PENGENDALIAN PERSEDIAAN APEL UNTUK PRODUKSI MINUMAN SARI APEL DENGAN PENDEKATAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (STUDI KASUS DI BROSEM MALANG) APPLE INVENTORY CONTROL FOR PRODUCING APPLE CIDER DRINKS BY SUPPLY CHAIN MANAGEMENT APPROACH (A CASE STUDY AT BROSEM MALANG) 1
2
2
Qadhi Nasharuddin Syam , Imam Santoso dan Shyntia Atica Putri Alumni Jur. Tek. Industri Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, Univ. Brawijaya Dosen Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian, Univ. Brawijaya Email :
[email protected] 1)
2)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kuantitas pada persediaan apel dan produk sari apel serta service level pada perusahaan BROSEM Malang dengan pendekatan Supply Chain Management. Penelitian dilakukan untuk meramalkan permintaan konsumen periode Januari 2013 – Desember 2013 dengan time series dan dekomposisi. Data yang digunakan untuk peramalan adalah periode Januari 2011 – Desember 2012. Hasil penelitian dapat disimpulkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang tinggi di tahun 2013, perusahaan BROSEM mengendalikan persediaannya untuk produk sari apel rata - rata yang tersimpan di bagian penyimpanan produk jadi sebesar 15.672 dos/bulan. Sedangkan untuk apel, rata - rata kebutuhan untuk proses pengolahan sebesar 3.109 kg/bulan dan rata - rata pesanan apel ke supplier sebesar 3.333 kg/bulan. Dan didapatkan service level perusahaan BROSEM dalam pemenuhan permintaan konsumen sebesar 103,28%. Kata Kunci : Apel, BROSEM, Pengendalian Persediaan, Sari Apel, Supply Chain Management. ABSTRACT This research was purposed to calculate the quantity of apples and apple cider products inventory and service level at BROSEM’s company Malang by Supply Chain Management approach. This research applied to predict consumers' demand in January 2013 – December 2013 is time series method and decomposition. The data used for forecasting was Jnauary 2011 – December 2012. Based on the result of the research, it can be concluded that to fulfill the high consumers' demand in 2013, BROSEM’s company control their inventory where the average number of apple cider stored at the finished product warehouse is 15,672 box/month. The average number of demand for apples for production process is 3,109 kg/month and average number of apple orders to suppliers is 3,333 kg/month. We also obtained that the service level of BROSEM’s company in meeting consumers' demand is 103.28%. Key Words : Apple, Apple Cider, Inventory Control, Supply Chain Management, BROSEM.
PENDAHULUAN Sari buah apel BROSEM (Bromo Semeru) didirikan oleh Kelompok Tani Wanita BROSEM PKK Kota Batu, dengan tenaga kerja sekitar 50 orang. Selain sari apel, BROSEM juga memproduksi jenang apel, jenang nanas, dan aneka keripik buah. Sari apel yang diproduksi termasuk sari buah encer. Sari apel BROSEM telah dipasarkan di Jawa Timur dan Bali. Saat ini, sari apel BROSEM dihadapkan pada permasalahan produksi sari apel. Permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi
oleh perusahaan karena terbatasnya stock persediaan di gudang produk jadi pada bulan tertentu. Apel merupakan buah musiman yang tidak setiap waktu tersedia. Periode panen apel sekitar enam bulan sekali berdasarkan siklus pemeliharaan yang dilakukan (Anonymous, 2008). Menurut Anshori (2003), bahwa penentuan kebutuhan material dapat menjamin tersedianya persediaan atau sumber daya yang tepat, dalam kuantitas dan waktu yang tepat pula. Solusi yang dilakukan perusahaan selama ini adalah Pada saat terjadi
kelebihan permintaan sari apel maka perusahaan melakukan pembelian sari apel ke perusahaan sejenis. Namun mengakibatkan perusahaan mengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Pemborosan biaya dapat diakibatkan menumpuknya persediaan di gudang dan terhentinya proses produksi (Supriyanto dan Masruchah, 2008). Salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menggunakan manajemen supply chain. Keunggulan supply chain management yaitu dapat mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu perusahaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi permintaan konsumen (Indrajit dan Permono, 2005). Supriyanto dan Masruchah (2008), menambahkan bahwa dengan SCM yang tertata dengan baik, perusahaan dapat menekan biaya produksi, memasok barang ke pasar dengan cepat dan mampu menawarkan harga yang lebih murah kepada konsumen ketimbang pesaing. Melalui pendekatan supply chain