PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN (P3) DAN KEDUDUKAN KONSULTASI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA* Yakub Adi Krisante ABSTRAK
Establishment of the Business Competition Act, particularly those governing the merger, consolidation and acquisition give birth to a legal vacuum. Notification system adopted pursuant to Article 29 paragraph (2) Competition Act, namely post notification. Competition Act further mandates the setting of the merger, consolidation and acquisition through government regulation. 10 years required for the issuance of the aforementioned, and prior to any government regulation of Article 29 paragraph (2) Competition Act became lex imperfecta. The provisions on merger, consolidation and takeovers can not be applied, so that many of the alleged violation of monopolistic practices and unfair competition can not be assessed under these provisions. This paper is about to review the authorization merger, consolidation and takeover business entity in which the rules and regulations perudang be one issue of the notification system adopted in the competition law in Indonesia. Authorization is still a problem despite the normative level rise of government regulation on merger, consolidation and takeovers.
PENDAHULUAN Istilah Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (selanjutnya disebut dengan P3) dikenal dalam khazanah hukum Indonesia sebagai terjemahan dari Merger and Acquisition) Hukum mengenai P3 tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan hukum perusahaan di Indonesia. Hukum •
Perusahaan yang semula diatur dalam KUHPerdata, dan secara khusus KUHD mengalami pembaharuan (modernisasi) pada UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur kewajiban perusahaan yang melakukan penawaran umum. 2
P3 adalah kependekan dari Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.
•• Penulis adalah dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. ' Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,TInjouan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 61. Bandingkan dengan Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 — 1 — Tahun 2008, hal. 40-49.
2 Lihat Bagian Umum Penjelasan UU No. 8 Tahun 1995.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I
61
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
Pengaturan P3 sudah dikenal sebelum
kekuatan ekonomi dan/atau persaingan
diundanglcan UU No. 1 Tahun 1995 tentang
curang [2] P3 PT Perbankan untuk
Perseroan Terbatas (PT). P3 yang terjadi
mendorong terbentuknya system
dalam hukum perbankan lebih maju
perbankan yang sehat, efisien dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.4 Awal kesadaran pembentuk peraturan
dibandingkan dengan pengaturannya untuk PT non perbankan. Pasal 28 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa "merger dan konsoliclasi
perundang-undangan dalam mengatur P3
antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia." Pengaturan P3 untuk Perseroan Terbatas non perbankan mengalami akselerasi pada tahun 1998 dengan dikeluarkannya PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
yang didasarkan untuk mencegah persaingan curang (unfair competition) ditemukan pada UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 104 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sudahmengatur mengenai P3 yang hams memperhatikan persaingan sehat. Dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1999 dengan tegas
sebagai peraturan pelaksana UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Peraturan tersebut 1 (satu)tahun lebih dulu dibandingkan dengan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan
menyatakan bahwa P3 harus dicegah kemungkinan terjadinya monopoli, atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat. Kesadaran anti persaingan curang sudah dengan tegas diatur namun pengaturannya masih belum
Akuisisi Bank. Dan perkembangan hukum P3 diatas yang menarik untuk dicermati adalah pertama, penggunaan istilah yang `berbeda' yaitu merger, konsolidasi dan akuisisi untuk PT Perbankan dan P3 untuk PT non Perbankan. Kedua, bahwa kedua pengaturan tentang P3 yang dikeluarkan pada tahun 1998/1999 memiliki latar belakang yang berbeda yaitu [1] P3 PT non Perbankan untuk mencegah pemusatan
spesifik, dan membutuhkan waktu 3 (tiga) tahun menunggu terbitnya peraturan pelaksanan dari Bab VII UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroang Terbatas.5 PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas yang menjadi peraturan pelaksana dan Pasal Bab VII UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan pemahaman
Penjelasan PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Penjelasan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Pengaturan dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas masih terbatas pada prosedur atau tata cara P3 yang sifatnya umum.
62 I
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultosi Hukum Persaingan Usaha
komprehensifmengenai pengaturan P3.6 Peluang untuk mengajukan perhatian
No. 7 Tahun 1992 dengan UU No. 10
terhadap dipenuhinya kepentingan
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.
persaingan sehat dalam melakukan usaha berada pada tahapan pengajuan keberatan terhadap P3. Keberatan itupun hanya dapat
7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan), P3 wajib mendapat ijin
dilakukan oleh kreditor PT yang melakukan
Pimpinan Bank Indonesia.
P3 paling lambat 30 (tiga puluh harp
Pengesahan atas pelaksanaan P3 patut dikaj i, khususnya apabila dikaitkan dengan ketentuan dalam UU Persaingan Usaha.
sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).7 Ketentuan untuk memperhatikan persaingan sehat dalam melakukan P3 belum diejawantahkan sedemikian rupa bagaimana persaingan sehat dalam konteks P3. Demikian pula pengaturan P3 Bank, terdapat aturan untuk memperhatikan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bank namun tidak
Indonesia.' Kedua, pasca perubahan UU
Untuk meng-kaji permasalahan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu pertama, sebelum diundangkannya UU Persaingan Usaha. Kedua, setelah diundangkannya UU Per-saingan Usaha dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketiga, setelah diundangkannya PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopolli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengesahan
cukup diejawantahkan dalam pasalpasalnya. Yang menarik mengenai P3 pasca UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT dan sebelum UU Persaingan Usaha adalah lembaga apakah yang berwenang untuk mengawasi kepatuhan terhadap persaingan sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di bidang perbankan pengawasan atas (kepatuhan) melak-
badan usaha pasca UU Persaingan Usaha mengalami kompleksitas berkaitan dengan ketentuan yang mengatur tentang kewajiban pemberitahuan (notification) kepada KPPU atas pelaksanaan P3.9 Kompleksitas
sanakan P3 mengalami perkembangan yaitu
tersebut berkaitan dengan 2 (dua) hal,
pertama, pada saat berlakunya UU No. 7
pertama, sejak kapan badan usaha hasil P3 memperoleh pengesahan? Kedua, penentuan pengesahan tersebut melibatkan 3 (tiga) peraturan perundang-undangan yaitu
Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa P3 wajib mendapatkan izin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank
PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas pengaturannya hanya memilah tata cara P3 secara terpisah. Pasal 33 PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseoran Terbatas 9 Pasal 28 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan. 9 Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan Usaha. 6
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I
63
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU PersainganUsahadanPPNo. 57 Tahun 2010.
atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan membubarkan Bank-bank tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu. '3 Akuisisi adalahpengambilalihankepemilikan
P3 sebelum diundangkannya UU Persaingan Usaha.
suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank. '4 Dalam
Pada awal pengaturan P3 dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, istilah
pengaturannya terdapat hal menaik yang
yang digunakan adalah merger, konsolidasi dan akuisisi. Istilah tersebut belum didefinisikan oleh pembentuk undangundang, dan menyerahkan pengaturannya dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan
penggunaan istilah merger, konsolidasi dan akuisisi bank dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Padahal antara waktu pengundangan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan PP No. 28
P3 untuk badan usaha bank dilakukan sebagai upaya penyelamatan bank dan kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha.10 Otoritas yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan P3 bukan Bank Indonesia melainkan Menteri Keuangan, meskipun kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan Bank dimiliki oleh Bank Indonesia."
Tahun 1999 lahir UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas yang menggunakan istilah penggabungan, peleburan dan pengam-bilalihan. Kedua, terdapat perubahan mekanisme pihak yang memiliki kewenangan pemberian ij in dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan PP No. 28 Tahun 1999. Pada UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kewenangan
Definisi P3 baru muncul di PP No. 28
memberikan ijin melakukan P3 berada
Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan
ditangan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan dari Bank Indonesia. Sedangkan dalam PP No. 28 Tahun 1999 lembaga yang mempunyai
berdirinya salah satu Bank dan
kewenangan memberikan ijin P3 yaitu
membubarkan Bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.12 Konsolidasi
Pimpinan Bank Indonesia. Perubahan tersebut menjadi bentuk pelampauan
adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank
pengaturan dari sebuah produk peraturan
dapat dikemukakan,pertama, konsistensi
Pasal 37 ayat (2) huruf a angka 4 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 11
14
Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 1 angka 2 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Pasal 1 angka 3 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
64 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
perundang-undangan yang peraturan utamanya berada di UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pelampuan norma pemberian ijin P3 yang oleh undang-undang
Mengacu pada waktu pengundangan tersebut maka PP No. 28 Tahun 1999 yang mengatur pelampauan norma merupakan bentuk antisipasi terbitnya UU No. 23
diamanatkan ke Menteri Keuangan (setelah
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. ''
mendengar pertimbangan BI), namun oleh peraturan yang lebih rendah diubah menjadi kewenangan Pimpinan Bank Indonesia. Telah terjadi perubahan norma tugas
Dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan mengawasi Bank.
pokok Bank Indonesia yang semula diatur dalam UU No. 13 Tahun 1968 tentang
Salah satu bentuk pelaksanaan tugas
Bank Indonesia kemudian pada tahun 1999 diundangkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pada UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai 2 (dua) tugas pokok yaitu mengatur, mengatur dan memelihara kestabilan nilai Rupiah dan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan sena memperluas kesempatan kerj a, guna meningkatkan taraf hidup rakyat.15 Tugas pokok tersebut tidak secara tegas menempatkan tugas untuk mengawasi perbankan. Namun dalam perincian tugasnya terdapat ketentuan yang mengatur tentang pengawasan bank yang berkaitan dengan urusan kredit.'6 Dalam hal demilcian pelampuan norma dilakukan untuk menjaga konsistensi pengaturan tentang pengawasan bank yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia.
mengatur dan mengawasi bank adalah berkaitan dengan perizinan kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank.'8 Perizinan kelembagaan yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan P3 adalah memberikan persetujuan atas kepemilikan (dan kepengurusan) bank. Salah satu akibat P3 adalah perubahan struktur kepemilikan bank. Struktur kepemilikan inilah yang menjadi perhatian dalam pengaturan P3 di Pasal 104 ayat (1) hurufb UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 5 PP No. 28 Tahun 1999, khususnya mengenai persaingan sehat dalam melakukan usaha. PP No. 28 Tahun 1999 mengatur mengenai mekanisme dan pihak yang mempunyai kewenangan pengesahan hasil P3. Mekanisme dan pihak yang mempunyai kewenangan terdapat karakteristik antara merger (penggabungan), konsolidasi
15
Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. Pasal 29 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. 17 Konsistensi pengawasan bank yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia nampak dari waktu pengundangan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu bahwa pengundangan UU tersebut selisih 10 hari dari penerbitan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. PP tersebut diterbitkan pada tanggal 7 Mei 1999, sedangkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999. 18 Pasal 24 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 16
Jurnal Hukum PRIOIUS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
I 65
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
(peleburan), danpengambilalihan (akuisisi).
memperoleh tembusan ijin penggabungan dari Bank Indonesia. Kedua, Direksi basil peleburan
Pembahasan mengenai mekanisme dan pihak yang mempunyai kewenangan pengesahan dilakukan setelah tahap proses P3 internal Bank selesai dilakukan yaitu
(konsolidasi) mengajukan permohonan persetujuanAkta Pendirian hasil peleburan
diperolelmya persetujuan Rapat Umum
(konsolidasi) kepada Menkumham dengan
Pemegang Saham (RUPS). Pertama, untuk penggabungan terdapat perbedaan mekanisme yang berkaitan apabila penggabungan tidak mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar dan terjadinya perubahan Anggaran Dasar hasil penggabungan.
