1
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Metode MURDER Bernuansa Problem Based Learning (PBL) Materi Bangun Datar Kelas VII
ARTIKEL
oleh Eko Andy Purnomo
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2011
http://digilib.unimus.ac.id
2 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Metode MURDER Bernuansa Problem Based Learning (PBL) Materi Bangun Datar Kelas VII Eko Andy Purnomo Prodi Pendidikan Matematika FKIP, Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT Mathematics as the basis of science which to develop the reasoning power to think critically, logically and systematically. Problem solving is an important component of the mathematics curriculum. Reality in the field most of the students perform activities in the form without accompanied the development of problem-solving skills. In this study applied a method of learning that can help students to practice problem-solving is the method of MURDER based on PBL. Research goals: (1) To obtain the perimeter learning plane VII valid and relevant to the application of learning MURDER methods based on PBL, (2) To find the effectiveness of the implementation of such devices by the method of MURDER based on PBL learning materials perimeter and plane area. The device being developed include syllabus, lesson plans, student books, worksheets, and tests learning outcomes (THB) according to the basic theory of Thiagarajan, Semmel, and Semmel 4-D modified 3-D (define, design, develop). Try out was applied to a 7 th grade junior high school 1 Brangsong Kendal, it’s consist of 8 classes. With cluster sampling technique was chosen as the experiment class VIIA and VIIC as a control class. Activities and proficiency proceed as independent variables and ability to problem solving as the dependent variable. The data is obtained through observation and test results of learning as well as processed by comparing t test and testing regression. The results: (1) The development of devices learning with methods of MURDER based on PBL is valid. The validator score of learning device includes syllabus (4.4), RPP (4.4), student book (4.2), LKS (4.4), and THB which valid. (2) Implementation method of Murder based on PBL learning with learning devices that have been developed on the material perimeter and plane area 7th grade is effective: (a) Increasing the problem-solving ability 76.9> 72, with 87.1% passing percentage. (b) There were the influence of independent variables was on the dependent variables that significantly influence the acquisition process of problem-solving abilities of 87.1%, the effect of activity on problem solving ability 73.4%, jointly proceed finesse and liveliness effect on problem-solving abilities amounting to 88,6%. (C) the dependent variable experiment class is better than the control class with the ability to problem-solving in the experimental class for 76.9 > 73.2. Based on this research, teachers can use the method of MURDER based on PBL to increase activity, skill and problem-solving ability. Keywords: Method of Murder, Problem Based Learning (PBL) I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diberlakukannya KTSP mengisyaratkan perlunya reformasi paradigma dalam pembelajaran matematika, yaitu dari peran guru sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge) ke peran guru sebagai pendorong belajar (stimulation of learning). Pada peran guru sebagai pendorong belajar (stimulation of learning), guru dituntut untuk memberi
http://digilib.unimus.ac.id
3 kesempatan pada siswa agar mereka mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari melalui aktifitas-aktifitas, antara lain melalui kegiatan pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan komponen penting dari kurikulum matematika dan di dalamnya terdapat inti dari aktifitas matematika, sehingga kemampuan pemecahan masalah di kalangan siswa perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran. Hal ini juga dijelaskan oleh Branca (dalam Pujiadi, 2008) bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah tujuan utama dalam pembelajaran matematika, oleh karena itu kemampuan memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada peserta didik sedini mungkin. Demikian pula Russefendi (1991) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah sangat penting, bukan saja bagi mereka yang akan memperdalam matematika, melainkan juga dalam
kehidupan
sehari-hari.
Dalam
memecahkan
masalah
diharapkan
dapat
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran adalah model pembelajaran bernuansa Problem Based Learning (PBL). PBL adalah pendekatan pembelajaran matematika yang mengedepankan pemecahan masalah (problem solving) dalam proses pembelajarannya. Melalui PBL, siswa dapat belajar secara mandiri mengidentifikasi masalah dimana pengetahuan tersebut diperlukan lagi untuk menghadapi keadaan masalah baru Boyle (1999). Selain itu, penyelesaian masalah dapat mengembangkan kognitif siswa secara umum (Jonassen, 2000), mendorong kreatifitas (Bransford & Stein, 1993), dan mengembangkan kemampuan menulis dan verbal yang merupakan bagian dari proses aplikasi matematika (Pugalee, 2004). Haggarty dan Keynes (dalam Unal 2006: 510) menjelaskan dalam rangka memperbaiki pengajaran dan pembelajaran matematika diperlukan usaha untuk memperbaiki pemahaman guru, siswa, bahan yang digunakan untuk pembelajaran dan interaksi antara mereka. Mengarahkan pembelajaran yang seperti di atas sangat tepat menggunakan pembelajaran dengan metode MURDER. MURDER singkatan dari kata: Mood (Suasana Hati), Understand (Pemahaman), Recall (Pengulangan), Digest (Penelaahan), Expand (Pengembangan), Review (Pelajari Kembali) (Simamora, 2008). Pada
akhirnya
dengan
mengkombinasikan
kebermanfaatan
matematika
dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka perlu diterapkan sebuah model pembelajaran
matematika
dengan
memanfaatkan
media.
Sehingga
dalam
rangka
pengembangan ilmu dan teknologi serta meningkatkan kemampuan dasar siswa khususnya bangun datar serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, perlu diadakan
http://digilib.unimus.ac.id
1.
2.
4 penelitian tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika melalui metode belajar MURDER bernuansa PBL materi bangun datar kelas VII. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan di bawah ini. 1.