ini diharapkan dapat mengendalikan persediaan melalui keseimbangan aliran bahan baku dan informasi di tiap-tiap jaringan dalam rantai pasok agar perubahan permintaan dan pasokan bisa diketahui secara cepat yang pada akhirnya dapat memperlancar proses produksi dan memenuhi permintaan konsumen. METODE PENELITIAN Batasan Masalah Ruang lingkup yang membatasi analisis ini antara lain sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan untuk menentukan persediaan apel yang digunakan untuk produksi sari apel. 2. Penelitian sebatas internal supply chain perusahaan meliputi bagian penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan produk jadi. 3. Penelitian ini tidak melibatkan konsumen. 4. Periode yang digunakan pada penelitian ini adalah bulanan. 5. Data historis yang dipakai adalah data volume penjualan selama bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2012. Identifikasi Permasalahan Identifikasi permasalahan dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung ke bagian penerimaan bahan baku, pengupasan, perendaman, pengolahan, dan penyimpanan produk jadi di CV BROSEM. Permasalahan
yang ada adalah fluktuasi permintaan sari apel yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat menentukan jumlah apel yang harus disediakan untuk proses produksi sari apel. Pendefinisian Sistem
Pemesanan Bahan baku Penyimpanan produk jadi
Penerimaan bahan baku
Pengolahan
Pengupasan bahan baku
Perendaman
Gambar 1. Internal Supply Chain Sari Apel di BROSEM Internal Supply Chain diatas meliputi proses pemasukan barang ke gudang bahan baku ke penyimpanan produk jadi sebelum ke konsumen. Di dalam Internal Supply Chain, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan (Mason and Towill, 2008). Pendekatan Model Three Level Formulasi model pada pengendalian persediaan apel dengan menetapkan Supply Chain Management, yaitu : I. Level Penyimpanan Produk Jadi Level penyimpanan produk jadi harus mampu memenuhi permintaan konsumen yang berfluktuasi serta menentukan jumlah permintaan sari apel yang ada di level penyimpanan produk jadi. Formulasi model di level penyimpanan produk jadi antara lain: 1. Meramalkan jumlah permintaan sari apel dari konsumen ke perusahaan. Peramalan permintaan dilakukan bulan Januari 2013 – Desember 2013 dengan menggunakan data volume penjualan bulan Januari 2011 – Desember 2012. Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan bantuan program MINITAB 16 adalah sebagai berikut: a. Identifikasi model time series dengan membuat plot time series. Plot digunakan untuk mengetahui pola data. b. Penentuan model time series. Meliputi pencocokan data yang terkumpul ke dalam model yang sesuai dalam hal meminimasi kesalahan peramalan.
2.
3.
4.
5.
c. Mengukur ketepatan peramalan untuk mengetahui nilai kesalahan peramalan sekecil mungkin. Ketepatan peramalan dapat diukur dengan MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MSE (Mean Square Error) dan MAD (Mean Absolute Deviation). Mengetahui lead time antara level penyimpanan produk jadi dengan proses pengolahan. Lead time pada penelitian ini diketahui dengan melakukan pengukuran waktu ratarata dimulainya pemesanan sari apel ke level pengolahan hingga barang datang di level penyimpanan produk jadi. Menentukan Safety Stock (SS) yang ada di level penyimpanan produk jadi. Safety stock diperoleh dari hasil pengurangan antara permintaan yang diperoleh dari hasil peramalan dengan rata-rata permintaan yang diperoleh dari jumlah hasil perkalian antara kuantitas permintaan dengan nilai probabilitasnya. Nilai probabilitas dihitung dari tingkat keseringan (frekuensi) terjadinya permintaan dalam peramalan yang fluktuatif yaitu permintaan dapat terjadi maupun tidak. Hal ini merupakan kondisi yang bersifat probabilistik. Formulasi modelnya adalah (Heizer and Render, 2006): SSG= D – ............. (1) Keterangan : SSG = safety stock di level penyimpanan produk jadi (dos) D = permintaan dari hasil peramalan (dos) = rata-rata permintaan yang diperoleh dari jumlah hasil perkalian antara kuantitas permintaan dengan nilai probabilitasnya (dos) Menentukan On Order (O) On order adalah jumlah sari apel yang sudah dipesan tetapi masih menunggu untuk dikirim ke level penyimpanan produk jadi. Formulasi model on order adalah (Heizer and Render, 2006) : OGt = QG (t-1) ............. (2) Keterangan : OGt = on order sari apel (dos) QG (t-1) = order quantity sari apel (dos) Menentukan persediaan awal periode (I).