tembusan kepada Bank Indonesia. Terdapat perbedaan mekanisme pengesahan antara peleburan konsolidasi dengan penggabungan (merger), khususnya penggabungan yang tidak mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar yaitu pengesahan dilakukan dengan mengajukan permohonan ijin penggabungan kepada
Penggabungan yang tidak mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar mekanismenya adalah direksi masingmasing Bank yang melakukan penggabungan bersama-sama mengajukan permohonan ijin penggabungan kepada Bank Indonesia dengan tembusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham). '9
Bank Indonesia pada penggabungan pengajuan Anggaran Dasar dengan tembusan Menkumham. Namun terjadi kesamaan apabila dibandingkan dengan penggabungan yang mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar yaitu permohonan persetujuan perubahan
Permohonan ijin penggabungan diajukan dengan melampirkan Akta Perubahan Anggaran Dasar danAkta Penggabungan. Dalam hal penggabungan mengakibatkan
Anggaran Dasar kepada Menkumham, dan persetujuan Menkumham dilakukan setelah memperoleh tembusan ijin penggabungan dari Bank Indonesia.
perubahan Anggaran Dasar hasil penggabungan maka bersamaan dengan pengajuan permohonan ijin penggabungan ke Bank Indonesia, Direksi Bank basil
Perbedaan mekanisme pengesahan antara peleburan (konsolidasi) dengan penggabungan (merger) yang tidak mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar
penggabungan mengajukan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar kepada Menkunham. Persetujuan Menkumham terhadap perubahanAnggaran Dasar basil penggabungan dilakukan setelah
dan terjadi kesamaan mekanisme pengesahan antara peleburan (konsolidasi) dengan penggabungan (merger) yang mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar disebabkan oleh konsekuensi yuridis dari
Dalam PP tersebut masih menggunakan istilah Menteri Kehakiman
66 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
hasil peleburan atau penggabungannya.
mengajukan permohonan persetujuan
Bank hasil peleburan dan penggabungan adalah badan usaha baru dengan
perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri Kehakiman.
perbedaan kriteria baru. Pada
Terdapat dualisme berjenjang
penggabungan yang mengakibatkan perubahaan Anggaran Dasar meskipun Bank yang bertahan adalah badan usaha yang lama, namun dengan adanya perubahan Anggaran Dasar maka Bank tersebut memiliki struktur kepemilikan yang
pengesahan dalam hal P3 yaitu Bank Indonesia dan pengesahan perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Menkumham. Dualisme berjenjang dimaksud bahwa pengesahan akan dilakukan dengan mengajukan permohonan ijin kepada Bank
baru dalam hal pemegang saham yang
Indonesia, dan apabila terdapat perubahan
mengambil bagian saham. Berdasarkan
Anggaran Dasar maka wajib mengajukan
Pasal 15 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1994 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa perubahan Anggaran Dasar hares mendapatkan persetujuan Menkumham
permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar kepada Menkumham. Permohonan ijin kepada Bank Indonesia berkaitan dengan ketentuan yang berlaku
dan didaflarkan dalam Daflar Perusahaan. Ketiga, ketentuan mengenai mekanisme pengesahan pada pengambilalihan (akuisisi) mengacu pada ketentuan yang mengatur tentang merger. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank, maka yang terjadi adalah perubahan struktur
dalam UU Perbankan. Terdapat 2 (dua) jenis permohonan ijin usaha bank yaitu pertama, permohonan pasca berlakunya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kedua, permohonan pasca berlakukanya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Perbedaan dan dua jenis permohonan ijin adalah pada pasca berlakunya UU No. 7
kepemilikan dalam hal pemegang saham
Tahun 1992 tentang Perbankan, ijin usaha
yang berbeda dan hasil pengambilalihan
diberikan oleh Menteri Keuangan setelah
(akuisisi). Ketika terjadi perubahan struktur kepemilikan maka terjadi perubahan Anggaran Dasar dan Bank yang diambil alih. Sehingga bersamaan dengan permohonan izin pengajuan pengambilalihan kepada Bank Indonesia, Direksi Bank basil pengambilan
mendengar pertimbangan Bank Indones.a.20 i Sedangkan pasca berlakukan UU No. 10 Tahun 1998, ijin usaha berada dibawah kewenangan Bank Indonesia. Berbeda halnya dengan pengaturan P3 bagi Bank yang diatur dalam PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi
° Pasal 16 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
2
Jurnal Hukum PRIORI'S, Vol . 3 No. 1, Tabun 2012
I 67
Yokub Adi Kristonto - Pengesohon Pelaksonoon Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
danAkuisisi Bank yang menggunakan istilah
Pengambilalihan Perseroan Terbatas digunakan istilah Penggabungan, Peleburan
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, pada PP No. 27 Tahun 1998 tentang Pengga-bungan, Peleburan dan
dan Pengam-bilalihan.
Tabel 1 Perbandingan Definisi P3 antara PP No. 28 Tahun 1999 dengan PP No. 27 Tahun 1998
PP No. 28 Tahun 1999
PP No. 27 Tahun 1998
Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Bank dan membubarkan Bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan membubarkan Bank-bank tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu.
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank.
oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan masing-masing perseroan meleburkan diri menjadi bubar. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Perbandingan istilah P3 dari dua Peraturan Pemerintah tidak menunjukkan perbedaan yang substansial dalam memberikantaktifterhadap P3. Penegasan dilakukan dalam PP No. 27 Tahun 1998
untuk melakukan pengesahan badan hukum baru kepada pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan. Penegasan lain yang terdapat pada PP No. 27 Tahun 1998 adalah waktu
dengan menyatakan bahwa P3 merupakan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap tindakan yang menimbulkan akibat hukum, yaitu hak dankewajiban bagi pihak yang melakukan perbuatan tersebut. P3 sebagai perbuatan hukum menicsyakan lahirnya akibat hukum. Salah satu akibat hukumnya adalah minimal terjadi perubahan struktur kepemilikan (pemegang) saham, dan maksimal yaitu terdapat kewajiban
keberlakuan badan hukum pasca dilakukan P3. Pada PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank tidak dengan tegas menyatakan kapan keberlakuan badan hukum pasca P3. Pada pengaturan P3 untuk Perseroan Terbatas, Misalnya dalam hal dilakukanpenggabungan ataupengarnbilalihanapabilapenggabungan mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar maka penggabungan mulai berlaku sejak
68
Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
tanggal persetujuan perubahan Anggaran
Berita Negara Republik Indonesia, setelah
Dasar oleh Menteri Hukum dan HAM.21
mendapat pengesahan Menkumham. Pengesahan untuk (dimulainya) keberlakuan
Persetujuan Menkumham yang mengakibatkan keberlakuan penggabungan dilakukan apabila direksi perseroan yang akan menerima penggabungan waj ib mengajukan permohonan akta perubahan
perseroan hasil peleburan terjadi pada saat Menkumham memberikan pengesahan atas permohonan Akta Pendirian. Pengesahan P3 bagi PT pasca berlakunya UU No. 1 Tahun 1995 jo PP
Anggaran Dasar kepada Menkumham. Akibat hukum penggabungan tidak hanya
No. 27 Tahun 1998 dilakukan oleh
selesai pada saat terbitnya persetujuan Menkumham, melainkan terdapat
Menkumham. Kewenangan ini dimiliki sebagai bagian dari amanat UU No. 1 Tahun
kewajiban untuk mendaftarkan dalam
1995 tentang Perseroan Terbatas yang
Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan BeritaNegara Republik Indonesia.22 Terdapat istilah yang berbeda dengan
menempatkan Menkumham sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengesahan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (6) jo Pasal 9 ayat (1) UU
penggabungan atau pengambilalihan, untuk
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
peleburandigunakanistilahpengesahan bagi perseroan terbatas dari hasil peleburan mempunyai daya keberlakuan.23 Persetujuan (penggabungan/pengam-
Terbatas. Perusahaan memperoleh pengesahan dan Menkumham dan berstatus sebagai Badan Hukum setelah mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian Perseroan yang memuat Anggaran Dasar. Perbedaan dengan Bank dalam hal pengesahan P3 adalah terkait dengan ketentuan mengenai kewenangan mengeluarkan ij in usaha Bank yang berada
bilalihan) dan pengesahan (peleburan Menkumham merupakan bagian dari pengesahanhasil P3 yang harus dilalui oleh badan usaha dari hasil P3. Pada peleburan, Direksi perseroan yang meleburkan diri wajib mengajukanpetmohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan kepada Menkumham setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan
di Bank Indonesia. Sehingga pengesahan P3 tidak hanya terletak pada Menkumham, melainkan terdapat afirmasi dari Bank Indonesia sebelum Menkumham memberikan persetujuan bagi pengesahan P3.
serta mengumumkan dalam Tambahan Pasal 14 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas n Pasal 15 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Pasat 22 ayat (2) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan 21
Terbatas
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I
69
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungon, Peleburan don Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
P3 setelah diundangkannya UU
28 dan Pasal 29 UU Persaingan Usaha.
Persaingan Usaha dan UU No. 40
Meski demikian, pengaturan tersebut masih merupakan lex imperfecta, karena
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Bahwa salah satu perbedaan dalam pengaturan P3 sebelum dan sesudah diundangkannya UU Persaingan Usaha bukan terletak pada ada atau tidaknya pengaturan mengenai persaingan usaha (fair competition). Meski sangat minimal pengaturan P3 sebelum berlakunya UU Persaingan Usaha, tetapi ketentuan untuk memperhatikan persaingan sehat sudah ada UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan belum mencantum ketentuan untuk memperhatikan persaingan usaha. Ketentuan tersebut baru muncul di Pasal 104 ayat (1) huruf b UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, "perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengam-bilalihan perseroan harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha." Norma memperhatikan kepentingan persaingan sehat diejawantahkan dalam PP No. 27 Tahun 1998 dan PP No. 28 Tahun 1999 yang keduanya mengatur teknis pelaksanaan P3, namun belum menyentuh aspek persaingan usaha.24 Pengaturan P3 yang mengarah aspek persaingan usahaterjadi terdapat pada Pasal
penerapan pasal-pasal tersebut dapat dilakukan setelah adanya peraturan pelaksana dari pasal-pasal tersebut yaitu peraturan pemerintah.25 Pasal yang mengatur tentang P3 dalam aspek persaingan usahahanya sebatas pengaturan mati' yang tidak dapat ditegakkan karena penegakan hukum dari pasal-pasal tersebut menunggu peraturan pemerintah mengenai ketentuan lebih lanjut tentang P326 dan penetapan nilai asset, nilai penjualan dan cara pemberitahuan.27 Artinya bahwa pengaturan P3 dalam UU Persaingan Usaha merupakan langkah maju untuk memayungi pelaksanaan P3 yang berorientasi pada persaingan usaha sehat. Namun pengaturan tersebut masih belum dapat digunakan untuk diterapkan apabila terdapat pelaksanaan P3 yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam UU Persaingan Usaha. Aspek persaingan usaha yang diatur dalam UU Persaingan Usaha meliputi pertama, larangan untuk melakukan P3 yang dapat mengakibatan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kedua, kewajiban pemberitahuan (notifikasi) terhadap P3 yang mengakibatkan nilai asset dan atau nilai penjualan melebihi jumlah
Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009, hal. 192; Knud dkk, Undang-undang Larangan Proktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidok Sehot, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002, hal. 358. 25 Ibid. hal. 195. Bandingkan dengan KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010, hal. 1. 24
26 27
70
Pasal 28 ayat (3) UU Persaingan Usaha. Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha.
I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
tertentu. Pengaturanmengenai larangan yaitu
menyatakan bahwa akuisisi tersebut
bahwa P3 tidak boleh dilaksanakan ketika perbuatan hukum tersebut mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha
merupakan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU Persaingan Usaha, pasal tersebut belum dapat diterapkan karena belum memenuhi
tidak sehat. Pelanggaran terhadap larangan ini terdapat sanksi yang diatur pada Pasal
syarat formil." Syarat formil dimaksud adalah ketentuan mengenai P3 dalam
48 ayat (2) UU Persaingan Usaha.
