PENGEMBANGAN RANTAI NILAI PADI BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BOYOLALII JAWA TENGAH
Disusun oleh Center for Agrifood Policy and Agribusiness Studies Universitas Padjadjaran untuk
Bandung, 15 November 2013
RINGKASAN Pertumbuhan penduduk yang pesat telah meningkatkan permintaan pangan dan memberi beban terhadap pemanfaatan sumber daya alam dan pertanian, sehingga menyebabkan penurunan kualitas ekologi dan pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut menuntut sektor pertanian untuk beralih ke sistem pertanian yang lebih berkelanjutan dan memberikan perhatian terhadap kesejahteraan petani. Salah satu usaha menuju ke pertanian berkelanjutan adalah dengan mempromosikan budidaya pertanian organik. Peralihan ke budidaya organik tidak hanya memberikan dampak pada ekosistem, tetapi juga memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui nilai produksi yang lebih tinggi. Studi kasus ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman keberhasilan dari sekelompok petani padi di Boyolali yang menamakan diri Aliansi Petani Padi Organik Boyolali (APPOLI) yang secara bertahap telah mampu beralih pada sistem budidaya padi organik dan memanfaatkan peluang untuk memasok permintaan pasar global. Hasil studi menunjukan bahwa pemasaran padi umumnya (konvensional) di Boyolali marjin terbesar diperoleh pedagang pengumpul (penebas). Penyebab dari tingginya marjin yang diterima penebas karena proses nilai tambah dari mulai pemanenan hingga pasca panen dan penggilingan sehingga menjadi beras curah diperoleh semua oleh penebas. Tambahan lagi, penebas biasanya memasukan aspek resiko pada waktu menentukan harga menebas padi di sawah, sehingga harga beli dengan tebas biasanya lebih rendah. Keberhasilan APPOLI dalam mengembangkan sistem budidaya padi organic di Boyolali adalah karena kemampuannya menjalankan 2 fungsi utama kelembagaan petani, yaitu fungsi bimbingan dan pengawasan yang dijalankan melalui program ICS hingga mendapatkan sertifikat organik dari Institute of Marketecology (IMO) dan fungsi pemasaran produk padi organic hingga mampu mengekspor ke pasar global. Ada dua jenis produk beras yang dihasilkan APPOLI, yaitu beras sehat (healthy rice) yang dihasilkan dari budidaya yang mengikuti prosedur budidaya organic tapi belum mendapatkan sertifikasi untuk pasaran kota-kota besar didalam negeri dan beras organic bersertifikat IMO untuk pemasaran export ke luar negeri. Dari rantai nilai beras sehat petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari beras konvensional. Pada rantai beras sehat juga terlihat marjin yang terbesar (dan sama besarnya) diperoleh Supermarket dan distributor (pemasok ke supermarket) yang diperoleh dari kemampuan sector hilir dalam menciptakan segmentasi pasar untuk konsumen beras yang memperhatikan aspek kesehatan. Sedangkan besaran marjin yang diperoleh APPOLI dan CV CSA sebagai penampung produk beras sehat dari sentra produksi kurang lebih sama, tapi lebih kecil dari marjin supermarket. Pada rantai beras sehat petani menerima harga yang lebih tinggi dan marjin lebih besar diperoleh para pelaku di sector hilir. Tapi rantai ini juga telah memperlihatkan adanya peningkatan
i
nilai tambah yang lebih terdistribusi diantara pelaku-pelaku aktif pada rantai pemasaran. Rantai nilai beras organic bersertifikat merupakan rantai yang paling pendek dibandingkan dengan yang lain tapi menghasilkan nilai tambah yang paling tinggi. Harga jual beras organik bersertifikat adalah tertinggi dan petani juga mendapatkan harga jual tertinggi dibandingkan dengan harga pada rantai lainnya. Selain itu APPOLI juga mendapatkan marjin yang lebih tinggi dibandingkan rantai lainnya. Pada rantai beras organic bersertifikat internasional ini terlihat pelaku pada sector hilir adalah yang mendapatkan marjin sangat tinggi karena menikmati keuntungan dari segmentasi niche dari pasaran organic internasional. Dari perbanding net marjin yang diterima petani, terlihat adanya insentif meningkat yang secara logis akan juga mendorong petani untuk beralih pada sistem budidaya padi organic yang berkelanjutan karena dari segi biaya relative sama. Demikian pula bagi APPOLI, struktur insentif berjenjang dari peralihan sistem budidaya padi ke sistem budidaya padi organic akan mendorong APPOLI untuk lebih giat membina dan mengawasi kualitas hasil padi organic yang dihasilkan petani anggotanya karena memberikan insentif yang jauh lebih besar. Tantangan kedepan adalah meningkatkan keberlanjutan dari sistem kelembagaan APPOLI dengan menciptakan kerjasama pada rantai nilai dengan informasi marjin yang lebih transparan.