Persediaan awal periode merupakan persediaan sari apel pada awal periode yang ada di level penyimpanan produk jadi pada saat penelitian dilakukan. Persediaan awal periode untuk periode selanjutnya terdiri dari pengurangan antara persediaan pada periode sebelumnya dengan permintaan pada periode sebelumnya dan penjumlahan dengan on order pada periode sebelumnya. Formulasi model persediaan periode t (Heizer and Render, 2006) : IGt = IG (t-1) – D (t-1) + OG (t-1) ............. (3) Keterangan : IGt = persediaan awal periode (dos) IG (t-1) = persediaan pada periode sebelumnya (dos) D (t-1) = permintaan pada periode sebelumnya (dos) OG (t-1) = on order pada periode sebelumnya (dos) 6. Menentukan Order Up To Target (R) Order up to target merupakan jumlah pesanan sari apel yang ditargetkan ke level pengolahan. Penjualan sari apel terjadi sepanjang tahun sehingga level pengolahan harus memenuhi permintaan konsumen saat tidak tersedia apel. Pendekatan model order up to target yang digunakan adalah (Heizer and Render, 2006): RGt = Dt (+1) + SSG ............. (4) Keterangan : RGt = order up to target sari apel di level penyimpanan produk jadi (dos) = lead time (bulan) SSG = safety stock di level penyimpanan produk jadi (dos) 7. Menentukan Order Quantity (Q). Order quantity adalah jumlah sari apel yang dipesan pada periode tertentu oleh level penyimpanan produk jadi ke level pengolahan. Pada SCM yang kondisinya disesuaikan dengan aktual perusahaan, order quantity di SCM periode 1 tahun menjadi dasar penentuan order quantity dan dijumlahkan dengan rata-rata peramalan permintaan. Formulasi model order quantity adalah (Heizer and Render, 2006): QGt = R Gt – IGt – OGt ............. (5) Keterangan : QGt = order quantity sari apel (dos)
RGt
= order up to target sari apel di level penyimpanan produk jadi (dos) IGt = persediaan awal periode (dos) OGt = on order sari apel (dos) II. Level Pengolahan Jumlah sari apel yang dipesan dari level penyimpanan produk jadi ke proses pengolahan merupakan jumlah sari apel yang harus diolah sesuai dengan kapasitas pengolahan. Kapasitas pengolahan merupakan kemampuan maksimal proses pengolahan perusahaan pada periode tertentu dengan memperhatikan jumlah apel yang digunakan pada pengolahan sari apel. Formulasi model di level pengolahan yaitu : 1. Menentukan kapasitas pada tiap level Kapasitas pada tiap level diketahui dengan menghitung kemampuan masing-masing level mulai dari penyimpanan produk jadi hingga supplier untuk memenuhi permintaan pada level berikutnya. 2. Jumlah apel yang dibutuhkan untuk proses pengolahan sari apel. Sekitar 1 cup plastik sari apel = 120 ml sari apel = 0.12 kg sari apel Xt = Qt x 0.1 Keterangan : Xt = permintaan sari apel ke level pengolahan pada periode t (kg) 3. Menentukan rendemen Rendemen merupakan perbandingan antara sari apel yang dihasilkan dengan apel yang digunakan dalam proses produksi. Sari apel yang dihasilkan memiliki rendemen sekitar 85.56 % yaitu dari 100 kg apel yang masuk ke proses pengolahan dapat menghasilkan sari apel sebesar 85.56 kg. Apel 100 kg
Sari apel murni 85.56 kg
4. Kebutuhan apel untuk proses pengolahan sari apel. Yang harus dipertimbangkan antara lain permintaan konsumen dan rendemen.
