PENGEMBANGAN PUPUK ALAMI BERMIKROBA (BIO-NATURAL FERTILIZER) UNTUK KACANG TANAH ORGANIK BEROMEGA-3 TINGGI DEVELOPMENT OF MICROBE ENRICHED NATURAL FERTILIZER (BIO-NATURAL FERTILIZER) FOR HIGH OMEGA-3 ORGANIC PEANUT Widyatmani Sih Dewi*, Sudadi, Sumarno, dan Heri Widijanto Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta. Telp./Fax. (0271)632477; *e-mail:
[email protected] Abstrak Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi dan gizi tinggi. Biji kacang mengandung asam lemak omega-3 yang penting untuk penyusun sel syaraf otak, terutama bagi anak-anak dan anti kanker bagi orang dewasa. Budidaya secara organik diharapkan dapat meningkatkan kandungan lemak omega 3 dalam biji kacang tanah. Untuk itu diperlukan formula pupuk alami bermikroba yang mampu mendorong peningkatan kadar omega-3 pada biji kacang. Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan formula pupuk alami bermikroba yang mampu mendorong peningkatan kadar asam lemak omega-3 pada budidaya kacang tanah secara organik. Penelitian dirancang selama 3 tahun. Hasil penelitian tahun I: (1) kacang tanah verietas Gajah mengandung asam lemak omega 3 lebih tinggi dari pada varietas Kelinci dan Kancil; (2) telah ditemukan isolat-isolat fungi maupun bakteri indigenus yang memiliki fungsi spesifik pelarut P (FPF), K (BPK), dan pengoksidasi S (FPS). Bioformulasi pupuk alami bermikroba dibuat berdasarkan pada perbandingan inokulum dan perbandingan antara carrier vermikompos dengan bahan pengaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas mikroba dan potensi pelepasan hara dalam bioformula pupuk alami ditentukani oleh perbandingan inokulum dan perbandingan antara carrier dengan bahan pengaya, maupun interaksi antara keduanya. Telah terpilih 2 bioformula pupuk alami yang akan diuji potensinya dalam meningkatkan kandungan lemak omega 3 pada budidaya tanaman kacang tanah secara organik pada skala plot, dan pada 3 jenis tanah, yaitu alkalis, netral, dan masam, di Tahun ke II. Kata kunci: pupuk alami bermikroba, bio-natural fertilizer, kancang tanah organik, omega-3
Abstract Peanuts are an agricultural commodity that has economic value and high nutrition. Peanut seed contain omega-3 fatty acids that are important for nerve cells composition, especially for children and anti-cancer for adult. Organic cultivation is expected to increase the omega-3 fatty acid content in peanut seeds. It requires microbe enriched natural fertilizer formulation that could increased of omega-3 levels in peanut. The main objective of this research is to produce microbe enriched natural fertilizer formulation that could increased levels of omega-3 fatty acids in organic peanut cultivation. The study is designed for 3 years. The results of the first year of research are (1) peanut of Gadjah verieties has higher omega 3 fatty acids than the Kelinci and Kancil varieties, (2) it has been found isolates indigenus fungi or bacteria that have specific functions to solubilize of P (FPF) and K (BPK), and oxidizing S (FPS). Bio-formulation of natural fertilizer was made based on a proportion of isolate and comparison between the vermicompost carrier to enriched ingredient. The results showed that microbial viability and potential release of nutrients in a natural fertilizer bioformulation determined by proportion of isolate and comparison between the carrier to enriched ingredients, as well as the interaction between the two. It has been selected two bioformulae of natural fertilizer that will be tested its potential in increasing omega-3 fatty acid content in peanut organically cultivation on a scale of plot, and the 3 types of soil, which are alkaline, neutral, and acid soils, in the second year. Keywords: microbe enriched natural fertilizers, bio-natural fertilizer, organic peanuts, omega-3 1
PENDAHULUAN
Kacang tanah (Arachys hypogaea L. Merr.) merupakan tanaman komersial dan sebagai sumber pendapatan penting bagi petani di lahan kering dan lahan bekas sawah. Daerah sentra produksi utama kacang tanah di Indonesia ialah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan produksi polong kering rata-rata di tingkat petani sebesar 1,02-1,11 ton/ha. Produksi kacang tanah memberikan kontribusi sebesar 60% dari pendapatan petani di daerah sentra produksi di Tuban, Jawa Timur. Budidaya kacang tanah memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman palawija lain seperti jagung, kedelai, dan kacang hijau (Sudjadi dan Supriati, 2001). Kacang tanah dimanfaatkan untuk bahan pangan, industri, dan pakan. Permintaan kacang tanah di dalam negeri semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, industri pangan memerlukan kacang tanah dalam bentuk gelondongan (polong kering) 36,50 ton dan pada tahun 1997 meningkat tajam menjadi 759,35 ton. Produksi kacang tanah dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan dan masih harus diimpor (Yudohusodo, 2006), dengan demikian upaya peningkatan produksi di dalam negeri mutlak diperlukan baik melalui usaha perluasan areal panen maupun melalui usaha intensifikasi dengan menggunakan teknologi budidaya yang sesuai (Rais, 1997). Kacang tanah merupakan sumber protein dan minyak (lemak). Biji kacang tanah mengandung sekitar 26% protein, 49% minyak, 16% karbohidrat dan 2,3% abu. Asam lemak pada biji kacang tanah mengandung 45% asam oleat dan 36% asam linoleat (18:2) yang merupakan asam lemak tak jenuh beromega-3 (Shilman dkk., 2011). Omega-3 merupakan jenis asam lemak yang mempunyai nilai lebih karena merupakan penyusun syaraf otak dan berperan dalam pengendalian penyakit-penyakit penting seperti diabetes, kanker dan lain-lain (Vassiliou dkk., 2009; Chetana dkk., 2011). Kandungan asam lemak dalam biji kacang tanah dipengaruhi oleh varietas kacang, umur tanaman, dan teknologi budidaya. Sejak tahun 19831992 banyak varietas unggul kacang tanah yang telah dilepas oleh pemerintah, baik yang berumur kurang dari 100 hari maupun di atas 100 hari (Sudjadi dan Supriati, 2001). Diantara varietas yang ada, varietas Gadjah, Kancil, dan Kelinci merupakan tiga jenis varietas yang banyak dibudidayakan oleh petani kacang tanah di sekitar Jawa Tengah dan DIY. Kacang tanah merupakan tanaman yang berkebutuhan N, P, K, dan S tinggi, pada hal berapa jenis tanah yang ada menunjukkan adanya kekahatan N, P, K, dan S sehingga dapat mengganggu tercapainya produksi yang optimum. Kacang tanah merupakan tanaman kacangkacangan (legume) yang dapat memenuhi kebutuhan nitrogennya secara biologi melalui 2
simbiosisnya dengan bakteri penambat nitrogen yang terdapat di dalam nodula akarnya. Nodula akar yang efektif dapat memenuhi sampai 75 % kebutuhan N tanaman, sedangkan 25 % kekurangannya diperoleh dari N tanah. Oleh karena itu peran bakteri penambat N sangat penting bagi kacang tanah. Usaha tani kacang tanah sering bermasalah dengan kekahatan unsur fosfat (P) dan sulfur (S) sehingga dapat menurunkan kualitas produksinya (Anonim, 2009). Kekahatan P tidak hanya terkait dengan rendahnya P tersedia tanah saja, tetapi juga karena kapasitas fiksasi P tanah yang tinggi. Kalium (K) merupakan unsur hara yang ketersediaannya dalam tanah relatif rendah dan sering kali tersekap dalam ruang antar kisi mineral klei (clay). Di sisi lain, kekahatan belerang (S) telah lama terjadi di Indonesia dengan
daerah sebaran yang semakin luas, terutama pada tanah-tanah yang telah terlapuk lanjut dan yang telah diusahakan secara intensif dalam waktu lama. K dan S penting untuk aktivasi enzim, fotosintesis dan sintesis protein. P merupakan penyusun asam nukleat (DNA dan RNA)
dan senyawa penyimpan energi tinggi (ATP) dalam tanaman, sedang N penyusun protein dan asam nukleat. Tanaman menyerap S dalam bentuk ion sulfat (SO4=), K dalam bentuk ion K+, P dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) atau sekunder (HPO4=), dan N dalam bentuk ammonium (NH4+) atau nitrat (NO3-). Ion sulfat dan nitrat mudah terlindi (mobile), fosfat mudah terfiksasi, sedangkan kalium tersekap komponen tanah sehingga sering tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan pupuk yang lepas hara terkendali (slow release fertilizer ) seperti pupuk alamiah bermikroba yang akan dikembang ini. Penggunaan pupuk lepas hara terkendali yang berasal dari bahan pupuk alami dan proses penyediaan haranya yang juga alami diharapkan menjadi solusi masalah kekahatan hara N, P, K dan S serta menjawab kebutuhan pupuk untuk sistem pertanian organik kacang tanah beromega-3 tinggi. Mutu pupuk alamiah bermikroba terutama sangat tergantung pada keefektifan mikroba dan jumlah sel hidup dalam pupuk tersebut, kesesuaiannya dengan tanaman inang, dan kondisi lingkungan tempat mikroba tersebut tumbuh dan berkembang (Simanungkalit dkk., 2006). Batuan fosfat alam bukan hanya merupakan sumber P, tapi juga Ca, disamping itu mengandung sejumlah hara esensial seperti Mg, S, Fe, Cu dan Zn. Serbuk belerang merupakan sumber penyedia S alami, sedangkan batuan feldspar merupakan sumber nutrisi K bagi mikroba. Pupuk fosfat alam, serbuk S, dan feldspar yang digunakan secara langsung umumnya mempunyai kelarutan yang rendah dibandingkan dengan pupuk kimia, sehingga diperlukan suatu usaha yang dapat meningkatkan kelarutannya seperti penggunaan mikroba dan bahan organik (Noor, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk membuat formula pupuk alami bermikroba berdasarkan komposisi inokulum dan bahan pengaya alami sumber P, K, 3
dan S untuk menujang budidaya organik kacang tanah sehingga kualitas bijinya banyak mengandung asam lemak omega 3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tahun I, bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk menghasilkan formula pupuk alami bermikroba untuk budidaya kacang tanah organik beromega 3 tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Oktober 2012, di Laboratorium Biologi Tanah, dan laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fak. Pertanian UNS. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tanah rhizosfer beberapa jenis tanaman dari Dieng sebagai sumber isolat mikrobiota fungsional indigenus, vermikompos, batuan fosfat alam, belerang, batuan sumber K, legin, biji kacang tanah varietas Gadjah, Kancil, dan Kelinci, media PDA, NA, Pykovskaya, Czapex agar, Thronton agar, Alexandrov agar, dan bahan-bahan kimia untuk analisis hara. Alat yang digunakan antara lain: cawan petri dan seperangkat alat-alat untuk isolasi bakteri dan fungi, laminair flow, mikroskop, pH meter, flamefotmeter, spectrofotometer. Isolasi mikrobiota fungsional indigenus pelarut P, pengoksdasi S, dan pelarut K Sumber isolat mikrobia indigenus fungsional pengoksidasi S0, pelarut P, dan pelarut K, yang digunakan sebagai sumber inokulum berasal dari tanah rhizosfer beberapa jenis tanaman yang diambil dari Dieng, Jawa Tengah. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi pengambilan sumber isolat dari tempat itu adalah diduga banyak mikroba fungsional yang memiliki kemampuan mengoksidasi S0 mengingat tanah-tanah di sekitar Telaga Warna, Dieng banyak kawah belerang. Letak astronomi lokasi pengambilan contoh tanah rhizosfer adalah di sekitar 7o 12’ 47,10” - 7o 12’ 51,57” LU dan 109o 54' 40,38" - 109o 54'52 BT. Isolasi mikrobiota fungsional menggunakan medium spesifik. Pembuatan formula pupuk alami bermikroba Isolat mikroba fungsional terpilih, selanjutnya digunakan untuk membuat formula pupuk alami bermikroba. Perlakuan disusun secara faktorial terdiri dari 2 faktor, yaitu perbandingan inokulum mikroba fungsional, dan perbandingan antara carrier vermikompos 4
