Pengendalian OPT pada Usahatani Padi Sawah Menggunakan Agensia Hayati dan Konvensional Pest Control in Rice Farming Using Biological and Conventional Agencia Syamsul Rijal1*, Hani Sri Handayawati2*, Siti Farida3* Program Sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Malang Program Studi Agribisnis Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengendalian OPT menggunakan Agensia Hayati yang murah, dan ramah lingkungan secara konvensional. Metode penelitian dilaksanakan dengan metode survei melalui wawancara langsung dan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Sedangkan analisis data untuk mengetahui biaya dan pendapatan petani digunakan model Interprise Budget. Untuk perhitungan Marginal Rafe of Return mengacu metode Harrington. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2010. Penetapan daerah penelitian dilakukan secara sengaja ( purposive ), yaitu di Desa Tanjung Mudo, Kecamatan Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi dengan alasan merupakan sentral tanaman padi Kabupaten Kerinci. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis usahatani diketahui bahwa pendapatan bersih petani dengan menerapkan Teknologi Pengendalian OPT yang memanfaatkan Agensia Hayati lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sistem Pengendalian Konvensional. Pendapatan bersih petani dengan sistem Pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati sebesar Rp. 2.643.200,oo sedangkan sistem konvensional Rp. 1.087.400,oo (untuk luas tanaman 1 Ha). Selisih pendapatan petani diperoleh dari selisih biaya yang dikeluarkan untuk membeli pestisida pupuk an-organik dengan biaya yang dikeluarkan untuk pengembangbiakan Agensia Hayati. Nilai Marginal Rate Of Retum (MRR) yang dihitung dari sistem pengendalian OPT secara konvensional ke sistem pemanfaatan Agensia Hayati dapat memberikan tambahan penghasilan 58,06%, serta ada kecenderungan petani akan merubah sistem pengendalian OPT pada tanaman padi. Kata kunci: Pengendalian, OPT, usahatani, padi sawah, agensia hayati, konvensional Abstract This study aims to determine the Agencia Biological control of pests using a cheap, environmentally friendly and conventionally. Methods of research carried out by the method of direct interview and survey using a questionnaire (questionnaire). While the data analysis to determine the costs and income of farmers used the model Interprise Budget. For the calculation of Return Marginal Rafe refers Harrington method. The experiment was conducted for 3 months, from August to October 2010. Zoning study done intentionally (purposive), which is in the village of Tanjung Mudo, District Sitinjau Sea, Kerinci regency, Jambi province with a central reason rice Kerinci. Based on the research and analysis of farming known that farmers' net income by applying the pest control technology which utilizes a higher Biological Agencia when compared with conventional control system. Net income of farmers with pest control system by utilizing Agencia Biological Rp. 2.6432 million, oo whereas conventional systems Rp. 1.0874 million, oo (for extensive plant 1 ha). Difference in farmers' income derived from the difference between the costs incurred for the purchase of pesticides with inorganic fertilizer costs for Biological Agencia breeding. Marginal Value Of Retum Rate (MRR), which is calculated from the conventional pest control system to system utilization Biological Agencia can provide additional income 58.06%, and there is a tendency of farmers to change the system of pest control in rice. Key words: Control, pests, farming, paddy fields, biological agents, conventional
PENDAHULUAN Padi (Oryza sativa) merupakan jenis tanaman pangan yang sangat pentign di Indonesia. Penggunaannya Sebagai bahan makanan pokok bagi lebih dari 90 % penduduk Indonesia dan padi merupakan komoditas strategis dan prioritas intensifikasi pertanian. Salah satu komponen teknologi yang memberikan konstribusi dalam produksi pangan adalah adanya penggunaan kompos jerami dengan memanfaatkan agensia hayati Trishoderma. Luas pertanian padi di Kabupaten Kerinci adalah 30.192 ha, dan luas panen 29.946 ha, dengan produksi 164.703 ton atau rata-rata produksi 5,50 ton/ha. (Anonymous , 2010). Pertanaman padi terbesar disemua Kecamatan dalam Kabupaten Kerinci. Hasil rata-rata per ha disetiap Kecamatan termasuk masih