Bagaimanakah pengembangan dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran matematika melalui metode MURDER bernuansa PBL materi bangun datar kelas VII valid?
2.
Bagaimanakah keefektifan implementasi metode MURDER bernuansa PBL dengan perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan pada materi bangun datar kelas VII?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan perangkat pembelajaran matematika materi bangun datar kelas VII yang
valid dengan penerapan metode MURDER bernuansa PBL; 2. Menemukan keefektifan implementasi perangkat pembelajaran tersebut dengan metode
MURDER bernuansa PBL materi bangun datar kelas VII; 1.4 Manfaat Penelitian Setelah dilakukan penelitian ini maka manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu matematika, khususnya tentang pembelajaran metode belajar MURDER bernuansa PBL serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk penulisan karya ilmiah. Manfaat Praktis : Siswa 1) Siswa lebih berani berpendapat dan mandiri dalam kegiatan pembelajaran
matematika. 2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Guru 1) Guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan, kemahiran berproses dan kemampuan pemecahan masalah matematika. 2) Guru dapat menggunakan media CD pembelajaran agar lebih mengaplikasikan teknologi dalam pembelajaran.
http://digilib.unimus.ac.id
5 Bagi sekolah Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan sangat berarti pada sekolah itu sendiri, untuk meningkatkan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran matematika. Peneliti Peneliti
memperoleh
pengalaman
langsung
sehingga
memiliki
pengalaman
pembelajaran matematika yang bervariasi. II.
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Belajar Belajar matematika pada dasarnya, merupakan proses yang diarahkan pada satu tujuan. Tujuan belajar matematika ditinjau dari segi kognitif adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Para ahli dalam merumuskan teori belajar bervariasi sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Teori Ausubel terkenal dengan teori belajar bermakna. Ausubel membedakan antara belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna adalah proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep dan pemahaman konsep yang telah ada yang akan mengakibatkan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai. Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni, organisasi dan adaptasi. Prinsip Piaget dalam pembelajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melaui penemuan, pemecahan masalah dan pengalaman-pengalaman nyata, serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan kemungkinan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar. Bruner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Vygotsky mengemukakan adanya empat prinsip kunci dalam pembelajaran. Keempat prinsip itu adalah: (a) penekanan pada hakekat sosiokultural pada pembelajaran (the sociocultural of learning); (b) zona (wilayah) perkembangan terdekat (zona of proximal
http://digilib.unimus.ac.id
6 development); (c) pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship);
dan (d) perancah
(scaffolding). 2.2. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika hendaknya diarahkan untuk membantu siswa untuk berpikir, karena matematika memungkinkan siswa dapat menyelesaikan masalah dengan benar dan benarnya penyelesaian karena penalarannya memang sangat jelas. Hendaknya siswa tidak belajar matematika hanya dengan menerima dan menghafalkan saja. Siswa harus belajar matematika secara bermakna, yakni suatu cara belajar yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Menurut Steen (2001:307), belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur yang diatur menurut urutan logis. 2.3. Pembelajaran Metode MURDER Pembelajaran MURDER merupakan singkatan dari beberapa kata yang meliputi: Mood (Suasana Hati), Understand (Pemahaman), Recall (Pengulangan), Digest (Penelaahan), Expand (Pengembangan), Review (Pelajari Kembali). (Simamora, 2008). Langkah- langkah penerapan metode pembelajaran MURDER adalah sebagai berikut: 1. Pertama berhubungan dengan suasana hati adalah ciptakan suasana hati yang positif untuk
belajar. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menentukan waktu, lingkungan dan sikap belajar yang sesuai dengan kepribadian siswa. 2. Kedua berhubungan dengan pemahaman adalah segera tandai bahan pelajaran yang tidak
dimengerti. Pusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut atau ada baiknya melakukan bersama beberapa kelompok latihan. 3. Ketiga berhubungan dengan pengulangan adalah setelah mempelajari satu bahan dalam
suatu mata pelajaran, segeralah berhenti. Setelah itu, ulangi membahas bahan pelajaran itu dengan kata-kata siswa. 4. Keempat yang berhubungan dengan penelaahan adalah segera kembali pada bahan
pelajaran yang tidak dimengerti. Carilah keterangan mengenai mata pelajaran itu dari artikel, buku teks atau sumber lainnya. Jika masih belum bisa, diskusikan dengan guru atau teman kelompok. 5. Kelima berhubungan dengan pengembangan adalah tanyakan pada diri sendiri mengenai
tiga masalah di bawah ini, begitu selesai mempelajari satu mata pelajaran, yaitu: a.
Andaikan bisa bertemu dengan penulis materi, pertanyaan atau kritik apa yang diajukan?
http://digilib.unimus.ac.id
7 b.
Bagaimana bisa mengaplikasikan materi tersebut pada kehidupan sehari-hari?
c.
Bagaimana bisa membuat informasi ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa lainnya?
