Pengembangan Perangkat TIK Nasional Menggunakan Fuel Cell Sebagai Sumber Energi Terbarukan Pada Jaringan Rural Broadband Nasional Tinton Dwi Atmaja dan Aam Muharam Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
[email protected];
[email protected]
Abstraksi Kemajuan teknologi informasi nasional tidak terlepas dari kualitas aliran data dan informasi dari seluruh pelosok negeri. Salah satu yang memfasilitasi kualitas aliran informasi yang optimal adalah penyediaan rural broadband yang mampu meliputi seluruh wilayah indonesia. Kondisi geografis yang luas memberikan situasi kondisi serta gangguan yang beragam dalam penempatan fasilitas rural broadband ini. Penyediaan fasilitas jaringan nasional yang bebas gangguan adalah salah satu yang menjadi prioritas tulisan ini. Gangguan yang dimaksud adalah putusnya daya secara mendadak yang berpotensi merusak aliran informasi dan atau merusak fasilitas terpasang. Industri nasional sudah banyak yang mengembangkan perangkat TIK khususnya power module untuk mendukung kesinambungan asupan daya pada jaringan seperti ini. Pengembangan power module saat ini memperhatikan dua isu utama yaitu ketersediaan bahan bakar fosil dunia yang sudah menipis dan kondisi pemanasan global yang makin parah. Dengan begitu, tulisan ini akan membahas penggunakan power module yang memberikan asupan energi dari sumber-sumber energi terbarukan. Dalam tulisan ini, sumber energi yang akan dibahas adalah energi berupa fuel cell baik yang berupa stationary atau mobile. Teknologi ini merupakan teknologi energi terbarukan dan ramah lingkungan karena fuel cell merupakan teknologi zero emission dan tidak menggunakan bahan bakar fosil yang dikawatirkan punah dalam beberapa tahun kedepan. Penggunaan perangkat ini tidak merusak alam, dapat diperbaharui, dan bervariasi dari daya rendah (600W) sampai daya tinggi (10MW). Tulisan ini juga membahas bagaimana merancang dan memasangkan perangkat fuel cell yang sesuai dengan perkembangan jaringan rural broadband nasional. Diharapkan dengan pemasangan perangkat fuel cell dapat memberikan asupan daya yang kontinu, menjamin keamanan fasilitas jaringan dari kerusakan akibat unexpected shutdown, dan berguna dalam peningkatan kemandirian teknologi energi terbarukan pada jaringan rural broadband. Kata Kunci : Perangkat TIK, Fuel Cell, Rural Broadband.
1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada akhir abad ke 21 dirasakan sangat membantu banyak bagian hidup manusia. Salah satunya adalah penetrasi informasi dan komunikasi ke seluruh pelosok daerah di Indonesia untuk mendukung pemerataan pengetahuan keseluruh pelosok daerah nusantara terutama di remote area. Isu yang disoroti disini adalah isu global mengenai Jurang Informasi (information gap) yaitu perbedaan pemerataan informasi antara urban area dan rural are yang cukup besar. Penanggulangan masalah ini sudah sejak lama ditangani oleh badan-badan internasional maupun nasional dan terus berlanjut sampai saat ini. Intinya adalah memciptakan pemerataan informasi dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, dari urban area sampai rural area.
dikarenakan investasi yang harus disediakan sangatlah besar. Investasi menjadi sangat besar karena rural area cenderung belum mempunyai sarana dan prasarana pembangunan yang mencukupi, bahkan seperti jalan rayapun kadang masih terkendala. Salah satu kendala yang akan dibahas disini adalah penyediaan asupan energi yang kontinu kepada fasilitas TI di rural area. Tidak dipungkiri bahwa jaringan listrik pemerintah di daerah rural cenderung labil sehingga diperlukan sumber energi alternatif untuk menjamin kesinambungan penyediaan informasi di rural area. Pengembangan energi alternatif saat ini mengarah pada energi baru dan terbarukan mengingat energi fosil telah menipis dan membawa dampak negatif yaitu pemanasan global. Energi alternatif yang dibahas dalam tulisan ini adalah Fuel Cell sebagai power module.