dengan campuran bahan pengaya. Bahan pengaya adalah sumber nutrisi yang lepas lambat bagi mikroba, meliputi batuan fosfat alam, serbuk belerang, dan batuan yang mengandung K. Rancangan Percobaan Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dan rancangan perlakuan faktorial terdiri atas 2 faktor. Adapun rincian faktor-faktor maupun kombinasi perlakuannya adalah (1) Faktor I: Perbandingan inokulum mikroba fungsional N : P :K : S (I), terdiri atas 4 aras, yaitu: I0 = tanpa inokulum, I1 = 1 : 1 : 1 : 1*, I2 = 1 : 2 : 1 : 1, dan I3 = 2 : 2 : 1 : 1. Satu bagian (*) adalah setara dengan kerapatan sel 106 sel/g. (2) Faktor II: Perbandingan antara carrier vermikompos dengan campuran bahan pengaya, terdiri atas 4 aras, yaitu: B0 = 100 % carier, B1 = 67 % carier + 33% bahan pengaya#, B2 = 33 % carier + 67% bahan pengaya, dan B3 = 100 % bahan pengaya. Bahan pengaya (#) terdiri atas batuan fosfat alam, batuan felsdpar, dan serbuk belerang. Kombinasi perlakuan masing-masing diulang 3 kali. Variabel yang diamati meliputi (1) Viabilitas dan dinamika mikroba fungsional pelarut P, K, S, dan N, dan (2) Potensi penyediaan hara P, K, S dan N. Analisis statistik menggunakan uji ragam (uji F), dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan aras kepercayaan 95 %. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Asam Lemak Omega-3 dalam Biji Kacang Penelitian ini menggunakan 3 varietas kacang tanah, yaitu Kelinci, Gadjah dan Kancil. Nilai gizi dalam kacang tanah salah satunya ditentukan oleh kandungan asam lemak tak jenuh omega-3. Varietas kacang tanah berbeda memiliki kandungan asam lemak omega-3 yang berbeda pula. Hasil analisis kandungan asam lemak omega-3 (asam linolenat, asam arachidonat, dan asam eicosatrinoat) terhadap ketiga varietas tersebut menunjukkan varietas Gadjah kandungan omega-3 paling tinggi dan varietas Kelinci adalah terendah (Tabel 1). Kandungan Asam linolenat tertinggi adalah sekitar 0,68%, asam arachidonat ± 1,28%, dan asam eicosatrinoat ± 0,02% terkandung dalam biji kacang tanah varieta Gadjah.
5
Tabel 1 Kandungan berbagai asam lemak dalam 3 varietas kacang tanah, % No.
Parameter Uji
Kelinci
Kancil Gadjah
1.
Asam kaproat
0,07
<0,001 <0,001
2.
Asam Kaprilat
0,06
<0,001 <0,001
3.
Asam Laurat
0,72
<0,001 0,03
4.
Asam Miristat
0,42
0,17
0,09
5.
Asam Palmitoleat
0,02
0,04
0,01
6.
Asam Palmitat
18,88
19,20 17,77
7.
Asam Heptadecanoat
0,09
0,18
8.
Asam Oleat
31,93
32,83 34,52
9.
Asam Stearat
43,74
41,07 40,14
10.
Asam Linoleat
2,18
4,31
4,36
11.
Asam Arachidat
0,46
0,30
0,28
12.
Asam Linolenat (Omega 3)
0,25
0,40
0,68
13.
Asam Arachidonat (Omega 3)
0,11
0,80
1,28
14.
Asam Docosadinoat
0,04
0,11
0,08
15.
Asam Eicosatrinoat (Omega 3)
<0,001
<0,001 0,02
16.
Asam Nevornat
1,00
0,60
0,11
0,62
Kualitas Carrier dan Bahan Pengaya Carrier pupuk alami yang digunakan adalah vermikompos. Bahan pengaya ditambahkan ke dalam carrier dimaksudkan untuk menyediakan nutrisi yang bersifat lepas lambat bagi isolat sehingga diharapkan dapat menjaga viabilitasnya tetap tinggi dalam jangka waktu yang relatif lama. Bahan pengaya yang digunakan adalah batuan fosfat alam (sumber P), feldspar (sumber K), dan serbuk belerang (sumber S). Karakteristik kimiawai vermikompos: pH H2O 6,36, BO 19,24%, N total 4,40%, P2O5 5,86%, K tersedia 0,33%, dan S tersedia 0,002%. Kandungan P 2O5 dalam batuan fosfat alam 33,69%, K tersedia dalam feldspar 0,91%, dan S total dalam serbuk belerang 99,7%. Vermikompos adalah kompos hasil dekomposisi oleh cacing tanah dengan berbagai mikroba dekomposer lain. Vermikompos mengandung hara yang siap tersedia karena telah mengalami proses dekomposisi lanjut (Lee, 1985). Vermikompos sebagai carrier diharapkan
6
dapat menyediakan hara yang relatif cepat bagi isolat mikroba dalam pupuk alami. Kandungan hara dalam bahan pengaya bersifat lepas lambat bagi mikroba. Fungi dan bakteri mampu menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, asam glukonat, asam ketoglukonat, yang mampu melepaskan fosfat dan senyawa kompleks lain seperti siderophorsiderophor, dan mekanisme lain berupa reduksi kation-kation juga akan melepaskan fosfat (Reyes et al., 200
Isolat Terpilih sebagai Inokulum Pengembangan formula pupuk alami menggunakan isolat indegenus terpilih hasil dari pengujian dalam medium broth spesifik. Isolat-isolat tersebut merupakan fungi pelarut fosfat (FPF), fungi pengoksidasi S (FPS), dan bakteri pelarut K (BPK). Bakteri penambat N merupakan isolasi dari pupuk hayati Legin. Bakteri pelarut K dan bakteri penambat N keduanya merupakan bakteri Gram – (bakteri Gram negatif). Koloni fungi pelarut fosfat berwarna hitam, sedangkan koloni pengoksidasi sulfur elementer berwarna hijau keputihan.
