TUGAS AKHIR
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)
Disusun Oleh :
Nama NIM
: :
Choirul Sholeh 0110311-048
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Choirul Sholeh
NIM
: 0110311-048
Jurusan
: Teknik Sipil
Fakultas
: Teknik Sipil dan Perencanaan
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil kerja saya sendiri dan bukan merupakan duplikasi dari hasil karya orang lain. Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini saya menggunakan acuan dari hasil penelitian, materi kuliah dan buku-buku kepustakaan yang saya cantumkan seluruhnya dalam daftar pustaka pada halaman akhir Tugas Akhir saya ini. Apabila ternyata pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya ataupun sanksi lain yang ditetapkan oleh Universitas Mercu Buana. Demikianlah
pernyataan
ini
saya
buat
dengan
sesungguhnya
untuk
dipertanggungjawabkan secara penuh.
Jakarta,
Agustus 2009
Yang memberikan pernyataan,
(Choirul Sholeh)
i
DAFTAR ISI HAL SURAT PERNYATAAN
i
KATA PENGANTAR
ii
ABSTRAKSI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................. I-1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... I-1 1.2 Tujuan ............................................................................................ I-2 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................ I-2 1.4 Metode Penulisan ........................................................................... I-2 1.5 Sistematika Penulisan .................................................................... I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................II-1 2.1 Umum ...........................................................................................II-1 2.2 Jenis Perkerasan ...........................................................................II-2 2.2.1 Perkerasan Lentur .............................................................II-3 2.2.2 Perkerasan Kaku ...............................................................II-9 2.3 Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan .................................II-18 BAB III DATA PERENCANAAN ................................................................... III-1 3.1 Data Tanah ................................................................................... III-1 3.2 Data Lalu lintas ............................................................................ III-8 3.3 Metode Perencanaan .................................................................... III-9 BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN ... IV-1 4.1 Perkerasan Jalan Lentur ............................................................... IV-1 4.1.1 Perencanaan ................................................................. IV-1 4.1.2 Metode Pelaksanaan ....................................................... IV-3 4.1.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................... IV-9 4.1.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-10 4.2 Perkerasan Jalan Kaku ............................................................... IV-19 4.2.1 Perencanaan ............................................................... IV-19 4.2.2 Metode Pelaksanaan ..................................................... IV-21 4.2.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................. IV-27 4.2.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-28
4.3 Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan ................................. IV-35 4.3.1 Perencanaan ............................................................... IV-35 4.3.2 Metode Pelaksanaan ..................................................... IV-36 4.3.3 Analisa Biaya Konstruksi ............................................. IV-38 4.3.4 Pemeliharaan ............................................................... IV-39 4.4 Perbandingan Teknis.................................................................. IV-42 4.5 Perbandingan Biaya Konstruksi................................................. IV-44 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ V-1 5.1 Kesimpulan .................................................................................. V-1 5.2 Saran ............................................................................................ V-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh Subhanahuwata’ala atas limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul “PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU
DENGAN
BETON
PRACETAK-PRATEKAN
SEBAGAI
ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN” adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Alizar, MT, Dosen Pembimbing dalam penyusunan tugas akhir Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana. 2. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT, Kepala Program Studi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana. 3. Bapak Ir. Brawijaya, SE, ME.IE, MSCE, Ph.D, yang telah memberikan dorongan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Orang tua dan adik yang memberikan dukungan moral dalam menyusun tugas akhir ini. 5. Istri dan anak tercinta yang memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan tugas akhir ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, kami mohon maaf jika terdapat kekurangan ataupun kekeliruan dalam tugas akhir ini, dan kami mengharapkan saran untuk penyempurnaannya. Semoga Alloh meridhoi sehingga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat. Jakarta,
2009 Penulis,
Choirul Sholeh
ii
ABSTRAKSI
Judul : Perencanaan Perkerasan Jalan Kaku Dengan Beton Pracetak-Pratekan Sebagai Alternatif Percepatan Konstruksi Perkerasan Jalan, Nama : Choirul Sholeh, NIM : 0110311-048, Pembimbing : Ir. Alizar, MT, Tahun 2009.
Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah permukimam dan industri di daerah perkotaan menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan prasarana transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya program penanganan jaringan jalan perkotaan yang terencana secara efektif dan efisien serta berkesinambungan. Masalah jalan perkotaan umumnya adalah volume lalu-lintas yang padat dan kesulitan pemilihan jalur alih (detour). Dengan demikian perlu dicari alternatif baru untuk mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Biasanya sistem perkerasan dibagi menjadi dua yaitu perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Perkerasan pratekan-pracetak dapat digolongkan sebagai salah satu jenis perkerasan kaku. Dengan menerapkan sistem pratekan (prestressing), kita dapat memperoleh perkerasan yang tidak rentan terhadap retak yang diakibatkan oleh tegangan tarik akibat beban lalu-lintas. Selain itu, penggunaan sistem pratekan dapat mengurangi ketebalan beton yang diperlukan, sebagai hasil dari peningkatan kemampuan tarik beton. Dengan menambah fitur sistem pracetak, maka pelaksanaan pekerjaan perkerasan kaku dapat dikurangi secara signifikan. Dengan kombinasi sistem pratekan dan pracetak, jalan dapat langsung dibuka setelah 5-8 jam. Sebagai perbandingan, perkerasan beton konvensional baru dapat dibuka setelah 21-28 hari. Selain itu, kualitas beton dapat lebih terjaga dengan mengerjakannya di tempat fabrikasi khusus.
Kata kunci : perkerasan lentur, perkerasan kaku, perkerasan pratekan-pracetak
iii
DAFTAR GAMBAR HAL BAB II Gambar 2.1. Distribusi beban lalu-lintas pada perkerasan ..................................II-2 Gambar 2.2. Tipikal struktur perkerasan lentur ...................................................II-3 Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku ..................................................II-10 Gambar 2.4. Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan ......................II-11 Gambar 2.5. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan ...............II-11 Gambar 2.6. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus ....................II-12 Gambar 2.7. Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan .....................II-19 Gambar 2.8. Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan ................II-20 Gambar 2.9. Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel. .......................II-24 Gambar 2.10. Detil expansion joint .....................................................................II-24 Gambar 2.11. Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel ........II-25 Gambar 2.12. Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing .................II-25 Gambar 2.13. Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing ...................II-25 BAB III Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) .......... III-2 Gambar 3.2. Peta geologi lembar Jakarta .......................................................... III-3 Gambar 3.3. Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing ................ III-7 BAB IV Gambar 4.1. Truk makro teksturing................................................................. IV-14 Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing .................................................. IV-14 Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat ................................................... IV-14 Gambar 4.4. Microsurface telah selesai........................................................... IV-15 Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor.................................... IV-15 Gambar 4.6. Penyemprotan aspal .................................................................... IV-16 Gambar 4.7. Penghamparan Agregat ............................................................... IV-17 Gambar 4.8. Penggilasan Agregat ................................................................... IV-17 Gambar 4.9. Lapisan Burtu ............................................................................. IV-17 Gambar 4.10. Permukaan Lapisan Burda ........................................................ IV-17 Gambar 4.11. Lapisan Burda setelah dilalui lalu-lintas ................................... IV-18 Gambar 4.12. Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti .......... IV-39 Gambar 4.13. Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane.................... IV-40 Gambar 4.14. Menyiapkan lapis pondasi......................................................... IV-40 Gambar 4.15. Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel ..................... IV-40 Gambar 4.16. Menyiapkan lapis perata ........................................................... IV-41 Gambar 4.17. Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti ..... IV-41
iv
DAFTAR TABEL HAL BAB II Tabel 2.1. Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan .........................................II-4 Tabel 2.2. Koefisien distribusi kendaraan (C) .....................................................II-4 Tabel 2.3. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan .....................................II-5 Tabel 2.4. Faktor Regional (FR) ..........................................................................II-6 Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP) ...............................II-7 Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) ..........................II-7 Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a) ...........................................................II-8 Tabel 2.8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan ..................................II-9 Tabel 2.9. Koefisien distribusi kendaraan niaga(Cd) ........................................II-14 Tabel 2.10. Faktor Keamanan ..............................................................................II-14 Tabel 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan beban yang diijinkan ...................................................................................II-15 Tabel 2.12. Koefisien gesekan antara pelat beton dengan Lapisan pondasi dibawahnya ............................................................II-16 Tabel 2.13. Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja dan beton (n) serta (fr) .....................................................................II-17 BAB III Tabel 3.1. Stratigrafi daerah kajian .................................................................... III-3 Tabel 3.2. Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai Tahanan Konus ......................................................................... III-4 Tabel 3.3. Lokasi DCP ........................................................................................ III-5 Tabel 3.4. Sifat-sifat fisik tanah ......................................................................... III-6 Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah .................................................................. III-7 BAB IV Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5.
Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur ......................................... IV-9 Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku ......................................... IV-28 Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan ........... IV-39 Perbandingan Teknis ...................................................................... IV-42 Perbandingan Biaya ........................................................................ IV-44
v
BAB I - PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah permukiman dan industri di daerah perkotaan menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang mencukupi. Pertumbuhan kebutuhan akan prasarana transportasi perkotaan menyebabkan perlu dilakukannya program penanganan jaringan jalan perkotaan yang terencana secara efektif dan efisien serta berkesinambungan.
Program penanganan jaringan jalan pada kota-kota metropolitan di seluruh wilayah Indonesia baik itu berupa pemeliharaan, peningkatan, maupun pembangunan membutuhkan suatu perencanaan yang terukur dan sesuai dengan
standar-standar
teknis
perencanaan
agar
nantinya
dapat
dilaksanakan konstruksi yang tepat mutu dan tepat waktu, dengan arti kata menghasilkan pekerjaan berkualitas yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas.
Perkembangan kegiatan perkotaan yang sangat cepat mengakibatkan volume lalu lintas semakin tinggi. Sehingga kemacetan lalu lintas merupakan fenomena yang terjadi setiap hari dan lebih banyak ditimbulkan akibat ketidaksinambungan perkembangan antara panjang ruas jalan dan jumlah kendaraan. Hal ini mengakibatkan penurunan tingkat pelayanan dari sistem jaringan jalan.
Untuk memecahkan masalah jalan perkotaan dan menjawab tantangan oleh volume lalu lintas yang padat dan kesulitan pemilihan jalur alih (detour)
maka
diperlukan
alternatif
sistem
perkerasan
sehingga I -1
BAB I - PENDAHULUAN
mempercepat proses pelaksanaan di lapangan. Berdasarkan hal tersebut penulis berkeinginan untuk membahas perkerasaan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan sebagai fitur yang belum banyak dikenal orang.
1.2.
Tujuan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa perencanaan perkerasan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan sebagai alternatif percepatan konstruksi perkerasan jalan, studi kasus ruas Jalan CakungCilincing Jakarta Utara pada Sta 2+000 s.d. Sta 3+000.
1.3.
Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi pembahasan pada desain perencanaan tebal perkerasan, metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan, analisa harga untuk perkerasan jalan dan pemeliharaan perkerasan jalan. Disamping itu, pembahasan tidak melakukan analisa laboratorium terhadap material dan bahan perkerasan jalan kaku dengan beton pracetak-pratekan.
Standar desain perencanaan yang digunakan mengacu pada Bina Marga dan
AASTHO
(American
Association
of
State
Highway
and
Transportation Officials). Sumber data perencanaan diperoleh dari Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Jalan dan Jembatan Kota Metropolitan Jakarta Wilayah II, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.
1.4.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu :
I -2
BAB I - PENDAHULUAN
Studi pustaka. Diperoleh dari modul perkuliahan, literatur lain serta situs-situs elektronik yang mendukung dalam penyusunan tugas akhir.
Data lapangan. Berupa data lalu lintas dan data daya dukung tanah.
Analisa perencanaan, metode pelaksanaan, analisa biaya dan perbandingan dengan metode lain berpedoman pada teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan serta petunjuk dan bimbingan dari dosen pembimbing.
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tugas akhir ini, secara garis besar adalah Bab I Pendahuluan, bab ini menguraikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Agar pembaca dapat mengetahui garis besar pokok bahasan. Bab II Tinjauan Pustaka, bab ini menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan/penelitian dalam menganalisa perencanaan. Bab III Data Perencanaan, bab ini menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat analisis yang ada untuk selanjutnya di analisa pada Bab IV. Bab IV Analisa Perencanaan dan Metode Pelaksanaan, bab ini membahas tentang analisa konstruksi, metode kerja, anggaran biaya dan perbandingan teknis terhadap jenis perkerasan lainnya berdasarkan data yang terkumpul. Disamping itu pemeliharan untuk masing-masing perkerasan jalan. Bab V Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian dan saran sehubungan dengan hasil penelitian.
I -3
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Umum
Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya, sehingga diperlukan suatu konstruksi yang dapat menahan dan mendistribusikan beban lalu lintas yang diterimanya. Konstruksi ini dikenal sebagai perkerasan jalan, yang dapat didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil dan dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan.
Tujuan perencanaan struktur perkerasan adalah menentukan jumlah, komposisi material dan tebal berbagai macam lapisan dalam perkerasan yg diperlukan untuk menanggung beban lalu lintas.
Secara umum konstruksi jalan terdiri dari : a. Tanah dasar, berupa tanah yang dipadatkan, baik dari hasil galian maupun hasil timbunan. Tanah dasar ini merupakan badan jalan yang disiapkan sedemikian rupa sehingga cukup padat, kedap air, stabil, tidak retak pada saat musim panas dan tidak licin pada saat hujan. Tanah dasar ini memberi bentuk jalan dan biasanya untuk mempertahankan bentuk tersebut permukaan tanah yang telah stabil disiram dengan aspal. b. Lapis pondasi, terdiri dari lapis pondasi bawah dan lapis pondasi. Lapisan ini merupakan pondasi dari struktur perkerasan. Distribusi beban dan kekuatan struktur ditentukan pada lapisan ini. c. Lapis permukaan, merupakan lapisan yang kontak langsung dengan beban (roda kendaraan). Lapis permukaan ini sudah termasuk lapis aus, tetapi tidak jarang ada beberapa lapisan permukaan ditambah II - 1
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
dengan lapisan aus khusus. Karena kontak langsung dengan beban kendaraan maka lapisan ini akan mengalami tekanan, geser, dan bahkan torsi sekaligus sehingga lapisan ini selain harus kuat, juga harus stabil dan memiliki daya tahan yang cukup baik.
2.2.
Jenis Perkerasan
Pada saat tanah dibebani, maka beban akan menyebar ke dalam tanah dalam bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian rupa sehingga dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan. Berdasarkan karakteristik menahan dan mendistribusikan beban, maka perkerasan dapat dibagi atas perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Perkerasan lentur umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Sedangkan perkerasan kaku umumnya hanya terdiri dari satu lapis dan menggunakan semen sebagai bahan pengikat.
Gambar. 2.1. Distribusi beban lalu lintas pada perkerasan
Metode yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan jalan antara lain : 1. Metode Empiris, yaitu salah satu pendekatan berdasarkan hasil percobaan
atau
pengalaman.
Umumnya
diperlukan
sejumlah
pengamatan yang harus dibuat agar hubungan antara variabel masukan dan hasil keluaran dapat dipastikan. Banyak prosedur perencanaan menggunakan pendekatan empiris, artinya hubungan antara input disain (beban, material, susunan lapisan dan lingkungan) serta II - 2
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
keruntuhan perkerasan diturunkan melalui pengalaman, percobaan atau lingkungan atau gabungan keduanya. 2. Metode Mekanistik, yaitu model matematis yang menyatakan hubungan antara penyebab fisik (beban dan sifat material) dengan pergerakan dan aksi beban pada suatu bahan (tegangan, regangan dan lendutan).
2.2.1. Perkerasan Lentur Perkerasan Lentur adalah perkerasan aspal. Secara umum perkerasan ini terdiri dari pemakaian lapisan permukaan aspal yang dibuat di atas suatu base course dan subbase course. Base dan subbase course pada umumnya kerikil atau batu. Lapisan ini berada di atas subgrade yang padat (tanah padat).
Perkerasan lentur, didalamnya dibentuk dengan material yang lebih sedikit dan lebih lemah, tidak meratakan beban sebaik beton. Oleh karena itu perkerasan lentur biasanya memerlukan lapisan yang lebih tebal agar optimal dalam menyalurkan beban ke subgrade.
