PENGEMBANGAN PRODUK TERNAK RENDAH LEMAK DAN TINGGI ASAM LEMAK TIDAK JENUH (Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product) A. M. Legowo Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. ABSTRAK Hasil-hasil ternak seperti daging, susu, telur dan produk olahannya dikenal kaya akan zat gizi. Akan tetapi, konsumsi produk-produk tersebut secara berlebihan dianggap berpotensi menstimulasi timbulnya penyakit jantung yang berkaitan dengan kandungan lemak dan kolesterol. Penelitian dan pengembangan produk ternak rendah lemak atau produk ternak yang diperkaya dengan asam lemak tidak jenuh dalam terus dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Pengembangan dilakukan baik selama masa budidaya ternak melalui metoda pemberian pakan maupun setelah panen melalui pengurangan lemak bahan secara langsung, substitusi bahan tanpa lemak atau bahan pengganti lemak, dan pembuatan produk khusus rendah lemak. Penelitian harus dilanjutkan untuk menjawab berbagai masalah yang masih tertinggal. Saran dan motivasi untuk penelitian, pengenalan, dan pemasaran produk pangan hasil ternak rendah lemak adalah harus merupakan produk berkualitas baik dan mempertimbangkan kesehatan. Kata kunci: produk ternak, lemak, asam lemak tidak jenuh
ABSTRACT The animal products such as meat, milk, egg and related products are recognized as highly source of nutrition. However, over consumption of these products are presumed has a potency to stimulate the diseases concern with fat and cholesterol contents. The researches to develop the low fat- and high-unsaturated fatty acid-animal products have been done on the last several years. It have been performing both during the animal raising through feeding method and the post harvest period through directly reduction of fat, substitution of non fat materials or fat replacer, and preparation of specifically low fat products. The research must be continued to solve some of the remaining problems. The motivating force for research, introduction, and marketing of low fat animal food products has to be good quality and health-related concerns. Keywords : animal products, fat, unsaturated fatty acid PENDAHULUAN Hasil ternak seperti daging, susu, telur dan produk olahannya dikenal kaya akan zat gizi yang berguna bagi kesehatan. Akan tetapi, mengingat kandungan lemak dan kolesterol beberapa produk tersebut yang relatif tinggi (Legowo, 1996), maka perlu kewaspadaan untuk mengkonsumsi dalam jumlah banyak pada jangka waktu yang panjang. Sebagian masyarakat Indonesia untuk tingkat ekonomi menengah keatas masuk kategori kelebihan
kalori, meskipun secara umum banyak penduduk masih dalam tingkatan kekurangan kalori. Menurut Tranggono (2001) asupan lemak per kapita penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir masih relatif rendah yaitu 10-13% total energi, sehingga konsumsi produk ternak dan lemak masih perlu ditingkatkan. Perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir menunjukkan bahwa masalah gangguan kesehatan akibat mengkonsumsi lemak terutama dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: jumlah, jenis, dan kondisi lemaknya. Oleh karena itu, pengembangan produk
Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product (Legowo)
225
pangan dewasa ini diupayakan rendah lemak dan kolesterol, serta memiliki proporsi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh seimbang (Rose, 1990; Best, 1991; Godfrey, 1991; Schmidl dan Labuza, 1991; Surono, 2001). Lemak jenuh dan kolesterol dalam jumlah banyak dapat meningkatkan LDL (“low density lipoprotein”) dan kolesterol darah sehingga mengakibatkan penyakit aterosklerosis dan gangguan jantung, sebaliknya beberapa lemak tidak jenuh justru dapat mengurangi resiko gangguan kesehatan (Pal et al., 1999; Almatsier, 2001; Winarno, 2002; Khomsan, 2003, dan Khomsan, 2004). Sementara itu, kondisi lemak di dalam produk makanan yang mudah teroksidasi juga berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan (Raharjo, 2004). Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan sejalan dengan upaya peningkatan produksi ternak untuk menunjang kebutuhan gizi masyarakat, maka perlu dikembangkan produk ternak berkadar lemak rendah. Teknologi pengembangan produk ternak rendah lemak telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir ini. Kajian ini mencoba memaparkan hasilhasil penelitian yang ada berdasarkan pendekatan kondisi pra panen maupun pasca panen hasil ternak.