Viabilitas Mikrobiota dalam Formula Pupuk Alami Mutu pupuk alami bermikroba terutama sangat tergantung pada jumlah sel hidup dalam inokulan tersebut, keefektifan mikroba, kesesuaiannya dengan tanaman inang, dan kondisi lingkungan tempat mikroba tersebut tumbuh dan berkembang (Simanungkalit dkk., 2006). Inokulum yang digunakan untuk pengembangan pupuk alami adalah mikroba fungsional pelarut P, pelarut K, pengoksidasi S, dan penambat N, dengan takaran 106 per g carrier. a) Fungi Pelarut Fosfat Pembuatan formula pupuk alami bermikroba dengan menggunakan carrier vermikompos dan variasi komposisi bahan pengaya, serta variasi isolat, setelah 4 minggu inkubasi menunjukkan viabilitas fungi pelarut fosfat (FPF) yang berbeda-beda tergantung pada komposisi isolat dan interaksi antara isolat dan carrier serta bahan pengayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi isolat (I) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) dan interaksi antara komposisi inokulum dan perbandingan carrier dengan bahan pengaya (IxB) berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap viabilitas FPF (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai Kuadrat Tengah hasil analisis ragam terhadap viabilitas mikroba dalam formula pupuk alami bermikroba Sumber
db
Fungi Pelarut
Fungi Pengoksidasi
Bakteri Pelarut
Bakteri 7
Keragaman I B IxB Galat Total
3 3 9 32 47
Fosfat 84,85** 0,07ns 0,79** 0,11
Sulfur 77,38** 0,10ns 0,32** 0,09
Kalium 139,73** 0,09* 0,07* 0,03
Keterangan: db = derajad bebas, **berbeda sangat nyata, *berbeda nyata, nyata
Penambat N 0,11** 0,25** 0,78** 0,02 ns
berbeda tidak
Populasi mikroba pelarut fosfat awal yang diinokulasikan adalah 106 sel/g carrier, dan setelah diinkubasi selama 4 minggu populasinya cenderung turun namun rata-rata masih > 105 sel/g, tergantung pada kombinasi antara interaksi komposisi perbandingan antara carrier dengan bahan pengaya dan perbandingan komposisi isolat (Gambar 1). Penambahan mikroba fungsional pelarut fosfat secara nyata meningkatkan populasi FPF, bila dibandingkan dengan kontrol (I0), namun variasi perbandingan jumlah / kepadatan populasi isolat mikroba fungsional, berbeda tidak nyata (p>0,05) dalam mempengaruhi FPF (Gambar 1a). Interaksi perlakuan I2B1 (berbandingan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1 dengan proporsi carrier vermikompos 67% + bahan pengaya 33%) menunjukkan populasi FPF tertinggi, yaitu log cfu = 6,19 atau setara >106 sel/g carrier, meskipun berbeda tidak nyata dengan I1B0, I1B2, I2B0, I3B2, dan I3B3. Interaksi perlakuan yang menunjukan viabilitas populasi FPF terendah setelah 4 minggu inkubasi adalah I3B0 (berbandingan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 2 : 2: 1 : 1 dengan proporsi carrier vermikompos 100%, tanpa bahan pengaya) yaitu log cfu = 4,48 atau setara dengan kisaran antara 104-105 sel/g carrier (Gambar 1b). Hal ini menyiratkan bahwa penambahan bahan pengaya dalam bioformula pupuk alami bermikroba memberikan efek yang baik terhadap viabilitas mikrob fungsional yang diinginkan. Bahan pengaya berupa batuan fosfat alam, mengandung P yang bersifat lepas lambat. Mikrobia fungsional pelarut fosfat akan mampu melepaskan P tersebut karena menghasilkan berbagai jenis asam-asam organik, dan enzim-enzim fosfatase sehingga P menjadi tersedia dan dimanfaatkannya untuk membangun energi kimiawi bagi mikrobia (Noor, 2003).
8
8,0 7,0
6,0 FPF, log cfu
6,0 FPF, log cfu
7,0
5,52b 5,28b 5,48b
5,0 4,0 3,0 2,0
5,0
b
ab
b
b 6,19b
b
ab ab 4,58a ab
ab
b
4,0 3,0 2,0 1,0
0,00a
0,0
1,0
B0 B1 B2 B3 B0 B1 B2 B3 B0 B1 B2 B3
0,0 I0
I1
I2
I3
I1
I2
I3
Gb. 1 Histogram pengaruh proporsi isolat terhadap viabilitas fungi pelarut fosfat (a), dan pengaruh interaksi antara proporsi isolat dengan perbandingan antara proporsi cacrrier dengan bahan pengaya (b) selama 4 minggu inkubasi Dinamika viabilitas populasi fungi pelarut fosfat selama 4 minggu inkubasi disajikan pada Gambar 2. 6,5
I1B0
6,3
I1B1
FPF, log cfu
6,1 5,9
I1B2
5,7
I1B3
5,5
I2B0
5,3
I2B1
5,1
I2B2
4,9
I2B3
4,7
I3B0
4,5 T0
T1
I3B1
Gb. 2 Dinamika viabilitas populasi FPF selama 4 minggu inkubasi (T0 = inkubasi 0 hari, T1 = inkubasi 4 minggu) Interaksi antara proporsi isolat dan perbandingan antara bahan pengaya dengan carrier menunjukkan dinamika viabilitas FPF yang berbeda-beda (Gambar 2). Pola dinamika viabilitas FPF ada yang cenderung turun, dan ada yang cenderung meningkat. I2B1 (proporsi isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2 : 1: 1, dan carrier 67% dengan bahan pengaya 33%) menunjukkan dinamika viabilitas FPF yang semakin meningkat. 9
b) Fungi Pengoksidasi Sulfur Viabilitas fungi pengoksidasi S selama 4 minggu inkubasi adalah berkisar antara 4,54 log cfu – 5,61 log cfu atau setara dengan > 104 – 106 sel/g, dari jumlah 106 sel/g carrier yang diinokulasikan pada saat awal pembuatan formulasi pupuk. Viabilitas fungi pengoksidasi Sulfur elemeneter (FPS) dalam formula pupuk alami, dipengaruhi oleh komposisi perbandingan carrier dengan bahan pengaya dan juga oleh inokulasi isolat mikroba fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi isolat mikroba fungsional (I) dan interaksi antara komposisi isolat dan perbandingan carrier dengan bahan pengaya (IxB) berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap viabilitas FPS (Tabel 3). Inokulasi isolat mikroba fungsional (I1, I2, I3) berbeda sangat nyata dalam mempengaruhi viabilitas fungi pengoksidasi S bila dibandingkan dengan tanpa inokulasi (I0), namun proporsi jumlah isolat mikroba fungsional berbeda tidak nyata dalam mempengaruhi viabilitas fungi pengoksidasi S. Hasil ini menunjukkan bahwa inokulasi mikroba fungsional ke dalam formula pupuk alami penting dilakukan agar mutu pupuk terjamin. Pupuk alami bermikroba yang berkualitas adalah mengandung mikrobia hidup dengan fungsi yang spesifik dalam jumlah minimal berkisar antara 103 – 106 sel/g carrier (Gb. 3).