Keterangan : dt = permintaan apel dari perusahaan ke supplier (kg) Xt = permintaan sari apel ke level pengolahan pada periode t (kg) y = rendemen (85.56% = 0.8556)
III.
Level Bahan Baku Kebutuhan apel merupakan jumlah permintaan apel dari level pengolahan ke bahan baku berdasarkan persediaan apel yang ada di level bahan baku. Formulasi model di level bahan baku yaitu : 1. Mengetahui lead time antara level bahan baku dengan pengolahan. Lead time pada penelitian ini diketahui dengan melakukan pengukuran waktu rata-rata dimulainya pemesanan apel ke level bahan baku hingga barang tersebut masuk ke proses pengolahan. 2. Menentukan persediaan awal periode (I). Persediaan awal periode merupakan persediaan apel pada awal periode tertentu di level bahan baku dengan formulasi (Heizer and Render, 2006): IF(t) = IF(t – 1) Keterangan : IF(t) = persediaan apel di awal periode dalam level bahan baku (kg) IF(t – 1) = persediaan apel pada periode sebelumnya (kg) Persediaan apel untuk periode selanjutnya dengan formulasi (Heizer and Render, 2006): IFt = IF (t – 1) – d(t – 1) + OF(t – 1) Keterangan : d(t – 1) = permintaan apel pada periode sebelumnya (kg) OF(t – 1) = on order di level bahan baku periode sebelumnya (kg) 3. Menentukan Order Up To Target (R) Order up to target merupakan jumlah apel yang harus dipesan ke supplier sesuai dengan target yang ditentukan oleh bagian pengolahan. Formulasi dalam order up to target adalah (Heizer and Render, 2006): RFt = dt (t + 1) Keterangan : RFt = order up to target apel di level bahan baku (kg) dt = permintaan apel di level bahan baku (kg) t = lead time (bulan) 4. Menentukan Order Quantity (Q) Order quantity adalah jumlah apel yang dipesan pada periode tertentu oleh level bahan baku ke supplier. Penentuan order quantity dipengaruhi lot size oleh supplier sebesar 1000 kg atau sekitar 1 ton.
Service level Service level merupakan suatu tingkat pelayanan yang memastikan bahwa pesanan produk jadi dapat dipenuhi dari persediaan. Sedangkan, untuk Service level penyimpanan produk jadi adalah tingkat pelayanan bagian penyimpanan produk jadi untuk memenuhi permintaan konsumen. Persen service level = = HASIL DAN PEMBAHASAN Pengendalian Persediaan Apel dengan Supply Chain Management (SCM) Penerapan SCM digunakan dalam memecahkan permasalahan di CV Sari Apel BROSEM dengan tujuan untuk menentukan berapa jumlah apel yang dibutuhkan saat proses produksi sari apel berdasarkan permintaan konsumen. Dalam penerapannya, digunakan pendekatan three level yaitu level penyimpanan produk jadi, level pengolahan dan level penyimpanan bahan baku. Level penyimpanan produk jadi berisi informasi permintaan sari apel yang akan disampaikan ke bagian penyimpanan produk jadi kemudian ke bagian pengolahan. Perusahaan juga tidak menginginkan tejadinya kehilangan keuntungan penjualannya. Oleh sebab itu untuk mengatasi hal tersebut diberlakukan kebijakan pembelian sari apel ke perusahaan lain yang sejenis. Selanjutnya jumlah permintaan sari apel dikonversikan menjadi jumlah apel yang dibutuhkan dalam proses produksinya.
52.776 dos sedangkan Januari Desember 2012 sebesar 59.654 dos.