6. Keenam yang berhubungan dengan review adalah pelajari kembali materi pelajaran yang
sudah dipelajari. 2.4. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) PBL adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika. PBL mengkombinasikan siswa dengan permasalahan dari latihan-latihan sehingga memunculkan motivasi untuk belajar. Permasalahan dan latihan-latihan dapat berasal dari guru atau siswa. Besana, Fries, dan Kilibarda (2001) menyatakan model pembelajaran PBL hampir dapat disamakan dengan “doing mathematics”. Pembelajaran PBL dapat juga dimanfaatkan untuk mendewasakan siswa. Penerapan pembelajaran ini sejak level awal pendidikan dapat membuat siswa sadar matematika. Kesadaran matematika ini dapat meningkatkan motivasi mereka secara alami dan harapannya siswa dapat berkembang logika berpikirnya. Konsep dasar pembelajaran PBL adalah pemberian permasalahan dan aplikasinya untuk mengenalkan sebuah konsep baru dalam matematika. Permasalahan dan aplikasi tersebut membantu siswa dalam menyusun kerangka berpikirnya, memahami konsep dan memberikan fasilitas dalam prosedur berpikir serta mengulang kembali konsep-konsep yang telah dipelajari, dalam rangka memberikan penguatan dalam pemahaman konsep baru tersebut. Proses belajar tersebut mengharuskan siswa untuk menganalisis situasi berdasarkan pengetahuannya, membangun sebuah teknik matematika, dan akhirnya memanfaatkan teknik tersebut untuk menyelesaikan masalahnya. 2.5. Pemecahanan Masalah Krulik (dalam Soedjoko, 2004) mendefinisikan masalah adalah suatu situasi, besaran-besaran atau yang lainnya yang dihadapkan kepada individu atau kelompok untuk mencari pemecahan, yang untuk itu para individu tidak segera tahu suatu solusi. Adapun menurut Ruseffendi (dalam Dwijanto, 2007) bahwa sesuatu itu merupakan masalah bagi seseorang bila sesuatu itu baru, dan sesuai dengan kondisi yang memecahkan masalah (tahap perkembangan mentalnya) dan memiliki pengetahuan prasyarat. Pemecahan masalah menurut Solso (1995: 440) didefinisikan sebagai berpikir yang mengarahkan pada jawaban terhadap suatu masalah yang melibatkan pembentukan dan memilih tanggapan-tanggapan. Dalam memecahkan masalah terdapat beberapa pendekatan antara lain exhaustic search yang mencoba semua kemungkinan jawaban. Pendekatan
http://digilib.unimus.ac.id
8 pemecahan masalah yang lain adalah heuristik, yaitu suatu aturan yang melibatkan penyelidikan pada masalah yang lebih selektif. Menurut Polya (1973) heuristik adalah kata sifat yang berarti “serving to discover”. Penalaran heuristik adalah penalaran yang tidak final dan tegas tetapi hanya masuk akal dan bersifat sementara yang tujuannya untuk menemukan jawaban suatu masalah yang diberikan. NCTM (2000: 52) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran matematika dan tidak bisa dipisahkan dengan program matematika. Menurut Charles dan Lester (dalam Baroody, 1993: 2-8) kemungkinan pemecahan masalah yang sesungguhnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) kognisi, (2) afeksi, dan (3) metakognisi. Faktor kognisi meliputi pengetahuan konseptual (pemahaman) dan strategi dalam menerapkan pengetahuan pada situasi yang sesungguhnya. Faktor afektif mempengaruhi kepribadian siswa untuk memecahkan masalah. Metakognisi meliputi regulasi diri yaitu kemampuan untuk berpikir melalui masalah pada diri sendiri. Selanjutnya Baroody (1993: 2-8) menjelaskan, secara umum pengetahuan matematis yang lebih luas dan lebih baik pada diri seseorang, didasarkan pada banyaknya masalah yang dapat ia pecahkan. Seperti halnya pengetahuan matematika mereka yang semakin berkembang dan menjadi terhubung satu sama lain, maka siswa meningkatkan kemampuan mereka untuk memahami dan menemukan solusi untuk masalah yang jauh lebih rumit. Menurut Riley, Greeno, dan Heller (dalam Baroody, 1993: 2-8) pemecahan masalah yang sebenarnya bermula dengan pemahaman masalah, yang diikuti dengan pembentukan perwujudan mental yang sesuai pada masalah itu. 2.6. Pengembangan Perangkat Model Thiagarajan, Semmel dan Semmel. Perangkat
pembelajaran
adalah
perangkat
yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran (Trianto, 2007:68). Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar antara lain Silabus, RPP, LKS, THB, serta media pembelajaran. Perangkat ini sebagai sarana untuk memudahkan guru dalam melakukan tugas mengajarnya, membantu dalam proses belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Perangkat pembelajaran dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Andrews & Goodson (1980:3) menyatakan bahwa model pengembangan pembelajaran ada 4 fungsi yaitu 1) meningkatkan belajar dan pembelajaran dan umpan balik, 2) meningkatkan managemen pengembangan pembelajaran, 3) meningkatkan proses evaluasi, termasuk umpan balik dan revisi, 4) menguji atau membangun pembelajaran dengan cara merancangnya berdasarkan teori.
