Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Bandung Wawan Ridwan1 Informatika Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424. Depok, Jawa Barat Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah merupakan masalah kesehatan di Indonesia sejak tahun 1968 sampai sekarang. Ada beberapa daerah yang sudah ada penurunan tetapi sebagian wilayah Indonesia malah dari tahun ke tahun terus meningkat angka kesakitan penyakit ini. Di Kabupaten Bandung selama 3 tahun terakhir dari tahun 2011 sampai 2013 angka kesakitan DBD terus meningkat yaitu sebesar 1078 tahun 2011, 1127 tahun 2012 dan tahun 2013 1240 penderita. Permasalahan peningkatan penderita disebabkan banyak kendala atau permasalahan salah satunya adalah lemahnya sistem kewaspadaan dini terhadap KLB DBD. Deteksi Dini KLB DBD adalah suatu sistem pemantauan wilayah setempat yang bisa mendeteksi peningkatan kasus disuatu wilayah berdasarkan katagori KLB yang tertuang di dalam Permenkes No. 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Penelitian dilakukan menggunakan desain penelitian kualitatif dengan menerapkan pendekatan model prototyping dalam membangun model sistem informas kesehatan. Penelitian ini menghasilkan rancangan basis data dan desain prototype dari sistem informasi kesehatan penyakit demam berdarah dengue dengan deteksi dini KLB DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, sehingga deteksi awal kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue bisa diketahui pada saat melakukan input data sebelum pengolahan data untuk pembuatan laporan Kabupaten Bandung.
Abstract Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a health problem in Indonesia since 1968 until now. There are several existing areas decreased but parts of Indonesia, even from year to year increase in morbidity of this disease. In Bandung District during the last 3 years from 2011 to 2013 number of DHF cases continue to rise in the amount of 1078 in 2011, 1127 in 2012 and 1240 of 2013 patients. Problems caused an increase in patients with many obstacles or problems one of which is the lack of an early warning system against dengue outbreak. Early detection of outbreaks of dengue fever is a local area monitoring system that can detect an increase in cases of outbreaks in a region based on the categories set out in the Minister Regulation No. 1501 Year 2010 Concerning Certain Communicable Disease Type Potential Outbreak and Response Efforts. The study was conducted using qualitative research design with prototyping models approach in building models health information system. This research resulted in the design of the database and prototype design of health information systems dengue fever with early detection of dengue outbreak in Bandung District Health Office, so that early detection of outbreaks of dengue fever can be known at the time of the input data before data processing for the manufacture of report Bandung district.
Keyword : Health Information Systems, DHF, early detection of outbreaks, Bandung District Health Office
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
1. Pendahuluan Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. (Buletin Jendela Epideimologi, Ditjen P2PL, 2010).
peningkatan mobilitas penduduk yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas. Gambar 1 Angka Insiden per 100.000 Penduduk di Indonesia Pada Tahun 1968 – 2009
Tabel 1 Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 1968 – 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Berdasarkan situasi di atas, terjadi tren yang terus meningkat dari tahun 1968 sampai tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu lebih mendapat perhatian terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. Gambar 2 Angka Insiden per 100.000 Penduduk menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2005 – 2009
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Dari Gambar 1 tampak siklus epidemik terjadi setiap sembilan-sepuluh tahunan, hal ini terjadi kemungkinan karena adanya perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Menurut Mc Michael (2006), perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan, suhu, kelembaban, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap kesehatan terutama terhadap perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor
Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009 Berdasarkan Angka Insiden suatu daerah dapat dikategorikan termasuk dalam risiko tinggi, sedang dan
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
rendah yaitu risiko tinggi bila AI > 55 per 100.000 penduduk, risiko sedang bila AI 20-55 per 100.000 penduduk dan risiko rendah bila AI <20 per 100.000 penduduk. Dari Gambar di atas terlihat dari tahun 2005 hingga 2009, jumlah provinsi yang berisiko tinggi (high risk) meningkat dan terjadi perubahan. Misalnya pada tahun 2007 seluruh provinsi di pulau Jawa dan Bali masuk sebagai daerah risiko tinggi dimana pada tahun ini terjadi epidemik. Tetapi pada tahun 2009 terjadi perubahan dimana provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masuk dalam resiko tinggi. Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun. Melihat data ini kemungkinan penularan tidak hanya di rumah tetapi di sekolah atau di tempat kerja. Sehingga gerakan PSN perlu juga digalakkan di sekolah dan di tempat kerja. Tampak telah terjadi perubahan pola penyakit DBD, dimana dahulu DBD adalah penyakit pada anak-anak dibawah 15 tahun, saat ini telah menyerang seluruh kelompok umur, bahkan lebih banyak pada usia produktif. Perlu diteliti lebih lanjut hal mempengaruhinya, apakah karena virus yang semakin virulen (ganas) atau karena pengaruh lain. Hasil kajian dari Kementerian Kesehatan pada 2004 mengemukakan bahwa KLB DBD di Indonesia diakibatkan oleh beragam faktor. Pertama, pada dasarnya penyakit menular, termasuk DBD, masih endemik di beberapa wilayah. Karena terdapat vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan sewaktu-waktu mungkin bisa terjadi KLB. Kedua, lemahnya sistem kewaspadaan dini sehingga penanganan dan pengobatan kasus sebagai intervensi belum dilakukan sebagaimana mestinya. Ketiga, kemudahan alat transportasi memungkinkan pergerakan /perpindahan alat angkut, penumpang, bahan/barang, dan alat dari satu wilayah lain yang merupakan daerah endemik. Ketiga faktor tersebut kemudian diperparah dengan lemahnya kesadaran masyarakat akan paradigma hidup sehat dan kesadaran pada kondisi lingkungan sekitar sebagai faktor risiko penyebaran penyakit. Studi kasus DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung selama 3 tahun terakhir untuk program DBD adalah jumlah kasus pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 sebesar 1078 tahun 2011, 1127 tahun 2012 dan tahun 2013 1240. Dari tahun ke tahun angka kesakitan DBD terus meningkat. Sedangkan angka kematian (Case Fatality Rate) terjadi fluktuasi naik turun dalam 3 tahun terakhir yaitu tahun 2011 0,37%, pada tahun 2012 0,98% dan tahun 2013 kasus 0,56 %.
Seperti disebutkan diatas KLB penyakit demam berdarah adalah lemahnya sistem kewaspadaan dini. Permenkes No. 1501 Tahun 2010 menyebutkan bahwa penyakit demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang bisa menyebabkan wabah. Dalam Permenkes tersebut di jabarkan katagori-katagori penyakit menular bisa disebutkan telah menjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) 2. Metode Penelitian Desain menggunakan desain penelitian kualitatif dengan menerapkan pendekatan model prototyping dalam membangun model sistem informasi. Metode yang digunakan dalam perancangan penelitian ini adalah metode pengembangan prototyping level 0 hingga level 1 sebagai blue print sistem operasional yang akan dikembangkan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung, wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara dan telaah dokumen terkait dengan gambaran sistem pencatatan dan pelaporan program demam berdarah dengue di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Cara pengumpulan data untuk pengembangan sistem informasi kesehatan dengan data primer dan sekunder yang dilakukan dengan cara melakukan identifikasi kebutuhan user. Dalam mengembangkan Prototype peneliti akan membuat Design Logic dimana akan diperlihatkan kepada user, Design Logic tersebut adalah : 1. Flowchart (Bagan Alir) 2. Contex Diagram (Diagram Konteks) 3. Entity Relatiton Diagram (ERD) 4. Data Flow Diagram (DFD) 5. Interfacing (Tampilan) 3.