Gambar. 2.2. Tipikal struktur perkerasan lentur
Tahap perencanaan perkerasan lentur dengan Metode Analisa Komponen Bina Marga antara lain : 1. Perhitungan lalu lintas rencana untuk perkerasan, yaitu : a. Persentase kendaraan pada lajur rencana. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. II - 3
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel. 2.1. Jumlah jalur berdasarkan lebar perkerasan. Lebar Perkerasan (L) L < 5,50 m 5,50 m < L < 8,25 m 8,25 m < L < 11,25 m 11,25 m < L < 15,00 m 15,00 m < L < 18,75 m 18,75 m < L < 22,00 m
Jumlah Jalur (n) 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut Tabel 2.2 di bawah ini :
Tabel. 2.2. Koefisien distribusi kendaraan (C). Jumlah Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur
Kendaraan Ringan (Berat total < 5 ton) 1 arah 2 arah 1,00 1,00 0,60 0,50 0,40 0,40 0,30 0,25 0,20
Kendaraan Berat (Berat Total > 5 ton) 1 arah 2 arah 1,00 1,00 0,70 0,50 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
b. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan. Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus di bawah ini : E (Sumbu Tunggal) =
ldalamKg 4 ( Bebansatusumbutungga ) 8160
E (Sumbu Ganda) = 0,086 x (
Bebansatus umbugandad alamKg 4 8160
)
II - 4
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Tabel. 2.3. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan. Beban Sumbu Kg Lbs 1000 2205 2000 4409 3000 6614 4000 8818 5000 11023 6000 13228 7000 15432 8000 17637 8160 18000 9000 19841 10000 22046 11000 24251 12000 26455 13000 28660 14000 30864 15000 33069 16000 35276
Angka Ekivalen Sumbu tunggal Sumbu ganda 0,0002 0,0036 0,0003 0,0183 0,0016 0,0577 0,0050 0,1410 0,0121 0,2923 0,0251 0,5415 0,0466 0,9238 0,0794 1,0000 0,0860 1,4798 0,1273 2,2555 0,1940 3,3022 0,2840 4,6770 0,4022 6,4419 0,5540 8,6647 0,7452 11,4184 0,9820 14,7815 1,2712
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
c. Perhitungan lalu lintas. n
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) =
∑ LHR xC j
j =1
n
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) =
∑ LHR j =1
Lintas Ekivalen Tengah (LET) =
j
j
xE j
(1 + i )UR xC j xE j
( LEP + LEA) 2
Lintas Ekivalen Rencana (LER) = LET x FP
dimana : UR
=
Umur Rencana
j
=
Jenis Kendaraan
FP
=
Faktor Penyesuaian, ditentukan dengan
UR 10
II - 5
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Dasar Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi pada Lampiran 1. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan dengan cara : a. Tentukan harga CBR terendah. b. Tentukan jumlah harga CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR. c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% dan yang lainnya merupakan persentase dari harga tersebut. d. Buat grafik hubungan CBR dan persentase jumlah tersebut. e. Nilai CBR rata-rata adalah nilai yang didapat dari angka 90%.
3. Menentukan Faktor Regional (FR). Faktor Regional adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Faktor Regional ini dipengaruhi oleh bentuk alinemen, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim. Tabel. 2.4. Faktor Regional (FR). Kelandaian I ( < 6% )
Iklim I < 900 mm/th Iklim II > 900 mm/th
< 30% 0,5 1,5
Kelandaian II Kelandaian III ( 6-10% ) ( > 10% ) % Kendaraan Berat > 30% < 30% > 30% < 30% > 30% 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5 2,0-2,5
2,0
2,5-3,0
2,5
3,0-3,5
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
4. Menentukan Indeks Permukaan (IP). Indeks permukaan adalah nilai kerataan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
II - 6
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Tabel. 2.5. Indeks Permukaan pada akhir umur rencana (IP). LER = Lintas Ekivalen Rencana *) < 10 10 – 100 100 – 1000 > 1000
Klasifikasi Jalan Lokal
Kolektor
Arteri
Tol
1,0-1,5 1,5 1,5-2,0 -
1,5 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5
1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 2,5
2,5
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
IP = 1,0
Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP = 1,5
menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0
menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5
menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Tabel. 2.6. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo). Jenis Lapis Perkerasan
Ipo
LASTON
>4 3,9 – 3,5 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 < 2,4 < 2,4
LASBUTAG HRA BURDA BURTU LAPEN LATASBUM BURAS LATASIR JALAN TANAH JALAN KERIKIL
Roughness (mm/km) < 1000 > 1000 < 2000 > 2000 < 2000 > 2000 < 2000 < 2000 < 3000 > 3000
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
II - 7
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
5. Indeks Tebal Perkerasan (ITP). ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 dimana : ITP
= Indeks Tebal Perkerasan
a
= Koefisien lapisan
D
= Tebal lapisan (cm)
Tabel. 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a). Koefisien Kekuatan Relatif
Kekuatan Bahan Jenis Bahan
a1
a2
a3
0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 -
0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 -
0,13 0,12 0,11 0,10
MS (kg) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 -
Kt (Kg/cm) 22 18 22 18 -
CBR (%) 100 80 60 70 50 30 20
Laston
Lasbutag
HRA Aspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual) Laston atas
Lapen (mekanis) Lapen (manual) Stabilitas tanah dengan semen Stabilitas tanah dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C) Tanah/Lempung Kepasiran
Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
Keterangan : MS = (Marshall Test); Kt (Kuat tekan)
II - 8
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Tabel. 2.8. Batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan. ITP
Tebal Minimum (cm) 1. Lapis Permukaan : < 3,00 5 3,00 – 6,70 5 6,71 - 7,49 7,5 7,50 – 9,99 7,5 > 10,00 10 2. Lapis Pondasi Atas : < 3,00 15 3,00 – 7,49
20
7,50 - 9,99
10 20
10 - 12,14
15 20
> 12,25
25
Bahan
Lapis pelindung (Buras/Burtu/Burda) Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston Lapen/Aspal Macadam,HRA,Lasbutag,Laston Lasbutag,Laston Laston
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur. Laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam. Laston atas Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas. Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas.
3. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm Sumber : SKBI 2.3.26.1987/ SNI 03-1732-1989
2.2.2. Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku terdiri dari pelat beton semen portland dan lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Perkerasan kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi, dan mendistribusikan beban terhadap bidang area tanah yang cukup luas, sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari slab beton sendiri.
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perancangan perkerasan kaku adalah kekuatan beton itu sendiri, adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh II - 9
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya (tebal pelat betonnya), tetapi untuk desain badan jalan (tanah dasar) perlu kajian geoteknik tersendiri jika ditemukan klasifikasi tanah yang masuk kategori tidak baik sebagai tanah dasar.
Gambar 2.3. Tipikal struktur perkerasan kaku
Perkerasan beton yang pertama dibangun pada tahun 1893 di Bellefontaine, OH dan masih berfungsi sampai sekarang. Sejak proyek perintis tersebut, perkerasan beton secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) tipe yang dibedakan berdasarkan sistem penyambungan untuk mengontrol timbulnya retakan : 1. Jointed Plain Concrete Pavement (JPCP), Perkerasan beton dengan lantai sambungan (JPCP) mengandung sambungan yang cukup untuk mengontrol semua lokasi dari retakan alami yang diperkirakan. Retakan beton pada sambungan dan bukan pada bagian lain pada lantai. Perkerasan dengan lantai sambungan tidak menggunakan baja penguat apapun. Bagaimanapun juga, kemungkinan terdapat baja halus pada sambungan melintang dan batang baja yang diubah bentuk pada sambungan memanjang. Pengaturan jarak antara sambungan melintang biasanya sekitar 15 kaki untuk lantai dengan ketebalan 7-12 inchi.
II - 10
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Gambar. 2.4. Tipikal perkerasan kaku dengan lantai sambungan
2. Jointed Reinforced Concrete Pavement (JRCP), Perkerasan beton dengan perkuatan sambungan terdiri dari baja penguat acak (biasanya disebut baja terdistribusi). Pada perkerasan beton dengan perkuatan sambungan, perencana dengan sengaja meningkatkan jarak sambungan, termasuk baja penguat (untuk menahan retakan diantara masing-masing lantai). Jarak antara sambungan melintang biasanya sebesar 30 kaki atau lebih.
Gambar. 2.5. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan sambungan
3. Continuously Reinforced Concrete Pavement (CRCP). Tipe ketiga dari perkerasan beton, adalah perkuatan menerus (CRCP), tidak memerlukan sambungan kontraksi melintang apapun. Retakan II - 11
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
secara melintang diketahui pada daerah lantai, biasanya pada interval 3-5 kaki. Perkerasan CRCP direncana/didisain dengan kandungan baja yang cukup, 0.6-0.7% dengan cross-sectional area, sehingga retakan dapat disatukan / ditahan dengan kuat. Menentukan jarak yang sesuai antar retakan adalah bagian dari proses desain untuk tipe perkerasan ini.
Gambar. 2.6. Tipikal perkerasan kaku dengan perkuatan menerus
Desain dari perkuatan menerus umumnya membutuhkan biaya lebih banyak dari pada desain dengan perkuatan sambungan atau lantai sambungan dikarenakan harus melakukan penambahan jumlah baja. Namun, perkerasan ini dapat menghasilkan kinerja dalam waktu yang lama dan efektifitas biaya. Beberapa pihak swasta memilih untuk menggunakan desain CPRP untuk jalur lalu lintas kota yang padat.
Tahap perencanaan perkerasan kaku untuk menentukan tebal lapisan perkerasan antara lain : 1. Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai CBR atau modulus reaksi tanah dasar (k). Untuk menentukan modulus reaksi tanah dasar (k) rencana yang mewakili suatu seksi jalan, dipergunakan rumus sebagai berikut : ko = k – 2 S
untuk jalan tol
ko = k – 1,64 S
untuk jalan arteri
ko = k – 1,28 S
untuk jalan kolektor/lokal II - 12
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Faktor keseragaman (Fk) =
S x 100% x 25% k
dimana : ko =
Modulus reaksi tanah dasar yang mewakili suatu seksi.
k =
∑k n
Modulus reaksi tanah dasar rata-rata dalam suatu seksi jalan.
k =
Modulus reaksi tanah dasar tiap titik di dalam seksi jalan.
n
Jumlah data k.
=
S =
standar deviasi, S =
(
) (∑ k )
n ∑k2 −
2
n(n − 1)
2. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan. fct =
0,556
fr =
0,62
fr =
1,115 fct
f 'c f 'c
(MPa) (MPa) (MPa)
dimana : fr =
Modulus keruntuhan lentur beton
fct =
Kuat tarik belah rata-rata beton ringan (MPa).
f’c =
Kuat tekan karakteristik beton pada usia 28 hari (MPa)
3. Prediksi volume dan komposisi lalu lintas selama usia rencana. Jenis kendaraan yan diperhitungkan hanya kendaraan niaga dengan berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu yang diperhitungkan adalah sumbu tunggal roda tunggal (STRT), sumbu tunggal roda ganda (STRG), dan sumbu tandem/ganda roda ganda (SGRG). Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama usia rencana : JSKN = 365 x JSKNH x R dimana : JSKN
=
Jumlah sumbu kendaraan maksimum. II - 13
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
JSKNH
=
Jumlah sumbu kendaraan maksimum harian, pada saat tahun ke-0.
R
=
Faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya berdasarkan faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan usia rencana (n).
Untuk (i ≠ 0) maka R =
(1 + i )n − 1 e log(1 + i )
Jika setelah m tahun pertumbuhan lalu lintas tidak terjadi lagi, R=
(1 + i )m − 1 + (n − m )(1 + i )m−1 e log(1 + i )
Untuk (i’ ≠ 0) jika setelah n tahun pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya (i’ / tahun). R=
(1 + i')m − 1 + (1 + i )m (1 + i')n−m − 1 e e log(1 + i ) log(1 + i ')
Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi pada lajur rencana : JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd
Tabel. 2.9. Koefisien distribusi kendaraan niaga(Cd). Kendaraan Niaga Jumlah Jalur 1 arah 1,00 0,70 0,50 -
1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur
2 arah 1,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,4
Sumber : SKBI 2.3.28.1988
Tabel. 2.10. Faktor Keamanan. Peranan Jalan Jalan tol Jalan Arteri Jalan Kolektor/lokal
Faktor Keamanan 1,2 1,1 1,0
Sumber : SKBI 2.3.28.1988
II - 14
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
4. Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalu lintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar beton. Ketebalan minimum perkerasan kaku yang akan dilalui kendaraan niaga tidak boleh kurang dari 150 mm. Persentase fatigue untuk tiap kombinasi ditentukan dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban ijin. Dengan menjumlahkan persentase fatigue dari seluruh kombinasi konfigurasi/beban sumbu didapat total fatigue. Langkah tersebut diulangi hingga didapatkan tebal pelat terkecil dengan total fatigue lebih kecil atau sama dengan 100%.
Tabel. 2.11. Perbandingan tegangan dan jumlah pengulangan beban yang diijinkan. Jumlah Perbandingan pengulangan tegangan beban ijin 0,51 400.000 0,52 300.000 0,53 240.000 0,54 180.000 0,55 130.000 0,56 100.000 0,57 75.000 0,58 57.000 0,59 42.000 0,60 32.000 0,61 24.000 0,62 18.000 0,63 14.000 0,64 11.000 0,65 8.000 0,66 6.000 0,67 4.500 0,68 3.500
Perbandingan tegangan 0,69 0,70 0,71 0,72 0,73 0,74 0,75 0,76 0,77 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,83 0,84 0,85
Jumlah pengulangan beban ijin 2.500 2.000 1.500 1.100 850 650 490 360 270 210 160 120 90 70 50 40 30
II - 15
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku bersambung dengan tulangan digunakan : As =
11,76( F .L.h) fs
dimana : As =
Luas tulangan yang diperlukan (mm2/m lebar).
F =
Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya.
L =
Jarak antara sambungan (m)
h =
Tebal pelat (mm)
fs =
Tegangan tarik baja ijin (MPa)
Tabel. 2.12. Koefisien gesekan antara pelat beton dengan Lapisan pondasi dibawahnya. Jenis Pondasi
Faktor Gesekan (F)
Burtu, Lapen dan konstruksi sejenis Aspla beton, Lataston Stabilisasi kapur Stabilisasi aspal Stabilisasi semen Koral sungai Batu pecah Sirtu Tanah
2,2 1,8 1,8 1,8 1,8 1,5 1,5 1,2 0,9
Sumber : SKBI 2.3.28.1988
Untuk menentukan kebutuhan penulangan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan digunakan : Ps =
100 f t ( f y − nf t ) (1,3 − 0,2F )
dimana : Ps =
persentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton (%).
fs =
kuat tarik lentur beton yang digunakan (0,4-0,5fr) MPa.
fy =
tegangan leleh rencana baja (fy < 400 MPa).
II - 16
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Es Ec
n =
angka ekivalen antara baja dan beton =
F =
koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya.
Es =
modulus elastisitas baja.
Ec =
modulus elastisitas beton.
Tabel. 2.13. Hubungan antara kuat tekan beton dan angka ekivalen baja dan beton (n) serta (fr) f’c (kg/cm2) 115 120-135 140-165 170-200 205-250 260-320 330-425 450
f’c (MPa) 11,3 11,8-13,2 13,7-16,2 16,7-19,6 20,1-24,5 25,5-31,4 32,4-41,7 44,1
N 13 12 11 10 9 8 7 6
Fr (MPa) 2,1 2,2 2,4 2,6 2,9 3,3 3,7 4,1
Persentase minimum tulangan memanjang pada perkerasan kaku menerus adalah 0,6% dari luas penampang beton. Jarak antara retakan pada perkerasan kaku menerus dengan tulangan dapat dihitung dengan persamaan: 2
Lcr =
ft 2 np uf b (SE c − f t )
dimana : Lcr
=
jarak teoritis antara retakan (m)
p
=
luas tulangan memanjang per satuan luas beban
fb
=
tegangan lekat antara tulangan dengan beton (MPa)
S
=
koefisien susut beton
ft
=
kuat tarik lentur beton
n
=
angka ekivalen antara baja dan beton
u
=
keliling penampang tulangan per satuan luas tulangan =
4 d II - 17
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Ec
2.3.