http://digilib.unimus.ac.id
9 Model pengembangan sistem instruksional Thiagarajan, Semmel dan Semmel (1974: 6) dikenal dengan model 4-D, model ini terdiri dari 4 tahap yaitu: define (pendefinisian), design (perancangan), develop (pengembangan), dan disseminate (penyebaran). Penelitian ini adalah modifikasi dari model Thiagarajan, Semmel, dan Semmel. Model 4-D dipilih karena sistematis dan cocok untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, namun dalam penelitian ini peneliti melakukan modifikasi terhadap model 4-D. 1. Tahap Pendefinisian (Define)
Tahap pendefinisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhankebutuhan pembelajaran dengan menganalisis tujuan dan batasan materi. Kegiatan dalam tahap pendefinisian ini meliputi analisis kurikulum, analisis siswa, analisis materi, analisis tugas dan spesifikasi tujuan pembelajaran. 2. Tahap Perancangan (Design)
Tahap perancangan bertujuan untuk memodifikasi prototype sehingga didapatkan bentuk rancangan perangkat pembelajaran. Rancangan ini selanjutnya disebut draf 1. Tahap ini dimulai ketika tujuan pembelajaran khusus telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi penyusunan tes, pemilihan media, pemilihan format dan perancangan awal. 3. Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan pengembangan perangkat pembelajaran adalah untuk menghasilkan draf perangkat pembelajaran. Kegiatan pada tahap pengembangan ini meliputi
validasi ahli,
simulasi dan uji keterbacaan, uji coba 2.7. Kerangka Berpikir Pengembangan perangkat pembelajaran didasarkan pada teori pengembangan perangkat pembelajaran yang salah satunya adalah modifikasi dari model Thiagarajan, Semmel, dan Semmel. Pengembangan perangkat pembelajaran ini dikenal dengan Model 4D. Melalui pembuatan perangkat pembelajaran dengan teori-teori yang ada serta validasi ahli meliputi validasi perangkat pembelajaran yang meliputi format, bahasa, dan ilustrasi sehingga akan dihasilkan perangkat pembelajaran yang valid. Perangkat pembelajaran tersebut akan diujicobakan untuk mengetahui efektifitas pembelajarannya. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan penerapan pembelajaran metode belajar MURDER bernuansa PBL melalui pemanfaatan multimedia pembelajaran. Langkah awal siswa diberikan CD pembelajaran yang berisi materi dan tugas yang dikerjakan secara berkelompok. Melalui CD pembelajaran maka siswa akan mempunyai kemampuan awal
http://digilib.unimus.ac.id
10 tentang materi keliling dan luas bangun datar dan dengan pemberian tugas secara berkelompok maka keaktifan siswa akan meningkat. Selain itu siswa juga dapat mengaplikasikan teknologi dalam kegiatan pembelajaran. Melalui tugas bernuansa PBL maka kemampuan pemecahan siswa akan meningkat. Saat pembelajaran di sekolah guru menerapkan pembelajaran MURDER. Pertama guru menciptakan suasana belajar yang positif, hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi dalam kegiatan pembelajaran dan ujungnya meningkatkan keaktifan siswa. Kedua berhubungan dengan pemahaman adalah segera tandai bahan pelajaran yang tidak dimengerti dan tugas yang perlu didiskusikan kembali. Pusatkan perhatian pada materi pelajaran tersebut. Setelah mempelajari satu bahan dalam suatu mata pelajaran, segeralah berhenti. Setelah itu, ulangi membahas bahan pelajaran itu dengan kata-kata siswa. Selanjutnya berhubungan dengan penelaahan adalah guru memberikan tugas berbasis masalah dan siswa diminta mengerjakan tugas-tugas tersebut sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah. Melalui tugas tersebut maka kemampuan pemecahan masalah siswa akan lebih meningkat. Carilah jawaban tugas-tugas tersebut dari artikel, buku teks atau sumber lainnya. Jika masih belum bisa, diskusikan dengan guru. Langkah kelima berhubungan dengan pengembangan adalah siswa diberi tugas, untuk: (1) Mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi keliling dan luas bangun datar, (2) Mengaplikasikan materi tersebut pada hal yang disukai dan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, dan (3) Membuat materi keliling dan luas bangun datar ini menjadi menarik dan mudah dipahami oleh siswa lainnya. Melalui pengembangan ini siswa akan semakin mendalami menguasai materi keliling dan luas bangun datar serta dapat mengaplikasikan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Langkah terakhir guru mengulang kembali semua materi dan mendiskusikan semua pertanyan serta memberikan umpan balik kepada siswa. Mengkombinasikan antara perangkat pembelajaran yang valid dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL, serta pemanfaatan multimedia pembelajaran keaktifan siswa dan kemahiran berproses akan dapat ditingkatkan. Meningkatnya keaktifan siswa dan kemahiran berproses maka akan berpengaruh meningkatnya kemampuan pemecahan masalah, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. 2.8. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
http://digilib.unimus.ac.id
11 1.
Hasil proses pengembangan dan perangkat pembelajaran melalui metode belajar MURDER bernuansa PBL materi keliling dan luas bangun datar kelas VII valid.
2.
Implementasi pembelajaran dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL dengan perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan pada materi keliling dan luas bangun datar kelas VII efektif.
III. METODE PENELITIAN
3. 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini digolongkan jenis penelitian pengembangan, ini sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan. Perangkat pembelajaran matematika yang dikembangkan meliputi: silabus, RPP, buku siswa, LKS dan THB.
