PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH Kasus: Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara Agusta Ika Prihanti Nugraheni, SE., MBA Magister Manajemen, STIE Widya Wiwaha Dr. John Suprihanto, MIM, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
Latar Belakang • Berbagai kendala yang dihadapi oleh UMKM, khususnya di Indonesia hamper sama, antara lain keterbatasan modal, kesulitan mendapatkan bahan baku, keterbatasan akses atas informasi bisnis yang relevan, kesulitan dalam pemasaran dan distribusi, penguasaan teknologi yang rendah, tingginya biaya transportasi dan infrastruktur yang tidak memadai (Lawrence & Tar, 2010; Olawale & Garwe, 2010; Siringoringo et al., 2009), masalah komunikasi, masalah perijinan dan legalitas, serta peraturan dan perundangan yang tidak mendukung (Tambunan 2008, Pribadi & Kanai, 2011, Siringoringo et al., 2009; Irjayanti & Aziz, 2012). • Pemerintah sendiri telah memberikan berbagai bantuan, pelatihan dan pendampingan kepada UMKM di Indonesia. Mayoritas UMKM yang menerima bantuan dan dukungan dari pemerintah adalah yang berada di Jawa dan Bali (71%) sedangkan Kalimantan hanya sebesar 2% (Tambunan 2008). Namun, jika dilihat dari jumlah UMKM yang menerima bantuan dalam satu daerah maka Nusa Tenggara Timur dan Barat menempati posisi pertama dengan jumlah UMKM penerima bantuan terbanyak, dan Jawa Bali berada diposisi ketiga (Tambunan 2008). • Dilihat dari hal tersebut, UMKM di Kalimantan dirasa masih kurang mendapatkan bantuan, khususnya Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. • Kabupaten Nunukan yang berada di wilayah perbatasan sangat dipengaruhi oleh aktivitas sosial ekonomi negara tetangganya. Kawasan perbatasan antar negara ini merupakan kawasan strategis, terutama dalam era globalisasi karena pada dasarnya daerah-daerah perbatasan dapat menjadi titik tumbuh bagi perekonomian regional maupun nasional. Daerah-daerah perbatasan ini memiliki potensi alam yang kaya namun terkendala oleh faktor aksesibilitas fisik wilayah. • Disisi lain, dengan berbatasan langsung dengan negara lain, dalam hal ini Malaysia, menjadikan penduduk lokal lebih intens berinteraksi dengan penduduk Malaysia dibandingkan dengan penduduk dari daerah lain yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (Giyarsih, 2014). Kondisi tersebut berimbas pada kurangnya bantuan, baik dana maupun pelatihan dan pendampingan, yang diterima oleh UMKM di Kabupaten Nunukan
Tujuan 1. Mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM di Kabupaten Nunukan 2. Mengembangkan materi dan pola pelatihan dan pendampingan untuk lima tahun ke depan 3. Implementasi pelatihan dan pendampingan
Metodologi • Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode Participatory Action Research (PAR). • Metode pemetaan lokasi dan pengumpulan data dalam PAR adalah melalui kegiatan kegiatan kunjungan lapangan (transect), wawancara mendalam (in-depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD), diskusi partisipatif, observasi (observasi data fisik dan observasi terlibat), dan survei dengan kuesioner tatap muka kepada responden maupun studi dokumen • Tiga macam kelompok informan dalam penelitian ini, yaitu pelaku UMKM, petugas penyuluh lapangan dan pemerintah daerah • Analisis data menggunakan Fishbone Diagram dan Ansoff Matriks.
Hasil • Pengumpulan data diawali dengan kegiatan sosialisasi di BAPPEDA yang diikuti peserta berjumlah 50 orang yang terdiri atas aparatur pemda, pengusaha UMKM, dan LSM. • Kegiatan FGD dilaksanakan dengan dua kelompok yaitu FGD dengan anggota dari aparatur pemda (pembuat kebijakan) dan FGD dengan anggota dari pihak UMKM dan LSM (yang diatur dalam kebijakan). • Pencarian data primer dilaksanakan dengan mencari data langsung (wawancara) ke Pulau Sebatik sebanyak 5 kecamatan dan ke Kecamatan Krayan.
Hasil • Data sekunder dicari oleh tim dengan dibantu oleh tim Bappeda. Kuesioner dibagikan kepada pelaku UMKM pada saat sosialisasi kegiatan di BAPPEDA dengan jumlah responden 17 orang • Responden tersebut terdiri dari 6 orang laki-laki dan 11 orang wanita. • Sebagian besar responden merupakan pelaku usaha mikro dengan omset/penjualan perhari kurang dari Rp.900.000,00. • Jenis usaha yang mereka tekuni sebagian besar bergerak di industri makanan atau industri pengolahan makanan, yaitu 7 orang responden memiliki usaha pengolahan buah-buahan menjadi kripik buah dan 1 orang responden dari UKM Center. • Sejumlah 7 orang responden memiliki usaha membuat panganan/camilan dan katering seperti kue kering, kerupuk udang, nugget ikan, dodol dan selai. Sedangkan 2 responden memiliki usaha pembuatan tas, celemek, sandal dan dompet
Hasil Lima kategori tersebut kemudian dijabarkan dengan diagram fishbone yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan, khususnya dalam hal ini adalah permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Nunukan., maka kendala yang dihadapi oleh mereka adalah kemasan dan label, pemasaran, perijinan dan legalitas, transportasi dan infrastruktur, mesin dan peralatan Kemasan dan Label Sering luntur – kertas dan print biasa Sering berganti merk dan label
Mesin dan Peralatan
Pemasaran
Kemasan Mahal Sparepart sulit diapatkan
Pengiriman mahal
Transportasi dan infrastruktur
Banyak yang masih manual Kurang luas
Dikirim keluar Nunukan ongkos nya mahal – kalah bersaing Kendala yang dihadapi UMKM Nunukan
Distribusi penjualan mahal
Adanya pungli
Belum memiliki PIRT dan Label Listrik Halal terbatas
Perijinan dan legalitas
Gambar. 1. Diagram Fishbone Kendala yang dihadapi UMKM Kabupaten Nunukan
Hasil • Untuk itu, pola pengembangan UMKM yang dihasilkan merupakan pola yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu: • Pengurusan legalitas usaha UMKM secara bersama, • Perbaikan kualitas kemasan dan desain label produk serta pemasaran offline dan online yang dijabarkan ke dalam program dan kegiatan selama 5 tahun. Melalui Ansoff matrik atau marketproduct growth matrix masing keunggulan sumberdaya atau kontent local kecamatan dapat dipilah-pilah dan dikembangkan sesuai denga posisi kuadran dalam matriks Ansoff tersebut. Dari ke empat kuadran Ansoff matriks, ternyata sebagain besar cenderung dimasukkan ke kuadran ke 4 yaitu strategi diversifikasi. Dalam strategi diversifikasi, keunggulan sumberdaya alam masing-masing kecamatan diupayakan untuk pengembangan produk baru dan juga pasar yang baru
PRODUCT
CURRENT
CURRENT
New
Market Penetration Strategy
Product development Strategy
Market development Strategy
Diversification Strategy
MARKET
NEW
No. 1
2
3
4 5 6
Kecamatan Sebatik
Sembakung
Nunukan
Sebuku Lumbis Ogong
Krayan
Unggulan lokal Pisang Kakao Kelapa Sawit
Bidang Usaha UMKM
Masalah yang dihadapi
Berbagai jenis keripik: pisang, durian, dan nangka.
Inisiatif Strategi
Kinerja
Pemasaran: Hasil panen semua/sebagianlangsung dijual ke Malaysia Pengemasan (packaging) kemasan alumunium foil: mahal dari Malang Rotan Kerajinan rotan kemasan madu: dimasukkan Madu hutan berupa tas, tikar, botol plastic-ditutup plastik dan dan kipas. diikat karet gelang. Kerajinan: alat-alat manual, seperti pisau serut Rumput laut, Keripik pisang dan Murid SD sekitar memilih tidak buah-buahan buah2an, roti2an, sekolah untuk merangkai bibit Ayam Nunukan mi basah rumput laut Rumput laut dipanen langsung dijual, tidak diolah terlebih dulu. Rotan anyaman rotan: Kerajinan: alat-alat manual, Ubi Kayu tas, tikar, dan kipas. seperti pisau serut
Menu makan serba pisang
100%
Pendampingan labeling
75%
Rotan Ubi kayu
Belum diprogramkan
anyaman rotan: Kerajinan: alat-alat manual, tas, tikar, dan kipas. seperti pisau serut
Beras organik, Beras organik, garam gunung, garam gunung, rotan, nanas anyaman rotan: tas, tikar, dan kipas.
Belum diprogramkan
Ekstrakurikuler SD sekitar untuk merangkai bibit rumput laut, Ayam Sexi Goreng Belum diprogramkan
Pemasaran harus ke Malaysia Belum diprogramkan Beras Krayan diklaim sebagai beras Malaysia. Kemasan garam gunung sangat sederhana.
10%
Kesimpulan 1.
2. 3.
4.
Kabupaten Nunukan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat diolah oleh UMKM menjadi berbagai macam produk makanan, misalnya pisang, rumput laut, kakao, beras, garam gunung, nanas, madu hutan, ubi kayu dan lain sebagainya. Pelaku UMKM sendiri masih banyak menghadapi berbagai macam kendala seperti pengolahan, pengemasan, pemasaran, kualitas produk, sumber daya manusia dan juga keuangan. Pelaku UMKM sendiri menyambut baik program pelatihan dan pendampingan yang dapat membantu mereka meningkatkan kapasitas produksi, daya saing produk dan pemasaran. Namun, kegiatan pendampingan tersebut dirasa masih kurang maksimal karena keterbatasan anggaran dan waktu sehingga belum semua pelaku UMKM dapat didampingi. UMKM di Indonesia, khususnya di perbatasan dalam hal ini kabupaten Nunukan dapat berkembang dengan baik jika selalu dilakukan pendampingan dan kemitraan dari berbagai pihak terkait, seperti pemerintah (instansi atau dinas), universitas, sektor swasta dan masyarakat.
Saran • Hendaknya pelatihan dan pendampingan UMKM di Kabupaten Nunukan dapat dilanjutkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan dukungan penuh dari pemerintah, universitas, pihak swasta dan masyarakat sendiri. • Program kegiatan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membangun jalur dan birokrasi yang mudah bagi UMKM dalam mengurus legalitas usaha, pendampingan dalam mengakses pendanaan dari lembaga keuangan serta memperkuat strategi pemasaran baik offline maupun online. • Keterlibatan dan komitmen penuh dari setiap pihak yang terlibat akan menentukan kesuksesan implementasi program-program pengembangan UMKM. • Sesuai dengan RPJP Nasional, kiranya sudah saatnya ISEI merapatkan gerakan bersama untuk memprioritaskan membangun dari yang lemah menuju yang kuat (dalam arti dari perbatasan, dari pinggiran atau terluar, dari yang terpencil atau terisolasi, dari desa menuju ke tengah dan ke Kota).
Penelitian ini terselenggara atas kerjasama BAPPEDA Kabupaten Nunukan dan Hibah Program Hi-Link Dikti 2013