Peraturan Pemerintah. Dalam putusan KPPU menyatakan,
Permasalahan muncul ketika larangan Pasal 28 UU Persaingan Usaha tersebut hams diberitahukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap P3 yang mengalami perubahan nilai asset dan nilai penjualan melebih jumlah tertentu. Syarat jumlah tertentu' untuk diberitahukan ke KPPU menjadi pengaturan P3 dalam UU Persaingan Usaha `mati sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah tentang hal tersebut. Ketidakmampuan pengaturan P3 dalam UU Persaingan Usaha untuk menjangkau pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU Persaingan Usaha sungguh terjadi,
"Mengingat belum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1999 sampai dengan saat ini, meskipun keseluruhan unsur Pasal 28 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 telah terpenuhi, namun demi hukum, Majelis Komisi tidak dapat menyatakan adanya pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor." Selama belum ada Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha maka pasal-pasal mengenai P3 belum dapat dilakukan penegakan hukum.
ketika KPPU menyatakan terdapat pelanggaran Pasal 28 ayat (2) namun karena belum ada Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) UU Persaingan pelanggaran pasal
Aspek lain dari pengaturan P3 yang berorientasi persaingan usaha dalam UU Persaingan Usaha adalah adanya kewajiban
mengalami pembiaran. Fakta ini terjadi ketika KPPU menilai adanya pelanggaran
pemberitahuan (notifikasi). Kewajiban pemberitahuan didasarkan pada ketentuan
Pasal 28 ayat (2) UU Persaingan Usaha pada akuisisi 75% saham Alfa (PT. Alfa
Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha sudah jelas, namun tidak lengkap. Kejelasan tersebut berkaitan dengan ketentuan bahwa P3 yang berakibat nilai asset dan atau nilai
Retailindo) oleh Carrefour pada Januari 2008.28 Meskipun penilaian KPPU
28
Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009. Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I
71
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Peloksonaan Penggabungan, Peleburan don Pengambiialihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
penjualan melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada KPPU. Sedangkan ketidaklengkapan berkaitan dengan pertama, kriteria jumlah tertentu dari nilai
pelaksanaan P3 yang melanggar Pasal 28 dan Pasal 29 UU Persaingan. Selain itu perdebatan sebagai bagian dari diskursus intelektual tidak memiliki kepastian pijakan
asset dan atau nilai penjualan. Jumlah tertentu yang menjadi prasyarat kewajiban notifikasi tentunya dikaitkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan (2) yaitujumlahtertentu dari
dasar hukum. Sehingga terjadi adalah diskursus intelektual yang kemudian akan memperkaya wawasan pengetahuan untuk
hasil P3 yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketidaklengkapan pengaturan inilah yang kemudian diamanatkan kepada Peraturan Pemerintah untuk melengkapi dengan
Diskursus intelektual yang terjadi akibat dari
menjelaskan jumlah tertentu yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kedua, waktu pemberitahuan. Pembacaan terhadap bunyi Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha dapat diketahui dengan jelas bahwa pemberitahuan pelaksanaan P3 yang melebihi jumlah tertentu wajib dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal P3, namun menimbulkan pertanyaan apakah UU Persaingan Usaha menganut post-merger notification atau pre merger notification dan sejak kapan pengesahan atas pelaksanaan P3. Selama belum diterbitkanya Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 (ayat) UU Persaingan Usaha maka ketidakpastian akibat ketidaklengkapan pengaturan akan berlangsung. Ketidakpastian melahirkan ketiadaan penegakan hukum bagi 30 Syamsul Maarif, 31
toc.cit.
Ibid.
72 I
Jurnal
Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
pembentukan Peraturan Pemerintah. ketidaklengkapan pengaturan P3 bertolak dari dua hal jumlah tertentu (threshold) dan pilihan model notifikasi. Keduanya memiliki keterkaitan dimana nilai asset dan atau nilai penjualan yang melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada KPPU. Syamsul Maarif menggunakan istilah threshold notifikasi untuk ketentuan Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha tersebut, yang usulan penentuannya didasarkan pada pangsa pasar sebagai alternative threshold.' Pangsa pasar sebagai alternative threshold karena undang-undang sudah menentukan syarat untuk threshold yaitu nilai asset dan nilai penjualan. Pangsa pasar sebagai alternatif dikaitkan dengan isu pengendalian P3 adalah penguasaan pasar.3' Diskursus intelektual yang tidak kalah menarik terkait dengan ketidaklengkapan pengaturan adalah kewajiban pemberitahuan. Bunyi Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha apabila dibaca secara letterlijk maka dapat dipahami bahwa kewajiban notifikasi dilakukan setelah
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilahhan (P3) - Yakub Adi Kristanto don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
terjadi P3 atau post notification.32 "Penggabungan ataupeleburanbadan usaha, atau pengambilalihan saham .waj ib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya30 (tigapuluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut", menentukan pemberitahuan (notifikasi) dilakukan setelah P3. Frasa "selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal" adalahpenunjuk mengenai kewajiban notifikasi dilakukan setelah pelaksanaan P3. Namun terdapat
preventif rencana penggabungan hams dilaporkan kepada KPPU.35 Kedua, bahwa pemaknaan terhadap kewajiban notifikasi dapat dilihat dari bagaimana menafsirkan frasa "sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan" yaitu sejak aktaperubahan disetujui oleh Menkumham atau yang dimaksudkan adalah rencana P3 yang terjadi sebelum akta perubahan disetujui oleh Menkumham.36 Pemaknaan atas
pemahaman yang berbeda atas waktu
kewajiban notifikasi yang dilakukan sejak aktaperubahan yang disetujui Menkumham
kewajiban notifikasi dilakukan yaitu pertama, meski Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan Usahamensyaratkan kewajiban melaporkan suatu penggabungan yang
bertolak dari aspek pengesahan perseroan yang diatur dalam Pasal 106 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan yang dimaksudkan bahwa
sudah terlaksana, tidak menutup pintu bagi
kewajiban notifikasi adalah rencana P3
pemeriksaan preventif oleh lembaga pengawas (pre merger control)." Pemahaman tersebut berasal dari mengkaitkan Pasal 28 ayat (1) dan (2) dengan Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan Usaha. Bahwa larangan P3 tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya pengawasan, sehingga harus dilaporkan (notifikasi).34 Ketentuan kewaj iban notifikasi
bertolak dari pemikiran ketidakmungkinan P3 yang sudah dilakukan apabila setelah dilakukan notifikasi kemudian dinyatakan mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dikembalikan ke keadaan semula sebelum P3.37 KPPU melakukan penafsiran mengenai kewajiban notifikasi dengan membagi menjadi 2 (dua) bentulc yaitu pra
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29
notifikasi dan post notifikasi. Berdasarkan
ayat (1) UU Persaingan Usaha tidak
kewenangan yang dimiliki KPPU menerbitkan Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi
dimaksudkan semata-mata sebagai post merger control. Dengan pemeriksaan 32
Bandingkan dengan Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidal( Sehat, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hal. 97. " Knud dkk, /oc.cit. hal. 365. 3° Ibid. " ibid. Hal. 366. Syamsul Maarif, /oc.cit. hal. 45. 37 Ibid.