–
Volume Penjualan Sari Apel
DATA
15000
10000
5000
0 BULAN
ri ua br Fe
r il Ap
ni Ju
TAHUN
11 20
*
*
r r s ri tu be be ua us to m br se Ag Ok Fe e D
r il Ap
ni Ju
12 20
*
*
*
*
*
r r s tu be be us to m se Ag Ok e D *
*
*
Gambar 1. Grafik Volume Penjualan Sari Apel periode Januari 2011 – Desember 2012 Dari grafik diatas menunjukkan bahwa volume penjualan sari apel memiliki pola musiman. Ini ditandai dengan adanya perulangan model grafik seperti yang terjadi pada bulan Juni - September. Hal tersebut terjadi karena selama ini konsumen ramai membeli sari apel pada saat liburan panjang dimana pada saat itu banyak wisatawan lokal berkunjung ke Malang dan membeli oleh-oleh di BROSEM. Data Volume penjualan ini digunakan untuk meramalkan permintaan oleh konsumen untuk periode mendatang yaitu periode Januari 2013 – Desember 2013. Metode yang digunakan untuk meramalkan permintaan konsumen periode Januari 2013 – Desember 2013 adalah time series dan dekomposisi. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode dekomposisi, diketahui fungsi peramalan untuk sari apel yaitu Yt = 4309 + 32,6*t dengan tingkat kesalahan (MAPE) sebesar 17 %. Menurut Heizer dan Render (2006) MAPE dihitung sebagai rata-rata kesalahan absolut antara nilai yang diramalkan dan aktual, dinyatakan sebagai persentase nilai aktual. Peramalan Permintaan Sari Apel 20000
15000
10000
5000
0
Ja
Peramalan Permintaan Sari Apel Permintaan sari apel berasal dari data volume penjualan pada periode Januari 2011 – Desember 2012. Pada Januari 2011 – Desember 2011 sari apel yang terjual sebesar
2012
20000
FORE1
5. Menghitung On Order (O) sekarang yang berasal dari order quantity sebelumnya. On order adalah jumlah apel yang sudah dipesan ke supplier tetapi masih menunggu untuk dikirim ke level bahan baku. Formulasi modelnya sebagai berikut (Heizer and Render, 2006): OFt = QF(t – 1) Keterangan : QF(t – 1) = order quantity apel pada periode sebelumnya (kg) OFt = on order di level bahan baku (kg)
ar nu
i Fe
ri ua br
ar M
et
ri l Ap
ei M
ni Ju
li Ju
r r r r s tu be be be be us to em em em Ag Ok pt op es e D N S
BULAN
Gambar 2. Grafik Peramalan Permintaan Sari Apel periode Januari 2013-Desember 2013
Penentuan Lead Time dan Safety Stock Sari Apel Perhitungan SCM dimulai dengan menentukan lead time dan safety stock. Lead time yang diperlukan sejak memesan ke bagian pengolahan hingga sari apel datang di bagian penyimpanan produk jadi yaitu selama 2 hari (0,067 bulan). Penentuan nilai safety stock ditentukan berdasarkan data peramalan permintaan periode Januari 2013 Desember 2013. Besarnya safety stock untuk sari apel adalah 13426 dos yang artinya perusahaan harus menambahkan 13426 dos sari apel lebih banyak lagi dari yang ditargetkan ke bagian pengolahan untuk mengantisipasi kekurangan persediaan sari apel. Safety stock diperlukan karena adanya peramalan yang tidak sempurna, serta untuk melindungi adanya kekurangan persediaan untuk mengatasi permintaan yang tinggi (Teigen, 2002). Persediaan Sari Apel Dari perhitungan tersebut ternyata diperoleh hasil negatif terhadap jumlah persediaan di awal bulan (I) yakni sebesar 7377 dos di bulan September karena besarnya permintaan (D) di bulan Agustus. Maka untuk menutupi kekurangan tersebut pada jumlah pesanan (Q) akan ditambahkan minimal 7377 dos untuk setiap bulannya. Penambahan jumlah pesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai titik atau tingkat tertentu dimana persediaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen (Heizer and Render, 2006). Tabel 1. Supply Chain Sari Apel periode Januari 2013 - Desember 2013 (dos) Starting Order Inventory Quantity (IGt) (QGt) Januari 16080 4811 Februari 16080 2185 Maret 18760 2194 April 18755 2921 Mei 18074 2372 Juni 18592 3793 Juli 17257 7834 Agustus 13474 22223 September 0 5065 Oktober 16144 4053 Nopember 17028 3207 Desember 17814 5838 Rata-rata 15672 5541 Sumber : Data Primer, diolah (2013) Bulan
