PENGEMBANGAN PENGAJARAN BERBASIS ICT DI SEKOLAH
"Mari wujudkan sekolah yang berstandar dan bermutu" Layanan Pelatihan ICT untuk sekolah khususnya SSN dan SBI rasional. Kebutuhan akan multimedia interaktif semakin dirasakan, mengingat kondisi perkembangan tekhnologi Informasi (IT) semakin berkembang pesat. Dalam dunia pendidikan misalnya siswa mulai dari pra sekolah, SD, SMP dan SMU/SMK dituntut untuk mengenal IT sejak dini. Kebutuhan ini tidak hanya sebagai wacana tetapi didelegasi melalui terbitnya kurikulum 2004 yang memasukan mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sekolah, lebih khusus lagi SMK IT secara spesifik mempelajari IT sebagai suatu keahlian produktif. Untuk menunjang masuknya IT di sekolah, pemerintah secara bertahap membantu sekolah-sekolah dengan memberikan perangkat hardware komputer sebagai alat praktek dan ditunjang dengan diberikannya BOM (bantuan operasional manajemen) yang salah satunya harus dibelanjakan untuk membeli software komputer untuk menunjang pembelajaran IT dan penguasaan materi pelajaran umum dengan bantuan IT. Dengan demikian jelas bahwa kebutuhan bahan pembelajaran berbasis ICT sebagai alat untuk membantu siswa menguasai IT dan materi pelajaran umum lainnya dengan lebih cepat, menyenangkan dan meningkatkan hasil belajar, menjadi kebutuhan yang mendesak untuk tercapainya kualitas pembelajaran yang diharapkan. Atas dasar pentingnya bahan pembelajaran berbasis ICT yang dirancang oleh guru bagi peningkatan kualitas pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan untuk kepentingan publikasi komunikasi dan informasi lembaga, maka sudah menjadi kebutuhan yang mendesak adanya peningkatan kemampuan para pelaku pendidikan/pelatihan terutama guru untuk memiliki kemampuan dalam merancang multimedia interaktif untuk mengemas berbagai materi-materi pelajaran. Dengan demikian diperlukan adanya kegiatan pelatihan pembuatan multimedia interaktif berbasis komputer.
JENIS KEGIATAN PENGEMBANGAN Terdapat beberapa jenis kegiatan pengembangan kompetensi guru SD/MI,SMP/MTS,SMA/MA dan SMK dalam penguasaan ICT untuk diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran, yakni: pelatihan pembuatan desain presentasi multimedia yang meliputi desain pesan dan penguasaan tool multimedia projector, pelatihan pembuatan CD interaktif berbagai mata pelajaran, pelatihan internet dasar dan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar efektif, pelatihan pembuatan web blog dan pelatihan pembuatan desain web untuk E-learning dan learning management system (LMS). TUJUAN KEGIATAN PENGEMBANGAN Para guru memiliki kompetensi dalam pembuatan desain presentasi multimedia yang meliputi desain pesan dan penguasaan tool multimedia projector, para guru memiliki kompetensi dalam pembuatan CD interaktif berbagai mata pelajaran yang dikuasainya untuk digunakan dalam PBM, para guru memiliki kompetensi dalam penguasaan internet dasar dan pemanfaatan internet sebagai sumber belajar efektif, para guru memiliki kompetensi dalam pembuatan web blog dan para guru memiliki kompetensi dalam pembuatan desain web untuk E-Learning dan learning management System (LMS). MATERI PELATIHAN Pelatihan pembuatan desain presentasi multimedia yang meliputi desain pesan dan penguasaan tool multimedia projector meliputi power point 2003/2007 basic dan enrichment, power point to flash, articulate presenter, teknik penggunaan (use) dan pemeliharaan (maintenance) multimedia projector (all brand all type), dan prinsip-prinsip desain presentasi sesuai dengan kaidah komunikasi visual teknologi pembelajaran. PELATIHAN PEMBUATAN CD INTERAKTIF BERBAGAI MATA PELAJARAN Meliputi konsep dasar multimedia interaktif, teknik pembuatan flowchart dan storyboard, desain grafis untuk multimedia interaktif, programming dengan macromedia flash dan macromedia director, dan animasi dengan Swish Max dan 3D cool.
PELATIHAN INTERNET DASAR DAN PEMANFAATAN INTERNET SEBAGAI SUMBER BELAJAR EFEKTIF Meliputi sejarah internet, trik browsing untuk pencarian bahan pembelajaran yang efektif, mendaftar dan memelihara email,Chatting, milling list dan news group dan teknik download text, animasi dan video. PELATIHAN PEMBUATAN WEB BLOG Meliputi konsep, fungsi dan manfaat web blog, trik customis dan desain template web blog, dan management web blog sebagai bahan pembelajaran yang efektif. PELATIHAN PEMBUATAN DESAIN WEB UNTUK E-LEARNING DAN LMS Meliputi Konsep, prinsip dan prosedur e-learning, perancangan naskah untuk elearning, desain web dengan Adobe dreamweaver atau microsoft front page, data base management system denagn MySQL dan pemanfaatan e-learning menggunakan software open source. PELATIHAN PEMBUATAN BAHAN AJAR CETAK BERBASIS KOMPUTER Meliputi konsep, prinsip dan prosedur pembuatan bahan ajar cetak berbasis ICT, teknik pembuatan brosur, liflet, banner, poster, komik, dll. Pengolahan objek gambar dengan adobe photoshop CS dan pembuatan bahan ajar berbasis vektor dengan corel draw untuk: mengatur layout, membuat logo. OUTPUT Dihasilkannya produk media presentasi hasil rancangan guru yang membuat berbagai mata pelajaran yang dikuasainya mulai IPA, IPS, Matematika, Bahsa, Agama dan lain-lain, dihasilkannya naskah-naskah CD interaktif hasil buatan guru yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk CD interaktif, dihasilkannya produk CD interaktif yang inovatif, kreatif, edukatif dan menyenangkan hasil rancangan guru yang membuat berbagai mata pelajaran yang dikuasainya mulai IPA, IPS , Matematika, Bahasa, Agama dan lain-lain. Dihasilkannya produk media dan sumber belajar yang diambil dari internet hasil pencarian guru yang membuat berbagai mata pelajaran yang dikuasainya. Bahan-bahan tersebut berupa :
(1) Jurnal dan artikel pendidikan, (2) Hasil penelitian khususnya PTK, (3) Video pembelajaran, (4) Buku-buku bermanfaat dalam bentuk e-book, (5) Foto-foto sebagai bahan pembelajaran, serta (6) Animasi bahan pembelajaran dalam bentuk SWF. Dihasilkannya web blog guru unutk profil pribadi, sekolah maupun bahan pembelajaran.
