Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum Hendi Aviano Prasetyo Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia *Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Ultrafiltrasi merupakan salah satu teknologi membran yang telah berkembang pesat beberapa dekade belakangan ini. Salah satu aplikasi membran ultrafiltrasi adalah untuk pengolahan air minum. Aplikasi membran menggunakan ultrafiltrasi berhasil mengurangi jumlah unit proses pada pengolahan air minum, serta memaksimalkan kualitas produk air minum yang dihasilkan. Kendala utama yang dihadapi membran ultrafiltrasi dalam pengolahan air minum adalah terdeposisinya zat padat terlarut pada permukaan membran atau dikenal sebagai fouling.Fouling menyebabkan terjadinya penurunan fluks pada membran. Pada praktiknya, pengendalian fouling pada industri dapat dilakukan melalui pretreatment, seperti koagulasi/flokulasi, sedimentasi. Pada makalah ini, dibahas pengendalian fouling pada membran ultrafiltrasi melalui pretreatment dan pengendalian kondisi operasi, modifikasi membran/modul, serta pencucian membran. Kata kunci :fouling, membran, air minum
1. Pendahuluan Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO), tidak kurang dari 20 liter air perhari, kebutuhan air untuk minum per kapita. Kebutuhan air minum yang semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk, mengharuskan ditemukannya sumber air bersih yang lebih banyak. Namun, faktanya, sumber air yang ada semakin tercemar. Apalagi dengan semakin ketatnya persyaratan air minum yang ditetapkan WHO, menyebabkan harus ditemukan teknologi baru untuk mengurangi kontaminan pada air baku tersebut. Pasalnya, teknologi konvensional, belum bisa menghilangkan kontaminan β kontaminan tersebut dengan baik.
Teknologi membran merupakan salah satu jawaban dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum yang berkualitas. Ultrafiltrasi (UF) merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kontaminan dari air minum. UF adalah varian dari filtrasi membran dimana tekanan hidrostatik memaksa cairan menembus membran semipermeabel. Selain itu, ultrafiltrasi bekerja pada tekanan rendah (1-10 bar), sehingga pengoperasiannya cukup mudah [1]. Konsep yang digunakan UF untuk mekarakterisasi rejeksi padatan terlarut adalah menggunakan konsep molecular weight cut β off (MWCO) [2]. Pada prinsipnya, teknologi ultrafiltrasi adalah melewatkan air baku melalui filter, pada tekanan trans-membran. Kontaminan yang terdapat pada air
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
baku, seperti logam berat, bakteri, mikroorganisme dapat dihilangkan. Pada 20 tahun belakangan ini, UF merupakan salah satu teknologi yang cepat berkembang pada industri air minum [7] . Walaupun demikian, fouling selalu menjadi masalah pengaplikasian membran untuk produksi air minum [6]. Fouling menyebabkan produktifitas membran menjadi berkurang. Pasalnya, ketika membran mengalami fouling, fluks permeate akan berkurang dengan cepat. 2. Teknologi Ultrafiltrasi Pengeloahan Air Minum
pada
Pada dasarnya, pengolahan air minum berbasis proses membran merupakan proses yang berbasis integrasi beberapa unit proses. Integrasi proses ini merupakan salah satu langkah untuk memaksimalkan kualitas dari air minum. Penggunaan unit proses lain seperti nanofiltrasi dan sand filter sering ditemukan pada aplikasi pengolahan air minum berbasis membran. Secara skematis, proses pengolahan air minum digambarkan pada gambar 1.
2
memiliki berat molekul tinggi, seperti protein akan tertahan pada permukaan membran, dan air akan lewat pori membran. Air hasil ultrafiltrasi selanjutnya akan masuk ke proses nanofiltrasi. Padatan tersuspensi ukuran kurang dari 2 nm akan tertahan di permukaan membran. Penambahan klorin pada air hasil filtrasi berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada air minum hasil filtrasi. Secara reaksi kimia, yang terjadi adalah oksidasi Fe(II) dan Mn(II) menjadi Fe(III) dan Mn(III). 3. Fouling pada Membran Fouling, terjadi ketika zat yang terdapat pada air umpan membentuk deposit di permukaan membran atau di dalam struktur poros membran[3]. Beberapa parameter yang mempengaruhi terjadinya fouling adalah sifat alami dan konsentrasi dari zat terlarut dan larutan, material membran, karakteristik permukaan membran, ukuran pori dan distribusi pori, dan hidrodinamika dari modul membran [28-31]. 3.1 Karakteristik penurunan fluks
Gambar 1. Skema pengolahan air minum berbasis UF-NF. Diadaptasi dari Wenten, et al.[6]. Pada proses berbasis membran, air umpan masuk ke membran ultrafiltrasi terlebih dahulu.Tekanan hidrostatis memaksa cairan melewati membran semipermeabel pada UF. Padatan tersuspensi dalam air umpan yang berukuran 1 β 100 nm dan
Pada pengaplikasiannya, kinerja membran dapat berubah terhadap waktu. Umumnya akibatkan konsentrasi polarisasi, dan fouling, fluks membran menurun terhadap waktu penggunaan membran tersebut. Kurva penurunan fluks terhadap fouling ditunjukkan oleh Gambar 2.