Hasil dan Pembahasan
Sumber data yang digunakan untuk SIK Deteksi dini KLB merupakan Data dari Puskesmas dan Rumah Sakit yang dijadikan input baik dalam harian (KLB atau W1), mingguan (W2, DP-DBD dan KD/RS) dan laporan bulanan puskesmas dan Rumah Sakit. Sedangkan proses pembuatan laporan DBD Kabupaten maupun deteksi dini KLB terkendala dalam hal ketepatan dan kelegkapan laporan dari puskesmas. Tabel 2 Analisa Input, Proses dan Output Var Input
Permasalahan a. Laporan W2 (mingguan) dikirim tidak seminggu sekali tetapi kadang setiap bulan karena terkendala tenaga dan biaya puskesmas untuk pergi ke Dinas kesehatan Kabupaten Bandung b. Tidak semua Rumah Sakit mengirimkan Laporan KD/RS sehingga harus di jemput bola
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
Var
Permasalahan c. Luasnya wilayah Kabupaten bandung menghambat dalam pengiriman laporan yang cepat sehingga kelengkapan dan ketepatan laporan masih rendah Proses a. Tumpah tindih/double entri jumlah penderita dikarenakan ada Puskesmas dan Rumah Sakit sama-sama mengirim data yang sama. b. Butuh SDM tambahan yang dibutuhkan khusus untuk validasi dan entri data c. Dikarenakan semua laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit berupa paper base maka ada kemungkinan data hilang sebelum di entri Output a. Kecepatan pembuatan laporan mingguan Dinas Kesehatan Kabupaten bandung masih belum bisa dilaksanakan karena kelengkapan dan ketepatan data dari Puskesmas dan Rumah Sakit masih rendah b. Belum bisa melaksanakan perhitungan titik musim penularan c. Belum bisa melaksanakan perhitungan peningkatan kasus mingguan d. Belum bisa melaksanakan Deteksi dini KLB DBD Pengembangan sistem informasi kesehatan penyakit demam berdarah dengue dengan deteksi dini kejadian luar biasa ini merupakan pengembangan dari sistem pencatatan dan pelaporan data program DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Pengembangan ini mengacu pada kebutuhan informasi yang diinginkan oleh pengguna sistem, dalam hal melakukan penanggulangan KLB DBD di wilayah Kabupaten Bandung. Selanjutnya Design Logic sistem informasi kesehatan penyakit demam berdarah dengue dengan deteksi dini kejadian luar biasa sebagai berikut : 1. Flowchart (Bagan Alir)
2. Contex Diagram (Diagram Konteks) Gambar 4 Diagram Konteks
3. Entity Relatiton Diagram (ERD) Gambar 5 Entity Relatiton Diagram
Gambar 3 Bagan Alir
4. Data Flow Diagram (DFD)
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
Gambar 6 Data Flow Diagram Level 0
b.
a = Laporan W1, Laporan W2, DP-DBD, KD/RS b = Laporan DBD mingguan, bulanan, triwulanan dan tahunan c = Tambah, edit dan simpan data DBD d = Laporan DBD Kabupaten
c.
2.
Gambar 7 Data Flow Diagram Level 1 3.
4. Keterangan : b.1a = Rekap laporan Puskesmas dan Rumah Sakit b.1b = Rekapan Laporan DBD
5.
5. Interfacing (Tampilan) Perancangan sistem informasi kesehatan penyakit demam berdarah dengue dengan deteksi dini kejadian luar biasa di kabupaten bandung dirancang dengan tampilan seperti di bawah ini : Gambar 8 Menu Login
6.