TEKNOLOGI INFORMASI, INOVASI BAGI DUNIA PENDIDIKAN KEDUDUKAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBELAJARAN Penggunaan Teknologi Informasi (TI) dalam pembelajaran seiring perkembangan jaman pertukaran informasi semakin cepat dan instant, sehingga penggunaan system tradisional dalam mengajar yang mengandalkan tatap muka antar guru dan murid akan menghasilkan pendidikan yang sangat lambat dan tidak seiring perkembangan jaman. Sistem tradasional ini seharusnya sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media komunikasi multi media. Karena sifat internet yang dapat dihubungkan setiap saat, artinya siswa dapat memanfaatkan program-prgram pendidikan yang disediakan di jaringan Internet kapan saja sesuai dengan waktu luang mereka, sehingga kendala ruang dan waktu yang mereka hadapi untuk mencari sumber belajar dapa teratasi. �Kedudukan IT bagi Pendidikan Sudah selayaknya lembaga-lembaga pendidikan yang ada segera memperkenalkan dan memulai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai basis pembelajaran yang lebih mutakhir. Hal ini menjadi penting, mengingat penggunaan IT merupakan salah satu faktor penting yang memungkinkan kecepatan transformasi ilmu pengetahuan kepada para peserta didik, generasi bangsa ini secara lebih luas. Dalam konteks yang lebih spesifik, dapat dikatakan bahwa kebijakan penyelenggararan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat harus mampu memberikan akses pemahaman dan penguasaan teknologi mutakhir yang luas kepada para peserta didik. Program pembangunan pendidikan yang terpadu dan terarah yang berbasis teknologi paling tidak akan memberikan multiplier effect dan nurturant effect terhadap hampir semua sisi pembangunan pendidikan. Sehingga IT berfungsi untuk memperkecil kesenjangan penguasan teknologi mutakhir khususunya dalam dunia pendidikan. Pembangunan pendidikan berbasis IT setidaknya
memberikan dua keuntungan. Pertama, sebagai pendorong komunitas pendidikan (termasuk guru) untuk lebih apresiatif dan proaktif dalam maksimalisasi potensi pendidikan. Kedua, memberikan kesempatan luas kepada peserta didik memanfaatkan setiap potensi yang ada dapat diperoleh dari sumber-sumber yang tidak terbatas. Adapun kedudukan IT dalam pendidikan yang lain adalah : a. Mempermudah kerjasama antara pakar dengan mahasiswa, menghilangkan batasan ruang, jarak dan waktu. b. Sharing Informatioan , sehingga hasil penelitian dapat digunakan bersamasama dan mempercepat pengembangan ilmu pengetahuan c. Virtual University, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak �Pemanfaatan IT bagi Pendidikan Pesatnya perkembangan IT, khususnya internet memungkinkan pengembangan layanan informasi yang lebih baik dalam suatu institusi pendidikan. Di lingkungan perguruan tinggi, pemanfaatan IT lainnya yaitu diwujudkan dalam suatu system yang disebut electronic university (euniversity). Pengembangan e-University bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan, sehingga perguruan tinggi dapat memberi pelayanan informasi yang lebih baik kepada komunitasnya, baik didalam maupun diluar perguruan tinggi tersebut melalui internet. Layanan pendidikan lain yang bisa dilaksanakan melalui internet yaitu dengan menyediakan materi kuliah secara on-line dan materi kuliah tersebut dapat diakses oleh siapa saja yang membutuhkan, sehingga memberikan informasi bagi yang sulit mendapatkannya karena problem ruang dan waktu. Lingkungan Akademis Pendidikan Indonesia yang mengenal alias sudah akrab dengan Implikasi IT di bidang Pendidikan adalah UI dan ITB. Semisalnya UI. Hampir setiap Fakultas yang terdapat di UI memiliki jaringan yang dapat di akses oleh masyarakat, memberikan informasi bahkan bagi yang sulit mendapatkannya karena problema ruang dan waktu. Hal ini juga tentunya sangat membantu bagi calon mahasiswa maupun mahasiswa atau bahkan alumni yang membutuhkan informasi tentang biaya kuliah, kurikulum, dosen
pembimbing, atau banyak yang lainnya. Contoh lain adalah Universitas Swasta Bina Nusantara juga memiliki jaringan Internet yang sangat mantap, yang melayakkan mereka mendapatkan penghargaan akademi pendidikan Indonesia dengan situs terbaik. Layanan yang disediakan pada situs mereka dapat dibandingkan dengan layanan yang disediakan oleh situs-situs pendidikan luar negeri seperti Institut Pendidikan California atau Institut Pendidikan Virginia, dan sebagainya. Pada tingkat pendidikan SMP/SMA/SMK implikasi IT juga sudah mulai dilakukan walau belum mampu menjajal dengan implikasi-implikasinya pada tingkatan pendidikan lanjutan. Di SMP/SMA/SMK ini rata-rata penggunaan internet hanyalah sebagai fasilitas tambahan dan lagi IT belum menjadi kurikulum utama yang diajarkan untuk siswa. IT belum menjadi media database utama bagi nilai-nilai, kurikulum, siswa, guru atau yang lainnya. Namun prospek untuk masa depan, penggunaan IT di SMP/SMA/SMK cukup cerah. Selain untuk melayani Institut pendidikan secara khusus, adapula yang untuk dunia pendidikan secara umum di indonesia. Ada juga layanan situs internet yang menyajikan kegiatan sistem pendidikan di indonesia. situs ini dimaksudkan untuk merangkum informasi yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan yang terjadi dan untuk menyajikan sumber umum serta jaringan komunikasi (forum) bagi administrator sekolah, para pendidik dan para peminat lainnya. Tujuan utama dari situs ini adalah sebagai wadah untuk saling berhubungan yang dapat menampung semua sektor utama pendidikan. Disamping lingkungan pendidikan, misalnya pada kegiatan penelitian kita dapat memanfaatkan internet guna mencari bahan atau pun data yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut melalui mesin pencari pada internet. Situs tersebut sangat berguna pada saat kita membutuhkan artikel, jurnal ataupun referensi yang dibutuhkan. Inisiatif-inisiatif penggunaan IT dan Internet di luar institusi pendidikan formal tetapi masih berkaitan dengan lingkungan pendidikan di Indonesia sudah mulai bermunculan. Salah satu inisiatif yang sekarang sudah ada adalah situs penyelenggara “Komunitas Sekolah Indonesia”. Situs yang menyelenggarakan kegiatan tersebut contohnya e-dukasi.net, plasa.com dan smu-net.com
Pengembangan dan penerapan IT juga bermafaat untuk pendidikan dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Salah satu aspeknya adalah kondisi geografis Indonesia dengan sekian banyaknya pulau yang berpencar-pencar dan kontur permukaan buminya yang seringkali tidak bersahabat, biasanya diajukan untuk menjagokan pengembangan dan penerapan IT untuk pendidikan. IT sangat mampu dan dijagokan agar menjadi fsasilitator utama untuk meratakan pendidikan di bumi nusantara, sebab IT yang mengandalkan kemampuan pembelajaran jarak jauhnya tidak terpisah oleh ruang, jarak dan waktu. Demi penggapaian daerah-daerah yang sulit tentunya penerapan ini agar dilakukan sesegera mungkin di Indonesia. Adapun manfaat IT bagi bidang pendidikan yang lain adalah : a. b. c. d. e. f. g. h.