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
Gambar 2. Profil penurunan fluks selama operasi karena fouling [5]. Secara teoritis, turunnya fluks membran ini diakibatkan karena meningkatnya tahanan disekitar pori membran. Berbagai hambatan yang terlibat dalam operasi membran digambarkan dalam hambatan total, Rtot. πππ’ππ = π½=
ππππ£πππ πππππ π£ππ πππ ππ‘ππ π₯ π‘ππ‘ππ π‘πβππππ
βπ π π₯ π
π‘ππ‘
(1) (2)
3.2 Model dari fouling Pada UF, fouling terjadi akibat mekanisme tertentu. Model fouling yang terjadi pada membran penyempitan pori, penyumbatan pori, dan pembentukan lapisan gel atau cake. 3.2.1 Penyempitan pori (pore plugging) Penyempitan pori terjadi akibat adsorpsi zat terlarut. Adsorpsi terjadi ketika terdapat interaksi secara spesifik antara zat terlarut dengan membran. Pada umumnya, terdapat jenis interaksi, yaitu interaksi lemah gaya van der Waals, gaya elektrostatis, atau ikatan kimia, tergantung dengan gugus fungsi yang terlibat pada interaksi tersebut. Sebagai contoh, adsorpsi asam humat. Afinitas yang kuat dari senyawa ini menyebabkan molekul ini berinteraksi dengan permukaan membran dapat mengubah
3
karakteristik permukaan membran. Material yang teradsorpsi pada permukaan membran ini tidak bisa dihilangkan tanpa chemical cleaning. Apabila kondisi ini terjadi terus menerus saat operasi berjalan. Maka akan terjadi internal fouling yang menyebabkan fluks menurun. Ilustrasi model penyempitan pori ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Illustrasi model penyempitan pori (pore plugging) [5]. 3.2.2 Penyumbatan pori (pore blocking) Pore blocking terjadi karena keseluruhan atau sebagian dari membran tertutup oleh koloid dan partikel [27,28]. Biasanya terjadi secara cepat, pada tahap awal filtrasi, ketika permukaan membran bebas dari deposit dan partikel yang masuk dapat berinteraksi secara langsung dengan pori membran. Ilustrasi model penyumbatan pori ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Illustrasi model penyumbatan pori (pore blocking) [5].
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
2.2.3 Pembentukan lapisan cake/gel (pore blocking) Pembentukan lapisan cake merupakan proses yang terjadi ketika partikel yang disaring membentuk lapisan tertentu pada permukaan luar membran. Lapisan cake terdiri dari zat terlarut yang berbeda. Adanya lapisan cake ini menghambat terjadinya kontak antara permukaan membran dengan foulant lainnya. Pembentukan gel terjadi diawali oleh konsentrasi polarisasi yang terjadi pada permukaan membran, lalu terjadi deposit makromolekul di permukaannya.Ilustrasi model pembentukan lapisan cake/gel ditunjukkan oleh Gambar 5.
Berikut merupakan penggolongan jenis foulant lainnya : Tabel 1 Contoh fouling berdasarkan foulant pada pemisahan padat-cair [5].
foulan
fouling yang terjadi
partikel tersuspensi ukuran besar
partikel membentuk lapisan cake atau memblok saluran modul
partikel koloid membentuk dense cake ukuran kecil layer, memblok jalur masuk pori membran substansi biologik
pembentukan biofilm pada permukaan membran
makromolekul inert
pembentukan lapisan gel pada membran
ο· Gambar 5. Illustrasi model pembentukan lapisan cake/gel [5]. 3.3 Jenis foulant Foulant merupakan zat yang menyebabkan terjaidnya fouling. Umumnya pada UF, jenis foulant yang ditemukan dibagi menjadi 4 kategori yaitu makromolekul, ion dan zat biologis[5].
4
ο·
ο·
Partikulat : partikel/koloid anorganik atau organik yang membentuk lapisan cake. Akibatnya pori membran akan tertutupi. Hal ini mengakibatkan transport zat pada permukaan membran terhalangi; Organik : komponen dan koloid terlarut (contoh asam humat dan asam fulvat, material hidrofilik dan hidrofilik, serta protein) yang menempel pada permukaan membran berdasarkan prinsip adsorpsi; Inorganik : komponen terlarut (contoh besi, mangan dan silika) yang mempunyai tendensi untuk mengendap di permukaan membran karena perubahan pH (scaling) atau karena oksidasi (besi atau mangan oksida). Residu
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
ο·
koagulan/flokulan dapat dikelompokkan menjadi foulant inorganik; Organisme mikrobiologial : foulant yang meliputi jenis vegetasi seperi alga, mikrooganisme seperti bakteri, yang dapat menempel pada permukaan membran dan menyebabkan biofouling;
3.4 Karakteristik fouling berdasarkan jenis foulant 3.4.1 Fouling akibat partikulat/koloid Partikulat pada air telah diklasifikasi oleh [9] menjadi beberapa kategori : ο· ο· ο· ο·
Settleable solids > 100 ΞΌm Supra-Colloidal solids 1ΞΌm sampai 100 ΞΌm Colloidal solids 0,001 ΞΌm sampai 1 ΞΌm Dissloved solids < 0,001 ΞΌm
Koloid pada umumnya mempunyai ukuran mendekati ukuran pori membran, sehingga apabila koloid terdeposisi di permukaan membran akan menyebabkan fouling [8]. Pore blocking merupakan tahap awal dari fouling yang diakibatkan oleh partikulat/koloid. Pore blocking yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga tipe [5]. 1) standard fouling : deposisi disekitar pori masuk.
partikel
2) complete fouling (pore sealing) : plugging yang terjadi pada pori 3) intermediate fouling : kombinasi dari standard fouling dengan comple fouling Umumnya, pada proses filtrasi, setelah terjadi fouling, maka akan terbentuk lapisan cake partikulat.[6]
5
Proses pembentukan cake partikulat ini umumnya terbagi menjadi tiga tahap : (1) fouling saat awal filltrasi. (2) pembentukan lapisan cake, dan (3) cake compression. Pada tahap pertama, deposisi dan penataan ulang partikel koloid pada permukaan membran menyebabkan resistansi overall dari proses filtrasi meningkat. Pada tahap kedua, ada peningkatan secara signifikan resistansi filtrasi, dan penurunan porositas cake karena cake compression dan colloid deformation. Lalu, akan terbentuk lapisan pada filter membran. Ketebalan lapisannya mencapai 10-20% dari lapisan cake keseluruhan, namun lapisan ini menambah resistansi filtrasi sekitar 90%. Porositas cake rata-rata akan meningkat secara bertahap pada tahap ketiga. Model yang digunakan untuk mengevaluasi fouling ini adalah model resistance-in-series dengan menggunakan Hukum Darcy [7] π½ = π₯πT/(π. π
π‘)
(3)
π
T = π
m + π
c + π
f
(4)
Keterangan : J : fluks permeat π₯πT : tekanan transmembran ΞΌ : viskositas permeat π
T : resistansi total dari membran π
m : resistansi internal membran π
c : resistansi karena lapisan cake π
f :resistasi plugging
fouling
karena
pore
Pada persamaan (1) fluks (J) berbanding terbalik dengan resistansi
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
total (π
T). Dengan asumsi tekanan transmembran konstan, dengan bertambahnya resistansi, semakin sedikit air yang difiltrasi. Setelah terbentuknya lapisan cake, maka tahap terakhir dari fouling yang disebabkan oleh partikulat adalah konsentrasi polarisasi. Konsentrasi polarisasi menyebabkan terjadinya back diffusion dari zat terlarut ke larutan. Hal ini terjadi dikarenakan konsentrasi zat terlarut yang terdeposisi di permukaan membran jauh lebih tinggi daripada konsentrasi larutan. Efek terjadinya konsentrasi polarisasi adalah semakin banyak zat terlarut yang terbawa masuk ke permeat. Karakteristik koloid seperti muatan pada teknan, kekasaran, ukuran, hidrofobisitas, dan stabilitas menentukan interaksi intra-partikel dan sifat dari lapisan fouling itu sendiri. 3.4.2 Fouling akibat materi organik (natural organic matter) Materi organik terlarut dalam air atau lebih dikenal dissolved organic matter (DOM) adalah hasil dekomposisi hewan dan tumbuhan di lingkungan [5].Berdasarkan asalnya, DOM dapat dikategorikan menjadi :(i) natural organic matter (NOM) yang didapat dari sumber air minum, (2) synthetic organic compounds (SOC) yang ditambahkan oleh konsumen dan disinfection byproducts (DBPs) yang ditambahkan saat proses disinfeksi air, (3) soluble microbial products (SMP) yang terbentuk karena dekomposisi senyawa organik [10]. Pada proses pengolahan air minum menggunakan UF, NOM diidentifikasi sebagai jenis foulant yang paling banyak ditemukan
6
[11]. NOM merupakan foulant yang banyak terdapat jenisnya, dari yang kecil, meliputi asam hidrofobik, protein dan asam amino sampai komponen besar seperti asam humat, dan asam fulvat. Sebagian besar komponen yang menyusun NOM adalah komponen humat (humat substances) (HS). Humat merepresentasikan lebih dari 80% dari total karbon organik di dalam air [12,13]. HS dapat dibagi menjadi tiga fraksi berdasarkan kelarutannya pada larutan asam : humin (tidak larut), asam humat (HA, tidak larut pada pH<2), dan asam fulvat (FA, larut pada berbagai pH, massa molekulnya lebih rendah daripada HA) [14-16]. Sedangkan secara terpisah, pengelompokkan NOM dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan besar [19], yaitu hidrofobik (komponen humat), hidrofilik dan transfilik. Fraksi dari NOM pada air permukaan berdasarkan Dissolved Organic Carbon (DOC) digambarkan pada gambar 3. Fraksi lain yang termasuk NOM adalah polisakarida, karbohidrat, asam amino, protein, dan lainnya [17-19]. Pada umumnya masalah fouling akibat NOM pada UF untuk pengolahan air minum diakibatkan karena efek asam humat. Asam humat memiliki molekul yang memiliki struktur polimer fenolik. Kandungan asam humat pada air permukaan, menyebabkan air tersebut berwarna kuning kecoklatan dan sering menyebabkan fouling pada membran filtrasi. [20,21]. Fouling pada UF akibat asam humat ini disebabkan karena asam humat mempunyai tendensi untuk berikatan dengan garam multivalen.Percobaan yang dilakukan Nystrom et.al [20] menyatakan bahwa, ketika asam humat berikatan dengan
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
logam, maka akan membentuk kelat, yang dapat menempel pada permukaan filter. Kelat yang menempel tersebut berbentuk seperti gel. Mekanisme fouling akibat NOM adalah sebagai berikut [5] : 1) NOM teradsorp pada pori membran dan menghalangi jalur lewatnya air. 2) NOM menghalangi pori membran dengan cara membentuk lapisan gel pada permukaan membran. 3) NOM berikatan dengan materi lain membentuk partikel dengan permeabilitas rendah pada permukaan membran. Pengklasifikasian NOM ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6. Fraksi NOM pada air permukaan berdasarkan DOC [15]. 3.4.3 Fouling akibat materi inorganik Fouling dapat terjadi akibat senyawa anorganik ketika terjadi pengendapan pada permukaan membran. Pengendapan yang terjadi pada permukaan membran diakibatkan karena terjadinya hidrolisis dan oksidasi ketika proses filtrasi air. Fouling yang
7
disebabkan karena materi inorganik populer disebut βmineral scalingβ [5]. Fouling yang disebabkan karena materi inorganik ini dikelompokkan menjadi dua mekanisme utama terjadinya scaling pada permukaan membran. Mekanisme pertama adalah kristalisasi dan yang kedua adalah particulate fouling. Pada saat terjadi kristalisasi, deposisi pada permukaan membran terjadi karena pengendapan ion. Sedangkan pada particulate fouling, deposisi terjadi karena perpindahan secara konvenksi dari materi partikulat koloid dari larutan ke permukaan membran. [23,24]. Hal ini terjadi apabila air baku yang digunakan merupakan air yang mengandung banyak ion anorganik. 3.4.4 Fouling (biofouling)
akibat
mikrobiologi
Fouling yang diakibatkan karena mikrobiologi disebut juga biofouling. Biofouling didefinisikan sebagai akumulasi mikroorganisme yang tidak diinginkan pada interfasa (padat-cair, gas-cair, atau cair-cair). Biofouling yang terjadi meliputi persitiwa deposisi, pertumbuhan sel bakteri atau flok pada membran [5]. Pembentukan biofouling diawali dengan pembentukan biofilm, lalu diikuti dengan proses (i) berpindahnya organisme ke permukaan membran; (ii) menempelnya organisme tersebut di permukaan membran; (iii) pertumbuhan dan perkembangan mikrobiologi sehingga terbentuk biofilm [25,26]. Pada pengolahan air minum berbasis UF, biasanya biofoulant yang membentuk biofouling disebabkan karena aquatic organism, seperti alga [27]. Namun, pada umumnya, air baku sebelum diolah
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
menggunakan membran, mengalami proses pretreatment. Salah satu pretreatment yang dilakukan adalah memberikan klorin pada air baku untuk membunuh organisme sebelum fouling terjadi.
ο·
3.5 Pengaruh fouling pada produksi air minum Berdasarkan jenis foulant yang mungkin terdapat pada produksi air, berikut merupakan pengaruh fouling pada produksi air minum pada UF. ο·
ο·
Fouling akibat partikulat menyebabkan terjadinya pembentukan lapisan cake akibat fouling oleh partikulat/koloid. Pada tekanan trans membran yang tinggi, partikel yang terakumulasi pada permukaan membran menjadi lebih banyak. Maka akan terjadi peningkatan konsentrasi partikulat pada permukaan membran seiring berjalannya waktu. Pada akhirnya akan terbentuk konsentrasi polarisasi yang berakibat pada turunnya laju permeat. Fouling akibat materi organik (DOM dan NOM) dapat mempengaruhi banyak aspek dari pengolahan air minum. Aspek yang dipengaruhi meliputi performa unit proses, aplikasi dari disinfektan. Selain itu, NOM dapat mempengaruhi kualitas air minum jika NOM bereaksi dengan disinfektan pada proses pengolahan air minum,
ο·
8
membentuk trihalomethan [22]. Fouling akibat materi inorganik terjadi apabila air baku yang digunakan untuk air minum memiliki kadar ion inorganik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terjadinya mineral scaling pada permukaan membran. Deposisi mikroorganisme seperti alga, pada permukaan membran UF menyebabkan terbentuknya biofilm. Biofilm ini menyebabkan terjadinya penurunan fluks permeate mencapai 25% dari fluks awal [5].
3.6 Pengendalian membran UF
fouling
pada
Pengendalian fouling dapat dilakukan dengan membersihkan membran dari fouling. Secara umum, cara untuk membersihkan membran dari fouling dapat dilakukan secara fisik dan kimia. Secara fisik, dapat dilakukan dengan mengubah hidrodinamika, membuat aliran menjadi turbulen atau memvariasikan temperatur untuk memaksa foulant secara kinetik untu meninggalkan permukaan membran. Sedangkan secara kimia, dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia untuk memodifikasi sifat kimia larutan , atau secara cepat bereaksi dengan foulant sehingga foulant terdekomposisi dari permukaan membran [6]. Selain itu, penggolongan pengendalian fouling secara garis besar dapat dilakukan melalui dua
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
cara, yaitu pengendalian dengan melakukan pretreatment, dan pengendalian kondisi operasi dengan mengubah sifat fisik,kimia air baku [7]. 3.6.1 Efek pretreatment
pemilihan
proses
Pretreatment dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas permeat dan mengurangi fouling pada membran [32].Sekarang ini, terdapat beberapa jenis pretreatment yang dapat dilakukan yaitu : koagulasi/flokulasi, sedimentasi, biological treatment. Efisiensi dari proses pretreatment dalam mereduksi kontaminan dan fouling sangat berhubungan dengan pemilihan tipe agen (koagulan, adsorben, oksidan, dan lain β lain), dosis, mode pemberian dosis (kontinu atau intermittent), cara pencampuran, temperatur, sifat pengotor (hidrofobisitas, densitas muatan, massa molekul dan ukuran molekul, properti dari larutan (pH larutan), serta karakteristik dari membran (muatan membran, hidrofobisitas, dan morfologi membran) [32]. 3.6.2 Koagulas/flokulasi
9
menjanjikan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kombinasi proses ini secara baik dapat mereduksi kontaminan, mempunyai performa yang baik, serta dapat mereduksi disinfeksi pada produk olahan air minum [34]. Ilustrasi proses flokulasi/koagulasi ditunjukkan oleh Gambar 7. Pada proses pengolahan air minum umumnya digunakan koagulan inorganik seperti aluminum dan garam besi. Namun, penggunaan bahan kimia ini dinilai tidak ekonomis pada kapasitas tinggi. Pasalnya bahan kimia yang digunakan, sebanding dengan kapasitasnya. Selain itu penggunaan bahan kimia menghasilkan limbah padatan yang membutuhkan pengelolaan dan pembuangan. Mekanisme koagulasi yang terjadi pada zat inorganik dalam proses UF adalah diawali dengan menetralisir muatan, dan membuat semua flokulan ukurannya berubah, lalu menstabilkan pengotor sampai pengotor tersebut mencapai kondisi dapat direjeksi oleh membran. Pada umumnya, kondisi operasi koagulasi ini dipengaruhi pada rentang pH larutan.
3.6.2.1 Mekanisme koagulasi Koagulasi merupakan proses pretreatment secara fisikokimia, yaitu dengan menambahkan bahan kimia seperti tawas agar padaatan terlarut mengendap. Proses ini sangat efektif untuk menghilangkan koloid dan materi tersuspensi. Kombinasi antara koagulasi dengan UF pada proses pengolahan air minum merupakan kombinasi proses yang
Gambar 7. Illustrasi flokulasi/koagulasi [63] .
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
3.6.2.2 Reduksi kontaminan dan fouling pada koagulasi Pra-koagulasi pada sistem UF secara umum dikategorikan menjadi koagulasi standar, dan koagulasi inline berdasarkan adanya proses sedimentasi atau tidak. Koagulasi standar pada praktiknya merupakan koagulasi yang paling efektif untuk mereduksi biofoulant seperti alga pada proses produksi air minum. Koagulasi standar melibatkan proses sedimentasi. Sedangkan koagulasi inline pada praktiknya dapat menyebabkan terdeposisinya flok pada permukaan membran. Faktor yang harus diperhitungkan dalam proses koagulasi pada produksi air minum adalah penentuan waktu dengan tepat, berapa lama proses sedimentasi mulai dan berakhir. Hal ini dilakukan agar pembentukan flok pada sedimentasi dapat diminimumkan sehingga fouling pada UF juga minimum. Selain itu faktor koagulan juga mempengaruhi fouling pada UF. Pada praktiknya, ditemukan bahwa penggunaan koagulan yaitu aluminum dan polyaluminum klorida dapat mereduksi materi organik dan fouling [35]. Faktor dosis koagulan mempunya efek yang cukup signifikan pada proses koagulasi sistem UF. Dosis koagulan yang berlebih memberikan efek reduksi fouling. Koagulasi merupakan proses pretreatment yang paling menjanjikan untuk pretreatment UF, banyak peneliti yang mencari kondisi
10
optimum untuk proses koagulasi sehingga proses UF menjadi lebih baik. 3.6.3 Sedimentasi 3.6.3.1 Mekanisme sedimentasi Sedimentasi adalah proses pengendapan padatan zat terlarut pada settling zone. Sedimentasi biasanya dilakukan setelah air umpan melalui proses media granulasi [6]. Ilustrasi dari penampang alat sedimentasi ditunjukkan oleh Gambar 8.
Gambar 8. Illustrasi sedimentasi [64] . 3.6.4 Biological treatment Proses biologis pada umumnya tidak banyak dipergunakan pada proses produksi air minum. Hal ini dikarenakan dikhawatirkan, treatment secara biologis akan menimbulkan tumbuhnya mikroorganisme pada sumber air baku. Namun, karena semakin luasnya polusi terhadap sumber air baku, proses secara biologis ini bisa menjadi salah satu pilihan. Pada praktiknya, penggunaan bio-filter dengan UF pada filtrasi air baku yang banyak mengandung asam humat, sebagai opsi pada proses pretreatment, menunjukkan bahwa laju foulingnya lebih rendah daripada apabila menggunakan UF saja [44]. Klaim lain mengenai penggunaan
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
bio-filter adalah penggunaan biofilter dengan waktu kontak yang lebih lama dapat mereduksi fouling yang bersifat reversibel maupun irreversibel [45]. 3.6.5 Running modes Pengaturan jalannya operasi atau populer disebut running modes meliputi mengatur fluks permeat [44,47], frekuensi backwash [48], dan pengaturan tekanan konstan atau fluks konstan [43,49]. Fluks yang rendah akan menimbulkan efek fouling yang rendah pula, namun dibutuhkan banyak membran untuk mencapai fluks permeate yang diinginkan, dengan kondisi naiknya capital dan operating cost. Frekuensi backwash menjadi salah satu kunci pada pengoperasian ultrafiltrasi. Proses pengaturan backwash yang baik untuk mengatasi fouling adalah dengan mengatur periode backwash berdasarkan volume air yang telah terfilter bukan berdasarkan waktu [48]. Guo et al. [49] berhasil menghindari irreversibel fouling dengan mengoperasikan ultrafiltrasi dibawah tekanan 1 bar, serta menyarankan agar pengoperasian dijaga pada tekanan tetap, dibanding menjaga fluks permeatnya tetap. Hal ini didasarkan karena pengendalian fouling menjadi lebih efektif apabila menjadi tekanan operasi pada kondisi tetap ketika diaplikasikan pada air dingin (dibawah 5oC). Namun, pendapat yang kontradiktif dinyatakan oleh Lee et al. [50] bahwa penjagaan fluks permeat tetap lebih efektif daripada menjaga tekanan operasi tetap. Pada prinsipnya, pemilihan mode operasi ini baik
11
fluks konstan ataupun tekanan konstan, harus memperhitungkan proses mana yang lebih utama, serta aspek cost harus menjadi perhatian utama untuk memilih mode operasi mana yang harus dijalankan. Pemilihan mode operasi pada umumnya berdasarkan pada pengalaman di lapangan. Studi lebih lanjut mengenai pemilihan mode operasi menjadi penting, agar pengendalian fouling melalui pemilihan mode operasi menjadi lebih baik. 3.6.6 Rinsing (backwashing atau forward flushing) Pencucian membran yang dimaksud terdiri dari backwashing dan forward flushing. Backwashing adalah proses mengalirkan balik aliran dari bagian permeat ke bagian umpan. Aliran balik ini memungkinkan terangkatnya deposit foulant dari pori membran [55]. Pada praktiknya, backwashing ini harus dilakukan secara hati β hati karena bisa merusak membran.Pada umumnya, backwashing lebih lebih efektif daripada forward flushing, namun membutuhkan banyak energi [57,58]. Pada industri, backwashing biasanya terjadi secara otomatis. Indikator yang menjadi proses ini dapat diotomatisasi adalah tekanan trans membran. Ketika tekanan trans membran mencapai batas maksimum (set point) maka backwashing dilakukan. Pencucian secara periodik dapat menghindari menempelnya partikulat padat pada permukaan membran. Pencucian membran adalah salah
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
satu solusi yang efektif untuk membersihkan beberapa foulant. Katsoufidou et al. [70] menginvestigasi bahwa fenomena fouling yang terjadi pada UF karena materi organik, ditemukan bahwa terdapat materi organik lain yang menghasilkan mekanisme fouling yang berbeda. Pada eksperimen yang dilakukan terhadap dua model materi, yaitu asam humat dan natrium alginat. Dari percobaan ini ditemukan bahwa proses backwashing lebih efektif digunakan untuk fouling yang disebabkan karena natrium alginat daripada fouling yang disebabkan oleh asam humat. Pencucian membran dapat dioptimumkan dengan mengintegrasikan backflushing dengan forward flushing, pada kondisi waktu, tekanan, kecepatan dan volume optimum saat proses berlangsung. Pola aliran dari forward dan back flushing ditunjukkan oleh Gambar 9. Liang et al [51] mengevaluasi bahwa perbedaan metode pencucian untuk pembersihan membran ultrafiltrasi dari alga, mengkonsumsi waktu sekitar 20 menit untuk proses backwashing lalu diikuti dengan forward flushing. Wang et al [52] menyarankan kecepatan cross-flow sekitar 1,6 m/detik dapat membersihkan fouling pada membran dengan baik. Percobaan mengenai metode rinsing yang baik perlu dilakukan untuk pengaplikasian membran UF pada produksi air minum.
12
Gambar 9. Contoh rezim backwashing untuk modul crossflow : (a) filtrasi normal; (b) backwashing; [65].
3.7 Chemical cleaning Chemical cleaning atau pembersihan membran UF dengan menggunakan cairan atau larutan kimia [7]. Chemical cleaning biasanya diaplikasikan untuk foulant yang bersifat irreversibel. Proses chemical cleaning populer dikenal dengan cleaning-in-place (CIP). CIP dilakukan dengan cara mengganti cairan umpan dengan larutan pembersih di dalam modul membran, atau bisa dilakukan dengan cara COP (cleaning-out-place) yaitu dengan cara mengeluarkan membran dari aliran utama, dan menempatkannya di sebuah tangki untuk direndam pada cairan kimia [60,61] : ο·
ο·
ο·
Larutan asam, biasanya dipergunakan untuk mereduksi fouling akibat materi inorganik. Larutan alkali, biasanya efektif digunakan untuk mereduksi fouling akibat materi organik. Larutan biocide, merupakan larutan yang ditambahkan ketika bio-fouling terbentuk.
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
Pemilihan bahan kimia untuk mengurangi fouling didasarkan pada pengetahuan mengenai komponen utama pada bahan baku air. Pada beberapa kasus, bahan kimia yang dipergunakan tidak dapat digunakan untuk proses chemical cleaning. Studi menunjukkan bahwa chemical cleaning tidak mampu untuk mereduksi irreversible fouling atau merecover kembali performa membran secara total [7]. Zondervan dan co-workers [53,54] telah mengevaluasi jenis bahan kimia pembersih yang digunakan untuk mengendalikan fouling pada UF. Mereka mengembangkan cara agar waktu pembersihan lebih singkat dibanding pembersihan secara konvensional. Proses chemical cleaning biasanya terdiri atas 6 tahap [56,60,63] : (1) pendispersian larutan dan pembentukan cairan pembersih; (2) berpindahnya cairan pembersih ke permukaan lapisan fouling; (3) transmisi melewati lapisan fouling; (4) reaksi pembersihan ; (5) transpor produk reaksi kembali ke interfasa; (6) transpor produk reaksi kembali ke larutan 3.8 Modifikasi membran/konfigurasi modul Fouling pada membran UF dapat direduksi dengan cara memodifikasi membran/konfigurasi modul. Beberapa cara modifikasi membran yang dapat dilakukan antara lain : 1) Rotating modul Modul ini terdiri dari dua silinder koaksial dimana silinder bagian
13
dalam, yang berisi membran, berputar [5]. 2)Vibratory membrane (VSEP TM) Teknologi ini memanfaatkan getaran untuk mereduksi fouling. Kekurangan proses ini adalah memiliki biaya operasional yang lebih tinggi, karena motor penggetar tambahan. Selain itu, fouling yang terjadi pada pori membran masih belum bisa diatasi vibratory membrane [66]. Pola aliran yang dihasilkan vibratory membrane VSEP TM ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Pola aliran dari teknologi Vibrating Membrane yang dikembangkan VSEP TM [68]. Beberapa cara modifikasi modul membran antara lain : 1) Rotating Membrane System Prinsip dasar dari teknologi ini adalah menggunakan putaran untuk menghasilkan vortex. Terbentuknya vortex ini diharapkan dapat mengangkat konsentrasi polarisasi dan fouling yang terjadi pada membran berpori. Kelemahan dari teknologi ini adalah harga alat yang mahal dan sulit untuk discale-up [5].
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
2) Implanted Membrane
Ends-Free
Pada prinsipnya, salah satu sisi membran dibuat tetap posisinya atau dengan kata lain diimplan ke tanah. Membran dengan konfigurasi seperti ini, kemungkinan terjadinya fouling lebih kecil dibandingkan dengan membran kondisi submerged [5].Gambaran implanted ends membrane ditunjukkan pada Gambar 11.
14
pesat lagi perkembangannya. Pasalnya, penerapan membran dalam industri air minum merupakan langkah cepat dan efisien untuk produksi air minum. Penerapan membran dengan konsep yang sederhana dalam pengoperasiannya dengan mudah dapat di scale-up, selain itu dengan penggunaan membran ukuran dan jumlah alat operasi makin kecil dan semakin sedikit untuk kualitas air minum yang sangat baik. Hal ini sangat menjanjikan bagi industri air minum. Namun, yang masih menjadi tantangan bagi penerapan membran untuk air minum adalah salah satunya fouling pada membran. Umumnya penyebab fouling disebabkan oleh substansi koloid, organik, anorganik, dan mikrobiologi. Fouling yang terjadi pada membran menyebabkan produktifitas membran menurun. Pengendalian fouling yang dapat dilakukan untuk mengurangi fouling antara lain dengan cara pre-treatment umpan dan pengendalian kondisi operasi, modifikasi membran/modul, serta pencucian membran. Kedepannya diharapkan teknologi untuk reduksi fouling pada membran UF semakin berkembang. 5. Referensi
4. Kesimpulan
[1] Wenten, I.G., Hakim, A.N., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P . Diktat Kuliah : Teori Perpindahan dalam Membran. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung, 2013
Penerapan UF pada produksi air minum ke depannya akan jauh lebih
[2] Wenten, I.G., Hakim, A.N., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P.
Gambar 11. Implanted ends membrane yang telah diaplikasikan pada pengolahan air [5]
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
Diktat Kuliah : Karakterisasi Membran. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung, 2011. [3] Wenten, I.G., Hakim, A.N., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P. Diktat Kuliah : Pengantar Teknologi Membran. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung, 2013. [4] M. F. A. Goosen , S. S. Sablani , H. AlβHinai , S. AlβObeidani , R. AlβBelushi & D. Jackson (2005). Fouling of Reverse Osmosis and Ultrafiltration Membranes: A Critical Review, Separation Science and Technology, 39:10,2261-2297. [5] Wenten, I.G., Hakim, A.N., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P. Diktat Kuliah : Polarisasi Konsentrasi dan Fouling Pada Membran. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung, .2013. [6] Wenten, I.G., Hakim, A.N., Khoiruddin, Aryanti, P.T.P. Diktat Kuliah : Desain Proses Berbasis Membran. Teknik Kimia Insitut Teknologi Bandung, 2014. [7] Shirazi, S., Lin, C.J., Chen, D., 2010. Inorganic fouling of pressure-driven membrane processes β a critical review. Desalination 250, 236β248. [8] Huang, H., Spinette, R., OβMelia C.R., 2008. Directflow microfiltration of aquasols. I:Impacts of particle stabilities and size. Journal of Membrane Science 314, 90β 100.
15
[9] Rudolfs, W., Balmat, J.L., 1952. Colloids in sewage. I. Separation of sewage colloids with the aid of the electron microscope. Sewage and Industrial Waste 24, 247β 256. [10] Koltuniewicz, A.; Noworyta, A. Dynamic properties of ultrafiltration systems in light of the surface renewal theory. Ind. Eng. Chem. Res. 1994, 33, 1771β1779. [11] AWWA Membrane Technology Research Committee, 2005. Committee Report:Recent Advances and Research Needs in Membrane Fouling. American Water Works Association Journal 97(8), 79β89. [12] Jucker, C., Clark, M.M., Adsorption of aquatic humic substances on hydrophobic ultrafiltration membranes, J. Membr. Sci. 97 (1994) 37β52. [13] Kulovaara, M., MetsaΒ¨muuronen, S., NystroΒ¨m, M., Effects of aquatic humic substances on a hydrophobic ultrafiltration membrane, Chemosphere 38 (1999) 3485β 3496. [14] Yuan, W., Zydney, A., Humic acid fouling during microfiltration, J. Membr. Sci. 157 (1999) 1β12. [15] SchaΒ¨ fer, A.I.., Natural Organics Removal using Membranes: Principles, Performance and Cost, Technomic Publishing Company, Inc., 2001.
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
16
[16] Sutzkover-Gutman, I., Hasson, D., Semiat, R., Humic substances fouling in ultrafiltration processes, Desalination 261 (2010) 218β 231.
[23] Lee, S., Lee, C.H., 2000. Effect of operating conditions on CaSO4 scale formation mechanism in nanofiltration for water softening. Water Research 34, 3854β 3844.
[17]
Aoustin, E., SchaΒ¨ fer, A.I., Fane, A.G., Waite, T.D., Ultrafiltration of natural organic matter, Sep. Purif. Technol. 22/23 (2001) 63β78.
[24] Sheikholeslami, R., 2000. Calcium sulfate fouling β precipitation or particulate: a proposed composite model. Heat Transfer Engineering 21, 24β33.
[18] Richardson, S.D., The role of GCβMS and LCβMS in the discovery of drinking water disinfection by-products, J. Environ. Monit. 4 (2002) 1β9.
[25] Sadr Ghayeni, S.B., Madaeni, S.S., Fane, A.G., Schneider, R.P., 1996. Aspects of microfiltration and reverse osmosis in municipal wastewater reuse.Desalination 106, 25β29.
[19] Zularisam, A., Ismail, A., Salim, R., Behaviours of natural organic matter in membrane filtration for surface water treatment β a review, Desalination 194 (2006) 211β 231. [20] Nystrom, M.; Ruohomaki, K.; Kaipa, L. Humic acid as a fouling agent in filtration. Desalination 1996, 106, 78β86.
[26] Watnick, P., Kolter, R., 2000. Biofilm, city of microbes. Journal of Bacteriology 182,2675β2679. [27] Kwon, B., Park, N., Cho, Effect of algae on fouling efficiency of membranes,Desalination (2005) 203β214.
J. . and UF 179
[21] Domany, Z.; Galambos, I.; Vatai, G.; Bekassy-Molnar, E. Humic sub-stances removal from drinking water by membrane filtration. Desalination 2002, 145, 333β 337.
[28] Field, R., Fundamentals of fouling, in: K.V. Peinemann, S.P. Nunes (Eds.), Membranes for Water Treatment, vol. 4, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, 2010, pp. 1β22.
[22] Owen, D.M., Amy, G.L., Chowdhury, Z.K., Paode, R., McCoy, G., Viscosil, K., 1995. NOM characterization and treatability. American Water Works Association Journal 87 (1), 46β63.
[29] Belfort, G., Davis, R., Zydney, A., The behaviour of suspensions and macromolecular solutions in crossflow microfiltration, J. Membr. Sci. 96 (1994) 1β58.
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
[30] Faibish, R.S., Elimelech, M., Cohen, Y., Effect of interparticle electrostatic double layer interactions on permeate flux decline in crossflow membrane filtration of colloidal suspensions: an experimental investigation, J. Colloid Interface Sci. 204 (1998) 77β86. [31] Wiesner, M., Morphology of particle deposits, J. Environ. Eng. 125 (1999) 1124β1132 [32] Huang, Haiou, Schwab, Kellogg, Jacangelo, Joseph G., Pretreatment for low pressure membranes in water treatment: a review, Environ. Sci. Technol. 43 (2009) 3011β3019. [33] Xiangli, Qiao, Zhenjia, Zhang, Nongcun, Wang, Wee, Victor, Low, Megan, Loh, C.S., Hing, Ng.Teck. Coagulation pretreatment for a large-scale ultrafiltration processtreating water from the Taihu River, Desalination 230 (2008) 305β 313. [34] Liv Fiksdal, TorOve Leiknes, The effect of coagulation with MF/UF membrane filtration for the removal of virus in drinking water, J. Membr. Sci. 279 (2006) 364β371. [35] Kabsch-Korbutowicz, Malgorzata, Removal of natural organic matter from water by inline coagulation/ultrafiltration process, Desalination 200 (2006) 421β423. [36] Hong, Hye-Jin, Kim, Hojeong, Lee, You-Jin, Yang, Ji-Won,
17
Removal of anionic contaminants by surfactant modified powdered activated carbon (SM-PAC) combined with ultrafiltration, J. Hazard. Mater. 170 (2009) 1242β1246. [37] Choo, Kwang-Ho, Lee, Haebum, Choi, Sang-June, Iron and manganese removal and membrane fouling during UF in conjunction with prechlorination for drinking water treatment, J. Membr. Sci. 267 (2005) 18β26. [38] Ha, Tae-Wook.,Choo, KwangHo., Choi, Sang-June. Effect of chlorine on adsorption ultrafiltration treatment for removing natural organic matter in drinking water, J.Colloid Interface Sci. 274 (2004) 587β 593. [39] Sani, B., Basile, E., Rossi, L. , Lubello, C. Magnetic ion exchange resin treatment for drinking water production, J. Water Supply Res. Technol. AQUA 58 (2009) 41β50. [40] Boyer, Treavor H. Singer, Philip C. A pilot-scale evaluation of magnetic ion exchange treatment for removal of natural organic material and inorganic anions, Water Res. 40 (2006) 2865β2876. [41] Kitis, Mehmet. Harman, B. Ilker. Yigit, Nevzat O. Beyhan, Mehmet., Nguyen, Hung., Adams, Beryn. The removal of natural organic matter from selected Turkish source waters
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
using magnetic ion exchange resin (MIEX), React. Funct. Polym. 67 (2007) 1495β1504. [42] Bolto, B. ,Dixon, D. ,Eldridge, R. ,King, S. , Linge, K. Removal of natural organic matter by ion exchange, Water Res. 36 (2002) 5057β5065. [43] Bolto, B. ,Dixon, D. ,Eldridge, R. ,King, S. , Linge, K. Removal of natural organic matter by ion exchange, Water Res. 36 (2002) 5057β5065. [44] Daniella, B. Mosqueda-Jimenez, Huck, Peter M. , Basu, Onita D. Fouling characteristics of an ultrafiltration membrane used in drinking water treatment, Desalination 230 (2008) 79β91. [45] Hall, Cynthia., Huck, Peter M. , Peldszus, Sigrid., Haberkamp, Jens., Jekel, Martin .Assessing the performance of biological filtration as pretreatment to low pressure membranes for drinking water, Environ. Sci. Technol. 43 (2009) 3878β3884 [46] Treguer, Ronan., Tatin, Romuald., Couvert, Annabelle., Wolbertand, Dominique., TaziPain, Annie. Ozonation effect on natural organic matter adsorption and biodegradation β application to a membrane bioreactor containing activated carbon for drinking water production, Water Res. 44 (2010) 781β788.
18
[47] Bacchin, P. Aimar, P. Field, R.W. Critical and sustainable fluxes: theory, experiments and applications, J. Membr. Sci. 281 (2006) 42β69. [48] Lipp, P., Baldauf, G. , Schmitt, A. , Theis, B. Long-term behaviour of UF membranes treating surface water, Water Sci. Technol. Water Supply 3 (2003) 31β37. [49] Xiaoyan, Guo., Zhang, Zhenjia., Fang, Lin., Su, Liguo. Study on ultrafiltration for surface water by a polyvinylchloride hollow fiber membrane, Desalination 238 (2009) 183β191 [50] Lee, Eun Kyung., Chen, Vicki Fane, A.G. Natural organic matter (NOM) fouling in low pressure membrane filtration β effect of membranes and operation modes, Desalination 218 (2008) 257β270. [51] Kimura, K. , Hane, Y. , Watanabe, Y. Effect of precoagulation on mitigating irreversible fouling during ultrafiltration of a surface water, Water Sci. Technol.51 (2005) 93β100. [52] Lee, NoHwa., Amy, Gary., Croue, Jean-Philippe .Lowpressure membrane (MF/UF) fouling associated with allochthonous versus autochthonous natural organic matter, Water Res. 40 (2006) 2357β2368 [53] Zondervan, Edwin. Roffel, Brian. Evaluation of different cleaning agents used for
Hendi Aviano Prasetyo, Pengendalian Fouling pada Operasi Membran Ultrafiltrasi (UF) untuk Produksi Air Minum .2015, 1-20
cleaning ultra filtration membranes fouled by surface water, J. Membr. Sci. 304 (2007) 40β49. [54] Zondervan, Edwin., Betlem, Ben H.L. , Blankert, Bastiaan., Roffel, Brian. Modeling and optimization of a sequence of chemical cleaning cycles in dead-end ultrafiltration, J. Membr. Sci. 308 (2008) 207β 217. [55] Gao, W. Liang, H. . Ma, J. , Han, M. , Lin Chen, Z. Shuang Han, Z. , Li, G. Bai., Membrane fouling control in ultrafiltration technology for drinking water production: a review, Desalination 272 (2011) 1β8. [56] Le-Clech, P. , Chen, V. , Fane, T. Fouling in membrane bioreactors used in wastewater treatment, J. Membr. Sci. 284 (2006) 17β53. [57] Chen, J. , Kim, S. , Ting, Y. Optimization of membrane physical and chemical cleaning by a statistically designed approach, J. Membr. Sci. 219 (2003) 27β45. [58] Liang, H. , Gong, W. , Chen, J. , G. Li, Cleaning of fouled ultrafiltration (UF) membrane by algae during reservoir water treatment, Desalination 220 (2008) 267β272. [59] Shorrock, C. Bird, M. Membrane cleaning: chemically enhanced removal of deposits formed during yeast cell
19
harvesting, Food Bioproducts Process. 76 (1998) 30β38. [60] J.C.-T. Lin, D.-J. Lee, C. Huang, Membrane fouling mitigation: membrane cleaning, Sep. Sci. Technol. 45 (2010) 858β872. [61] Strugholtz, S. , Sundaramoorthy, K. , Panglisch, S., Lerch, A. , BruΒ¨ gger, A. , Gimbel, R. Evaluation of the performance of different chemicals for cleaning capillary membranes, Desalination 179 (2005) 191β 202. [62] Plett, E. , Cleaning of fouled surfaces, in: D. Lund, E. Plett, C. Sandu (Eds.), Fouling and Cleaning in Food Processing, University of WisconsinMadison Ext Dup, Wisconsin, 1985, p. 286. [63] www.fao.org [64] www.brighthub.com [65] www.waterworld.com [66] www.vsep.com