Demand (D) 2654 2131 2190 2875 2403 3706 7576 21308 6080 4180 3268 5677 5337
Pada periode pertama, on order (O) diasumsikan sebesar demand (D) pada
periode pertama. Hal ini dikarenakan on order pada periode tersebut tidak diketahui. Permintaan sari apel pada periode pertama (D) adalah sebesar 2654 dos dan jumlah sari apel yang harus dipesan ke bagian pengolahan (Q) sebesar 4811 dos. Semakin meningkatnya permintaan konsumen maka secara otomatis mengurangi jumlah persediaan sari apel pada periode berikutnya sehingga sari apel yang harus dipesan juga semakin banyak. Namun karena perusahaan harus mengantisipasi permintaan yang fluktuatif pada saat melonjaknya permintaan, jumlah pesanan sari apel ke bagian pengolahan menjadi meningkat yang mengakibatkan jumlah sari apel yang disimpan di level penyimpanan produk jadi juga meningkat. Hal ini juga menyebabkan jumlah sari apel yang tersedia di bagian penyimpanan produk jadi lebih besar daripada jumlah pesanan yang ditargetkan ke bagian pengolahan. Sebagai contoh, permintaan apel (D) pada bulan Mei sebesar 2403 naik menjadi 3706 dos pada bulan Juni, mengakibatkan jumlah sari apel yang harus di pesan ke bagian pengolahan (Q) meningkat menjadi 3793 dos sehingga persediaan (I) di bagian penyimpanan produk jadi pada bulan Juni menjadi 18592 dos dengan target pesanan (R) sebesar 17379 dos. Jadi, kenaikan permintaan di tingkat konsumen sebesar 1303 dos mengakibatkan jumlah sari apel yang harus dipesan ke bagian pengolahan meningkat sebesar 1421 dos. Kondisi tersebut merupakan fenomena bullwhip effect. Menurut Anatan dan Ellitan (2008), bullwhip effect identik dengan terjadinya penyimpangan informasi permintaan dari rantai bawah (konsumen) ke rantai di atasnya sehingga menyebabkan variasi perubahan dalam melakukan pemesanan bahan baku dan komponen produksi. Kebutuhan Apel Dapat diketahui bahwa rata-rata apel yang dibutuhkkan untuk proses pengolahan sari apel sebesar 2 – 4 ton per bulan. Permintaan sari apel yang fluktuasi ke bagian pengolahan akan mempengaruhi jumlah kebutuhan apel ke level penyimpanan bahan baku. Berdasarkan tabel dibawah, pada bulan Agustus permintaan ke bagian pengolahan akan meningkat menjadi sebesar 22223 kg sari apel mengakibatkan jumlah apel yang dibutuhkan untuk proses pengolahan meningkat dari 4395 kg menjadi 12467 kg apel. Sebaliknya bulan September permintaan ke bagian bahan baku menurun
sebanyak 17518 kg sari apel yang mengakibatkan menurunnya jumlah apel yang dibutuhkan sebanyak 9626 kg apel. Menurut Pujawan (2005), suatu rantai pasok (supply chain) diatur oleh kekuatan konsumen kebutuhan apel ke level penyimpanan bahan baku yang berasal dari informasi permintaan konsumen ke level penyimpanan produk jadi mempengaruhi level penyimpanan bahan baku untuk melakukan pemesanan ke supplier. Tabel 2. Kebutuhan Bahan Baku Apel di Level Pengolahan Qt (dos)
Xt (kg)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
4900 2096 2194 2921 2372 3793 7834 22223 5065 4053
2352 1006 1053 1402 1139 1821 3760 10667 2431 1945
2749 1176 1231 1639 1331 2128 4395 12467 2842 2274
Nopember
3207
1539
1799
Desember
5838
2802
3275
Jumlah
66496
31918
37305
Bulan
dt (kg)