Akses ke perpustakaan Akses ke pakar Melaksanakan kuliah secara on line Menyediakan layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan Menyediakan fasilitas mesin pencari data Menyediakan fasilitas diskusi Menyediakan fasilitas direktori alumni dan sekolah Menyediakan fasilitas kerjasama
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI Kemajuan teknologi dewasa ini dan di masa-masa yang akan datang terutama di bidang informasi dan komunikasi telah menyebabkan dunia ini menjadi sempit cakupannya. Interaksi antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja menjadi semakin intensif. Demikian juga yang terjadi di Indonesia dan negara-negara di dunia globalisasi sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari. Pada era globalisasi, ada kecenderungan yang kuat terjadinya proses universalisasi yang melanda seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu implikasi penyeragaman terlihat dengan munculnya gaya hidup global seperti: makanan, pakaian dan musik. Anak-anak kecil yang telah mengenal
film-film kartun dari berbagai negara, kita yang sudah mengenal berbagai jenis makanan dari berbagai bangsa, demam mode dunia yang melanda semua negara adalah contoh nyata bahwa pengaruh global mengalir tanpa terbendung di negara kita. Banyak hal yang perlu dicermati agar sebagai bangsa kita tidak tertinggal oleh hal-hal baru yang terjadi secara global sehingga kita bisa beradaptasi dengan negara-negara di dunia. Di sisi lain kita juga harus punya filter yang kuat agar pengaruh globalisasai yang negatif tidak menggaanggu kehidupan bangsa kita yang menjunjung tinggi budi pekerti dan memiliki budaya yang luhur. Hal ini penting agar kita bisa menjadi bangsa yang bermartabat tanpa harus ketinggalan dengan negara-negara lain. Di bidang pendidikan, peran guru untuk mendidik peserta didik menjadi manusia yang selalu mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan akar budaya sangat penting dalam menentukan perjalanan generasi bangsa ini. Guru dituntut menjadi pendidik yang bisa menjembatani kepentingankepentingan itu. Tentu saja melalui usaha-usaha nyata yang bisa diterapkan dalam mendidik pesera didiknya.
DUNIA PENDIDIKAN KONVENSIONAL INDONESIA Secara umum Dunia Pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana yang publik di Indonesia, dalam arti dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi perhatian. Upaya-upaya peningkatan kualitas mutu serta kuantitas yang membawa nama pendidikan telah dilakukan oleh pihak pemerintah, walau sampai saat ini kita belum melihat hasil dari usaha tersebut. e-Education, istilah ini mungkin masih asing bagi bangsa Indonesia. eeducation (Electronic Education) ialah istilah penggunaan IT di bidang Pendidikan. Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses. Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi masalah lagi. Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. (Berapa banyak perpustakaan di Indonesia, dan bagaimana kualitasnya?) Adanya Internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat berupa Digital Library. Sudah banyak cerita tentang pertolongan Internet dalam penelitian, tugas akhir. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat dilakukan melalui Internet. Tanpa adanya Internet banyak tugas akhir dan thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan. Ketidakefektifan adalah kata yang paling cocok untuk sistem ini, sebab seiring dengan perkembangan zaman, pertukaran informasi menjadi semakin cepat dan instan, namun institut yang masih menggunakan sistem tradisional ini mengajar (di jenjang sekolah tinggi kita anggap memberikan informasi) dengan sangat lambat dan tidak seiring dengan perkembangan IT. Sistem konvensional ini seharusnya sudah ditinggalkan sejak ditemukannya media komunikasi multimedia. Karena sifat Internet yang dapat dihubungi setiap saat, artinya siswa dapat memanfaatkan program-program pendidikan yang disediakan di jaringan Internet kapan saja sesuai dengan waktu luang mereka sehingga kendala ruang dan waktu yang mereka hadapi untuk mencari sumber belajar dapat teratasi. Dengan perkembangan pesat di bidang
teknologi telekomunikasi, multimedia, dan informasi; mendengarkan ceramah, mencatat di atas kertas sudah tentu ketinggalan jaman. Contoh-contoh IT Dalam Dunia Pendidikan Arti IT bagi dunia pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai untuk menyiarkan program pendidikan. Namun hal Pemanfaatan IT ini di Indonesia baru memasuki tahap mempelajari berbagai kemungkinan pengembangan dan penerapan IT untuk pendidikan memasuki milenium ketiga ini. Padahal penggunaan IT ini telah bukanlah suatu wacana yang asing di negeri yang sudah maju. Berikut ini ialah sampel-sampel dari luar negeri hasil revolusi dari sistem pendidikan yang berhasil memanfaatkan Teknologi Informasi untuk menunjang proses pembelajaran mereka: 1. Sekolah Dasar (SD) River Oaks di Oaksville, Ontario, Kanada, merupakan contoh tentang apa yang bakal terjadi di sekolah. SD ini dibangun dengan visi khusus: sekolah harus bisa membuat murid memasuki era informasi instan dengan penuh keyakinan. Setiap murid di setiap kelas berkesempatan untuk berhubungan dengan seluruh jaringan komputer sekolah. CD-ROM adalah fakta tentang kehidupan. Sekolah ini bahkan tidak memiiki ensiklopedia dalam bentuk cetakan. Di seluruh perpustakaan, referensinya disimpan di dalam disket video interaktif dan CD-ROM-bisa langsung diakses oleh siapa saja, dan dalam berbagai bentuk : sehingga gambar dan fakta bisa dikombinasikan sebelum dicetak, foto bisa digabungkan dengan informasi. 2. SMA Lester B. Pearson di Kanada merupakan model lain dari era komputer ini. Sekolah ini memiliki 300 komputer untuk 1200 murid. Dan sekolah ini memiliki angka putus sekolah yang terendah di Kanada: 4% dibandingkan rata-rata nasional sebesar 30% 3. Prestasi lebih spektakuler ditunjukkan oleh SMP Christopher Columbus di Union City, New Jersey. Di akhir 1980-an, nilai ujian sekolah ini begitu rendah, dan jumlah murid absen dan putus sekolah begitu tinggi hingga negara bagian memutuskan untuk mengambil alih. Lebih dari 99% murid berasal dari keluarga yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua �IT Sebagai Media Pembelajaran Multimedia
Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh menempuh ruang dan waktu untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring dan mailing list. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di Sulawesi dapat berdiskusi masalah teknologi komputer dengan seorang pakar di universitas terkemuka di pulau Jawa. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharing information juga sangat dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan teknologi. Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 - 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan Virtual University ini adalah www.ibuteledukasi.com. Mungkin sekarang ini Virtual University layanannya belum efektif karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan Virtual University ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal semisal Video Streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpi-impikan oleh setiap ahli IT di dunia Pendidikan. Virtual School juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke depan. Bagi Indonesia, manfaat-manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan. Untuk merangkumkan manfaat Internet bagi bidang
pendidikan di Indonesia : Akses ke perpustakaan, akses ke pakar, melaksanakan kegiatan kuliah secara online, menyediakan layanan informasi akademik suatu institusi pendidikan, menyediakan fasilitas mesin pencari data, menyediakan fasilitas diskusi, menyediakan fasilitas direktori alumni dan sekolah, menyediakan fasilitas kerjasama, dan lain - lain. �Kendala-Kendala Pengimplikasian di Indonesia Jika memang IT dan Internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin. Kesiapan pemerintah Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini. Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Sebab perlu diketahui bahwa Cyber Law belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia. Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia. Untuk itu perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet. Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta, walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada pemerintah. Sebab pemerintah-lah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan. Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan. Saat ini baru Institut-institut pendidikan unggulan yang memiliki fasilitas untuk mengakses jaringan IT yang memadai. Padahal masih banyak institut-institut pendidikan lainnya yang belum diperlengkapi dengan fasilitas IT.
E-LEARNING SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN PENDIDIKAN INDONESIA IT atau Information Technology memberikan kontribusi yang luar biasa dalam hal penyebaran materi Informasi ke seluruh belahan dunia. IT merupakan suatu alat Globalisator yang luar biasa – salah satu instrumen vital untuk memicu time-space compression (menyusutnya ruang dan waktu), karena kontaknya yang tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat massal dan melibatkan ribuan orang. Hanya dengan berada di depan komputer yang terhubung dengan internet, seseorang bisa terhubung ke dunia virtual global untuk ‘bermain’ informasi dengan ribuan komputer penyedia informasi yang dibutuhkan, yang juga terhubung ke internet pada saat itu. Perkembangan IT yang sedemikian pesat tersebut menciptakan kultur baru bagi semua orang di seluruh dunia. Dunia pendidikan pun tak luput dari sentuhannya. Integrasi teknologi informasi ke dalam duina pendidikan telah menciptakan pengaruh besar. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi, mutu dan efisiensi pendidikan dapat ditingkatkan. Di tengah kemelut dunia pendidikan Indonesia yang tak kunjung selesai, kehadiran teknologi informasi menjadi satu titik cerah yang diharapkan mampu memberi sumbangan berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. saat ini mutu pendidikan Indonesia masih sangat rendah. Laporan tahunan Human development Index UNDP tahun 2004 menempatkan Indonesia pada posisi 111 dari 175 negara. Adapun hasil survai tentang kualitas pendidikan di Asia yang dilakukan oleh PERC (The Political and Economic Risk Country), Indonesia berada pada posisi 12 atau yang terendah (Suara Karya, 18 Desember 2004). Peringkat ini sepertinya tidak mengalami pergeseran jauh pada saat sekarang ini mengingat problematika pendidikan yang masih saja belum berubah. Salah satu produk integrasi teknologi informasi ke dalam dunia pendidikan adalah e-learning atau elektronik learning. Saat ini e-Learning mulai mengambil perhatian banyak pihak, baik dari kalangan akademik, profesional, perusahaan maupun industri. Di institusi pendidikan tinggi misalnya, e-Learning telah membuka cakrawala baru dalam proses belajar mengajar. Sedangkan di lingkungan industri, e-Learning dinilai mampu
membantu proses dalam meningkatkan kompetensi pegawai atau sumber daya manusia. Dari dunia akademis metode pembelajaran ini sudah mulai banyak diterapkan dan dikembangkan. Ambil contoh penerapan e-Learning di kampus ITB, IPB, UI, Unpad, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Malang, dan universitas lainnya baik negeri maupun swasta, seperti Universitas Bina Nusantara (Ubinus) Jakarta. E-learning pada hakikatnya adalah bentuk pembelajaran konvensional yang dituang dalam format digital dan disajikan melalui teknologi informasi. Secara ringkas, Anwas (2005) menyatakan e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam system digital melalui internet. Keunggulan-keunggulan e-learning yang paling menonjol adalah efisiensinya dalam penggunaan waktu dan ruang. Seperti telah disebutkan di atas, pendidikan berbasis teknologi informasi cenderung tidak lagi tergantung pada ruang dan waktu. Tak ada halangan berarti untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar lintas daerah, bahkan lintas negara melalui e-learning. Dengan e-learning pengajar dan siswa tidak lagi selalu harus bertatap muka dalam ruang kelas pada waktu bersamaan. Dengan sifatnya yang tidak tergantung pada ruang dan waktu, e-learning memiliki keunggulan lain yakni memungkinkan akses ke pakar yang tak terhalang waktu dan tak tidak memerlukan biaya mahal. Seorang pelajar di daerah dapat belajar langsung dari pakar di pusat melalui fasilitas internet chatting atau meng-akomodir suara dan bahkan gambar realtime. Dengan elearning, sekolah-sekolah dengan mudah dapat melakukan kerjasama saling menguntungkan melalui program kemitraan. Dengan demikian sekolah yang lebih maju dapat membantu sekolah yang belum maju sehingga dapat diupayakan adanya pemerataan mutu pendidikan. Satu lagi keunggulan elearning tentunya adalah ketesediaan informasi yang melimpah dari sumbersumber di seluruh dunia. Dengan menggunakan internet sebagi media pembelajaran akan didapatkan sumber informasi untuk pengayaan materi yang jumlahnya sangat tak terbatas. Model pembelajaran e-learning dengan segala keunggulan di atas akan sangat membantu dunia pendidikan Indonesia. e-learning dapat menjadi alternatif cara peningkatan mutu pendidikan Indonesia dan melakukan upaya
