Jurnal Peternakan Sriwijaya ISSN 2303 – 1093
Vol. 3, No. 1, Juni 2014, pp. 37-46
Pengembangan Populasi Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan A. Fariani, S. Susantina, dan Muhakka Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jl. Palembang – Prabumulih KM 32 Kampus Unsri Indralaya, 30662.
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi dan pembatas pengembangan populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersedian lahan hijau dan tenaga kerja di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dari Januari 2007 sampai Mei 2007. Metode perhitungan menggunakan perhitungan kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) di OKU Timur adalah 226.678,74 ST. Prioritas utama wilayah pengembangan peternakan ruminansia secara berurutan adalah Madang Suku I, Semendawai Suku III, Buay Madang Timur, Belitang II, Madang Suku III, Buay Madang, Semendawai Timur, Buay Pemuka Peliung, Belitang, Semendawai Barat, Belitang III, Jayapura, Madang Suku II, Bunga Mayang, Martapura, dan Cempaka. Faktor pembatas utama dalam peningkatan populasi ternak ruminansia adalah sumber daya lahan hijauan yang rendah dan usaha ternak ini masih dikesampingkan. Kata kunci : Ketersediaan lahan hijauan, tenaga kerja, ternak ruminansia ________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN Ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengembangan peternakan di suatu wilayah yaitu ternak, sumber daya manusia dalam hal ini sebagai pengelola dan sumber daya lahan sebagai tempat kehidupan ternak, peternak dan hijauan pakan serta faktor teknologi (Gunardi, 1992). Pengembangan peternakan akan berjalan lambat apabila usaha tersebut masih dianggap sebagai usaha sampingan. Pengembangan peternakan di suatu wilayah perlu mengukur potensi wilayah bagi ternak yang akan dikembangkan, karena produksi ternak akan banyak bergantung pada daya dukung pakan yaitu sekitar 80 % yang
tercermin dari luas lahan hijauan serta sisa-sisa hasil pertanian (Makka, 2004). Ternak ruminansia dapat dibagi menjadi dua kelompok, pertama kelompok ternak ruminansia besar yaitu sapi dan kerbau dan kelompok ternak ruminansia kecil yaitu kambing dan domba. Ada beberapa keuntungan yang dapat diambil dengan memelihara ternak ruminansia antara lain dapat memanfaatkan sisa hasil pertanian dan perkebunan dalam jumlah yang cukup besar. Ternak ruminansia dapat dibagi menjadi dua kelompok, pertama kelompok ternak ruminansia besar yaitu sapi dan kerbau dan kelompok ternak ruminansia kecil yaitu kambing dan domba (Blakely dan Bade, 1998). Ada beberapa keuntungan yang
37
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
dapat diambil dengan memelihara ternak ruminansia antara lain dapat memanfaatkan sisa hasil pertanian dan perkebunan dalam jumlah yang cukup besar. Apabila ternak ruminansia ini dipelihara secara intensif dapat menyerap tenaga kerja selain itu juga ternak ruminansia ini sudah dikenal oleh masyarakat (Parakkasi, 1999). Jumlah penduduk Sumatera Selatan tahun 2004 berjumlah 6.628.000 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah 6.755.900 jiwa atau meningkat 1,92% dari tahun 2004. Pada tahun 2005 produksi daging sapi, kerbau, kambing, dan unggas mencapai 44.676 ton, sedangkan produksi susu segar pada tahun 2005 mencapai 276.000 liter (Biro Pusat Statistik Sumatera Selatan, 2005). Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur merupakan salah satu wilayah Sumatera Selatan yang memiliki jumlah ternak ruminansia besar yang berjumlah 41.905 ekor dan jumlah ternak ruminansia kecil berjumlah 25.515 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan OKU Timur, 2007). Selain dari pada itu, ditinjau dari dukungan sumber daya alam dan letak geografis Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang menguntungkan serta jaminan pemasaran yang kondusif bagi usaha peternakan. Luas Ogan Komering Ulu Timur 3.370 km2 yang terdiri dari lahan sawah (sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan), lahan bukan sawah dan sementara belum dimanfaatkan (Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura OKU Timur, 2006). Dukungan sumber daya alam yang dimaksudkan menyangkut ketersediaan pakan bagi pemeliharaan ternak antara lain : 1). pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun, 2). limbah hasil pertanian yang berlimpah dan 3).
