Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan Nani Heryani, telp.0251-8312760, hp 08129918252,
[email protected] ABSTRAK Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga di dunia, yang sebagian besar dari produksinya digunakan untuk konsumsi domestik. Selain itu Indonesia masih harus mengimpor 800.000 ton jagung di tahun 2010 untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 5 juta ton. Kegiatan pertanian pangan, khususnya beras dan jagung sangat penting, terutama untuk konsumsi domestik di Indonesia. Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10 persen produksi padi nasional dan 15 persen produksi jagung nasional. Kegiatan pertanian pangan di Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu, namun produktivitasnya masih rendah disebabkan oleh penggunaan pupuk yang rendah, terbatasnya penggunaan alat pertanian, dan jaringan irigasi yang belum memadai. Sebagian besar jaringan irigasi di Sulawesi masih berupa irigasi sederhana dan non-teknis (hanya 37 persen lahan pertanian pangan yang telah diairi oleh irigasi teknis dan semi teknis). Padahal pengembangan kegiatan ekonomi utama pertanian pangan memerlukan dukungan peningkatan konektivitas (infrastruktur) antara lain berupa pembangunan sarana irigasi berupa dam parit, sumur atau embung. Embung atau dam parit merupakan salah satu teknologi pemanenan air hujan yang sudah banyak diaplikasikan di Indonedia sebagai sarana irigasi suplemen. Untuk keberlanjutan pemanfaatan sarana irigasi tersebut diperlukan cara-cara peningkatan efisiensi penggunaan air melalui pengelolaan air permukaan, estimasi kebutuhan air untuk tanaman, dan melakukan pemberian air irigasi sesuai kebutuhan tanaman. Paket-paket teknologi adaptasi perubahan iklim yang sederhana dan mudah diterapkan dan bermanfaat bagi petani sangat diperlukan, sehingga dengan penerapan paket teknologi tersebut peningkatan produksi komoditas pertanian dapat tercapai. Penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan tujuan untuk: 1) mengkarakterisasi kondisi biofisik wilayah untuk mengembangkan teknologi panen hujan dan aliran permukaan untuk keperluan irigasi, 2) mengembangkan model pengelolaan air melalui panen hujan dan aliran permukaan untuk mengantisipasi risiko kekeringan, 3) menyusun skenario pemberian air irigasi tanaman padi/jagung untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, dan 4). menilai persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya air untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan yaitu: inventarisasi data, kegiatan lapang, analisis data dan penyusunan laporan. Kegiatan lapang dilakukan melalui: 1) identifikasi karakteristik teknologi panen hujan aktual (yang dijumpai di lapangan) dan potensial (yang berpotensi untuk dikembangkan), 2) mengembangkan model pengelolaan air melalui panen hujan dan aliran permukaan dengan “dam parit (channel reservoir) bertingkat” untuk mengantisipasi kekeringan, dan 3) menyusun skenario pemberian air irigasi untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi/jagung. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1) tersedianya model pengelolaan air melalui aplikasi sistem panen hujan dan aliran permukaan dengan “dam parit bertingkat“ untuk mengantisipasi kekeringan, 2) tersedianya informasi skenario pemberian air irigasi bagi tanaman padi/jagung beserta disain irigasinya yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam kebijakan pengelolaan air, 3) diperoleh informasi tentang persepsi masyarakat terhadap
pengelolaan sumberdaya air untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perekonomian masyarakat. Pengembangan model pengelolaan air melalui teknologi panen hujan dan aliran permukaan untuk mengantisipasi risiko kekeringan dilakukan dengan membangun dam parit bertingkat dan pemasangan saluran irigasinya di Sungai Makarua di Desa Limampoccoe, Kecamatan Cenranae, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam membangun dam parit bertingkat yaitu: a) Dimensi (Volume) mencakup: karakteristik hujan (durasi dan intensitas hujan), karakteristik biofisik lahan mencakup morfologi tanah dan penggunaan lahan. b) Posisi, Penentuan posisi bangunan panen hujan harus dirancang secara teknis dan sosial agar dapat berhasil guna dan berkelanjutan (Sawiyo et al. 2008), mencakup: Persyaratan teknis meliputi parameter: (1) Sungai termasuk dalam orde 2, 3 atau 4, (2) Lebar sungai minimal 2-10 m, 3) Mempunyai luas DTA minimal 25 ha, (4) Mempunyai aliran dasar minimal 0,5 l/dt dan lebih dari 8 bulan/tahun, (5) Tinggi tebing sungai minimal 2 m sehingga air yang ditampung tidak akan meluapi lahan efektif disekitarnya, (6) Tingkat kemiringan dasar sungai maksimal 2 % , dan (7) Areal tidak mudah longsor. Persyaratan non teknis (sosial), mencakup parameter: 1) Dibutuhkan oleh masyarakat, 2) Tidak ada keberatan dari pemilik lahan, 3) Sarana dan prasarana bangunan panen hujan memadai, c) Jumlah bangunan panen hujan yang diperlukan dapat ditetapkan berdasarkan potensi sumber daya air, tingkat kebutuhan air masyarakat pengguna, modal, dan kondisi biofisik wilayah. Penentuan pemberian air irigasi akan ditetapkan berdasarkan: potensi luas areal yang akan diairi, potensi masa tanam, pola tanam aktual atau potensi pola tanam yang mungkin dikembangkan dan kebutuhan air tanaman. Sedangkan potensi masa tanam ditetapkan berdasarkan indeks kecukupan air tanaman (nisbah ETR/ETM) dan potensi kehilangan hasil relatif tanaman. Apabila nisbah ETR/ETM lebih besar atau sama dengan 0.65 dengan kehilangan hasil relatif kurang dari 20%, maka periode tersebut ditetapkan sebagai potensi masa tanam di suatu wilayah. Dam parit I (Gambar Lampiran 1) dibangun + 200 m dibawah chek dam yang dibangun oleh BP DAS pada tahun 2010 dengan dengan konstruksi beton, ukuran lebar bendung 7,5 m, tinggi mercu 1,7 m, tinggi limpasan 1,2 m, kapasitas tampung 52 m3. Hasil pengamatan menunjukkan debit sungai Makarua mencapai + 4,1 l/dtk. Distribusi air irigasi dari dam parit ini menggunakan saluran tertutup pipa paralon diameter 4 inchi sepanjang 300 m sampai mencapai saluran terbuka menuju target irigasi II berupa lahan sawah tadah hujan seluas + 57,4 ha. Untuk meningkatkan ketersediaan air pada musim kemarau telah dibangun bak penampung air sekitar 40 m di bawah dam parit I. Bak penampung air dirancang secara bertingkat mengikuti lereng dengan ukuran 2 x 4 m, berfungsi untuk menampung aliran air yang berasal dari mata air dan dam parit I. Dengan menggunakan pipa paralon dan saluran terbuka, air dialirkan ke areal target irigasi II. Sumber mata air mengalir sepanjang tahun dengan debit + 3,5 l/dtk, sehingga debit air yang masuk ke dalam pipa paralon sampai ke saluran terbuka sebanyak 7,6 l/dtk. Dam parit II dibuat diantara bak penampung dengan dam parit PSDA yang dibangun pada tahun 1995. Sampai saat ini, dengan menggunakan dam parit PSDA tersebut air baru mengalir ke daerah target irigasi setelah musim hujan berlangsung lama atau debit sungai telah melebihi kapasitas rembesan atau aliran ke dalam tanah/batuan. Dengan fasilitas saluran terbuka pada dam parit II (Gambar 8b), air dapat dipanen pada awal musim hujan sehingga dapat mempercepat waktu tanam pada areal target irigasi II. Penataan dam parit PSDA dilakukan melalui pengangkatan endapan berupa pasir, kerikil, dan batuan serta perbaikan badan bendungnya (Gambar 8c).
Gambar Lampiran 1. Peta daerah tangkapan air dan target irigasi DAS Mikro Makarua, Kab.Maros, Sulawesi Selatan
Gambar Lampiran 2. Peta penggunaan lahan DAS Mikro Makarua, Kab.Maros, Sulawesi Selatan
(a)
(b)
Gambar Lampiran 3. Disain 3 dimensi (a) dan kondisi lapang dam parit 1 di DAS mikro Makarua, Desa Limampoccoe, Kecamatan Cenranae, Kabupaten Maros
(b) (a) Gambar Lampuiran 4. Disain 3 dimensi (a) dan kondisi lapang (b) bak penampung air untuk menampung air dari mata air dan dam parit I di DAS mikro Makarua, Desa Limampoccoe, Kecamatan Cenranae, Kabupaten Maros
(b)
(a) (c) (b) Gambar Lampiran 5. Disain 3 dimensi (a) dan kondisi lapang (b) dam parit II, serta penataan dam parit PSDA (c) di DAS mikro Makarua, desa Limampoccoe, kec. Cenranae, kab. Maros, prov.Sulawesi Selatan