pemerataan di seluruh wilayah Indonesia. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa penyebaran mutu pendidikian di Indonesia belum merata. Ada kesenjangan cukup jauh antara satu wilayah dengan wilayah lain. Pendidikan di pulau jawa dan Sumatera (Indonesia bagian barat) cenderung lebh maju dari Indonesia bagian timur. Kesenjangan seperti ini haruslah mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. E-learning dapat menjadi solusi kreatif bagi pemerintah. Karena masih diperlukannya pengembangan, maka masih diperlukan fokus perhatian akan e-Learning ini. Khusus dari sisi regulasi, perlu diamati sudah seberapa jauh peranan regulasi dari pemerintah atau departemen terkait dalam mendukung terealisasinya dukungan e-Learning dalam proses pendidikan di tanah air. Hingga saat ini Inedonesia sudah memiliki Undangundang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 31 dan SK Mendiknas No. 107/U/2001 tentang PTJJ. Di mana secara lebih spesifik UU ini mengizinkan penyelenggara pendidikan di Indonesia untuk melaksanakan pendidikan melalui cara PTJJ dengan memanfaatkan teknologi informasi. Regulasi ini diperlukan untuk melindungi minat belajar masyarakat dari malpraktik penyelenggaraan pendidikan. Selain itu juga menyiapkan ramburambu dalam pengembangan e-Learning sepatutnya, dan tidak hanya untuk melindungi dari mal-praktik tapi juga untuk mengantisipasi tantangan masa depan e-Learning. Undang-undang yang mengakomodasi e-Learning itu di antaranya UU nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan. Namun demikian tidak menutup kemungkinan pengaturan pemerintah lebih lanjut untuk mandapatkan jaminan kualitas dalam e-Learning, termasuk di dalamnya sistem akreditasi dan asesmen yang efektif. Sementara pemerintah akan mengeluarkan kebijakan mengenai e-Learning untuk memenuhi target 26 juta tenaga ahli di bidang TI tahun ini. Untuk sementara ketersediaannya diprediksi baru sekitar 10 juta orang. Pemerintah juga mencatat dari sisi kesiapan infrastruktur TI seperti komputer, posisi Indonesia masih sangat rendah, yaitu di peringkat 59 dari sejumlah 64 negara yang tercatat dalam Economist Intelligence. Kebijakan e-Learning tersebut
akan terangkum dalam Cetak Biru Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Tatanan Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah Mengambil pelajaran dari negara lain seperti Taiwan, lembaga-lembaga tinggi negara mereka telah memberikan dukungan yang cukup besar dalam e-Learning. Hal tersebut dibuktikan dengan keberadaan The Office of eLearning National Project dan Association of E-Learning. Salah satu permasalahan yang dihadapi institusi akademis di negara berkembang, khususnya negara yang memiliki jumlah populasi yang besar, area geografis yang luas, juga multietnis adalah ketidakseimbangan dalam menangani kegiatan akademik. Konsekuensi logisnya adalah ketidakseimbangan kualitas akademik dan selanjutnya akan mempengaruhi daya saing bangsa di era global. Urgensi penerapan e-learning di Indonesia juga terkait dengan keterbatasan akses pendidikan berkualitas dari sisi jumlah institusi pendidikan dan jumlah siswa, kecenderungan makin meningkatnya pengguna internet, kendala geografis, juga aspek long-life learning opportunity. Tujuan umum pembelajaran jarak jauh menggunakan e-Learning di Indonesia adalah agar tersedia akses belajar dan perbaikan kesamaan kesempatan belajar pada semua pembelajar. Selain itu juga untuk memperkuat dan memperdalam pengertian terhadap ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala dan memperkaya keberagaman subjek pengetahuan, dan memperbaiki efektivitas proses belajar. Sebuah studi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti ) RI (2003) menunjukkan bahwa sub sektor pendidikan tinggi terdiri dari 82 perguruan tinggi negeri (PTN) dan lebih dari 2.236 perguruan tinggi swasta (PTS). PTN menampung 1 juta mahasiswa dan sekitar 2 juta mahasiswa berada di PTS. Bagian yang lebih kecil dari populasi mahasiswa, sekitar 200.000 mahasiswa berada di perguruan tinggi agama dan institusi pendidikan professional. Tingkat partisipasi di pendidikan tinggi masih rendah (sekitar 12,8 %) dibandingkan dengan negara berkembang lainnya di lingkup regional, seperti Filipina (32%) dan Thailand (30%). Kendala-kendala : Manfaat IT di bidang pendidikan memang menggiurkan bagi kaum akademisi
yang haus akan informasi, juga bagi mereka yang hendak memobilisasi bangsa Indonesia agar lebih maju lagi dalam bidang ini. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin. Pemerintah memang masih perlu mempersiapkan banyak hal untuk ini. Salah satu kendala utamanya : kurangnya ketersediaan sumber daya manusia untuk melakukan proses transformasi teknologi, dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi beserta perangkat hukumnya yang mengaturnya. Dalam hal perangkat hukumnya, yang menjadi pertanyaan dilematis adalah, “apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan gaya baru ini?”, Sedangkan Cyberlaw yang menjadi senjata untuk menjerat pelaku kriminalitas di dunia maya tidak terdengar “kabarnya”. Selain itu masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia. Untuk itu perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di kampus, sekolah, bahkan melalui warung Internet, free wifi hotspot. Hal ini tentunya diperhadapkan kembali kepada kesiapan pihak pemerintah maupun pihak swasta, yang pada akhirnya pemerintahlah yang memegang kunci keberhasilan penerapannya. Sebab pemerintah merupakan pihak yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan. Namun sementara pemerintah sendiri masih demikian pelit untuk mengalokasikan dana untuk kebutuhan pendidikan. Saat ini baru Institut-institut pendidikan unggulan yang memiliki fasilitas untuk mengakses jaringan IT yang memadai. Padahal masih banyak institut-institut pendidikan lainnya yang belum diperlengkapi dengan fasilitas IT.
