PENGEMBANGAN PANDUAN PENERAPAN SUSTAINABLE AGRICULTURE di DESA TLAHAB, KECAMATAN KLEDUNG, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH Rr. Fitriana Setyowati Putri, Ir. Janti Gunawan, M.Eng.Sc., Ph. D, dan Dr. Maria Anityasari, ST., M.E Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstrak Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan pendekatan pertanian yang diharapkan dapat mengatasi kesalahan yang terlanjur terjadi akibat revolusi hijau. Pertanian organik, merupakan bentuk dari pendekatan pertanian berkelanjutan. Namun sayangnya, meskipun pemerintah telah mencanangkan perpindahan sistem pertanian di Indonesia menuju organik melalui program “Go Organik 2010”, tetapi program strategis ini belum cukup dilengkapi dengan kerangka operasional sehingga program yang semestinya tercapai di tahun 2010 belum terwujud. Tugas akhir ini bertujuan mengembangkan panduan penerapan sustainable agriculture yang sesuai dengan kondisi dan karateristik desa di kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung berdasar model perpindahan sistem pertanian yang sesuai, yang dilakukan di desa Tlahab sebagai studi kasus.Desa Tlahab, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah pertanian yang masih bergantung pada input kimia, dengan mayoritas petani gurem. Kondisi ini mencerminkan sebagian besar kondisi pertanian di Indonesia, yang membutuhkan panduan untuk berpindah ke pertanian organik yang lebih memberikan kesempatan kehidupan yang layak.Pengembangan panduan penerapan sustainable agriculture dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Quality Fuction Deployment (QFD), dimana PRA digunakan sebagai upaya memperoleh inputan kriteria kebutuhan pemangku kepentingan untuk memilih model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai, sedangkan QFD digunakan untuk menerjemahkan kriteria kebutuhan pemangku kepentingan menjadi panduan penerapan pertanian organik berdasar model perpindahan terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai dengan kondisi dan karakteristik desa Tlahab adalah participatory technology design, yang mana model ini menunjukkan perlunya modifikasi panduan awal program “Go Organik 2010” , sehingga lebih mengakomodasi kebutuhan pemangku kepentingan. Kata kunci : panduan pengembangan, participatory rural appraisal, pertanian organik, quality function deployment, sustainable agriculture
Abstract Sustainable agriculture is an agriculture approach that expected to overcome the mistakes that already occurred due to the green revolution. Organic farming is a form of this approach to sustainable agriculture. Unfortunately, even though the government has launched the displacement of existing agricultural systems in Indonesia towards the organic through the "Go Organic 2010", but this strategic program comes with the insufficient operational framework. As a result, until 2011, the Go Organic program that should be achieved in the year 2010 have not materialized. This final project aims to develop the implementation of sustainable agriculture guidance worked with in accordance of the conditions and characteristics of rural villages in Kledung district, Temanggung regency based on suitable agricultural system models displacement, which is done in Tlahab village as a case study. Village Tlahab, Kledung district, Temanggung regency, Central Java is an area that still relies on agriculture chemical inputs , with the majority of smallholder farmers with land area of less than one hectare.This condition reflects the condition of agriculture in Indonesia, which requires a guidance for the switch to organic farming to give a better chance of decent life. Development of sustainable agriculture application agriculture guidance in the study was conducted using the approach method of Participatory Rural Appraisal (PRA) and Quality Fuction Deployment (QFD), in which PRA is used as an effort to obtain stakeholder input requirement criteria so that the most appropriate displacement model of farming systems can be chosen, while QFD is used to translate the criteria of stakeholder needs to be guidance-based implementation of organic agriculture movement model chosen. The results showed that the displacement model of the agricultural system that best suits the conditions and characteristics of the village Tlahab is participatory technology design, which this model demonstrates the need for modification of the initial guidance of the program "Go Organic 2010", which better accommodate the needs of stakeholders.