A. Fariani, dkk.
limbah hasil perkebunan yang cukup tersedia. Luas lahan penggembalaan sekitar 140 ha yang dapat digunakan untuk penggembalaan selain dari lahan sawah, lahan rawa sampai lahan perkebunan (Dinas Peternakan Sumatera Selatan, 2006). METODE Kondisi Peternakan di Wilayah Penelitian Pengembangan peternakan di Kabupaten OKU Timur masih berpeluang untuk ditingkatkan. Perhitungan jumlah ternak ruminansia secara satuan ternak (ST) yang ada di Kabupaten OKU Timur dapat dilihat pada Tabel 1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey terhadap peternak dan hijauan pakan yang berada di sampel kecamatan. Penentuan kecamatan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa masing-masing kecamatan merupakan salah satu sentra pengembangan ternak ruminansia. Data dibedakan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data skunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan, dimana setiap kecamatan diambil semua data dengan sampel desa sebanyak 40 % (Gay, 1976) dan di setiap desa diambil sampel sebanyak 5 peternak ruminansia. Data yang diambil berupa jumlah ternak ruminansia yang dipelihara, sistem pemeliharaan, tenaga kerja yang digunakan dan status kepemilikan. Desa sampel, dan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
38
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Dinas Peternakan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Selatan, Dinas Pertanian Ogan Komering Ulu Timur dan Bappeda Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Data
A. Fariani, dkk.
yang diambil meliputi populasi ternak ruminansia, jumlah penduduk, luas lahan garapan, lahan rawa, padang rumput dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.
Tabel 1. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten OKU Timur 2006 Kecamatan Sapi Kerbau Kambing Domba Martapura 1.391 27 114,1 8,26 Bunga Mayang 833 36 100,94 5,74 Jayapura 498 24 133,14 5,18 Buay Pemuka Peliung 2.366 81 161,56 23,66 Buay Madang 1.485 216 294,98 23,94 Buay Madang Timur 2.070 173 276,92 30,94 Madang Suku I 5.505 140 197,82 24,36 Madang Suku II 1.554 136 257,74 13,02 Madang Suku III 1.456 93 243,46 20,58 Belitang 4.206 714 365,96 36,26 Belitang II 7.225 271 322,56 38,36 Belitang III 4.544 391 403,34 9,38 Semendawai Timur 847 98 68,46 10,92 Semendawai Barat 1.556 174 86,38 14,7 Semendawai Suku III 1.316 126 116,48 20,02 Cempaka 2.305 48 108,92 34,86 Jumlah 39.157 2748 3252,76 320,18
Populasi Ternak 1.540 976 660 2.632 2.020 2.551 5.867 1.961 1.813 5.322 7.857 5.348 1.024 1.831 1.579 2.497 45.479
Keterangan : Data telah dikonversikan dari ekor ke satuan ternak
Nilai Koefisien Kapasitas Tampung Rawa Penentuan nilai koefisien kapasitas tampung rawa yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dilakukan dengan menggunakan metode sistematik (Halls et al., 1964) yang dimulai dari titik yang telah ditentukan kemudian cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis yang memotong padang rumput dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Petak cuplikan seluas 1 m2 atau lingkaran dengan garis tengah 1 m.
2. 3.
4. 5.
Petak cuplikan pertama diletakkan secara acak. Petak cuplikan kedua diambil pada jarak sepuluh langkah kekanan dari petak cuplikan pertama dengan luas yang sama. Kedua petak cuplikan yang berturut-turut tersebut membentuk satu kumpulan (cluster). Cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari cluster sebelumnya. Dalam hal ini terdapat modifikasi yang dapat disesuaikan dengan keadaan
39
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
6.
7.
A. Fariani, dkk.
lapangan sehingga diperoleh cuplikan yang diperlukan. Untuk lapangan seluas 160 acre (64,7498 = + 65 ha) diperlukan paling sedikit 50 cluster. Setelah petak cuplikan ditentukan, semua hijauan yang terdapat didalamnya tersebut dipotong sedekat mungkin dengan tanah, termasuk bagian tanaman pohon-pohon yang mungkin dapat dimakan oleh ternak sampai 1,5 m.
8.