=
modulus elastisitas beton
Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan
Penggunaan beton prategang modern dikemukakan pertama kali oleh Freyssinet seorang Perancis. Pada tahun 1928, Ia mengaplikasikan kawatkawat baja berkualitas tinggi (high-strength steel wires) pada balok beton prategang dengan sistem penegangan prapenegangan (pretensioning) dan pasca
penegangan
(post
tensioning).
Tahun
1940,
Magnel
mengembangkan sistem pasca penegangan yang lebih dikenal dengan
Magnel System of Belgium.
Di Amerika Serikat, negara bagian Indiana sudah menerapkan kabel prategang di dalam desain perkerasan mereka, yang antara lain dimaksudkan untuk mengurangi retak dan menambah umur rencana perkerasan tersebut.
Untuk sistem pracetak yang dikombinasikan dengan sistem prategang, penerapannya sudah dimulai sejak awal 1980-an. Negara bagian Dakota Selatan sudah menggunakan sistem ini di salah satu jalan lintas antar negara bagian (Interstate Highway). Namun perkembangan atau kinerja perkerasan tersebut sulit dimonitor karena sudah dilakukan pelapisan ulang.
Perkembangan sistem pracetak pratekan mulai mendapat perhatian khusus setelah FHWA (Federal Highway Administration) memulai program untuk mengembangkan sistem ini pada tahun 1998, yang dinamakan
Concrete Pavement Technology Program Task 58. Sebuah riset kemudian disponsori oleh FHWA bersama dengan Texas Departement of
Transportation, yang kemudian dilakukan oleh Center for Transportation Institue di The University of Texas at Austin.
II - 18
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Perusahaan bernama Uretek USA menggunakan metode pracetak di Colorado pada Desember 2000, tepatnya di Highway 287 di sebelah Utara Fort Collins, CO. Dengan mempelajari sistem yang telah digunakan ini, maka pada tahun 2004 diterapkan sistem sejenis di lintas I-25, masih di dekat wilayah Fort Collins, Co.
Pada tahun 2002, sistem pracetak pratekan diterapkan di Texas dan California dengan sistem yang dikembangkan oleh FHWA. Negara bagian New York memulai proyek penggantian perkerasan jalan kaku dengan menggunakan sistem yang dikembangkan oleh perusahaan bernama Fort Miller, Inc. di jalan lintas nasional I-90 di dekat Albany pada tahun 2004. Kinerja perkerasan ini bagus dan tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan.
Ketiga buah sistem tersebut dikembangkan dengan didasari kebutuhan yang sama yaitu, pengerjaan yang cepat karena sulit untuk menutup lalu lintas dan untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.
Di Indonesia terutama wilayah perkotaan, pada jalan lintas arteri nasional terjadi volume lalu lintas demikian tinggi, dengan tipe kendaraan truk kontainer menempati porsi yang besar. Sementara itu, kemungkinan untuk menutup jalan terlalu lama pada saat pelaksanaan pekerjaan akan menimbulkan dampak besar pada perekonomian. Selain itu banjir yang hampir terjadi setiap tahun juga menambah masalah pada kondisi jalan arteri primer perkotaan.
Gambar. 2.7. Tipikal struktur perkerasan kaku pracetak-pratekan.
II - 19
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Konsep dari perkerasan kaku pracetak-pratekan adalah sebagai berikut :
•
Penggunaan Beton K-500 atau lebih tinggi.
•
Penggunaan
kabel
-
kabel
Pretensioning
untuk
kemudahan
pengangkutan dari fabrikasi menuju penempatan di lokasi proyek.
•
Penggunaan kabel - kabel Post-tensioning untuk menyatukan beberapa panel menjadi satu kesatuan struktur.
•
Perataan elevasi jalan dengan ATBL dan Sandsheet.
•
Penggunaan crane dan manajemen pelaksanaan yang harus prima.
Untuk konsep desain perkerasan kaku pracetak-pratekan yaitu segmen perkerasan kaku yang dipasang melintang jalan dan kemudian stressing arah memanjang.
Segmen perkerasan kaku tersebut dibentuk menjadi 3 (tiga) tipe komponen utama, antara lain :
Joint panel, adalah panel ujung tempat dilatasi untuk tiap section pavement.
Base panel, adalah panel tipikal berfungsi sebagai panel antara.
Duct panel, adalah panel perangkai tiap section pavement dan stressing dilaksanakan pada panel ini.
Gambar. 2.8. Tipikal komponen perkerasan kaku pracetak-pratekan.
II - 20
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Variabel disain yang harus dipertimbangkan antara lain : 1. Kekuatan pondasi, Hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan kaku konvensional adalah cukup baik dipahami. Bagaimanapun, hubungan ini
tidaklah
dikenal
pada
perkerasan
kaku
pracetak-pratekan
dikarenakan masih terbatasnya pemakaian jenis perkerasan ini. Oleh karena itu, perencanaan perkerasan kaku pracetak-pratekan akan mengasumsikan hubungan dengan perkerasan kaku konvensional. Hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
•
Tekanan pada suatu perkerasan untuk beban yang ditentukan adalah berbanding terbalik dengan kekuatan mendukung pondasi.
•
Kemampuan dari suatu perkerasan untuk melawan beban yang berulang adalah sebanding dengan kekuatan mendukung pondasi.
Hubungan yang pertama menyiratkan bahwa pondasi pendukung menjadi lebih lemah dan tegangan yang dihasilkan dari perkerasan akibat beban roda akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan retakan dan kegagalan dari suatu perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih lemah. Hubungan yang kedua menyiratkan bahwa suatu perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih lemah akan menyebabkan kerusakan dan lebih cepat mengalami kegagalan daripada perkerasan dengan pondasi pendukung yang lebih kuat.
Metode-metode seperti stabilisasi semen telah dikembangkan dan digunakan secara ekstensif untuk meningkatkan kekuatan pondasi perkerasan. Bagaimanapun, tujuan utama dari penggunaan panel-panel beton adalah untuk mempercepat konstruksi dari perkerasan jalan, mungkin tidak praktis untuk memperkuat pondasi yang ada selama konstruksi. Namun demikian tingkatan prategang dapat disesuaikan untuk mendapatkan keuntungan berupa kekuatan pondasi yang lebih rendah.
II - 21
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
2. Tebal perkerasan, Tebal perkerasan kaku konvensional secara umum ditentukan oleh kekuatan pondasi, kekuatan beton, dan volume lalu lintas. Untuk suatu perkerasan kaku pracetak-pratekan, tebal perkerasan adalah hal yang lebih fleksibel. Dalam banyak kasus, penentuan tebal perkerasan dilakukan dengan asumsi awal dan kemudian melakukan penyesuaian jumlah prategang pada perkerasan sebagai kriteria desain. Walaupun hubungan antara kekuatan pondasi dan kinerja perkerasan tidaklah baik sekali dipahami untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan, ukuran-ukuran disain diasumsikan sama halnya pada perencanaan perkerasan kaku konvensional.
Suatu batas yang layak untuk tebal perkerasan kaku pracetak-pratekan digunakan tidak kurang dari 50% - 60% dari ketebalan pada perkerasan kaku konvensional. Disamping itu tebal perkerasan yang dipilih tersebut cukup untuk menutupi perangkat keras (anchorage) dan sistem perkuatan yang terpasang pada perkerasan. Karena tebal perkerasan dikurangi maka tegangan-tegangan harus dievaluasi pada lapisan bawah perkerasan untuk memastikan bahwa tebal perkerasan terpilih telah pada tingkatan yang bisa diterima.
3. Panjang masing-masing segmen perkerasan, Ada beberapa faktor untuk mempertimbangkan mengenai panjang perkerasan pada masing-masing bagiannya. Faktor yang pertama adalah bahwa biaya untuk penyambungan perluasan adalah berbanding terbalik dengan panjangnya perbagian. Karena banyaknya Expansion
joints sangat signifikan terhadap biaya konstruksi. Faktor yang lain adalah bahwa besarnya biaya untuk prategang. Pertimbangan tersebut adalah
fakta
bahwa
apabila
panjang
masing-masing
bagian
ditingkatkan, Expansion joints juga meningkat, dengan demikian mempengaruhi mutu layanan dari perkerasan. Oleh karena itu, harus
II - 22
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
dihasilkan suatu kompromi antara ekonomi dan mutu perkerasan didalam penentuan panjang masing-masing bagian yang optimal.
4. Lebar masing-masing segmen perkerasan, Lebar masing-masing bagian mengacu pada jarak antara tepi bagian luar dari perkerasan (arah melintang). Setiap bagian diatur oleh beberapa faktor mencakup:
•
aplikasi perkerasan, baik satu lajur maupun lebih.
•
peralatan,
kemampuan
peralatan
yang
dimiliki
untuk
mengakomodasikan perkerasan kaku pracetak-pratekan dari fabrikasi menuju lokasi penempatan.
•
lalu lintas, penempatan sementara panel perkerasan kaku pracetak-pratekan
sebelum
pemasangan
mempengaruhi
kapasitas jalan yang ada. Hal ini dapat diatasi dengan pengalihan arus lalu lintas.
5. Besarnya prategang. Besarnya prategang mengacu pada kekuatan prategang yang diberlakukan pada perkerasan baik pretensioning atau post-tensioning. Besarnya
prategang
bervariasi
sepanjang
perkerasan
yang
berhubungan dengan kehilangan prategang.
Tekanan kompresi pada titik sepanjang perkerasan dapat dinyatakan sebagai kombinasi tekanan yang kritis, tekanan yang dihasilkan oleh beban roda, tekanan akibat perbedaan temperatur dibawah perkerasan, dan tekanan friksi disebabkan oleh tekanan subbase. Kombinasi tekanan kritis ini di bawah:
αCR = αP + αW + αC + αF dimana: αCR = kombinasi tekanan kritis, (+) = Tegangan, (-) = Tekanan. αP = efektif prestress pada tempat kritis. αW = tekanan yang dihasilkan oleh roda. II - 23
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
αC = tekanan melingkar disebabkan oleh perbedaan temperatur pada perkerasan αF = tekanan friksi Besarnya tegangan pada bagian atas dan bawah slab adalah berbeda sehingga diperlukan analisa. Selain itu kontrol terhadap tegangan harus dievaluasi terutama pada bagian tengah dan akhir dari suatu sistem
slab.
Gambar. 2.9. Posisi kabel sebelum distressing pada duct panel.
Gambar. 2.10. Detil expansion joint. II - 24
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA
Pada perkerasan kaku pracetak-pratekan apabila segmen telah terpasang melintang jalan langkah selanjutnya adalah stressing menggunakan kabel
post-tension arah memanjang.
Gambar. 2.11. Kabel standar post-tension yang terpasang pada joint panel.
Berikut ini adalah tipikal perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum dan setelah dilakukan stressing menggunakan kabel post-tension arah memanjang.
Gambar. 2.12. Perkerasan kaku pracetak-pratekan sebelum stressing.
Gambar. 2.13. Perkerasan kaku pracetak-pratekan setelah stressing.
II - 25
BAB III – DATA PERENCANAAN
BAB III DATA PERENCANAAN
3.1.
Data Tanah
Ruas jalan Cakung – Cilincing terletak di perbatasan antara DKI Jakarta dengan Kabupaten Bekasi yang menghubungkan wilayah Cakung di sebelah Selatan dan Cilincing di sebelah Utara. Jalan ini terdiri dari dua jalur lalu lintas yaitu sisi Barat dan sisi Timur Cakung – Cilincing, di antara dua jalur ini adalah rencana Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta bagian Timur. Pada Sta 0+900 Jalan Cakung – Cilincing sisi barat, merupakan pintu keluar kendaraan yang datang dari jalan Tol yang akan menuju ke Cikampek atau Jakarta (gerbang Cakung Utara).
Kondisi ruas jalan antara Cakung sampai Cilincing, sepanjang lebih kurang 9,06 km, dengan lalu lintas yang padat. Di beberapa tempat terutama jalan bagian timur yaitu dari Cilincing ke arah Cakung, sering mengalami kerusakan, seiring dengan pertambahan waktu dan lalu lintas kendaraan yang cukup besar dan berat.
Penurunan kondisi atau laju kerusakan jalan ini, sangat tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal (geologi dan lingkungannya), faktor eksternal (beban lalu lintas dan beban tambahan), tipe pondasi dan perkerasan jalan, jenis dan mutu material, jenis penanganan dan pemeliharaan yang dilakukan dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi kondisi jalan.
Faktor geologi dan lingkungan, berdasarkan Peta Geologi Jakarta, ruas jalan ini terletak pada dataran Pantai Utara Jakarta, dengan lingkungan daerah pasang surut dan rawa-rawa, kemudian daerah ini dikembangkan menjadi daerah penunjang aktivitas Pelabuhan Tanjung Priuk, industri dan III - 1
BAB III – DATA PERENCANAAN
salah satu tempat Pembuangan Akhir Sampah kota Jakarta. Pada awalnya rawa-rawa di daerah ini ditimbun dengan sampah dan material lainnya. Berdasarkan peta geologi, batuan tanah dasar yang menyusun tanah ini adalah endapan tanah lunak yang cukup tebal, sehingga sering mengalami penurunan tanah dasar. Berkurangnya kekuatan daya dukung tanah dasar ini
akan
mengakibatkan
ketidakstabilan
perkerasan
jalan
yang
memperlihatkan terjadinya retakan-retakan di permukaan perkerasan bahkan muka jalan pun mengalami penurunan.
Berikut ini adalah pembagian Zona Fisiografi Jawa Barat yang dikemukakan oleh Van Bemmelen (1949)
Lokasi
Gambar 3.1. Peta fisiografi daerah Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
Hal ini dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan termasuk kedalam zona dataran alluvium Jawa Utara dan terletak pada geomorfologi dataran rendah dengan relief 00 - 100.
Berdasarkan pada Peta Geologi Lembar Jakarta maka daerah penyelidikan dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan, yaitu : (1) Satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar luas. III - 2
BAB III – DATA PERENCANAAN
(2) Satuan batuan Sedimen Plistosen yang terdiri dari batu pasir tufaan dan konglomeratan, tuf dan tuf konglomeratan. Satuan ini berupa endapan kipas aluvium dan endapan pematang pantai terhampar luas di bagian Utara.
Endapan sungai dan pantai : Kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu, tersebar luas di pantai utara dan sedikit di pantai selatan. Di beberapa tempat, di pantai selatan, mengandung pasirbesi (titanomagnetit)
Batuan Sedimen Plistosen : Batupasir tufan dan konglomeratan, tuf dan tuf konglomeratan. Satuan ini berupa endapan kipas aluvium dan endapan pematang pantai, terlampar luas di bagian utara, mulai dari Kaliangke sampai Kali Cimanuk
Gambar 3.2 Peta geologi lembar Jakarta
Dari hasil pengamatan di lapangan satuan batuan yang menyusun lokasi penyelidikan adalah satuan endapan sungai dan pantai yang terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung, tidak padu dan tersebar luas.
Tabel 3.1 Stratigrafi daerah kajian Waktu geologi
Formasi
Tanah berpasir Tanah kohesif Tanah berpasir Tanah berkerikil
keterangan sampah tanah organik Endapan lumpur Sangat lembut Pasir medium Endapan lumpur Pasir medium Kerikil, berpasir
Batu pasir
Endapan batu pasir
Lumpur berbatu
Endapan lumpur berbatu
Tanah bagian atas Holocene Periode Jaman Keempat Pleistocene
Periode Jaman Ketiga
Tanah kohesif
Pliocene
III - 3
BAB III – DATA PERENCANAAN
Kondisi ruas jalan antara Cakung-Cilincing sepanjang lebih kurang 9,06 km terletak pada dataran pantai utara Jakarta dengan lingkungan daerah pasang surut dan rawa-rawa. Berdasarkan penyelidikan tanah yang telah dilakukan, batuan tanah dasar yang menyusun daerah ini adalah endapan tanah lunak yang cukup tebal. Dari evaluasi data-data pengujian sondir, tebal tanah lunak berkisar antara 6-7 m. Deposit tanah lunak tersebut memiliki kompresibilitas yang sangat besar dan permeabilitas yang sangat kecil sehingga sering mengalami penurunan tanah dasar yang besar dan berlangsung sangat lama sebagai akibat beban lalu lintas yang besar.
