jalan Pacitan – Glonggong ini perlu adanya suatu evaluasi lebih lanjut dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: Aspek teknis, dimana Hot Rolled Asphalt (HRA) mempunyai sifat flexibilitas yaitu mampu melentur mengikuti beban diatasnya tanpa mengalami retak dan patah dan mempunyai keawetan yang lebih tinggi yaitu dibanding dengan Asphalt Beton (AB), maka penggunaannya cocok sebagai lapisan overlay diatas jalan Pacitan – Glonggong yang umumnya mengalami retak dan tanah dasarnya masih belum stabil / mantap serta kondisi cuaca didaerah pegunungan yang sering mengalami perubahan cuaca yang sangat signifikan antara panas dan hujan dalam suatu saat tertentu setiap tahunnya. Aspek ekonomis dimana pada kondisi jalan dengan beban lalulintas dan umur rencana yang lama, pemakaian HRA sebagai lapisan permukaan jalan, biayanya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan memakai AC, termasuk biaya operasional pemadatan juga lebih murah. Hal ini disebabkan HRA dapat dipakai dengan hanya tebal 3 cm saja, yang sering dikenal dengan HRS.
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
21
REFERENSI
Ir. Zamhari Ahmad, Pengaruh Variable Kelenturan Lapisan Tipis (Hot Rolled Asphalt) tahun 1984. Clarson. H. Ogksby, R. Gary Hicks. (1982) Highways Enginering, nd Ed John Willey and Sons, Inc. DPU Dirjend. Bina Marga , Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No. 01/PD/B/1983, Jakarta. DPU Dirjend. Bina Marga, Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Flexible Jalan Raya, No. 04/PD/BM/1974, Jakarta. DPTUL, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, No. 13 E. J Yoder. MW. Witczak. (1975) Principles of Pavement Design 2 nd Edition. Lilley, A.A. and Collins J. R. Laying Concrete Block Paving, Wexhan Springs, Cement and Concrete Association. Lilley, A.A. and Clark, A.J. Concrete Block Paving for Lightly Trafficked Roads and Paved Areas, Wexham Springs, Cement and Concrete Association. British Standard 594
21