Kalau petakan jatuh pada batu-batuan, pohon-pohon besar dan sebagainya jangan berusaha menghindar. 9. Hijauan tersebut dimasukkan dalam plastik (kantong-kantong) dan ditimbang berat segarnya. Hal yang sama dilakukan pada petak-petak cuplikan selanjutnya. 10. Catatan berat segar tersebut dapat diketahui hijauan segar per kg/ha.
Tabel 2. Populasi desa, desa sampel dan sampel peternak di Kabupaten OKU Timur Kecamatan.. Desa Desa Sampel Peternak Martapura Jaya Pura Bunga Mayang Buay Pemuka Peliung Buay Madang Buay Madang Timur Belitang Belitang II Belitang III Semendawai Barat Semendawai Timur Semendawai Suku III Madang Suku I Madang Suku II Madang Suku III Cempaka Jumlah
9 7 6 11 17 17 23 19 16 8 7 17 19 12 9 12 209
Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data adalah dengan perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sebagai penentu prioritas pengembangan berdasarkan ketersediaan lahan hijauan makanan ternak dan tenaga kerja (Dirjen Peternakan, 1998). Pendekatan perhitungan potensi wilayah penyebaran dan
4 3 2 4 7 7 9 8 6 3 3 7 8 5 4 5 85
20 15 10 20 35 35 45 40 30 15 15 35 40 20 20 20 425
pengembangan ternak ruminansia didasarkan pada asumsi : 1. Potensi peningkatan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian dinamis, artinya berubah mengikuti perubahan waktu. 2. Ternak ruminansia adalah sapi, kerbau, kambing dan domba yang terlah dikonversikan ke satuan ternak (ST)
40
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
berdasarkan perhitungan Dirjen Peternakan (1998) sebagai berikut : 1 ekor sapi dewasa = 1 ST 1 ekor anak sapi = 0,25 ST 1 ekor kerbau dewasa = 1 ST 1 ekor anak kerbau = 0,25 ST 1 ekor kambing/domba = 0,14 ST 1 ekor anak kambing/domba = 0,035 ST 3. Potensi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia suatu wilayah dianggap sebagai suatu sistem tertutup, yaitu potensi yang ada didaerah tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan ternak didaerahnya 4. Variabel penentu dari potensi sumber daya lahan adalah lahan garapan (LG), Padang rumput (PR), dan Rawa (R) sebagai penentu penyediaan hijauan makanan ternak. Nilai variabel kepala keluarga (KK) dianggap sebagai proksi pemeliharaan ternak ruminansia. Populasi riil ternak adalah populasi ternak yang ada saat penelitian dilakukan. 5. Skala prioritas wilayah didasarkan atas nilai KPPTR efektif dengan memperhatikan peubah lain sebagai peubah kebijakan. Perhitungan KPPTR didasarkan atas dua sumber daya, yaitu lahan hijauan dan tenaga kerja. Persamaan yang digunakan : 1. PMSL = a LG + b PR + c R, dimana, PMSL =
Potensi Maksimum berdasarkan sumberdaya lahan LG = Lahan Garapan (Luas Tegalan, Perkebunan, Ladang, dan Sawah) PR = Padang Rumput R = Rawa a = Koefisien daya dukung lahan garapan (Bamualim, 2003), dimana Kapasitas
A. Fariani, dkk.
b = c =
tampung(Sawah+Tegalan/Kebun+L adang/Huma+Perkebunan)/Luas Lahan garapan Koefisien kapasitas tampung padang rumput alami (Voisin, 1959) Koefisien kapasitas tampung rawa (Voisin, 1959), dimana kebutuhan lahan untuk pengambilan 30 hari dan masa istirahat 70 hari adalah (y-1) 30= 70 ⇢ 3.3
2. PMKK = d KK dimana, PMKK = Potensi Maksimum berdasarkan kepala keluarga (Sumber daya tenaga kerja) KK = Kepala keluarga d = Koefisien rataan jumlah ternak ruminansia yang bisa dipelihara setiap kepala keluarga dimana nilai koefisien d = Jumlah ternak yang dipelihara Jumlah pemelihara 3. KPPTR (SL)
= PMSL – populasi riil
4. KPPTR (KK) = PMKK – populasi riil 5. KPPTR efektif = KPPTR (SL) apabila KPPTR (SL) < KPPTR (KK) 6. KPPTR efektif = KPPTR (KK) apabila KPPTR (KK) < KPPTR (SL) KPPTR efektif ditetapkan sebagai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia di suatu wilayah tertentu, yaitu KPPTR (SL) atau KPPTR (KK) yang mempunyai nilai lebih kecil. Skala tingkatan untuk pengembangan populasi ternak ruminansia akan digambarkan sebagai berikut :
41
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
1.