Key words: guidance development, organic farming, participatory rural appraisal, quality function deployment, sustainable agriculture
1. Pendahuluan Pemenuhan pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Rendahnya produktifitas hasil pertanian menjadi salah satu kendala tercapainya ketahanan pangan. Belum lagi tingginya alih fungsi lahan pertanian serta masih banyaknya petani yang kehilangan hasil pertanian saat melakukan panen (Arif, 2010). Tidak dipungkiri bahwa sebagian besar pertanian di Indonesia masih bergantung pada input eksternal sebagai konsekuensi revolusi hijau yang dicetuskan pada tahun 1960-an sebagai upaya menaikkan produksi pangan. Revolusi hijau bertumpu pada penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, monokultur padi ganda untuk meningkatkan hasil panen tahunan, dan berbagai bentuk dukungan sektor publik sebagai perangsang petani (kredit lunak, subsidi besar, dukungan harga, penyediaan prasarana mahal) (Notohadiprawiro, 1995). Karena adanya kekhawatiran inilah maka tumbuh dan berkembang individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi yang menyuarakan gerakan untuk mempraktekkan usahatani alami (natural farming method) yang akrab lingkungan dengan berbagai istilah seperti “organic”, “biological”, “natural”, atau “ecological”yang bersandar pada prinsip pertanian berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2007). Hingga saat ini belum diketahui metode sustainable agriculture yang paling dominan dilaksanakan di Indonesia, tetapi salah satu yang paling populer adalah metode pertanian organik. Di Indonesia, pengakuan akan pentingnya pengembangan pertanian organik telah dituangkan dalam Revitalisasi Pembangunan Pertanian yang
dicanangkan dengan program “Go Organik 2010”. Namun, program yang mendukung pelaksanaan pertanian organik ini tidak dapat mencapai target. Petani di desa Tlahab dan Kledung, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sebagian besar merupakan petani gurem dengan luas lahan kurang dari satu ha yang secara ekonomi tidak menguntungkan. Mayoritas penduduk di kedua
desa berpendidikan rendah yaitu SD, baik tamat maupun tidak. Komoditas yang dihasilkan adalah sayuran, jagung, tembakau dan kopi. Mayoritas petani melaksanakan praktek pertanian konvensional dengan input kimia tinggi. Terdapat sugesti di kalangan petani bahwa hasil panen tidak akan baik jika tidak menggunakan pupuk kimia. Penerapan sustainable agriculture berupa pertanian organik di desa harus memperhatikan kondisi dan karakteristik petani serta sumber daya yang dimiliki. Masyarakat desa, khususnya petani, memiliki karakter yang berbeda dengan masyarakat kota. Selama ini program pembangunan desa di bidang pertanian bersifat top-down, sehingga kurang memperhatikan kebutuhan dan kemampuan masyarakat desa. Maka dari itu, strategi penerapan pertanian organik dapat dilakukan melalui pendekatan program rural development (pembangunan desa). Model perpindahan sistem pertanian yang menekankan aspek partisipasi dan pemberdayaan petani ada dua, yaitu participatory technology design dan participatory technology development. Karena terdapat lebih dari satu model perpindahan, maka langkah pertama penelitian ini adalah menentukan model penerapan sustainable agriculture yang paling sesuai dengan kondisi desa, kemudian mengembangkan panduan penerapan. Pendekatan yang digunakan adalah Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Quality Fuction Deployment (QFD). Melalui pendekatan Participatory Rural Appraisal akan diperoleh inputan kriteria kebutuhan pemangku kepentingan, identifikasi pemangku kepentingan, potensi sosial, sumber daya, kelembagaan dan teknologi desa, penilaian kemampuan dan keinginan pemangku kepentingan untuk menerapkan pertanian organik sehingga dapat dipilih model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai. Sedangkan QFD digunakan untuk menerjemahkan kriteria kebutuhan pemangku kepentingan menjadi panduan penerapan pertanian berkelanjutan berdasar model perpindahan sistem pertanian terpilih. Pengembangan panduan penerapan meliputi penentuan kegiatan, waktu, peran setiap pemangku kepentingan, sarana pendukung
yang diperlukan serta indikator keberhasilan untuk mengukur pencapaian. 2. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian yang digunakan berisi mengenai langkah yang akan ditempuh selama penelitian dan berguna sebagai acuan agar berlangsung sistematis. 2.1 Tahap Identifikasi Masalah Pada tahapan ini dilakukan identifikasi masalah, perumusan masalah yang ada dan tujuan dari penelitian ini yaitu bagaimana mengembangkan panduan penerapan sustainable agriculture yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik desa di kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung. 2.2 Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam memilih model perpindahan yang sesuai dan mengembangkan panduan penerapan. Ada dua jenis data yang dikumpulkan pada tahap ini : • Data sekunder berupa profil desa, kondisi pertanian dan segala hal yang berkaitan dengan pertanian organik. • Data primer diperoleh melalui dua cara yaitu pendekatan PRA dan kuesioner. Pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci yang terlibat dalam program pertanian melalui venn diagram. Kemudian Semi Structure Interview (SSI) digunakan untuk memperoleh kriteria kebutuhan pemangku kepentingan program pertanian sebagai Voice of Stakeholder (VoS), potensi sosial, kelembagaan dan teknologi. Identifikasi kebutuhan dasar masyarakat petani yang dilakukan dengan metode pair wise ranking digunakan sebagai dasar penentuan pemberian insentif dalam panduan penerapan pertanian berkelanjutan. Data yang diperoleh dengan metode PRA kemudian menjadi masukan dalam penyusunan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan kriteria dan kesediaan menerapkan pertanian organik. 2.3 Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini data yang diperoleh melalui PRA akan diuji kebenarannya melalui crosscheck, dimana data atau informasi dari satu pihak akan ditanyakan kebenarannya