ii
KATA PENGANTAR
Studi kasus ini disusun oleh Ronnie S. Natawidjaja, Henri W. Perkasa, dan Haris F. Harahap, tim peneliti dari Center for Agricultural Policy and Agribusiness Studies (CAPAS) Universitas Padjadjaran. Ronnie S. Natawidjaja adalah penanggung jawab dan editor dari tulisan laporan ini. Studi kasus ini dilakukan melalui interview dengan Key Informant Petani padi organik dan petani padi konvensional, pengurus Asosiasi APPOLI, serta stakeholder lainnya seperti penyuluh pertanian, kelompok tani dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berperan sebagai pendamping di Kab. Boyolali. Wawancara focus pada penggalian informasi secara mendalam mengenai usahatani padi organik. Untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai keadaan daerah, tim menggunakan pendekatan PRA (Participatory Rural Apprisal) serta FGD (Focus Group Discussion) dengan melibatkan stakeholder (Pengurus APPOLI), petani padi organik, Dinas Pertanian, dan kelompok tani dan tokoh tani. Tim juga melakukan obsevasi lapangan ke lokasi kegiatan usahatani padi organik dan terlibat langsung dalam kegiatan FFS (Farmer Field School) yang dilaksanakan oleh APPOLI. Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Suswadi (Ketua LSKBB), Bapak Susatyo (Ketua APPOLI) dan Bapak Nana Suhartana (VECO Field Coordinator). Tanpa pengorbanan waktu yang mereka berikan, informasi, pandangan dan pengalaman yang disampaikan studi kasus ini tidak mungkin bisa diselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rogier Eijken dan Ibu Yuliati dari Veco Indonesia HQ atas bantuan administrasinya yang sangat memperlancar proses penyelesaian studi kasus ini.
Bandung, 15 Nopember 2013
Henri W. Perkasa. Haris F. Harahap Ronnie S. Natawidjaja
iii
DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
2. PRODUKSI DAN PEMASARAN PADI DI BOYOLALI ........................
2
3. BUDIDAYA PADI BERKELANJUTAN .................................................. 3.1. Sejarah Perkembangan ..................................................................... 3.2. Peranan Kelembagaan APPOLI .......................................................
4 4 5
4. RANTAI BERAS SEHAT DAN BERAS ORGANIK............................... 4.1. Rantai Beras Sehat ........................................................................... 4.2. Rantai Beras Organik Bersertifikat ..................................................
8 8 15
5. PERBANDINGAN NILAI TAMBAH ANTAR JENIS BERAS...............
19
6. KESIMPULAN ...........................................................................................
21
LAMPIRAN
iv
1.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan pesat mendorong tingkat kebutuhan pangan yang semakin tinggi dan beragam jenisnya. Akan tetapi pada saat yang sama kenaikan tingkat permintaan pangan telah memberi tekanan yang berat terhadap sumber daya alam dan pertanian, dimana tekanan ini telah menyebabkan penurunan kualitas ekologi dan pencemaran lingkungan (Zhao, Deng, & Yan, 2008)1. Selain dari penurunan luas lahan pertanian akibat kebutuhan pengembangan aktifitas ekonomi nonpertanian, penggunaan bahan kimia merupakan penyebab lainnya yang mengakibatkan tekanan terhadap kualitas lingkungan. Kondisi dilematis diatas menuntut sektor pertanian untuk beralih ke sistem pertanian yang lebih berkelanjutan. Konsep pertanian berkelanjutan sendiri telah mulai menjadi topik penting dalam agenda pertanian global saat ini. Peningkatan atas kebutuhan pembangunan pertanian berkelanjutan saat ini merupakan akibat dari meningkatnya kesadaran masyarakat global atas adanya hubungan yang erat antara memburuknya masalah lingkungan dengan tingginya kemiskinan dan kekhawatiran atas kesehatan masyarakat di masa depan (Hopwood, Mellor & O’Brien, 2005)2. Untuk itu demi mencapai pembangunan pertanian yang berkelanjutan, diperlukan upaya memperkenalkan tata cara pertanian yang dapat menurunkan resiko dampak negatif terhadap lingkungan dan keterbatasan ekologi, serta di waktu yang sama memberikan perhatian terhadap kesejahteraan petani. Salah satu langkah nyata yang dilakukan untuk menuju ke praktek pertanian berkelanjutan adalah dengan mempromosikan budidaya pertanian organik. Menurut (Kilcher, 2005)3, pertanian organik menawarkan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan karena sistem ini jauh lebih sedikit menggunakan bahan-bahan non-alami dalam aktifitas pertanian, yang kemudian dapat meningkatkan kesuburan tanah, menghindari erosi dan lainnya. Peralihan ke budi daya organik juga tidak hanya memberikan dampak ekosistem saja, tetapi juga memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui nilai produksi yang lebih tinggi. Menurut studi yang dilakukan Lohr (1998)4, untuk pasar Eropa, harga jual di tingkat retail bagi produk pangan organik adalah 10 hingga 50 persen lebih tinggi dibandingkan harga produk pangan konvensional. Eropa sendiri merupakan salah satu pasar pangan organik terbesar dunia (Bowen, 2004)5. Bahkan di negara-negara maju lainnya seperti di 1
Zhao, J Luo, Q Deng, H & Yan, Y, 2008, ‘Opportunities and challenges of sustainable agricultural development in China’ The Royal Society, B 363 pp. 893-904. 2 Hopwood, B Mellor, M & O’Brien, G, 2005 ‘Sustainable Development: Mapping Different Approach’ Wiley InterScience, vol.13, pp.38-52. 3 Kilcher, L 2005 ‘How Organic Agriculture Contributes to Sustainable Development’ The World of Organic Agriculture, pp.82-91 4 Lohr, L. (1998). "Implications of Organic Certification for Market Structure and Trade." American Journal of Agricultural Economics 80(5): 1125-1129 5 Bowen, D 2004, “Current Mechanisms That Enable International Trade in Organic Products ” Discussion Paper International Task Force on Harmonization and Equivalence in Organic AgricultureInternational Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), March 2004.
1