3. 2.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pengembangan perangkat pembelajaran penelitian ini adalah suatu proses kegiatan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran. Model pengembangan Thiagarajan, Semmel dan Semmel dikenal dengan model 4-D yang telah dimodifikasi,. Model pengembangan yang digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah modifikasi dari model Thiagarajan, Semmel, dan
Semmel. Model 4-D dipilih karena
sistematis dan cocok untuk mengembangkan perangkat pembelajaran. 3. 3. Subjek Uji Coba Penelitian Subjek uji coba penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP 1 Brangsong Kendal yang terdiri dari 8 kelas paralel pada tahun pelajaran 2010/2011. Satu kelas dari 8 kelas yang ada akan dijadikan subjek penelitian pada saat uji coba perangkat pembelajaran. 3. 4. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel indpenden. Variabel independen penelitian ini adalah aktifitas siswa, kemahiran berproses dalam pembelajaran matematika dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah. 3. 5. Analisis Data 1.5.1. Uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah
Kemampuan pemecahan masalah dikatakan tuntas jika memenuhi syarat yaitu kemampuan pemecahan masalah siswa lebih dari 72. Hipotesis yang akan diuji adalah H0
: ≤
( kemampuan pemecahan masalah tidak mencapai KKM)
H1
: >
( kemampuan pemecahan masalah mencapai KKM)
t=
http://digilib.unimus.ac.id
X− µ0 s n
12 Pada perhitungan ini menggunakan uji t. Rumus yang digunakan Pada penelitian ini uji rata-rata kemampuan pemecahan masalah dilakukan dengan α = 0,05 atau 5%, kriteria : H1 diterima bila thitung > ttabel. yang lainnya tolak H1. Prestasi belajar tiap siswa dikatakan tuntas jika, memenuhi syarat ketuntasan belajar secara individual 85 % siswa mencapai KKM. Hipotesis yang akan diuji adalah H0
: π0 = 85 % (ketuntasan belajar kelas eksperimen tercapai)
H1
: π0
85 % (ketuntasan belajar kelas eksperimen tidak tercapai)
Rumus yang digunakan
x −π0 n z= π 0 (1 − π 0 ) n Terima H0 jika – Z0,5(1-α) < z < Z0,5(1-α) ( Sudjana, 2005:233). Penelitian ini α yang
digunakan adalah 5%. 1.5.2. Uji pengaruh keaktifan terhadap kemampuan pemecahan masalah
Untuk menguji hubungan pengaruh, digunakan persamaan regresi dengan model regresi linier Y = α+ βX + ε, dengan persamaan estimasi: ^
^
^
Y = a + bX + ε, a = α dan b = β , data yang dimiliki adalah (x1, y1),
(x2,y2), …, (xn, yn).
Harga a dan b dapat ditentukan dengan rumus berikut:
( ∑ Y )( ∑ X ) − ( ∑ X )( ∑ a= n X − ( X) )( ∑ Y ) n∑ XY∑− ( ∑ X ∑ b= n∑ X − (∑ X ) 2
2
2
XY )
2
2
( Sudjana, 2005).
Rumusan hipotesis uji kelinearan regresi: H0 : β = 0 persamaan tidak linier (tidak ada pengaruh x ke y) H0 : β ≠ 0 persamaan linier (ada pengaruh x ke y) Kriteria pengujian: tolak H0 jika Fhitung > Ftabel, Fhitung =
2 sTC , dan Ftabel dicari sG2
menggunakan tabel distribusi F dengan taraf nyata α, dk pembilang (k - 2) dan dk penyebut (n – k) ( Sudjana, 2005).
http://digilib.unimus.ac.id
13 Setelah model regresi diuji dan dapat diketahui bahwa ternyata model adalah linier, maka selanjutnya ditentukan besamya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Rumus besamya pengaruh variabel X terhadap variabel Y adalah: Jumlah Kuadrat Regeresi JK (b | a) = , JK (T ) Jumlah Kuadrat Total
R2 =
(Sukestiyarno, 2010).
Hal yang sama dilakukan untuk menguji pengaruh kemahiran berproses terhadap kemampuan pemecahan masalah. Regresi linier ganda digunakan untuk mengetahui rumus persamaan regresi pengaruh keaktifan siswa dan kemahiran berproses terhadap kemampuan pemecahan masalah. Rumus umum Regresi linier ganda: Y’ = a + b1X1 + b2X2 (Sudjana, 2005) Untuk menghitung harga-harga a, b1, b2 dapat menggunakan persamaan berikut: ∑Y
=a
+ b1∑X1 + b2∑X2
∑X1Y
= a∑X1 + b1∑X1 + b2∑X1X2
∑X2Y
= a∑X1 + b1∑X1 + b2∑X2 (Sudjana, 2005)
1.5.3. Uji banding kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dan kontrol
Uji banding ini digunakan untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas eksperimen dengan kemampuan pemecahan masalah siswa di kelas kontrol. Sebelum memilih rumus t yang digunakan, terlebih dulu diuji kesamaan dua variansnya (homogen). Uji kesamaan varian dilakukan untuk menguji hipotesis. H0 : H1 : dengan menggunakan rumus: F =
Varian besar Varian kecil
Kemudian nilai Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dengan melihat dk pembilang n1– 1 (untuk variabel 1) dan dk penyebut n2 – 1 (untuk variabel 2) dengan kriteria jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak (Sukestiyarno, 2005).
http://digilib.unimus.ac.id
14
Rumus uji statistik untuk kasus varians sama: t = 2
x1 − x 2 s2
(
1 n1
+
1 n2
)
2
(n − 1) s1 + (n2 − 1) s2 Dimana s = 1 . n1 + n2 − 2 2
Rumus uji statistik untuk kasus varians tidak sama: Hipotesis :
t' =
x1 − x2 s12 s2 2 n + n 2 1
H0 : μ1 ≤ μ2 (rataan kelas kontrol lebih baik dari kelas eksperimen) H1 : μ1 > μ2 (rataan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol) Penelitian ini menggunakan α = 0,05 atau 5%, Kriteria : H1 diterima bila t (hitung) > t (tabel). IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu perangkat pembelajaran divalidasi oleh para ahli, secara lengkap hasil validasi perangkat pembelajaran dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Validasi Ahli No. 1 2 4 5 6
Validator 1 2 4 5 6 Jumlah Rata-rata Kriteria
Silabus 4,2 4,4 4,3 4,6 4,4 17,5 4,4 RK
Rata- rata hasil validasi Buku RPP LKS Siswa 3,6 4,3 4,0 4,3 4,4 4,6 4,3 4,2 4,2 4,6 4,5 4,6 4,3 4,7 4,2 16,8 17,4 17,4 4,2 4,4 4,4 RK RK RK
THB V V V V V
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian maka akan dianalisis untuk membuktikan hipotesis.
http://digilib.unimus.ac.id
15 4.1.2.
Uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil perhitungan untuk anaslisis One Sample T-Test Nilai rata-rata 76,9
μ0 72,0
t-test hitung 4,072
t tabel 1,697
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 76,9 dan diperoleh thitung = 4,072 > ttabel = 1,697 Karena thitung > ttabel , (4,072 > 1,697), maka hipotesis H0 ditolak dan hipotesis H1 diterima. Dengan demikian, disimpulkan bahwa pembelajaran metode MURDER bernuansa PBL kemampuan pemecahan masalah dapat mencapai KKM. Uji proporsi dilakukan untuk mengetahui apakah nilai siswa minimal lebih besar dari KKM yaitu persentase lebih besar dari 85%. Untuk mengetahui dilakukan dengan uji z. Berdasarkan perhitungan nilai z = 0,327 berada diantara z tabel yaitu 1,64 dan -1,64 dengan tingkat kesalahan 5% maka H0 diterima. Sehingga bisa disimpulkan bahwa ketuntasan belajar tercapai. 4.1.3.
Uji pengaruh kemahiran berproses terhadap kemampuan pemecahan masalah Pengaruh kemahiran proses terhadap kemampuan pemecahan masalah menunjukkan angka yang signifikan yaitu sebesar 87,1% dengan persamaan regresinya Ŷ = - 19,131 + 1,234 x. Sedangkan pengaruh keaktifan terhadap kemampuan pemacahan masalah menunjukkan angka yang signifikan pula yaitu sebesar 73,4% dengan persamaan regresinya Ŷ = - 39,530 + 1,472 x. Secara bersama-sama kemahiran berproses dan keaktifan berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah menunjukkan angka yang signifikan pula yaitu sebesar 88,6% dengan persamaan regresi Ŷ = - 30,359 + 0,397x1 + 0,957x2.
4.1.4.
Uji banding kemampuan pemecahan masalah Berdasarkan penghitungan diperoleh thitung = 2,317 > ttabel = 2,00. Karena thitung > ttabel (2,317 < 2,00), maka hipotesis H1 diterima dan H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa kelas dengan metode MURDER bernuansa PBL lebih baik daripada kelas dengan pembelajaran konvensional. 4.2.
Pembahasan Hasil Penelitian
http://digilib.unimus.ac.id
16 Berdasarkan hasil analisis akan dibahas untuk membuktikan hipotesis yang telah ditentukan. Pembahasan penelitian sebagai berikut. 4.2.1.
Pengembangan perangkat pembelajaran valid Penelitian ini diawali dengan permasalahan bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang berdasarkan metode MURDER bernuansa PBL. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi Buku siswa, silabus, RPP, LKS, dan THB. Dalam pengembangan instrumen tersebut digunakan model pengembangan Thigaragan, Semmel dan Semmel yang terdiri dari empat tahap yang dikenal dengan sebutan model 4-D yaitu tahap pendefinisian atau (define),perencanaan
( design ),pengembangan ( develop ), dan
pendesiminasian ( disseminate ). Tahap pendefinisian dihasilkan analisis topik/ materi, analisis siswa, analisis tugas dan indikator pembelajaran. Tahap kedua perencanaan, dihasilkan draft I dilakukan dengan bimbingan intensif dari pembimbing tesis. Tahap ketiga adalah pengembangan, draft I perangkat pembelajaran divalidasi oleh validator. Draft I perangkat pembelajaran kemudian divalidasi oleh ahli yang merupakan validasi isi (Arikunto, 1999) yang berkompetan dibidangnya untuk menilai kelayakan perangkat pembelajaran. Melalui validasi perangkat pembelajaran dari validator diperoleh hasil silabus 4,4, RPP 4,2, buku siswa 4,4, LKS 4,4 dan tes evaluasi belajar yang valid. Melalui perangkat pembelajaran yang mempunyai kualitas sangat baik membuat kegiatan belajar berjalan baik yang berpengaruh pada hasil belajar yang baik pula. Selain itu untuk mengetahui validitas THB digunakan validitas empiris (Arikunto, 1999). Draft II perangkat pembelajaran ini kemudian disimulasikan kepada teman sejawat dengan tujuan untuk memperoleh masukan. Hasil simulasi digunakan sebagai dasar untuk merevisi sehingga diperoleh draft III perangkat pembelajaran yang siap digunakan untuk uji coba pada siswa sesungguhnya. Selanjutnya dilakukan uji coba pada kelas VII A. Pelaksanaan uji coba ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada langkah-langkah yang telah direncanakan dalam RPP. Selama kegiatan pembelajaran dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan kemahiran berproses. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat diterapkan di dalam kelas dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan besarnya skor aktifitas dan kemahiran berproses siswa dan dikategorikan baik. Dengan demikian perangkat pembelajaran tersebut dapat digunakan dalam kelas penyebaran. Aktivitas siswa tergolong baik dan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, dengan rata-rata keaktifan siswa 4, dengan demikian pembelajaran lebih
http://digilib.unimus.ac.id
17 berpusat pada siswa dan peran guru dalam pembelajaran hanya sebagai fasilitator. Kemahiran berproses siswa tergolong baik dan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, dengan ratarata kemahiran berproses siswa 4, dengan demikian siswa mempunyai kemampuan psikomotorik matematika yang baik. 4.2.2.