- Form KD/RS - Form DP-DBD - Form W1 - Form W2 Rumah Sakit Di menu Input Rumah Sakit terdapat 2 sub menu yaitu : - Form Pemberitahuan Tersangka - Form KD/RS Dinkes - Input Data Baru Menu input Dinkes hanya ada 1 sub menu yaitu Input Data Baru seperti terlihat dibawah ini
Edit Menu Edit merupakan menu navigasi tidak ada sub menu dibawahnya, seperti terlihat dibawah ini : Kirim Menu Kirim merupakan menu laporan keluar Dinas Kesehatan untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi, tidak ada sub menu seperti terlihat dibawah ini : Print Di menu Print terdapat 3 sub menu yaitu : - Tabel - Grafik - Pemetaan Administrator Di menu Administrator terdapat 5 sub menu yaitu : - Entri User - Entri Nama Puskesmas - Entri Nama Desa - Masukan Peta Per Kecamatan - Kontak Bantuan Keluar Menu ini menu untuk keluar aplikasi dan kembali ke windows. Gambar 9 Menu Login
Menu utama merupakan menu navigasi yang memuat banyak sub menu terdiri dari : 1. Input a. Puskesmas Di menu Input Puskesmas terdapat 5 sub menu yaitu : - Form Pemberitahuan Tersangka
Sedangkan menu-menu input seperti disebut diatas lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini :
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
Gambar 10 Form Pemberitahuan Tersangka Gambar 12 Formulir DP-DBD
Menu ini untuk memasukan data baik dari Puskesmas maupun Rumah Sakit. Menu ini digunakan untuk memasukan data tersangka DBD yang baik dirawat inap maupun rawat jalan dan harus dilaporkan ke Dinas Kesehatan tidak lebih dari 1 X 24 jam. Formulir KD/RS merupakan format laporan DBD dari Rumah Sakit ke Dinas Kesehatan bisa juga datang dari Puskesmas yang mendapat tembusan dari Rumah Sakit.
Gambar 13 Formulir W1
Gambar 11 Formulir KD/RS
Gambar 14 Formulir W2
Formulir DP-DBD adalah formulir rekapan laporan Puskesmas dari hasil tembusan KD/RS dari Rumah sakit dan KD/RS puskesmas sendiri. Formulir W1 adalah formulir bila ada kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular termasuk penyakit DBD. Formulir W1 disertakan untuk investigasi penderita dengan kematian atau tanpa kematian dengan gejala-gejala spesifik.
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
Formulir W2 merupakan laporan rekapitulasi mingguan Puskesmas yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.
Gambar 17 Edit
Gambar 15 Input Data Baru Penderita
Dikarenakan database belum ada contoh salah satu database disimulasikan dari mulai entri sampai keluar output Gambar 18 Output (Simulasi Input Data)
Formulir pemasukan data DBD yang dilakukan Dinas Kesehatan dengan melihat laporan dari Puskesmas (Form W2, Form W1, Form DP-DBD dan Form KD/RS) juga dari Rumah Sakit (Form KD/RS). Menu input Dinas Kesehatan ada 2 yaitu menu data penderita baru dan input penyelidikan epidemiologi Gambar 16 Input Penyelidikan Epidemiologi
Gambar 19 Output (Tabel Data Penderita)
Gambar 20 Output (Simulasi Deteksi Dini KLB) Menu edit digunakan untuk merubah data yang telah dimasukan ke database Dinas Kesehatan.
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
Database masih kosong bila sistem perhitungan deteksi KLB DBD berjalan dengan baik maka bila di klik tombol save maka akan keluar menu Pop-Up berupa peringatan. Sedangkan katagori kasus dianggap KLB bisa di lihat pada tabel di bawah ini :
Permasalahan
b.
Tabel 3 Katagori KLB DBD Katagori
Kriteria
1 2
3
4
5
6
c.
Adanya kasus DBD sebelumnya tidak ada menjadi ada di suatu daerah. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulandalam tahun sebelumnya Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan ratarata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Dari permasalahan program demam berdarah di Kabupaten Bandung ada beberapa saran solusi yang diharapkan bisa semakin memperkuat implementasi penggunaan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Bandung diantaranya bisa dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4 Permasalahan dan Solusi Program DBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Permasalahan
Solusi
a. Laporan W2 (mingguan) dikirim tidak seminggu sekali tetapi kadang setiap bulan karena terkendala tenaga dan
Dibutuhkan penyamaan persepsi dari semua institusi yang terlibat baik Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas
a.
b.
c.
a.
b.
c.
d.