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
I 73
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persoingan Usaha
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (selanjutnya disebut dengan Perkom No. 1). Istilah pra
atau pengambilalihan. Mengacu pada definisi tersebut bahwa pra-notifikasi
notifikasi, terdapat juga dalam bagian menimbang yang menyatakan bahwa dalam
sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat
berbeda dengan kewajiban notifikasi
rangka meningkatkan pengendalian terhadap penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, dipandang perlu adanya kejelasan tata cara dan penilaian pranotifikasi terkait dengan hal tersebut. Namun pada bagian Lampiran, KPPU menjelaskan
(2) UU Persaingan Usaha. Karena pra notifikasi bersifat sukarela dan berkaitan dengan dampak, sedangkan kewajiban notifikasi bersifat wajib dan pelaksanaannya didasarkan threshold atas nilai asset dan atau nilai penjualan. Selain itu pra notifikasi yang merupakanpemberitahuan dilakukan sebelum melaksanakan kewajiban notifikasi yang diamanatkan oleh Pasal 29 ayat (2)
bahwa Perkom No. 1 menjelaskan
UU Persaingan Usaha setelah P3
mengenai pra notifikasi berdasarkan kewenangan yang dimiliki KPPU. Dimana berkaitan dengan post notifikasi sebagaimana diamanatkan pada Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) harus diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal terdapat pengakuan bahwa kewaj iban notifikasi yang diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha adalah post
dilaksanakan oleh Pelaku Usaha. Penafsiran KPPU dengan menggunakan istilah pra notifikasi manifestasi daya kreatif untuk mensiasati ketentuan kewajiban notifikasi yang pasca notifikasi. Pra notifikasi sebagai upaya preventif terkait dengan kemungkinan dampak yang teijadi pasca dilakukannya P3 setelah kewajiban notifikasi yang pasca
notifikasi yaitupemberitahuan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal pelaksanaan P3. Pra notifikasi menurut Perkom No. 1 adalahpemberitahuan yang bersifat sukarela
notifikasi. Dampak dimaksud adalah apabila setelah dilakukan notifikasi ternyata P3 melanggar UU Persaingan Usaha karena mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sehingga
oleh pelaku usahayandarg akan melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham untuk mendapatkan pendapat Komisi mengenai dampak yang ditimbulkan dari rencana penggabungan atau peleburan badan usaha
perusahaan atau pelaku usaha yang sudah melaksanakan P3 harus kembali ke keadaan semula sebelum dilakukannya P3." P3 yang dilakukan dengan biaya tertentu akan menjadi tidak berguna ketika setelah diberitahukan ke KPPU dinilai
38
'bid
74
I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
melanggar UU Persaingan Usaha. Selain ketakbergunaan biaya harus ditanggung
diundangkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
oleh pelaku usaha yang melakukan P3, waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk
disebut dengan UU No. 40 Tahun 2007) yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995
mem-persiapkan dan melaksanakan P3 menjadi tidak bermanfaat sama sekali. Menimbang dampak pasca notifikasi tersebut maka dibutuhkan mekanisme yang menghindari terjadinya dampak tersebut,
tentang Perseroan Terbatas. Undangundang ini mempertahankan norma memperhatikan kepentingan persaingan sehat dalam melakukan usaha sebagaimana sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun
dan ituadnlahpra notifikasi. Pertanyaannya
1995.39 Salah satu perkembangan signifikan
adalah apakah pm notifikasi tersebut apabila dilaksanakan tidak bertentangan dengan kewajiban notifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan
UU No. 40 Tahun 2007 sejak terbitnya UU Persaingan Usaha adalah adanya definisi P3 (lihat Tabel 2), artinya bahwa selama ini sebelumnya definisi P3 hanya diatur dalam
Usaha? Sebelum terbitnya Perkom No. 1,
peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.
Tabel 2 Perbandingan Definisi antara PP No. 27 Tahun 1998 dengan UU No. 40 Tahun 2007 UU No. 40 Tahun 2007
PP No. 27 Tahun 1998 Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan did menjadi bubar.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan did beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hokum
Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan did dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan masing-masing perseroan meleburkan diri menjadi bubar.
Peleburan adalah perbuatan hukum oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
" Pasal 126 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.
Jurnal Hukum
PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 1 75
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
bahwa P3 merupakanperbuatan hukum. P3
tentang perubahan anggaran dasar.43 Kedua, untuk peleburan salinan akta peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan keputusan
sebagai perbuatan hukum menempatkan sebuah tindakan yang dilakukan oleh badan usaha mempunyai akibat hukum, termasuk didalamnya melahirkan hak dan kewajiban.
Menkumham mengenai pengesahan badan hukum perseroan hasil peleburan.44 Ketiga, melampirkan akta pengambilalihan perseroan pada penyampaian
Perbedaan yang signifikan mengenai definisi
pemberitahuan kepada Menkumham
dan kedua peraturan perundangan adalah
mengenai perubahan anggaran dasar.45
elaborasi mengenai akibat hukum yang meliputipertama, adanya peralihan aktiva dan pasifa (penggabungan dan peleburan), atau peralihan pengendalian perusahaan (pengambilalihan). Kedua, status badan hukum berakhir karena hukum bagi perseroan yang menggabungkan din atau meleburkan diri.40 Selain itu perbedaan lainnya adalah adanya rancangan P341 dan
Dalam pengesahan P3 terdapat 3 (tiga) istilah yang berbeda yaitu persetujuan atas akta penggabungan perseroang, pengesahan badan hukum perseroan hasil peleburan dan pemberitahuan mengenai perubahan anggaran dasar.