PROPORSI LEMAK JENUH, KOLESTEROL DAN LEMAK TIDAK JENUH Dalam bahan pangan, terdapat dua jenis lemak yaitu lemak jenuh yang banyak mengandung asam lemak tanpa ikatan rangkap dan lemak tidak jenuh yang banyak mengandung asam lemak berikatan rangkap. Kedua jenis lemak ini keberadaannya hampir selalu diikuti oleh senyawa sterol yang disebut kolesterol. Oleh sebab itu, pengurangan jumlah lemak didalam bahan juga akan menurunkan jumlah kolesterol bahan tersebut. Berdasarkan jumlah ikatan rangkapnya, asam lemak tidak jenuh dikelompokkan kedalam dua golongan. Pertama, yaitu golongan asam lemak tidak jenuh berikatan rangkap tunggal atau disebut MUFA (“mono unsaturated fatty acid”). Golongan kedua, yaitu asam lemak tidak jenuh berikatan rangkap dua atau lebih yang kemudian disebut PUFA (“poly unsaturated fatty acid”). Para ahli kesehatan berpendapat bahwa PUFA lebih mempunyai peranan
226
positif bagi kesehatan (Yulianto, 2003; Khomsan, 2004). MUFA dan PUFA juga dikenal dengan nama omega yang terdiri dari asam lemak omega-3, omega6, dan omega-9. Ketiga jenis asam lemak ini dibedakan berdasarkan letak atau posisi ikatan rangkap terhitung dari gugus metil pada rantai karbon molekul asam lemak. Ada dua jenis PUFA yang dianggap esensial karena tidak dapat disintesa oleh tubuh manusia, yaitu linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3) yang masing-masing mempunyai atom karbon 18 (Almatsier, 2001). Disamping itu, ada dua jenis asam lemak omega-3 lain yang cukup penting yaitu EPA atau eikosapentanoat yang memiliki atom karbon 20 dan DHA atau dokosaheksanoat yang memiliki atom karbon 22. Peranan empat jenis asam lemak tersebut antara lain sebagai penyusun lemak struktural otak, membantu perkembangan fungsi saraf dan penglihatan bayi, menghambat beberapa jenis kanker, serta menekan risiko penyakit pembuluh darah dan jantung koroner (Almatsier, 2001; Khomsan, 2004). Omega-3 banyak terdapat pada kacangkacangan, biji-bijian, sayuran, ikan salmon dan “mackerel”, serta beberapa jenis ikan lain dan kerang. Omega-6 banyak terdapat pada kacang-kacangan, biji bunga matahari dan biji-bijian. Sedangkan omega-9 banyak dijumpai pada minyak sawit. Ketiga jenis asam lemak tersebut relatif terbatas jumlahnya pada hasil ternak, meskipun EPA dan DHA banyak terdapat di dalam susu dan telur. Komari dan Rahayu (2001) melaporkan kandungan EPA dan DHA pada telur ayam Merawang masing-masing 0,014 dan 0,021%; pada telur ayam kampung masing-masing 0,030 dan 0,034%, serta pada telur ayam ras masing-masing 0,029 dan 0,033%. Dewasa ini banyak ahli nutrisi tertarik dengan khasiat asam lemak linoleat dalam bentuk terkonjugasi atau disebut CLA (“conjugated linoleic acid”). Banyak isomer CLA ditemukan di alam, tetapi baru dua isomer yang telah dieksplorasi aktivitas biologisnya dan terbukti penting bagi kesehatan yaitu yaitu cis-9 trans-11 asam oktadekadienoat dan cis-12 trans-10 asam oktadekadienoat (Platzman, 2000; Yulianto, 2003). Beberapa khasiat kedua isomer CLA ini antara lain dapat menghambat pertumbuhan kanker, mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes, menstimulasi fungsi kekebalan, serta
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(4) Dec 2004