rendah jika dibandingkan di daerah penghasil beras lainnya yaitu 5,5 ton/ha, seperti di Jawa Barat misalnya yang bisa mencapai 6,4 – 7,0 Ton/ha. Salah satu faktor penghambat peningkatan produksi adalah akibat aktivitas organisme pengganggu tanaman (OPT). Kehilangan hasil akibat aktifitas OPT antara 11 – 18 % (Anonymous, 2010 ). Sampai saat ini masih banyak petani yang mengartikan pengendalian hama sama dengan penggunaan pestisida. Hal ini terbukti bila diketahui ada tanaman yang rusak karena serangga, maka petani langsung mencari pestisida untuk disemprot pada tanaman. Begitu pula bila ditemui ada serangga, tanpa memperhitungkan apakah serangga tersebut merugikan atau bermanfaat, cara pengendalian semacam ini disebut pengendalian Konvensional. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras sebagai bahn makanan pokok, maka harus dilakukan peningkatan produksi yaitu melalui usaha Ekstensifikasi., Intensifikasi, dan Rehabilitasi. Sesuai dengan sasaran yang diprogramkan pemerintah guna mempertahankan Swasembada Pangan (Beras) dalam mencukupi kebutuhan makanan pokok, maka diperlukan peningkatan rata-rata produksi per Ha dan peningkatan luas area tanam. Kebijakan pemerintah dalam peningkatan produksi pangan adalah untuk (1) Menyediakan bahan pangan yang cukup bagi konsumen dengan harga dapat terjangkau; (2)Menjamin produsen agar mendapat keuntungan yang memadai sehingga mendorong untuk meningkatkan
produksi;(3)Mengusahakan penyeimbangan penyediaan dan penawaran menuju memertahankan swasembada pangan. Usaha penanggulangan kerugian akibat OPT adalah dengan penerapan sistem pengendalian hama terpadu ( PHT ) dimana salah satu komponennya adalah Biologis atau pemanfaatan musuh alami. Program peningkatan produksi tanaman pangan khususnya komoditi padi (Oryza sativa) dalam perjalanannya tidaklah berjalan mulus, masalah yang muncul dapat berupa teknis maupun non teknis. Adapun masalah yang dihadapi dalam peningkatan produksi pada tanaman padi adalah; (1). Timbulnya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT); (2)Rendahnya tingkat pengetahuan petani (SDM) khususnya mengenai penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT); (3)Rendahnya daya beli petani akibat dampak resesi ekonomi saat ini sehingga dapat menghambat penerapan saprodi lengkap. Sesuai dengan permasalahan diatas, maka perlu dicari solusi dengan cara; (i)Meningkatkan penyuluhan yang efektif sedemikian rupa untuk menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi petani dalam kelompok yang didasari atas kebersamaan dalam kelompok; (ii)Pembinaan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT); (iii) Dalam usaha menekan kerugian akibat aktifitas Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) perlu permasyarakatan pengendalian dengan menerapkan pengendalian dengan menerapkan pengendalian secara Biologi yang dikenal dengan Pemanfaatan Agensia Hayati yang untuk saat ini satu-satunya teknologi pengendalian OPT yang murah dan ramah lingkungan. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pengaruh penerapan teknologi pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap peningkatan pendapatan petani. Hipotesis yang diajukan ialah diduga pengendalian OPT dengan memanfaatkan agensia hayati dapat meningkatkan pendapatan petani padi sawah MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu penelitian Penentuan lokasi penelitian ditentukan dengan secara sengaja (Purposive) di Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci dengan dasar pertimbangan: (i)Lokasi tersebut merupakan sentra pertanaman padi
di Kabupaten Kerinci (ii)Petani anggota kelompok tani sudah pernah mendapat pelatihan tentang cara pengembang biakan dan penggunaan Agensia Hayati; (iii)Serta sudah menerapkan teknologi pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan memanfaatkan agensia hayati khususnya pada komoditi padi sawah. Alat dan obyek Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ialah daftar kuesioner yang terstruktur pada responden yang dipadukan dengan wawancara dimana pewawancara berperan untuk mengkomunikasikan pertanyaan -yang tertera dalam kuisioner. Data yang diamati ialah: 1. Data luas tanam petani contoh pengguna agensia hayati. 2. Jumlah penggunaan saprodi (Benih, pupuk, pestisida, agensia hayati) 3. Harga satuan saprodi dalam rupiah. 4. Biaya produksi, sewa lahan, pengelolaan tanah, saprodi, Perawatan, Panen, Pajak Tanah. 5. Produksi yang dicapai. Pelaksanaan Data sekunder dikumpulkan dari Instansi terkait yang merupakan data pendukung program pembangunan pertanian. (i)Kantor Desa Kecamatan Sitinjau Laut; (ii).Kantor Cabang Dinas pertanian dan perkebunan Kecamatan Sitinjau laut; (iii).Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kerinci. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara lansung dari petani contoh responden yang berjumlah 50 orang dengan sistem wawancara dan pengisian kuesioner. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei melalui wawancara langsung dengan petani dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. (Kuesioner). Petani yang terpilih sebagai petani contoh (Sampel) sebanyak 50 orang. Pemilihan petani contoh dilakukan dengan teknik penarikan contoh acak sederhana. 50 orang petani yang terpilih, diambil 25 orang untuk mewakili petani yang menerapkan pengendalian OPT konvensional, dan 25 orang yang mewakili petani yang menerapkan pengendalian OPT dengan memanfaatkan agensia hayati. 50 petani contoh semua memiliki lahan sawah sendiri. (i)Analisis biaya dan pendapatan usahatani lahan sawahdipergunakan model interprise budget dengan mengacu pada Paris dan Herrdt(ii)Perhitungan Marginal
Rate of Return untuk mengetahui dominan, mengacu pada Harrington dan Perrin et al.(iii)Uji statistik yang dipergunakan ialah uji t-student untuk uji beda dua ratarata, dengan anggapan berasal dari populasi normal dan ragam tidak diketahui. Cara penghitungan dan pengujiannya mengacu pada Yamne(iv)Analisis pendapatan yang dipergunakan disajikan dengan diagram dan rumus berikut: Nilai Produksi = Jumlah Panen (GKP) x Harga Nilai komponen biaya tunai Pupuk GKP - Organik -An Organik Pestisida Aqens Hayati Nilai komponen biaya opportunis Sewa tanah Benih Pupuk ( Organik, An-Organik ) Pestisida Agensia Hayati Tenaqa kerja keluarga petani
.
Pendapatan kotor usahatani (GFI) merupakan selisih antara nilai produksi dengan biaya opportunity, yaitu secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
GFI = NP - BT Dimana: GFI = Pendapatan kotor usahatani ( Gross Farm lncome) NP = Nilai Produksi BT = Biaya Tunai Sedangkan pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income) merupakan pendapatan yang diterima petani setelah dikurangi biaya opportunity, secara matematis pendapatan bersih usahatani (NFI) dirumuskan sebagai berikut :
NFI=GFI-BO Dimana: NIF = Pendapatan bersih usahatani GFI = Pendapatan kotor usahatani B0 = Biaya opportunity / total biaya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis biaya dan pendapatan usahatani lahan sawah yang menerapkan sistem pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati dan sistem pengendalian OPT Konvensional sebagai pembanding digunakan model interprise budget dengan mengacu pada Paris dan Herrdt (2). Penghitungan Marginal Rate of Return untuk rnengetahui dominan, mengacu pad a Harrington dan Perrin et. al. Metode statistik yang dipergunakan adalah uji t-student untuk uji beda dua rata-rata, dengan anggapan berasal dari populasi normal dan ragam tidak diketahui. Cara penghitungan dan pengujiannya mengacu pada Yamne (5) . a. Produksi Produksi yang dicapai oleh petani contoh pada masa tanam 2010 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sebaran produksi padi sawah petani contoh di Kecamatan Sitinjau Laut masa tanam 2010 No 1 2
Sistim Pengendalian
Rata –rata Produksi (Kg)
Konvensional
4,250
Agensia Hayati
4,9
kerja keluarga petani (TKKP) Rp.4.000.000,oo serta biaya pembelian bibit Rp.280.000,oo Biaya tunai ( Cash ) yang dikeluarkan petani contoh adalah biaya untuk pembelian pupuk buatan, pestisida, dan upah tenaga kerja diluar tenaga kerja keluarga. Dari kedua sistem pengendalian tadi, yang paling kecil pengeluaran biaya tunainya adalah sistem pemanfaatan Agensia Hayati yakni sebesar Rp 280.000,oo sedangkan Konvensional Rp.1.025.000,oo c. Pendapatan Petani Pendapatan bersih yang diterima petani dari kedua teknologi pengendalian OPT memberikan pendapatan bersih (Net Farm Income) tertinggi, yaitu sebesar Rp.20.025.000,oo yakni dengan menerapkan teknologi pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati, sedangkan dengan Konvensional pendapatan bersih (Net Farm Income) adalah Rp 14.920.000,oo Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.
No
Sumber: Hasil olahan data, tahun 2010 1
Produksi rata-rata petani contoh sangat bervariasi dari masing-masing petani baik antar penerapan teknologi maupun antara petani itu sendiri yaitu Petani contoh yang menerapkan sistem pengendalian Konvensional produksi yang dicapai4,250 ton/Ha, sedangkan petani contoh yang menerapkan sistem pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati produksi yang dicapai 2,4 – 2,44 ton/Ha b. Biaya Biaya yang harus dikeluarkan oleh petani contoh sIstem pengendalian Konvensional untuk persatuan luas 1 Ha adalah Rp.5.305.000,oo yang terdiri dari biaya tunai Rp,1.025.000,oo dan biaya tenaga kerja keluarga petani (TKKP) Rp.4.000.000,oo serta biaya pembelian bibit Rp.280..000,oo. Biaya yang dikeluarkan oleh petani contoh sistern pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati adalah Rp.4.560.000,oo yang terdiri dari biaya tunai Rp.280.000,oo dan biaya tenaga
Hasil perhitungan biaya dan pendapatan petani contoh padi sawah di Kecamatan Sitinjau Laut .
Uraian Pendapatan Kotor (GFI)
Sistim Pemgendalian OPT Agensia Konvensional Hayati 20.225.000,oo
24.585.000,oo
Total Biaya 2
- Biaya Tunai Biaya Opportunity Pendapatan Bersih Pendapatan TK Keluarga Petani -
3 4
1.025.000,oo
200.000,oo
5.305.000,oo
4.560.000,oo
14.920.400,oo
20.025.000,oo
4.000.000,oo
4.000.000,oo
Sumber: Olahan data primer, tahun 2010 Dilihat dari perkiraan pendapatan bersih yang diterima petani dari kedua teknologi pengendalian OPT memberikan pendapatan bersih (Net Farm Income) tertinggi, yaitu sebesar Rp 20.025.000,oo yakni dengan menerapkan teknologi pengendalian OPT dengan memanfaatkan Aqensia Hayati, sedangkan dengan Konvensional pendapatan bersih (Net Farm Income) adalah Rp 14.920.000,oo. Hal ini disebabkan total biaya yang dikeluarkan
petani dalam penerapan teknologi Konvensional lebih besar apabila dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan dengan memanfaatkan Agensia Hayati yakni sebesar Rp 5.305.000,oo per hektar, sedangkan dengan memanfaatkan Agensia Hayati sebesar Rp 4.560.000,oo Pengeluaran yang besar dari sistem pengendalian OPT Konvensional adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli Pestisida sebesar Rp 550.000,oo dan pupuk buatan Rp.475.000,oo. Rincian biaya dan pendapatan bersih disajikan pada Lampiran 5. Petani yang tidak memerhitungkan tenaga kerja keluarga (TKKP ) sebagai faktor biaya, maka pendapatan petani dengan menerapkan teknologi pengendalian OPT dengan mernanfaatkan Agensia Hayati sebesar Rp 24.585.000,oo Sedangkan sistem pengendalian Konvensional adalah sebesar Rp 20.225.000,oo pendapatan tenaga kerja petani ( PTKP ) sistem pengendalian OPT secara Konvensional maupun Agensia Hayati sama yaitu Rp.4.000.000,oo
Hubungan antara biaya dan pendapatan bersih yang diterima petani, secara grafis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan antara total biaya dan pendapatan bersih petani contoh di Kecamatan Sitinjau Laut Keterangan: P.1 = Sistem Pengendalian OPT Konvensional P.2 = Sistem Pengendalian OPT Agensia Hayati
Gambar 1 dapat diketahui bahwa sistem pengendalian OPT dengan sistem Konvensional di dapat pendapatan bersih (NFI) rendah dengan biaya tinggi yaitu pendapatan bersih (NFI) Rp.14.920.000,oo dengan biaya Rp. 5.305.000,oo (P.1) sedangkan dengan pemanfaatan Agensia Hayati pendapatan bersih (NFI) tinggi dan biaya relatif lebih rendah, yaitu pendapatan bersih (NFI) Rp.20.025.000,oo dengan biaya Rp.4.560.000,oo Marginal Rate Of Return (MRR) sistem pengendalian OPT dengan memanfaatkan AgensiaHayati dapat memberikan tambahan pendapatan bersih petani sebesar Rp.5.105.000.- atau 58,06% yaitu selisih pendapatan bersih antara penerapan tenologi pengendalian sistem Konvensional dengan sitim pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati atau angka MRR tadi menunjukan adanya peluang bagi petani untuk merobah pola pengendalian OPT dalam usaha peningkatan pendapatan petani. Produksi minimal untuk mencapai titik impas Untuk menghindari kerugian petani dalam berusahatani, maka petani memunyai batasan target minimal produksi yang harus mereka capai dalam satu masa tanam dalam satuan luas areal tanam dan satuan luas areal panen untuk mengembalikan modal usahatani yang harus dikeluarkan sebagaimana peragaan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva pendapatan bersih usahatani padi sawah berdasarkan tingkat produksi petani contoh di Kecamatan Sitinjau Laut
Keterangan: PB = Pendapatan Bersih HGKP = Harga Gabah Kering Panen PB = HGKP x Produksi - Total Biaya PB 1. =Rp.5.000,ooX4.250Kg– Rp.5.305.000,oo =15.945.000,oo (Konvensional) PB 2. = Rp. 5.000,oo X 4.973Kg Rp.1.960.000,oo =20.305.000,oo (Konvensional) Gambar 2 dapat dilihat sistem pengendalian OPT' yang memanfaatkan Agensia Hayatidengan total biaya sebesar Rp. 4.560.000.- dan harga gabah kering panen (HGKP) Rp.5.000.- / Kg, maka untuk mencapai titik impas produksi minimal yang harus dicapai Sekurang-kurangnya Rp.1,435 ton/Ha ( x2 ) , Sedangkan sistem konvensional dengan total biaya Rp.5.725.000,oo dengan harga gabah (HGKP) Rp. 5.000,oo maka minimal produksi yang harus dicapai untuk mencapai titik impas sekurang-kurangnya 2,291 ton/Ha ( x1 ).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Rata-rata pemilikan lahan usahatani padi sawah 1,0 Ha ternyata digarap secara keseluruhan dalam upaya memaksimalkan pendapatan petani. Sistem pengendalian Konvensional dapat memberikan pendapatan bersih yang relatif tinggi, tetapi memerlukan biaya korban yang relatif tinggi yaitu pendapatan sebesar Rp.1.087.400,oo dengan biaya sebesar Rp. 2.725.000,oo Sistem pengendalian dengan memanfaatkan Agensia Hayati dapat memberikan pendapatan bersih yang relatif tinggi dengan memerlukan biaya korbanan yang jauh lebih rendah yaitu pendapatan sebesar Rp.2.643.200,oo dengan jumlah biaya korban Rp 1.960.000,oo Nilai Marginal Rate of Return (MRR) yang dihitung dari sistem pengendalian OPT secara Konvensional ke sistem pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati dapat memberikan tambahan pendapatan petani sebesar 58,06%, dan ada kecenderungan petani akan merubah cara pengendalian OPT dalam usa ha peningkatan pendapatan petani. Saran Dalam jangka pendek dan menengah, perlu kebijakan tentang sistem pengendalian OPT yang murah, aman dan ramah lingkungan serta yang dapat meningkatkan pendapatan bersih petani. Kebijakan ini dimulai dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten. Alternatif yang cocok dilakukan ialah memasyarakatkan sistem pengendalian OPT dengan memanfaatkan Agensia Hayati. Melalui pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang intensif guna untuk meningkatkan keterampilan baik petugas maupun petani tentang cara aplikasi dilapangan. Memasukkan program pemasyarakatan pemanfaatan Agensia Hayati untuk pengendalian OPT ke dalam program RENSTRA baik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten sehingga semua pihak ikut bertanggungjawab atas suksesnya program ini.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 1994. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor .2010. Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Perkebunan. Kabupaten Kerinci. .2003. Pedoman Rekomendasi Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Padi. Dirjen BPTP. Jakarta. Baco, D dan Said, Y. 1998. Fluktuasi Populasi Penggerek Batang Putih S.innotata dan Faktor Penyebabnya di Sulawesi Selatan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Makasar.
Oka I.N. 1991. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasi di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Kantosuwando. 1995. Prinsip Pengendalian Agensia Hayati. Soekartawi, A, Soeharjo, Jhon L. Dillon dan J.Brian Hardaker, 1984. IImu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.