UU No. 40 Tahun 2007 sepertinya mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh PP No. 27 Tahun 1998 yang menyatakan
kewajiban mengumumkan ringkasan rancangan P3 kepada masyarakat melalui surat kabar dan karyawan secara tertulis.42 Pengaturan mengenai pengesahan P3 diajukan kepada Menkumham dengan mekanisme sebagai berikut, pertama, untuk penggabungan mengajukan permohonan dengan melampirkan akta penggabungan perseroan untuk mendapatkan persetujuan Menkumham atau pemberitahuan kepada Menkumham 4°
P3 Setelah diundangkannya PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopolli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Definisi P3 yang terdapat dalam PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopolli Dan Persaingan Usaha Tidak
Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), ioc.cit. hal 193. Bandingkan dengan Pasal 122 UU No. 40 Tahun 2007. Pasal 123 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. 42 Pasal 127 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.Bandingkan dengan Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), op.cit. hal. 194. 43 Pasal 129 UU No. 40 Tahun 2007. Perbedaan disini terletak pada perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur pada Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 untuk persetujuan Menkumham, atau perubahan anggaran dasar yang tidak termasuk dalam Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 hanya pemberitahuan kepada Menkumham. 44 Pasal 130 UU UN. 40 Tahun 2007. " Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007. 41
76 I
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
Pengesohon Pelaksanaan Penggobungan, Peleburan don Pengambilalihon (P3) - Yakub Adi Kristanto clan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
Sehat (selanjutnya disebut dengan PP No. 57 Tahun 2010) sama dengan yang di UU No. 40 Tahun 2007. Kesamaan definisi yang digunakan menunjukkan konsistensi dalam mempertahankan pengertian P3, selain semalcinmapannya konsep P3 dalam hukum persaingan usaha Indonesia. PP No. 57 Tahun 2010 merupakan peraturan yang ditunggu selama kurun waktu 10 tahun dan mengisi kekosongan hukum yang mengatur P3. KPPU mempunyai landasan kuat untuk menjalankan Pasal 28 dan Pasal 29 UU Persaingan Usaha.46 Dan menjamin kepastian hukum bagi KPPU dalarnmenilai pelaksanaan P3 sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan baik dan benar. PP No. 57 Tahun 2010 mengatur tentang cara penilaian P3, batas nilai notifikasi (threshold), tata cara pemberitahuan dan konsultasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha." Yang menjadi perhatian dari tulisan ini adalah pengesahan badan usaha yang melakukan P3, dalam hal sejak kapan pengesahan terjadi yaitu apakah setelah penilaian yang dilakukan KPPU ataukah pengajuan permohonan akta P3 tidak harus menunggu penilaian KPPU? PP No. 57 Tahun 2010 tidak mengatur mengenai pengesahan badan usaha yang melakukan
46 47 48
P3, artinya harus merujuk pada UU No. 40 Tahun 2007. Dalam hal ini terjadi pertautan antara UU Persaingan Usaha dengan UU No. 40 Tahun 2007 untuk melihat mekanisme pengesahan badan usaha yang melakukan P3. Kajian terhadap permasalahan ini bertolak dan kewajiban notifikasi yang hams dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal dilakukannya P3. Kewajiban notifikasi yang dianut dalam UU Persaingan Usaha adalah post notification (pascanotifikasi), sehingga pengesahan badan usaha dilakukan setelah adanya penilaian terhadap notifikasi yang dilakukan. Kemudian berlanjut pada mekanisme pengesahan yang berlaku sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2001. PP No. 57 Tahun 2010 memodifikasi konsep pascanotifikasi dalam UU Persaingan Usaha menjadi notifikasi post merger sebagai mandatory dan konsep notifikasi pre merger sebagai voluntaiy." Modifikasi ini tidak melanggar ketentuan kewajiban notifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha, namun mengajukan mekanisme untuk mencegah kemungkinan kerugian dari penilaian KPPU terhadap P3 yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU Persaingan Usaha. Pasca notifikasi yang dianut dalam UU Persaingan Usaha tidak menentukan kapan
PP Merger dan Akuisisi Disambut Positif, Majalah Kompetisi Edisi 24 Tahun 2010, hal. 4. Ibid. Anna Maria Tri Anggraini, PP No. 57 Tahun 2010 dari Sudut Pandang Konseptor, Majalah Kompetisi Edisi 24 Tahun 2010, hal. 14. Bandingkan dengan Novi Nurviani, Konsultasi Merger: Insentif dan Kemudahan dalam Ahmad Kaylani, Negara don Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU, Jakarta, 2011, hal. 87-90.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I
77
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
keberlakuan pengesahan badan usaha yang melakukan P3. KPPU melakukan penilaian ada atau tidaknyadugaanpraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat setelah menerima pemberitahuan (notifikasi) secara tertulis dari pelakuusaha.49Notifilcasi harus dilakukan apabila P3 berakibat nilai Rp. melebihi assetnya 2.500.000.000.000,00 (duatriliun lima ratus miliar rupiah) dan nilai penjualannya melebihi Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah)." PP No. 57 Tahun 2010 tidak memberikan pemahaman terkait pasca penilaian KPPU yang menyatakan tidak adanya pelanggaran praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Apabila pengesahan perseroan dilakukan setelah pengajuan permohonan akta penggabungan, peleburan dan pengambilalihan diajukan ke Menkumham maka (sejak) kapan notifikasi dilakukan sesuai amanat Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha. Dalam Pasal 128 UU No. 40 Tahun 2007 mengatur rancangan P3 yang telah disetujui RUPS dituangkan dalam akta P3 yang dibuat didepan notaris. Apabila dikaitkan dengankewajiban notifikasi pada Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha maka yang hams dinotifikasi rancangan P3 ataukah akta P3. Inilah problematika yang ditimbulkan dari pengesahan P3 terkait dengan frasa " ...... ...sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan", yaitu apakah yang
dimaksud tanggal P3 tersebut adalah rancangan P3, akta P3 atau persetujuan Menkumham? Problematika tersebut mempunyai dua hal penting yaitu kepastian mengenai waktuuntuk memenuhi kewajiban notifikasi dan pengajuan permohonan persetujuan P3 oleh Menkumham. Idealnya bahwayang dimaksud dengan tanggal P3 untuk memenuhi kewajiban notifikasi adalah rancangan P3 yang sudah disetujui RUPS. Pertama, P3 sudah disepakati oleh badan usaha yang akan melaksanakan P3 dan kesepakatan tersebut sudah disetujui oleh organ perseroan tertinggi yaitu RUPS. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 PP No. 57 Tahun 2010 bahwa pemberitahun (notifikasi) dilakukan dengan mengisi formulir yang salah satunya memuat ringkasan rencana P3. Formulir notifikasi tersebutharus dilampiri dokumen pendukung yang berkaitan dengan pelaksanaan P3. Artinya dokumen pendukung 'minimal' yang memiliki kekuatan hukum yang berkaitan dengan P3 adalah rancangan P3 yang sudah mendapatkan persetujuan RUPS. Meski tidak menutup kemungkinan bahwa dokumen pendukung dimaksud adalah akta P3. Kedua, ketika pelaksanaan kewajiban notifikasi masih sebatas rancangan namun sudah mendapatkan persetujuan di RUPS maka sudah memiliki kekuatan hukum untuk terjadinya P3, dimana pengesahan di
" Pasal
9 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010. so Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No. 57 Tahun 2010.