merupakan faktor pertumbuhan (Yulianto, 2003). Secara alami CLA banyak terdapat didalam susu, daging dan produk-produk olahannya. Dalam lemak susu, konsentrasi CLA mencapai sekitar 3-5 mg per gram (Platzman, 2000). Laporan yang disitasi oleh Yulianto (2003) menunjukkan bahwa kadar CLA yang tinggi terdapat pada daging biri-biri (1,2%), daging sapi (0,6%), susu (0,98%) dan mentega (0,97%) dengan persentase berdasarkan total lemaknya. Berdasarkan berbagai fakta tersebut diatas, para ahli gizi dan kesehatan merekomendasikan jumlah kolesterol, lemak jenuh, dan lemak tidak jenuh yang sebaiknya dikonsumsi. Pertama, untuk konsumsi lemak setiap hari tidak lebih dari 30% dengan jumlah lemak jenuh maksimum 10% dari total kebutuhan kalori (Egbert et al., 1991; Giese, 1992; Almatsier, 2001). Lemak merupakan zat gizi sumber asam lemak esensial dan beberapa vitamin, disamping menunjang “eating quality” dengan menghasilkan “flavor” yang enak. Dalam Food Guide Pyramid, lemak disarankan untuk dikonsumsi meskipun dalam jumlah terbatas (US Department of Agriculture, 1992). Dalam Pola Pangan Harapan juga disebutkan bahwa masyarakat Indonesia perlu mengkonsumsi pangan hewani sebanyak 15,3% disamping minyak dan lemak 10,0% dari total konsumsi makanan (Wibowo, 2000). Kedua, konsumsi kolesterol disarankan ratarata tidak melebihi 250 mg per hari (Legowo, 1996; Khomsan, 2004). Kolesterol penting untuk sintesa hormon steroid, sebagai penyusun membran sel otak dan saraf, serta prekursor vitamin D dan asam empedu (Almatsier, 2001; Tranggono, 2001; Khomsan, 2003). Akan tetapi, kolesterol yang berlebih dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah atau aterosklerosis. Bila aterosklerosis terjadi pada arteri coronaria otot jantung, maka akan menyebabkan gejala penyakit jantung koroner (PJK) (Abdulrachman, 2000). Aterosklerosis adalah penyebab kematian setinggi 80% penderita diabetes melitus dan 75% terutama ditunjang oleh PJK (Tanuwidjaja, 2004). Beberapa studi menyimpulkan bahwa pengaturan diet lemak dan kolesterol dapat menurunkan kolesterol darah sekitar 10-15%. Ketiga, konsumsi PUFA dalam jumlah tertentu dan seimbang sangat dianjurkan. Konsumsi omega3 dan omega-6 yang disarankan adalah masingmasing sebanyak 0,5-2,5% dan 3-8% dari total kalori.
Atau rasio omega-3 dan omega-6 sebesar 1:5 sampai dengan 1:10 (Winarno, 2002). Konsumsi PUFA, khususnya omega-3 berperan secara signifikan dalam mencegah PJK yang diduga berkaitan dengan penurunan kadar trigliserida dan VLDL (“very low density lipoprotein”) plasma (Supari, 2000). Dilaporkan lebih lanjut oleh Supari (2000), bahwa asupan lemak omega-3 sebanyak 0,35 g per hari ternyata berhasil menurunkan angka kematian PJK 29% selama 2 tahun. Keempat, perlu diwaspadai bahwa lemak pada bahan pangan mudah mengalami kerusakan, baik oksidatif maupun hidrolitik. Produk oksidasi lemak yang dikonsumsi akan berada bersama lipoprotein dalam plasma darah dan dapat menjadi salah satu faktor resiko munculnya PJK (Raharjo, 2004). Oleh sebab itu, konsumsi makanan yang kaya antioksidan (vitamin C, vitamin E, beta karoten ataupun selenium) menjadi penting untuk mengimbangi dan menangkal pengaruh negatif dari produk oksidasi lemak yang masuk ke dalam tubuh (Kritchevsky dan Kritchevsky, 1999; Raharjo, 2004).
PENGATURAN LEMAK PRA PANEN Pengaturan lemak pra panen untuk menghasilkan komoditas berkadar lemak rendah dapat ditempuh melalui beberapa upaya, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pemberian pakan dan perlakuan hormonal merupakan upaya jangka pendek yang relatif banyak dilakukan untuk menurunkan kandungan lemak pada ternak atau memperkaya jenis lemak tertentu (Kinsella, 1987; Hays dan Preston, 1994; Demeyer, 1999; Du dan Ahn, 2002; Oka et al., 2002; Wiegand et al., 2002). Program jangka panjang dapat dilakukan dengan teknik pemuliaan, seleksi jenis ternak, modifikasi transgenik, serta kombinasi pengelolaan genetik, manajemen budidaya dan pakan (Kinsella, 1987; Lamberson, 1994; Oka et al., 2002). Prakteknya, pengaturan lemak pra panen dengan pemberian pakan tertentu lebih banyak dilakukan dalam budidaya ternak untuk memperoleh kandungan lemak dan kolesterol yang diinginkan. Penelitian untuk memperkaya kandungan CLA daging sapi telah dilakukan dengan memberi minyak kedele (25,6% extruded full-fat soybean) ke dalam
Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product (Legowo)
227
pakan selama 111 hari pemeliharaan (Madron et al., 2002). Minyak kedele tersebut dijadikan sebagai sumber PUFA untuk biohidrogenasi di dalam rumen. Sebaliknya, Du dan Ahn (2002) menunjukkan bahwa pemberian ransum pada ayam broiler yang diperkaya dengan 2-3% CLA dapat menurunkan kadar total lemak daging dari 14,2% menjadi 11,9-12,2%. Akan tetapi setelah dilakukan pemasakan, daging ayam yang diberi perlakuan diet 2-3% CLA menjadi lebih alot dan lebih kering, serta warnanya lebih gelap. Perubahan atribut mutu daging ayam tersebut diduga akibat menurunnya kandungan asam lemak tidak jenuh di dalam daging setelah pemberian pakan dengan asam linoleat terkonjugasi, yakni menyebabkan meningkatnya titik lebur lemak. Pemberian kunyit (Curcuma domestica) dengan aras 2-4% didalam ransum “broiler” dilaporkan oleh Solichedi et al. (2002) dapat menurunkan jumlah lemak karkas sekitar 27-33% dan kolesterol sekitar 25-47%. Penelitian ini memperkuat beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa pemberian kunyit pada konsentrasi tertentu dalam pakan dapat menurunkan kandungan lemak dan kolesterol hewan percobaan (Solichedi et al., 2002). Adanya senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri didalam kunyit diduga dapat meningkatkan produksi dan eksresi cairan empedu didalam tubuh “broiler”. Asam empedu dibuat didalam hati dari kolesterol melalui serangkaian reaksi-reaksi kimia (Poedjiadi, 1994). Molekul asam empedu mempunyai rantai samping yang terdiri atas asam amino yang menarik air, sedangkan di ujung lain terdapat sterol yang menarik lemak (Almatsier, 2001). Oleh karena itu, meningkatnya produksi dan sekaligus eksresi cairan empedu akan menurunkan kolesterol dan lemak. Penggunaan bekatul terfermentasi dalam pakan hingga aras 40% ternyata dapat meningkatkan kandungan asam lemak omega-3 dalam telur ayam arab (Sujono, 2003). Hal ini diduga bahwa bekatul relatif banyak mengandung asam lemak linoleat yang berfungsi sebagai prekursor pembentukan asam lemak omega-3. Disamping itu, proses fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus dilaporkan dapat menghasilkan asam lemak omega-3 dalam jumlah tinggi, sehingga telur ayam arab yang diberi pakan bekatul terfermentasi mengalami peningkatan kandungan asam lemak omega-3 (Sujono, 2003).
228
Mangisah (2002) melaporkan bahwa pemberian tepung pupa ulat sutera dalam ransum ayam petelur cenderung meningkatkan kandungan asam lemak tidak jenuh pada telur. Secara khusus disebutkan bahwa kandungan omega-3 dan omega6 dari telur yang diteliti tersebut mencapai masingmasing berkisar 2,4-4,9% dan 14,31-15,79%. Ismoyowati et al. (2001) telah melakukan upaya penurunan lemak daging itik lokal melalui peningkatan protein pakan. Penelitian ini menggunakan anak itik lokal jantan sebanyak 72 ekor yang diberi pakan dengan aras 16, 19 dan 22% selama delapan minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lemak daging itik yang diberi pakan dengan aras protein 22% dan 19% masing-masing adalah 13,895 dan 18,019%, yang keduanya berbeda dengan kadar lemak daging itik yang diberi pakan beraras protein 16% yaitu sebesar 24,612%. Penambahan jenis asam amino tertentu juga telah dicobakan pada ternak untuk menghasilkan daging rendah lemak atau kolesterol. Lestari et al. (2001) melaporkan tentang pemberian lisin dalam pakan untuk kelinci selama 4 minggu terhadap kadar lemak dan kolesterol daging kelinci tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan 0,23% lisin baik dari ekstrak Azolla microphylla maupun lisin sintetis menurunkan kadar kolesterol daging kelinci, serta secara visual juga sedikit menurunkan kadar lemak karkas.