kepada pihak lain di level yang sama atau berbeda. Kemudian data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Selanjutnya adalah penyusunan matriks VoS (Voice of Stakeholder) yang meliputi tiga pilar sustainable agriculture yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi serta aspek lain yang perlu diperhatikan. Kemudian menyusun matriks respon teknis, matriks interaksi VoS dengan respon teknis dan menghitung nilai kontribusi respon teknis pada HoQ sebagaimana terlihat berikut. Room 1 (What ) Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Aspek Lingkungan Kriteria 1 Kriteria 2 Aspek Sosial Kriteria 3 Kriteria 4 Aspek Ekonomi Kriteria 5 Kriteria 6
Respon Teknis 1 Room 4 Bobot Kriteria
Respon Teknis 2
Room 2 (How ) Respon Respon Teknis 3 Teknis 4
Respon Teknis 5
Room 3 Matriks Interaksi room 1 dengan room 2
Room 5 Room 6
Nilai Kontribusi Respon Teknis Nilai Kontribusi Total Respon Teknis
Gambar 1. Gambaran House Of Quality
Jumlah HoQ yang disusun akan disesuaikan dengan jumlah kelompok pemangku kepentingan. HoQ ini akan divalidasi melalui brainstorming dengan pihak yang memahami kondisi dan potensi di desa Tlahab untuk memastikan kesesuaian HoQ dengan kondisi riil. 2.4 Tahap Analisa Hasil dan Pengembangan Panduan Penerapan Inputan yang diperoleh dengan metode PRA meliputi karakteristik pemangku kepentingan, kriteria kebutuhan, dan peranan pemangku kepentingan menjadi dasar pemilihan model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai. Dengan acuan model perpindahan yang terpilih, selanjutnya dikembangkan panduan penerapan pertanian berkelanjutan di lokasi penelitian. Penyusunan panduan penerapan ini mengacu pada konsep program pertanian yang telah ada. Dalam panduan penerapan akan dihasilkan kegiatan, waktu, peran setiap pemangku kepentingan, sarana pendukung yang diperlukan serta indikator keberhasilan untuk mengukur pencapaian. Panduan disusun sebagai acuan rekomendasi penerapan pertanian berkelanjutan di lokasi penelitian. 2.5 Kesimpulan dan saran
Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian dan pemberian saran dari penelitian ini. 3 Lokasi Penelitian Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung Kegiatan awal penelitian pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan direncanakan di desa Kledung, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung dengan pertimbangan adanya petani yang berani menghadapi resiko dalam kegiatan pertanian. Namun, dalam kenyataannya, kunci utama pelaksanaan pertanian berkelanjutan, yaitu petani yang siap berubah, tidak ditemukan disana dengan kondisi memadai. Untuk itu, penelitian ini dipindahkan ke desa Tlahab, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung, dimana petani disana lebih bersifat terbuka dan responsif terhadap pengetahuan dan teknologi pertanian baru dibanding petani desa Kledung. Diharapkan dengan pemilihan lokasi ini, pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan dapat memperoleh dukungan penuh dari pemangku kepentingan terlibat khususnya pihak petani dan dapat diterapkan. Deskripsi Responden Pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah pemangku kepentingan yang berinteraksi langsung dengan petani dalam program pertanian. Proses identifikasi pemangku kepentingan diawali wawancara dengan pihak Dintanbunhut kabupaten Temanggung, aparat desa Tlahab, dan PPL kecamatan Kledung. Kemudian diperoleh informasi bahwa kelompok tani Daya Sindoro desa Tlahab merupakan kelompok tani yang paling responsif terhadap program pertanian dan aktif berinovasi dalam pengelolaan kegiatan pertanian. Dengan informasi tersebut, identifikasi pemangku kepentingan yang menjadi responden dilakukan oleh petani desa Tlahab yang tergabung dalam kelompok tani Daya Sindoro dengan metode venn diagram seperti pada Gambar 2. Secara garis besar pemangku kepentingan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemangku kepentingan internal dan eksternal. Pemangku kepentingan internal merupakan pihak yang melaksanakan program pertanian secara langsung yaitu petani desa Tlahab. Pemangku kepentingan eksternal merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam
perencanaan program, pelaksanaan program, memberi bantuan, mendorong pelaksanaan, memonitor, dan lain sebagainya. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Temanggung
Aparat Desa Tlahab
Petani Desa Tlahab Kelompok Tani
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL)
Gambar 2. Venn Diagram Identifikasi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan eksternal ini terdiri dari aparat pemerintahan, dalam hal ini adalah aparat desa seperti kepala desa, sekretaris desa dll, pegawai Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (Dintanbunhut) kabupaten Temanggung dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung. Rincian mengenai pemangku kepentingan yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Responden berdasarkan Kelompok Pemangku Kepentingan Kelompok Pemangku Kepentingan Pemangku kepentingan internal Pemangku kepentingan eksternal
5
Jenis Pemangku Kepentingan
Jumlah (orang)
Petani desa Tlahab
35
PPL Aparat desa Pegawai Dintanbunhut
8 6 6
Data Participatory Rural Appraisal (PRA) Pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) menghasilkan kriteria kebutuhan pemangku kepentingan program pertanian atau Voice of Stakeholder (VoS), potensi sosial, kelembagaan dan teknologi. Kriteria tersebut tercantum pada Tabel 2. Kemudian identifikasi kebutuhan dasar masyarakat petani yang dilakukan dengan metode pair wise ranking digunakan sebagai dasar penentuan pemberian insentif dalam panduan penerapan pertanian berkelanjutan. Ketersediaan air bersih merupakan kebutuhan dasar pertama, kemudian pembangunan jalan dan terakhir sanitasi.