78 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengarnbilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
hadapan notaris hanya legalisasi dari kesepakatan yang sudah diambil di RUPS. Sedangkan apabila kewajiban notifikasi
Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Perkom No, 13
sejak mendapatkan persetujuan Menkumham maka akan terjadi pengesahan ganda setelah adanya penilaian KPPU terhadap pelaksanaan P3.
Tahun 2010) disebut sebagai pre evaluasi atau konsultasi. Penambahan konsep
Kewajiban notifikasi yang berasal dari
notifikasi pre merger tidak melanggar Pasal
rancangan P3 yang sudah disetujui oleh RUPS akan berkesinambungan dengan mekanisme pengesahan P3 sebagaiaman
29 ayat (2) UU Persaingan Usaha, namun
diatur dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007. Kesinambungannnya terletak pada pengesahan terhadap P3 akan menunggu hasil penilaian atas pelaksanaan P3 dari aspek persaingan oleh KPPU. Artinya hasil penilaian KPPU tersebut akan menjadi bagian dari lampiran dokumen yang mendampingi akta P3 pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan pengesahan Menkumham. Kedudukan Konsultasi dalam Hukum Persaingan Usaha PP No. 57 Tahun 2007 melakukan modifikasi kewajiban notifikasi dengan menambahkan konsep notifikasi pre merger sebagai voluntary. Konsep notifikasi pre merger dalam Peraturan KPPU No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan
sebagai mekanisme preventif atas dampak yang mungkin ditimbulkan dari kewajiban pasca notifikasi. Konsultasi merupakan notifikasi pra merger yang lebih bersifat ekonomis karena memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk menyampaikan rancangan P3 sebelum P3 dilaksanakan. Tingginya tingkat resiko yang harus ditanggung oleh pelaku usaha terkait dengan kewajiban pasca notifikasi yaitu apabila penilaian KPPU adalah adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Penilaian KPPU yang demikian akan mengakibatkan pembatalan P3 yang sudah dilakukan, dan hal tersebut sangat merugikan pelaku usaha yang sudah mengeluarlcanbiaya yang tidak sedikit untuk melaksanakan P3.51 Konsultasi bersifat sukarela dan tidak mengikat bagi pelaku usaha. Artinya pelaku usaha dapat melakukan konsultasi atau tidak ketika sedang atau akan melaksanakan P3. Sifat kesukarelaan dari konsultasi ini berasal dari kata `dapat' dalam Pasal 10 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010,
" Novi Nurviani, /oc.cit. Cetak tebal oleh penulis. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
I 79
Yakut, Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
"Pelaku Usaha yang akan melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan
terhadap pemberitahuan", maka konsultasi menjadi penilaian awal sebelum dilakukan
Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham
kewajiban notifikasi. Dalam penilaian awal tersebut, KPPU tidak memberikan persetujuan atau penolakan berkaitan terhadap rencana P3. KPPU hanya memberikan saran, bimbingan dan atau
perusahaan lain yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu sebagaimanadimalcsud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) dapat melakukan konsultasi secara lisan atau tertulis kepada Komisi."52
pendapat tertulis mengenai rencana P3.54 (M-NA)
Dimana penilaian yang dilakukakan terhadap konsultasi bukan merupakan persetujuan atau penolakan terhadap rencana Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha." Namun meski penilaiannya demikian, penilaian terhadap konsultasi tidal( akan mengubah penilaian ketika Pelaku Usaha melakukan pasca notifikasi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha. Dengan demikian kedudukan konsultasi yang didesain dalam PP No. 57 Tahun 2010 adalah pertama, mencegah terjadi kerugian apabila pasca notifikasi ternyata P3 yang dilakukan ada praktek monopoli dan persainganusahatidak sehat. Kedua, konsultasi menjadi elementary post notification bagi pelaksanaan P3. Sebagaimana diatur dalam Perkom No. 13 Tahun 2011 bahwa "jika pelaku usaha
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Kaylani (Ed.), Negara dan Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU, Jakarta, 2011. Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009. Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tlnjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), PT. CitraAditya, Bandung, 1999. Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2003. Knud dick, Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002. KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010. Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 — I —Tahun 2008.
secara sukarelatelah melakukan konsultasi maka komisi tidak akan mengubah penilaian 53 Pasal 11 ayat (4) PP No. 57 Tahun 2010. " Pasal 11 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010.
80
I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Peraturan Perundang-undangan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan clan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanta dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaam yang dapat mengakibakan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan KPPU No. 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Putusan KPPU Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.
PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I
81