PENGATURAN LEMAK PASCA PANEN Ada beberapa alternatif untuk mengurangi kandungan lemak dan kolesterol serta mengatur proporsi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh pada pasca panen. Salah satu cara mengurangi jumlah lemak daging pasca panen adalah dengan pengurangan lemak pada daging secara langsung. Berdasarkan lokasi secara anatomis, ada 4 kategori lemak pada daging yaitu lemak internal, sub-kutan, inter-muskular, dan intra-muskuler, yang bervariasi untuk masing-masing jenis ternak. Secara umum distribusi lemak didalam daging sapi meliputi 50-55% lemak inter-muskular, 25-30% lemak internal, 15-20% lemak sub-kutan dan 2-3% lemak intra-muskular (Goutefongea dan Dumont, 1990). Metoda
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(4) Dec 2004
pengurangan lemak daging terutama ditujukan untuk mengurangi lemak inter-muskular, antara lain dengan teknik “trimming”, pengempaan, pemanasan, atau kombinasi cara-cara tersebut. Metode “trimming” pada daging sapi dan babi dapat mengurangi lemak sekitar 12% (Mandigo dan Eilert, 1994). Disamping dengan cara pengurangan lemak secara langsung, kini dikembangkan metoda substitusi lemak pada daging dan produk olahannya. Di Amerika Serikat telah dikembangkan bahan pengganti lemak (“fat replacer”) yang memiliki sifat seperti lemak tetapi rendah kalori dan digunakan sebagai aditif pangan dalam produk makanan kecil (Tranggono, 2001). Pengganti lemak tersebut telah disetujui oleh FDA dan terbuat dari sukrosa poliester yang disintesis melalui reaksi interesterifikasi kimia antara asam lemak dan gugus hidroksil sukrosa menggunakan katalis basa. Interesterifikasi adalah proses untuk memodifikasi sifat fisik lemak, antara lain konsistensi, titik lebur, dan reologi, melalui pengaturan kembali distribusi asam lemak dalam trigliserida (Makfoeld et al., 2002). Pemanasan lemak pada suhu tinggi atau pada suhu sedang (800C) dengan katalisator alkali akan mengakibatkan esterifikasi acak pada ketiga gugus hidroksil. Bila esterifikasi dikontrol, dimungkinkan dapat mengeliminasi trigliserida jenuh dengan titik lebur tinggi, dan dapat memperoleh bentuk lemak baru yang terdiri atas trigliserida yang komposisinya relatif seragam dengan sifat spesifik. Substitusi bahan-bahan tertentu selain dapat menurunkan kadar lemak produk secara proporsional juga diharapkan dapat menghasilkan cita rasa dan sifat-sifat tertentu yang menarik. Adiwinarti (2001) melaporkan bahwa penambahan jamur didalam sosis rendah lemak efektif meningkatkan “juiceness” (kesan jus) sosis tersebut, disamping menghasilkan karakteristik rasa yang sama dengan sosis tanpa jamur maupun sosis tinggi lemak. Disamping itu, putih telur juga dapat digunakan sebagai pengganti lemak didalam produk olahan daging semacam bakso (Liu et al., 1999). Modifikasi produk dengan pencampuran bahan-bahan fungsional tertentu dapat memperbaiki karakteristik produk rendah lemak setelah dioven “microwave” (Taki, 1991). Beberapa bahan fungsional yang telah dicoba antara lain polisakarida, protein
susu atau kedele, serat dari “oat” dan beras, minyak dan “shortening”. Pemberian protein kedele untuk mensubstitusi lemak daging ayam akan memperbaiki tekstur produk (Hoogenkamp, 2002). Salah satu faktor penting untuk substitusi lemak daging dengan bahan fungsional bukan lemak adalah kemampuan mengikat air (water holding capacity atau WHC) dari bahan tersebut. Bahan yang dianggap memiliki WHC baik antara lain garam posfat, protein, serat dan polisakarida lain. Namun demikian, sudah agak lama beberapa negara di Eropa dan Amerika sangat membatasi penggunaan non-protein daging untuk produk olahan daging sapi (Goutefongea dan Dumont, 1990). Bahan yang memiliki WHC jelek akan menghasilkan produk yang kehilangan kesan jus (lack of juiceness), tekstur yang rapuh (crumbly texture) dan konsistensi yang kering. Untuk komoditas susu, kini juga banyak dikembangkan produk susu rendah lemak atau bahkan bebas lemak. Susu mengandung lemak sekitar 4% yang tersusun atas berbagai asam lemak dengan atom karbon 2-28 (Goff dan Hill, 1993). Pemisahan lemak susu tersebut relatif mudah dilakukan dengan bantuan alat “cream separator” dan selanjutnya kadar lemak pada produk olahan dapat diatur. Oleh sebab itu, kini telah dikenal berbagai produk olahan seperti susu pasteurisasi rendah lemak, susu bubuk rendah lemak, yogurt rendah lemak dan beberapa produk fermentasi susu rendah lemak. Penggunaan minyak nabati tertentu sebagai bahan substitusi lemak susu kini juga banyak diteliti untuk pengembangan produk olahan susu seperti es krim dan susu bubuk. Untuk komoditas telur yang menjadi persoalan adalah bagian kuning telur yang kaya akan lemak dan kolesterol, sedangkan bagian putih telur hampir tidak mengandung lemak. Kuning telur mengandung lemak sekitar 31% dan kolesterol sekitar 1,3% (Bringe dan Cheng, 1995). Usaha mengganti kuning telur didalam produk makanan akan mengakibatkan menurunnya mutu sensorik produk secara signifikan. Untuk mengatasi masalah ini, maka penghilangan secara parsial komponen triasilgliserol dan kolesterol dapat menghasilkan produk yang memiliki sifat sensorik tetap menarik. Oleh sebab itu, beberapa tahun yang lalu mulai dikembangkan produk kuning telur rendah lemak dan rendah kolesterol atau dikenal dengan nama LFLC-Yolk (Low-Fat Low-Cho-
Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product (Legowo)
229
lesterol Egg Yolk) (Bringe dan Cheng, 1995). LFLCYolk dibuat dengan cara mengekstrak lemak dan kolesterol pada kuning telur kering dengan melewatkan CO2 superkritis (310C, tekanan 73 atmosfir) dalam suatu ekstraktor. Teknologi ini telah banyak diaplikasikan pada pengolahan ekstrak kopi, teh, biji-bijian dan bumbu-bumbu. Penggunaan CO2 superkritis dianggap lebih menguntungkan dibanding cara ekstraksi dengan pelarut tradisional, karena CO2 superkritis tidak mudah terbakar, tidak toksik, dan tidak meninggalkan residu pada bahan. Pengkayaan asam-asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 pada telur, DHA pada susu, dan yang lainnya, kini banyak dilakukan. Akan tetapi, implikasi upaya tersebut perlu dipertimbangkan secara seksama dalam kaitannya dengan efisiensi biaya dan faktor teknologi pasca panennya. Hal ini mengingat masih relatif mahalnya prekursor asam lemak tersebut dan kelemahannya dalam proses pengolahan. Asam lemak tidak jenuh pada umumnya bersifat labil dan mudah teroksidasi, sehingga mudah rusak akibat proses pengolahan atau pemanasan.
PENUTUP Produk ternak berkadar lemak rendah dan kaya akan asam lemak tidak jenuh dapat dikembangkan baik selama masa budidaya ternak (masa pra panen) maupun sejak saat panen hingga siap dikonsumsi (pasca panen). Pemberian pakan yang diperkaya komponen bahan tertentu merupakan alternatif metoda pengaturan lemak pada hasil ternak pra panen yang banyak dikembangkan. Untuk pengaturan lemak pasca panen dapat dilakukan dengan cara mengurangi lemak bahan secara langsung, atau dengan substitusi menggunakan bahan tanpa lemak, atau membuat produk baru rendah lemak dan asam lemak tertentu. Dalam pengembangan produk pangan hewani berkadar lemak rendah tetap harus memperhatikan manfaat bagi kesehatan, citarasa dan prospek pemasarannya (Bruhn dan Schutz,1986; Mandigo dan Eilert, 1999; Anderson dan Berry, 2000). Untuk menjaga kesehatan, dalam konsumsi produk pangan perlu memperhatikan jumlah lemak total, proporsi lemak jenuh dan kolesterol dengan lemak tidak jenuh, serta kemungkinan terabsorbsinya produk oksidasi
230
lemak. Fakta menunjukkan bahwa pengembangan produk ternak rendah lemak dan kaya asam lemak tertentu relatif belum lama dan masih menyisakan banyak permasalahan yang perlu dipecahkan dengan penelitian lanjutan. Eksplorasi komponen bahan pakan yang ada di Indonesia untuk keperluan tersebut adalah tantangan tersendiri dimasa depan. Rekayasa produk ternak berkadar lemak rendah yang memiliki kualitas makan (eating quality) prima dan memiliki nilai jual tinggi masih perlu sentuhan teknologi proses yang tepat serta penggunaan komponen bahan pangan alami yang melimpah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman, N. 2000. Masalah penyakit jantung koroner. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 28, 9, 540-546. Adiwinarti, R. 2001. Jamur Sebagai Alternatif Substitusi Lemak dalam Produk Sosis Rendah Lemak. Buletin Peternakan, Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. p: 262-269. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anderson, E.T. and B.W. Berry. 2000. Sensory, Shear, and Cooking Properties of Lower-fat beef patties made with inner pea fiber. J. Food Science, 65, 5, 805-810. Best, D. 1991. Designing new products from a market perspective. In: Food Product Development, from Concept to the Marketplace, E. Graf and I.S. Saguy (Eds.). Van Nostrand Reinhold, New York. p: 1-28 Bringe, N.E. and J. Cheng. 1995. Low-fat, Low-cholesterol Egg in Food Applications. Food Technology, 49, 5, 94-106. Bruhn, C.M. and H.G. Schutz. 1986. Consumer Perceptions of Dairy and Related-use Products. Food Technology, 40, 1, 79-85. Demeyer, D. 1999. Lipid Composition of Beef in Rela-
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(4) Dec 2004
tion to Feeding, Nutrition and Technology. Proc. 45th International Congress of Meat Science and Technology, Yokohama. p: 30-39.
Peternakan, Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan RI. 2000. Buku Statistik Peternakan. Ditjen Peternakan RI & ASOHI, Jakarta.
Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Rajagrafindo Perkasa, Jakarta.
Du, M. and D.U. Ahn. 2002. Effect of Dietary Conjugated Linoleic Acid on the Growth Rate of Live Birds and on the Abdominal Fat Content and Quality of Broiler meat. Poultry Science, 81, 428-433. Egbert, W.R., D.L. Huffman, C. Chen, and D.P. Dylewski. 1991. Development of Low-fat Ground Beef. Food Technology, 45, 6, 64-72. Giese, J. 1992. Developing low-fat meat products. Food Technology, 46, 4, 100-108. Godfrey, P.D. 1991. Nutrition Promotion: the Role of Product Development and Marketing. In: Food Product Development, from Concept to the Marketplace, E. Graf and I.S. Saguy (Eds.). Van Nostrand Reinhold, New York. p: 231-254. Goff, H.D. and A.R. Hill. 1993. Chemistry and Physics. In: Dairy Science and Technology Handbook, Principles and Properties. Y.H. Hui (Ed.). VCH Publishers Inc., New York. Goutefongea, R. and J. P Dumont. 1990. Developments in Low-fat Meat and Meat Products. In: Reducing Fat in Meat Animals. J.D. Wood dan A.V. Fisher (Eds), Elsevier Applied Science, New York. p: 398-436. Hays, V.W. and R.L. Preston. 1994. Nutrition and Feeding Management to Alter Carcass Composition of Pigs and Cattle. In: Low-Fat Meats, Design Strategies and human Implications. H.D. Hafs and R.G. Zimbelman (Eds.), Academic Press, San Diego – Toronto. p: 112. Hoogenkamp, H. 2002. Poultry Allows Processing to go Further. Meat International, 12, 5, 20-23. Ismoyowati, E. Tugiyanti dan Rosidi. 2001. Upaya Penurunan Lemak Daging Itik Lokal Melalui Peningkatan Protein Pakan. Buletin
Khomsan, A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup.PT Grasindo, Jakarta. Kinsella, J.E. 1987. Trends in New Product Development: Modifying the Nutrient Composition of Animal Products. Food Technology, 1, 62-65. Komari dan I. Rahayu (2001). Kandungan lemak, Kolesterol dan Asam Lemak Omega-3 dalam Telur Ayam. Buletin Peternakan, Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. p: 133-138. Kritchevsky, D. and S.B. Kritchevsky. 1999. Antioxidants and Their Role in Coronary Heart Disease Prevention. In: Antioxidants in Human Health and Disease. T.K. Basu, N.J. Temple, and M.L. Garg (Eds.), CABI Publishing, New York. Lamberson, W.R., 1994. Improving Carcass Composition Through Selective Breeding. In: LowFat Meats, Design Strategies and Human Implications. H.D. Hafs and R.G. Zimbelman (Eds.), Academic Press, San Diego – Toronto. p: 1-12. Legowo, A.M. 1996. Masalah Lemak dan Kolesterol pada Bahan Pangan Hewani. Media, 2, 5: 815. Lestari, C.M.S., L. Susandari dan Nurwantoro. 2001. Persentase Karkas, Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Kelinci yang Diberi Pakan Konsentrat dengan Penambahan Lisin. Buletin Peternakan, Edisi Tambahan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. p: 95-101. Liu, D.-C, M.-T. Chen, C.-S. Horng and H.W. Ockerman. 1999. Liqiud egg white used as a fat replacer in pork meatball. Proc. 45th International Congress of Meat Science and Technology, Yokohama. p: 162-163.
Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product (Legowo)
231
Madron, M.S., D.G. Peterson, D.A. Dawyer, B.A. Corl, L.H. Baumgard, D.H. Beermann, and D.E. Bauman. 2002. Effect of Extruded Full-fat Soybeans on Conjugated Linoleic Acid Content of Intramuscular, Intermuscular, and Subcutaneous Fat in Beef steers. J. Anim. Sci., 80: 1135-1143. Makfoeld, D., D.W. Marseno, P. Hastuti, S. Anggrahini, S. Raharjo, S. Sastrosuwignyo, Suhardi, S. Martoharsono, S. Hadiwiyoto, dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius, Yogyakarta. Mandigo, R.W. and S.J. Eilert. 1994. Strategies for Reduced-fat Processed Meats. In: Low-Fat Meats, Design Strategies and Human Implications. H.D. Hafs and R.G. Zimbelman (Eds.), Academic Press, San Diego – Toronto. p: 145166. Mangisah, I. 2002. Profil Asam Lemak Telur Akibat Pemberian Tepung Ulat Sutera dalam Ransum. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 27, 3: 128-134. Oka, A., F. Iwaki, T. Dohgo, S. Ohtagaki, M. Noda, T. Shiozaki, O. Endoh, and M. Ozaki. 2002. Genetic Effects on Fatty Acid Composition of Carcass Fat of Japanese Black Wagyu Steers. J. Anim. Sci., 80: 1005-1011. Pal, S., C. Bursill, C.D.K. Bottema, and P.D. Roach. 1999. Regulation of the Low-Density Lipoprotein Receptor by Antioxidants. In: Antioxidants in Human Health and Disease. T.K. Basu, N.J. Temple, and M.L. Garg (Eds.).CABI Publishing, New York. p: 55-70. Platzman, A. 2000. Conjugated Linoleic Acid-Miracle nutrient? Website: www.foodproductdesign. com Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Raharjo, S. 2004. Oksidasi Lemak pada Makanan: Implikasinya pada Mutu Makanan dan Kesehatan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar dalam bidang ilmu biokimia pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
232
Gadjah Mada, Yogyakarta. Rose, G.1990. Dietary fat and human health. In: Reducing fat in Meat Animals. J.D. Wood dan A.V. Fisher (Eds), Elsevier Applied Science, New York. p: 48-65. Schmidl, M.K. and T.P. Labuza. 1991. The History, Current Status, and Future of Nutritional Food Product Development. In: Food Product Development, from Concept to the Marketplace, E. Graf and I.S. Saguy (Eds.). Van Nostrand Reinhold, New York. p: 255-290. Solichedi, K., U. Atmomarsono, dan V.D. Yunianto. 2003. Pemanfaatan Kunyit (Curcuma domestica VAL) dalam Ransum Broiler Sebagai Upaya Menurunkan Lemak Abdominal dan Kadar Kolesterol Darah. J. Pengembangan Peternakan Tropis, 28, 3, 172-177. Sujono. 2003. Kandungan Asam Lemak dalam Telur Ayam ‘Arab’ yang Mendapatkan Ransum Bekatul Terfermentasi. J. Pengembangan Peternakan Tropis, 28, 1, 1-6. Supari, F. 2000. Pengaruh Suplementasi Telur Omega3 terhadap Kadar Lipid Plasma dan Komposisi Asam Lemak Plasma Orang Sehat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 28, 9, 540546. Taki, G.H. 1991. Functional Ingredient Blend Produces Low-fat Meat Products to Meet Consumer Expectations. Food Technology, 45, 11, 70-74. Tanuwidjaja, S. 2004. Diabetes mellitus dan aterosklerosis. Dalam Simposium: Diabetes Mellitus and cardiovascular Complication, Prevention and Management. R. Djokomoeljanto, Darmono, S. Tanuwidjaja, dan M.A. Sungkar (Eds.). Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. p: 24-36. Tranggono. 2001. Lipid dalam Perspektif Ilmu dan Teknologi Pangan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. US Department of Agriculture. 1992. Food Guide
J.Indon.Trop.Anim.Agric.29(4) Dec 2004
Pyramid Replaces the Basic 4 circle. Food Technology, 7, 64-67.
formance, Carcass Traits, and Meat Quality of Finishing Barrows. J. Anim. Sci., 80: 637643.
Wibowo, R. 2000. Penyediaan Pangan dan Permasalahannya. Dalam Pertanian dan Pangan, R. Wibowo (Ed.). Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. p: 11-36.
Winarno, F.G. 2002. Omega-3 dan omega-6 untuk Kesehatan Jantung. Harian Kompas, 24 Februari 2002, Jakarta.
Wiegand, B.R., J.C. Sparks, F.C. Parrish Jr., and D.R. Zimmerman. 2002. Duration of Feeding Conjugated Linoleic Acid Influences Growth Per-
Yulianto, W.A. 2003. Asam Linoleat Terkonjugasi, Nutrien “Ajaib” yang Sarat Manfaat Harian Kompas, 20 juni 2003, Jakarta.
Development of the Low Fat- and High Unsaturated Fatty Acid-Animal Product (Legowo)
233