Aspek
No 1 2 3 Partisipasi 4 5 6 7 Partisipasi
8 9 10
Tujuan Kegiatan Pertanian
11
Kriteria Perencanaan program pemberdayaan pertanian Penyusunan program pemberdayaan pertanian Pelaksanaan program pemberdayaan pertanian Penyebaran pengetahuan pertanian Penggunaan teknologi pertanian baru Partisipasi petani dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi petugas penyuluhan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi aparat pemerintahan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan daerah dalam program pemberdayaan pertanian Menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia dibanding menjaga kesuburan tanah menggunakan pupuk & pestisida organik Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia
Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga 12 kesuburan tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak 13 Bantuan pupuk, pestisida, bibit , saprodi 14 Bantuan dana hibah atau pinjaman Ekonomi 15 Peningkatan pendapatan petani 16 Kemitraan usaha (pengadaan saprodi dan pemasaran) 17 Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi 18 Sertifikasi produk pertanian Lingkungan 19 Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah)
6. Perancangan Kuesioner Data yang diperoleh dengan metode PRA kemudian menjadi masukan dalam penyusunan kuesioner yang digunakan untuk mendapatkan data secara kuantitatif. Ada dua jenis kuesioner yang dirancang, yaitu kuesioner identifikasi kriteria kebutuhan pemangku kepentingan dalam program pertanian untuk mengetahui tingkat kepentingan kriteria dan kuesioner identifikasi kesediaan untuk menerapkan pertanian organik. 6.1 Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Dari data yang diperoleh dengan metode PRA, dapat diidentifikasi 26 kriteria dalam lima aspek yang diduga menjadi kebutuhan pemangku kepentingan program pertanian, baik pemangku kepentingan internal maupun eksternal. Kriteria tersebut tercantum pada tabel 2. 6.2 Kesediaan Menerapkan Pertanian Organik Dalam pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan, di dalam penelitian ini adalah pertanian organik, di desa Tlahab Kabupaten Temanggung, perlu diperhatikan prioritas kesediaan petani untuk beralih ke pertanian organik. Sehingga panduan yang dikembangkan dapat sesuai dengan kemampuan dan kesiapan petani
sebagai pelaksana utama kegiatan pertanian. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, diidentifikasi 12 poin yang diduga membuat petani bersedia beralih ke pertanian organik. Poin-poin ini kemudian dikelompokkan dalam 3 aspek sesuai dengan aspek keberlanjutan pada sustainable agriculture yaitu aspek ekonomi, lingkungan dan sosial, sebagai berikut. Tabel 3 Kesediaan Menerapkan Pertanian Organik Aspek
Poin Prioritas Adanya bantuan dana hibah atau pinjaman Adanya bantuan pupuk organik, bibit, pestisida organik, dll Adanya kemampuan menjual produk pertanian organik dengan harga tinggi Ekonomi Adanya peluang pasar atas produk yang dihasilkan Adanya jaminan pasar atas produk yang dihasilkan Adanya mitra usaha yang saling menguntungkan Adanya keyakinan bahwa kesuburan dan kesehatan tanah meningkat Lingkungan Adanya keyakinan bahwa produk pertanian organik lebih sehat dan aman 8 dikonsumsi 9 Adanya bukti nyata keberhasilannya Adanya pemberian pengetahuan dalam membuat pupuk dan pestisida 10 organik Sosial 11 Adanya kemudahan dalam proses sertifikasi 12 Adanya pedoman pelaksanaan dan aturan yang jelas serta rinci
