PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA BAGI ANAK TUNARUNGU-WICARA TINGKAT TKLB DI SLB-B (TUNARUNGU)
Oleh RAHMANIAR Widyaiswara LPMP Sulsel
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
1
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA BAGI ANAK TUNARUNGU-WICARA TINGKAT TKLB DI SLB-B (TUNARUNGU)
Abstrak Rahmaniar. 2015. Pengembangan pembelajaran bahasa anak tunarunguwicara tingkat TKLB B di SLB B (tunarungu). Artikel ini membahas masalah: (1) Bagaimana program kegiatan pembelajaran bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu), (2) Sarana dan prasarana apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu, (3) Bagaimana metode dan tekhnik pembelajaran bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu). Hasil analisis dan kajian menunjukkan bahwa Program pengembangan bahas-wicara pada anak tunarungu dapat dilakukan pada saat proses belajar mengajar di kelas (secara klasikal) dan pada ruang khusus therapy bicara (secara individual). Secara klasikal dilaksanakan di kelas pada jam pelajaran bahasa setelah guru menuliskan visualisasi atau hasil percakapan. Secara individual dilaksanakan pada ruang khusus pengembangan bahasa. Sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu adalah: (1) alat-alat rangsangan visual, (2) alat-alat rangsangan auditoris, (3) alat-alat rangsangan vibrasi, (4) alat-alat untuk latihan pernapasan, dan (5) alat-alat untuk latihan pelepasan organ bicara.Metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu: (1) metode percakapan, (2) metode bermain, (3) metode meraban, (4) metode imitasi, (5) metode reaktif, (6) metode akustik, (7) metode taktial, visual, dan auditori. Sedangkan tekhnik yang digunakan: (1) tekhnik latihan organ bicara anak tunarungu, (2) tekhnik pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu, (3) tekhnik melatih dan memperbaiki ucapan fonem. Kata Kunci: Pembelajaran, Bahasa-wicara, Anak Tunarungu.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
2
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia mengalami hambatan dalam bahasa bicaranya.Bahasa diwujudkan secara lisan melalui bicara. Hambatan bahasa anak tunarungu membutuhkan pembinaan dan pembentukan dalam bidang bahasa sesegera mungkin. Pembinaan sesegera mungkin mempunyai maksud agar anak tunarungu mampu berbahasa untuk kepentingan komunikasi yang luas dalam kehidupannya. Bina bicara mutlat perlu dibutuhkan anak tunarungu. Pelayanan pengajaran bahasa merupakan kegiatan yang berproses dan terus menerus , berkesinambungan dan memerlukan tenaga pelaksana yang aktif, kreatif, sabar, dan dinamis. Berbagai metode, pendekatan, sarana dan prasarana yang dapat digunakan dalam mengaplikasikan pengajaran
bahasa
anak
yang
tentunya
mengacu
teknik-teknik
kepada
kurikulum
pengembangan kemampuan berbahasa untuk pendidikan anak usia dini, sehingga anak tunarungu diharapkan mampu berbicara sekalipun dia tuli. Ia mampu mengaplikasikan dalam proses belajar selanjutnya maupun untuk kepentingan kehidupannya. Dari gambaran di atas, nampak bahwa anak tunarungu dengan segala keterbatasannya masih mempunyai potensi untuk dikembangkan seoptimal mungkin, khususnya potensi untuk dapat berbahasa/berbicara secara lisan. Dengan melalui latihan sejak usia dini dan pembinaan bicara secara intensif di sekolah maupun di rumah dan lingkungannya, anak tunarungu diharapkan mampu berbicara atau berkomunikasi secara lisan walaupun tak sebaik anak normal. Namun dari hasil pengamatan penulis melihat bahwa pada umumnya guru pada kelas pra sekolah di Sekolah Luar Biasa masih kurang memahami dan cenderung mengabaikan kebutuhan utama anak tunarungu. Padahal penulis melihat bahwa anak tunarungu sendiri sangat antusias dan sangat merespon
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
3
baik apabila ada guru atau tenaga khusus bina bicara yang akan melatih bicaranya. Disisi lain penulis melihat masih kurangnya respon pemerintah terhadap kebutuhan Sekolah Luar Biasa.Penerapan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak belum dilaksanakan secara optimal.
B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana program kegiatan pembelajaran bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu)? 2. Sarana dan prasarana apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu? 3. Bagaimana metode dan tekhnik pembelajan bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu)?
C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui program kegiatan pembelajaran bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu)? 2. Mengetahui sarana dan prasarana apa saja yang mendukung kegiatan pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu? 3. Memberikan gambaran tentang metode dan tekhnik pembelajaran bagi anak tunarungu-wicara tingkat TKLB B (tunarungu)? D. Manfaat Penulisan 1. Sebagai salah satu kontribusi keilmuan dalam bidang Pendidikan Luar Biasa yang berkaitan dengan program kegiatan, penggunaan metode dan teknik, serta sarana yang digunakan dalam pembelajaran bahasa- wicara pada anak tunarungu. 2. Bagi guru SLB-B: Dapat digunakan sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan bahasa pada anak tunarungu yang lebih menyenangkan bagi siswa, inovatif, dan kreatif.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
4
3. Bagi sekolah penyelenggara: Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah dalam penggunaan metode pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu khususnya SLB B yang ada di Sulawesi Selatan. 4. Bagi penulis: Menambah pengalaman mengenai ilmu yang diterapkannya dan memberi pengetahuan baru bagi penulis mengenai pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus, khususnya pembelajaran pada anak tunarungu.