Implementasi metode belajar yang efektif Indikasi pembelajaran yang efektif jika (1) tuntas variabel pemecahan masalah, (2) ada pengaruh variabel kemahiran berproses dan keaktifan terhadap variabel kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran dan (3) variabel pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Ketuntasan kemampuan pemecahan masalah Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa siswa telah menguasai materi pembelajaran karena telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan. Disamping itu, ketuntasan belajar yang dicapai oleh siswa kelas VIIA melebihi kriteria ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan oleh SMP Negeri I Brangsong yaitu sebesar 69 dan ketuntasan yang ditentukan peneliti yaitu 72. Hal ini disebabkan oleh adanya perangkat pembelajaran yang valid dan pembelajaran dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL yang efektif. Adanya LKS yang harus diselesaikan siswa sebelum pembelajaran, dan adanya CD pembelajaran yang membantu siswa belajar mandiri sehingga bisa membuat siswa mempunyai pengetahuan awal sebelum kegiatan pembelajaran. Kondisi pembelajaran tersebut membuat hasil belajar siswa sangat baik sesuai dengan pendapat Ruseffendi, (1991:36) yang menjelaskan siswa yang mengikuti pelajaran matematika dengan sungguhsungguh, mengerjakan tugas dengan baik, bisa dijadikan petunjuk bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika Pemberian pop quiz disetiap akhir pertemuan menyebabkan siswa mengetahui sejak dini kemampuan yang dimilikinya, sehingga akan mendorong siswa untuk mempelajari dan menguasai materi lebih baik. Pemberian pop quiz merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat dan memperdalam penguasaan materi yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Lambas (Anwar, 2006: 107) yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan retensi siswa dapat dilakukan dengan memberikan latihan dan mengulang secara periodik dan sistematik. Berdasarkan proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang valid dan metode belajar MURDER bernuansa PBL dihasilkan pembelajaran yang efektif.
http://digilib.unimus.ac.id
18 Hal ini ditunjukkan dengan terpenuhinya ketuntasan belajar yang telah ditetapkan. Ketuntasan belajar yang dicapai sebesar 76,9 melebihi ketuntasan belajar yang telah ditetapkan SMP Negeri 1 Brangsong sebesar 69 dan ketuntasan yang ditetapkan peneliti yaitu 72. Ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemahiran berproses dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah sebesar 87,1%, keaktifan siswa mempunyai pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah sebesar 73,4%. Sedangkan secara bersama-sama kemahiran berproses dan keaktifan siswa berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah sebesar 88,6%. Secara teoretis hal ini tentu saja terjadi dan telah dibuktikan secara empiris. Hal ini selaras bahwa aktifitas siswa merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh guru, sehingga pembelajaran yang ditempuh benar-benar akan memperoleh hasil yang optimal (Ruyan, 1992: 128). Selain itu aktifitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar dan hasil belajar (Sardiman, 2006). Pada pembelajaran ini siswa tidak merasa takut, cemas, sehingga memuncul kepercayaan diri sesuai dengan teori Piaget yang menyatakan pembelajaran harus mengutamakan peran siswa berinisiatif sendiri dan terlibat aktif terhadap masalah serta kegiatan yang diberikan guru. Pendekatan kemahiran proses ini merupakan pendekatan yang paling sesuai dengan pelaksaksanaan pembelajaran di sekolah (Semiawan,1992). Variabel dependen kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol Berdasarkan hasil analisis uji banding hasil tes kemampuan pemecahan masalah berdasarkan perbedaan metode dan media pembelajaran, diperoleh hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL lebih baik. Ada tiga hal yang mempengaruhi capaian ini, yaitu perangkat pembelajaran yang valid, pelaksanaan metode belajar dan penggunaan media pembelajaran. Boyle (1999:116) menyatakan bahwa problem based learning
(PBL) adalah suatu pendekatan yang
mengedepankan prinsip student centered learning. Selaras dengan hasil penelitian Hidayah dan Sugiman (1998) bahwa penggunaan media pembelajaran menunjukkan siswa menjadi lebih aktif dan pembelajaran yang berlangsung menjadi bermakna. Selain itu kemampuan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui pembelajaran Problem Solving (Pujiadi, 2008). Nilai rata-rata hasil belajar siswa/ kemampuan pemecahan masalah di kelas eksperimen sebesar 76,9 lebih besar dari rata-rata hasil belajar siswa di kelas kontrol sebesar 73,2.