DUKUNGAN KEBIJAKAN, KEBUTUHAN UTAMA BAGI PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA PENDIDIKAN
Saat ini penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pendidikan di Indonesia belum dapat berlangsung secara optimal. Hal ini antara lain disebabkan karena pemerintah selaku regulator belum memiliki konsep yang jelas dalam merumuskannya. Penerapan TIK lebih dimaknai sebagai penyediaan sarana dan prasarana yang didistribusikan ke unit-unit pendidikan semacam perguruan tinggi atau sekolah. Berbagai sarana dan prasarana tersebut pada akhirnya hanya dapat dimanfaatkan seperlunya saja secara minimal sebagai akibat tidak diberdayakannya seluruh potensi. Tidak jarang terdengar banyaknya laboratorium komputer yang hanya digunakan saat extra-kurikuler komputer disekolah-sekolah. Pembelajaran melalui internet (web-based learning) yang telah tersedia di berbagai perguruan tinggi pun hingga saat ini masih tidak dapat digunakan secara optimal. Hal ini patut disayangkan karena pada umumnya infrastruktur TIK tersebut memiliki biaya penyediaan dan pemeliharaan yang cukup mahal. Sambungan internet kecepatan tinggi dengan menggunakan satelit ataupun JARDIKNAS di lingkungan pendidikan pun saat ini sebatas hanya digunakan untuk surfing di internet atau pendataan secara online. Pemerintah, terutama DEPDIKNAS, sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab terbesar di dalam penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana TIK di lingkungan pendidikan saat ini, sebaiknya mengeluarkan berbagai kebijakan dalam menentukan peruntukan dari segenap infrastruktur TIK tersebut. Patut disayangkan pemerintah sendiri tampak belum siap dan belum memiliki konsep yang matang dalam menelurkan berbagai kebijakan tentang penerapan TIK di dunia pendidikan ini.
Gambar 1. Laboratorium Komputer di berbagai institusi pendidikan sering tidak termanfaatkan secara optimal
Menurut Dr. Sheldon Shaeffer (Direktur UNESCO Bangkok), ada empat permasalahan utama yang menyebabkan pemerintah suatu negara tidak mampu mengeluarkan kebijakan yang tepat agar penggunaan TIK di lingkungan pendidikan dapat berlangsung secara optimal. Keempat faktor tersebut antara lain: 1.
Kurangnya Perhatian Pembuat Kebijakan
Pembuat kebijakan di bidang pendidikan seringkali beralasan bahwa mereka tidak perlu mengetahui segala program dan kegiatan hingga detail terkecil. Mereka cukup mempercayakan kepada para middle-manager atau tenaga ahli yang terpercaya agar program tersebut dapat berjalan dengan baik. Seringkali hal ini menyebabkan mereka mendapatkan masukan yang salah tentang kondisi dan realitas di lapangan. Selain itu pengetahuan dan pengalaman para pengambil kebijakan tersebut tidak akan berkembang tanpa keterlibatan secara langsung dalam berbagai program penerapan TIK. 2.
Kurangnya Kemampuan dan Kapasitas Teknis Penyusunan Kebijakan TIK
Kurangnya perhatian menyebabkan kemampuan dan kapasitas teknis penyusun kebijakan TIK di dunia pendidikan menjadi sangat terbatas. Di Indonesia saat ini
banyak pejabat aktif di lingkungan pendidikan pada level pembuat kebijakan berusia antara 45-55 tahun. Tidak banyak di antara mereka yang memiliki pemahaman mendalam tentang TIK. Kebanyakan adalah orang awam yang memaknai TIK tidak lebih sebagai komputer dan internet. Jarang ada yang memiliki visi luas untuk mengoptimalkan sarana dan prasarana TIK untuk proses pembelajaran atau meningkatkan taraf kesejahteraan peserta didik. Suatu ironi saat ini pelatihan-pelatihan TIK lebih banyak diikuti oleh tenaga ahli dengan latar belakang TIK yang kapasitasnya sudah sangat memadai dan bukan para pejabat pembuat kebijakan. Seharusnya pelatihan TIK justru harus diikuti dan diarahkan kepada para pejabat pembuat kebijakan tersebut. UNESCO misalnya, saat ini sangat aktif mengadakan berbagai workshop dan pelatihan TIK bagi para pembuat kebijakan pendidikan di negara-negara Asia Pasifik dan Afrika dalam rangka memberikan pemahaman akan pentingnya TIK pada dunia pendidikan. 3.
Terlalu Kuatnya Aspek Politis
Aspek politis menjadi salah satu kendala di negara seperti Indonesia di mana euforia demokrasi menyebabkan segala kebijakan menjadi sering terhambat. Seringkali keputusan untuk menerapkan TIK terhalang oleh keberatan dari berbagai pihak yang belum memahami manfaat TIK. Hal ini sering terjadi di DPR dan DPRD di mana para anggota dewan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang TIK. TIK selalu dianggap kalah penting dibandingkan berbagai masalah yang lebih mendesak di masyarakat. Sebaliknya bagi mereka yang memahami TIK secara menyeluruh akan dapat memahami bahwa dengan TIK banyak permasalahan pendidikan yang dapat dijawab. Selain itu banyak pelaku politik yang merasa terganggu kepentingannya dengan TIK. Sebagai contoh program pemanfaatan TIK di pemerintahan semacam e-procurement yang terbuka dan transparan akan menghilangkan persetujuan-persetujuan di bawah tangan yang justru sering menjadi komoditas para pelaku politik di Indonesia. 4.