Sumber : Data Primer, diolah (2013) Persediaan Apel Perhitungan SCM kebutuhan apel di level penyimpanan bahan baku dipengaruhi oleh informasi kebutuhan apel untuk proses pengolahan dari bagian pengolahan dan lead time. Lead time sejak bagian pengolahan memesan apel ke bagian penyimpanan bahan baku hingga apel datang adalah 2 hari. Persediaan apel di level itu tidak ditambah dengan safety stock. Karena penambahan safety stock telah dilakukan di level penyimpanan produk jadi. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan pesanan apel yang terlalu besar ke supplier. Dari perhitungan pada tabel di bawah diperoleh rata-rata persediaan apel sebanyak 3251 kg/bulan, rata-rata kebutuhan bagian pengolahan sebesar 3109 kg/bulan sehingga jumlah yang harus dipesan ke supplier sebesar 3333 kg/bulan. Perhitungan SCM di level penyimpanan bahan baku seperti yang terlihat pada tabel 3. Jumlah kebutuhan apel pada kolom (D) merupakan kebutuhan apel untuk memenuhi permintaan bagian pengolahan termasuk safety stock.
Tabel 3. Supply Chain Apel periode Januari 2013 - Desember 2013 (kg) Starting Order Demand Bulan Inventory Quantity (D) (IFt) (QFt) Januari 0 3000 2749 Februari 251 3000 1176 Maret 2075 3000 1231 April 3844 4000 1639 Mei 5206 4000 1331 Juni 6875 4000 2128 Juli 7747 4000 4395 Agustus 6352 3000 12467 September 885 3000 2842 Oktober 1043 3000 2274 Nopember 1769 3000 1799 Desember 2970 3000 3275 Sumber : Data Primer, diolah (2013) Pada tabel 3 menunjukkan tidak ada persedian awal pada bulan Januari karena asumsi bahwa perusahaan merencanakan apel dengan keadaan tidak adanya persediaan apel pada bulan tersebut. Pada tabel tersebut, permintaan apel (D) pada periode pertama sebesar 2749 kg dan apel yang harus dipesan ke supplier (Q) sebesar 3000 kg. Permintaan dari bagian pengolahan ke bagian penyimpanan bahan baku tidak menujukkan perubahan pesanan apel yang terlalu besar ke supplier. Sebagai contoh, pada bulan Juni terjadi peningkatan permintaan apel dari 1331 kg menjadi 2128 kg sehingga kuantitas apel yang dipesan ke supplier (Q) adalah tetap sebesar 4000 kg. Hal ini dikarenakan supplier menetapkan batas minimal pengiriman (lot size) sebanyak 1000 kg apel/pengiriman. Pada bulan Agustus terjadi kenaikan permintaan yang besar dari 4395 kg menjadi 12467 kg sehingga perusahaan sebenarnya melakukan proses pemesanan apel lebih besar lagi sebesar 7000 kg ke supplier. Karena mempertimbangkan biaya, jumlah tenaga kerja, dan lain sebagainya, perusahaan merencanakan penambahan pesanan (Q) mulai dari bulan April sampai Juli sebesar 4000 kg untuk mengatasi lonjakan permintaan yang sangat tinggi di bulan Agustus. Kondisi diatas mengakibatkan perusahaan melakukan pemesanan apel yang lebih besar ke supplier karena adanya peningkatan permintaan dari bagian pengolahan. Setiap kebutuhan pengolahan naik maka level pengolahan selalu melakukan pemesanan apel dalam jumlah yang banyak pula sesuai kebutuhannya. Gitosudarmo dan Mulyono (1998) menyatakan usaha untuk menyediakan
bahan baku yang tepat untuk proses produksi harus ditempuh dengan melakukan pembelian bahan baku selama proses berjalan. Tingkat Pelayanan (Service level) Persediaan seperti yang dilakukan perusahaan memiliki perbedaan dengan persediaan setelah menggunakan SCM, salah satunya dalam hal tingkat pemenuhan (sevice level) kebutuhan. Perhitungan service level dapat dilihat di bawah ini. Berdasarkan perhitungan tersebut, service level di bagian penyimpanan produk jadi menujukkan kemampuan untuk merespon permintaan konsumen sangat tinggi. Persen sevice level = = = = 103,82% Nilai service level yang dihasilkan sebesar 103,82%. Untuk mencapai service level 100% sangatlah tidak mudah, service level cenderung dibawah atau diatas 100%. Yang perlu diperhatikan bagi perusahaan agar service level mendekati 100% adalah dengan memperhatikan jumlah persediaan produk jadi dan juga safety stock (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Dari service level diatas, implikasi untuk perusahaan BROSEM, perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen akan produk sari apel pada tahun 2013 dengan baik, tetapi akibat dari service level tersebut, perusahaan kelebihan produk sari apel di bagian persediaan karena service level lebih dari 100%. Sebelum pengendalian persediaan dengan pendekatan Supply Chain Management diterapkan, service level perusahaan kurang dari 100% dikarenakan pada saat permintaan tinggi perusahaan membeli produk sari apel ke perusahaan sejenis. Dari hal tersebut, bisa dilihat bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dari sari apel yang mereka produksi sendiri. KESIMPULAN Pengendalian persediaan apel dengan pendekatan Supply Chain Management (SCM) dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen dengan
jumlah yang tepat, sehingga untuk memenuhi permintaan konsumen yang tinggi di tahun 2013, CV BROSEM dapat mengendalikan persediaannya dengan ratarata sari apel yang tersimpan di bagian penyimpanan produk jadi sebesar 15672 dos/bulan. Rata - rata kebutuhan apel untuk proses pengolahan sebesar 3109 kg/bulan dan rata - rata pesanan apel ke supplier sebesar 3333 kg/bulan. Service level perusahaan BROSEM dalam pemenuhan permintaan konsumen sebesar 103.82%, yang artinya perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen dengan baik. SARAN Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah service level 103.82%, dimana dapat memenuhi permintaan konsumen tetapi terdapat kelebihan di persediaan produk jadi. Untuk selanjutnya diharapkan peneliti menambahkan biaya yang terkait didalamnya, sehingga perusahaan dapat mengetahui biaya tersebut sebelum dan sesudah penerapan Supply Chain Management. Dan penelitian ini menggunakan periode bulanan dalam penerapan Supply Chain Management, namun kondisi ini dapat akan lebih baik jika data menggunakan mingguan ataupun harian. Oleh karena itu, sebaiknya untuk penelitian selanjutnya digunakan periode mingguan atau harian untuk memperkecil nilai kesalahan pada peramalan dan menghasilkan lebih banyak ragam data, sehingga data yang diramalakan dapat lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Anatan L dan Ellitan L. 2008. Supplay Chain Management Teori dan Aplikasi, Bandung. Anonymous. 2008. Penyiapan Sirup/Larutan Gula untuk Medium Pengisi dalam Pengalengan Buah dengan Target Kadar Gula Sirup Final Setelah Sterilisasi 30%. Dilihat 16 September 2012.
. Anshori, M. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi : Konsep dan Kerangka Dasar. Penerbit Citra Media, Surabaya. Gitosudarmo I dan Mulyono A. 2008. Manajemen Bisnis Logistik,
Yogjakarta. Heizer J and Render B. 2006. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi, Jakarta. Indrajit
RE dan Permono A. 2005. Manajemen Manufaktur, Yogyakarta.
Indrajit RE dan Djokopranoto R. 2003. Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang, Jakarta. Mason R and Towill D. 2008. Information Enrichment: Designing the Supply Chain for Competitive Advantage. Journal on Supply Chain Management. 2(4): 137-148. Pujawan, IN. 2005. Supply Chain Management. Penerbit Guna Widya, Surabaya. Supriyanto A dan Masruchah I. 2008. Purchasing Guide : ”Konsep dan Aplikasi Manajemen Purchasing”. PT. Elex Media Komputindo, Bandung. Teigen, R. 2002. Information Flow in a Supply Chain Management System. Trondheim University, Sweden.