No 1 2 3 4 5 6 7
7. Validitas Kriteria Kebutuhan Pemangku
Kepentingan Untuk mengetahui validitas kriteria kebutuhan pemangku kepentingan, dilakukan uji validitas. Semakin tinggi validitas suatu atribut maka atribut tersebut semakin sesuai dan tepat sasaran untuk dijadikan sebagai ukuran atau indikator. Tabel 4. Nilai r-tabel Untuk Uji Validitas Variabel Kriteria kebutuhan pemangku kepentingan
N
df
26
24
α
r-tabel
0,05 0,3297
N adalah jumlah kriteria kebutuhan pemangku kepentingan yaitu 26, dan degree of freedom (df) = N-2. Dengan nilai N adalah 26, maka besarnya df adalah 26-2=24. Dengan menggunakan α = 5%, berdasarkan nilai tabel, maka diketahui bahwa nilai r-tabel untuk df = 24 adalah 0,3297. Atribut dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel. Rekapan data r hitung hasil uji validitas masing- masing kriteria pada tabel 5 dan tabel 6. Besarnya nilai tingkat kepentingan rata-rata kriteria pada pemangku kepentingan eksternal yang telah valid ditampilkan dengan line chart sebagai berikut. Tingkat Kepentingan Kriteria PPL Tingkat Kepentingan
Tabel 2 Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan
4 3 2 1 0 P1 P3 P4 P6 P7 P8 P9 P12 P15 P16 P17 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 Kriteria
Gambar 3. Tingkat Kepentingan Kriteria PPL
Kriteria
No
PPL
Partisipasi Perencanaan program pemberdayaan pertanian Penyusunan program pemberdayaan pertanian Pelaksanaan program pemberdayaan pertanian Penyebaran pengetahuan pertanian Penggunaan teknologi pertanian baru Partisipasi petani dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi petugas penyuluhan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi aparat pemerintahan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan daerah dalam 9 program pemberdayaan pertanian Tujuan Kegiatan Pertanian 1 2 3 4 5 6 7 8
10
Menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia dibanding menjaga kesuburan tanah menggunakan pupuk & pestisida organik
Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding menjaga 11 kestabilan hasil panen dengan bahan kimia 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga kesuburan tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak Ekonomi Bantuan pupuk, pestisida, bibit , saprodi Bantuan dana hibah atau pinjaman Peningkatan pendapatan petani Kemitraan usaha (pengadaan saprodi dan pemasaran) Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi Lingkungan Sertifikasi produk pertanian Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah) Sosial Sekolah lapang dan penyuluhan Peningkatan kualitas sumber daya manusi Monitoring dan evaluasi rutin Pedoman pelaksanaan dan aturan yang jelas serta rinci Target terukur disertai sanksi dan penghargaan Pemahaman mengenai karakteristik petani Waktu pelaksanaan singkat
r-hitung Aparat Dintanbunhut Desa
0,55* 0,32 0,46* 0,44* 0,07 0,67* 0,44* 0,79*
-0,93 0,52* 0,61* 0,20 -0,93 0,61* 0,93* 0,61*
0,60* 0,60* 0,60* 0,40* 0,40* 0,09 0,09 0,79*
0,71*
0,45*
0,68*
0,31
0,09
0,65*
0,31
0,61*
-0,06
0,35*
0,61*
0,75*
0,31 0,31 0,45* 0,47* 0,67*
0,27 -0,09 0,93* 0,61* -0,09
0,54* 0,34* 0,00 0,19 0,41*
0,15 0,44*
0,78* 0,35*
0,94* 0,86*
0,59* 0,44* 0,59* 0,42* 0,48* 0,67* -0,31
0,61* 0,93* 0,61* 0,93* -0,26 -0,93 0,25
0,88* 0,67* 0,88* 0,64* 0,09 -0,86 0,86*
Sedangkan kriteria dengan tingkat kepentingan tertinggi menurut aparat desa adalah partisipasi petugas penyuluhan, peningkatan pendapatan petani, dan peningkatan kualitas SDM.
Tingkat Kepentingan
Tingkat Kepentingan Kriteria Aparat Desa 4 3 2 1 0
r-hitung No
Kriteria
Partisipasi 1 Perencanaan program pemberdayaan pertanian 2 Penyusunan program pemberdayaan pertanian 5 Penggunaan teknologi pertanian baru 6 Partisipasi petani dalam program pemberdayaan pertanian 7 Partisipasi petugas penyuluhan dalam program pemberdayaan pertanian 8 Partisipasi aparat pemerintahan dalam program pemberdayaan pertanian 9 program pemberdayaan pertanian Tujuan Kegiatan Pertanian Menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia dibanding menjaga 10 kesuburan tanah menggunakan pupuk & pestisida organik 11 Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding menjaga 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga kesuburan tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak Ekonomi Bantuan pupuk, pestisida, bibit , saprodi Bantuan dana hibah atau pinjaman Peningkatan pendapatan petani Kemitraan usaha (pengadaan saprodi dan pemasaran) Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi Lingkungan Sertifikasi produk pertanian Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah) Sosial Sekolah lapang dan penyuluhan Peningkatan kualitas sumber daya manusi Monitoring dan evaluasi rutin Pedoman pelaksanaan dan aturan yang jelas serta rinci Target terukur disertai sanksi dan penghargaan Pemahaman mengenai karakteristik petani Waktu pelaksanaan singkat
*Kriteria valid pada α=0,05
Petani 0,53* 0,56* 0,55* 0,64* 0,65* 0,54* 0,66* -0,08 0,38* 0,51*
0,26 0,34* 0,51* 0,26 0,51* 0,47* 0,51* 0,50* 0,55* 0,61* 0,36* 0,01 0,49* 0,49*
Tingkat Kepentingan Kriteria Petani 4 3 2 1 0
Kriteria
Gambar 6. Tingkat Kepentingan Kriteria Petani P2 P3 P6 P7 P8 P9 P11 P12 P15 P16 P18 P19 P20 P21 P22 P23 Kriteria
Gambar 4. Tingkat Kepentingan Kriteria Aparat Desa
Tingkat Kepentingan
Tabel 6. Data Validitas Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Internal
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P11 P12 P14 P15 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P25 P26
Tabel 5. Data Validitas Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Eksternal
Terdapat dua kriteria dengan tingkat kepentingan tertinggi, yaitu teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi dan peningkatan kualitas SDM.
Tingkat Kepentingan
Kriteria kebutuhan yang dipentingkan oleh PPL adalah penyebaran pengetahuan pertanian, partisipasi PPL dalam program pemberdayaan pertanian, kelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas SDM.
Tingkat Kepentingan Kriteria Pegawai Dintanbunhut 4 3 2 1 0 P1 P2 P3 P4 P5 P8 P9 P10 P12 P13 P14 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P26 Kriteria
Gambar 5. Tingkat Kepentingan Kriteria Pegawai Dintanbunhut
Sebagaimana ditunjukkan Gambar 4 kelestarian lingkungan merupakan kriteria dengan tingkat kepentingan tertinggi, bagi pemangku kepentingan internal berdasarkan hasil pengolahan kuesioner. Hal ini menunjukkan bahwa petani sangat peduli terhadap masalah lingkungan dibanding masalah pertanian lain. Struktur korelasi kriteria kebutuhan yang valid menurut pemangku kepentingan internal (petani) dianalisis dengan menggunakan analisis faktor setelah memenuhi syarat nilai MSA (Measure of Sampling Adequacy) > 0,5.
Tabel 7. Analisis Faktor Pemangku Kepentingan Internal
Tabel 9 Hasil Uji Reliabilitas No Pemangku Kepentingan
Faktor No
Kriteria
Peran dan tanggungjawab stakeholder di luar lingkup desa dalam program pertanian
Perencanaan program pemberdayaan pertanian Penyusunan program pemberdayaan pertanian Pelaksanaan program 3 pemberdayaan pertanian Penyebaran pengetahuan 4 pertanian Penggunaan teknologi pertanian 5 baru 1
Peran dan tanggungjawab stakeholder di dalam lingkup desa dalam program pertanian
Aspek penting Insentif untuk dalam Perencanaan Pemahaman menjaga pelaksanaan jangka waktu karakteristik kelestarian program program petani lingkungan pertanian
√
2
6
√
√ √ √
√
√
√
√
√
√ √ √
9. House of Quality (HoQ) Sebelum menyusun HoQ, terlebih dahulu dilakukan perhitungan bobot setiap kriteria kebutuhan pemangku kepentingan (Voice of Stakeholder) dan penyusunan respon teknis, sehingga dapat dibuat matriks interaksi antara VoS dengan respon teknis. Kemudian dari matriks interaksi dihitung nilai kontribusi setiap respon teknis yang akan menghasilkan kerangka pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan.
√ √
9.1
√ √ √ √
Dari hasil analisis faktor diperoleh enam kelompok variabel baru. 8. Reliabilitas Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Tingkat keterpercayaan menunjukkan berapa kalipun suatu indikator ditanyakan kepada responden yang berlainan (tapi masih satu jenis pemangku kepentingan) maka hasilnya tidak akan menyimpang terlalu jauh dari rata-rata jawaban responden untuk indikator tersebut.
Pembobotan Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Pembobotan kriteria dilakukan dengan mengalikan nilai rating setiap kriteria dengan bobot masing-masing pemangku kepentingan. Nilai rating masing-masing kriteria diperoleh dari hasil normalisasi rata-rata tingkat kepentingan dari kriteria yang telah valid. Karena terdapat lebih dari 1 jenis pemangku kepentingan pada kelompok eksternal, maka perlu dilakukan pembobotan sesuai peran masing - masing pemangku kepentingan pada program pertanian. Tabel 10. Important Rating Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Eksternal No
Tabel 8. Nilai df dan r-tabel Masing-Masing Pemangku Kepentingan No 1 2 3 4
PPL Aparat Desa Pegawai Dintanbunhut Petani
Cronbach's Alpha 0,836 0,904 0,928 0,866
√
Partisipasi petani dalam program pemberdayaan pertanian
Partisipasi petugas penyuluhan 7 dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi aparat pemerintahan 8 dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan daerah 9 dalam program pemberdayaan pertanian Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding 10 menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga kesuburan 11 tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak Bantuan dana hibah atau 12 pinjaman 13 Peningkatan pendapatan petani Teknologi pertanian untuk 14 menurunkan biaya produksi Kelestarian lingkungan (misal 15 konservasi tanah) 16 Sekolah lapang dan penyuluhan Peningkatan kualitas sumber daya 17 manusia 18 Monitoring dan evaluasi rutin Pemahaman mengenai 19 karakteristik petani 20 Waktu pelaksanaan singkat
1 2 3 4
N Kriteria Valid 20 17 19 22
Pemangku Kepentingan PPL Aparat Desa Pegawai Dintanbunhut Petani
N 20 17 19 22
df 18 15 17 20
r-tabel 0,3783 0,4124 0,3687 0,3598
Untuk memperoleh nilai r tabel, dicari terlebih dahulu nilai df, yaitu df = N – 2 , dengan nilai N adalah jumlah kriteria kebutuhan pemangku kepentingan yang sudah valid. Nilai r-tabel diatas diperoleh pada α = 5%. Kemudian nilai Cronbach's Alpha akan dibandingkan dengan nilai r tabel. Dikatakan reliable, jika nilai Cronbach's Alpha > nilai r tabel. Hasil uji reliabilitas pada Tabel 9 menunjukkan bahwa seluruh kriteria yang valid pada setiap pemangku kepentingan dapat dikatakan reliable.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kriteria Perencanaan program pemberdayaan pertanian Penyusunan program pemberdayaan pertanian Pelaksanaan program pemberdayaan pertanian Penyebaran pengetahuan pertanian Penggunaan teknologi pertanian baru Partisipasi petani dalam program pemberdayaan Partisipasi petugas penyuluhan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi aparat pemerintahan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan daerah dalam program pemberdayaan pertanian Menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia dibanding menjaga kesuburan tanah menggunakan pupuk & pestisida organik Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga kesuburan tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak Bantuan pupuk, pestisida, bibit , saprodi Bantuan dana hibah atau pinjaman Peningkatan pendapatan petani Kemitraan usaha (pengadaan saprodi dan pemasaran) Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi Sertifikasi produk pertanian Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah) Sekolah lapang dan penyuluhan Peningkatan kualitas sumber daya manusi Monitoring dan evaluasi rutin Pedoman pelaksanaan dan aturan yang jelas serta rinci Target terukur disertai sanksi dan penghargaan Pemahaman mengenai karakteristik petani Waktu pelaksanaan singkat
Rating %
Bobot Pemangku Important Rating % Kepentingan P AD PD P AD PD 0,90 0,00 0,10 4,91 0,00 0,57 0,00 0,30 0,70 0,00 1,74 4,02 0,180 0,778 0,042 1,02 4,98 0,24 0,90 0,00 0,10 5,44 0,00 0,57 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 5,74 0,10 0,90 0,00 0,58 5,76 0,00
P 5,46 0,00 5,65 6,04 0,00 5,85
AD 0,00 5,81 6,40 0,00 0,00 6,40
PD 5,74 5,74 5,74 5,74 5,74 0,00
6,04
6,69
0,00
0,90
0,10
0,00
5,44
0,67
0,00
5,46
6,40
5,22
0,333
0,333
0,333
1,82
2,13
1,74
5,65
6,10
5,48
0,042
0,180
0,778
0,24
1,10
4,27
0,00
0,00
4,18
0,00
0,00
1,00
0,00
0,00
4,18
0,00
6,40
0,00
0,00
1,00
0,00
0,00
6,40
0,00
5,26
6,40
4,96
0,643
0,101
0,255
3,38
0,65
1,27
0,00 0,00 5,85 5,26 5,85 0,00 6,04 5,46 6,04 5,07 5,26 4,48 5,26 0,00
0,00 0,00 6,69 6,10 0,00 6,40 6,40 6,10 6,69 6,10 4,94 0,00 0,00 0,00
4,44 3,92 0,00 0,00 6,01 4,96 5,74 5,48 6,01 5,48 5,22 0,00 0,00 4,18
0,00 0,00 0,10 0,90 0,90 0,00 0,778 0,778 0,778 0,042 0,778 1,00 1,00 0,00
0,00 0,00 0,90 0,10 0,00 0,80 0,180 0,042 0,180 0,778 0,042 0,00 0,00 0,00
1,00 1,00 0,00 0,00 0,10 0,20 0,042 0,180 0,042 0,180 0,180 0,00 0,00 1,00
0,00 0,00 0,58 4,74 5,26 0,00 4,70 4,25 4,70 0,21 4,09 4,48 5,26 0,00
0,00 0,00 6,02 0,61 0,00 5,12 1,15 0,26 1,20 4,75 0,21 0,00 0,00 0,00
4,44 3,92 0,00 0,00 0,60 0,99 0,24 0,99 0,25 0,99 0,94 0,00 0,00 4,18
Pada kelompok pemangku kepentingan eksternal terdapat tiga jenis pemangku kepentingan, dimana masingmasing pemangku kepentingan memiliki peran yang berbeda terhadap setiap kriteria kebutuhan. Sehingga diperlukan pembobotan pemangku kepentingan berdasarkan prioritas peran masing-masing dalam program pertanian. Pembobotan dilakukan menurut pertimbangan kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung selaku pihak yang bertanggung jawab bidang pertanian. Pembobotan ini dilakukan dengan bantuan Software Expertchoice 2000. Kriteria yang dibobotkan merupakan kriteria kebutuhan yang dianggap valid oleh lebih dari satu pemangku kepentingan. Adapun nilai important rating untuk kriteria kebutuhan pemangku kepentingan internal sebagai berikut.