Fungi Pengoksidasi S, Log cfu
7,00 6,00
5,09b
5,03b
5,11b
5,00 4,00 3,00 2,00 1,00
0,00a
0,00 I0
I1
I2
I3
Gb. 3 Histogram pengaruh inokulasi isolat mikroba fungsional terhadap viabilitas fungi pengoksidasi S (Keterangan: angka pada histogram yang diiuti oleh huruf yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata). Interaksi perlakuan I3B3 ( proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 2 : 2 : 1 : 1 dengan 100% bahan pengaya) menunjukkan viabilitas fungi pebgoksidasi S tertinggi yaitu 5,61 log cfu atau setara antar 105-106 sel/g carrier, namun berbeda tidak nyata dengan I2B2 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2 : 1 : 1 dengan
10
carrrier vermikompos 33% + 67% bahan pengaya), dan juga berbeda tidak nyata dengan hampir semua perlakuan, kecuali I2B1 dan I3B2. Interaksi perlakuan I2B1 dan I3B2 menunjukkan viabilitas fungi pengoksidasi S terendah yaitu 4,54 log cfu atau setara dengan 104 – 105 sel/g carrier.
Tabel 3 Pengaruh interaksi antara perbandingan jumlah isolat mikroba fungsional (I) dan perbandingan antara carrier vermikompos dan bahan pengaya (B) terhadap viabilitas fungi pengoksidasi S. Carrier + bahan pengaya (B) / Perbandingan jumlah isolat (I) I1 I2 5,16abc 5,00abc B0 5,16abc 4,54a B1 5,16abc 5,44bc B2 4,88ab 5,16abc B3 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan nyata.
I3 5,20abc 5,08abc 4,54a 5,61c berbeda tidak
Dinamika viabilitas fungi pengoksidasi S selama 4 minggu inkubasi dalam berbagai formula pupuk alami disajikan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa pola viabilitas fungi pengoksidasi S selama 4 minggu dalam berbagai formula pupuk alami cenderung turun. Penurunan jumlah populasi paling sedikit terjadi pada I3B3 (Perbandingan isolat N:P:K:S = 2:2:1:1 dan 100% bahan pengaya) dan penurunan terkecil kedua adalah I2B2 (perbandingan isolat N:P:K:S = 1:2:1:1 dan 33% carrier vermikompos dan 67% bahan pengaya). Hal ini diduga karena
terjadi adaptasi oleh fungi pengoksidasi S sehingga
populasinya sedikit turun pada 1 bulan inkubasi. merupakan salah satu komponen penyusun protein. Vermikompos menyediakan S bagi mikroba, namun karena kandungan S-nya relatif redah sekitar 0,002% (Tabel 3) maka kemungkinan kurang mencukupi bagi FPS. Pengayaan formula pupuk alami dengan serbuk belerang (kandungan S sekitar 99,7%), memberikan pasokan S yang potensial sebagai sumber S bagi FPS, sehingga mencegah penurunan viabilitas FPS yang lebih banyak.
11
6,5 6,3
I1B0 I2B2
I1B1 I2B3
I1B2 I3B0
I1B3 I3B1
I2B0 I3B2
I2B1 I3B3
6,1
FPS, Log cfu
5,9 5,7 5,5 5,3 5,1 4,9 4,7 4,5 T0
T1
Gb. 4 Dinamika viabilitas mikroba pengoksidasi S dalam berbagai formula pupuk alami selama 4 minggu inkubasi
c) Bakteri Pelarut Kalium Secara umum viabilitas bakteri pelarut Kalium (BPK) selama 4 minggu inkubasi mengalami kenaikan menjadi sekitar antara 6,52 log cfu – 7,08 log cfu atau setara dengan > 106 – 107 sel/g, dari jumlah 106 sel/g carrier yang diinokulasikan pada saat awal pembuatan formulasi pupuk. Viabilitas bakteri pelarut K (BPK) dalam formula pupuk alami, secara sangat nyata (p<0,01) dipengaruhi oleh inokulasi isolat mikroba fungsional (I), dan secara nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh perbandingan carrier dengan bahan pengaya (B), dan interasi keduanya (IB) (Tabel 1). Inokulasi isolat mikroba fungsional (I1, I2, I3) menunjukkan rata-rata populasi bakteri pelarut K yang lebih tinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol, yaitu sekitar 6,8 log cfu atau sekitar 106 – 107 sel/g carrier (Gb 5a). Perbandingan carrier vermikompos 33% + bahan pengaya 67% (I2) menunjukkan rata-rata viabilitas BPK yang tertinggi yaitu sekitar 5,21 log cfu atau setara dengan kisaran antara 105 – 106 sel/g carrier, berbeda nyata dengan rata-rata viabilitas BPK pada carrier 100% vermikompos (Gb 5b). Rata-rata viabilitas populasi BPK pada pemberian bahan pengaya ke dalam carrier >105 sel/g carrier (Gb 5b). Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi isolat mikroba fungsional dan penambahan bahan pengaya sebagai cadangan nutrisi penting dilakukan dalam membuat
12
formula pupuk alami bermikroba atau pupuk hayati untuk menjaga viabilitas populasi BPK tetap tinggi selama masa penyimpanan. 10,0 6,74b
5,3 6,86b
8,0
5,2
7,0
5,2
6,0 5,0 4,0 3,0 2,0
0,00a
5,1 5,1
5,14ab
5,12ab 5,00a
5,0 5,0 4,9
1,0
4,9
0,0
4,8 I0
5,21b
5,3
BPK, log cfu
BPK, log cfu
9,0
6,87b
I1
I2
I3
B0
B1
B2
B3
Gb. 5 Histogram pengaruh inokulasi isolat mikroba fungsional (a) dan penambahan bahan pengaya dalam carrier vermikompos (b) terhadap viabilitas bakteri pelarut Kalium (Keterangan: angka pada histogram yang diiuti oleh huruf yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata). Interaksi perlakuan I3B3 ( proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 2 : 2 : 1 : 1 dengan 100% bahan pengaya) menunjukkan viabilitas bakteri pelarut K tertinggi yaitu 7,08 log cfu atau setara dengan 107sel/g carrier, namun berbeda tidak nyata dengan I2B2 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2 : 1 : 1 dengan carrrier vermikompos 33% + 67% bahan pengaya), dan juga berbeda tidak nyata dengan hampir semua perlakuan, kecuali I1B0 (Tabel 6). Interaksi perlakuan I0B0 menunjukkan viabilitas BPK terendah yaitu 6,52 log cfu atau setara dengan 105 – 106 sel/g carrier. Tabel 4 Pengaruh interaksi antara perbandingan jumlah isolat mikroba fungsional (I) dan perbandingan antara carrier vermikompos dan bahan pengaya (B) terhadap viabilitas bakteri pelarut kalium (BPK) Carrier + bahan pengaya (B) / Perbandingan jumlah isolat (I) I1 I2 I3 6,52a 6,78ab 6,70ab B0 6,81ab 6,91ab 6,78ab B1 6,90ab 7,07b 6,88ab B2 6,72ab 6,74ab 7,08b B3 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata.
13
d) Bakteri Penambat Nitrogen Viabilitas bakteri penambat N simbiotik (BPN) setelah 4 minggu inkubasi pada berbagai formula pupuk alami yang rakit menujukkan terjadinya peningkatan. Jumlah populasi awal yang diinokulasikan adalah sekitar 106 sel/g carrier dan setelah 4 minggu menjadi meningkat menjadi sekitar 6,67 – 7,90 log cfu atau setara dengan 107 – 108 sel/g carrier. Peningkatan viabilitas tersebut secara sangat nyata (p<0,01) dipengaruhi oleh inokulasi isolat mikroba fungsional (I), perbandingan carrier dengan bahan pengaya (B), dan interaksi antara keduanya.
7,6
12,0 7,39b
8,0 6,0 4,0 2,0
0,00a
7,49b
7,48b
7,50c
7,5 BPN, log cfu
BPN, log cfu
10,0
7,54b 7,57b
7,4
7,31a
7,3 7,2 7,1
0,0 I0
I1
I2
I3
B0
B1
B2
B3
Gb. 6 Dinamika viabilitas bakteri penambat N simbiotik dalam berbagai formula pupuk alami selama 4 minggu inkubasi
Inokulasi isolat mikroba fungsional (I) berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas BPN. Pada perlakuan berbagai komposisi jumlah isolat (I1, I2, I3) tidak menunjukkan beda nyata satu dengan yang lain, terhadap viabilitas populasi BPN, yaitu rata-rata sekitar 7,4 – 7,6 log cfu atau setara dengan >107 sel/g (Gambar 6a). Komposisi carrier merpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas BPN. Penggunaan bahan pengaya saja sebagai carrier (B3) memberikan viabilitas BPN terendah (7,31 log cfu), berbeda sangat nyata dengan komposisi carrier lainnya (Gambar 6b). Hal ini menyiratkan bahwa penambahan carrier vermikompos menyebabkan peningkatan BPN. Hal ini diduga karena BPN terbawa dalam vermikompos akibat sinergisme antara antara cacing tanah dengan BPN selama proses vermikomposting. Selain itu, vermikompos juga menyediakan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembangnya BPN dalam formula pupuk alami. Interaksi perlakuan I1B0 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 1 : 1 : 1 dengan carrrier vermikompos saja) menunjukkan viabilitas BPN terendah (6,67 log
14
cfu) dan berbeda nyata hampir dengan semua perlakuan interaksi lainnya, kecuali I2B2, I2B3, dan I3B1. Interaksi perlakuan I1B2 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1: 1 : 1 : 1 dengan carrrier vermikompos 33% dengan bahan pengaya 67%) menunjukkan viabilitas BPN tertinggi (7,90 log cfu atau setara dengan kisaran 107 – 108 sel/g ) (Tabel 7). Populasi BPN sekitar 108 sel/g carrier berpotensi baik untuk terjadinya noduilasi pada tanaman kacang tanah, mengingat untuk terjadinya nodulasi diperlukan 103106 bakteri per biji, tergantung besar kecilnya biji dan jumlah kebutuhan benih per satuan luas (Simanungkalit dkk., 2006). Tabel 5 Pengaruh interaksi antara perbandingan jumlah isolat mikroba fungsional (I) dan perbandingan antara carrier vermikompos dengan bahan pengaya (B) terhadap viabilitas bakteri penambat N (BPN) Carrier + bahan pengaya (B) / Perbandingan jumlah isolat (I) I1 I2 I3 6,67a 8,08b 7,74b B0 7,40b 7,68b 7,36ab B1 7,90b 7,62ab 7,63b B2 7,59b 6,77ab 7,56b B3 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata Dinamika viabilitas BPN dari berbagai formula pupuk alami disajikan pada Gb. 7. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa pola viabilitas BPN dalam semua formula pupuk adalah cenderung meningkat. Interaksi perlakuan I2B0 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2 : 1 : 1 dengan carrrier vermikompos saja) menunjukkan peningkatan viabilitas BPN tertinggi, dan yang terendah adalah I1B0 (proporsi jumlah isolat mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 1 : 1 : 1 dengan carrrier vermikompos saja). Hal ini menyiratkan bahwa penambahan jumlah isolat fungsional BPF ke dalam formula pupuk alami akan meningkatkan viabilitas BPN.
15
8,50 I1B0 I1B1
8,00
I1B2 BPN, log cfu
I1B3 7,50
I2B0 I2B1 I2B2
7,00
I2B3 I3B0
6,50
I3B1 I3B2
6,00
I3B3 T0
T1
Gb. 7 Dinamika viabilitas bakteri penambat N simbiotik (BPN) dalam berbagai formula pupuk alami selama 4 minggu inkubasi
Potensi Penyediaan Hara dalam Formula Pupuk Alami Viabilitas dan aktivitas isolat mikroba fungsional dalam formula pupuk hayati dapat diestimasi dari kemampuannya dalam melarutkan hara menjadi dalam bentuk tersedia bagi dirinya sendiri maupun bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menyediakan hara N, P, K dan S oleh isolat mikroba fungsional yang diinokulasikan pada berbagai formula pupuk alami sangat nyata (p<0,01) dipengaruhi oleh inokulasi isolat itu sendiri (I), bahan carrier dan bahan pengaya (B), maupun interaksi keduanya (IxB) (Tabel 6).
Tabel 6 Nilai Kuadrat Tengah hasil analisis ragam terhadap ketersediaan hara N, P, K, dan S dalam formula pupuk alami bermikroba Sumber Keragaman I B IxB Galat Total
db 3 3 9 32 47
N 0,02** 0,98** 0,02** 0,003
P
K
S
0,66** 7,02** 0,16** 0,02
0,02** 0,66** 0,004ns 0,003
0,0009** 0,0007** 0,001** 0,00005
Keterangan: db = derajad bebas, **berbeda sangat nyata, nsberbeda tidak nyata Pengaruh inokulasi isolat mikroba fungsional terhadap ketersediaan hara N, P, K, S dalam formula pupuk alami sangat bervariasi, dipengaruhi oleh komposisi banyaknya isolat 16
(Tabel 6). Perbandingan jumlah isolat mikroba fungsional N:P:K:S = 1:1:1:1 (I1) sudah cukup memadai untuk menyediakan unsur hara N, P, K, dan S. Batuan fosfat alam yang digunakan sebagai bahan pengaya mengandung 33,69% P2O5, batuan K mengandung 0,91% K2O, dan serbuk belerang mengandung 99,7% S (Tabel 2), yang potensial terlarutkan akibat aktivitas mikroba. Penambahan bahan pengaya batuan fosfat alam, batuan K, dan sebuk belerang ke dalam carrier vermikopos cenderung lebih meningkatkan ketersediaan hara P, K, dan S, dari pada hanya vermikompos saja. Penambahan bahan pengaya 33% (B1) dan 67% ke dalam carrier vermikompos memberikan ketersediaan P, K, dan S lebih baik dari pada hanya vermikompos saja (Tabel 7). Ini berarti isolat-isolat mikroba fungsional yang diinokulasikan ke dalam carrier mampu melepaskan hara dari bahan-bahan pengaya yang ditambahkan. Mekanisme pelepasan hara tersebut diduga karena eksudat-eksudat ataupun asam-asam organik yang dihasilkan oleh mikroba maupun asam-asam organik hasil dekomposisi lanjut terhadap vermikompos. Carrier vermikompos saja memberikan ketersediaan N tertinggi (0,80%) bila dibandingkan dengan vermikompos yang ditambah bahan pengaya. Vermikompos yang digunakan sebagai carrier mengandung 4,40% N dan mikrobia didalamnya tidak memanfaatkannya untuk aktivitas dalam melepaskan hara dari bahan pengaya sehingga N nya lebih tersedia. Interaksi antara perlakuan I dan B (Tabel 7), menunjukkan bahwa I1B0, I2B0, dan I3B0, dan I3B0 menunjukkan ketersediaan N tertinggi, rata-rata >0,80%, sedangkan interaksi antara I1B3, I2B3, dan I3B3 menunjukkan rata N tersedia terendah yaitu rata-rata sekitar 0,13%. Hal ini semakin menguatkan bahwa carrier vermikopos saja dengan penambahan mikroba fungsional akan mampu memberikan ketersediaan N yang relatif tinggi, sedangkan penambahan bahan pengaya ke dalam carrier vermikompos cenderung menyebabkan N terimobilisasi pada saat inkubasi 4 minggu. Tabel 7 Ketersediaan hara N, P, K, dan S dalam formula pupuk alami bermikroba Perbandingan Jumlah Isolat I1 I2 I3 Komposisi carrier & bahan pengaya B0 B1 B2 B3
N, %
P, %
0,50b 0,42a 0,48ab
0,80d 0,59c 0,37b 0,13a Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
K, me/g
S, %
1,41b 1,46b 1,19a
0,35a 0,33a 0,29a
0,07b 0,06a 0,06a
0,62a 1,00b 2,10c 2,10c dan diikuti
0,59a 0,49b 0,19c 0,09d oleh huruf
0,05a 0,07b 0,07b 0,07b yang sama
17
Interaksi antara perlakuan I1B0, I2B0, dan I3B0, dan I3B0 menunjukkan ketersediaan P terendah, yaitu rata-rata 0,42% (Tabel 7), sedangkan interaksi antara I1B3, I2B3, dan I3B3 menunjukkan rata P rata-rata tersedia tertinggi, yaitu rata-rata sekitar 2,1% (Tabel 8). Interaksi antara I1B1, I1B2, I1B3, I2B1, I2B2, dan I2B2 menunjukkan rata-rata diantara kedua kelompok besar I1B0 dan I1B3. Interaksi antara perlakuan I1B0, I2B0, dan I3B0, dan I3B0 menunjukkan ketersediaan S terendah, yaitu rata-rata 0,05%, sedangkan I1B2 menunjukkan rata-rata S tersedia tertinggi yaitu 0,11%, sedangkan interaksi perlakuan yang lain menunjukkan hasil yang sangat bervariasi. Tabel 8
Pengaruh interaksi antara perbandingan jumlah isolat mikroba fungsional (I) dan perbandingan antara carrier vermikompos dengan bahan pengaya (B) terhadap ketersediaan hara N, P, K, dan S dalam berbagai formula pupuk alami
Carrier + bahan pengaya (B) / Perbandingan jumlah isolat (I) I1 I2 I3 Bakteri Penambat N 0,89d 0,78d 0,83d B0 0,52c 0,50c 0,63c B1 0,45c 0,30b 0,30b B2 0,12a 0,12a 0,16a B3 Fungi Pelarut P 0,38a 0,44a 0,44a B0 0,97b 1,13b 0,80ab B1 1,91d 2,01d 1,93d B2 2,36e 2,26d 1,61c B3 Fungi Pengoksidasi S 0,05a 0,06ab 0,05a B0 0,07ab 0,06ab 0,07b B1 0,11c 0,05a 0,06ab B2 0,05a 0,06ab 0,05a B3 Keterangan: angka-angka dalam kelompok mikroba fungsional yang sama, yang diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan berbeda tidak nyata. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Kacang tanah varietas Gadjah mengandung asam lemak olega 3 tertinggi, meliputi: asam Linolenat 0,68%, asam Arachidonat 1,28%, dan asam Eicosatrinoat 0,02%, sedangkan varietas Kelinci kandungan asam lemak omega 3 terendah, berturut-turut 0,25%, 0,11%, dan <0,001%. 18
2. Viabilitas mikroba fungsional dan aktivitasnya dalam menyediakan hara N, P, K, dan S dalam formula pupuk alami lebih dipengaruhi oleh penambahan bahan pengaya ke dalam carrier vermikompos dari pada perbandingan banyaknya isolat mikroba fungsional yang diinokulasikan. 3. Formula pupuk alami dengan komposisi: a. Carrier vermikompos 67% + bahan pengaya 33% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1, menunjukkan viabilitas populasi fungi pelarut fosfat (FPF) tertinggi, yaitu 6,19 log cfu atau setara >106 sel/g carrier. b. Carrier vermikompos 33% + bahan pengaya 67% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1, menunjukkan rata-rata viabilitas fungi pengoksidasi S (FPS) tertinggi yaitu sekitar 5,44 log cfu atau setara dengan kisaran antara 105 – 106 sel/g carrier, dan viabilitas bakteri pelarut K (BPK) tertinggi yaitu 7,07 log cfu atau setara dengan > 107 sel/g carrier. c. Carrier vermikompos 100% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1, menunjukkan viabilitas populasi bakteri penambat N (BPN) tertinggi, yaitu 8,08 log cfu atau setara >108 sel/g carrier. 4. Formula pupuk alami yang akan diuji lebih lanjut untuk budaya kacang tanah secara organik untuk meningkatkan kandungan asam lemak omega-3 adalah: a. Carrier vermikompos 67% + bahan pengaya 33% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1 b. Carrier vermikompos 33% + bahan pengaya 67% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1 . Saran Formula pupuk alam terpilih (a) Carrier vermikompos 67% + bahan pengaya 33% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1, dan (b) Carrier vermikompos 33% + bahan pengaya 67% dan diinokulasi dengan populasi mikroba fungsional N : P : K : S = 1 : 2: 1 : 1, perlu diuji lebih lanjut untuk budidaya kacang tanah secara organik, di tanah masam, alkalis, dan netral.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada DIPA Universitas Sebelas Maret yang telah
mendanai penelitian ini.
19
DAFTAR PUSTAKA Chetana R., Y. R. Sunkireddy. 2011. Preparation and quality evaluation of peanut chikki incorporated with flaxseeds. J Food Sci Technol (November–December 2011) 48(6):745–7. Noor, A. 2003. Pengaruh Fosfat Alam dan Kombinasi Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk Kandang terhadap P Tersedia dan Pertumbuhan Kedelai pada Ultisol. Bul. Agron. (31) (3) 100 - 106 (2003). Rais, S. A. Perbaikan Varietas Kacang Tanah. Buletin AgroBio. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian. Volume 1 Nomor 2 Tahun 1997. Rais, S. A. Plasma Nutfah sebagai Sumber Gen untuk Menunjang Perbaikan Sifat dalam Perakitan Varietas Kacang Tanah. Buletin AgroBio. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian. Volume 6 Nomor 2 Tahun 2004. Shilman, F., Y. Brand, A. Brand, I.n Hedvat dan R. Hovav. 2011. Identification and Molecular Characterization of Homeologous Δ9-Stearoyl Acyl Carrier Protein Desaturase 3 Genes from the Allotetraploid Peanut (Arachis hypogaea). Plant Mol Biol Rep (2011) 29:232–241. Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia: Suatu Pendekatan Terpadu. Buletin AgroBio 4(2):56-61. Simanungkalit, R.D.M., Husen, E dan Saraswati, R. 2006. Baku Mutu Pupuk Hayati dan Sistem Pengawasannya. Dalam: Simanungkalit, D. A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Halaman 245-264. Sudjadi, M. dan Y. Supriati. 2001. Perbaikan Teknologi Produksi Kacang Tanah di Indonesia. Buletin AgroBio. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian Volume 4 Nomor 2 Tahun 2001. Vassiliou, E.K., A. Gonzalez, C. Garcia, J.H. Tadros, G. Chakraborty dan J. H. Toney. 2009. Oleic acid and peanut oil high in oleic acid reverse the inhibitory effect of insulin production of the inflammatory cytokine TNF-α both in vitro and in vivo systems. Lipids in Health and Disease 2009, 8:25. Yudohusodo, S. 2006. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian Dan Masa Depan Bangsa. Ceramah disampaikan pada acara Lustrum XII F. Pertanian UGM, Yogyakarta, 16 September 2006.
20