2013
2
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah Oleh
Januarisdi Pustakawan Madya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
Disajikan pada Diklat Fungsional Pengelola Perpustakaan Sekolah/ Madrasah di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lima Puluh Kota Tanggal 16 sampai 30 Desember 2013 di Payakumbuh
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah (EDS) Oleh Januarisdi Pustakawan Madya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
[email protected]
Pendahuluan Pada era informasi yang ditandai dengan peralihan pendekatan pembelajaran dari behaviorisme ke pendekatan konstruktivisme, sulit dibayangkan adanya lembaga pendidikan dan pembelajaran, seperti sekolah yang tidak memiliki perpustakaan. Perpustakaan musti sudah dipandang bukan lagi sebagai sarana pendukung pembelajaran, tapi sebagai “oragan sentral” sistem pembelajaran dan pengajaran. Barangkali, jargon “perpustakaan adalah jantungnya sekolah” tidak relevan lagi dengan era sekarang ini karena tanpa “jantung yang sehat”‐pun ternyata banyak sekolah masih dipertahan untuk hidup. Pandangan ekstrim tentang peran perpustakaan dalam sistem persekolahan adalah bahwa perpustakaan adalah “roh” atau “nyawa”‐nya sekolah. Artinya, tidak mungkin sekolah bisa hidup tanpa keberadaan perpustakaan yang sehat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Keberadaan perpustakaan pada lembaga pendidikan sudah diatur secara formal
melalui undang‐undang dan pertaruan‐peraturan turanannya. Undang‐undang Nomor 43 tahun 2007 Tetang Perpustakaan, khusus Pasal 23, secara tegas mengamanahkan bahwa setiap sekolah/madrasah yang beroperasi di negeri ini wajib menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan meperhatikan Standar Nasional Pendidikan. Pasal‐pasal berikutnya mengatur tentang koleksi, layanan, tekhnologi dan anggaran. Dengan demikian, jika ada sekolah yang tidak memilki perpustakaan sesuai standar perpustakaan dan standar pendidikan seperti yang diatur dalam undang‐undang tersebut, maka sekolah tersebut dapat dinyatakan melanggar undang‐undang yang tentunya berkonsikwensi hukum. Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
2
Namun dalam implementasinya, perpustakaan sekolah masih jauh dari apa yang digambarkan dan amanahkan oleh undang‐undang. Masih terlalu banyak sekolah yang belum menyelanggaraan perpustakaan sekolah sesuai sadar perpustakaan. Berdasarkan pengamatan penulis, masih banyak sekolah di kota besar, seperti Padang, tidak memiliki pustakawan atau tenaga perpustakaan yang terdidik atau terlatih khusus. Bahkan cukup ironis kiranya, ada sekolah favorit dan di Kota Padang memiliki perpustakaan seadanya dan hampir tidak dikelola secara khusus. Jika kondisi perpustakaan sekolah di kota besar saja demikian adanya, dapat diperkirakan bagaimana keadaan perpustakaan di daerah‐ daerah. Berbagai faktor memang ikut handil terhadap keadaan ini, namun satu diantaranya yang perlu dibahas pada tulisan ini adalah perencanaan pengembangan perpustakaan sekolah. Secara lebih spesifik tulisan ini berfokus pada pengembangan perpustakaan berbasis evaluasi diri sekolah (EDS). Pada bagian awal, fokus tulisan ini adalah pada pemahaman tentang Evaluasi Diri Sekolah. Pada bagin berikutnya dibahas tentang penggunaan hasil Evaluasi Diri Sekolah dalam pengembangan perpustakaan. Untuk mempermatap pemahaman peserta terhadap persoalan yang dibahas pada bagan ini, makalah ini dilampiri dengan Istrumen Evaluasi Diri Sekolah secara lengkap.
Memahami Evaluasi Diri Sekolah Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah proses evaluasi internal yang yang dilakukan oleh semua stakeholders pendidikan di sebuah sekolah untuk mengetahui kinerja sekolah tersebut secara menyeluruh, dan mengetahui kekuatan dan kelemahan sekolah secara pasti sebagai masukan dan dasar yang valid dan terpercaya untuk membuat Rencana Pegembangan Sekolah/ Rencana Kegiatan Sekolah (RPS/RKS) dalam upaya menumbuhkan budaya peningkatan mutu yang berkelanjutan.. Evalusi ini harus merujuka pada pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan Delapan Standard Nasional Pendidikan (SPN). Karena fungsinya dalah sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk RPS/RKS, RAPBS dan RAKS tahun berikuntya, evaluasi ini dilakukan sekali setahun, pada akhir tahun pelajaran.