II.
KAJIAN TEORETIK
A. Hakikat Anak Tunarungu Bahasa bagi manusia mempunyai peranan penting dalam menempuh hidupnya, antara lain untuk berusaha mengembangkan diri, menyesuaikan diri, dan kontak sosial dalam memenuhi kehidupan serta proses belajarnya. Anak berkebutuhan khusus tunarungu mengalami hambatan dalam proses bicara dan bahasanya yang disebabkan oleh kelainan pendengaranya (Haenudin, 2013: 1). Sebagai akibat dari terhambatnya perkembangan bicara dan bahasanya, anak tunarungu akan mengalami kelambatan dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi. Tunarungu adalah suatu kondisi dimana anak atau orang dewasa tidak dapat memfungsikan fungsi dengarnya untuk mempersepsi bunyi dan menggunakannya dalam berkomunikasi, hal ini diakibatkan karena adanya gangguan dalam fungsi dengar baik dalam kondisi ringan, sedang, berat dan berat sekali. Menurut Bcothroyd dalam Melinda (2013: 10) Memberikan batasan untuk tiga istilah Tunarungu berdasarkan seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan sisa pendengaran dengan atau tanpa bantuan amplifikasi oleh alat bantu mendengar sebagai berikut: a. Kurang dengar, namun masih bisa menggunakannya sebagai sarana/modalitas utama untuk menyimak suara cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicara.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
5
b. Tuli (Deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen pada penglihatan dan perabaan. c. Tuli total (Totally Deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali tidak memiliki pendengaran
sehingga
tidak
dapat
digunakan
untuk
menyimak
atau
mempersepsi dan mengembangkan bicara.
1. Keadaan intelegensi, bahasa dan bicara, dan emosi dan sosial Anak Tunarungu apabila dilihat dari segi fisiknya tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi sebagai dampak dari ketunarunguan mereka memiliki karakteristik yang khas. Menurut Haenudin (2013: 66) karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan Social: a. Karakteristik dalam segi intelegensi Karakteristik dalam segi intelegensi secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya, ada yang pandai, sedang, danada yang kurang pandai. Namun demikian secara fungsional intelegensi mereka berada dibawah anak normal, hal ini disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa.
Perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama
cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang meraka dengar, dalam hal tersebut merupakan proses dari latihan berpikir. Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak tunarungu, karena anak tunarungu memahami sesuatu lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar. Oleh sebab itu sering kali anak tunarungu disebut sebagai “insan pemata”. Dengan kondisi seperti itu anak tunarungu lebih banyak memerlukan waktu dalam proses pembelajarannya terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan. b. Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara Anak Tunarungu dalam segi bicara dan bahasa mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
6
peniruan sehingga anak tunarungu dalam segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan dan katakata yang bersifat abstrak. c. Karakteristik dalam segi emosi dan sosial Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat semua kejadian, akan tetapi tidak mampu memahami dan mengikutinya secara menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan. Berikut dilihat dari segi emosi dan sosial anak tunarungu :Egosentrisme yang melebihi anak normal, memiliki perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain. perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya anak tunarungu memiliki sifat yang polos, sederhana, dan tidak banyak masalah, lebih mudah marah dan cepat tersinggung. 2. Klasifikasi Anak Tunarungu Untuk keperluan layanan pendidikan khusus, para ahli berpendapat klasifikasi mutlak diperlukan. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar
yang
sesuai
dengan
sisa
pendengarannya
dan
menunjang
pembelajaran yang efektif. Dengan menentukan tingkat kehilangan pendengaran dan pemilihan alat bantu dengar serta layanan khusus yang tepat, akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara. Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi menurut Boothroyd dalam Melinda (2013: 20) seperti pada gambar Klasifikasi dan karakteristik ketunarunguan di bawah ini didasarkan pada: a. Kelompok I : Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal. b. Kelompok
II
:
Kehilangan
31-60
dB,
moderate
hearing
losses
atau
ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara percakapan manusia hanya sebagaian.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
7
c. Kelompok III : Kehilangan 61-90 dB: severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. d. Kelompok
IV
:
Kehilangan
91-120
dB:
profound
hearing
losses
atauketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara percakapan manusia tidak ada sama sekali. Menurut Melinda (2013: 22) anak tunarungu dibedakan menjadi 4, di bawah ini: Perkembangan fisik anak tunarungu tidak mengalami hambatan, dapat melakukan aktifitas gerak dengan baik hanya keseimbangannya kurang baik, hal ini karena pengaruh struktur anatomis pada labyrinth. Pada aktivitas sehari-hari yang sangat terlihat sekali pada tunarungu adalah dalam kegiatan bicara dan bahasa. Mereka sangat sulit untuk untuk melakukan bicara reseptif dan ekspresif, semuanya perlu adanya adanya latihan, bimbingan dan binaan yang efektif melakukan proses pembelajaran.
III. PEMBAHASAN PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA ANAK TUNARUNGUWICARA TINGKAT TKLB DI SLB B (TUNARUNGU)
A. Program Kegiatan Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu-Wicara Tingkat TKLB Di SLB B (Tunarungu)
1. Uraian Program Program ini merupakan program
pengembangan pembelajaran
bahasa anak tunarungu berbasis KTSP pada tingkat TKLB-B (prasekolah) di SLB-B. Program pengembangan pembelajaran bahasa pada anak tunarungu ini adalah merupakan program yang sifatnya memberikan therapi bicara kepada anak tunarungu usia dini. Mungkin timbul pertanyaan, kenapa mesti pada anak tunarungu yang usia dini? Jawabannya adalah bahwa pada anak usia dini organ bicara anak tunarungu masih lentur dan belum mengalami kekakuan, sehingga sangat memungkinkan bagi anak untuk dilatih organ
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
8
bicaranya. Dengan latihan yang terus menerus dan berkesinambungan dengan menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang benar, anak tunarungu
pada
akhirnya
dapat
dimengerti
ucapannya
dan
dapat
berkomunikasi dengan masyarakat luas di sekitarnya. Program pengembangan bahasa pada anak tunarungu dapat dilakukan pada saat proses belajar mengajar di kelas (secara klasikal) dan pada ruang khusus therapi bicara (secara individual). Secara klasikal dilaksanakan di kelas pada jam pelajaran bahasa setelah guru menuliskan visualisasi atau hasil percakapan. Lamanya latihan antara 15 – 20 menit setiap pertemuan. Secara individual dilaksanakan pada ruang khusus pengembangan bahasa dengan lama latihan antara 20 - 25 menit setiap kali pertemuan. Setiap anak memiliki catatan latihan yang telah dilakukan. 2. Tujuan Program a. Tujuan Umum Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan program pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu tingkat TKLB-B (Taman KanakKanak Luar Biasa- Tunarungu). b. Tujuan Khusus 1) Anak tunarungu memiliki dasar ucapan yang benar. 2) Anak tunarungu mampu membentuk bunyi bahasa (vokal dan konsonan) dengan benar, sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. 3) Memberi keyakinan kepada anak tunarungu bahwa bunyi/suara yang diproduksi melalui alat bicaranya harus mempunyai makna. 4) Anak tunarungu dapat mengoreksi ucapannya yang salah dan bisa membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya. 5) Dengan
mengembangkan
bahasa,
anak
tunarungu
dapat
memfungsikan alat-alat bicaranya yang kaku, dengan harapan otomatis alat bicaranya terlatih dengan baik dan dapat berbicara.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
9
3. Sasaran a. Sasaran Program Sasaran program sebagai berikut: 1) Terlaksananya program pengembangan pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu pada tingkat TKLB (persiapan) di SLB-B. 2) Anak tunarungu sebagai obyek dapat menggunakan bahasa secara lisan (berbicara) b. Sasaran Kegiatan Anak Luar Biasa (berkebutuhan khusus) Tunarungu pada tingkat TKLB di SLB-B c. Sasaran Lembaga Sekolah Luar Biasa Tunarungu (SLB-B) 4. Prosedur (Tahapan) Program Kegiatan ini terdiri dari beberapa tahapan kegiatan meliputi: a. Persiapan Persiapan pelaksanaan program meliputi: 1) Pedoman pelatihan Pedoman program pengembangan pembelajaran bahasa dirancang dengan metode yang mudah dipahami, dilatihkan dan dilakukan oleh anak.
Pemelajaran
dan
Guruan
bahasa
dilaksanakan
untuk
memotivasi anak melatih organ bicaranya agar pada akhirnya anak dapat berkomunikasi melalui bahasa oral dengan masyarakat di sekitarnya dan lawan bicaranya dapat mengerti dan memahami apa yang dikatakan oleh sianak. 2) Tenaga pelatih/Guru Fasilitator pada program ini adalah guru kelas, guru khusus bahasa atau tenaga teknis khusus Guruan bicara anak. Fasilitator menguasai materi dan pelaksanaan pelatihan. Fasilitator memiliki peran dan tugas sesuai dengan kebutuhan pelatihan dan memahami setiap persoalan yang dihadapi sehingga tercipta suasana kelas dengan pemelajaran yang interaktif sesuai peran.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
10
3) Kriteria pelatih/Guru a) Memahami masalah psikologi khususnya psikologi perkembangan dan pendidikan anak. b) Memiliki kompetensi dan pengalaman dalam pelatihan bahasa anak. c) Menguasai prinsip, strategi, pendekatan dan teknik pemelajaran dan Guruan bahasa anak tunarungu. 4) Tugas pelatih/Guru a) Menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak-anak sehingga anak antusias mengikuti program. b) Pastikan alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan anak dan mendukung proses bina bicaranya. c) Menciptakan suasana yang kondusif sehingga terbentuk atmosfer anak siap untuk mengikuti latihan/bina bicara. d) Meyakinkan program berguna bagi kehidupan anak pada masa sekarang dan masa yang akan datang. e) Ramah, fleksibel, humoris, akrab dengan dunia anak. f)
Berikan instruksi yang jelas ketika melatih anak berbicara.
g) Usahakan suara nada. b. Keterampilan pelatih/Guru 1) Melatih/membina kelompok/individu Pelatih/Guru harus menguasai materi dan mempersiapkan diri dengan matang agar pelatihan ini berjalan sesuai dengan tujuan pelatihan. Persiapan agar pelatih/Guru dapat melaksanakan tugas dengan baik adalah: a) Membaca dan memahami tujuan dan strategi pemelajaran. b) Mengorganisasi dan menyiapkan materi-materi sebelum memasuki inti pemelajaran. c) Membaca isi materi dan referensi lain yang berhubungan dengan masalah atau isu agar dapat mengembangkan pertanyaan yang relevan dengan isi materi.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
11
2) Tanggung jawab pelatih/Guru a) Menjalankan isi modul sesuai sesi pada tiap pertemuan b) Memimpin jalannya pengajaran di kelas/kelompok/individual di ruang khusus c) Menjelaskan materi d) Menghidupkan suasana kelas pda saat pemelajaran 3) Mengelola kesulitan peserta pembelajaran bahasa Pelatih/Guru
harus
peka
terhadap
karakteristik
dan
tingkat
ketunarunguan anak. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak serta kondisi masing-masing individu. Misalnya untukanak kurang dengar maka feed back audiotorisnya yang pertama digunakan. Sedangkan bagi anak tuli akan lebih dahulu menggunakan feed back visual, kinestetis dan taktil. 4) Memotivasi partisipasi peserta Pelatih/Guru dalam pembelajaran bahasa berperan aktif untuk menghidupkan suasana sehingga anak termotivasi untuk menirukan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh pelatihnya. Pelatih memberikan kesempatan yang sama pada setiap anak untuk berpartisipasi pada setiap pelatihan. 5) Mengelola waktu Guru harus dapat mengelola waktu sesuai dengan yang telah dijadwalkan. Usahakan dalam pelatihan bahasa anak, pelatih tidak membuat anak menjadi bosan dan tidak tertarik dengan bahan pelatihan yang diberikan. 6) Memulai Kegiatan Pelatihan Persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan program adalah melakukan latihan pernapasan terlebih dahulu. Pada saat akan melaksanakan program cek terlebih dahulu beberapa hal perlu diperhatikan pada lembar informasi kegiatan. Lembar informasi kegiatan antara lain berisi:
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
12
a) Menyiapkan ruangan yang akan digunakan dan mengecek perlengkapan yang diperlukan. b) Mengecek pengaturan setting ruangan c) Memeriksa persiapan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pelatih atau Guru dan peserta yangberhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran. d) Menciptakan suasana yang bersahabat, santai dengan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami oleh anak tunarungu sehingga dapat berinteraksi dengan baik. B. Sarana dan Prasarana yang Mendukung Kegiatan Pembelajaran BahasaWicara Tingkat TKLB B (tunarungu) Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. 1. Sarana Latihan Organ Bicara Anak Tunarungu Sebelum pembelajaran dimulai terlebih dahulu anak diberikan latihan organ bicara. Pada tahap ini, untuk memperlancar keterlaksanaan program, harus ditunjang oleh alat peraga: a. Alat-alat rangsangan visual 1) Cermin artikulasi 2) Lampu/jarum indikator 3) Buku catatan 4) Gambar-gambar 5) Kartu identifikasi b. Alat-alat untuk rangsangan audiotoris 1) Speech trainer 2) Alat bantu mendengar kelompok 3) Looping system 4) Tape recorder
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
13
5) Audiometer c. Alat-alat untuk rangsangan vibrasi 1) Speech trainer dengan vibrasi 2) Bagian tubuh anak sendiri (leher, dada, punggung, daerah sekitar rahang, pipi, dll) d. Alat-alat untuk latihan pernapasan 1) Lilin , kapas, kertas tipis/tissue 2) Parfum, minyak kayu putih, sabun mandi, dll) 3) Gelembung air sabun 4) Sedotan plastik 5) Peluit, terompet, harmonika 6) Saluran kayu dengan bola pimpong a. Alat-alat untuk latihan pelepasan organ bicara 1) Kue kering/biskuit 2) Permen 3) Madu 2. Sarana Pembelajaran Bahasa Bicara Anak Tunarungu Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga. Keberhasilan dari pembelajaran bahasa - bicara yang dapat dicapai anak, tidak hanya karena guru yang pandai atau anak yang cerdas saja, melainkan dari kerja sama antara keduanya yang dengan ditunjang sarana dan prasarana yang diperlukan dalam melatih bahasa bicara anak tunarungu. Adapun alat-alat yang menunjang pemelajaran bahasa-bicara anak tunarungu adalah: Sarana /bahan yang disiapkan di dinding ruang bina bicara, yang fungsinya sebagai media (alat peraga) seyogyanya sesuai dengan keperluan bahan yang akan diajarkan. Materi yang dimaksud: a. Miniatur binatang-binatang b. Miniatur manusia c. Gambar-gambar yang relevan d. Buku perpustakaan yang bergambar
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
14
e. Alat-alat permainan anak C. Metode Dan Teknik Pembelajaran bagi Anak Tunarungu-wicara Tingkat TKLB B (tunarungu) 1. Metode Pembelajaran Penyampaian materi yang dapat diterima sesuai dengan tujuan sangat dipengaruhi oleh cara materi itu dibawakan. Perlakuan khusus bagi anak-anak sesuai dengan dunianya dan sesuai dengan tingkat ketunaannya akan membuat anak-anak tertarik untuk menyimak dengan seksama dan mengikuti instruksi dan petunjuk serta ucapan dari pelatihnya. Untuk melatih bahasa anak tunarungu dipergunakan berbagai metode yang saling menunjang dalam pelaksanaannya dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan anak yang akan dilatih atau diberikan pengajaran. Edja S. & dardjo S (1995:151) mengemukakan berbagai metode dalam pemelajaran bahasa anak tunarungu: a. Metode percakapan Dalam melaksanakan program selalu diawali dengan percakapan kecil, baik tentang pelajaran di kelas, pengalaman anak maupun tentang gambar sehingga anak leluasa, senang, santai dalam mengikuti pelajaran. b. Metode bermain Kadang untuk menarik minat anak belum cukup bila hanya diawali percakapan, tetapi harus diajak bermain terlebih dahulu. Kegiatan bermain ini juga membawa anak ke dalam situasi yang tidak formal, sehingga lebih merangsang anak untuk lebih spontan dan tidak cepat bosan/lelah. c. Metode meraban Pelaksana program menggunakan suku-suku katadari berbagai konsonan dengan variasi vokal atau rabanan. Suku kata diambil dari kata-kata materi latihan, lalu diulang-ulang beberapa kali. Contoh dari kata ”boneka” lalu satu kata dikeluarkan ”bo” dan dirabankan ”bobobobo...” d. Metode imitasi/meniru
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
15
Daya atau kemampuan meniru sianak digunakan serta dikembangkan dalam latihan. Kemampuan meniru ini dilakukan sesuai apa yang dilihat, dia rasakan atau dia dengar. Seperti menirukan ucapan rabanan, katakata, kelompok kata atau kalimat sesuai dengan kemampuannya. e. Metode reaktif Reaksi dari anak diambil dan dikembangkan dalam kegiatan latihan, baik berupa ucapan maupun rabanan. Hal ini dimaksudkan agar apa yang dapat dilakukan anak akan menjadi dasar dari latihan selanjutnya. Contoh: pada saat anak ditunjukkan majalah, anak tertarik dan menunjuk gambar mobil, lalu berkata ”obi”. Kita ambil fonem ”b” dalam kata-kata lain. f.
Metode akustik Metode ini dalam pelaksanaannya menekankan pada pengembangan kepekaan pendengaran untuk keperluan proses bicara. Latihan kepekaan mendengar, didasarkan atas perangsangan bunyi-bunyian dari suatu alat (instrumental, radio, atau alat musik lainnya) yang dapat menghasilkan suatu bunyi.
g. Metode taktial, visual, auditori Metode ini merupakan metode dengan pendekatan multi sensori. Tujuannya untuk mengembangkan kemampuan bicara. Pelaksanaannya yaitu anak diajarkan/dibina bicaranya secara spontan setiap waktu, dengan menggunakan kata-kata lembaga sebagai materi bicara yang natural. Pelaksanaannya menggunakan seluruh sensori (indera penangkap) yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, indera rasa, indera raba, sehingga anak dapat menghayati dengan penuh keyakinan. 2. Teknik Yang Digunakan a. Teknik Latihan Organ Bicara Anak Tunarungu Sebelum masuk keinti pembelajaran bahasa-bicara terlebih dahulu anak diarahkan untuk melakukan latihan pernapasan untuk memicu kelenturan otot-otot bicara (bibir, rahang, mulut, gigi, lidah). Contoh latihan: 1) Gerakan bibir dengan cara latihan membuka dan menutup bibir atau mulut, membundarkan bibir/mulut, meniup harmonika/bola pimpong,
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
16
membentuk bunyi ”R” yang panjang ”berrrr” dengan bibir, membentuk bunyi ”papapapa”, dan sebagainya. 2) Latihan gerak rahang, membuka dan menutup mulut, rahang digerakkan ke kiri dan ke kanan, menguap, dengan mulut terbuka dan tertutup, mengunyah dengan mulut tertutup. Tujuannya adalah agar otot-otot rahang tidak kaku. 3) Latihan gerak lidah, mulut terbuka, lidah keluar masuk mulut. Menjilat bibir atas dan bawah, ujung lidah ditekan pada gigi atas dan gigi bawah, lidah dilingkarkan dan sebagainya. 4) Latihan langit-langit lembut, menguap dengan mulut terbuka, meniup dengan kuat dan sebagainya. b. Teknik Pembelajaran Bahasa-Bicara Anak Tunarungu 1) Lambang tulisan/kata bunyi bunyi bahasa yang diajarkan, ditulis di atas kertas yang kira-kira tahan lama, murah, menarik, bermanfaat, dsb (sesuai dengan prinsip kegunaan sarana/prasarana belajar. 2) Bahan tulisan dibuat tersusun dari bunyi/suara vocal dan konsonan termudah diucapkan/ sampai kepada ucapan bunyi yang sukar. 3) Diberi gambar atau bendanya dibuat sesuai dengan lambang tulisan yang disediakan. 4) Cara menyusun vokal dan konsonan berbentuk kata-kata benda bisa bervariasi, bisa disusun secara horizontal (dari kiri ke kanan) atau secara vertical (dari atas ke bawah). Gambar bendanya disatukan atapun gambar tersendiri. c. Teknik melatih dan memperbaiki ucapan fonem: 1) (Fonem /P/ (fonem bilabial, letup/hambat) a) Dasar Ucapan fonem /p/ : kedua bibir, atas dan bawah. b) Pembentukan: 1.1.
Kedua bibir mengatup rapat, otot tegang sehingga menghambat aliran udara lewat mulut
1.2.
Pipi tegang tapi tidak cembung
1.3.
Letak lidah datar
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
17
1.4.
Jika hambatan ditiadakan dengan meletupkan udara lewat mulut secara tiba-tiba, terjadilah letupan sempurna, langitlangit terangkat, terbentuklah /p/.
c) Cara melatih: 1.1.
Secara visual Ajaklah anak memperhatikan bibir guru pada cermin, kemudian anak menyamakan bentuk dengan bibir sendiri.
Ucapkan kata-kata lembaga yang mengandung huruf /p/ contohnya: payung, paku, kepala, dsb kemudian anak meniru. Tulislah suku kata pa, pi, pu, pe, po lalu ajaklah anak meraban. Pa pa pa pa pa papa paaaaaaaaaaaaa pa pa papa pa Po po po po po popo poooooooooooo po po popo po Pi pi pi pi pi pi pipi pi piiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii pi pi pipi pi pi pi
1.2.
Secara haptik Ajaklah anak untuk merasakan udara meletup yang keluar dari mulut dengan ujung jarinya.
Beri kesempatan pada anak untuk mencoba, guru melakukan bersamaan dengan itu, silangkan tangan guru ke mulut anak, tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol letupan.
2) Fonem /T/ (dental, letup/hambat, tak bersuara) a) Dasar ucapan fonem /t/ : lengkung kaki gigi atas dan ujung lidah b) Pembentukan 1.1.
Ujung lidah menekan lengkung kaki gigi atas, pinggir lidah menekan alur kaki gigi atas sehingga aliran napas pada rongga mulut tertahan.
1.2.
Bibir terbuka sedikit, gigi hampir tertutup, rongga mulut menyempit, lidah tegang.
c) Cara melatih: 1.1.
Secara visual
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
18
Ajaklah anak memperhatikan lidah dan bentuk bibir guru pada cermin, kemudian suruh anak menirukannya.
Ucapkanlah kata yang mengandung fonem /t/ contohnya tas, tikus,tujuh,takut dsb, kemudian anak meniru.
Tulislahsuku kata ta, ti, tu, te, to lalu ajaklah anak meraban. Ta ta ta ta tata taaaaaaaaaaaaaaaaa ta ta tata ta ta Ti ti ti ti ti titit tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ti ti ti titi ti ti ti Tu tut u tu tutu tuuuuuuuuuuuuuuuu tu tu tutu tu tu, dst.
1.2.
Secara haptik
Ajaklah anak untuk merasakan udara meletup yang keluar dari mulut dengan ujung jarinya.
Beri kesempatan anak untuk mencoba, guru melakukan bersamaan dengan itu, silangkan tangan guru ke mulut anak, tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol letupan.
3) Fonem /B/ (bilabial, letup/hambat, bersuara) a) Dasar ucapan fonem /b/ : kedua belah bibir b) Pembentukan 1.1.
Posisi bibir bawah dan atas saling menekan (mengatup) tetapi tidak tegang.
1.2.
Posisi lidah mendatar, gigi atas dan bawah tidak saling bersentuhan,
1.3.
Pita suara bergetar, aliran udara terhambat di dalam rongga mulut
1.4.
Jika perhentian udara secara tiba-tiba ditiadakan oleh hembusan napas, maka terjadilan letupan lemah bersuara dan terbentuklah fonem /b/.
c) Cara melatih: 1.1.
Secara visual
Ajaklah anak memperhatikan bentuk bibir guru pada cermin waktu mengucapkan kata-kata lembaga seperti bola, batu,
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
19
baju, dsb. Garis suku kata yang mengandung fonem /b/, kemudian suruhlah anak menirukan
Tulislah suku kata ba, bi, bu ,be, bo, lalu ajaklah anak meraban. Ba ba ba ba baba baaaaaaaaaaa ba ba baba ba ba Bo bo bo bo bo booooooooooooo bo bob obo bo bo Bi bi bi bibi bi bi biiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii bi bi bibi bi bi, dst
1.2.
Secara haptik
Ajaklah anak untuk merasakan udara meletup yang keluar dari mulut dengan ujung jarinya
Beri kesempatan anak untuk mencoba, guru melakukan bersamaan dengan itu, silangkan tangan guru ke mulut anak, tangan anak ke mulut guru untuk mengontrol letupan.
4) Fonem /M/ (fonem bilabial, sengau, bersuara) a) Dasar ucapan fonem /m/ : kedua bibir : atas dan bawah b) Pembentukannya: 1.1.
Kedua bibir mengatup rapat, tetapi tidak tegang. Gigi atas dan gigi bawah tidak saling bertemu (terbuka). Aliran udara melalui hidung karena kedua bibir saling menutup.
1.2.
Udara di dalam rongga mulut beresonansi sehingga getarannya dapat dirasakan pada pipi, hidung, telinga dan leher.
1.3.
Posisi lidah mendatar, langit-langit lembut tidak dan pipi tidak cembung
c) Cara melatih 1.1.
Secara visual
Ajaklah anak memperhatikan bibir guru pada cermin, kemudian anak menyamakannya.
Ucapkan kata-kata lembaga seperti makan, mata, mama, kamar, dsb, kemudian anak menirukannya.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
20
Tulislah suku katama, mi, mu, me, mo, lalu ajaklah anak untuk meraban. Ma ma mama mamama maaaaaaaaaaaaaa ma mama Mo mo momo momomo moooooooooooooo mo momo Mi mi mi mimi mimimi miiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii mi mimi
1.2.
Secara haptik
Ajaklah anak untuk merasakan getaran pada bibir, leher, pipi atau dada dengan cara silang
Berilah latihan mengunyah dengan bibir rapat, tetapi tidak tegang, atau latihan menggumam yang dilanjutkan dengan meraban bervariasi
5) Fonem /N/ (fonem dental, sengau, bersuara) a) Dasar ucapan fonem /N/ : ujung lidah dan lengkung kaki gigi atas b) Pembentukannya 1.1.
Ujung lidah dan pinggir lidah menutup dan menempel pada alur kaki gigi atas. Kedua bibir terbuka sedikit, posisi anak tekak terkulai. Langit-langit lembut tidak tegang. Gigi atas dan bawah tidak merapat.
1.2.
Aliran udara melalui hidung, sedang aliran udara melaui mulut terhenti karena ujung lidah dan pinggir lidah mengenai alur kaki gigi atas.
1.3.
Udara di dalam mulut dan hidung beresonansi, getaran suara dapat dirasakan pada hidung, pipi, leher dan dada.
c) Cara melatih 1.1.
Secara visual
Ajaklah anak memperhatikan bibir guru pada cermin, kemudian anak menyamakannya.
Ucapkan kata lembaga seperti nasi, nanas, dsb kemudian anak menirukannya.
Ajaklah anak meraban Na na nana nananana naaaaaaaaaaaaaaa na na nana
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
21
No no nono nononono noooooooooooooo no no nono Ni ni nini nininininini niiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ni ni ninini 1.2.
Secara haptik
Ajaklah anak untuk merasakan getaran pada hidung, pipi, leher, dan dada dengan cara silang.
Ajaklah anak meraban bervariasi sambil merasakan getaran yang terjadi
Apabila dengan cara di atas anak belum bisa mengucapkan maka perlu ditinjau kembali kemampuan mengucapkan fonem /m/ atau fonem lain yang sekelompok.
6) Fonem /R/ ( dental, getar, bersuara) a) Dasar ucapan fonem /r/ : ujung lidah dan lengkung kaki gigi atas b) Pembentukannya 1.1.
Lidah diangkat tidak tegang, ujung lidah menyentuh lengkung kaki gigi atas. Pinggir lidah menyentuh geraham, gigi atas dan bawah berjarak kira-kira 1 cm, langit-langit lembut diangkat.
1.2.
Udara hembusan napas diarahkan pada ujung lidah, terjadilah getaran pada ujung lidah
c) Cara melatih 1.1.
Secara visual Ajaklah anak mengucapkan kata lembaga seperti rusa, rumah, dst serta mengamati posisi lidah yang bergetar saat mengucapkan pada cermin. Berilah kesempatan pada anak berlatih menggetarkan lidah sebanyak-banyaknya.
Ajaklah anak meraban. Ra ra rara rararara raaaaaaaaaaaaa ra ra rara Ro ro roro rorororo roooooooooooo ro ro roro Ri ri ri riri riririri riiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ri ri riri
1.2.
Secara haptik
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
22
Ajaklah anak merasakan aliran udara pada telapak tangan atau ujung jarinya pada saat mengucapkan fonem /r/
Getaran dapat dirasakan pada leher, bawalah meraban.
Semua indera pada anak dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan feed back terhadap ucapannya sendiri. Indera tersebut adalah penglihatan, pendengaran, perasaan dan perabaan yang secara integral akan selalu dimanfaatkan dalam proses pembelajaran bahasa anak, baik secara klasikal maupun secara individual. Materi percakapan biasa diambil dari hasil percakapan hari itu, tetapi bisa juga dari gambar-gambar yang ada yang menarik bagi anak. Biasa juga dari alat permainan yang ada didekat anak. Materi yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak serta kondisi masing-masing individu. Pada latihan individual anak mendapatkan latihan secara intensif dari berbagai aspek bahasa. Misalnya: Ayo kita berdoa! Terlambat lagi! Siapa tidak masuk sekolah? Pelaksana adalah guru kelas atau guru khusus bahasa . bahan sudah diambil dari hasil percakapan yang mengandung fonem yang telah diprogramkan secara klasikal atau individual. Tahapan perbaikan/penyadaran misalnya: Perbaikan tekanan : bukan Ani tetapi Toto. Perbaikan intonasi : si a pa?
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
23
IV. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Program pengembangan bahasa-wicara pada anak tunarungu dapat dilakukan pada saat proses belajar mengajar di kelas (secara klasikal) dan pada ruang khusus therapy bicara (secara individual). Secara klasikal dilaksanakan di kelas pada jam pelajaran bahasa setelah guru menuliskan visualisasi atau hasil percakapan. Secara individual dilaksanakan pada ruang khusus pengembangan bahasa. 2. Sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pembelajaran bahasawicara anak tunarungu adalah: (1) alat-alat rangsangan visual, (2) alat-alat rangsangan auditoris, (3) alat-alat rangsangan vibrasi, (4) alat-alat untuk latihan pernapasan, dan (5) alat-alat untuk latihan pelepasa organ bicara. 3. Metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu: (1) metode percakapan, (2) metode bermain, (3) metode meraban, (4) metode imitasi, (5) metode reaktif, (6) metode akustik, (7) metode taktial, visual, dan auditori. Sedangkan tekhnik yang digunakan: (1) tekhnik latihan organ bicara anak tunarungu, (2) tekhnik pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu, (3) tekhnik melatih dan memperbaiki ucapan fonem. B. Saran 1. Bagi tenaga pendidik TKLB: dalam menyusun program pembelajaran bahasa-wicara anak tunarungu kiranya memperhatikan karakteristik setiap anak dan tingkat ketunarunguannya sebelum menentukan metode dan tekhnik latihannya. 2. Guru TKLB agar senantiasa memperluas wawasan dan meningkatkan kompetensi dengan melalui pelatihan, seminar, dan forum ilmiah lainnya, agar dapat mengimplementasikan pengetahuannya dalam pembelajaran di sekolah.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
24
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah Siti, dkk. 2007. Perkembangan Dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Edisi Kesatu. Cetakan pertama. Universitas Terbuka. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2005. Informasi Pendidikan Untuk Anak Tunarungu. www.google.com. Diakses Juli 2009. Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja, 1995.Bina Bicara persepsi Bunyi dan Irama. Depdikbud. Lembaga Pendidikan Anak Tunarungu Pangudi Luhur. Dicetak Ulang Oleh Panitia Pelatihan Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu.2002. Metode Percakapan Reflektif. LPATR Pangudi Luhur. Maimunah Hasan, Mei 2009. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini); Cetakan Pertama. DIVA Press. Baturetno, Jogjakarta. Diadaptasi
dari
”Helping
Children Who
Are
Deaf”.
2004.
Memapukan Pendidikan Untuk Anak Tunarungu. Yayasan Hesperian. www.hesperian.org/publication_download.deaf.php. Mufti Salim, 1994. Pendidikan Anak Tunarungu Untuk SGPLB.Jakarta. Depdikbud 1998. Petunjuk Pelaksanaan Bina Bicara Pada Anak Tunarungu. Yayasan Santi Rama. Tim Pengembang Pusat Kurikulum Direktorat PAUD. 2007. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. UNJ. Ummul Mustafiah Hasan, Dra. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Probolinggo.
Sumber
Taman
Kota.
www.google.com.
Diakses
Juli
2007.
Artikel E‐Buletin LPMP SulSel Agustus 2015 ISSN. 2335‐3189 http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=366:pengembanganpembelajaran-bahasa-bagi-anak-tunarungu-wicara-tingkat-tklb-di-slb-b&catid=42:ebuletin&Itemid=215
25