Kriteria yang dipakai untuk menentukan suatu deposit tanah tergolong tanah lunak adalah apabila memiliki kuat geser undrained (su) dari 0 sampai dengan 40 kPa (British Standard 5930:1981) atau nilai konus sondir (qc) kurang dari 6 kg/cm2. Tabel 3-2 di bawah ini membagi-bagi konsistensi tanah berdasarkan tahanan konus sondir.
Tabel 3.2 Klasifikasi Konsistensi Tanah Berdasarkan Nilai Tahanan Konus Konsistensi
Tahanan Konus, qc (kg/cm2)
Sangat lunak (very soft)
0-3
Lunak (soft)
3-6
Teguh (firm)
6 - 12
Kenyal (stiff)
12 - 24
Sangat kenyal (very stiff)
> 24
Deposit sampah yang dijumpai pada bagian bawah timbunan bertindak sebagai material yang memiliki friksi (sudut geser dalam) yang besar. Hal ini dipandang dari sudut geoteknik sebagai menguntungkan karena dengan demikian deposit sampah dapat bertindak sebagai lapisan perkuatan yang dapat meningkatkan stabilitas timbunan. Kompresibilitas pada deposit
III - 4
BAB III – DATA PERENCANAAN
sampah relatif besar (nilai Cc kurang lebih 0,4) namun tidak sebesar pada deposit tanah lunak.
Dynamic Cone Penetrometer
Pengujian DCP dilakukan di lokasi jalan yang banyak terjadi kerusakan.
Pengujian DCP pada kedalaman lebih kurang –2 meter dibawah muka tanah setempat.
Lokasi titik DCP dilakukan bersamaan dengan titik sumur uji.
DCP dilakukan sebanyak 6 titik.
Dynamic Cone Penetrometer Test (DCP) menggunakan peralatan : 1. Penumbuk
1 buah
2. Stang peluncur penumbuk
1 buah
3. Stang φ 10 mm
2 buah
4. Konus
3 buah
Tabel 3.3. Lokasi DCP
NO 1 2 3 4 5 6
NAMA I A dan I B II A dan II B III A dan III B IV A dan IV B V A dan V B VI A dan VI B
STA LOKASI 3+158,823 TD 3+091,970 TD 2+962,812 TD 1+750,190 TD 1+327,156 TD 1+021,144 TD
KETERANGAN
DCP (Dynamic Cone Penetrometer) adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kekuatan (daya dukung) tanah dan lapisan granular perkerasan jalan dengan cepat. Hasil pengujian ini dikorelasikan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), jadi kekuatan struktural / daya dukung tanah ini dinyatakan dalam bentuk nilai CBR (%). Nilai CBR (California Bearing Ratio) merupakan perbandingan daya dukung suatu material terhadap daya dukung pasir di California. Dengan menggunakan persamaan korelasi, dari nilai CBR ini bisa diperoleh besaran Modulus III - 5
BAB III – DATA PERENCANAAN
Elastisitas (E) tanah yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan jalan. Selain itu, dari pengujian DCP juga dapat diperoleh tebal masingmasing lapisan pondasi granular (lepas) yang menyusun struktur perkerasan tersebut.
Pengujian dilakukan pada badan jalan yang sudah rusak parah atau pada perkerasan beraspal yang sudah terkelupas. Pengujian dilakukan dengan interval 500 meter pada lokasi/segmen yang sudah ditentukan berdasarkan hasil survey kondisi visual. Selain itu, pada tiap-tiap titik pengujian dilakukan sampai kedalaman 75 cm dan dilakukan 3 kali (triple) untuk tiap titiknya.
Tabel 3.4 Sifat-sifat fisik tanah Sampah + timbunan
Lempung lanauan
Lempung
Tufa pasiran
Parameter Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Berat isi, γ (kN/m )
14,9-16,9
16,2
15,7-17,5
16,5
15,7-17,9
16,5
16,2
16,2
Berat jenis, Gs
2,56-2,83
2,63
2,62-2,71
2,67
2,56-2,71
2,64
2,61
2,61
Kadar air, w (%)
37,1-67,3
47,6
31,9-57,4
43,2
33,4-109,4
56,2
54,4
54,4
Batas cair, LL (%)
54-99
82
45-101
78
48-80
60
68
68
Batas plastis, PL (%)
23-35
30
22-34
27
24-30
27
24
24
Indeks plastisitas, PI (%)
29-66
51
21-70
51
22-52
33
44
44
Angka pori, e0
1,15-1,88
1,38
1,01-1,58
1,25
0,99-1,62
1,35
1,45
1,45
Derajat kejenuhan, Sr (%)
93,8-100
97
82-98,1
92,5
92-98,1
95,2
98
98
95
95
3
Lolos saringan #200, FC (%)
94-96
95
56-58
57
72-96
86
Kadar lempung, CF (%)
50-76
62
25
25
30-50
40
Kadar organik, Oc (%)
4,4
4,4
3,5
3,5
2,6
2,6
III - 6
BAB III – DATA PERENCANAAN
Tabel 3.5. Sifat-sifat mekanik tanah Sampah + timbunan
Lempung lanauan
Lempung
Tufa pasiran
Parameter Kisaran
Rata-rata
22,3-57,3
39,8
5-6,4
5,7
2,2-12,9
Sudut geser efektif, φ’ (°)
15,7-19,6
17,7
Indeks kompresibilitas, Cc
0,34-0,42
0,38
Kohesi undrained, su (kPa) Kohesi efektif, c’ (kPa)
Kisaran
-3
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
9-33,8
19,3
6,8
1,5-19
7-24,4
13,1
0,33-0,60
0,42
-3
Kisaran
Rata-rata
7,3
22,5
22,5
5-24,4
17,2
13
13
0,23-0,92
0,52
-3
Koefisien konsolidasi, cv (cm2/s)
2,38×10 6,06×10-3
4,22×10-3
1,39×10 5,11×10-3
2,31×10-3
1,24×10 7,09×10-3
2,67×10-3
Permeabilitas, k (cm/s)
1,12×10-72,12×10-7
1,62×10-7
1,59×10-71,79×10-7
1,69×10-7
1,01×10-72,93×10-7
1,97×10-7
Pada lokasi di kedalaman 3 m sampai dengan 9 m, lapisan tanah terdiri dari lempung holocene dengan konsistensi dari very soft sampai dengan soft, sedangkan pada kedalaman 9 m sampai dengan 16 m lapisan tanah terdiri dari lempung pleistosen dengan konsistensi dari sandy fine sampai dengan dense dan gravelly.
Plasticity chart: Ruas Cakung-Cilincing 90 80 CH
Plasticity index (%)
70 60 50 40 30
MH
Zone 1
CL
20
Zone 2 Zone 3
10
ML
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
Liquid limit (%)
Gambar 3.3 Plasticity chart (sistem USCS) ruas Cakung-Cilincing III - 7
BAB III – DATA PERENCANAAN
3.2.
Data Lalu lintas
Lalu lintas dibagi kedalam 12 (dua belas) kelompok yang dihubungkan dengan faktor kerusakan oleh kendaraan. Jenis kendaraan pada setiap kelompok diuraikan di bawah ini : 1. Bajaj, Bemo-kendaraan bermotor roda-3. 2. Sedan, Station Wagon, Jip-kendaraan beroda-4 untuk pemakaian pribadi dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh) penumpang termasuk pengemudi. 3. Mikrobus, Angkot, Mikrolet-kendaraan bermotor roda-4 untuk transpor umum dengan kapasitas tidak melebihi 10 (sepuluh) penumpang termasuk pengemudi. 4. Bus kecil - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas 20 (dua puluh) sampai 40 (empat puluh) penumpang termasuk pengemudi. 5. Bus besar - kendaraan bermotor transpor umum dengan kapasitas lebih dari 40 (empat puluh) penumpang termasuk pengemudi. 6. Pickup dan mobil hantaran-kendaraan roda-4, bukan truk, dengan berat kendaraan bruto (BKB) tidak lebih dari 2,5 ton. 7. Truk Ringan-kendaraan bermotor untuk transpor barang (muatan) dengan 2 (dua) gandar, dan BKB tidak lebih dari 2,5 ton. 8. Truk Sedang, Truk Tangki-kendaraan bermotor untuk transpor barang (muatan) dengan 2 (dua) gandar dan BKB lebih besar dari 2,5 ton. Secara tipikal mempunyai 4 (empat) roda pada as belakang. 9. Truk Berat-kendaraan bermotor yang besar untuk transpor barang (muatan) dengan 3 (tiga) as atau lebih. 10. Truk Trailer dan Semi-Trailer-kendaraan dan Trailer bermotor yang besar untuk transpor barang (muatan) dengan 3(tiga) as atau lebih. 11. Sepeda motor-kendaraan bermotor roda-2. 12. Sepeda,Becak, Gerobak yang ditarik hewan-kendaraan tidak bermotor.
III - 8
BAB III – DATA PERENCANAAN
Dari hasil survei lalu lintas tahun 2007 pada pelaksanaan penyusunan data URMS (Urban Roads Management System) Wilayah Kota Metropolitan Jakarta pada Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum untuk ruas Jalan Cakung-Cilincing didapat : No.
3.3.
Jenis Kendaraan
Kendaraan/hari
1.
Bajaj
0
2.
Sedan/Jip/Station wagon
3.
Mikro Bus
5497
4.
Bus Kecil
1461
5.
Bus Besar
166
6.
Pickup
1644
7.
Truk Ringan
1855
8.
Truk Sedang
4638
9.
Truk Berat
5448
10.
Truk Trailer
6150
11.
Sepeda motor
12.
Sepeda/Becak/Gerobak
12062
39575 1527
Metode Perencanaan
Metode yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah melakukan perbandingan perencanaan tebal perkerasan antara perkerasan lentur,
perkerasan
kaku
dan
perkerasan
kaku
pracetak-pratekan
berdasarkan analisa biaya, dan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan, dengan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data-data lapangan, baik data tanah maupun data lalu lintas. 2. Mengumpulkan standar rujukan perkerasan kaku pracetak-pratekan. 3. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku pracetakpratekan. III - 9
BAB III – DATA PERENCANAAN
4. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan. 5. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku pracetak-pratekan. 6. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan lentur. 7. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan lentur. 8. Menganalisa biaya untuk perkerasan lentur. 9. Merencanakan tebal perkerasan untuk perkerasan kaku. 10. Menyusun metode pelaksanaan di lapangan untuk perkerasan kaku. 11. Menganalisa biaya untuk perkerasan kaku. 12. Membuat perbandingan teknis dari masing-masing perkerasan pada lokasi yang sama. 13. Membuat perbandingan biaya dari masing-masing perkerasan pada lokasi yang sama. 14. Menganalisis dan membahas hasil perbandingan teknis dan biaya dari masing-masing perkerasan. 15. Kesimpulan dan saran.
III -10
BAB III – DATA PERENCANAAN
DIAGRAM ALIR METODE PERENCANAAN
Pengumpulan Data dan Standar Rujukan
Data Jalan Cakung-Cilincing
Analisa Data
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Perkerasan Kaku Pracetak-Pratekan
Perbandingan Teknis
Perbandingan Biaya
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
III -11
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
BAB IV ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
4.1.
Perkerasan Jalan Lentur
4.1.1. Perencanaan
Tahap perencanaan perkerasan jalan lentur untuk pembangunan jalan baru mengacu pada Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen Bina Marga.
Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Lalu lintas rencana a. Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan : 1. 2. 3. 4. 5.
Mobil Penumpang Bus Truk 10 Ton Truk 20 Ton Truk 30 Ton
= = = = =
0,0002 0,0183 0,0577 0,2923 0,2923
+ + + + +
0,0002 0,1410 0,2923 0,7452 0,4022
= = = = =
0,0004 0,1593 0,3500 1,0375 0,6945
n
b. Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP):
∑ LHR xC j =1
1. 2. 3. 4. 5.
Mobil Penumpang Bus Truk 10 Ton Truk 20 Ton Truk 30 Ton
= = = = =
0,0004 0,1593 0,3500 1,0375 0,6945
x x x x x
0,6 0,7 0,7 0,7 0,7
x x x x x
19020 166 1855 5448 6150 LEP
j
= = = = = =
j
xE j
4,5648 18,5107 454,475 3956,61 2989,82 7423,98
c. Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA): n
∑ LHR j =1
j
(1 + i )UR xC j xE j = LEP (1+i) UR
= 7423,98 (1+0,05)10 = 7425,609 d. Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET):
( LEP + LEA) 2 IV - 1
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
=
(7423,980 + 7425,609) = 7424,7945 2
e. Menghitung Lintas Ekivalen Rencana (LER): LET x FP = 7424,7945 x (10/10) = 7424,7945
2. Daya Dukung Tanah Dasar a. Mencari harga CBR yang mewakili : CBR
Jumlah yang sama Persen(%) yang sama atau lebih besar atau lebih besar
2,9 4,9 5,7 6 7 8
6 5 4 3 2 1
6/6 x 100% = 5/6 x 100% = 4/6 x 100% = 3/6 x 100% = 2/6 x 100% = 1/6 x 100% =
100 83,33 66,67 50,00 33,33 16,67
4,9 − x 90 − 83,33 = 4,9 − 2,9 100 − 83,33 4,9 − x 6,67 = 2 16,67 6,67 .2 16,67 X = 4,10, sehingga CBR yang mewakili = 4,10 %
4,9 − x =
b. Mencari nilai Daya Dukung Tanah Dasar: DDT = 4,3 log (4,10) + 1,7 = 4,33
3. Tebal Lapisan Perkerasan a. Faktor Regional : untuk jalan arteri kelandaian I < 6% 166 + 1855 + 5448 + 6150 % kendaraan berat = x100% 1920 + 166 + 1855 + 5448 + 6150 =
13619 x100% = 41,73% 32639
maka FR = 2,0 b. Indeks Permukaan: •
Indeks Permukaan Awal Direncanakan lapisan permukaan laston dengan roughness < 1000 mm/km maka nilai Ipo > 4. IV - 2
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
•
Indeks Permukaan Akhir Untuk jalan arteri, LER = 7424,7945 nilai Ipt = 2,5
c. Mencari harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : Untuk Ipo > 4 dan Ipt = 2,5 digunakan Nomogram 1. Dengan DDT = 4,33 ; LER = 7424,7945 ; FR = 2,0 maka ITP = 15
d. Direncanakan susunan lapisan perkerasan sebagai berikut: •
Lapisan permukaan : Laston (a1) = 0,40
•
Lapisan pondasi atas : Agregat kelas A (a2) = 0,14
•
Lapisan pondasi bawah : Agregat kelas B (a3) = 0,12 ITP
= a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
15
= 0,4 (12) + 0,14 (25) + 0,12 (D3)
15
= 0,12 (D3) + 8,3
D3
= 55,83 cm ~ 56 cm Laston (4 cm) Aspahlt Treated Base (ATB) (8 cm) Agregat Kelas A (25 cm) Agregat Kelas B (56 cm) Tanah dasar
4.1.2. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan perkerasan jalan lentur dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Penyiapan tanah dasar (Subgrade Preparataion). Tanah dasar adalah permukaan badan jalan yang telah disiapkan untuk menerima perletakan lapis pondasi diatasnya. Pekerjaan penyiapan tanah dasar bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan : •
Penggaruan atau pengurugan. IV - 3
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
•
Pembentukan.
•
Perataan.
•
Pemadatan.
•
Pengujian.
•
Pemeliharaan permukaan yang telah selesai.
•
Disiapkan sampai material lapis pondasi diletakkan diatasnya.
Untuk toleransi dimensi ketinggian akhir setelah pemadatan harus tidak boleh lebih dari 1 cm lebih tinggi atau lebih rendah dari yang ditentukan di dalam gambar rencana.
Pekerjaan timbunan tanah biasa sebaiknya dihentikan pada ketinggian 15 cm dibawah ketinggian rencana. Pekerjaan timbunan dilanjutkan dengan menggunakan material pilihan diikuti dengan pekerjaan perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian rencana tercapai.