Tidak optimalnya koordinasi bertanggungjawab terhadap TIK.
antar
lembaga
pemerintah
yang
Berbagai lembaga pemerintah saat ini mengembangkan TIK dalam versi mereka masing-masing. Sebagai contoh, pengalaman penulis yang sering bekerja membantu merencanakan program untuk lembaga pemerintah yang terstruktur dan memiliki garis perintah yang jelas semacam Departemen Pendidikan Nasional -> Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal -> Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Pusat Kurikulum, Pusat Teknologi dan Komunikasi, Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI) pun ternyata masing-masing melakukan penerapan TIK yang seringkali tumpang tindih satu dengan lainnya. Seharusnya hal seperti ini tidak akan terjadi apabila pengambil kebijakan memahami TIK dan bisa memberikan petunjuk dan batasan yang jelas kepada para bawahannya untuk mencegah tumpang tindihnya program. Kondisi ini akan jauh lebih rumit pada instansi atau unit pendidikan yang tidak berada pada satu struktur. Seperti kita ketahui bahwa sejak otonomi daerah, DEPDIKNAS tidak lagi membawahi Dinas Pendidikan di tingkat provinsi atau kota/kabupaten. Dinas pendidikan menjadi lembaga yang berada di bawah pemerintah daerah setempat, termasuk di dalamnya adalah sekolah. Seringkali masing-masing pejabat di tingkat daerah tidak memiliki pemahaman yang mumpuni tentang TIK sehingga seringkali kebijakan yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan TIK para pelaku pendidikan. Pada level apapun penerapan TIK tidak akan dapat optimal apabila dilakukan secara parsial atau sendiri-sendiri. Koordinasi antar lembaga yang bertanggungjawab dan memiliki kepentingan menjadi syarat mutlak keberhasilan penerapan TIK. Bagi para pengambil dan tim penyusun kebijakan di bidang pendidikan, terutama yang awam dengan TIK, akan sangat baik apabila mempelajari terlebih dahulu berbagai referensi tentang TIK di dunia pendidikan. Banyak cerita sukses dan kegagalan yang dapat dijadikan bahan pelajaran sebelum membuat berbagai produk kebijakan yang akan berdampak luas pada masyarakat. UNESCO Bangkok misalnya, sejak 2005 telah menyusun sebuah toolkit yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam merumuskan penerapan TIK di dunia pendidikan. Berbagai referensi tersebut dapat diakses melalui situs
www.ictinedtoolkit.org yang berisi toolkit di atas dan dilengkapi dengan berbagai referensi pendukungnya.
Gambar 2. ICT in Education Toolkit (sumber UNESCO Bangkok)
Pada dasarnya ada beberapa aktifitas yang perlu dilakukan oleh para pembuat kebijakan sebelum merumuskan suatu kebijakan tentang penerapan TIK, khususnya pada dunia pendidikan. Aktifitas tersebut antara lain: 1.
Memetakan terlebih menerapkan TIK.
dahulu
kemampuan
negara/daerah
dalam
Seringkali suatu teknologi tinggi diterapkan tanpa melihat kemampuan para calon penggunanya. Hal ini sering terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah pusat atau negara-negara donor biasanya memberikan bantuan dalam berbagai bentuk proyek dan sarana TIK. Patut disayangkan seringkali niat baik ini menjadi sia-sia akibat kurangnya kemampuan sumberdaya di negara/daerah untuk menggunakan berbagai teknologi tersebut. Meningkatkan prasarana dan sumberdaya yang siap menggunakan TIK jauh lebih penting daripada pengadaan sarana TIK itu sendiri. 2.
Melakukan identifikasi permasalahan, analisis kebutuhan dan mencari berbagai peluang penerapan TIK pada dunia pendidikan. Sistem apapun yang berkaitan dengan TIK sebaiknya dimulai dari sebuah analisis kebutuhan. Pada dunia sains pun berbagai riset adalah untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada. Dengan kata lain seorang pembuat kebijakan harus memahami dulu permasalahan apa yang hendak dijawab dengan penerapan TIK. Jangan lagi menerapkan TIK hanya dalam paradigma proyek pengadaan seperti yang terjadi selama ini. Mencari dan merumuskan permasalahan dan mencari peluang penerapan TIK untuk menyelesaikannya akan lebih menjamin kesuksesan daripada membuat sebuah proyek prestisius tetapi tidak berangkat dari sebuah analisis kebutuhan.
3.
Membuat sebuah master-plan atau road-map yang jelas tentang penerapan TIK di dunia pendidikan beserta rencana sumber dananya. Paradigma berpikir jangka pendek sering muncul di benak para pengambil kebijakan dalam menyusun berbagai program penerapan TIK. Hal ini tidak lepas dari kondisi politis Indonesia saat ini, di mana mutasi kepemimpinan
berganti dengan sangat cepat. Selain itu seringkali tidak ada acuan yang jelas yang dapat dijadikan penuntun bagi para pembuat kebijakan tersebut. Saat ini kondisi mulai membaik karena hampir tiap institusi telah memiliki unit dan staf yang bisa membantu para pejabat dalam membuat sebuah master-plan penerapan TIK. Walaupun demikian kondisi ini pada umumnya hanya terjadi di pemerintah pusat atau unit pelaksana teknisnya. Sedangkan di level pemerintahan daerah belum banyak yang memiliki road-map semacam ini. Dengan memiliki road-map penerapan TIK di sebuah institusi tidak akan berubah-ubah setiap ada pergantian kepemimpinan karena setiap kebijakan yang dikeluarkan haruslah mengacu pada road-map tersebut. 4.
Merancang berbagai program penerapan TIK sesuai road-map Setelah tersusunnya road-map langkah selanjutnya adalah menyusun berbagai program penerapan TIK tersebut agar dapat diaplikasikan dengan baik di berbagai institusi pendidikan. Program-program tersebut dibuat untuk mencapai berbagai milestone pada road-map yang menjadi pedoman bagi penyusunan program tersebut. Fase ini pun perlu mendapat perhatian khusus dari para pengambil kebijakan karena seringkali program-program TIK yang diterapkan di Indonesia tidak sesuai dengan kepentingan publik. Jika program penerapan TIK ditujukan mencapai peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan maka program yang disusun pun diarahkan sebagai pendayagunaan TIK yang dapat mencapai tujuan tersebut. Berbagai program tersebut akan dapat lebih optimal dalam penyusunannya apabila pengambil kebijakan memiliki latar belakang dan pengalaman dalam manajemen proyek-proyek TIK.