http://digilib.unimus.ac.id
19 V. PENUTUP 5. 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada BAB IV, diperoleh simpulan sebagai berikut. 1. Dihasilkan perangkat pembelajaran dengan metode belajar MURDER bernuansa PBL yang valid. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan meliputi silabus, buku siswa, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kegiatan siswa (LKS), dan tes hasil belajar (THB). 2. Implementasi metode belajar MURDER bernuansa PBL dengan perangkat pembelajaran yang sudah dikembangkan pada materi keliling dan luas bangun datar kelas VII efektif. 1.1. Variabel kemampuan pemecahan masalah tuntas Pembelajaran menggunakan metode belajar MURDER bernuansa PBL mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dengan rata-rata 76,9 > 73,2 dengan persentase kelulusan 87,1%. 1.2. Ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Pengaruh kemahiran proses terhadap kemampuan pemecahan masalah menunjukkan angka yang signifikan yaitu sebesar 87,1% dengan persamaan regresinya Ŷ = - 19,131 + 1,234 x. Sedangkan pengaruh keaktifan terhadap kemampuan pemacahan masalah menunjukkan angka yang signifikan pula yaitu sebesar 73,4% dengan persamaan regresinya Ŷ = - 39,530 + 1,472 x. Secara bersama-sama kemahiran berproses dan keaktifan berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah menunjukkan angka yang signifikan pula yaitu sebesar 88,6% dengan persamaan regresi Ŷ = - 30,359 + 0,397x1 + 0,957x2. 1.3. Variabel kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik dari kelas
kontrol Nilai rata-rata hasil belajar siswa / kemampuan pemecahan masalah di kelas eksperimen sebesar 76,9 lebih besar dari rata-rata hasil belajar siswa di kelas kontrol sebesar 73,2. 5.2 Saran 1.
Guru hendaknya dapat menggunakan metode MURDER bernuansa PBL untuk meningkatkan keaktifan, kemahiran berproses, dan kemampuan pemecahan masalah khususnya pada materi bangun datar.
http://digilib.unimus.ac.id
20 2.
Guru hendaknya meningkatkan aktivitas siswa dan kemahiran berproses dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan pencapaian hasil belajar siswa dapat lebih optimal.
3.
Guru hendaknya dalam pembelajaran memberi kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk menyelesaikan persoalan berbentuk pemecahan masalah.
4.
Perlunya penelitian lebih lanjut untuk materi dan kelas yang berbeda, dan jika memungkinkan untuk mata pelajaran lain yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA Andrews, D.H., and L.A. Goodson. 1980. A Comparative Analysis of Models of Instructional Design. Journal of Instructional Development, 3 (4): 2-16. New York: Springer. Anwar, K. 2006. Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Turnamen Belajar Untuk Meningkatkan Ketuntasan Belajar Matematika pada Siswa SMA. Tesis. Semarang : PPs Unnes. Arikunto, S. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). Bandung: Bumi Aksara. Barody, A. J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8: Helping Children Thing Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company. Besana, G.M., Fries, M., dan Kilibarda, V. 2001. Problem-based Learning in Geometry Courses: the Impact on Pre-service Teachers dalam PBL Insight, 3(3):1 hlm 3-11. Boyle, C.R. 1999. A Problem-Based Learning Approach to Teaching Biostatistics. Mississippi State University dalam Journal of Statistics Education v.7, n.1. Page: 115-127. Bransford , J., and B.S. Stein. 1993. The IDEAL Problem Solver: A Guide for Improving Thinking, Learning, and Creativity (2nd ed). New York: W.H. Freeman.
http://digilib.unimus.ac.id
21 Dwijanto. 2007. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa. Disertasi. Bandung: Pascasajana UPI. Hidayah, I. dan Sugiman. 1998. Pengembangan Model Pengajaran Matematika SD Bercirikan Pendayagunaan Alat Peraga. Laporan Penelitian Dosen Muda Tahap I. Semarang: IKIP Semarang (Tidak diterbitkan). Jonassen, D. H. 2000. Toward a Design Theory of Problem Solving. Educational Technology Research and Development 48 (4): 63-85. New York: Springer. National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Stan-dards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM Polya, G. 1973. How To Solve It. Princeton: Princeton University Press. Pugalee, D. K. 2004. Comparison of Verbal and Written Descriptions of Students' Problem Solving Processes. Educational Studies in Mathematics 55 (1): 27-47. New York: Springer. Pujiadi. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Creative Problem Solving (Cps) Berbantuan Cd Interaktif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa Sma Kelas X. Tesis. Semarang: UNNES (Tidak diterbitkan). Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar kepada membantu guru mengembangkan kompetensinya dalam pengajaran matematika untuk meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito. Ruyan, T. 1992. Pendekatan dalam Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sardiman, A. M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Grafindo Persada. Simamora, 2008 . Buku Ajar Dalam Pendidikan Keperawatan. Jakarta. EGP Semiawan, Conny. 1992. Pendekatan Ketrampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia. Soedjoko, E. 2004. Mengevaluasi Kegiatan Penalaran dan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Disajikan dalam Konferensi Nasional Matematika XII, Bali 23 – 27 Juli 2004. Solso, R. L. 1995. Cognitive Psychology. Needham Heights, M. A. Allyn & Bacon. Steen, Lynn Arthur. 2001. Revolution by Stealth: Redefining University Mathematics dalam The Teaching and Learning at University Level. Boston: Kluwer Academic publisher. Vol VII. Page 303-312 Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sukestiyarno, YL. 2005. Modul Kuliah SPSS. Semarang : Program Pascasarjana Unnes.
http://digilib.unimus.ac.id
22 , 2010. Olah Data Penelitian Berbantuan SPSS. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Thiagarajan, S. & Semmel, D.S. & Semmel, I.M. 1974. Instructional Development for Trainning Teachers of Exceptional Children. Bloomington: Indiana University. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana
http://digilib.unimus.ac.id