2. PEMBAHASAN Teknologi satelit saat ini sudah mampu mendukung pemenuhan kebutuhan informasi melalui internet ke seluruh pelosok bumi, namun tidak semua daerah mampu menyediakan fasilitas dan infrastruktur teknologi informasi yang mampu menerima transmisi satelit. Hal ini
Dalam tulisan ini, yang akan menjadi bahasan utama adalah pengembangan perangkat TIK terutama pada jaringan rural broadband. Kemudian bahasan selanjutnya adalah penyediaan asupan energi yang berkesinambungan terhadap
e-Indonesia Initiative 2010 (eII2010) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 5-7 Mei 2010, Bandung
111
fasilitas-fasilitas di rural area tersebut. Dalam hal ini asupan energi difokuskan kepada penggunaan Fuel Cell sebagai sumber energi terbarukan. 2.1. Perangkat TIK Jaringan Broadband Definisi Broadband saat ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan teknologi untuk mengirimkan data melalui jaringan internet pada kecepatan tinggi dan selalu aktif seperti sistem dial-up yang terhubung setiap waktu untuk memenuhi kebutuhan pengguna kapan pun diperlukan [3]. Sistem broadband memiliki 2 aliran arah data: upstream untuk mengirimkan data dan downstream untuk menerima data. Sistem broadband Indonesia diselenggarakan oleh perusahaan telekomunikasi yang masih banyak menggunakan teknologi berbasis kabel (DSL: digital subscriber line) maupun optik fiber (FO). Penggunaan FO dimungkinkan untuk meningkatkan kecepatan pada suatu jalur broadband. Penyediaan serat optik dan kabel untuk DSL disini dapat dikatakan sebagai penyediaan perangkat TIK untuk jaringan broadband. Pada perkembangannya, terdapat kompetisi yang semakin tinggi yang ditawarkan oleh penyedia layanan untuk perangkat TIK seperti penggunaan tower Base Transceiver Station (BTS) untuk sistem nirkabel ataupun menggunakan komunikasi satelit yang langsung menyentuh pengguna akhir. Sistem nirkabel dapat bersifat terestial maupun tetap, dimana menyediakan koneksi broadband ke lokasi tetap seperti rumah, kantor, ataupun mobile untuk dapat diterima menggunakan divais umum. Dalam tulisan ini, perangkat TIK yang akan disoroti adalah Base Transceiver Station untuk mendukung komunikasi nirkabel.
Gambar 1. Base Transceiver Station (BTS) Perangkat TIK berupa BTS untuk jaringan broadband nirkabel disini mempunyai dua sisi yang harus diperhatikan yaitu proses pembangunannya dan proses pemeliharaannya. Dalam makalah ini, yang akan lebih diperhatikan adalah proses pemeliharaannya. 2.2. Rural Area Rural area adalah daerah yang meliputi kawasan terbuka dan pemukiman kecil yang dihuni kurang dari 2,500 orang [9]. Konfigurasi yang banyak digunakan untuk penyediaan
layanan broadband di daerah rural adalah dengan membangun beberapa BTS. BTS tersebut menerima transmisi dari daerah urban dan kemudian meneruskan ke pemukiman-pemukiman di daerah rural atau ke tempattempat tertentu di daerah rural yang membutuhkan akses broadband. Selain meneruskan transmisi ke pengguna broadband, BTS tersebut bisa juga berfungsi untuk meneruskan transmisi ke BTS lainnya yang lebih jauh didalam rural area. Topologi jaringan broadband di rural areal ditunjukkan pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Topologi jaringan untuk rural broadband [5] Pada uraian penelitian yang dilakukan oleh Muharam; tahun 2009 [6], banyak kendala yang dihadapi oleh para peneliti di daerah rural dalam menerapkan arsitektur jaringan broadband yang optimal. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain: 1. High loss rates PHQFDSDL VDPSDL í 60% jika sinyal yang diperoleh sangat buruk, hal ini diakibatkan antenna yang tidak tepat atau interferensi dari faktor luar. 2. Tower costs: atau biaya investasi untuk pemasangan Tower yang biasanya lebih besar disbanding biaya perlengkapan jaringan lainnya. Di sini diperlukan perhitungan berapa Tower yang diperlukan dalam hitungan yang efisien berdasarkan topologi yang akan digunakan. 