Bila dijumpai material padas atau lapisan keras atau material yang sukar dibongkar pada garis ketinggian tanah dasar pada pekerjaan galian, harus digali 15 cm lebih dalam. Tidak diperbolehkan adanya tonjolan-tonjolan padas dari permukaan tersebut. Seluruh pecahan padas yang memiliki diameter > 15 cm dibuang. Profil galian dan ketinggian akhir yang dikehendaki harus dicapai dengan mengurug kembali dengan material pilihan sekaligus diikuti dengan pekerjaan perataan, pengukuran ketinggian dan pemadatan sampai ketinggian rencana dicapai.
Disarankan agar tenggang waktu antara penyiapan tanah dasar dan peletakan lapis pondasi diatasnya tidak terlalu lama, hal ini untuk menghindari timbulnya kerusakan pada tanah dasar karena lalu lintas disamping itu akan memerlukan biaya besar untuk memperbaikinya.
IV - 4
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Pemadatan tanah dasar dilaksanakan dengan cara yang sama dengan pemadatan pada pekerjaan urugan. Persyaratan kepadatan tanah dasar sama dengan persyaratan pemadatan pada pekerjaan urugan.
Pemadatan dilaksanakan hanya bila kadar dari material berada dalam rentang kurang dari 3 % dari kadar air optimum, yaitu kadar air pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh bila material di padatkan sesuai dengan AASHTO T99. Segera setelah pekerjaan diselesaikan pemadatan dapat dimulai dengan menggunakan peralatan pemadat yang sesuai, yang disetujui oleh Direksi Teknik, hingga mencapai kepadatan paling sedikit 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditetapkan sesuai AASHTO T99. Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit kearah sumbu jalan, kecuali pada bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian yang rendah bergerak ke arah yang tinggi. Pengujian kepadatan dilakukan pada lokasi yang disetujui oleh Direksi Teknik, tetapi harus tidak berselang lebih dari 200 meter.
b. Pemasangan lapis pondasi bawah (Sub base), agregat B. Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi bawah (agregat B) dan lapis pondasi atas (agregat A). Cara pengerjaan lapis pondasi agregat ini adalah sama yaitu dihampar lapis demi lapis @ ± 10 cm, kemudian dipadatkan. Perbedaan lapis pondasi bawah dan lapis pondasi atas terletak pada besar dan susunan butir. Lapis pondasi bawah bisa terdiri dari sirtu (borrow pits) dan CBR harus mencapai 45 %. Lapis pondasi atas terdiri dari batu pecah hasil stone crusher dan CBR ≥ 80 %.
Sebagian dari struktur perkerasan jalan yang terletak diantara Badan Jalan dan Lapis Permukaan terbuat dari material agregat bergradasi baik serta memiliki sifat-sifat yang memenuhi persyaratan spesifikasi. Penyumbang kekuatan terbesar dalam memikul beban lalu lintas, lapis
IV - 5
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
pondasi agregat harus benar-benar kokoh dan memiliki stabilitas yang tinggi.
Pekerjaan lapis pondasi agregat bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan penambangan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan diatas permukaan yang telah disiapkan dan pemadatan. Permukaan yang telah disiapkan dapat berupa : tanah dasar, lapis agregat atau lapis aspal (yaitu dalam hal, lapis aspal sudah rusak atau diperlukan peninggian).
Ketinggian akhir setelah pemadatan harus sesuai dengan gambar rencana, dengan toleransi sebagai berikut : •
Permukaan atas dari lapis pondasi bawah dari agregat kelas B : + 0 cm - 2 cm.
•
Permukaan atas dari lapis pondasi atas dari agregat kelas A : + 0 cm - 1 cm.
c. Pemasangan lapis pondasi atas (base), agregat A. Material untuk Lapis Pondasi Agregat harus dibawa ke lokasi penghamparan dalam bentuk campuran yang merata pada rentang kadar air yang diisyaratkan dalam spesifikasi.
Deviasi maksimum yang diijinkan untuk kerataan permukaan Lapis Pondasi Atas dari Agregat Kelas A, setelah semua bahan yang terlepas dibuang dengan penyikat keras, adalah 1 cm diukur dengan mistar penyipat ukuran 3 m yang diletakkan paralel atau melintang as jalan.
Kelembaban dari material harus tersebar secara merata. Tebal minimum lapisan gembur adalah dua kali lipat ukuran terbesar agregat, sedangkan tebal maksimum lapisan gembur tidak boleh melebihi 15 cm. Terjadinya segregasi pada saat penghamparan harus dicegah dengan cara berulang kali membalik material yang dihampar dengan motor grader. IV - 6
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Pemadatan hanya boleh dilakukan bila kadar air dari material beroda dalam rentang antara 3% kurang atau lebih dari kadar air optimum seperti yang ditentukan oleh AASHTO T180 metode D. Bila mesin gilas statis beroda baja dianggap mengakibatkan kerusakan atau degradasi berlebihan pada pondasi agregat, Direksi Teknik dapat memerintahkan penggunaan mesin gilas beroda karet untuk pemadatan lapisan akhir. Operasi penggilasan harus dimulai dari sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan, kecuali pada bagian yang bersuperelevasi penggilasan dimulai dari bagian yang rendah bergerak kearah bagian yang tinggi.
d. Pemasangan lapis permukaan atau lapis aus (wearing coarse). Lapis permukaan harus dari bahan yang kuat yaitu untuk bisa menahan tekanan dan gesekan dari roda kendaraan dengan tekanan gandar yang berat. Permukaannya harus kesat yaitu tidak licin agar kendaraan tidak tergelincir pada saat pengereman.Menjaga lapis pondasi tidak kemasukan air pada saat hujan, sehingga permukaan harus rapat/kedap air.
Bahan material yang bisa memenuhi tuntutan di atas adalah campuran aspal dengan batu pecah. Aspal panas disiram diatas batu pecah, sehingga aspal mengisi celah-celah antara butiran batu pecah dan menutup permukaannya, kemudian dihampar chip diatasnya dan digilas dengan mesin gilas (Road Roller). Pengaspalan dengan cara ini disebut aspal penetrasi. Aspal panas dicampur dengan agregat halus disuatu tempat pencampuran (AMP = Asphalt Mixing Plant), kemudian diangkut ketempat pekerjaan, dihampar dan digilas dengan mesin gilas (Phneumatic Roller). Aspal dengan cara ini disebut aspal beton. Pelaburan aspal yaitu di atas permukaan aspal yang masih baik disiram aspal dan ditutup dengan pasir.
IV - 7
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Penggunaan lapis aspal penutup digunakan di atas pondasi yang baru, maupun diatas permukaan jalan lama yang sudah ada pondasi sebelumnya. Pada pekerjaan lapis pondasi baru, sebelum lapis penutup dihampar, terlebih dahulu disiram aspal panas yang disebut lapis resap pengikat (prime coat).
Jenis pekerjaan ini adalah penyemprotan aspal pada permukaan yang sebelumnya telah disiapkan untuk Pelaburan Aspal atau Lapisan Permukaan Campuran Aspal. Lapis Resap Pengikat digunakan pada permukaan yang tidak beraspal. Lapis Perekat digunakan pada permukaan yang beraspal. Fungsi keduanya adalah sebagai pengikat antara lapis permukaan dibawahnya dan lapisan aspal yang akan diletakkan diatasnya. Kegiatan ini bisa meliputi pekerjaan-pekerjaan penyiapan permukaan yang akan disemprot, penyediaan material aspal dan penyemprotan.
Penyemprotan Lapis Perekat maupun Lapis Resap Pengikat setelah dilaksanakan harus menutup keseluruhan permukaan yang dilapis dan tampak merata, tanpa ada bagian, sekecil apapun, yang tidak tertutup atau beralur atau berlebihan aspalnya. Lapis Resap Pengikat, setelah pengeringan selama 4 sampai 6 jam, bahan pengikat harus telah meresap kedalam lapis pondasi, meninggalkan sebagian bahan pengikat dengan warna hitam atau abu-abu tua yang merata pada permukaan dan menampakkan tekstur permukaan yang rapi serta tidak tampak adanya genangan atau bahan pengikat yang bercampur dengan agregat halus yang cukup tebal, serta tidak ada bagian-bagian yang lembek dan lepas. Lapis Perekat, permukaan harus mempunyai daya lekat yang cukup pada waktu pengerjaan pelapisan ulang (overlay). Penampilan yang memperlihatkan bintik-bintik, yang timbul dari bahan pengikat yang di distribusi sebagai butir-butir tersendiri boleh diterima untuk Lapis Perekat yang lebih ringan asalkan penampilannya kelihatan rata dan keseluruhan takarannya benar. IV - 8
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
e. Tebal masing-masing lapisan sesuai gambar dan spesifikasi.
4.1.3. Analisa Biaya Konstruksi
Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan lentur mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari 2008.
Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan lentur yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan, antara lain : 1. LASTON. 2. ATB. 3. Lapis resap pengikat. 4. Lapis perekat. 5. Aggregat Kelas A. 6. Aggregat Kelas B.
Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan lentur adalah sebagai berikut : Tabel 4.1. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Lentur NOMOR MATA PEMBAYARAN a BAB V 5.1(1) 5.1(2)
URAIAN PEKERJAAN
SATUAN
KUANTITAS
b
c
d
PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN Lapis Pondasi Agregat Kelas A Lapis Pondasi Agregat Kelas B
3
M 3 M
500,00 1.120,00
HARGA SATUAN (Rp.) e
224.300,00 213.000,00
Jumlah Harga Pekerjaan Bab V BAB VI 6.1 (1) 6.1 (2) 6.3 (5a) 6.3 (8)
PERKERASAN ASPAL Lapis Resap Pengikat Lapis Perekat Laston Lapis Aus (AC-WC), t = 4 cm Asphalt Treated Base (ATB), t = 8 cm Jumlah Harga Pekerjaan Bab VI
TOTAL
JUMLAH HARGA (Rp.) f=(d xe)
112.150.000,00 238.560.000,00 350.710.000,00
Liter Liter 2 M 3 M
2.666,67 19.533,33 8.000,00 720,00
10.100,00 10.500,00 99.500,00 2.270.800,00
26.933.333,33 205.100.000,00 796.000.000,00 1.634.976.000,00 2.663.009.333,33
3.013.719.333,33
IV - 9
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
4.1.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan perkerasan merupakan metoda-metoda atau teknik yang digunakan untuk menjaga kondisi perkerasan, keselamatan dan kualitas kenyamanan,
serta
membantu
perkerasan
untuk
mencapai
umur
rencananya. Kinerja perkerasan secara langsung tergantung waktu, jenis dan kualitas pemeliharaan yang dilakukan pada perkerasan tersebut.
Secara umum pemeliharaan perkerasan jalan lentur, antara lain : -
Penutupan Retak (Crack Seals) Penggunaan penutupan retak adalah untuk mengisi retak perkerasan secara individu untuk mencegah masuknya air atau subtansi yang noncompresibel seperti pasir, kotoran, batuan atau debu. Penutupan retak
khususnya digunakan pada retak awal memanjang, retak melintang, retak refleksi dan retak blok. Sedangkan retak buaya yang sering terlalu banyak untuk diisi dengan penutupan retak, biasanya memerlukan perlakuan khusus seperti penambalan atau rekonstruksi. Material crack filler biasanya dibuat dari aspal karet atau slurry pasir.
Fungsi penutupan retak adalah pemeliharaan preventif. Untuk mencegah masuknya air atau subtansi non-compresibel masuk pada perkerasan.
Pada pelaksanaan penutupan daerah yang retak harus dibersihkan dan disiar terlebih dahulu sebelum pemakaian penutupan retak. Pekerjaan penutupan retak paling baik dikerjakan pada temperatur moderat dan paling efektif dikerjakan pada awal terbentuknya retak. Dari pengalaman rata-rata kinerja umur penutupan retak ini berkisar antara 3 - 8 tahun.
IV - 10
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
-
Fog Seal Fog Seal adalah penghamparan tipis aspal emulsi slow setting yang
diencerkan pada permukan aspal yang telah tua atau teroksidasi. Fog Seal berharga murah dan digunakan untuk memperbaiki kelenturan
pada permukaan perkerasan hot mix. Hal ini memungkinkan menunda perlunya surface treatment atau pelapisan ulang non struktural.
Fungsi Fog seal adalah Pemeliharaan preventif. Fog Seal digunakan untuk memperbaiki atau peremajaan permukaan hot mix. Hal ini dapat menunda perlunya penggunaan Burtu atau Burda untuk 1 - 2 tahun.
Fog seal direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah, yang
dapat ditutup selama 4 - 6 jam, hal ini untuk memungkinkan aspal emulsi slow setting menjadi break dan setting.
Kelebihan penyemprotan aspal menghasilkan lapisan tipis pada permukaan perkerasan hot mix. Lapisan ini dapat menyebabkan sangat licin dan dapat hilangnya kekesatan/skid resistance. Penaburan pasir dapat mengurangi kelebihan penyemprotan aspal.
-
Bahan peremajaan Bahan peremajaan perkerasan diharapkan untuk memperbaiki sifat asal aspal yang telah tua dengan cara meningkatkan rasio awal antara asphaltenes terhadap maltene. Banyak produk bahan peremaja sifatnya
milik produsen, sehingga menyulitkan untuk mengetahui gambaran generik bahan tersebut. Namun kebanyakan bahan peremaja mengandung maltene karena kuantitasnya menurun pada aspal disebabkan proses oksidasi. Bahan peremaja menengah hilangnya bagian halus material pada permukaan perkerasan dan mengurangi terbentuknya retak tambahan, namun juga berdampak mengurangi kekesatan sampai satu tahun lamanya. Oleh sebab itu bahan peremaja
IV - 11
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
hanya direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas rendah dan kecepatan rendah atau pada area parkir.
Fungsi
bahan
peremajaan
adalah
pemeliharaan
preventif.
Mengembalikan sifat awal aspal yang telah tua. Bahan peremaja dapat menunda untuk pelapisan dengan Burtu atau burda selama 1 - 2 tahun. Material yang digunakan berupa senyawa beberapa kimia. Kebanyakan bahan peremaja sifatnya milik produsen sehingga sulit secara umum mengetahui material pendukung yang dipakai.
Perencanaan
Campuran
tidak
diperlukan.
Percobaan
lapangan
diperlukan untuk menentukan keefektifan dan kesesuaian takaran penyemprotannya. Bahan peremaja tidak digunakan pada perkerasan yang bleeding pada permukaannya, seperti sering terjadi pada slurry seal atau burtu burda. Bila kelebihan aspal pada permukaan
perkerasan, bahan peremaja akan melunakkan aspal dan menyebabkan permukaan menjadi lengket dan licin.
Volume air void perkerasan hotmix yang akan diremajakan harus tidak kurang dari 5 % untuk menjamin peresapan bahan peremaja ke dalam perkerasan. Bila void kurang dari 5 %, maka bahan peremaja akan mengisi rongga dan menyebabkan campuran menjadi tidak stabil.
Bahan peremaja dipakai pada temperatur udara di atas 20°C untuk memungkinkan bahan peremaja akan meresap lebih dalam ke perkerasan aspal dan cepat mengering.
-
Slurry Seals. Slurry seal merupakan campuran berbentuk bubur dari aspal emulsi,
air, agregat halus bergradasi baik dan mineral pengisi yang dihamparkan seperti cat kental pada permukaan jalan. Slurry seal
IV - 12
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
digunakan untuk mengisi kerusakan permukaan perkerasan sebagai salah satu persiapan untuk pemeliharaan lain atau sebagai lapisan aus.
Ada 3 (tiga) dasar gradasi agregat yang digunakan untuk slurry seal antara lain : 1. Tipe I ( halus). Jenis ini bergradasi agregat halus (kebanyakan lebih kecil dari ukuran 2,36 mm (No.8) dan digunakan untuk mengisi retak kecil permukaan dan menyediakan pelindung tipis pada permukaan perkerasan. Tipe I ini kadang-kadang digunakan sebagai persiapan untuk pelapisan hotmix selanjutnya. Slurry Tipe I ini umumnya digunakan terbatas untuk lalu lintas rendah. 2. Tipe II (umum). Jenis ini lebih kasar dari tipe I dengan ukuran agregat maksimum 6,4 mm (0,25 inci) dan digunakan untuk memperbaiki permukaan eksisting perkerasan yang menunjukkan kerusakan raveling moderat sampai berat akibat pelapukan atau memperbaiki kekesatan. Tipe II slurry ini sering digunakan. 3. Tipe III (kasar). Jenis ini yang bergradasi paling kasar dan digunakan untuk mengatasi kerusakan permukaan parah. Karena ukuran agregatnya besar, campuran ini dapat digunakan untuk mengisi cekungan yang rendah untuk mencegah menggenangnya air dan mengurangi terjadinya kemungkinan kendaraan hydroplaning.
-
Makrosurfacing Makrosurfacing adalah peningkatan bentuk dari slurry seal yang
menggunakan komponen bahan berbasis sama yaitu aspal emulsi, air, agregat halus dan mineral pengisi dan dikombinasi dengan bahan tambah polymer.
IV - 13
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Fungsi dari Makrosurfing adalah pemeliharaan preventif. Memperbaiki kerusakan permukaan perkerasan yang ringan sampai moderat, untuk memperbaiki kekesatan. Sebagai kebalikan dari fog seal, slurry seal mengandung agregat dan dapat memperbaiki kerusakan kecil permukaan yang mengalami tekstur yang tidak rata, mengisi retak dan void, menutup permukaan yang tahan air dan menyediakan tekstur
dalam satu lintasan.
Gambar 4.1. Truk makro teksturing
Gambar 4.2. Penghamparan makrosurfacing
Gambar 4.3. Microsurface dilihat dari dekat
IV - 14
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Gambar 4.4. Microsurface telah selesai
Gambar 4.5. Pelaksanaan Macro Seal di Istana Bogor
-
Bituminous Surface Treatment (BST)/Burtu-Burda Bituminous surface teatment, juga dikenal dengan nama seal coat atau chip seal, adalah suatu lapisan tipis yang melindungi permukaan yang
dipasang pada perkerasan atau base course. Burtu–burda dapat berfungsi sebagai : • Suatu lapisan tahan air untuk menjaga lapisan perkerasan
dibawahnya. • Meningkatkan kekesatan. • Mengisi retakan atau permukaan yang reveling. • Merupakan
permukaan
anti
silau
saat
cuaca
basah
dan
meningkatkan permukaan yang memantul saat berkendaraan di malam hari.
Burtu dengan satu lapisan dibuat dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penyiapan permukaan. IV - 15
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Kerusakan permukaan, seperti lubang, diperbaiki dan dibersihkan. 2. Penyemprotan material aspal. Umumnya menggunakan aspal emulsi atau aspal cutback yang disemprotkan dengan alat aspal distributor pada permukaan eksisting perkerasan. 3. Penaburan agregat. Suatu lapisan tipis satu lapis batuan dihamparkan di atas aspal yang baru disemprotkan. 4. Pemadatan agregat. Alat pemadat roda karet digunakan untuk menekan agregat masuk ke material aspal dan mengering sehingga merekat dengan lapisan di bawahnya. Biasanya 50 persen butiran agregat akan masuk pada aspal setelah dipadatkan. Selanjutnya kira-kira 70 persen butiran agregat akan masuk setelah beberapa minggu digunakan oleh lalu lintas. Biasanya untuk lapisan dikunci dengan agregat ukuran yang lebih kecil 12,5 mm untuk menjadikan susunan lebih rapat dan dikenal dengan Burda. Lapisan ini lebih rapat sehingga menbantu mencegah kehilangan agregat berlebihan akibat lalu lintas.
Gambar 4.6. Penyemprotan aspal
IV - 16
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Gambar 4.7. Penghamparan Agregat
Gambar 4.8. Penggilasan Agregat
Gambar 4.9. Lapisan Burtu
Gambar 4.10. Permukaan lapisan Burda
IV - 17
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Gambar 4.11. Lapisan Burda setelah dilalui lalu lintas
Kegunaan dari Burtu adalah Pemeliharaan preventif. Sebagai Lapisan Aus, melindungi tahan air eksisting perkerasan. Material yang digunakan Aspal (sebagai perekat, cutback aspal atau aspal emulsi) dan agregat ukuran tunggal.
Umumnya secara tradisional Burtu digunakan untuk volume lalu lintas rendah, dengan kecepatan rendah karena biasanya akan menyebabkan terjadinya beberapa agregat lepas. Pada lalu lintas tinggi atau kecepatan tinggi, lepasnya agregat dapat tercungkil dan terlempar oleh ban kendaraan. Namum demikian, pengembangan dalam modifikasi aspal semen dan prosedur pelaksanaan burtu/burda dapat menghasilkan produk yang tahan pada lalu lintas berat dan kecepatan tinggi.
-
Pelapisan non struktural Pelapisan non struktural tidak memerlukan disain struktural yang ekstensif,
dan
umumnya
tidak
menambah
kapasitas
struktur
perkerasan. Pelapisan non struktural umumnya merupakan pelapisan tipis dengan tebal 12,5 mm (0,5 inci) sampai 37,5 mm (1,5 inci) diharapkan dapat : •
Memperbaiki kenyamanan pengendaraan
•
Memperbaiki kerusakan permukaan minor.
IV - 18
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
•
Meningkatkan
karakteristik
keamanan,
seperti
kekesatan
permukaan dan drainase.
4.2.
•
Memperbaiki penampilan.
•
Mengurangi kebisingan roda kendaraan.
Perkerasan Jalan Kaku
4.2.1. Perencanaan
Perencanaan tebal perkerasan jalan kaku untuk pembangunan jalan baru dalam tugas akhir ini menggunakan Pedoman Perencanaan Kaku Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum.
Langkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Mutu beton rencana : Asumsi menggunakan beton dengan kuat tekan 28 hari sebesar 350 kg/cm2. f’c = 350/10,2 = 34 Mpa > 30 Mpa (minimum yang disarankan). fr = 0,62 √ f’c = 36 Mpa > 3,5 Mpa (minimum yang disarankan). 2. Beban lalu lintas rencana : a. Jumlah sumbu kendaraan niaga : No Jenis Kendaraan 1. 2. 3. 4.
Bus Truk 10 Ton Truk 20 Ton Truk 30 Ton Jumlah
Jumlah Beban sumbu (ton) Konfigurasi Sumbu Kendaraan Sumbu depan belakang depan belakang 166 332 3 5 STRT STRG 1.855 3.710 4 6 STRT STRG 5.448 10.896 6 14 STRT SGRG 6.150 12.300 6 12 STRT SGRG 12 SGRG 13.619 27.238
Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) = 365 x JSKNH x R R=
(1 + i )n − 1 = (1 + 0,05)10 − 1 e e log(1 + i ) log(1 + 0,05)
= 12, 889
JSKN = 365 x 27.238 x 12,889 = 128.140.762,4 Jumlah repetisi kumulatif tiap kombinasi konfigurasi/beban sumbu pada lajur rencana = JSKN x % kombinasi terhadap JSKNH x Cd
IV - 19
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Dari koefisien distribusi kendaraan niaga pada lajur rencana 2 lajur 1 arah didapat Cd = 0,70.
b. Jumlah repetisi beban : Konfigurasi Sumbu STRT STRT STRG STRG STRT STRT SGRG SGRG SGRG
Beban Sumbu Persentasi konfigurasi sumbu (%) Jumlah repetisi selama 100 (ton) usia rencana 3 166 : 27.238 = 0,60944 54.666.115,69 4 1.855 : 27.238 = 6,81034 610.877.377,11 5 166 : 27.238 = 0,60944 54.666.115,69 6 1.855 : 27.238 = 6,81034 610.877.377,11 6 5.448 : 27.238 = 20,0015 1.794.102.399,18 6 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03 12 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03 12 6.150 : 27.238 = 22,5788 2.025.280.792,03 14 5.448 : 27.238 = 20,0015 1.794.102.399,18
3. Kekuatan tanah dasar : Data lapangan dan perhitungan nilai CBR yang mewakili = 4,1 %. Grafik korelasi hubungan antara nilai k dan CBR diperoleh k = 35 kPa/mm untuk CBR = 4,1%.
4. Kekuatan Plat Beton : Asumsi tebal plat beton (rencana dengan dowel) = 200 mm > 150 mm (minimum yang disyaratkan). Konfigurasi Sumbu STRT STRT STRG STRG STRT STRT SGRG SGRG SGRG
Beban Sumbu (ton) 3 4 5 6 6 6 12 12 14
Beban Tegangan Jumlah repetisi selama Perbandingan Rencana yang terjadi usia rencana Tegangan FK=1,1 (Mpa) 3,3 54.666.115,69 4,4 610.877.377,11 5,5 54.666.115,69 6,6 610.877.377,11 6,6 1.794.102.399,18 1,69 0,5 6,6 2.025.280.792,03 1,69 0,5 13,2 2.025.280.792,03 13,2 2.025.280.792,03 15,4 1.794.102.399,18 -
Jumlah Repetisi Persentase Beban yang Fatigue (%) diijinkan
400.000 400.000
Jumlah
Dengan
tebal
pelat
=
20
cm,
ternyata
Jumlah
448525,6 506320,2
954845,8
Fatigue
9.54845,8 > 100 %, maka tebal pelat beton yang digunakan adalah = 30 cm.
IV - 20
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Susunan perkerasan jalan kaku adalah : Beton (30 cm) Wet Lean Concrete (WLC) =10 cm Agregat Kelas B (20 cm) Tanah dasar 4.2.2. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan perkerasan jalan kaku dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Penyiapan tanah dasar (sub grade). Tanah dasar selebar yang diperlukan oleh konstruksi perkerasan dibersihkan dari tanaman, humus dan material lain yang tidak diperlukan. Kemudian tanah dasar yang telah bersih dipadatkan untuk memperoleh keseragaman density. Pada umumnya persyaratan CBR yang diminta berkisar antara 2 % - 20%.
Bila elevasi tanah dasar lebih rendah dari elevasi rencana, dilakukan penimbunan dengan tanah yang bagus dan dipadatkan lapis demi lapis dan kepadatannya dikontrol. Tebal tiap lapisan disesuaikan dengan kapasitas alat yang ada dan disarankan tidak lebih dari 30 cm. Bila tebal timbunan lebih dari 2 meter atau terletak di atas tanah dasar yang jelek, untuk mengatasi penurunan disarankan menggunakan geotextile atau stabilisasi tanah.
Penyiapan tanah dasar ini selalu dikontrol terhadap as dan elevasi rencana perkerasan dengan memasang patok-patok pedoman. Sub grade yang telah selesai harus dilindungi secara baik terhadap air hujan sebelum ditutup oleh lapisan sub base. Untuk melindungi pengaruh air hujan, pembuatan saluran tepi sangat dianjurkan. IV - 21
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Toleransi elevasi dari sub grade biasanya sebesar maksimum 1,50 cm atau yang disyaratkan dalam spesifikasi. Bila sub grade selesai, sebelum tahap berikutnya dilaksanakan test kepadatan setiap jarak 50 meter.
b. Pelaksanaan lapisan sub base. Karena fungsi utama dari sub base bukan sebagai struktural tetapi sebagai lantai kerja dan pencegah pumping, maka material yang digunakan biasanya adalah lean concrete dengan kekuatan tekan tidak kurang dari 50 kg/cm2 pada umur 28 hari. Pada umumnya CBR yang diminta berkisar antara 30 % - 95%.
Berdasarkan pedoman patok as perkerasan, dipasang cetakan samping dengan menggunakan balok kayu sebesar kurang lebih 15 cm sesuai dengan lebar perkerasan kaku ditambah 30 cm. Tinggi cetakan disesuaikan dengan ketebalan lean concrete seperti yang disyaratkan dalam spesifikasi. Pengecoran lean concrete dapat dilayani dengan peralatan yang sederhana (beton molen). Slump beton disarankan agak tinggi/encer antara 5 cm – 7 cm. Lean concrete akan difungsikan sebagai jalan akses maka mutu dan ketebalannya perlu ditingkatkan.
Pengecoran lean concrete selalau diikuti dengan penggetaran agar memperoleh beton yang padat. Untuk finishing permukannya dilayani oleh pekerja dengan menggunakan batang perata (jidar) yang digesergeserkan di atas balok kayu cetakan dan dibantu dengan centong semen. Selama masa curing minimum 7 hari, lean concrete tidak boleh dilewati kendaraan atau peralatan lain. Untuk mencegah keretakan, selama curing lean concrete ditutup dengan karung basah.
Permukaan
lean
concrete
tidak
boleh
terlalu
kasar
karena
kekasarannya akan mengadakan ikatan sehingga menahan proses shrinkage dari plat beton dan akan mengakibatkan crack. Untuk lebih IV - 22
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
aman, lean concrete dilapis plastik sebelum plat beton dicor. Dalam hal sub base berupa unbound material misalnya sirtu/agregat, maka untuk menghindari meresapnya sebagian air semen dari beton ke dalam lapisan sub base maka permukaan sub base (setelah dipadatkan) perlu prime coat dengan aspal atau dilapis plastik sebelum plat beton dihampar. Fungsi plastik atau prime coat bukan sebagai pelicin sambungan, melainkan sebagai penghalang meresapnya air semen dari beton ke dalam sub base.
c. Acuan samping (side form) dan acuan akhir (stopper). Sebelum acuan dipasang, di atas lean concrete (sub base) diberi tandatanda jalur jalan. Bahan acuan samping dapat dibuat dari kayu atau plat baja. Bila alat penghantar beton bergerak di atas acuan, maka acuan tersebut perlu diperhitungkan agar kuat menerima beban alat paver yang bergerak di atasnya. Dengan pedoman tanda-tanda as jalan maka ditetapkan letak acuan samping.
Permukaan sub base yang akan menjadi acuan harus diperiksa dulu kerataannya untuk menjamin ketepatan elevasi sepanjang acuan. Bila lebar pengecoran dapat dijangkau oleh alat penghampar (fixed form paver) maka acuan samping dapat langsung dipasang pada tepi-tepi plat beton. Bentuk dari acuan samping dibuat sedemikian agar mudah dibongkar pasang. Sebaiknya dilumasi dengan minyak bekisting.
Pemasangan acuan samping adalah ke arah memanjang (sejajar dengan as jalan). Bila menggunakan plat slip form paver maka acuan menjadi satu dengan relnya. Pada acuan akhir (stopper) harus dibuat sedemikian rupa agar kuat menahan beban, karena hal ini dapat menyebabkan
penurunan
elevasi
permukaan
beton
sehingga
permukaan perkerasan bergelombang.
IV - 23
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
d. Sambungan dan penulangan. Setelah acuan selesai dipasang baik arah memanjang maupun arah melintang,
dilanjutkan
pemasangan
tulangan
dan
konstruksi
sambungan sesuai spesifikasi. Setiap beton mesti mengalami perubahan volume yang disebabkan oleh penyusutan atauperubahan temperatur. Perubahan volume ini dapat menyebabkan keretakan beton. Keretakan ini perlu dikontrol untuk menghindari efek negatif yang diakibatkan oleh keretakan tersebut. Untuk mengontrol keretakan tersebut perlu dipasang penulangan dengan besi beton/wire mesh dan konstruksi sambungan sesuai desain yang ada. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa bagian yang telah dipasang acuannya dipasang sesuai desain,
dengan
permukaan.
kedudukan
Tulangan
seperempat
diusahakan
dalam
ketebalan keadaan
beton rata
dari (tidak
melengkung) untuk dapat berfungsi secara baik dalam menahan keretakan. Untuk menjaga kedudukannya tulangan, perlu ditumpu oleh spacer yang berfungsi sebagai kaki. Sambungan yang diperlukan ada 3 (tiga) macam yaitu sambungan perlemahan, sambungan konstruksi, dan sambungan pengembangan.
Sambungan perlemahan dapat dilakukan dengan menggergaji beton pada umur 8 – 10 jam dengan kedalaman minimumseperempat ketebalan beton, atau dapat juga dibuat dengan cara memasang sekat yang nantinya diambil lagi. Bagian yang digergaji atau bekas sekat yang diambil kemudian diisi dengan joint sealant. Dibawah sambungan perlemahan ini harus dipasang DOWEL yaitu dengan menggunakan besi beton polos ukuran 25-32 mm.