2.
A. Fariani, dkk.
Nomor urut 1, 2, 3 dan seterusnya berdasarkan nilai KPPTR efektif masing– masing kecamatan Kelas tingkatan : tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan selang nilai KPPTR efektif masing-masing kecamatan, yaitu KPPTR tertinggi KPPTR terendah = interval
ruminansia (KPPTR) efektif kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur sebesar 226.678,74 ST. Populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur sampai saat ini berjumlah 45.479 ST atau baru mencapai 20,06 % dari nilai KPPTR efektif. Kecamatan yang memiliki nilai KPPTR efektif terbesar adalah Kecamatan Madang Suku I dengan nilai KPPTR efektif 31.382,19 ST, sedangkan yang terkecil dimiliki oleh Kecamatan Cempaka dengan nilai KPPTR 2.335,73 ST. Hasil analisa juga menunjukkan bahwa nilai KPPTR dari seluruh kecamatan bernilai positif. Nilai positif dari KPPTR efektif ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur masih memungkinkan untuk penambahan populasi ternak ruminansia. Tingkat kemampuan daya dukung lahan dan tenaga kerja keluarga yang melebihi populasi ternak ruminansia menjadi penyebab nilai total KPPTR efektif bernilai positif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Nilai Koefisien Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel.3. Nilai KPPTR efektif tiap kecamatan sangat bervariasi, berdasarkan data yang diperoleh dan perhitungan nilai total kapasitas peningkatan populasi ternak
Tabel 3. Nilai Koefisien Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten OKU Timur Kecamatan Martapura Bunga Mayang Jayapura Buay Pemuka Peliung Buay Madang Buay Madang Timur Madang Suku I Madang Suku II Madang Suku III Belitang I Belitang II Belitang III Semendawai Timur Semendawai Barat Semendawai Suku III Cempaka Jumlah
PMSL 4.322,40 4.680,72 9.734,49 13.276,05 15.973,51 19.526,93 37.249,19 8.600,63 32.356,28 15.342,21 23.914,70 14.460,21 13.630,50 35.435,15 18.821,04 4.832,73 272.156,74
PMKK 28.880,50 9.434,10 7.613,95 20.903,70 33.559,20 42.179,10 42.412,15 18.231,00 15.950,65 43.300,10 33.402,85 27.281,60 21.647,10 10.974,00 33.016,40 14.455,00 403.241,40
KPPTR SL 2.782,40* 3.704,72* 9.074,49 10.644,05* 13.953,51* 16.975,93* 31.382,19* 6.639,63* 30.543,28 10.020,21* 16.057,70* 9.112,21* 12.606,50* 33.604,15 17.242,04* 2.335,73* 226.678,74
KPPTR KK 27.340,50 8.458,10 6.953,95* 18.271,70 31.539,20 39.628,10 36.545,15 16.270,00 14.137,65* 37.978,10 25.545,85 21.933,60 20.623,10 9.143,00* 31.437,40 11.958,00 327.528,80
Keterangan * = Nilai yang terpilih sebagai KPPTR efektif
42
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
Nilai KPPTR efektif per kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dapat dikelompokkan kedalam urutan tingkatan wilayah pengembangan yaitu : Tingkatan sangat sangat tinggi (1 kecamatan), tingkatan tinggi (2 kecamatan), tingkatan rendah (6 kecamatan), dan tingkatan sangat rendah (7 kecamatan). Urutan tingkatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Kendala utama yang sering dihadapi peternak untuk mengembangkan ternak ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur adalah sering terjadinya tinda pencurian ternak dan terbatasnya ketersediaan hijauan baik secara kualitas maupun kuantitas. Hasil yang sama
A. Fariani, dkk.
dilaporkan oleh Fariani (2007a, 2007b, dan 2008) di Kabupeten Lahat, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dan Kabupaten Musi Rawas. Tindak pencurian ternak menyebabkan beberapa orang peternak merasa dirugikan dan trauma sehingga berhenti untuk memelihara ternak ruminansia, hal inilah yang menyebabkan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur menjadi berkurang. Hal yang sama dilaporkan oleh Fariani (2007a dan 2007b) di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Demikian juga di Kabupaten Musi Rawas (Fariani, 2008).
Tabel 4. Skala Tingkatan Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai KPPTR Efektif Kecamatan KPPTR Efektif Tingkat Pengembangan Madang Suku I 31.382,19 Sangat Tinggi Semendawai Suku III 17.242,04 Tinggi Buay Madang Timur 16.975,93 Tinggi Belitang II 16.057,70 Rendah Madang Suku III 14.137,65 Rendah Buay Madang 13.953,51 Rendah Semendawai Timur 12.606,50 Rendah Buay Pemuka Peliung 10.644,05 Rendah Belitang 10.020,21 Rendah Semendawai Barat 9.143,00 Sangat Rendah Belitang III 9.112,21 Sangat Rendah Jayapura 6.953,95 Sangat Rendah Madang Suku II 6.639,63 Sangat Rendah Bunga Mayang 3.704,72 Sangat Rendah Martapura 2.782,40 Sangat Rendah Cempaka 2.335,73 Sangat Rendah Solusi yang ditempuh untuk mengatasi masalah tindak pencurian ternak adalah dengan membentuk kelompok usaha bersama dengan pola kemitraan antara peternak dengan pemerintah atau pihak swasta dan peningkatan
keamanan yang dilakukan oleh peternak dengan mengadakan ronda malam secara bergantian. Selain solusi tersebut untuk mengatasi tindak pencurian ternak, bangunan kandang dibuat sangat dekat dengan rumahnya,
43
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
sehingga situasi kandang selalu terkontrol setiap saat. Bila ditinjau dar segi kesehatan, sistem ini kurang menguntungkan, karena kemungkinan terjangkitnya penyebaran penyakit menular (zoonosis) sangat besar. Ketersedian hijauan sebagai sumber pakan ternak di Kabupaten Ogan Kamering Ulu Timur berfluktuasi di setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh iklim di negara Indonesia adalah tropis, sehingga dalam setahun terjadi dua kali musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada waktu musim hujan produksi hijauan di Kabupaten Ogan Kamering Ulu Timur cukup memadai sebagai sumber pakan ternak, dan sebaliknya pada musim kemarau produksi hijauan sebagai sumber pakan ternak menjadi berkurang. Rekomendasi penulis untuk mengatasi kendala ini adalah dengan cara membentuk Sistem Tiga Strata (STS). Sistem tiga strata konsepnya adalah menanam hijauan pakan seperti graminae dan leguminose menjalar (strata I), leguminose perdu (strata II) dan leguminose pohon (strata III) di satu bidang lahan bersama-sama dengan tanaman pakan sedemikian rupa sehingga sepanjang tahun terdapat hijauan yang dapat diberikan kepada ternak. Disamping itu di petak yang paling dalam ditanam tanaman pangan seperti jagung, kacang tanah, kacang hijau dan padi (Bambang, 2006). Dari hasil telaah yang dilakukan pada setiap kecamatan direkomendasikan untuk Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur perlu dilakukan penambahan populasi ternak sapi potong, hal ini dilihat dari minat dan sosial budaya masyarakat setempat yang lebih cenderung untuk memelihara sapi potong dibanding dengan ternak lain karena sapi dianggap sebagai komponen penting bagi