Pada dasarnya EDS dilakukan oleh semua pemangku kepentingan sekolah
bersangkutan. Namun yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan EDS ini adalah Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
3
manajemen sekolah, Kepala Sekolah dan Waki‐wakilnya. Unsur‐unsur lain yang harus dilibatkan dalam pelaksaan EDS adalah perwakilan tenaga pendidik, perwakilan Komite Sekolah, perwakilan orang tua perserta didik, dan perwakilan dari pengawas sekolah. Keterlibatan pihak‐pihak ini dimaksudkan untuk meperkaya informasi, dan mempertajam analisis sehingga keluaran dari proses EDS tersebut berkualitas.
Bagi sekolah, EDS memiliki berbagai manfaat. Pertama, sekolah memiliki
instrumen internal yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja sekolah secara objektif dan berkelanjutan. Kedua, sekolah dapat mengetahui sampai dimana tingkat pencapaian mereka diukur dari Standar Pelayanan Minimum dan Standar Nasional Pendidikan. Ketiga, sekolah dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya secara jelas dan akurat sehingga sekolah dapat mengetahui secara jelas aspek yang akan dijadikan prioritas pengembangan. Keempat, sekolah memiliki dasar yang valid dan objektif dalam membuat RPS/ RKS dan RAPBS/ RAKS, bukan berdasakan asumsi‐asumsi. Terakhir, karena dilakukan secara berkala, sekolah dapat mengetahui secara jelas perkembangan ikhtiar peningkatan kualitas layanan sekolah.
Pelaksanaan EDS dilakukan dengan menggunakan instrumen baku yang telah
dirancang secara nasional. Instrument ini mencakup delapan Standan Nasional Pendidikan dan Standar Pelayanan Minimum. Tekhnik yang digunakan adalah analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat). Strength adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh sekolah yang dinilai sebagai keunggulan atau kelebihan. Weaknesses adalah kelamahan atau kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah. Opportunity adalah semua peluang yang dimiliki oleh sekolah yang biasanya tidak selalu ada. Theat adalah situasi yang mengancam atau dinilai mendatangkan bahaya bagi sekolah.
Seperti yang diamanahkan oleh Undang‐undang Pendidikan Nasional (Undang‐
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional) pasal 35 bahawa standar pendidikan nasional mencakup delapan aspek: 1) standar isi, 2) standar proses, 3) stadar kompetensi lulusan, 4) kompetensi tenaga kependidikan, 5) standar sarana dan prasarana, 6) standar pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian. Standar‐standar tesebut harus tercakup secara utuh dan sistematis
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
4
dalam EDS. Instrumen EDS harus mencakup pertanyaan terkait kedelapan Standar Nasional Pendidikan di atas, seperti berikut: 1.Standar isi:
1.1 Apakah kurikulum sudah sesuai dan relevan? 1.2 Bagaimana sekolah menyediakan apa yang dibutuhkan dalam pengembangan pribadi peserta didik?
2. Standar proses:
2.1 Apakah silabus sudah sesuai dan relevan?
2.2 Apakah RPP direncanakan untuk mencapai pembelajaran yang efektif?
2.3 Apakah sumber untuk pembelajaran dapat diakses dan dipergunakan secara tepat?
2.4 Apakah Pembelajaran menerapkan prinsip‐prinsip PAKEM/CTL (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan/ Contextual Teaching and Learning)?
2.5 Apakah sekolah memenuhi kebutuhan sarana bagi peserta didik ?
2.6 Bagaimana cara sekolah mempromosikan dan mempertahankan etos pencapaian prestasi?
3. Standar kompetensi lulusan:
3.1 Apakah peserta didik dapat mencapai prestasi akademik yang diharapkan?
3.2 Apakah peserta didik dapat mengembangkan potensi secara penuh sebagai anggota masyarakat ?
4. standar kompetensi tenaga kependidikan
4.1 Apakah pemenuhan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sudah memadai ?
5. Standar sarana dan prasarana:
5.1 Apakah sarana sekolah sudah memadai?
5.2 Apakah sekolah dalam kondisi terpelihara baik?
6. Standar pengelolaan:
6.1 Apakah kinerja pengelolaan berdasarkan kerja tim dan kemitraan yang kuat, dengan visi dan misi yang jelas dan diketahui oleh semua pihak?
6.2 Apakah ada tujuan dan rencana untuk perbaikan yang memadai ?
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
5
6.3 Adakah dampak rencana pengembangan sekolah terhadap peningkatan hasil belajar?
6.4 Bagaimanakah cara pengumpulan dan penggunaan data yang handal dan valid?
6.5 Bagaimana cara mendukung dan memberikan kesempatan pengembangan profesi bagi para pendidik dan tenaga kependidikan?
6.6 Bagaimana cara masyarakat sekitar mengambil bagian dalam kehidupan sekolah?
7. Standar pembiayaan:
7.1 Bagaimana sekolah mengelola keuangan?
7.2 Upaya apakah yang telah dilaksanakan oleh sekolah untuk mendapatkan tambahan dukungan pembiayaan lainnya?
7.3 Bagaimana cara sekolah menjamin kesetaraan akses?
8. Standar penilaian:
8.1 Sistem apakah yang sudah tersedia untuk memberikan penilaian bagi peserta didik, baik dalam bidang akademik maupun non akademik ?
8.2 Bagaimana penilaian berdampak pada proses belajar?
8.3 Apakah orang tua terlibat dalam proses belajar anak mereka?
Setiap pertanyaan terhadap standar diatas dilengkapi dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan dan indikator pencapaian dengan empat indikator (Tingkat 1, Tingkat 2, Tingkat 3 dan Tingkat 4). Tingkat 4 bermakna bahwa tingkat pencapaian sekolah tersebut terhadap indikator pencapaian sangat baik; Tingkat 3 mengandung makna bahwa sekolah tersebut telah mencapai prestasi baik dan masih berpeluang untuk meningkatkan tingkat capaiannya; Tingkat 2 bermakna bahwa sekoah tersebut baru mencapai tingkat capaian cukup, dalam pengeertian bahwa ada beberapa kekuatan, tapi masih banyak peluang untuk melakukan perbaikan; dan Tingkat 1 bermakna bahwa sekolah tersebut belum mencapai tingkat capaian indikator yang memuaskan dan masih terlalu banyak yang harus diperbaiki.
Tim evaluasi diri sekolah (dikenal dengan istilah Tim Pengembang Sekolah atau
TPS) secara kolaboratif menilai dan menentukan tingkat capaian sekolah terhadap Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
6
Delapan Standar Nasional Pendidikan berdasarkan bukti fisik prestasi sekolah. TPS kemudian menuliskan deskripsi prestasi sekolah secara kualitatif menurut indikator dan berdasarkan bukti. Berikut ini adalah contoh instrumen EDS untuk Standar Sarana dan Prasarana.
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
7
1. STANDAR SARANA DAN PRASARANA 1.1 Apakah sarana sekolah sudah memadai? Spesifikasi Sekolah: • Memenuhi standar terkait dengan ukuran ruangan, jumlah ruangan, dan persyaratan untuk sistem ventilasi, dan lainnya. • Memenuhi standar terkait dengan jumlah peserta didik dalam rombongan belajar • Memenuhi standar terkait penyediaan alat dan sumber belajar termasuk buku pelajaran Indikator Pencapaian Tingkat 4 Tingkat 3 Tingkat 2 Tingkat 1 • Sekolah kami memiliki • Sekolah kami • Sekolah kami memenuhi • Bangunan sekolah jumlah bangunan gedung standar terkait dengan kami tidak memenuhi memenuhi standar yang ukuran, ventilasi dan sarana dan prasarana standar dari segi terkait dengan kelengkapan lainnya ukuran atau jumlah sarana, prasarana • Beberapa kelas di melebihi ketentuan dalam ruangan dan peralatan sekolah kami diisi Standar Sarpras yang peserta didik melebihi • Kebanyakan ruang • Sekolah kami ditetapkan. jumlah yang ditetapkan kelas sekolah kami diisi memenuhi standar • Jumlah peserta didik dalam standar terlalu banyak peserta dalam hal jumlah didalam rombongan belajar didik dan kami tidak peserta didik pada • Sekolah kami kami lebih kecil dari yang mampu memenuhi setiap rombongan menyediakan buku teks ditetapkan dalam standar standar belajar yang sudah disertifikasi agar dapat lebih oleh Pemerintah alat • Sarana dan prasarana • Sekolah kami meningkatkan proses peraga dan judul buku yang kami miliki amat memiliki dan pembelajaran. terbatas dan sebagian pengayaan sesuai menggunakan besar sudah • Sekolah kami memiliki dengan Standar sarpras sesuai ketinggalan zaman dan Sarana dan prasarana Pelayanan Minimal standar yang dalam kondisi buruk pembelajaran yang melebihi (SPM). ditetapkan dari ketetapan Standar • Sekolah kami belum Sarpras yang digunakan memiliki semua sarana untuk lebih membantu dan alat‐alat yang proses pembelajaran. dibutuhkan untuk memenuhi ketetapan dalam standar Bukti‐bukti prestasi sekolah Ringkasan prestasi sekolah menurut indikator dan Tingkat yang dicapai (Mohon beri tanda centang berdasarkan bukti pada jenis bukti berikut) Catatan mengenai ukuran ruangan, jumlah dan sarana prasarana Ukuran kelompok belajar Catatan peralatan dan sumber belajar Catatan pengeluaran Lainnya (mohon jelaskan)
Secara lengkap, istrumen EDS dapat dilihat pada lampiran tulisan ini.
Menggunakan Hasil EDS dalam Mengembangkan Perpustakaan Sekolah Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
8
Pikiran yang mendasari pelaksanaan EDS adalah bahwa sekolah harus melakukan peningkatan mutu secara berkesinambungan, sistematis dan terukur sebagai pengejawantahan dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 tahun 2009 tentang Sitem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). Penigkatan mutu ini harus mengacu ke Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah ditetapkan dan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dengan melakukan evaluasi diri setiap tahun yang menggunakan instrumen baku dan oleh tim yang melibatkan berbagai elemen pemangku kepentingan, peningkatan mutu sekolah diharapkan berlangsung secara berkala. Sebagaimana diungkap diatas bahwa salah satu tujuan EDS adalah bahwa sekolah dapat memperoleh dasar nyata untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah/Rencana Kegiatan Sekolah (RPS/RKS). Perpustakaan adalah sebuah sub‐sistem sentral sekolah yang secara langsung mempengaruhi proses pembelajaran dan pengajaran. Dalam konteks ini, perpustakaan harus dipandang sebagai organ sentral sistem sekolah ketimbang sebagai sarana penunjang kegiatan sekolah. Oleh karena itu, pengembangan perpustakaan sekolah harus dilakukan dengan dasar yang jelas dan terukur. Salah satu dasar formal yang dapat dijadikan acuan pengembangan perpustakaan adalah hasil EDS. Karena perpustakaan bukan dipandang sebagai saran pendukung sekolah, perencanaan perpustakaan sekolah harus merujuk pada hasil evaluasi semua standar, bukan hanya standar sarana dan prasarana. Perpustakaan bukan hanya mengurus urusan yang berhubungan dengan sarana dan prasaran saja, tapi terkait dengan muatan kurikulum, proses, anggaran, kualitas output, dan tenaga pendidik. Dengan kata lain, perpustakaan menyangkut semua aspek kegiatan persekolahan.
Pengembangan perpustakaan sekolah harus berangkat dari hasil evaluasi standar
isi yang mencakup pertanyaan “Apakah kurikulum sudah sesuai dan relevan?” dan “Bagaimana sekolah menyediakan apa yang dibutuhkan dalam pegembangan pribadi peserta didik?”. Jika hasil evaluasi menyimpulkan bahwa dalam hal stadar isi telah berada pada tingkat capaian Tingkat 3), maka berarti sekolah telah memiliki kurikulum yang dibuat di sekolah dan sesuai dengan ciri khas kebutuhan daerah; susunan dan rancangan kurikulum sekolah mengalokasikan waktu yang cukup bagi peserta didik agar dapat memahami konsep yang baru sebelum melanjutkan ke pelajaran berikutnya; sebagain Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
9
besar peserta didik termotivasi untuk belajar dan tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian, perpustakaan harus merencanakan pengembangan koleksi untuk menjamin kurikulum yang telah dirancang trsebut benar‐benar dapat diimplementasikan. Sangat ironislah kiranya, bila hasil evaluasi standar isi menunjukan sekolah telah mencapai Tingkat 3, tapi sekolah tidak memiliki sumber pembelajaran sesuai kurikulum.
Hasil evaluasi standar proses secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan
pengembagan perpustakaan. Pertanyaan evaluasi yang berkaitan langsung dengan pengebangan perpustakaan adalah pertanyaan kedua, “Apakah sumber belajar untuk pembelajaran dapat diakses dan dipergunakan secara tepat?”. Jika sebuah sekolah telah mencapai indikator ketercapaian Tingkat 4, berarti sekolah ini telah memiliki sumber belajar selain buku teks. Perpustakaan harus merencanakan pengembangan koleksi multimedia, ruangan multimedia, dan perangkat tekhnologi yang terhubung ke Internet dan jaringan yang menjamin semua guru dan siswa dapat mengakses sumber belajar secara global.
Secara tidak langsung pertanyaan evaluasi keempat, “Apakah Pembelajaran
menerapkan prinsip‐prinsip PAKEM/CTL?”, terkait dengan pengembangan perpustakaan. Untuk menjamin pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan, siswa dan guru harus memiliki informasi yang cukup tentang topik tertentu. Pembelajaran akan menjadi aktif dan kreatif bila siswa telah memeliki background knowledge tetang topik tertentu. Dengan demikian, perpustakaan harus dikembangkan ke arah yang mendukung keadaan tersebut. Jika hasil evaluasi untuk pertanyaan tersebut baru mencapai tingkatan capaian Tingkat 2, berarti guru‐guru di sekolah terebut masih melakukan pembelajaran secara klasikal dan jarang menggunakan metode yang beragam; guru‐guru di sekolah tersebut masih lebih terfokus pada penyelesaian kurikulum dan tidak mempertimbangkan berbagai kebutuhan belajar; guru‐guru di sekolah tersebt cenderung hanya mengarahkan pembelajaran, dan tidak memberikan peluang kepada siswa untuk menyalurkan pendapat atau terlibat secara aktif; dan sebagian peserta didik masih kurang termotivasi dalam proses pembelajaran. Dengan kondisi seperti ini, perpustakaan harus membuat perencaan pengembangan yang mengarah pada peningkatan kuantitas dan kualitas sumber pembelajaran. Perpustakaan tidak hanya mengembangkan koleksi buku teks, tapi Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
10
harus telah merencanakan pengembang koleksi mutimedia dan penerapan tekhnologi informasi di perpustakaan.
Pada Standar Kompentensi Lulusan, pertanyaan pertama adalah “Apakah peserta
didik dapat mencapai prestasi akademik yang diharapkan?” terkait dengan perencanaan pengembangan perpustakaan sekolah. Jika sebuah sekolah, umpamanya, telah mencapai tingkat pencapaian pada indikator Tingkat 3, maka sebagian besar peserta didik sekolah tersebut menunjukkan kemajuan yang baik dalam mencapai target yang ditetapkan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya; peserta didik sekolah tersebut mampu menjadi pembelajar yang mandiri; peserta didik sekolah tersebut memiliki rasa percaya diri dan mampu mengekspresikan diri dan mengungkapkan pendapat mereka. Untuk menjamin tercapainya kemampuan pembelajaran mandiri, perpustakaan sekolah harus merencanakan pengambangan program Literasi Informasi.
Perlu dijelaskan bahwa Literasi Informasi adalah sebuah kecakapan yang harus
dimiliki oleh semua pembelajar era informasi untuk bisa menerapkan pembelajaran sepanjang hayat (long‐life learning). Litrasi Informasi mencakup berbagai ketrampilan, mulai dari kesadaran akan kebutuhan informasi, ketrampilan menelusur dan menemubalikkan informasi, menganalisis dan mengevaluasi informasi, menggunakan informasi dalam melahrkan informasi baru, dan memiliki integritas akademik terhadap sumber informasi.
Sepintas lalu, Standar Kompentensi Tenaga Kependidikan tidak terkait dengan
perpustakaan. Namun, jika kita fahami lebih jauh bahwa yang dimaksud dengan Tenaga Kependidikan bukan hanya guru. Tenaga Kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dan diangkat dalam penyelenggaraan pendidikan pada sebuah satuan pendidikan. Pustakawan adalah anggota masyarakat yang secara langsung membaktikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Pertanyaan EDS untuk standar ini adalah: “Apakah pemenuhan jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sudah memadai.” Kalau Tim Pengembang Sekolah menjawab pertanyaan ini secara objektif, maka untuk Sumatera Barat hampir tidak ada sekolah yang bisa mencapai tingkat pencapaian Tingkat 4. Sulit ditemui sekolah di Sumatera Barat, khsusnya di daerah, yang telah memiliki Pustakawan yang berkualifikasi minimal D3, seperti yang diamanatkan oleh undang‐undang. Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
11
Dalam hal sarana dan prasarana, hasil EDS sangat berkaitan dengan
pengambangan perpustakaan. Walaupun diungkapkan diatas bahwa secara hakiki perpustakaan bukan identik dengan sarana penunjang sistem sekolah, namun secara fisik perpustakaan adalah sarana pendukung proses pembelajaran sebuah sekolah. Dalam konteks fisik, ruangan perpustakaan, koleksi, tekhnologi dan mobiler perpustakaan adalah sarana, walaupun dalam konteks jasa, perpustakaan adalah “roh” atau “nyawa” sebuah sistem sekolah. Dengan demikian, hasil EDS untuk standar sarana dan prasaran secara langsung berhubungan dengan perpustakaan.
Jawaban terhadap Pertanyaan instrumen EDS, “Apakah sarana sekolah sudah
memadai?” dan “Apakah sekolah dalam kondisi terpelihara baik?” adalah dasar bergeraknya perencanaan pengembangan perpustakaan. Dalam konteks pertanyaan pertama, spesifikasi menurut standar yang dipandu oleh instrumen EDS adalah: •
Sekolah mematuhi standar terkait dengan sarana dan prasarana (ukuran ruangan, jumlah ruangan, dan persyaratan untuk sistem ventilasi, dll)
•
Sekolah mematuhi standar terkait dengan jumlah peserta didik dalam kelompok belajar
•
Sekolah mematuhi standar terkait dengan penyediaan alat dan sumber belajar termasuk buku pelajaran Dari spesifikasi tersebut tercermin bahwa perpustakaan sudah inskulif dalam
semua sepesifikasi tersebut. Perpustakaan harus memenuhi standar ukuran sistem ventelasi, pencahayaan dan spesifikasi khas perpustakaan. Ruangan perpustakaan harus tersedia sesuai dengan jumlah siswa dan komunitas sekolah lainnya, seperti guru. Perpustakaan sekolah harus memenuhi standar ketersediaan alat, khususnya koleksi buku ajar, buku teks, buku referensi, koleksi multimedia, dan jaringan Internet.
Jika sebuah sekolah telah mencapai tingkat capain Indikator pada Tingkat 3,
berarti sekolah tersebut telah memenuhi standar terkait dengan sarana, prasarana dan peralatan yang didalamnya sudah termasuk perpustakaan sekolah; sekolah tersebut memberikan lingkungan yang aman dan nyaman dengan jumlah perbandingan guru dan peserta didik yang seimbang. Berdasarkan tingkat capaian tersebut, dan deskripsi prestasi sekolah dalam hal sarana dan prasarana yang didukung bukti‐bukti fisik, sekolah dapat merencanakan pengembangan perpustakaan menuju tingkat Indikator yang lebih tinggi. Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
12
Dengan keadaan seperti ini, sekolah sudah dapat merencanakan pengembangan perpustakaan berbasis tekhnologi inofmrasi, seperti perpustakaan elektronik, perpustakaan digital, koleksi multimedia, dan pendidikan literasi informasi. Perlu difahami bahwa pada saat kita memasuki era perpustakaan elektronik dan digital, ruangan bukan lagi menjadi prioritas, karena perpustakaan pada prinsipnya dapat diakses dari lokasi mana saja dan kapan saja.
Isu yang paling sering mendapat sorotan dalam hal sarana dan prasaran adalah
pertanyaan berikutnya: “Apakah sekolah (dalam pengertian sarana dan prasaran) dalam kondisi terpelihara baik?”. Spesifikasi yang ditentukan oleh stadar sarana dan prasarana dalam isntrumen EDS adalah: •
Bangunan sekolah memenuhi semua ketentuan standar, dalam ukuran dan jumlah
•
Pemeliharaan bangunan dilaksanakan paling tidak setiap 5 tahun sekali
•
Bangunan mudah, aman, dan nyaman untuk semua peserta didik, termasuk penyandang cacat . Untuk mencapai tingkat capaian Tingkat 4 sekolah harus memenuhi keadaan berikut:
•
Sekolah tersebut aman, sehat, nyaman, menyenangkan, menarik dan mendorong terciptanya suasana bekerja dan belajar bagi peserta didik dan warga sekolah lainnya
•
Lahan, bangunan dan prasarana, termasuk toilet, dalam keadaan bersih, sehat, dan terpelihara
•
Sekolah melakukan perbaikan untuk menjamin bahwa sekolah dapat diakses dengan mudah oleh semua peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus Dengan demikian dapat difahami bahwa perpustakaan dalam konteks sarana,
seperti gedung, mobiler, koleksi dan perangkat tekhnologi harus mendapatkan perawatan secara terencana dan mengikuti standar. Perawatan preventif koleksi, umpamanya, harus dilakukan setiap saat, tanpa harus meunggu kerusakan meningkat ke tingkatan yang lebih parah. Perawatan tekhnologi, seperti komputer (hardware dan software) dan jaringan harus dilakukan secara berkala dengan standar yang benar. Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
13
Hasil evaluasi EDS berikutnya yang harus dijadikan acuan dalam mengembangkan
perpsutakaan sekolah adalah Stadar Pengelolaan. Standar pengelolaan memiliki enam pertanyaan (terbanyak dari semua standar). Secara umum, pertnyaan instrumen EDS untuk Standar Pengelolaan mencakup jaminan bahwa pengelolaan dilakukan dengan kemitraan dengan visi yang jelas, dengan tujuan dan rencana perbaikan yang berdampak terhadap peningkatan prestasi siswa, dengan menggunakan data yang sahih dan terpecaya, dengan memberikan kesempatan bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan dirinya, dan dengan keikutsertaan masyarakat.
Untuk pertanyaan “Apakah kinerja pengelolaan berdasarkan kerja tim dan
kemitraan yang kuat, dengan visi dan misi yang jelas dan diketahui oleh semua pihak?”, umpamanya, instrumen EDS mensyaratkan dua spesifikasi umum: 1) Sekolah merumuskan visi dan misi serta disosialisasikan kepada warga sekolah dan pemangku berkepentingan, dan 2) Rencana Kerja Tahunan (RKT) dijadikan dasar pengelolaan sekolah/madrasah yang menunjukkan adanya kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Jika dari hasil evaluasi TPS, ternyata sekolah baru mencapai Tingkat 2, maka berarti sekolah tersebut baru mencapai hal‐hal berikut: 1) Komite sekolah melakukan pertemuan secara teratur, namun kurang melibatkan diri secara aktif dalam kepentingan sekolah; 2) Pimpinan sekolah tersebut belum melibatkan diri secara memadai dalam kegiatan sekolah yang mempunyai pengaruh langsung dalam peningkatan pembelajaran; dan 3) Visi dan misi sekolah tersebut tidak dirumuskan bersama dan belum disebarluaskan. Dengan demikian perpustakaan harus memprogramkan keterlibatan komite sekolah dan kepala sekolah dan alumni secara aktif dalam perencanaan perpustakaan. Perlu difahami bahwa alumni adalah elemen atau stageholder sekolah yang tidak hanya memiliki kekuatan finansial tapi juga memiliki kekuatan emosional. Bila potensi ini dapat dirangkul oleh perpustakaan secara profesional, maka pengembangan perpustakaan akan jauh lebih cepat dan baik.
Pertanyaan instrumen EDS yang paling penting diperhatikan dalam
pengembangan perpustakaan sekolah adalah “Apakah rencana pengembangan sekolah berdampak terhadap peningkatan hasil belajar?” Hal ini dianggap sangat penting karena muara dari semua kegiatan sebuah sekolah adalah peningkatan prestasi belajar siswa. Tidak akan ada nilai sebuah program sekolah dengan biaya semahal apapun dan Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
14
melibatkan sumber daya manusia sehebat apapun jika program tersebut tidak berdampak peningkatan prestasi belajar siswa. Sebaliknya, sekecil apapun dan sesederhana apapun program yang dikembangkan oleh sekolah, program tersebut akan sangat bernilai bila benar‐benar bisa menigkatkan prestasi siswa.
Perpustakaan adalah bagian yang sering diretorikakan dimana‐mana, namun
jarang sekali dijadikan prioritas dalam perencanaan pengembangan sekolah. Kalaulah kita mau menyadari dan memahami kenyataan, bahwa faktor yang paling dominan menentukan peningkatan prestasi siswa adalah perpustakaan. Dalam pendekatan pembelajaran konstruktivisme kita meyakini bahwa siswa harus jauh lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran. Ironis sekali, pada saat yang sama kita tidak menyediakan sumber pembelajaran yang cukup untuk mendorong siswa menjadi lebih aktif melakukan pembelajaran. Program yang perlu dikembangkan oleh perpustakaan dalam hal standar ini adalah kegiatan pengkajian dan analisis dampak berbagai program perpustakaan terhadap peningkatan prestasi siswa secara berkelanjutan. Perpustakaan perlu menganalisis dampak kunjungan siswa terhadap prestasi akademik siswa, pengaruh kondisi rungan perpustakaan terhadap prestasi belajar siswa, hubungan tingkat literasi informasi siswa terhadap prestasi akademik siswa, dan banyak lagi apek kajian lain yang perlu dilakukan oleh perpustakaan. Dengan demikian, semua program dan kegiatan yang dikembangkan oleh perpustakaan dapat dibuktikan berdampak pada peningkatan prestasi siswa. Selain itu, pertanyaan dalm instrukent EDS yang cukup penting diperhatikan dalam rangka pengembangan perpustakaan adalah “Bagaimana cara mendukung dan memberikan kesempatan pengembangan karir bagi pendidik dan tenaga kependidikan?” Pertnyaan ini sangat relevan dengan keadaan terkini dimana sebagian besar perpustakaan di Sumatera Barat belum memiliki pustakawan yang berkualifikasi D3 atau S1 dalam bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Kendala besar yang dihadapi oleh sebagain besar sekolah, terutama sekolah negeri, adalah bahwa rekrutmen sumber daya manusia sangat tergantung pada formasi yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga peluang yang paling menjanjikan untuk pengadaan sumberdaya manusia perpusatkaan
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
15
dalah memberikan peluang kepada guru dan staf lain yang sudah ada untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Persoalan berikutnya yang diamanahkan oleh Undang‐undang Pendidikan
Naasional untuk distandarkan adalah pembiayaan. Standar pembiayaan mencakup persoalan bagaimana sekolah mengelola keuangan; upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk mendapatkan tambahan dukungan pembiayaan lain; dan bagaimana sekolah menjamin kesetaraan akses. Untuk pertanyaan “Bagaimana sekolah mengelola keuangan?”, isntrumen EDS telah menyiapkan beberapa spesifikasi standar pengelolaan keuangan. Spesifikasi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Anggaran sekolah dirumuskan merujuk peraturan pemerintah pusat dan daerah; 2) Pengelolaan keuangan sekolah transparan, efisien, dan akuntabel; dan 3) Sekolah membuat pelaporan keuangan kepada pemerintah dan pemangku kepentingan. Dalam konteks ini, walaupun perpustakaan tidak terlibat secara langsung, perpustakaan harus ikut mendorong pengelolaan anggaran sekolah secara transparan, efisien, efektif, dan akuntabel. Dalam pengelolaan keuangan yang terkait dengan perpustakaan, sekurang kurangnya, perpustakaan harus ikut menjamin tidak terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan anggaran negara.
Namun demikian, terkait dengan pertanyaan isntrumen EDS ke‐2 “Upaya apakah
yang telah dilaksanankan oleh sekolah untuk mendapatkan dukungan pembiayaan lainny?”, perpustakaan mempunyai peluang yang sangat besar untuk berperan aktif. Berbagai program kemitraan dapat dilakukan oleh perpustakaan. Kerja sama dengan ikatan alumni sekolah ata alumni secra pribadi adalah salah satu bentuk program yang paling potensial untuk dikembangkan oleh perpustakaan. Bagi sekolah yang telah berusia mapan, kemungkinan alumni telah mencapai tingkat kemapanan secara finansial sangat besar. Mereka sangat berminat dan berniat untuk menyalurkan berbagai jenis sumbangan, katakanlah dalam bentuk infak. Bila perpustakaan memiliki program yang dapat meyakinkan alumni, maka sangat besar peluang alumni dijadikan sebagai sumber pendanaan tambahan untuk pengembangan perpustakaan. Selain itu, kemitraan dengan lembaga bukan pemerintah, baik profit, maupun no‐profit perlu direncanakan. Perusahaan swata, baik milik negara maupun swasta murni memiliki dana Coorporate Society Rerponsibility (CSR) yang dapat dimanfaat oleh perpustakaan sekolah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan sekolah bekerja sama dengan lembaga internasional, seperti Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
16
Asia Foundation, British Council dan sebagainya dalam mengembangkan perpustakaan sekolah.
Standar terakhir dari Standar Nasional Pendidikan yang harus diperhatikan dalam
pengembagan perpustakaan sekolah adalah Standar Penilaian. Untuk standar ini, EDS memuat tiga pertanyaan: 1) Sistem apakah yang sudah tersedia untuk memberikan penilaian bagi peserta didik, baik dalam bidang akademik maupun non akademik?; 2) Bagaimana penilaian berdampak pada proses belajar?; dan 3) Apakah orang tua terlibat dalam proses belajar anak mereka?. Spesifikasi dalam standar penilaian yang ditetapkan dalam instrumen EDS untuk pertanyaan pertama adalah: 1) Guru membuat perencanaan penilaian terhadap pencapaian peserta didik; 2) Guru memberikan informasi kepada peserta didik mengenai kriteria penilaian termasuk kriteria penguasaan minimum; 3) Guru melaksanakan penilaian secara teratur berdasarkan rencana yang telah dibuat; 4) Guru menerapkan berbagai teknik penilaian dan jenis penilaian untuk memonitor perkembangan dan kesulitan peserta didik. Spesifikasi dalam standar penilaian yang ditetapkan dalam instrumen EDS terkait dengan evaluasi oleh guru sebgai berikut: 1) Guru memberikan masukan dan komentar mengenai penilaian yang mereka lakukan pada peserta didik; dan Guru mempergunakan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran. Sedangkan spesifikasi dalam standar penilaian yang ditetapkan dalam instrumen EDS terkait penilaian berdasarkan unit pendidikan adalah “Sekolah melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan”.
Walaupun secara langsung standar ini terkesan tidak terakit dengan perpustakaan,
namun kalu diperhatikan secara saksama aspek penilaian siswa memiliki keterkaitan yang cukup dekat dengan perpustakaan. Dalam hal penilaian, guru tidak akn terlepas dari pemberian tugas terstruktur dan tugas mandiri. Pada saat guru memberikan tugas kepada siswa, pertimbangan utama yang harus diperhatikan oleh guru adalah ketersedia sumber‐ sumber untuk tugas tersebut di perpustakaan sekolah. Untuk mengoptimalkan efektifitas pemberian tugas ini, guru dan pustakawan perlu meningkatkan kolaborasinya. Dengan demikian, dalam perencanaan pengembangan perpustakan, pihak perpustakaan harus merancang sebuah program kolaborasi antara guru dan pustakawan. Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
17
Penutup Sebagai penutup perlu disimpulkan bahwa perpustakaan sekolah pada era informsi harus dipandang sebagai “organ sentral” sistem sekolah, bukan lagi sarana penunjang proses pembelajaran dan pengajaran. Sekolah tidak akan mungkin efektif dalam menjalankan fungsinya dalam mencapai misinya bila sekolah tersebut tidak memiliki perpustakaan yang memenuhi standar perpustakaan nasional. Perpustakaan sekolah adalah sub‐sistem dari sistem sekolah yang terkait dengan semua sub‐sitem lainnya. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan perpustakaan sekolah harus dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan sekolah.
Hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah sebuah dasar format yang valid dan
terpercaya untuk dijadikan basis perencanaan perpustakaan sekolah. Karena perpustakaan menyangkut semua aspek persekolahan, perencanaan pengembangan perpustakaan sekolah harus memperhatikan semua hasil EDS, bukan hanya standar sarana dan prasarana saja. Dengan demikian pengembangan perpustakaan sekolah dilakukan secara paralel dengan pengembagan sekolah.
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
18
LAMPIRAN
INSTRUMEN EVALUASI DIRI SEKOLAH
Pengembangan Perpustakaan Berbasis Evaluasi Diri Sekolah/ Januarisdi, Faklutas Bahasa dan Seni UNP, 2013
19