3. Unreliable power: Banyak daerah rural tidak memiliki sumber daya listrik yang cukup stabil untuk memasok kebutuhan energy dari pemancar. Fluktuasi tegangan dapat menyebabkan kerusakan komponen secara berkala. Penggunaan batere dan UPS sudah dipastikan tidak efektif. Bahkan beberapa menara tidak memperoleh pasokan energi. 4. Network Management: hal ini menjadi perhatian serius karena komponen yang akan dipakai nantinya diletakan didaerah rural yang sudah barang tentu ketersediaan SDM dan perangkat sangat minim. Manajemen ini harus dibuat sesederhana mungkin agar dapat diperbaiki oleh operator lokal ketika terjadi masalah. Keempat kendala tersebut lebih banyak ditimbulkan karena letak geografis rural area yang cenderung remote area
e-Indonesia Initiative 2010 (eII2010) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 5-7 Mei 2010, Bandung
122
(terpencil). Dampak berikutnya dari letak geografis tersebut adalah damapak sosial ekonomi yang membuat sarana dan prasarana tidak selengkap daerah urban. Kurangnya sarana dan prasarana akan membuat sedikit kesalahan akan memakan banyak biaya. Proses pemeliharaan perangkat TIK akan lebih mudah dilakukan jika perangkat-perangkat tersebut berada di urban area. Sedangkan untuk rural area, pemeliharaan akan membutuhkan biaya besar jika masih tergantung pada pusat, oleh karena itu, pemeliharaan di rural area harus diminimalisir. Salah satu upaya meminimalisir adalah dengan mengantisipasi berbagai gangguan yang mungkin muncul di rural area. Sebagai contoh: asupan listrik pemerintah yang cenderung labil didaerah rural haruslah diantisipasi dengan menyediakan sumber energi alternatif yang mudah didapat di daerah rural tanpa mempunyai ketergantungan besar terhadap daerah pusat. 2.3. Energi Dari uraian hasil penelitian Muharam [6] diatas, salah satu yang perlu disoroti adalah unreliable power. Sehingga disetiap perangkat TIK di rural area perlu diadakan instalasi energi alternatif untuk menjamin asupan energi yang berkesinambungan ke perangkat TIK. Masalah energi didaerah rural mengakibatkan minimnya minat investor untuk membangun perangkat TIK berbasis kabel maupun nirkabel. Karena investor harus menambahkan peralatan seperti accu sebagai cadangan energy tersebut. Hal ini tidak mendukung proses penanggulangan jurang informasi, oleh karena itu penelitian mengenai energi alternatif untuk perangkat TIK di rural area perlu digalakkan. Alternatif teknologi saat ini yang banyak diaplikasikan untuk asupan energi cadangan adalah penggunaan accu yang dipadukan dengan sumber energi matahari atau generator diesel. Disini accu akan di charge oleh solar cell atau langsung oleh generator. Namun generator masih mempunyai ketergantungan akan bahan bakar fosil yang dipastikan habis dalam beberapa dekade kedepan dan mempunyai andil dalam pemanasan global. Teknologi solar cell merupakan teknologi zero emission namun kadang terkendala oleh ketidakpastian cuaca di daerah rural. Salah satu teknologi energi terbarukan yang sedang dikembangkan secara nasional saat ini adalah teknologi fuel cell. Teknologi ini menggunakan bahan bakar berupa Hidrogen (H2) yang dikombinasikan dengan Oksigen (O2) yang dapat diambil dari udara bebas kedua kompoenen dasar tersebut akan diolah melewati suatu membran khusus untuk menghasilkan listrik DC. Kebutuhan akan listrik AC dapat dipenuhi dengan menambahkan sebuah power inverter DC/AC. Gambar 3 berikut menunjukkan secara garis besar cara kerja dari teknologi Fuel Cell.
Gambar 3. Komponen dasar dari fuel cell [4] 2.4. FC untuk Rural Fuel cell merupakan divais yang mampu menghasilkan energi listrik melalui proses elektrolisis kimia dari bahanbahan organik yang banyak terdapat di rural area. Prinsipnya seperti batere, akan tetapi secara terus menerus disuplai bahan bakar, biasanya hidrogen yang banyak dijual bebas di pasaran. Fuel cell memiliki beberapa kelebihan dalam penggunaannya, seperti tidak bising dan memiliki reliabilitas yang tinggi karena tidak ada bagian yang bergerak seperti halnya pada generator. Pada penelitian mengenai penggunaan FC di masyarakat [4], menyebutkan bahwa FC dapat digunakan sebagai energi utama maupun pendukung. Beberapa permasalahan berkaitan dengan biaya, heating time, metoda, media penyimpanan dan pengangkutan hidrogen, serta bagaimana menghasilkan hidrogen yang ekonomis, dibahas dengan detail pada penelitian yang dilakukannya. Pada penelitian mengenai alternatif energi menggunakan fuel cell yang diungkapkan oleh Arnold [2], beberapa keunggulan dan kelemahan yang ada dalam penggunaan teknologi fuel cell untuk pembangkit listrik di rural area adalah seperti berikut: a. Keunggulan teknologi fuel cell: Bahan bakar mudah diperoleh di rural, Merupakan tergolong energi yang dapat diperbaharui, Tidak berisik, karena tidak ada komponen yang bergerak, Pembangkit listrik yang ada memiliki efisiensi sebesar 33%, sedangkan fuel cell mampu mencapai 50% sampai 80%, Ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan polusi, Hanya memerlukan suplai hidrogen dan oksigen yang dapat diperoleh dari udara bebas. b. Kelemahan teknologi fuel cell: Merupakan teknologi baru sehingga masih memerlukan pengembangan untuk aplikasi yang luas, Masih langka, Relatif mahal untuk diproduksi, Pada beberapa model memiliki panas yang ekstrim.
e-Indonesia Initiative 2010 (eII2010) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 5-7 Mei 2010, Bandung
133
Konsen penggunaan sumber energi terbarukan seperti fuel cell merupakan hal yang penting untuk mengatasi penurunan ketersediaan energi fosil dan krisis lingkungan hidup seperti pemanasan global dan efek rumah kaca. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tarud [7], ditunjukkan beberapa perbadingan biaya produksi energi listrik dalam satuan kiloWatt (kW) untuk beberapa sumber energi terbarukan.
Phophoric Acid (PAFC), Molten Carbonate (MCFC) dan Solid Oxide (SOFC). Gambar 6 berikut menunjukkan perbandingan karakteristik berdasarkan teknologi yang digunakan.
Gambar 6. Karakteristik Tipe Fuel Cell [7]
Gambar 4. Perbandingan Biaya Produksi dari Energi Baru dan Terbarukan per kW [7] Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa biaya produksi energi Fuel Cell per kW-nya masih tinggi namun diharapkan bahwa kedepannya perkembangan teknologi dapat menurunkan biaya produksi fuel cell ini. Sedangkan diliihat dari efisiensi masing-masing seperti ditunjukkan pada Gambar 5, Fuel Cell ini memiliki efisiensi yang paling tinggi dibandingkan alternatif energi lainnya. Oleh karena itu telkonlogi Fuel Cell ini masih diunggulkan sebagai energi alternatif masa depan.
Fuel Cell sudah banyak digunakan pada BTS di daerah urban. Dengan dasar itu, penggunaan Fuel Cell di daerah rural tinggal mengadaptasi konfigurasi didaerah urban. Tidak ada yang perlu diubah pada sistem transmisi datanya, yang perlu dimodifikasi adalah konfigurasi fisik BTS-nya. Fasilitas yang perlu dirubah adalah penambahan pendingin dan exhaust karena beberapa model Fuel Cell mengeluarkan panas yang tinggi. Modifikasi lainnya adalah pada mounting rack karena system stack fuel cell cenderung mempunyai dimensi lebih besar terutama pada sisi bahan bakarnya. Bahan bakar fuel cell adalah udara dan hidrogen, artinya perlu ditambahkan fasilitas air intake yang tidak mengganggu kinerja pendingin dan penambahan ruang tambahan untuk penempatan tabung hidrogen atau peralatan elektrolisis.
3. PENUTUP Penyediaan energi alternatif pada setiap perangkat TIK di daerah rural dapat menjamin kesinambungan informasi pada jaringan broadband didaerah rural. Dengan kata akan ikut mendukung pemberantasan jurang informasi di Indonesia. Perangkat TIK yang dimaksud disini adalah Base Transceiver Station (BTS) untuk pemerataan coverage area. Energi alternatif yang dibahas dalam tulisan ini adalah teknologi Power Module menggunakan Fuel Cell.
Gambar 5. Perbandingan Efisiensi Energi Baru dan Terbarukan [7] Daya yang dihasilkan oleh satu unit system stack Fuel Cell dapat bervariasi tergantung karakteristiknya. Beberapa teknologi yang banyak digunakan untuk fuel cell saat ini antara lain: Proton Exchange Membrane (PEMFC),
Teknologi Fuel Cell disini menggunakan bahan bakar berupa Hidrogen (H2) dan Oksigen (O2). Oksigen dapat diperoleh dari udara bebas sedangkan Hidrogen dapat dibeli per tabung di pasar bebas atau didapat dari proses elektrolisis dari bahan organik yang banyak terdapat di daerah rural. Keluarannya berupa energi listrik, panas dan air suling. Keunggulan teknologi fuel cell: bahan bakar mudah diperoleh di rural, merupakan tergolong energi terbarukan, Tidak berisik, memiliki efisiensi 50% sampai 80%, ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan polusi, hanya memerlukan suplai hidrogen dan oksigen yang dapat
e-Indonesia Initiative 2010 (eII2010) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 5-7 Mei 2010, Bandung
144
diperoleh dari udara bebas. Kelemahan teknologi fuel cell: merupakan teknologi baru sehingga masih memerlukan pengembangan lebih lanjut, masih langka, relatif mahal untuk diproduksi, pada beberapa model memiliki panas yang ekstrim. Penggunaan Fuel Cell ini tidak meminta perubahan besar pada konfigurasi fisik BTS cukup pada sistem pendingin untuk mengantisipasi panas yang besar dan sistem mounting rack yang memerlukan tempat untuk tabung hidrogen, peralatan elektrolisis dan air intake. Biaya produksi Fuel Cell masih tergolong murah dan efisiensinya merupakan yang tertinggi dibandingkan energi terbarukan yang lain. Daya yang dihasilkan juga bervariasi sesuai spesifikasinya hingga mencapai 10MW.
4. Daftar Pustaka [1] ___ (2008). A Low-Cost Efficient Wireless Architecture for Rural Network Connectivity. [2] Arnold, D., Hazuka, N., Herring, D.L., Murray, D.L., and Williamson, S. (2008). Fuel Cell Technology an Alternative Energy System for the Future. [3] Dabson, B. and Kelleri, J., (2008). Rural Broadband: Rural Policy, Research Institute Policy Brief.
[4] Gencoglu, M.T. and Ural, Z. (2008). Design of PEM Fuel Cell System for Residential Application. ScienceDirect: International Journal of Hydrogen Energy. [5] Johnson, D., et al. (2007). Building a Rural Wireless Mesh Network ver. 08. Meraka Institute, South Africa. [6] Muharam, A. (2009). School Connectivity Platform untuk Community Based Learning di Rural Indonesia, Preliminary Research Tesis STEI ± ITB. [7] Tarud, S. (2004). Feasibility of Fuel Cell System for Building Applications. Massachusetts Institute of Technology. [8] Zhao, J., Hao, X. & Banerjee, I. (2006). The diffusion of the internet and rural development, Convergence: The International Journal of Research into New Media Technologies 12(3), 293-305. [9] United States Department of Agriculture, Economic Research Service. Measuring Rurality: New Definitions in 2003 [online] http://www.ers.usda.gov/ briefing/rurality/NewDefinitions/ dikunjungi 15 April 2010. [10] Dirza Risvan, (2010). Rural Telecommunication Developmen in Indonesia. Departmen of Mechanical and Control Engineering, Tokyo Institute of Technology
e-Indonesia Initiative 2010 (eII2010) Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia 5-7 Mei 2010, Bandung
155