A. Fariani, dkk.
sistem usaha tani baik sebagai sumber pupuk, tenaga kerja, maupun sebagai tabungan dan status sosial. Dipandang dari topografi alam dan strategi pemasaran Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur cocok sebagai tempat pemeliharaan ternak sapi potong dan berdekatan dengan provinsi Lampung, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Induk. Rekomendasi ini juga diambil dengan memperhatikan jumlah produksi daging yang dihasilkan oleh sapi yaitu 1.587.460 kg lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi daging kambing, kerbau dan domba dan jumlah konsumsi daging di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur sebesar 2.961.720 kg. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan : 1. Nilai KPPTR efektif di Kabupaten Oga Komering Ulu Timur sangat bervariasi mulai dari yang terkecil Kecamatan Cempaka dengan nilai KPPTR Efektif sebesar 2.335,73 ST dan yang terbesar pada Kecamatan Madang Suku I dengan nilai KPPTR efekif 31.382,19 ST.Prioritas utama wilayah pengembangan peternakan ruminansia secara berturut-turut adalah Kecamatan Madang Suku I, Semendawai Suku III, Buay Madang Timur, Belitang II, Madang Suku III, Buay Madang, Semendawai Timur, Buay Pemuka Peliung, Belitang, Semendawai Barat, Belitang III, Jayapura, Madang Suku II, Bunga Mayang, Martapura dan Kecamatan Cempaka 2. Faktor pembatas utama di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dalam peningkatan
44
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
populasi ternak ruminansia adalah jumlah sumber daya lahan sebagai sumber penyediaan hijauan bagi pakan ternak ruminansia. Untuk lebih memaksimalkan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur perlu memaksimalkan sumber daya lahan yang ada dengan cara mengoptimalkan lahan yang ada dan pemanfaatan limbah pertanian untuk meningkatkan jumlah ternak yang dapat ditampung sebagai sumber pakan ternak. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Dinas Peternakan dan Perikanan, Dinas Pertanian Ogan Komering Ulu Timur serta semua pihak terkait yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan, pengumpulan data sekunder hingga pengolahan data. DAFTAR PUSTAKA Bambang, S 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Bamualimin, A. 2003. Potensi Pengembangan Peternakan di Sumatera Selatan. disampaikan dalam acara pengukuhan Pengurus Ikatan Sarjana Peternakan Cabang Sumatera Selatan. Palembang, 25 Mei 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Palembang. Sumatera Selatan. Biro Pusat Statistik. 2005. Sumatera Selatan Dalam Angka. Kantor Statistik Propinsi Sumatera Selatan. Palembang.
A. Fariani, dkk.
Blakely, J dan Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Gajah Mada University Press. Dinas Peternakan Sumatera Selatan. 2006. Rekapitulasi Data Base PLA Tahun 2006. Lahan Peternakan Provinsi Sumatera Selatan. Dinas Peternakan Sumatera Selatan. Palembang. Dinas Peternakan dan Perikanan Ogan Komering Ulu Timur. 2006. Data Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil serta Unggas OKU Timur. Dinas Peternakan Ogan Komering Ulu Timur. Sumatera Selatan. Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. 2006. Laporan Penggunaan Lahan. Dinas Pertanian Ogan Komering Ulu Timur. Sumatera Selatan. Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Usaha Peternakan, Perencanaan, Analisis dan Pengolahan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. Fariani, A dan Sandy, R.F. 2007a. Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Lahat. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Indonesia bagian Barat. Palembang, 3-5 Juni 2007. Fariani, A dan Wardaya, T.A. 2007b. Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Prosiding Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Indonesia bagian Barat. Palembang, 3-5 Juni 2007. Fariani, A. 2008. Pengembangan Ternak Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan Lahan dan Tenaga Kerja di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Jurnal
45
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 3, No. 1, 2014, pp. 37-46
Pengambangan Peternakan Tropis. June 2008. Vol. 33. No.2.145-157. Gay, L.R. 1976. Educational Research. Charles E. Merrill Publishing Company. Columbus, Ohio. Gunardi. 1992. Corak Budidaya Sapi/Kerbau Rakyat. Makalah Seminar Nasional Usaha Peningkatan Produktivitas Peternakan Rakyat. Fakultas Peternakan. Universitas Jambi. Jambi. Halls, Hughes, Rummel and Southwel. 1964. Forage and Cattle Management in Longeleaf-Slaash Fine Forest. Farmer’s Buletin, 2199. USA. Washington. Makka, D. 2004. Penyediaan KKP dalam Mendukung Pengembangan Sapi Potong dan Unggas di Kawasan Agribisnis Peternakan. Direktorat Pengembangan Peternakan. Direktorat Bina Produksi. Disampaikan pada Pertemuan Kemitraan Usaha Peternakan Sumatera Selatan. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta. Voisin, A. 1959. Grass Productivity Philosophical Library Inc. New York. Kadar Bahan Kering Rataan kadar bahan kering yang dihasilkan
A. Fariani, dkk.
dedak halus dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar bahan kering silase eceng gondok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan kering terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu sebesar 11,21% dan kandungan bahan kering tertinggi
terdapat
pada perlakuan A2 yaitu sebesar 13,43%Rataan kadar bahan kering yang dihasilkan dari silase eceng gondok dengan penambahan dedak halus dan ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar bahan kering silase eceng gondok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan kering terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu sebesar 11,21% dan kandungan bahan kering tertinggi. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa p
dari silase eceng gondok dengan penambahan
46