WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
PENGEMBANGAN TES TATA BAHASA INGGRIS DENGAN RANCANGAN INTEGRATIF Lusiana ABA BSI Jakarta Jalan Salemba Tengah No. 45, Jakarta Pusat
[email protected]
ABSTRACT In learning a foreign language, grammatical structures always gets a big portion, given that grammar is the backbone of a language. A good grammar test should be able to measure the learning objectives. This paper aims to design a good test to measure learner's understanding of grammar they have learned, in the hope that it can also be a reference for finding solutions to developing grammar test. The integrative design is based on the multiple choice test principles of Linn and Gronlund (1995). The design is suitable for finding out students' ability in recognizing and determining subject-verb agreement or the correspondence between the subject with the verb in a sentence. It also fits to measure the level of understanding of the semester 2 students of English department ABA BSI Jakarta on the matter . Keywords: grammar test, integrative design, test
I. PENDAHULUAN Dalam berbahasa kita perlu memperhatikan struktur tata bahasa yang kita gunakan. Untuk mempelajari bahasa asing, struktur tata bahasa selalu mendapatkan porsi yang tidak sedikit, mengingat struktur tata bahasa adalah tulang punggung suatu bahasa. Kompetensi kebahasaan terpenting yang sangat dibutuhkan dalam tindak berbahasa adalah struktur tata bahasa (grammatical structure) dan kosa kata (Burhan, 2001:200). Namun selama ini nilai struktur tata bahasa yang diperoleh pelajar yang mempelajari bahasa asing sering kali lebih rendah dari standar yang diharapkan. Dari pengalaman penulis, sesungguhnya pembelajar memahami pentingnya struktur tata bahasa. Meskipun demikian, struktur tata bahasa tersebut dirasa masih cukup sulit, baik dari segi proses belajar maupun dalam segi bentuk evaluasi atau yang sering kita sebut dengan tes. Pengajar hendaknya memahami kendala yang dihadapi oleh para pebelajar pada saat menjalani tes tata bahasa, dengan mempertimbangkan bentuk rancangan tes seperti apa yang tepat digunakan dalam mengukur kemampuan tata bahasa mereka. Seyogyanya materi pembelajaran struktur tata bahasa tidak menjadi momok bagi para pebelajar sehingga mereka dapat secara maksimal memahami dan menyelesaikan tes
tata bahasa dengan baik seperti yang dikehendaki. Hendaknya pula sebuah tes bahasa dapat mengukur dengan baik aspek kemampuan yang menjadi target dari proses belajar mengajar yang dijalani oleh pebelajar. Berpijak pada permasalahan tersebut, penulis menyusun artikel berjudul Pengembangan Tes Tata Bahasa Inggris Dengan Rancangan Integratif untuk mengetahui tes yang baik dalam menguji pemahaman pebelajar tentang tata bahasa yang telah dipelajari. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan untuk menemukan solusi permasalahan pengembangan tes tata bahasa.
II. TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya Tata Bahasa dalam Penguasaan Bahasa Dalam konteks pembelajaran bahasa, kita mengenal istilah kompetensi dan performansi. Menurut Brown (2000: 31) kompetensi adalah dasar pengetahuan seseorang tentang sistem suatu bahasa, seperti aturan gramatika, kosa kata, semua bagian bahasa dan bagaimana bagian-bagian tersebut cocok satu sama lain. Sementara performansi adalah produksi aktual peristiwa-peristiwa berbahasa, seperti berbicara dan menulis atau pemahaman seperti menyimak dan membaca. Kedua aspek tersebut membawa kita pada apa
49
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
yang diperkenalkan Bachman (1990: 87) sebagai kompetensi bahasa. Bachman memperkenalkan model kompetensi illokusi yakni kemampuan untuk memanipulasi fungsi bahasa. Fungsi bahasa adalah tujuan yang ingin kita capai melalui bahasa, seperti menyatakan, meminta, merespon, mengucapkan salam, dan sebagainya. Namun fungsi bahasa tidak dapat
dicapai, tentunya, tanpa bentuk-bentuk bahasa, seperti morfem, kata, aturan gramatika, aturan wacana, dan kompetensi organisasi lainnya. Dari model Bachman Gambar 1 ini kita bisa melihat peranan kompetensi gramatika sebagai bagian penting bagi seseorang untuk dapat memiliki kompetensi berbahasa.
Gambar 1. Components of Language Competence (Bachman, 1990:87)
Dalam penguasaan bahasa seseorang diharapkan memiliki kompetensi komunikatif. Pada tahun 1970an penelitian tentang kompetensi komunikatif membedakan antara kompetensi linguistik dengan kompetensi komunikatif, seperti yang diungkapkan Hymes dan Paulston dalam Brown ( 2000: 246). Kompetensi linguistik adalah pengetahuan “tentang” bentuk-bentuk bahasa dan kompetensi komunikatif adalah pengetahuan yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara fungsional dan interaktif. Michael Canale dan Merrill Swain (1980) kemudian mendefinisikan empat komponen yang membangun kompetensi komunikatif seseorang. Dua kategori pertama mencerminkan penggunaan sistem bahasa, dan dua kategori yang lain menjelaskan aspek fungsi dari komunikasi: a. Kompetensi Gramatika b. Kompetensi wacana c. Kompetensi Sosiolinguistik d. Kompetensi strategi
50
Maka semakin jelaslah pentingnya posisi dan fungsi tata bahasa dalam penguasaan suatu bahasa. Mengapa Integratif Seperti yang diungkapkan oleh Heaton (1989: 16) pendekatan tes integrative melibatkan pengetesan bahasa di dalam konteks sehingga sangat mementingkan makna serta efek komunikatif total dari wacana. Tes integrative tidak bermaksud memisahkan keterampilan bahasa ke dalam bagian-bagain yang tertata untuk meningkatkan reliabilitas tes, namun tes ini didesain untuk menilai kemampuan pebelajar untuk menggunakan dua keterampilan atau lebih secara bersamaan. Dengan kata lain tes pragmatic menekankan pada pandangan umum tentang kecakapanyang merupakan kompetensi dasar dalam berbahasa atau “grammar of expenctancy” yang menyatakan bahwa setiap pebelajar belum tentu memiliki kompetensi dasar ini dengan tanpa melihat tujuan mengapa bahasa dipelajari. Selain itu Oller (1979) berpendapat test integratif bisa mengukur kemampuan
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
mengintegrasikan keterampilan bahasa berlainan dalam cara-cara yang lebih lekat mendekati proses penggunaan bahasa yang nyata, karena di dalamnya dimasukkan konteks. Melalui pendekatan integratif misalnya tes struktur bahasa dipadukan dengan salah satu keterampilan berbahasa yang produktif, seperti “tes penguasaan struktur bahasa melalui membaca”. Keuntungan yang kita peroleh ialah pebelajar dihadapkan pada perbuatan berbahasa yang aktual (otentik) juga bersifat komunikatif. Apa Cakupan Kemampuan yang Diukur. Struktur bahasa adalah unsur bahasa yang berupa kaidah yang mengatur susunan suatu bahasa; mulai dari bunyi, kata, kalimat, dan wacana. Respons yang diharapkan dalam tes struktur ini adalah penggunaan kaidah struktur bahasa Inggris yang baik dan benar. Struktur bahasa yang harus dipelajari oleh peserta didik adalah bahasa yang normatif. Tes struktur bahasa adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan informasi dalam rangka evaluasi penguasaan peserta didik terhadap struktur bahasa yang dipelajarinya. Dalam desain tes tata bahasa Inggris dengan pendekatan integrative ini, cakupan kemampuan yang diukur adalah kemampuan mahasiswa dalam mengenali bentuk grammatikal yang tepat serta mengukur tingkat pemahaman dan aplikasi mahasiswa jurusan bahasa Inggris semester 2 di ABA BSI tentang materi tata bahasa subject-verb agreement atau kesesuaian antara subyek dengan kata kerja dalam kalimat. Hakikat Pendekatan Integratif Pendekatan integratif dalam tes didasari oleh pandangan ilmu jiwa Global yang berpandangan bahwa keseluruhaan tidak sama dengan jumlah bagian-bagiannya. Walaupun bahasa terdiri atas berbagai komponen dengan segala kespesifikkannnya, namun bahasa yang alami bukanlah merupakan gabungan dari berbagai komponennya itu. Oleh karena itu, tes integratif tidak memilah aspek kebahasaan dan kesastraan secara tersendiri dan diteskan secara tersendiri pula. Tes integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu aspek kebahasaan tertertentu atau aspek kesastraan tertentu secara mandiri. Jika tes bahasa dipilah berdasarkan aspek-aspeknya secara khusus, sifat alami dari bahasa itu menjadi hilang. Tes integratif sejalan dengan pembelajaran bahasa yang berlandaskan pendekatan integratif. Dalam pendekatan integratif, baik dalam tes maupun
pembelajaran, aspek-aspek tes atau aspekaspek pembelajaran itu selalu dikaitkan dengan konteks pemakaian bahasa secara wajar sebagaimana halnya penggunaan bahasa yang hidup di masyarakat. Yang demikian itu adalah cerminan dari hakikat kompetensi komunikatif. Bahkan, menurut Oller (1979), tes kebahasaan yang sesuai dengan kompetensi komunikatif , tes yang sesuai dengan konteks pemakaian bahasa secara wajar tergolong juga ke dalam tes pragmatik. Menurutnya, tes pragmatik sudah pasti tergolong juga tes integratif, tetapi tes integratif belum tentu tes pragmatik. Artinya, dalam tes integratif masih dimungkinkan terjadi pengisolasian, bersifat artifisial, tidak mencerminkan pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Lalu, apa perbedaan tes integratif dan tes pragmatik? Kadang-kadang antara tes integratif dan tes pragmatik sulit dibedakan. Demikian, juga untuk kasus-kasus tertentu, tes integratif akan sulit dibedakan dari tes diskrit. Akan tetapi, tes diskrit sangat berbeda dengan tes pragmatik, sehingga kedua pendekatan tes ini dapat dibedakan dengan jelas. Oleh karenanya, Burhan Nurgiantoro memberikan batasan untuk tes integratif dengan adanya minimal dua aspek kebahasaan (dan atau kesastraan) yang diujikan pada saat yang bersamaan (Nurgiantoro, 1987:160). Djiwandono (1996: 10-11) menjabarakan tentang hakikat pendekatan integrative dalam penyusunan tes bahasa. Ia menyatakan, apabila pendekatan diskrit bertitik tolak dari anggapan bahwa bahasa dapat dipisah-pisahkan ke dalam komponenkomponen bahasa sampai dengan bagianbagiannya yang terkecil, pendekatan integrative justru menekankan sebaliknya. Meskipun didasarkan atas pandangan yang sama dengan pendekatan diskret terhadap bahasa, yaitu pandangan struktural, pendekatan integrative beranggapan bahwa bahasa merupakan penggabungan dari bagian-bagian dan komponen-komponen bahasa, yang sama-sama membentuk bahasa. Bahasa merupakan suatu integrasi dari bagian-bagian terkecil yang membentuk bagian-bagian yang lebih besar, yang secara bertahap dan berjenjang membentuk bagian-bagian yang lebih besar lagi, untuk pada akhirnya merupakan bentukan terbesar berupa bahasa seutuhnya. Penggabungan secara bertahap dan berjenjang terhadap bagian-bagian bahasa itu dapat ditemukan mulai dari tataran bunyi bahasa, ke tataran kata-kata, untuk selanjutnya ke tataran frasa, kalimat, dan wacana seutuhnya. Pada tataran bunyi bahasa dapat ditemukan adanya bunyi-bunyi bahasa yang
51
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
dikelompokkan ke dalam satu kelompok fonem, karena memiliki kesamaan ciri-ciri tertentu.Bunyi [t] yang dental dalam bahasa Indonesia, dan [t] yang inter-dental, misalnya, dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok bunyi bahasa yang disebut fonem, yaitu fonem /t/. Fonem-fonem itu dapat digabungkan satu dengan yang lain, dan menghasilkan morfem, yaitu bentukan bahasa yang berupa kumpulan fonem yang memiliki makna. Gabungan fonem-fonem /k/, /o/, /t/, dan /a/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, membentuk morfem /kota/ yang memiliki makna. Gabungan fonemfonem /b/, /u/, dan /k/, dalam bahasa Inggris membentuk morfem /buk/, dan seterusnya. Lebih lanjut gabungan morfem menghasilkan bentukan-bentukan bahasa yang lebih besar berupa kata, frasa, atau kalimat., seperti /sekota/, /kota baru/, atau /ali hidup di kota/, dalam bahasa Indonesia. Demikian pula dapat ditemukan gabungan morfem dalam bahasa Inggris yang membentuk /buks/, ten buks/, atau /ai laik gud buks/, dan sebagainya. Semua itu menunjukkan bagaimana unsur-unsur bahasa dapat digabungkan satu dengan yang lain, untuk menghasilkan bentukan bahasa yang lebih besar daripada unsur-unsur yang digabungkannya. Dalam menggunakan bahsa seharihari, penggabungan unsur-unsur semacam itu terjadi juga natara komponen bahasa yang satu dengan yang lain, dan bahkan juga antara kemmapuan berbahasa dan komponen bahasa. Penggunaan bahasa secara lisan, misalnya, senantiasa menyangkut penggabungan berbagai komponen bahasa seprti bunyi bahasa, kosa kata, dan tatabahsa, dengan kemmapuan berbahsa lisan. Demikian juga bentuk-bentuk penggunaan bahsa yang lain, seperti baccan, yang menggabungkan semua komponen bahasa itu dengan kemampuan memahami bacaan. Tes bahasa pendekatan integrative melakukan pengukuran penguasaan kemampuan berbahasa atas dasar penguasaan terhadap gabungan antara beberapa bagian dari komponen bahasa dan kemampuan berbahasa. Berbeda dengan pendekatan diskret yang memungkinkan penggunaan kata-kata lepas, atau bahkan bunyi-bunyi bahasa lepas sebagai butir tes, pendekatan integrative mengandalkan penggunaan bahasa dalam konteks yang besarnya beragam. Konteks yang kecil ditemukan pada penggunaan bahsa dalam katakata, kata-kata dalam kalimat, atau kalimatkalimat dalam bacaan. Bahasa dalam konteks hanya dapat dipahami melalui pemahaman terhadap gabungan berbagai bagian dari komponen bahasa dan kemampuan bahasa, seperti yang dapat ditemukan dalam
52
penggunaan bahasa senyatanya. Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi kalimat, atau teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tes degan pendekatan integrative. Mengerjakan tes semacam itu selalu mempersyaratkan penggunaan lebih dari satu bagian komponen bahasa atau kemampuan berbahasa sekaligus, secara integrative. Hakikat Tes Tata Bahasa Menurut Djiwandono (!996: 47-48), sebagai komponen bahasa, tata bahasa merupakan bagian yang berkaitan dengan penataan kata dalam rangkaian kata-kata. Rangkaian kata-kata itu menghasilkan frasa atau kalimat, tergantung pada kata-kata yang dirangkai di dalamnya, dan sifat hubungan antara kata-kata itu. Rangkaian kata-kata itu merupakan kalimat, apabila di dalamnya terdapat subyek dan predikat. Dalam suatu hubungan yang bersifat predikatif, seperti Burung berkicau atau Birds sing, subyek merupakan pelaku atau pokok pembicaraan, sedangkan predikat mengungkapkan apa yang dilakukan subyek, atau apa yang dibicarakan tentang subyek. Sebagai bagian dari wacana yang lebih lengkap dan lebih besar, kalimat adalah bagian terkecil wacana yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara keseluruhan. Sebaliknya dalam frasa, seperti burung malam atau night bird, hubungan antara kata-kata bersifat non-predikatif. Frasa merupakan sekedar satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih, dan tidak merupakan kalimat. Selain dengan penataan kata dalam rangkaian kata-kata, tata bahasa juga berkaitan dengan perubahan bentuk kata, yang kadangkadang terjadi sebagai akibat dari tersusunnya kata-kata dalam frasa atau kalimat. Urusan tatabahasa tidak hanya terbatas pada penyusunan kata-kata guru dan bicara menjadi ‘guru bicara’ (dan bukannya ‘bicara guru’), atau teacher dan speak menjadi ‘teacher speak’ (dan bukannya ‘speak teacher’). Urusan tata bahasa juga meliputi perubahan bentuk bicara menjadi berbicara, dan menghasilkan guru berbicara, atau speak menjadi speaks, dan menghasilkan teacher speaks. Disamping penataan kata-kata dalam frasa dan kalimat, perubahan bentuk kata sebagai akibat penggunaannya dalam frasa atau kalimat menurut tatanan tertentu, juga merupakan bagian dari tata bahasa. Semua itu merupakan pula sasaran tes bahasa, khususnya tes tata bahasa.
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
Materi Tes Tata Bahasa Menurut Djiwandono (1996: 48), sesuai dengan pengertian dan cakupan tes tata bahasa seperti diuraikan di atas, sasaran tes tata bahasa secara garis besar meliputi pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat. Tes yang dapat dikembangkan untuk pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat itu dapat didasarkan atas salah satu atau lebih format tes. Tergantung pada berbagai hal seperti tujuan diselenggarakannya tes, luasnya bahan yang perlu dicakup, waktu yang tersedia untuk menyiapkan dan mengerjakan, atau kemampuan penyelenggara, tes tata bahasa dapat disusun dalam bentuk tes esai, tes pilihan ganda, tes melengkapi, tes jawaban pendek, dan sebagainya. Bentuk tes tata bahasa yang dapat dikembangkan diantaranya adalah, tes pembentukkan kata (menunjukkan asal kata, membentuk kata turunan, menyesuaikan bentuk kata,); tes pembentukan frasa (menyusun katakata, melengkapi kata menjadi frasa, membentuk frasa, menjelaskan makna frasa); dan tes pembentukan kalimat (mengenal kalimat, membuat kalimat, menyusun kalimat, mengubah kalimat). III. METODE PENELITIAN 1. Descripttive method, 2. Study literature IV. PEMBAHASAN Karakteristik Bentuk Tes Tes bahasa yang digunakan dalam pengembangan tes tata bahasa ini adalah tes pilihan ganda. Menurut Djiwandono (1996: 2627), pada tes pilihan, peserta tes tidak menuliskan jawabannya dalam bentuk esai, paragraf, kalimat, huruf, atau angka. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyan pada tes pilihan semata-mata dinyatakan dengan memilih salah satu alternative jawaban yang telah disediakan. Pilihan itu dinyatakan secara sangat sederhana, biasanya dengan sekedar member tanda dalam bentuk tanda silang, lingkaran kecil, tanda cawing, atau tandatanda sejenis lainnya. Jawaban itu direkam pada lembar jawaban yang khusus disediakan, atau kadang-kadang pada lembar soalnya sendiri. Pada tes pilihan yang baik, alternative jawaban yang harus dipilih dirumuskan sedemikian rupa, sehingga masing-masing alternative seolah-olah merupakan jawaban yang benar, meskipun hanya satu yang sungguh-sungguh benar. Alternatif yang
merupakan jawaban yang benar itu sering disebut jawaban kunci, sedangkan alternativealternatif yang lain disebut pengecoh. Sesuai dengan istilah yang digunakan sebagai sebutannya, pengecoh itu disediakan dengan tujuan untuk membuat peserta tes berfikir sungguh-sungguh sebelum menentukan pilihannya, agar tidak terkecoh oleh alternative jawaban yang salah. Karena cara menjawab yang amat mudah tanpa harus menuliskan isi jawabannya tes jenis pilihan dapat dikerjakan atas dasar tebakan semata-mata. Usaha untuk sedikit mengurangi kecenderungan dan keuntungan praktek menebak, dapat dilakukan dengan memperbanyak jawaban pengecoh, dengan tetap mempertahankan cirri-cirinya sebagai pengecoh yang baik. Semakin banyak pengecoh yang disediakan untuk satu butir tes, semakin kecil kemungkinan benarnya suatu tebakan, dan demikian pula sebaliknya. Kemungkinan menebak yang paling besar tentu saja ditemukan pada tes pilihan yang hanya menyediakan dua pilihan (yang hanya memiliki satu pengecoh). Secara lebih tepat tes semacam itu disebut tes pilihan benar-salah, yang hanya menyediakan dua pilihan, yaitu benar atau salah. Sementara itu tes pilihan yang menyediakan lebih dari dua pilihan, dikenal sebagai tes pilihan ganda. Dalam Pengajaran bahasa, jenis tes pilihan, khususnya tes pilihan ganda, banyak digunakan untuk pengukuran berbagai kemampuan berbahasa dan komponen bahasa. Hal itu terutama disebabkan oleh kepraktisan pemakaiannya, serta banyaknya peserta tes yang dapat diikutsertakan. Namun seperti halnya pada bidang-bidang pengajaran yang lain, penerapannya di bidang pengajaran bahasa ditandai dengan sejumlah masalah. Masalah utama adalah kurangnya tantangan bagi peserta untuk berpikir secara mendalam, dan banyaknya peluang untuk menjawab dengan sekedar menebak. Heaton (1989: 28) menjelaskan bahwa sebelum menyusun soal tes pilihan ganda, penyusun tes pertama kali harus menentukan wilayah kajian materi yang akan dikaji oleh soal-soal tes pilihan ganda dan jumlah soal dalam tes. Selain itu jumlah soal dalam tes akan bervariasi menurut tingkat kesulitan, cirri khas wilayah materi yang diujikan, dan tujuan dari tes. Heaton lebih jauh juga menyebutkan pentingnya konteks linguistik dan situasi dalam semua jenis tes. Menurut Linn dan Gronlund (1995: 173-181) soal tes pilihan ganda terdiri atas soal dan serangkaian alternative pilihan jawaban. Soal tes bisa dinyatakan dalam bentuk kalimat
53
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
tanya langsung atau pernyataan yang tidak lengkap yang disebut stem. Altenatif jawaban bisa berupa kata, angka, symbol, atau frasa. Menurut Linn dan Gronlund tes pilihan ganda digunakan untuk mengukur ranah pengetahuan (mencakup pengetahuan tentang istilah, fakta spesifik, prinsip, metode dan prosedur) serta mengukur tingkat pemahaman dan aplikasi (mencakup kemampuan mengidentifikasi penerapan fakta dan prinsip, menginterpretasi hubungan sebab-akibat, membenarkan suatu metode dan prosedur). Prinsip Penyusunan Bentuk Tes Linn dan Gronlund (1995: 185-195) memberikan saran tentang prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun soal tes pilihan ganda. a. Kalimat soal (stem) harus bermakna dan menyatakan masalah yang jelas. b. Kalimat soal harus dapat mencakup sebanyak mungkin butir pilihan dan kandungannya harus relevan. c. Kalimat soal harus dinyatakan dalam kalimat positif. Gunakan kalimat negatif hanya jika ingin menguji hasil belajar yang sangat penting. d. Semua butir pilihan harus konsisten secara gramatika dengan kalimat soal. e. Satu soal hanya memiliki satu jawaban benar. f. Soal-soal yang mengukur tingkat pemahaman harus mengandung kebaruan, namun jangan sampai berlebihan. g. Semua pengecoh harus masuk diakal. Fungsi pegecoh adalah untuk mengecoh peserta ujian yang tidak yakin dengan jawaban yang benar. h. Asosiasi verbal antara kalimat soal dengan jawaban yang benar harus dihindari. i. Ukuran panjangnya butir pilihan tidak boleh menjadi tanda bagi jawaban yang benar. j. Posisi jawaban yang benar pada butir pilihan setiap soal jumlahnya harus sama namun diacak. k. Jangan terlalu banyak menggunakan butir pilihan seperti “tidak satupun pilihan benar” atau “semua pilihan benar.” l. Jangan gunakan soal pilihan ganda jika jenis tes lain dirasa lebih tepat. Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Heaton (1989: 28-30) yang menyebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menyusun soal-soal tes pilihan ganda. a. Setiap soal pilihan ganda hanya memiliki satu jawaban benar.
54
b. Hanya satu komponen materi yang diujikan: agar tidak membingungkan peserta tes dan bisa menekankan pada materi pengajaran tertentu saja. c. Setiap butir pilihan jawaban harus benar secara grammar ketika dimasukkan ke dalam kalimat soal, kecuali dalam tes yang menguji butir grammar tertentu. d. Semua soal tes pilihan ganda harus sesuai dengan tingkat penguasaan peserta ujian. e. Soal pilihan ganda harus sesingkat dan sejelas mungkin (walaupun disarankan untuk menyediakan konteks singkat untuk soal grammar) f. Dalam berbagai tes, soal harus disusun mulai dari tingkat kesulitan rendah, sedang, hingga tinggi. RANCANGAN TES Rumusan Tujuan Tes tata bahasa ini bertujuan untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam mengenali bentuk grammatika yang tepat serta mengukur tingkat pemahaman dan aplikasi mahasiswa jurusan bahasa Inggris semester 2 di ABA BSI tentang materi tatabahasa subjectverb agreement atau kesesuaian antara subyek dengan kata kerja dalam kalimat. Bentuk Tes yang Dipilih Dalam pengembangan tes tata bahasa pada tulisan ini, penulis memilih bentuk tes obyektif pilihan ganda tentang subject-verb agreement sebanyak dua puluh soal yang terdiri atas empat butir pilihan jawaban. Materi Tes Materi tes dalam desain ini adalah tentang subject-verb agreement yang diberikan pada mahasiswa semester 2 jurusan bahasa Inggris ABA BSI dengan memberikan konteks bermakna dari soal-soal pilihan ganda yang diberikan. Komponen Tes Komponen tes terdiri atas kisi-kisi, soal, lembar jawaban, cara penilaian, dan kunci jawaban. Kisi-kisi Tabel 1 menggambarkan rincian kisikisi soal pilihan ganda yang dirancang pada tulisan ini. Soal-soal yang dikembangkan menggunakan taksonomi kemampuan berfikir mulai dari C1 hingga C3.
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
55
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
56
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
57
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013 a. b. c. d.
WUJUD TES Identifikasi Tes Tes ini berbentuk pilihan ganda yang menguji kemampuan tata bahasa pebelajar yang belajar bahasa Inggris. Tes terdiri atas 20 soal pilihan ganda yang mengukur penguasaan materi subject-verb agreement. Setiap soal terdiri atas empat pilihan jawaban. Dan peserta tes menjawab dengan cara melingkari pilihan pada lembar jawaban. Petunjuk Tes 1. Umum: There are twenty multiple choise items. Students must complete the blanks in the sentences by choosing the right form of verbs, either in singular or plural form which agree with the subject; or by choosing the right subjects, either in singular or plural form which agree with the verbs. 2.
Khusus: Complete the blanks in the sentences based on the agreement between subject and verb by putting a circle round the correct option.
3.
Cara merubah jawaban: a. Beri tanda “sama dengan” pada pilihan yang terlanjur dilingkari tetapi tidak akan dipergunakan sebagai jawaban. b.
Misal: Kemudian lingkari pilihan lain yang akan dijadikan jawaban.
c.
Misal: Peserta tes hanya diperbolehkan merubah jawaban maksimal 2 kali.
4.
Hansel and Gretel (be) a famous children story. The right “be” form is _____ a. is b. are c. was d. were
5.
Because she is sweating, the cloth _____(to stick) to her skin. a. stick b. sticking c. sticks d. stuck
6.
My ____ often become confused when I sit down to write an essay. a. thingking b. thoughts c. idea d. thought
7.
The subject of this sentence does not agree with its verb. The sentence is _____ a. The stairs are too steep for children. b. When leaves fall, a new generation begins. c. Measles is a kind of childhood desease. d. The issues allows us to speculate on the problems.
8.
Coaches who are disciplined and who (to demand) discipline from their palyers usually have winning teams. The correct verb form is _____ a. demands b. demand c. demanding d. demanded
9.
Animals which sleep in the day and are active at night _____ (to have) good night vision. The correct verb form is _____ a. have b. has c. having d. had
Soal Berikut ini soal-soal pilihan ganda yang disusun menurut kisi-kisi yang telah dibuat. 1.
2.
3.
58
It is wellknown by the people in the village that ___ comes to my house every Friday for lunch. a. The Holmes’ b. Emely Jenkins c. Betty’s sons d. James and Dean The ___ along the beach is wet from the high tide. a. rocks b. hut poles c. sand d. coconut roots The governor of the most populated province_____ (to alow) that the bill will soon become a law. The right verb form should be _____.
hoped hope hoping hopes
10. Since 1990, the number of books in the library _____ risen to over five million. a. had b. have c. has d. having
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
11. Some people _____ the strangest hobbies. My brother collects bottles! a. have b. having c. has d. had
b. c. d.
The crowd was growing restless as the day got hotter. Lord Travers’ family has lived in the house for twelve generations. The police have issued a warrant for Adamson’s arrest.
12. ____ shoppers complains about the tax increases. a. The majority of b. Plenty of c. A number of d. Some of the
17. The island’s politics ____ complex now, with twenty parties competing for power. a. are b. is c. was d. were
13. About five metres ____ the runners in the first and second places. a. separate b. separating c. separated d. separates
18. The latest news of the earthquakes survivors _____. a. are very disturbing b. were very disturbing c. was very disturbing d. was very disturbing
14. Thirty percents of the students _____ with the new school regulation. a. Disagreeing b. Disagree c. Disagrees d. Be disagreed
19. The sentence which does not show an agreement between its subject and verb is _____ a. Fifty minutes is the maximum length of time allowed for the exam. b. Sensitivity to other people's feelings makes him a kind and understanding person. c. The statistics on the divorce rate in the United States is alarming. d. There are a lot of unemployed people right now
15. The statement which shows an agreement between the subject and the verb is _____ a. Only twenty five per cent of applicants has been admitted to attend the acceleration class. b. Fish and chips is a speciality of local restaurant. c. Of those traced, only six miles were covered. d. The two hundred dollars you gave me were soon spent. 16. The sentence below which only uses a plural form of subject is _____ a. The council has postponed a decision on the new road.
20. The sentence which shows an agreement between its subject and verb is _____ a. Neither the apples nor the basket is expensive. b. The rhythm of the pounding waves are calming. c. Each cat and each dog have its own toy. d. Be careful. Grandma's scissors is very sharp.
59
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
Format Lembar Jawaban Tabel 2. Format Lembar Jawaban Soal Pilihan Ganda ANSWER SHEET Name SID Class Date English Department ABA BSI
: ____________________________ : ____________________________ : ____________________________ : ____________________________
PUT A CIRCLE ROUND THE CORRECT OPTION
1. A
B
C
D
11. A
B
C
D
2. A
B
C
D
12. A
B
C
D
3. A
B
C
D
13. A
B
C
D
4. A
B
C
D
14. A
B
C
D
5. A
B
C
D
15. A
B
C
D
6. A
B
C
D
16. A
B
C
D
7. A
B
C
D
17. A
B
C
D
8. A
B
C
D
18. A
B
C
D
9. A
B
C
D
19. A
B
C
D
10. A
B
C
D
20. A
B
C
D
Cara Penilaian Setiap jawaban mahasiswa yang sesuai dengan kunci jawaban diberi skor 1 dan setiap jawaban mahasiwa yang tidak sesuai dengan kunci jawaban diberi nilai 0. Total jawaban yang benar kemudian dibagi 2. Sehingga rumus untuk penyekoran adalah:
ΣJB SA = 2
Kunci Jawaban Tabel 3 adalah daftar kunci jawaban untuk keduapuluh soal pipihan ganda yang telah didesain. Tabel 3. Key answer 1. B 2. C 3. D 4. A 5. C
6. B 7. D 8. B 9. A 10. C
Figure 1. Scoring equation
Di mana: SA ΣJB
= Skor Akhir = jumlah jawaban benar V.
60
KESIMPULAN
11. A 12. C 13. D 14. C 15. B
16. D 17. A 18. D 19. C 20. A
WANASTRA Vol. IV No. 1 Maret 2013
Rekomendasi Tes ini cocok untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam mengenali bentuk grammatika yang tepat serta mengukur tingkat pemahaman dan aplikasi mahasiswa jurusan bahasa Inggris semester 2 tentang materi tata bahasa subject-verb agreement atau kesesuaian antara subyek dengan kata kerja dalam kalimat.
Heaton, J.B. 1989. Writing English Language Tests. New Edition. London: Longman. Hewings, Martin. 1999. Advanced Grammar in Use. Cambridge: Cambridge University Press.
DAFTAR PUSTAKA
Linn, Robert L. dan Norman E. Gronlund. 1995. Measurement and Assessment in Teaching. Seventh Edition. New Jersey: Merrill
Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York: Longman.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta:BPFE Yogyakarta
Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa. Bandung:ITB Bandung
Oller, Jr, John W. 1979. Language Tests at School. London: Longman Group Ltd.
Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes Bahasa Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta:PT INDEKS
61