Sambungan pengembangan untuk melayani kembang susutnya plat beton ke arah memanjang jalan. Dipasang dengan jarak sesuai desain dengan menggunakan besi beton polos ukuran 25 – 32 mm, untuk melayani kembang susut separuh besi terikat sempurna, separuh yang lain terikat tidak sempurna. Arah besi sejajar as jalan. IV - 24
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Sambungan konstruksi adalah sambungan antar lane atau tepi perkerasan dengan shoulder, menggunakan besi beton deformed bar ukuran yang lebih kecil (ukuran 16 mm) sepanjang besi terikat sempurna dengan beton. Letak besi sambungan tersebut ditengah ketebalan plat. Untuk menghindari agar besi sambungan tidak karat maka bagian besi yang tidak dibungkus beton dicat dengan cat anti karat.
e. Base (concrete base). Beton base ini merupakan bagian utama perkerasan jalan kaku. Oleh karena itu biasanya tidak diperlukan lapisan permukaan (surface course). Dengan demikian mutu dari beton base ini sangat penting. Kalau ada penggunaan lapisan permukaan pada jalan beton, pada jalan beton, maksudnya semata hanya untuk kenyamanan pemakai saja. Dibandingkan dengan perkerasan jalan lentur, perkerasan jalan kaku terasa sekali mempunyai permukaan yang kasar dan keras. Untuk mempermudah pengerjaan concrete base diperlukan slump yang tinggi yaitu 3,5 – 6. Yang dimaksud nilai slump disini adalah slump ditempat hamparan, sehingga slump di batching plant tentunya harus lebih tinggi sesuai dengan jarak angkutnya.
Pekerjaan base beton diawali dengan acuan samping (side form) diperiksa letak dan elevasinya, terutama bila berfungsi sebagai rel vibrating screed. Diperiksa semua tulangan termasuk tulangan sambungan melintang (dowel) dan tulangan sambungan memanjang (tie bar). Diperiksa bila ada pekerjaan instalasi yang tertanam dalam beton (misal pipa, kabel dan instalasi lainnya).
Permukaan sub base dibasahi secukupnya agar tidak menyerap air dari beton yang dapat mempengaruhi menurunnya slump. Setiap kali beton akan dihamparkan selalu diperiksa dulu slump dan temperaturnya. IV - 25
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Diperiksa berapa perbedaan slump dan suhu dari batching plant ke tempat penghamparan. Hal ini diperlukan untuk menetapkan slump beton di batching plant. Penghamparan beton dapat dilayani dengan berbagai alat, antara lain vibrating screed, fix form paver, dan slip form paver.
Untuk lebih menjamin mutu beton base hasil penghamparan dengan alat-alat dia atas, disarankan dibantu lagi dengan menggunakan concrete vibrator. Kecuali vibrating screed harus dilayani oleh 3 (tiga) buah concrete vibrator tersebar di kedua ujungnya dan bagian tengah.
Penggetaran beton harus secukupnya saja, sebab kelebihan/kekurangan akan menyebabkan beton segregasi/kropos. Kelebihan penggetaran dapat dilihat bila air semen telah timbul/mengumpul di atas, sedangkan kekurangan penggetaran dapat dilihat bila permukaan beton masih dapat memadat.
f. Finishing. Finishing yang dimaksud disini adalah pekerjaan penyelesaian permukaan beton base sehingga memperoleh hasil yang memuaskan sebagai lapisan permukaan (surface course).
Segera setelah penghamparan dan pemadatan beton base selesai, dilakukan
penghalusan
permukaan
beton
secukupnya
saja.
Penghalusan yang berlebihan akan mengurangi keawetan anti skid texture (grooving), alat yang digunakan adalah papan dengan batang pemegang yang panjang (long handle floater).
Setelah perataan/penghalusan selesai, lalu dilakukan texturing untuk keperluan anti skid. Pekerjaan texturing harus selesai dalam 3 jam sejak betn dihampar (texturing harus selesai sebelum beton mengeras). Apabila terdapat genangan air (bleeding) dipermukaan beton basah IV - 26
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
dapat dilap dengan menggunakan karung goni kering. Ada beberapa tipe alat yang dapat dipakai yaitu wire broom, plastic brush, dan grooving tool. Semuanya disambung dengan batang pemegang panjang, sedang lebarnya tidak kurang dari 45 cm.
Pekerjaan texture dinyatakan baik apabila menghasilkan nilai skid resistance 70 dengan kedalaman texture 0,75 mm. Menurut pengalaman
texture
yang
lebih
baik
dapat
dicapai
dengan
menggunakan grooving tool dibanding dengan brushing tool.
Ada 2 (dua) tipe texture yaitu arah melintang dan arah memanjang jalan. Texture arah melintang penampilannya lebih bagus dan mudah dilaksanakan. Untuk kepentingan pemakai jalan, texture arah memanjang lebih baik karena akan mengurangi suara gesekan antara ban dan permukaan jalan disamping mengurangi tingkat kerusakan ban. Untuk memperoleh tepi beton yang bagus dan menghindari serpih, bagian tepi tersebut dibuat tumpul dengan alat edging tool. Sambungan perlemahan yang dilaksanakan menggunakan gergaji harus dilakukan pada saat beton berumur 8 – 18 jam sesudah penghamparan. Sambungan beton, baik yang melintang atau yang memanjang dibersihkan untuk diisi dengan joint sealant.
4.2.3. Analisa Biaya Konstruksi
Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari 2008.
IV - 27
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan, antara lain : 1. Perkerasan beton. 2. Wet Lean Concrete (WLC). 3. Agregat Kelas B.
Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku NOMOR MATA
URAIAN PEKERJAAN
PEMBAYARAN a BAB V 5.1(2)
b
SATUAN c
HARGA
JUMLAH
KUANTITAS
SATUAN
HARGA
d
(Rp.) e
(Rp.) f=(dx e )
PERKERASAN BERBUTIR DAN BETON SEMEN Lapis Pondasi Agregat Kelas B
M3
600,00
213.000,00
Jumlah Harga Pekerjaan Bab V BAB VII
127.800.000,00 127.800.000,00
STRUKTUR
7.16 (1)
Perkerasan Jalan Beton t = 30 cm
m3
2.400,00
1.315.800,00
3.157.920.000,00
7.17 (1)
Wet Lean Concrete
m2
8.000,00
55.900,00
447.200.000,00
Jumlah Harga Pekerjaan Bab VII
3.605.120.000,00
TOTAL
3.732.920.000,00
4.2.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan mempertahankan, memperbaiki, menambah ataupun mengganti bangunan fisik yang telah ada agar fungsinya tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan untuk masa yang lebih lama, sehingga memberikan keamanan dan kenyamanan kepada para pemakai jalan.
Kerusakan yang memerlukan pekerjaan pemeliharaan dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut : 1. Kerusakan akibat pekerjaan awal. IV - 28
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh kelemahan pengawasan, kelemahan desain, dan mutu material yang kurang baik. 2. Kerusakan akibat pemakaian dan waktu. Permasalahan ini umumnya disebabkan oleh keausan permukaan, cuaca (retak-retak) dan abrasi. Selain itu karena kerapuhan joint, pemasangan utilitas pada perkerasan jalan. 3. Kerusakan akibat penyebab khusus. Permasalahan ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, lubanglubang, dan longsoran.
Jenis penanganan kerusakan perkerasan jalan kaku dikelompokkan dalam beberapa Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK), antara lain : 1. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 1 (PPK1), pengisian celah retak. Kriteria retak yang disarankan untuk dapat diisi dengan bahan pengisi adalah retak < 5 mm. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Lebarkan celah retakan dengan crack cutter hingga lebar celah retakan + 13 mm dan dalamnya + 18 mm. b. Bersihkan selanjutnya
celahan
tersebut
dihembus
dengan
dengan
sapu/sikat
semprotan
kawat
angin
dan untuk
membersihkan debu. c. Pada celah retakan yang sudah diperlebar tersebut, berilah lapis perekat (tack coat) yang cepat mantap sebanyak + 0,3 kg/m2 s.d. 0,5 kg/m2 d. Masukkan bahan pengisi (rubber-ashpalt) yang sesuai dengan spesifikasi.
2. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 2 (PPK2), penutupan celah sambungan (joint sealing). Penggantian bahan pengisi sambungan dilakukan bila 25% bahan pengisi sambungan telah mengalami kerusakan, dimana air dan material lainnya dapat masuk melalui celah-celah sambungan ke bagian bawah slab. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : IV - 29
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
a. Bersihkan bahan pengisi yang lama dan sambungan dengan joint saw. b. Potong dan bersihkan dinding slab pada sambungan agar mendapatkan bidang yang rata dengan concrete saw/cutter. c. Bersihkan celah-celah sambungan dengan sapu kawat dan debu dibersihkan dengan alat kompresor udara. d. Masukkan bahan pengisi baru ke sambungan slab secara merata. e. Bersihkan sisa campuran bahan pengisi pada lapis permukaan slab.
3. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 3 (PPK3), tambalan (patching). Penanganan kerusakan dengan penambalan dilakukan untuk faulting dan amblas dengan kedalaman > 25mm, gompal, dan lubang. Bahan tambalan dapat berupa campuran beton semen atau campuran beraspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar. c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan yang halus/debu dengan kompresor udara. d. Semprotkan bahan lapis perekat (tack coat) yang dibuat dari semen ditambah air dengan perbandingan 1:1. e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat getar (vibrator). f. Setelah selesai pelaksanaan, pada waktu pengeringan permukaan tambalan harus diperhatikan (tidak boleh terganggu) supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari terjadinya retak akibat penyusutan.
IV - 30
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
4. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 4 (PPK4), lapis perata (levelling). Penanganan kerusakan dengan pemberian lapis perata dilakukan untuk permukaan perkerasan yang mengalami faulting dan amblas dengan kedalaman < 25 mm. Bahan yang digunakan untuk lapis perata dianjurkan campuran beraspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Bersihkan bagian yang akan ditangani, sehingga bersih dan kering. b. Beri tanda daerah yang akan ditangani, dengan cat semprot atau kapur. c. Siapkan campuran beraspal. d. Semprotkan lapis perekat (tack coat) dengan takaran 0,3 – 0,5 Kg/m2. e. Hamparkan campuran beraspal pada daerah yang sudah ditandai. Ratakan dan lebihkan ketebalan hamparan kira-kira 1/3 kedalam cekungan. f. Padatkan dengan mesin penggilas hingga rata.
5. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 5 (PPK5), penyuntikan (grouting). Umumnya jenis kerusakan yang memerlukan penanganan dengan penyuntikan adalah rocking dan pumping. Penyuntikan dimaksudkan agar slab beton yang mengalami penurunan, dapat kembali pada elevasi semula atau sama dengan elevasi slab sekitarnya. Bahan yang dapat digunakan untuk penyuntikan adalah semen atau aspal. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Buatlah lubang-lubang pada slab yang akan disuntik dengan mesin bor beton. Diameter lubang berkisar antara 50-60 mm. b. Bersihkan lubang-lubang tersebut dengan penyemprot udara. c. Siapkan mesin penyuntik dan siapkan semen pengisi (dengan ditambah air dengan faktor air semen < 0,45). d. Pompakan semen pengisi dari mesin penyuntik ke dalam lubanglubang dengan tekanan 3-5 kg/m2.
IV - 31
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
6. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 6 (PPK6), pengaluran (grooving). Tekstur permukaan sangat mempengaruhi kekesatan permukaan, kekesatan permukaan sangat kritis terutama pada jalan lalu lintas berkecepatan tinggi. Pada perkerasan baru, kekesatan diperoleh dengan membuat alur yang menggunakan “mesin dengan sikat kaku dari baja” dengan arah melintang slab (dapat juga arah memanjang). Jika tekstur telah aus perbaikan dapat dilakukan dengan pengaluran. Pelaksanaan pengaluran dapat dilakukan secara melintang atau memanjang, tapi umumnya arah melintang, karena sangat baik untuk keperluan drainase permukaan. Pola bentuk alur dipilih dengan menambah atau mengurangi jumlah atau lebar dari pisaunya.
7. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 7 (PPK7), pelapisan ulang tipis (surfacing). Metode ini dimaksudkan mengatasi atau memperbaiki kekesatan permukaan sebagai akibat keausan mortar (scaling), pelicinan (polishing). Bahan yang digunakan dapat berupa campuran beraspal (black topping) atau campuran beton semen (white topping). Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami kerusakan dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Kupas/potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Gali daerah yang sudah dipotong hingga mencapai lapisan yang padat/utuh dan dasar galian harus rata/datar. c. Bersihkan material lepas pada daerah galian dan bersihkan bahan yang halus/debu dengan kompresor udara. d. Semprotkan lapis perekat yang dibuat dari semen ditambah air, perbandingan 1:1. e. Hamparkan dan padatkan bahan tambalan dengan alat pemadat getar (vibrator). IV - 32
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
f. Setelah selesai pemadatan permukaan tambalan harus dirawat supaya tidak terjadi penguapan yang berlebih untuk menghindari terjadinya retak akibat penyusutan.
8. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 8 (PPK8), rekonstruksi setempat (parsial). Rekonstruksi parsial dilakukan dengan mengganti secara parsial slab dan lapisan pondasi apabila retak sudut, memanjang, melintang dan diagonal sudah mencapai bagian bawah dari slab serta sistem penyaluran beban sudah tidak dapat diharapkan lagi. Cara pelaksanaan perbaikan retak sudut adalah berbeda dengan perbaikan jenis retak memanjang dan retak melintang. Adapun untuk retak diagonal, penanganannya dianggap sama dengan retak sudut apabila jarak retaknya < 2 meter dari sudut sambungan, baik arah sambungan melintang maupun sambungan memanjang. Tahap pelaksanaan rekonstruksi parsial daerah retak sudut adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter sedalam 2-3 cm dan bagian tepi pemotongan dibuat tegak lurus. Pada sudut pemotongan, garis pemotongan dibuat lengkung untuk mengurangi konsentrasi tegangan. c. Bongkar daerah yang sudah dipotong tanpa merusak dowel atau tie bar. d. Bongkar dan ganti tanah dasar (subgrade) dan lapisan pondasi jika kurang baik kondisinya. Perbaikan agar menggunakan soil cement sebab daerah pekerjaan sempit dan pemadatan sulit. e. Periksa batang dowel yang ada, potong dan buang batang-batang yang rusak, kemudian pasang baru. f. Potonglah alur sambungan dengan alat potong sesudah beton mengeras dan masukkan campuran perekat sambungan. IV - 33
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Untuk tahapan pelaksanaan rekonstruksi parsial daerah retak memanjang dan melintang adalah sebagai berikut : a. Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur. b. Potong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw/cutter sedalam 2-3 cm dan lainnya sedalam slab. c. Keluarkan bagian-bagian beton yang ada diantara garis potong. Untuk sambungan, pelaksanaannya sama dengan rekonstruksi parsial sudut slab. d. Buatlah lubang pada beton yang ada, masukkan mortar semen dan batang dowel berukuran diameter 25x700 mm, sedalam setengah dari panjangnya. e. Bungkus bagian dowel yang sedang dikerjakan, dengan bahanbahan aspal kemudian dicor betonnya. f. Buat alur sambungan dengan memotong pemotong setelah beton mengeras kemudian masukkan campuran bahan pengisi. g. Jika slab beton tanpa tulangan susut, gantilah beton dengan satu slab yang utuh sebab kerusakan sering terjadi pada saat perbaikan.
9. Pemeliharaan Perkerasan Kaku 9 (PPK9), rekonstruksi. Rekonstruksi dilakukan apabila cara pemeliharaan atau pelapisan tidak dapat dilaksanakan karena kerusakannya cukup berat. Tahap pelaksanaan rekonstruksi adalah sebagai berikut : a. Bongkar slab beton, ambil minimum satu unit slab. b. Gali lapis pondasi, dengan tidak merusak perkerasan disebelahnya yang masih utuh atau baik. c. Padatkan lapis pondasi, jika memungkinkan, dengan mesin gilas. Jika tidak mungkin, pemadatan dikerjakan dengan alat pemadat kecil (vibro hammer) terutama pada tempat-tempat yang biasanya pemadatannya kurang sempurna.
IV - 34
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
d. Hamparkan campuran beton semen, lakukan pemadatan dengan alat pemadat getar (vibrator). e. Jarak antara sambungan melintang ditentukan sama seperti perkerasan kaku yang lama. Apabila penggantian hanya dilakukan pada salah satu lajur, posisi dan konstruksi
4.3.
Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan
4.3.1. Perencanaan
Tahap perencanaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan untuk pembangunan jalan baru mengacu pada AASTHO (American Association of State Highway and Transportation Officials). Langkah – langkah perhitungan adalah sebagai berikut : 1. Desain kondisi 1 nilai CBR = 4,10 %, umur rencana = 10 tahun. 2. Parameter Equivalent Single Axle Load (ESAL). a. Single = 1855 x b. Doubles = 5448 x c. Train = 6150 x
0,4 x 1x 1,75 x
0,8 x 365 = 0,8 x 365 = 0,8 x 365 = total =
216.664 1.590.816 3.142.650 4.950.130
Untuk 4.950.130 ESAL/tahun ~ digunakan 30.000.000. 3. Parameter Terminal Serviceability Index(pt). Pt diambil dari ASHTO 1993 halama II-10`= 2,5 untuk jalan raya utama. 4. Parameter Initial Serviceability(p0) perkerasan jalan kaku dengan Terminal Serviceability Index (Pt) = 2,5 nilai p0 = 4,5. 5. Parameter Serviceability loss(∆PSI). ∆Psi = P0 – Pt = 4,5 – 2,5 = 2 6. Parameter Reliability (R). Reliability dapat digunakan = 90% untuk semua kondisi klasifikasi jalan, baik jalan tol, arteri, kolektor juga untuk urban maupun rural kecuali jalan lokal.
IV - 35
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
7. Parameter Standar deviasi (S0) untuk perkerasan kaku digunakan untuk R = 90 %, S0 = 0,35. 8. Parameter Modulus reaksi tanah dasar (k). k=
MR 1500 xCBR 1500 x 4 = = = 309 pci 19,4 19,4 19,4
Koreksi effective modulus of subgrade reaction didapat k = 130 pci 9. Parameter Kuat tekan (fc’) = 350 kg/m2. 10. Parameter Modulus elastis beton (Ec). Fr = 7,5 √ fc’ Jika fc’ = 350 kg/cm2 , maka fc’ = 350 x 14,22 = 4.977 psi , Ec = 57000 √ fc’ = 57000 √ 4977 = 4.020.000 psi 11. Parameter Flexural strength (Sc’). Hampir semua spesifikasi perkerasan jalan kaku di Indonesia mensyaratkan Sc’ = 45 kg/cm2 = 640 psi. 12. Parameter Drainage coefficient (Cd). Prosen struktur perkerasan dalam 1 tahun terkena air sampai tingkat saturated < 1 %. Mutu drainase fair –good, nilai Cd mewakili = 1,15 13. Parameter Load transfer coefficient (J). Penetapan parameter load transfer diambil dari AASHTO 1993 halaman II-26, dengan nilai J = 2,55. Dari parameter di atas di dapat ESAL = 30.000.000, tebal pelat = 20 cm dengan lapisan perata ATBL = 4 cm. 4.3.2. Metode Pelaksanaan
Pekerjaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dilaksanakan dengan beberapa tahap, antara lain : a. Tahap fabrikasi panel perkerasan jalan. Penyiapan segmen-segmen yang dibutuhkan di lokasi pekerjaan dengan spesifikasi sesuai dengan ketentuan yang telah diperhitungkan. Segmen yang disiapkan antara lain joint panel, base panel dan duct panel. Segmen yang telah dibuat kemudian didistribusi ke lokasi pekerjaan. IV - 36
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
b. Tahap persiapan. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pembersihan, penyiapan dan pemadatan tanah pada rencana badan jalan. Setelah selesai, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan lapis perata yaitu ATBL dan sandsheet. Kualitas pelaksanaan lapis perata sangat menentukan keberhasilan kinerja perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sehingga diperlukan perhatian khusus. Akhir dari tahap persiapan ini adalah memasang polyethylene sheet (plastik membran) di atas sandsheet yang berfungsi untuk menetralkan friction dengan lapisan. c. Tahap pengaturan komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Pemasangan joint panel di atas polyethylene sheet merupakan awal dari kinerja satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan 7 (tujuh) buah base panel. d. Tahap stressing komponen perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Setelah joint panel dan base panel terpasang, langkah selanjutnya adalah pemasangan kabel yang dimasukkan dari joint panel menuju 7 (tujuh) base panel. Sebelum di stressing awal, sambungan antara joint panel dan base panel direkatkan dengan epoxy (sika), kemudian di stressing awal agar tiap segmen menjadi satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan. Setelah joint panel dan 7 (tujuh) base panel dirapatkan pemasangan duct panel dapat segera dilaksanakan dengan diawali perekatan epoxy disambungannya. Penarikan kabel arah memanjang (stressing) yaitu arah kanan dan kiri dari perkerasan jalan sehingga seluruh segmen yang telah dirapatkan pada awal tadi dapat bekerja sebagai satu sistem perkerasan jalan. Apabila penarikan telah dilaksanakan kegiatan berikutnya pemotongan kabel pada duct panel dan joint panel. e. Tahap grouting dan finishing. Tahap selanjutnya menutup seluruh lubang pada duct panel dan joint panel (grouting) angkur pada satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang telah dilaksanakan dan memotong sisa kabel IV - 37
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
yang masih ada. Tahap ini berfungsi agar pengguna jalan tidak mengalami kecelakaan pada saat melintas di permukaan jalan. f. Tahap pemasangan joint dan memulai segmen berikutnya. Satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan telah selesai, banyaknya sistem yang dibuat tergantung panjang pelaksanaan penanganan jalan. Apabila penanganan jalan melebihi dari satu sistem perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan, maka pemasangan dilatasi pada segmen joint panel terakhir perlu dilakukan, kemudian dapat dilaksanakan pemasangan base panel dan duct panel selanjutnya. Setelah segmen-segmen telah terpasang, kendaraan dapat segera melintasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan dengan lancar. 4.3.3. Analisa Biaya Konstruksi
Perhitungan analisa biaya konstruksi pekerjaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan mengacu pada metode penentuan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) standar Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dengan penyesuaian pada perhitungan biaya beton pracetak-pratekan dan harga satuan sesuai Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta edisi Januari 2008.
Analisa biaya konstruksi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang dibahas dalam tugas akhir ini pada biaya mata pembayaran konstruksi jalan dan konstruksi yang berhubungan beton pracetak-pratekan.
Daftar kuantitas dan harga mata pembayaran utama dan mata pembayaran yang berhubungan dengan konstruksi utama perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan adalah sebagai berikut :
IV - 38
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Tabel 4.3. Perkiraan Biaya Perkerasan Jalan Kaku Pracetak-Pratekan No. Mata Pembayaran
Uraian
2
1
Satuan
3
Perkiraan
Harga
Jumlah
Kuantitas
Satuan
Harga
(Rp.)
(Rp.)
5
6 =5 x4
4
DIVISI 7. STRUKTUR 7.1 (7)
Beton Mutu Sedang Dengan fc' = 20 Mpa (K-250)
M3
116,95
650.500,00
76.075.975,00
7.2 (9)
Pengadaan dan Pemasangan Unit Pracetak Panel Deck (2,4 x 8)m
M2
8.000,00
378.500,00
3.028.000.000,00
7.3 (1)
Baja Tulangan BJ 24
Kg
15.905,20
7.600,00
120.879.520,00
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi : 7
3.224.955.495,00
la…bla 4.3.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan yang digunakan adalah metode FDR (Full Depth Repairs) yaitu mengganti kehilangan tegangan pada perkerasan dan menempatkan perkerasan pengganti pada bagian yang rusak. Tahapan pemeliharaan metode FDR adalah sebagai berikut : Melaksanakan fabrikasi perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan sebagai pengganti perkerasan lama yang mengalami kerusakan.
Gambar 4.12. Fabrikasi perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti
IV - 39
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Gambar 4.13. Mengangkat perkerasan yang rusak dengan crane
Gambar 4.14. Menyiapkan lapis pondasi
Gambar 4.15. Pemotongan dan pembersihan pasir pada dowel
IV - 40
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
Gambar 4.16. Menyiapkan lapis perata
Gambar 4.17. Pemasangan perkerasan jalan pracetak-pratekan pengganti
IV - 41
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
4.4.
Perbandingan Teknis
Perbandingan teknis dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah sebagai berikut : Tabel 4.4. Perbandingan Teknis No
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Perkerasan Kaku PracetakPratekan
1.
2.
Dapat
digunakan Digunakan
hanya Digunakan pada jalan kelas
untuk semua tingkat pada jalan kelas tinggi
tinggi
dan
volume lalu lintas
pemilihan jalur alih
kesulitan
Sulit untuk bertahan Dapat lebih bertahan Dapat lebih bertahan pada terhadap
kondisi terhadap
drainase yang buruk
kondisi drainase buruk
drainase yang lebih buruk
3.
Umur rencana relatif Umur rencana dapat Umur pendek 5-10 tahun
4.
Kerusakan
mencapai 20 tahun
dapat
mencapai 20-30 tahun
tidak Jika terjadi kerusakan Kerusakan
merambat kebagian maka konstruksi yang lain, tersebut kecuali
rencana
kerusakan umumnya cepat
terutama terjadi
pada
dan hubungan antar panel.
perkerasan dalam waktu singkat
terendam air 5.
pelayanan Indeks
Indeks
yang terbaik hanya tetap pada
saat
pelayanan Indeks baik
pelayanan
tetap
hampir hampir selama umur rencana
selesai selama umur rencana
pelaksanaan konstruksi,
setelah
itu berkurang seiring dengan waktu dan frekuensi
lalu
lintasnya
IV - 42
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
No
Perkerasan Lentur
Perkerasan Kaku
Perkerasan Kaku PracetakPratekan
6.
Biaya pemeliharaan Biaya
pemeliharaan Biaya pemeliharaan relatif
dikeluarkan relatif tidak ada
yang mencapai
tidak ada
lebih
kurang dua kali lebih besar
daripada
perkerasan kaku 7.
Mutu produk tidak Mutu
produk
terjamin karena lebih terjamin
tidak Mutu produk terjamin dan karena percepatan
banyak lapisan dan pelaksanaannya langsung di lapangan
masing-masing
8.
pelaksanaan
waktu karena
dilaksanakan di pabrik dan di
penentuan
lapangan hanya pemasangan
kualitasnya berbeda.
panel.
ulang Agak
Pelapisan dapat
sulit
untuk Tidak
perlu
pelapisan
dilaksanakan menetapkan saat yang kembali dalam jangka waktu
pada semua tingkat tepat
untuk > 20 tahun
ketebalan perkerasan melakukan pelapisan yang diperlukan, dan ulang lebih
mudah
menentukan perkiraan
pelapisan
ulang. 9.
Tebal perkerasan:
Tebal Perkerasan:
•
Laston = 4 cm
•
•
Asphalt Treated
30 cm
Base (ATB) = •
Agregat Kelas B =
8 cm
20 cm
Agregat Kelas A •
Wet
= 25 cm
Concrete (WLC) =
Agregat Kelas B
10 cm
• •
Tebal Perkerasan:
Perkerasan Kaku ~ • •
Perkerasan kaku = 20 cm ATBL/sandsheet = 4 cm (variasi)
Lean
= 56 cm IV - 43
BAB IV – ANALISA PERENCANAAN DAN METODE PELAKSANAAN
4.5.
Perbandingan Biaya Konstruksi
Perbandingan biaya konstruksi dari ketiga jenis konstruksi di atas adalah sebagai berikut :
Tabel 4.5. Perbandingan Biaya
No 1 2 3
Pekerjaan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku Pracetak‐Pratekan
Biaya Perbandingan terhadap (Rp) biaya termahal (%) 3.013.719.333,33 80,73 3.732.920.000,00 3.224.955.495,00 86,4
IV - 44
BAB V –KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Analisa perkerasan jalan lentur didapat tebal perkerasan untuk lapis permukaan (surface course) = 12 cm, menggunakan Laston (lapis aspal beton) AC tebal 4 cm dan ATB (Asphalt Treated Base) tebal 8 cm. Untuk tebal lapis pondasi (Base course) = 25 cm menggunakan Agregat Kelas A. Dan tebal lapis pondasi bawah (Sub base course) = 56 cm menggunakan Agregat Kelas B. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan lentur membutuhkan anggaran sebesar Rp. 3.013.719.333,33.
Analisa perkerasan jalan kaku didapat tebal perkerasan untuk plat beton = 30 cm, lapis WLC (Wet Lean Concrete) tebal = 10 cm, dan lapis pondasi bawah (Sub base course) tebal = 20 cm. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan kaku membutuhkan anggaran sebesar Rp. 3.732.920.000,00.
Analisa perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan didapat tebal plat deck beton = 20 cm dan lapis perata permukaan ATBL/Sand sheet tebal = 4 cm. Analisa biaya konstruksi jalan baru pada mata pembayaran utama menggunakan perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan membutuhkan anggaran sebesar Rp. 3.224.955.495,00.
Perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan bukan sesuatu yang baru, hanya inovasi sederhana dengan memanfaatkan teknologi yang sudah lama dipakai pada struktur jembatan dan gedung. Perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan cocok digunakan pada ruas jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan/atau tidak ada jalur alih (rute detour). Disamping itu V- 1
BAB V –KESIMPULAN DAN SARAN
kualitas perkerasan jalan kaku pracetak-pratekan lebih tinggi daripada tipe lainnya, sehingga memperpanjang interval pemeliharaan, mengurangi life cycle cost, dan mengurangi user cost.
5.2.
Saran
Dari hasil pembahasan tugas akhir di atas, penulis menyimpulkan beberapa saran sebagai berikut : 1. Pada pelaksanaan di lapangan perlu koordinasi yang baik antara instansi terkait untuk penutupan lalu lintas terutama pada jalur lalu lintas padat sehingga pekerjaan tidak mengalami hambatan. 2. Perlunya peningkatan kualitas pelaksanaan lapis perata (ATBL dan Sandsheet) karena hal tersebut sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan. 3. Pada saat fabrikasi beton pracetak menggunakan cara steam curing untuk mempercepat produksi. 4. Metode pelaksanaan konstruksi harus dipersiapkan lebih baik untuk mempercepat pelaksanaan pekerjaan. 5. Harga bahan konstruksi selalu berubah-ubah terutama dampak krisis global yang melanda dunia saat ini, oleh sebab itu perlu dipertimbangkan dalam perencanaan anggaran biaya pembuatan jalan.
V- 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari Suryawan, Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement), Beta Offset, 2005. 2. Dewan Standarisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1989. 3. Direktorat Jenderal Bina Marga, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, 1996. 4. Luh M.Chang, Yu-Tzu Chen, Sangwook Lee, 2004, Using Precast Concrete Panels For Pavement Construction In Indiana, Joint Transportation Research Program No.C-36-46X,Perdue University. 5. Merrit, David K., B.F. Mc Cullough, N.H. Burns, A.K. Schindler. 2000, The Feasibility of Using Precast Concrete Panels to Expendite Highway Pavement Construction. Research Project 9-1517 Conducted for Texas Department of Transportation & U.S. Department of Transportation, Federal Highway Administration by Center for Transportation Research, Bureau of Engineering Research, The University of Texas at Austin. 6. Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya,Bandung: Jurusan Teknik Sipil POLBAN, 2000.
Lampiran 1. Lokasi Proyek
Lokasi Proyek
Sta 2+000
Sta 3+000
U
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Judul Tugas Akhir : PERENCANAAN PERKERASAN JALAN KAKU DENGAN BETON PRACETAK-PRATEKAN SEBAGAI ALTERNATIF PERCEPATAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN
Disusun Oleh : Nama
: Choirul Sholeh
Nomor Induk Mahasiswa
: 0110311-048
Jurusan / Program Studi
: Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada sidang sarjana : Tanggal :
September 2009
Dosen Pembimbing,
Ir. Alizar, MT
Ketua Sidang,
Ketua Program Studi Teknik Sipil,
Ir. Nunung Widyaningsih Dipl.Eng.
Ir. Mawardi Amin, MT