biaya puskesmas untuk pergi ke Dinas kesehatan Kabupaten Bandung Tidak semua Rumah Sakit mengirimkan Laporan KD/RS sehingga harus di jemput bola Luasnya wilayah Kabupaten bandung menghambat dalam pengiriman laporan yang cepat sehingga kelengkapan dan ketepatan laporan masih rendah Tumpah tindih/double entri jumlah penderita dikarenakan ada Puskesmas dan Rumah Sakit sama-sama mengirim data yang sama. Butuh SDM tambahan yang dibutuhkan khusus untuk validasi dan entri data Dikarenakan semua laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit berupa paper base maka ada kemungkinan data hilang sebelum di entri Kecepatan pembuatan laporan mingguan Dinas Kesehatan Kabupaten bandung masih belum bisa dilaksanakan karena kelengkapan dan ketepatan data dari Puskesmas dan Rumah Sakit masih rendah Belum bisa melaksanakan perhitungan titik musim penularan Belum bisa melaksanakan perhitungan peningkatan kasus mingguan Belum bisa melaksanakan Deteksi dini KLB DBD
Solusi Kesehatan dalam bentuk suatu pertemuan lintas sektor dimana semua hadir dan sepakat untuk membuat solusi terbaik dalam menyediakan kelengkapan dan kecepatan laporan DBD dan penyediaan dana , sehingga bisa meminimalkan hambatan laporan yang masuk ke Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan membutuhkan pengadaan Sarana dan prasarana maupun tenaga khusus dan ruangan khusus untuk validasi data dan penyimpanan arsip laporan yang masuk
Implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB DBD
Rancangan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
di desain untuk menghasilkan data dan informasi tentang program DBD dengan menyertakan secara otomatis deteksi dini KLB DBD, sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dari pencatatan dan pelaporan program DBD yang selama ini digunakan. Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut bisa dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6 Perbandingan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB Yang Sedang Berjalan Dan Yang Akan Dikembangkan Perbandingan Sistem Sistem Lama
2.
3.
4.
5.
6.
Dapat mempercepat 1. proses pengolahan data menjadi informasi yang dibutuhkan. Adanya sistem basis data yang dapat 2. membantu petugas dalam penyimpanan data yang lebih terstruktur, sehingga pemanggilan data kembali dapat lebih mudah. Informasi yang 3. disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sehingga dapat menggambarkan tren DBD Mempermudah penelusuran data serta menghasilkan informasi yang lebih cepat dan akurat Dapat Mendeteksi KLB DBD pada saat entri Data. Dapat Dikembangkan lebih lanjut entri secara online dan entri bisa dilaksanakan di Puskesmas
Membutuhkan biaya tambahan untuk penyediaan sarana dan pelatihan petugas. Membutuhkan ketelitian dalam proses input data karena kesalahan dapat mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan. Butuh komputer khusus yang tidak bisa berbarengan dengan computer yang lain.
Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB merupakan pengembangan dari sistem yang sudah berjalan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Pada tabel dibawah menjelaskan perbedaan antara sistem yang sudah berjalan dengan rancangan sistem yang akan dikembangkan.
Proses
1.
Kekurangan
Output
Kelebihan
Input
Tabel 5 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB
4.
Sistem Baru
1. Penumpukan laporan Adanya entri waktu dari puskesmas tanpa laporan dan waktu entri melihat waktu sehingga ketepatan pengiriman data. laporan bisa maksimal 2. Ada kemungkinan double entri data yang masuk dari puskesmas dan rumah sakit 1. Penyimpan data masih 1. Sistem data yang di dalam dokumen, dimiliki akan belum ada memudahkan proses penyimpanan data penyimpanan dan secara sistem basis pengambilan data data untuk pembuatan 2. Pengolahan data laporan dilakukan bila laporan 2. Pengolahan data diterima dan dilakukan secara menunggu menumpuk. otomatis sehingga 3. Pengolahan data untuk data dapat tersedia laporan bulanan lebih cepat menggunakan Ms. 3. Adanya Deteksi Dini Excel KLB DBD sehingga 4. Data hanya digunakan tanpa menunggu untuk keperluan laporan komplit KLB pelaporan bisa dideteksi secara dini. Laporan yang dihasilkan 1. Pengeluaran laporan hanya sebagai laporan ke bisa kapan saja Dinas Kesehatan tergantung Propinsi dan untuk dibutuhkan laporan tahunan Dinas 2. Adanya output Kesehatan laporan ketepatan dan kelengkapan sehingga bisa mendeteksi kinerja Puskesmas Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu: 1. Pencatatan dan pelaporan program DBD masih manual entri dan belum ada validasi laporan yang masuk sehingga ada kemungkinan double entri data penderita dari puskesmas dan rumah sakit. Pengolahan data DBD masih bersifat laporan rutin