5.
Mempersiapkan pendanaan, sumberdaya manusia dan prasarana Setelah program disusun dengan perencanaan yang baik dan terinci langkah selanjutnya adalah mencari dukungan pendanaan. Meskipun kadangkala dukungan dana ini sudah tersedia dari APBN/APBD namun seringkali seorang pengambil kebijakan juga harus pintar mencari sumber dana lain dalam mengembangkan berbagai program TIK. Sumber dana lain tersebut dapat berasal dari perusahaan swasta yang peduli dengan
pengembangan TIK di pendidikan lewat berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR). Dapat juga melalui berbagai lembaga donor luar negeri. Aspek sumberdaya manusia selalu menjadi fokus utama bagi berbagai program pendidikan. Tidak mudah mencari tenaga ahli TIK yang mempunyai karakteristik sebagai pendidik atau tenaga kependidikan. Demikian pula sedikit sekali tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki pemahaman baik tentang TIK. Banyak guru dan tutor ataupun staf tata usaha di berbagai lembaga pendidikan yang masih sangat awam dengan TIK. Padahal mereka adalah calon pengguna sistem yang dirancang lewat berbagai program di atas. Dari kondisi yang umum tersebut tampak bahwa dalam mempersiapkan sumberdaya manusia perlu dirancang secara cermat dan sesuai dengan kebutuhan sistem. Dalam pengalaman penulis sendiri lebih mudah untuk memberikan berbagai bekal sebagai pendidik atau tenaga kependidikan kepada para ahli TIK yang saat ini jumlahnya semakin banyak. Cara ini lebih efektif dan cepat daripada memaksakan para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mulai mempelajari TIK. Prasarana pendukung seringkali terlupakan dalam menyusun program penerapan TIK. Seringkali sekolah ataupun institusi pendidikan lainnya kebingungan saat diminta mempersiapkan ruangan atau kebutuhan teknis lainnya saat hendak menerima hibah perlengkapan ataupun programprogram penerapan TIK. Seorang pembuat kebijakan sejak awal hendaknya telah menyusun kebutuhan minimal dari penerapan sistem di sebuah lembaga. Dengan pedoman dan spesifikasi teknis yang jelas dan detail maka institusi pendidikan yang menjadi subyek program penerapan TIK dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik. 6.
Mempersiapkan konten pendidikan Ditinjau dari kualitas teknis, sarana, dan dukungan sumberdaya manusia pada bidang TIK, Indonesia berada pada kondisi yang cukup membanggakan di antara negara-negara Asia Tenggara. Meskipun masih harus bersaing ketat dengan Malaysia dan Thailand dan tertinggal dari
Singapura tetapi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lain kuantitas dan kualitas penerapan TIK pada dunia pendidikan di Indonesia sudah sangat baik. Walaupun demikian salah satu kelemahan yang paling mencolok adalah kurangnya konten pembelajaran. Kita seringkali mengukur indikator keberhasilan penerapan TIK hanya dengan tersedianya sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang berkualitas. Patut diingat di dunia pendidikan satu aspek penting lainnya yang harus disediakan adalah konten pembelajaran yang memadai. Guru yang menguasai TIK dan komputer generasi terbaru pun tidak akan banyak membantu peserta didik apabila tidak disertai konten yang memadai. Saat ini industri konten pembelajaran belum berkembang di Indonesia padahal peluang sangat terbuka apalagi dengan semakin mahalnya harga kertas sebagai bahan baku utama bahan belajar cetak semacam buku. Industri konten pembelajaran bukanlah industri yang membutuhkan modal besar karena termasuk di dalam industri kreatif. Dengan dukungan secara sistematis dari pemerintah seharusnya industri semacam ini dapat berkebang pesat. 7.
Membuat regulasi dan kebijakan untuk mengoptimalkan fungsi TIK Dengan segala perencanaan dan penyediaan tersebut perlu sebuah stimulan lain yang dapat mempercepat penerapan TIK. Para pembuat kebijakan mempunyai tanggungjawab untuk merumuskan berbagai regulasi untuk mendorong percepatan penerapan TIK. Seringkali penerapan TIK tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa suatu ”paksaan” berupa peraturan yang tegas dan bersifat mengikat.
8.
Melakukan pendampingan, monitoring dan evaluasi secara komprehensif Segala program penerapan TIK tersebut tidak dapat dilepaskan begitu saja kepada institusi pendidikan untuk menjalankannya. Pembuat kebijakan harus pula merumuskan berbagai program pendampingan, monitoring dan evaluasi (monev) untuk menjamin keberhasilan program. Dengan adanya pendampingan dan monev maka segala masalah dapat diminimalkan sekaligus menjamin kualitas program. Pendampingan dan monev berguna
pula untuk mencegah berbagai penyelewengan yang kadang terjadi pada berbagai proyek penerapan TIK di Indonesia.
REFERENSI Sheldon, Shaeffer. ”Policy: The Next Frontier for ICT in Education”, Microsoft FUTURES Vol 3 Issue 2, 2008 Haddad, Wadi D. “ICTs for Education: Reference Handbook”,ICT-inEducation Toolkit, 2005
E-Learning
Sekilas perlu kita pahami ulang apa e-Learning itu sebenarnya. E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. ELearning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara offline menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada. Ada beberapa pengertian berkaitan dengan e-Learning sebagai berikut : 1. Pembelajaran jarak jauh. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di Semarang, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota lain bahkan di negara lain. Interaksi bisa dijalankan secara on-line dan real-time ataupun secara off-line atau archieved. Pembelajar belajar dari komputer di kantor ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal ataupun jaringan Internet ataupun menggunakan media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/universitas, atau perusahaan penyedia content tertentu. Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat dari mana ia mengakses pelajaran.
2. Pembelajaran dengan perangkat komputer E-Learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-Learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari pengajar. 3. Pembelajaran formal vs informal E-Learning bisa mencakup pembelajaran secara formal maupun informal. E-Learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola eLearning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-Learning untuk umum. E-Learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).
4. Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli di bidang masing-masing. Walaupun sepertinya e-Learning diberikan hanya melalui perangkat komputer, e-Learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu :
a) Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari pelatihan yang disampaikan b) Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-Learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari c) Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna,dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari d) Ahli bidang Learning Management System (LMS). Mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya.