240
Pengembangan Papan Garis dan Sudut 1
Sugiati Tabrang
1
SMP Negeri 11 Bulukumba
[email protected]
Abstrak – Pengajaran garis dan sudut selama ini di SMP Negeri 11 Bulukumba didominasi oleh penyajian dalam bentuk gambar dan alat peraga yang langsung diamati tanpa proses melibatkan aktivitas mandiri siswa dalam penggunaannya. Dikuatirkan hal ini akan menimbulkan sifat bosan siswa dalam belajar dan kurang merangsang aktivitas pembelajarannya, sehingga timbul semangat inovasi penulis sebagai guru untuk membuat sebuah alat peraga bernama Papan Garis dan Sudut. Alat peraga ini digunakan siswa untuk memahami kedudukan dua garis sejajar, garis berpotongan, garis bersilangan, sudut bertolak belakang dan sifat sudut yang dibentuk oleh dua buah garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lain. Dari kegiatan pembelajaran menggunakan Papan Garis dan Sudut yang dikembangkan oleh peneliti sudah memenuhi kriteria valid dan praktis. Valid terlihat dari hasil penilaian pakar berdasarkan instrumen kelayakan alat peraga yang digunakan yaitu mendapatkan hasil Indeks Kelayakan (IK) sebesar 0,73 yang berarti berada pada kategori layak, yang berarti papan Garis dan Sudut sudah memenuhi kriteria valid. Praktis terlihat dari hasil uji coba pada small group. Hasil uji coba menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 81,25 dengan aktivitas belajar sebesar 83%. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata hasil belajarnya sebesar 78,50 dengan aktivitas belajar sebesar 70%. Papan Garis dan Sudut yang dikembangkan oleh peneliti juga memiliki efek potensial terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Ini terlihat dari aplikasi praktis dalam pembelajaran yang dilakukan selama dua tahun pelajaran yaitu 2014/2015 dan 2015/2016. Siswa kelas VIIA SMP Negeri 11 Bulukumba tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan hasil belajar rata-rata 82,10 dengan ketuntasan 81,6%. Pada tahun 2015/2016 siswa kelas VIIC menunjukkan hasil belajar rata-rata 84,25 dengan ketuntasan 85%. Aktivitas belajar menunjukkan hasil 65,31% pada tahun 2014/2015 dan pada tahun 2015/2016 sebesar 79%. Kata kunci:Garis Berpotongan, Garis Sejajar, Papan Garis dan Sudut, Sifat Kesejajaran
I. PENDAHULUAN Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindah tangankan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang sama sekali belum memiliki pengetahuan tersebut. Jika seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide dan pengetahuannya kepada siswa, alangkah baiknya jika proses tersebut dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui pengamatan dan pengalamannya sendiri. Seorang guru dituntut untuk bisa memfasilitasi siswa dalam proses tersebut terutama dalam mempelajari matematika yang sejak dulu sampai sekarang masih saja dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bagi sebagian besar siswa. Berbagai macam upaya berusaha dilakukan guru dan pemerhati pendidikan matematika melalui penelitian dan pengembangan baik berupa model pembelajaran ataupun media pembelajaran yang digunakan agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa berdasarkan masalah yang dialami. Salah satu yang dikembangkan oleh penulis sebagai guru matematika di SMP Negeri 11 Bulukumba adalah media pembelajaran berupa alat peraga matematika yang diberi nama “Papan Garis dan Sudut”. Selama ini pembelajaran garis dan sudut dari tahun ke tahun dilakukan dengan menggunakan gambar saja dengan bantuan mistar dan busur derajat sehingga bisa dikatakan tanpa variasi dalam pembelajaran. Hal ini diduga kuat juga menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa.Seperti yang terjadi di SMP Negeri 11 Bulukumba khususnya kelas VIIA tahun ajaran 2013/2014, nilai hasil ulangan siswa rata-rata 73,25 semester ganjil dan ini berada
di bawah nilai KKM. Aktivitas belajar siswa sebesar 34,95% juga menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan karena berada pada kategori rendah yang menggambarkan sangat kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran kelompok. Kedua hal tersebut yaitu hasil belajar dan aktivitas memberikan hasil yang kurang menggembirakan, dikuatirkan jika dibiarkan siswa akan semakin rendah hasil belajarnya dan juga aktivitas dikelas menjadi hal yang membosankan. II. LANDASAN TEORI (JIKA DIPERLUKAN) A. Alat Peraga Alat peraga memiliki arti penting dalam pembelajaran dikarenakan sifat matematika yang berhubungan dengan abstraksi..Dalam Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi dinyatakan bahwa : “Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya”. Johnson, Berger, & Rising dalam Sumardyono (2011) menggunakan istilah model untuk menunjukkan pada dua pengertian, dalam arti khusus dan dalam arti umum. Dalam arti khusus, model berarti “concrete representation of mental constructs or ideas” (representase konkrit dari ide atau konstruk mental). Sedang dalam arti umum, model menunjukkan pada berbagai jenis benda yang dapat digunakan dalam pembelajaran: alat demostrasi, lembar peraga (chart), alat hitung, alat ukur, alat lukis, alat permainan dan benda-benda real lainnya.
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
241 Sejalan dengan itu menurut Estiningsih (dalam A.Suharjana,2009:3) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dan konsep yang dipelajari. Sesuai teori tersebut, maksud penggunaan alat peraga dalam pelajaran Matematika ialah: (1). Mempermudah dalam hal pemahaman konsep-konsep dalam matematika.(2). Memberikan pengalaman yang efektif bagi siswa dengan berbagai kecerdasan yang berbeda. (3). Memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika.(4). Memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih lamban berfikir untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil.(5). Memperkaya program pembelajaran bagi siswa yang lebih pandai. (6). Mempermudah abstraksi. (7) Efisiensi waktu. (8). Menunjang kegiatan Matematika di luar sekolah. Dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur tertentu agat tampak lebih nyata atau konkrit .. B. Hasil Belajar Bloom, dalam Abadi(2005:2) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir. Ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Sedang ranah psikomotorik berorientasi pada ketrampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action)yang memerlukan koordinasi sysraf dan otot. Ketiga hasil belajar tersebut dalam diri siswa tidak berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan. Menurut Gagne’ dalam Abadi (2005:3) ada lima kategori hasil belajar yaitu hasil belajar informasi verbal, hasil belajar kemahiran intelektual, hasil belajar pengaturan kegiatan kognitif, hasil belajar keterampilan motorik dan hasil belajar sikap. Jadi hasil belajar merupakan perubahan-perubahan prilaku yang diperoleh dari proses belajar yaitu aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dengan kata lain hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar mengajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. C. Kelayakan Alat Peraga Menggunakan instrument kelayakan aaat peraga adalaah salah satu cara mengetahui layak atau tidaknya alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran. Dengan mengetahui kelayakan akan diperoleh suatu nilai yang menunjukkan kevalidan dan kepraktisan alat peraga. Penelitian ini menggunakan instrument pengukuran kelayaan alat peraga matematika skala Likert yang dikembangkan oleh Sumardyono, Widyaswara P4TK Matematika.Dari instrument penilaian tersebut diperoleh hasil berupa total skor yang disebut Fit Scores (FS). Pada instrument skala Likert ini: 59≤FS ≤295
Indeks kelayakan (IK) alat peraga matematika didefinisikan sebagai berikut : (Rata-rata FS yang diperoleh)-59 236 Sedangkan intepretasi Indeks Kelayakan alat peraga matematika dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Indeks Kelayakan dan Kategori Nilai Daerah Indeks Kelayakan (IK) IK > 0,8 0,6 < IK < 0,8 0,4 < IK < 0,6 0,2 < IK < 0,4 IK < 0,2
Kategori Penilaian Sangat Layak Layak Cukup Layak Kurang layak Tidak layak
Dengan menggunakan indeks kelayakan tersebut , peneliti mengarahkan pada kesimpulan akhir yang menyangkut kevalidan dan kepraktisan III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan atau development research (Akker dalam Anggria, 2013). Penelitian ini akan mengembangkan alat peraga Papan Garis dan Sudut yang valid dan praktis dalam pembelajaran maatematika di kelas VII, melalui dua tahapan yaitu preliminary study dan tahap formative study. Tahap preliminary study meliputi persiapan dan desain, sedangkan tahap formative study meliputi Self Evaluation, Expert Review, One to One, Small Group dan Field Test. Tahapan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Alur Desain Formative Evaluation Zulkardi dalam Septiani (2013) A. Preliminary Study 1. Persiapan Tahap ini dilakukan dengan melakukan analisis kurikulum matematika SMP pada pokok bahasan Garis dan Sudut, analisis aktivitas belajar , analisis buku paket serta analisis terhadap alat peraga yang digunakan.Kurikulum yang digunakan pada penelitian ini adalah Kurikulum 2006. 2. Desain Pada tahap ini peneliti mendesain atau merancang alat peraga yang dilengkapi Lembar Aktivitas Siswa yang
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
242 berdasarkan langkah-langkah metode inquiry yang disebut dengan prototype I. Desain prototype I dapat dilihat pada gambar 2 :
Gambar 2. Prototipe I B. Formative Study 1. Self Evaluation Setelah didesain, prototype I dievaluasi oleh peneliti sendiri dan diakukan revisi kecil sehingga menjadi prototype II.Kekurangan dan kelemahan prototype I adalah (1) model garis sejajar terbuat dari benang wol yang agak menyusahkan untuk melepaskannya (2) tempat mengikat benang adalah jarum pentul yang sangat berbahaya jika digunakan secara serampangan oleh siswa. (3) medianya terbuat dari papan gabus yang rapuh dan gampang patah. (4) agak sulit dan butuh waktu untuk membuat model garis sejajar. Demi meyakinkan penulis akan kelemahan ini, prototype I disajikan kepada satu kelompok siswa. Dipilih 4 orang siswa sebagai pengamat. Kelemahan-kelemahan ini membuat penulis berinovasi lagi untuk membuat alat peraga yang lebih baik, sehingga dibuatlah desain prototype II yang dapat dilihat pada gambar3berikut :
Gambar 3. Prototipe II Dugase Dipotsega 2. Expert Review Prototipe II diberi nama oleh penulis yaitu papan “Dugase Dipotsega”. Prototipe II ini merupakan hasil revisi prototype I berdasarkan hasil self evaluation. Prototipe II terbuat dari (1) media tripleks (2) model garis diwakili oleh tali kecil (3) Paku yang ditancapkan pada bingkai papan dengan jarak yang sama yaitu 1 cm. (4) busur derajat. Prototipe II selanjutnya dianalisis dan divalidasi oleh beberapa pakar. Proses validasi dilakukan oleh 5 orang guru
dengan tingkat pendidikan 3 orang Sarjana dan 2 orang Magister. Prototype II ini dicermati, dinilai dan dievaluasi oleh pakar dari segi content , konstruk dan bahasa pada Lembar Aktivitas Peserta Didik. Berdasarkan penilaian tersebut diperoleh hasil Indeks Kelayakan (IK) sebesar 0,73 yang berarti berada pada kategori layak. Didukung dengan hasil diskusi pakar dan pengamatan alat peraga, dapat disimpulkan bahwa papan Dugase Dipotsega tergolong baik (valid dan praktis). Namun diperoleh beberapa masukan untuk melakukan pembenahan pada prototype II ini. Perbaikan yang dimaksud adalah: a. Paku biasa yang digunakan adalah paku kecil tripleks yang dianggap masih agak berbahaya karena ada beberapa paku yang bagian atas (kepalanya) agak tajam, sehingga peneliti memilih bahan paku lain yang lebih aman. b. Bingkai kayu di bagian pinggir tempat menancapkan paku disarankan untuk diberikan ukuran sehingga peserta didik betul-betul yakin bahwa garis yang akan dibuat berjarak sama sesuai dengan pengertian garis sejajar, sehingga peneliti memikirkan alternative bingkai kayu lainnya. 3. One to One Kegiatan one to one dimaksudkan untuk mengidentifikasi error yang terdapat pada alat peraga prototype II serta mengetahui langsung respon dari peserta didik. 4. Small Group Prototipe II kemudian diujicobakan pada small group (kelompok kecil) 2 kelompok siswa yang masing-masing terdiri dari 4 orang peserta didik sebagai tester. Kelompok pertama (eksperimen) menggunakan alat peraga Papan Dugase Dipotsega, dan kelompok kedua (kontrol) menggunakan mistar, pensil dan busur derajat (manual). Hasil uji coba menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 81,25 dengan aktivitas belajar sebesar 83%. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata hasil belajarnya sebesar 78,50 dengan aktivitas belajar sebesar 70%. Ini menunjukkan bahwa hasil belajar 4 orang siswa yang menggunakan Prototipe II lebih tinggi dibandingkan hasil belajar 4 orang siswa yang menggunakan alat manual.Aktivitas belajar juga menunjukkan hasil bahwa siswa yang menggunakan prototype II lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan alat manual. 5. Field Test Berdasarkan hasil Expert Review, one to one dan small group dikembangkanlah prototype III. Setelah diperoleh prototype III yang valid dan praktis, maka dilakukan uji coba field test untuk melihat efek potensial terhadap hasil belajar. Tahap ini hanya berisikan uji keefektifan dari prototype III. Hasil dari field test akan dipaparkan pada bagian aplikasi praktis dalam pembelajaran. Sebelum dilakukan field test, kembali prototype III dipaparkan kepada kelima orang pakar yang sebelumnya telah meberikan masukan dan menilai kelayakan prototype II.Prototipe III ini diberi nama Papan Garis dan Sudut.
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
243 Bentuk dari Papan Garis dan Sudut dapat dilihat pada gambar 6 berikut :
Gambar 4. Prototipe IIIPapan Garis dan sudut IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Papan Garis dan Sudut digunakan ketika mempelajari materi dengan judul kedudukan dua garis, sudut bertolak belakang dan hubungan antar sudut jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain. Materi ini dipelajari di kelas VII semester genap dan Kompetensi Dasar (KD) 5.2. memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.Dengan memodelkan sendirikedudukan dua garis sejajar, kedudukan dua garis berpotongan, kedudukan dua garis bersilangan, besar sudut bertolak belakang, dan sifat sudut yang dibentuk oleh dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lain tidak hanya melalui gambar yang selama ini dilakukan guru pada tahun-tahun sebelumnya., diharapkan siswa akan lebih lebih kreatif. Pada tahun 2014/2015, siswa kelas VIIA sebanyak 32 orang dan pada tahun 2015/2016 siswa kelas VIIC sebanyak 31 orang. Proses pembelajaran dimulai dengan menginformasikan langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan. Di pertemuan pertama, siswa dapat menyimpulkan sendiri kedudukan dua garis sejajar yaitu garis yang jaraknya sama. Kesimpulan ini setelah mengamati bahwa ternyata tali yang diikat pada paku yang ditancapkan bisa dijadikan patokan jarak antara kedua tali yang mewakili model dua garis sejajar. Demikian pula kedudukan dua garis bersilangan, bahwa dua gris bersilangan terletak tidak sebidang. Pada dua garis berpotongan siswa mengamati bahwa terjadi 4 daerah sudut yang ternyata mempunyai hubungan yang dikenal dengan pasangan sudut bertolak belakang. Kegiatan belajar ini diisi dengan proses menemukan sendiri oleh siswa dengan mengamati Papan Garis dan Sudut. Dipertemuan kedua, kegiatan dilakukan untuk menemukan sifat sudut yang dibentuk oleh dua garis sejajar yang dipotong oleh sebuah garis lain. Kegiatan ini juga menggunakan langkah-langkah penemuan yang sudah dipaparkan di Lembar Kerja Siswa. Pada dasarnya, kedua kegiatan tersebut membutuhkan bantuan dan kerjasama di antara masing-masing anggota kelompok. Sehingga menumbuhkan sikap bertanggung jawab, bekerja sama, peduli dan menghargai sesama teman. Hal ini sesuai dengan harapan guru ditunjukkan oleh tes ulangan harian yang diberikan kepada siswa kelas VIIA SMP Negeri 11 Bulukumba tahun pelajaran 2014/2015
menunjukkan rata-rata hasil belajar sebesar 82,10 dengan ketuntasan 81,6%. Pada tahun 2015/2016 siswa kelas VIIC menunjukkan hasil belajar rata-rata 84,25 dengan ketuntasan 85%.Harapan ini juga ternyata ditunjukkan oleh pengamatan aktivitas siswa yang dilakukan selama proses pembelajaran yang meliputi aspek keaktifan, aspek perhatian, aspek kerjasama dan tanggungjawab sebesar 65,31% pada tahun 2014/2015 dan pada tahun 2015/2016 sebesar 79%. Berdasarkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa menunjukkan bahwa Papan Garis dan Sudut mempunyai efek potensial terhadap kedua hal tersebut. V. KESIMPULAN 1. Papan Garis dan Sudut yang dikembangkan oleh peneliti sudah memenuhi kriteria valid dan praktis. Valid terlihat dari hasil penilaian pakar berdasarkan instrumen kelayakan alat peraga yang digunakan yaitu mendapatkan hasil Indeks Kelayakan (IK) sebesar 0,73 yang berarti berada pada kategori layak, yang berarti papan Garis dan Sudut sudah memenuhi kriteria valid. Praktis terlihat dari hasil uji coba pada small group. Hasil uji coba menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sebesar 81,25 dengan aktivitas belajar sebesar 83%. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata hasil belajarnya sebesar 78,50 dengan aktivitas belajar sebesar 70%. Ini menunjukkan bahwa hasil belajar 4 orang siswa yang menggunakan Prototipe II lebih tinggi dibandingkan hasil belajar 4 orang siswa yang menggunakan alat manual. 2. Papan Garis dan Sudut yang dikembangkan oleh peneliti memiliki efek potensial terhadap hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Ini terlihat dari aplikasi praktis dalam pembelajaran yang dilakukan selama dua tahun pelajaran yaitu 2014/2015 dan 2015/2016. Siswa kelas VIIA SMP Negeri 11 Bulukumba tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan hasil belajar rata-rata 82,10 dengan ketuntasan 81,6%. Pada tahun 2015/2016 siswa kelas VIIC menunjukkan hasil belajar rata-rata 84,25 dengan ketuntasan 85%. Aktivitas belajar menunjukkan hasil 65,31% pada tahun 2014/2015 dan pada tahun 2015/2016 sebesar 79%. PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4]
[5]
Anggria Septini. Dkk. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Bangun Ruang Sisi Datar Berbasis Inquiry Untuk Siswa SMP.Yogyakarta: Jurnal Edukasi Matematika (Edumat) Vol.4.No.8. 2013. pp 63-70. Sumardyono.Pengembangan Instrumen Pengukuran Kelayakan Alat Peraga Matematika. Yogyakarta: Jurnal Edukasi Matematika(Edumat) Vol.2.No.3. 2011.pp 183-194. Abadi.Psikologi Pendidikan Dalam Pembelajaran. Depdiknas. Semarang: 2005. Departemen Pendidikan Nasional.Peraturan Menteri Pendidian Nasional No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas. Rani Kristina Dewi. Pengembangan Multimedia Pembelajaran Matematika “Math-Tainment” Materi Pokok Garis dan Sudut untuk SMP Kls VII ,Program studi Pendidikan Matematika Jurusan pendidikan Matematika FMIPA UNY. Yogyakarta : Skripsi : 2011. Website: http://eprints.uny.ac.id/2151/1/Skripsi_Rani_Kristina_Dewi
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017
244 [6]
_%28P_Mat_07301241051%29.pdf, diakses tanggal 1 Amin Suyitno. Sistem Deduktif Aksiomatis dalam Matematika dan Matematika Sekolah.Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang. Semarang: Makalah Volume 1 Nomor 2/September 2010. 2010. Website: http://ejurnal.upgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/view/54/50, diakses tanggal 1 September 2015.
[7]
September 2015. Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Website:http://www.puskurbuk.net, diakses tanggal 1 September 2015.
Simposium Nasional MIPA Universitas Negeri Makassar, 25 Februari 2017 MIPA Open & Exposition 2017