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014
untuk Dinas Kesehatan Propinsi maupun laporan tahunan Dinas Kesehatan. 2. Data input untuk Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB di DInas Kesehatan Kabupaten Bandung pada tahap pertama hanya Laporan W2 (mingguan dari Puskesmas) sedangkan implementasi untuk tahap-tahap selanjutnya bisa dikembangkan lebih luas dari mulai level Puskesmas. 3. Rancangan basis data dibuat semudah dan seefektif mungkin sehingga bisa mengkoreksi dan edit data kapan saja dibutuhkan. 4. Rancangan Prototipe Sistem Informasi Kesehatan Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Deteksi Dini KLB di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung diharapkan menghasilkan informasi DBD secara tepat dan cepat dan dapat mendeteksi KLB DBD meskipun masih dalam proses input data, sehingga kecepatan penanganan dampak KLB DBD bisa ditangani dengan lebih cepat oleh pemegang kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. 5.
Daftar Acuan
1. Andriyani Pratamawati. Dinamika Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, antara Teori dan Realitas. http://www.jurnalmedika.com/ Edisi No. 11 Vol XXXIX. 2013. 2. Ardiati, Levina. 2009. Pengembangan Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis Komputer Di Puskesmas Beji Kota Depok Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok 3. Aswan. (2012). Kumpulan Program kreatif dengan Visual Basic.Net. Bandung INFORMATIKA 2012 4. Deek, Padi P., James A.M. McHugh, Osama M. Eljabiri. (2005). Strategic Software Engineering An Interdisciplinary Approach. Auerbach Publications. New York 5. Hatta, Gemala R. 2011. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan: Edisi Revisi. Jakarta: Universitas Indonesia Press 6. Huffman, Edna. K. (1994). Health Information Management. Physicans Record Company Berwyn. Illinois. 7. Jogiyanto H. M. (2003). Sistem Teknologi Informasi. Andi Offset. Yogyakarta 8. Jogiyanto H. M. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis. Penerbit Andi. Yogyakarta 9. Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Penerbit Andi. Yogyakarta 10. Kemenkes RI; JICA. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian Di Puskesmas. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
11. Kementrian Kesehatan RI. Modul pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI. 2011. 12. Kendall, Kenneth E., Kendall, Julie E., (2011). Systems Analysis And Design Eight Edition. Pearson Education. New Jearsey. Diakses 15 Desember 2013. http://www.worlduc.com/UploadFiles/BlogFile/36 %5C1126361%5C1.pdf 13. Laudon, Kenneth C.; Laudon, Jane P. (2008). Sistem Informasi Manajemen, Edisi 10 Buku 2, diterjemahkan oleh Chriswan Sungkono dan Machmudin Eka P.; Salemba Empat; Jakarta 14. Leod, Mc. Raymond; George Schell P. (2008). Sistem Informasi Manajemen, Edisi 10. Diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto dan Afia R. Fitriati. Salemba Empat. Jakarta 15. Supriyanto, Aji. (2007). Pengantar Teknologi Informasi. Cetakan ke 2. Salemba Infotek. Jakarta 16. R.H. Sianipar. (2014). Pemograman Visual Basic.Net Belajar Dasar Pemograman Visual Basic melalui contoh untuk menjadi seorang programmer visual Basic yang Mahir dan Tangguh. Bandung INFORMATIKA 2014 17. United States Department Of The Treasury, Office Of The Comptroller Of The Currency Administrator Of National Banks. (1995). Management Information Systems, Comptroller’s Handbook. Diakses 10 Maret 2014. http://www.occ.gov/publications/publications-bytype/comptrollers-handbook/mis.pdf
Pengembangan sistem..., Wawan Ridwan, FKM, 2014