PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS DI KOTA SINTANG
ARTIKEL PENELITIAN
OLEH FUAD SETIADI NIM F11108023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS DI KOTA SINTANG ARTIKEL PENELITIAN
FUAD SETIADI NIM F11108023 Disetujui, Pembimbing Pertama
Pembimbing Kedua
Drs. H. Ahadi Sulissusiawan, M.Pd.
Drs. Firman Susilo, M.Hum.
NIP 195909161986021002
NIP 196903301992031001 Mengetahui,
Dekan
Ketua Jurusan PBS
Dr. Aswandi
Drs. H. Nanang Heryana, M.Pd.
NIP 195805131986031002
NIP 196107051988101001
PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM AKTA NOTARIS DI KOTA SINTANG Fuad Setiadi, Ahadi Sulissusiawan, Firman Susilo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya penggunaan bahasa Indonesia dalam bidang hukum, khususnya akta notaris. Akta notaris merupakan dokumen resmi negara yang wajib menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penyimpangan ejaan, pilihan kata, dan kalimat dalam akta notaris di Kota Sintang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Peneliti membatasi penelitian hanya pada tiga notaris berbeda yang mengeluarkan akta jual beli di Kota Sintang. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat 148 kesalahan penggunaan ejaan (penulisan huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca), 42 kesalahan penggunaan diksi (ketepatan diksi dan kesesuaian diksi), dan 23 kesalahan penggunaan kalimat (kesatuan gagasan, kepaduan atau koherensi yang kompak, dan kesejajaran atau paralelisme). Kata kunci: akta notaris, ejaan, diksi, kalimat Abstract: This research is motivated by the importance of the use of Indonesian in the field of law, especially the notary deed. Notarial deed is a legal document that states must use Indonesian. The purpose of this study is to describe the deviation spelling, word choice, and sentence deed Sintang City. This study uses descriptive qualitative research forms. Researchers limit research only on three different notary who issued the deed of sale in City Sintang. Based on the data analysis it can be concluded that in this study there were 148 use of spelling mistakes (writing capital letters and italics, spelling, and punctuation usage), 42 the use of diction errors (diction accuracy and appropriateness of diction), sentence usage and 23 errors (unity ideas, cohesion or coherence compact, and alignment or parallelism). Keywords: notarial deed, spelling, diction, sentence
S
etiap orang memiliki keterampilan berbahasa yang ada pada dirinya. Keterampilan tersebut bisa didapat secara alami atau melalui proses belajar. Menurut Nida dan Harris (dalam Tarigan, 1994:1) “Keterampilan berbahasa yang ada pada diri manusia adalah keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills)”. Keempat komponen keterampilan tersebut erat kaitannya dengan komunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun tulis. “Komunikasi lisan dan tulis sangat erat berhubungan karena sifat penggunaannya yang saling berkaitan dalam bahasa” (Tarigan, 1994:19).
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara dan digunakan sebagai bahasa resmi dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36. Oleh karena itu, produk-produk yang berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan wajib menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam ruang lingkup formal, perlu mendapat perhatian setiap pengguna bahasa. Masalah ejaan, pilihan kata atau diksi, dan kalimat merupakan hal mendasar dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik artinya bahwa bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh orang lain dan sesuai dengan situasi. Benar artinya bahwa bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hukum merupakan suatu bidang yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat. Hukum dalam masyarakat digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan telah dikukuhkan oleh pemerintah. Hukum juga sangat berkaitan erat dengan bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia yang tepat dalam produk-produk hukum menjadikan masyarakat mampu memahami dan menegakkan hukum tersebut. Hukum tidak akan mungkin dipatuhi oleh masyarakat jika menimbulkan multitafsir dan berakibat pada kesalahan dalam penggunaannya. Bahasa dalam hukum harus dipahami sebagai media pengantar manusia untuk memperoleh hak-hak hukumnya sehingga rasa keadilan dapat tercapai. Bahasa hukum merupakan suatu corak penggunaan bahasa yang digunakan dalam dunia hukum. Bahasa yang digunakan dalam hukum merupakan suatu bentuk penulisan yang berdasarkan suatu kebiasaan yang terus-menerus dipergunakan oleh orang yang berkecimpung dalam bidang hukum. Kenyataan yang terjadi saat ini terkadang bahasa hukum hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia hukum dan orang-orang awam hanya mengikut atau dengan kata lain seolah-olah mengerti. Padahal, bahasa yang digunakan dalam bidang hukum adalah bahasa Indonesia umum. Hadikusuma (2005:2) menyatakan bahwa “Bahasa hukum Indonesia adalah bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam bidang hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri”. Oleh karena itu, bahasa hukum Indonesia harus memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Satu di antara produk hukum yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah akta notaris. Akta notaris merupakan tanda bukti berisi pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang notaris. Notaris telah mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengeluarkan produk-produk hukum yang diperlukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, produk-produk hukum yang dikeluarkan oleh notaris sangat berkaitan dengan masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap produk-produk akta notaris merupakan suatu hal yang mutlak agar masyarakat memperoleh hak-hak hukumnya. Namun, selama ini perhatian terhadap bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang hukum, khususnya akta notaris, masih belum menjadi suatu prioritas. Notaris terkadang masih mempertahankan ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam gaya pengungkapannya. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam akta notaris memiliki ciri khas atau karakteristik tersendiri yang tampak dalam komposisi, peristilahan, dan gaya pengungkapannya. Namun, terlepas dari ciri khas dan karakteristiknya, bahasa Indonesia yang digunakan dalam akta notaris tetap terikat pada kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia umum. Bahasa notaris yang merupakan bagian dari bahasa Indonesia harus memiliki karakteristik bahasa Indonesia dan memenuhi syarat kaidah bahasa Indonesia. Bahasa notaris harus memenuhi syarat bahasa Indonesia yang baik
dan benar agar masyarakat yang memanfaatkan produk-produk akta notaris dapat memahami maksud dari produk-produk tersebut. Akta notaris merupakan dokumen resmi negara yang disahkan oleh notaris yang telah mendapat kuasa dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehakiman. Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pasal 43 berbunyi “Akta dibuat dalam bahasa Indonesia”. Penjelasan pasal 43 berbunyi “Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku”. Oleh karena itu, akta notaris wajib menggunakan bahasa Indonesia. Penelitian mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam akta notaris pernah dilakukan oleh Suhaemi (2009) yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Perbedaan mendasar adalah objek penelitian berupa akta notaris. Peneliti mengambil objek penelitian akta notaris di kota Sintang. Peneliti mengambil objek penelitian akta notaris yang sangat sering digunakan oleh masyarakat umum. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini menjadi rujukan masyarakat dalam memahami akta notaris yang sering digunakan dalam beberapa masalah hukum. Penelitan ini akan memfokuskan pembahasan mengenai penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan, pilihan kata atau diksi, dan kalimat dalam akta notaris. Ketiga hal ini sangat penting dalam ragam bahasa tulis di semua bidang kehidupan karena merupakan hal yang mendasar dalam penulisan dokumen-dokumen yang akan digunakan oleh masyarakat. METODE Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Alasan metode deskriptif dipilih dalam penelitian ini adalah akta notaris yang menjadi objek penelitian ini berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Hal ini didasarkan pada pendapat Moleong (2007:11) yang menyatakan bahwa “Dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka”. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya mengenai kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia meliputi ejaan, diksi atau pilihan kata, dan kalimat efektif di dalam akta notaris. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Alasan penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini adalah penelitian ini berupa analisis data dalam akta notaris. Penelitian kualitatif adalah bentuk penelitian dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian. Data yang berupa kata-kata dinyatakan dalam analisis berbentuk uraian dan dideskripsikan dengan apa adanya. Hal ini didasarkan pada pendapat Danim (2002:62) yang menyatakan bahwa “Data, perilaku, gambar, dan sebagainya hanya bermakna jika diberi tafsiran secara akurat oleh peneliti”. Sumber data dalam penelitian ini adalah notaris yang mengeluarkan produk akta notaris. Penelitian ini terfokus pada tiga notaris yang berbeda di Kota Sintang. Berdasarkan sumber data tersebut diperoleh tiga akta jual beli yang berbeda dari tiga notaris di Kota Sintang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesalahan penggunaan ejaan (penulisan huruf kapital, penulisan kata, dan pemakaian tanda
baca), pilihan kata atau diksi (ketepatan diksi dan kesesuaian diksi), kalimat (kesatuan gagasan, kepaduan atau koherensi yang kompak, dan kesejajaran atau paralelisme). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tidak langsung melalui studi dokumenter. Studi dokumenter dipilih pada penelitian ini karena data yang dikumpulkan bersumber dari dokumen resmi. Teknik studi dokumenter merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan. Data tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah akta-akta notaris yang merupakan objek dari penelitian. Berkaitan dengan teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini, alat pengumpul data utama yang digunakan adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Peneliti sendiri yang akan menganalisis dan menyimpulkan data-data penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data digunakan dalam penelitian ini agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian ini adalah ketekunan pengamatan dan triangulasi dengan penyidik (dosen pembimbing). Langkah teknik analisi data yang digunakan dalam penelitin ini sebagai berikut. (1) Menyajikan data berdasarkan aspek yang diteliti, yaitu penyimpangan ejaan, penyimpangan pilihan kata, dan kalimat. Pada bagian penyajian data, peneliti hanya menyajikan data yang berbeda bentuk kesalahan. Data yang memiliki kesamaan bentuk kesalahan tidak disajikan secara keseluruhan dan hanya mengambil sampel sebanyak dua data. (2) Setelah disajikan, data tersebut dianalisis sesuai dengan aspek yang diteliti. Analisis terhadap data mengacu pada pendapat ahli dalam buku rujukan yang sesuai dengan kesalahan. Hal ini menjadikan analisis kesalahan pada data lebih tepat dan mendalam. Data yang dianalisis sesuai dengan aspek yang diteliti, yaitu penyimpangan ejaan, penyimpangan pilihan kata, dan kalimat. (3) Setelah dianalisis, data yang telah dianalisis diperbaiki dengan bentuk yang tepat. Perbaikan terhadap data sesuai dengan sumber rujukan sehingga kesalahan pada data dapat diperbaiki dengan tepat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah tiga akta jual beli dari tiga notaris yang berbeda. Hasil analisis terhadap tiga akta jual beli dari tiga notaris di Kota Sintang menunjukkan adanya penyimpangan kaidah ejaan, pilihan kata atau diksi, dan kalimat sebanyak 213 kasus. Kesalahan penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan sebanyak 148 kasus. Kesalahan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan berupa penyimpangan penggunaan huruf kapital, kata depan di dan awalan di-, tanda koma, tanda titik, tanda petik, tanda titik dua, bentuk pun, gabungan kata, dan singkatan. Kesalahan penggunaan pilihan kata atau diksi sebanyak 42 kasus. Kesalahan penggunaan pilihan kata berupa penyimpangan ketepatan diksi dan penyimpangan kesesuaian diksi. Kesalahan penggunaan kalimat sebanyak 23 kasus. Kesalahan penggunaan kalimat berupa penyimpangan kesatuan gagasan, kepaduan atau koherensi yang kompak, dan kesejajaran. Pada bagian hasil dan pembahasan ini, setiap submasalah dari analisis dibatasi hanya satu contoh data.
Pembahasan 1. Analisis Penyimpangan Ejaan a. Penggunaan Huruf Kapital 1) Kesalahan penulisan huruf kapital terdapat pada penulisan nama orang. Misalnya: ...hadir dihadapan saya DODON ALMURY BARON JATAN.... (AJBDA:4) Penulisan nama orang pada kalimat di atas menunjukkan bahwa nama orang ditulis menggunakan huruf kapital secara keseluruhan. Hal ini tidak sesuai dengan kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut Finoza (2009:30) “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang”. Berdasarkan pendapat tersebut, penulisan huruf kapital pada unsur nama orang hanya pada huruf pertama dan tidak dipakai pada huruf selanjutnya. Selain itu, jika kalimat yang menggunakan huruf kapital hanya pada huruf pertama, penulisan nama di dalam kalimat tersebut tidak boleh menggunakan huruf kapital secara keseluruhan. Penggunaan huruf kapital pada penulisan nama hanya pada huruf pertama. Jadi, penulisan nama yang benar dari contoh di atas adalah Dodon Almury Baron Jatan. 2) Kesalahan penulisan huruf kapital juga terdapat pada penulisan bulan. Misalnya: bulan OKTOBER tahun 2001.... (AJBHS:100) Penulisan nama bulan pada kalimat di atas menggunakan huruf kapital secara keseluruhan. Menurut Finoza (2009:31) “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah”. Huruf kapital pada penulisan nama bulan hanya pada huruf pertama, sedangkan huruf lain tidak menggunakan huruf kapital. Selain itu, jika kalimat tidak ditulis dengan huruf kapital secara keseluruhan, penulisan nama bulan harus menyesuaikan pemakaian huruf pada kalimat. Jadi, penulisan bulan yang benar dari contoh di atas adalah Oktober. 3) Kesalahan penggunaan huruf kapital juga terdapat pada penulisan nama lembaga dan pengganti nama diri. Misalnya: Dalam hal demikian maka pihak pertama dengan ini memberikan kuasa penuh kepada Pihak Kedua.... (AJBJ:86) Kalimat di atas menunjukkan bahwa pengganti nama diri tidak menggunakan huruf kapital pada unsur awal kata, yakni pihak pertama. Menurut Finoza (2009:29) “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat”. Hal ini berarti huruf kapital pada penulisan pengganti nama diri dalam akta jual beli tersebut hanya dipakai pada huruf pertama pada awal kata. Pengganti nama diri tersebut ditafsirkan bahwa penyebutan tanpa nama mengacu pada nama orangnya, yakni penjual. Jadi, penulisan pengganti nama diri yang benar dari contoh di atas adalah Pihak Pertama. 4) Kesalahan penggunaan huruf kapital juga terdapat pada penulisan kata dalam kalimat. Misalnya: ...berwenang menandatangani Akta ini dan menjamin pula bahwa surat identitas tersebut adalah satu-satunya yang sah/tidak pernah dipalsukan.... (AJBDA:16)
Penggunaan huruf kapital pada kata Akta tidak memenuhi aturan kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Kata-kata di atas terletak di dalam kalimat sehingga tidak memenuhi kaidah pemakaian huruf kapital. Huruf awal pada kata Akta harus menggunakan huruf kecil. Jadi, penulisan yang benar dari kata-kata tersebut adalah akta. Selain sebagai unsur dalam kalimat yang tidak perlu menggunakan huruf kapital, kata Akta bukan merupakan nama dokumen resmi. Menurut Finoza (2009:32) “Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi”. Kata tersebut tidak diikuti oleh nama resmi dari dokumen tersebut sehingga penulisan huruf pertama dari kata tidak ditulis menggunakan huruf kapital. Jadi, penulisan huruf kapital pada awal kalimat yang benar adalah akta. b. Penggunaan Kata Depan di dan Awalan di1) Kesalahan penulisan kata depan di dan awalan diMisalnya: Demikianlah akta ini dibuat dihadapan para pihak.... (AJBJ:93) Biaya pembuatan akta ini uang saksi dan segala biaya peralihan hak ini di bayar oleh Pihak Kedua. (AJBJ:92) Bentuk di pada kata dihadapan merupakan kata depan atau preposisi. Menurut Finoza (2009:38) “Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada”. Hal ini berarti preposisi dan kata yang mengikutinya harus ditulis terpisah. Jadi, bentuk yang tepat adalah di hadapan. Bentuk di pada kata di bayar merupakan awalan, bukan preposisi atau kata depan. Penulisan di- yang merupakan awalan harus ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Menurut Finoza (2009:35) “Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya”. Penulisan yang tepat dari kata tersebut adalah dibayar. c. Penggunaan Tanda Koma 1) Kesalahan penggunaan tanda koma pada keterangan aposisi Misalnya: Pada hari ini, Kamis( ) tanggal 28 (dua puluh delapan) bulan Agustus.... (AJBJ:53) Keterangan aposisi pada kalimat di atas adalah kata Kamis. Keterangan aposisi tersebut tidak diapit oleh tanda koma sehingga data di atas masih tergolong salah dalam pemakaian tanda baca. Menurut Finoza (2009:58) “Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi”. Keterangan tambahan yang dimaksud adalah aposisi. Arifin dan Tasai (1988:74) juga menyatakan pendapat yang sama bahwa “Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi”. Oleh karena itu, tanda koma harus digunakan untuk mengapit keterangan aposisi dalam suatu kalimat. 2) Kesalahan penggunaan tanda koma pada pembatas unsur perincian yang terdiri atas tiga unsur atau lebih Misalnya: Biaya pembuatan akta ini, uang saksi( ) dan segala biaya peralihan hak ini dibayar oleh Pihak Kedua. (AJBJ:91)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa rinciannya terdiri atas tiga unsur. Kesalahan dari kalimat di atas adalah pada posisi sebelum perincian terakhir, tepatnya sebelum kata dan, tidak diberi tanda koma. Menurut Finoza (2009:56) “Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau bilangan”. Kalimat di atas memiliki tiga unsur perincian yang harus dipisahkan oleh tanda koma. Setiap perincian dalam suatu kalimat harus dipisahkan oleh tanda koma. 3) Kesalahan penggunaan tanda koma di depan penghubung intrakalimat dalam kalimat majemuk bertingkat Misalnya: ...menurut ketentuan Hukum dan Undang-Undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia(,) sehingga untuk melakukan perbuatan hukum disebut di bawah ini tidak memerlukan persetujuan hukum dari siapapun juga. (AJBDA:10) Tanda koma tidak dipakai pada kalimat yang klausanya dihubungkan oleh konjungtor subordinatif. Hal ini berlaku juga pada kalimat majemuk bertingkat yang klausanya dihubungkan oleh kata sehingga. Selain itu, kalimat di atas menunjukkan bahwa anak kalimat ditulis setelah induk kalimat. Finoza (2009:56) menyatakan bahwa “Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimat”. Oleh karena itu, tanda koma yang dipakai sebelum konjungtor subordinatif sehingga pada data di atas tidak perlu digunakan. 4) Kesalahan penggunaan tanda koma pada anak kalimat yang mendahului induk kalimat Misalnya: Menurut keterangan dan pengakuannya( ) penghadap sampai saat ini statusnya belum pernah menikah.... (AJBDA:8) Kalimat di atas menunjukkan bahwa anak kalimat mendahului induk kalimat. Klausa Menurut keterangan dan pengakuannya merupakan anak kalimat. Menurut Finoza (2009:56) “Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat”. Jadi, di antara kata pengakuannya dan penghadap harus dibubuhi tanda koma untuk memisahkan anak kalimat dan induk kalimat. d. Penggunaan Tanda Titik 1) Kesalahan penggunaan tanda titik pada penulisan mata uang Misalnya: Jual beli ini dilakukan dengan harga Rp(.) 60.000.000 (AJBDA:31) Kalimat di atas menunjukkan pemakaian tanda titik setelah penulisan mata uang. Menurut Arifin dan Tasai (1988:69) “Tanda titik tidak digunakan di belakang lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang”. Aturan penulisan mata uang ini berbeda dengan penulisan singkatan nama orang, gelar, jabatan, angkat, atau sapaan yang harus ditambahkan tanda titik pada bagian akhir. Jadi, tanda titik tidak perlu dipakai di belakang penulisan mata uang, yaitu Rp 60.000.000,00. 2) Kesalahan penggunaan tanda titik pada penulisan gelar yang diikuti nama orang Misalnya: YUS HERMAWAN PERMANA. SH (AJBHS:147) Kalimat di atas terdapat kesalahan penggunaan tanda titik yang memisahkan antara nama dengan gelar. Menurut Arifin dan Tasai (1988:68) “Tanda titik dipakai pada akhir singkatan, gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan”. Kalimat di atas
menunjukkan bahwa gelar seseorang terdiri atas beberapa kata yang disingkat. Setiap singkatan yang menunjukkan gelar harus diikuti oleh tanda titik. Gelar SH merupakan singkatan dari Sarjana Hukum harus diikuti oleh tanda titik pada setiap singkatannya menjadi S.H. Selain itu, tanda titik tidak boleh memisahkan gelar dan nama orang. Tanda yang tepat untuk memisahkan gelar dan nama orang adalah tanda koma. Jadi, penulisan yang benar adalah Yus Hermawan Permana, S.H. e. Penggunaan Tanda Petik 1) Kesalahan penggunaan tanda petik di dalam kalimat Misalnya: (“)Selaku penjual untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA(”). (AJBDA:21) Pemakaian tanda petik pada kalimat di atas tidak tepat karena kata-kata yang diapit oleh tanda petik tersebut merupakan kalimat. Pemakaian tanda petik yang mengapit kalimat secara keseluruhan tidak terdapat dalam kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jadi, tanda petik yang mengapit kalimat pada data di atas harus dihilangkan. 2) Kesalahan penggunaan tanda petik pada penulisan nama lembaga resmi Misalnya: ...Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Pegawai Negeri (“)BINA AKCAYA(”).... (AJBHS:119) Pemakaian tanda petik untuk mengapit nama lembaga resmi seperti data di atas tidak tepat. Menurut Arifin dan Tasai (1988:77) “Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau yang kurang dikenal”. Jadi, penulisan nama lembaga tidak diapit oleh tanda petik. f. Penggunaan Tanda Titik Dua 1) Misalnya: Jual beli ini meliputi pula(:) Segala sesuatu baik yang sekarang atau di kemudian hari dibangun dan ditanam.... (AJBDA:26) Pemakaian tanda titik dua pada kalimat di atas tidak memenuhi aturan kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Pemakaian tanda titik dua tersebut menyalahi kaidah karena tanda titik dua tidak digunakan setelah predikat. Tanda titik dua tidak digunakan dalam kalimat, kecuali sesuai dengan aturan kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan di atas. Selain itu, kalimat di atas tidak mengandung pemerian sehingga tidak perlu menggunakan tanda titik dua. g. Penulisan Bentuk pun Misalnya: ...bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun. (AJBJ:83) Kata apapun pada kalimat di atas bermakna saja atau juga. Namun, penulisan partikel pun pada data di atas tidak sesuai dengan aturan kaidah Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut Finoza (2009:39) “Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya”. Jadi, penulisan yang benar adalah apa pun. h. Penulisan Gabungan Kata Misalnya: ...pihak pertama mengalihkan obyek jual beli tersebut kepada pihak lain dengan dibebaskan pertanggung jawaban sebagai kuasa.... (AJBJ:88) Kata pertanggung jawaban pada kalimat di atas terbentuk dari gabungan bentuk dasar tanggung jawab dan imbuhan per-an. Menurut Finoza (2009:35)
“Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai”. Jadi, penulisan yang benar adalah pertanggungjawaban. i. Penggunaan Singkatan Misalnya: Berkantor di Jl. Lintas Melawi, (AJBHS:105) Penulisan kalimat di atas tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam akta notaris karena kata Jalan disingkat menjadi Jl. Hal ini tidak sesuai dengan aturan dalam akta notaris karena membuktikan bahwa apa yang dibaca atau diucapkan lebih daripada apa yang tertulis. Singkatan-singkatan dalam akta notaris dilarang untuk menghindari ketidaksesuaian yang dibaca dengan yang ditulis. Selain itu, akta notaris merupakan dokumen resmi negara sehingga harus ditulis dengan resmi dan tepat. Jadi, penulisan yang benar adalah Jalan. 2. Analisis Penyimpangan Pilihan Kata atau Diksi a. Ketepatan Pilihan Kata 1) Penggunaan kata yang memiliki kemiripan makna Misalnya: ...sehingga untuk melakukan perbuatan hukum disebut dibawah ini tidak memerlukan persetujuan dari siapapun juga. (AJBDA:149) Kata pun dan juga pada kata siapapun juga mempunyai makna yang sama, yaitu bermakna juga. Jika dua kata yang bersinonim atau memiliki makna yang sama dipakai dalam satu kalimat, hal itu menyebabkan kerancuan dan pemborosan dalam pemakaian kata. Artinya, jika kata pun sudah digunakan, kata juga tidak perlu lagi digunakan. Jadi, penulisan yang benar adalah siapa pun. 2) Penggunaan kata yang berlebihan Misalnya: Mulai hari ini obyek jual beli yang diuraikan dalam akta ini telah menjadi milik Pihak Kedua dan karenanya segala keuntungan yang didapat dari, dan segala kerugian/beban atas obyek jual beli tersebut di atas menjadi hak/beban Pihak Kedua. (AJBJ:170) Kata karenanya pada kalimat di atas menyatakan bahwa unsur setelah kata tersebut menunjukkan hubungan sebab akibat dari unsur sebelumnya. Kata karenanya dalam konteks kalimat ini tidak tepat digunakan karena berlebihan dan dapat menimbulkan kerancuan makna. Kata dari, dan juga tidak tepat digunakan dalam kalimat di atas. Kata tersebut lebih tepat diganti dengan kata atau. 3) Penggunaan kata penghubung Misalnya: ...menurut sifat, tujuan,( ) peruntukannya atau menurut ketentuanketentuan hukum yang berlaku dipandang sebagai barang tidak bergerak. (AJBDA:151) Kalimat di atas terdapat kata yang berkedudukan setara, yaitu sifat, tujuan, dan peruntukannya. Jika memiliki kedudukan setara, kata-kata tersebut harus memiliki penghubung satuan bahasa yang setara. Kata penghubung setara yang tepat digunakan dalam kalimat di atas adalah dan. Kata dan diletakkan di antara kata tujuan dan peruntukannya.
b. Kesesuaian Pilihan Kata 1) Kesalahan konteks kalimat Misalnya: Dalam hal demikian, maka pihak pertama dengan ini memberi kuasa penuh kepada pihak kedua, kuasa mana tidak dapat ditarik kembali.... (AJBJ:176) Kalimat di atas bukan merupakan kalimat tanya. Namun, dalam kalimat tersebut terdapat kata mana yang merupakan kata tanya. Kata mana berarti kata tanya untuk menanyakan benda dalam kumpulan atau kelompok; menyatakan pilihan atau pemisahan kelompok. Kata mana sebaiknya diganti dengan kata yang sesuai dengan konteks kalimat. Kata mana dapat diganti dengan kata yang. 2) Kesalahan penggunaan pasangan kata Misalnya: ...segala sesuatu baik yang sekarang atau dikemudian hari dibangun dan ditanam terdapat diatas tanah tersebut.... (AJBJ:165) Pasangan kata pada kalimat di atas adalah baik ... atau .... Pemakaian kata tersebut tidak sesuai dengan pasangannya. Berkaitan dengan pasangan kata, Alwi (2003:298) menyatakan bahwa “Konjungtor korelatif adalah konjungtor yang menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama”. Hal ini berarti konjungtor korelasi terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan. Pasangan dari kata baik adalah maupun. 3) Penggunaan kata tidak baku Misalnya: Jual beli ini meliputi pula rumah sangat sederhana type 36 (AJBHS:181) Kata type merupakan kata yang tidak baku dalam bahasa Indonesia. Katakata tersebut harus diubah menjadi kata baku sehingga kalimat di atas menjadi tepat. Pedoman kata baku dapat dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau Kamus Kata Baku Bahasa Indonesia. Bentuk baku dari type adalah tipe. 3. Analisis Penyimpangan Kalimat a. Kesatuan Gagasan 1) Penulisan kalimat yang tidak memiliki subjek Misalnya: Pada hari ini, Rabu tanggal 25 (dua puluh lima) bulan Januari tahun 2012 (Dua ribu dua belas) (...) hadir di hadapan saya DODON ALMURY JATAN, Sarjana Hukum. (AJBDA:191) Fungsi yang terdapat dalam kalimat di atas adalah keterangan, predikat, dan keterangan. Kalimat di atas tidak memiliki subjek. Agar kalimat di atas menjadi kalimat yang baik, subjek harus dimunculkan dalam kalimat ini. Subjek yang tepat untuk kalimat di atas adalah seseorang. 2) Penggunaan kata yang sebelum predikat Misalnya: Tuan SALIMAN, Sarjana Ekonomi dikenal juga Tuan SALIMAN tersebut yang berwenang menandatangani Akta ini dan menjamin pula bahwa surat identitas tersebut adalah satu-satunya yang sah/tidak pernah dipalsukan dan tidak pernah dibuat duplikatnya atau salinannya oleh instansi yang berwenang atas permintaannya. (AJBDA:193) Unsur kalimat yang berfungsi sebagai predikat adalah yang berwenang menandatangani. Kalimat tersebut tidak memenuhi syarat keefektifan kalimat
karena predikat didahului oleh kata yang. Menurut Arifin dan Tasai (1988:113) “Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang”. Jadi, kata yang sebelum predikat harus dihilangkan. b. Kepaduan atau Koherensi yang Kompak Misalnya: Jika pendaftaran peralihan haknya ditolak instansi Kantor Pertanahan Sintang, maka Jual Beli ini dianggap tidak pernah dilangsungkan. (AJBJ:205) Kata penghubung yang digunakan pada kalimat di atas adalah kata jika dan maka. Kalimat-kalimat di atas merupakan kalimat majemuk yang tidak efektif karena di dalamnya tidak terdapat induk kalimat. Kalimat yang unsurnya didahului oleh kata penghubung merupakan anak kalimat. Kata jika dan maka lazimnya menandai anak kalimat. Agar susunan kalimatnya menjadi benar dan efektif, satu di antara dua penghubung tersebut harus dihilangkan. Misalnya, dengan menghilangkan kata maka, kalimat di atas akan menjadi lebih efektif dan sesuai dengan kaidah penyusunan kalimat karena kalimat yang dihilangkan kata penghubungnya dapat menjadi induk kalimat. c. Kesejajaran Misalnya: Biaya pembuatan akta ini, uang saksi dan segala biaya peralihan hak ini dibayar oleh PIHAK KEDUA. (AJBDA:200) Kalimat di atas memiliki tiga unsur, yaitu biaya pembuatan akta, uang saksi, dan biaya peralihan hak. Unsur yang tidak sejajar atau paralel dengan unsur lain, yakni uang saksi. Unsur tersebut tidak sama bentuknya dengan unsur lain, yaitu biaya pembuatan akta dan biaya peralihan hak. Kata uang saksi dapat diganti dengan biaya pembayaran saksi. Selain itu, di antara kata uang saksi dan kata dan segala biaya harus dibubuhi tanda koma. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap data penggunaan bahasa Indonesia dalam akta yang dikeluarkan oleh notaris di Kota Sintang, ditemukan adanya penyimpangan kaidah ejaan, pilihan kata dan diksi, dan kalimat. Penyimpangan tersebut diuraikan sebagai berikut. (1) Masih ditemukan kesalahan penggunaan Ejaan bahasa Indonesia yang Disempurnakan berupa penggunaan huruf kapital, kata depan di dan awalan di-, tanda koma, tanda titik, tanda petik, titik dua, bentuk pun, gabungan kata, dan singkatan. (2) Masih ditemukan kesalahan penggunaan diksi atau pilihan kata berupa penyimpangan ketepatan diksi (penggunaan kata yang yang mempunyai kemiripan fungsi dan makna, penggunaan kata yang berlebihan, dan penggunaan kata tanpa penghubung), dan kesesuaian diksi (penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat, penggunaan kata yang tidak sesuai dengan pasangannya, dan penggunaan kata tidak baku). (3) Masih ditemukan kesalahan penggunaan kalimat berupa kesatuan gagasan (kalimat yang tidak memiliki subjek, penggunaan kata yang sebelum predikat, dan kalimat yang terlalu panjang), kepaduan atau koherensi yang baik dan kompak, dan kesejajaran.
Saran Beberapa saran yang perlu dikemukakan adalah kepada pihak notaris yang mengeluarkan produk akta jual beli dapat memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada akta. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan wawasan mengenai penggunaan bahasa Indonesia sehingga notaris lebih kritis dalam penggunaan bahasa Indonesia tersebut. Selain itu, semua pihak yang bekerja dalam ruang lingkup hukum, khususnya pihak yang bekerja pada kantor notaris, juga dapat meningkatkan wawasan mengenai penggunaan bahasa Indonesia agar dapat diterapkan dalam pekerjaannya yang ada pada ruang lingkup resmi dan berhubungan dengan masyarakat. DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan,dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 1988. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa. Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Finoza, Lamudin. 2009. Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia. Hadikusuma, Hilman. 2005. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT Alumni. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.