Prioritas pertama kesediaan petani menerapkan pertanian organik adalah adanya bantuan dana hibah atau pinjaman. Kemudian adanya bukti nyata keberhasilan. Hasil prioritas kesediaan penerapan ini akan menjadi acuan pertimbangan dalam penyusunan HoQ (House of Quality) dan pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan. 9.3 Respon Teknis HoQ (House of Quality) Respon teknis pertanian berkelanjutan disusun berdasarkan aktivitas yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan, aktivitas yang biasa dilakukan dalam melaksanakan program pertanian yaitu program PMUP dan aktivitas yang dilakukan untuk pemberdayaan pertanian antara lain program P3TIP (Program Pemberdayaan Petani melalui teknologi dan Informasi Pertanian). Tabel 13. Respon Teknis Pertanian Berkelanjutan
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Penyusunan program pemberdayaan pertanian Pelaksanaan program pemberdayaan pertanian Penyebaran pengetahuan pertanian Penggunaan teknologi pertanian baru Partisipasi petani dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi petugas penyuluhan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi aparat pemerintahan dalam program pemberdayaan pertanian Partisipasi Dinas pertanian, perkebunan dan kehutanan daerah dalam program pemberdayaan pertanian Memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak dibanding menjaga kestabilan hasil panen dengan bahan kimia Menggunakan pupuk & pestisida organik untuk menjaga kesuburan tanah dibanding memperoleh harga beli hasil pertanian yang layak Bantuan dana hibah atau pinjaman Peningkatan pendapatan petani Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi Sertifikasi produk pertanian Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah) Sekolah lapang dan penyuluhan Peningkatan kualitas sumber daya manusi Monitoring dan evaluasi rutin Pedoman pelaksanaan dan aturan yang jelas serta rinci Pemahaman mengenai karakteristik petani Waktu pelaksanaan singkat
4,42
3,03 3,14 3,20 3,17 3,11 3,14 2,74
4,34 4,50 4,58 4,54 4,46 4,50 3,93
3,20
4,58
3,29
4,71
3,20
4,58
3,26 3,40 3,40 3,09 3,57 3,17 3,26 3,11 3,11 3,06 3,06
4,67 4,87 4,87 4,42 5,12 4,54 4,67 4,46 4,46 4,38 4,38
9.2
Tabel 12. Prioritas Kesediaan Menerapkan Pertanian Organik Prioritas
P1 1 8 2 6 3 4 4 2 5 5 Total 25 Rangking 1
Poin P2 3 7 2 2 1 15 7
P3 6 1 7 2 2 18 4
P4 1 4 3 4 3 15 6
P5 1 3 0 7 6 17 5
P6 2 2 7 6 2 19 3
P7 1 2 6 3 1 13 8
P8 5 3 2 5 5 20 2
P9 2 4 1 0 1 8 11
P10 P11 P12 0 2 4 0 2 1 0 1 2 2 1 1 1 4 4 3 10 12 12 10 9
Kelembagaan
Prioritas Kesediaan Menerapkan Pertanian Organik Dari kuesioner identifikasi kesediaan untuk menerapkan pertanian organik dihitung jumlah prioritas pada masing-masing poin untuk mengetahui poin apa yang menjadi prioritas petani.
Ekonomi
Perencanaan program pemberdayaan pertanian
Important Rating %
Lingkungan
1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat kepentingan Kriteria 3,09
Kriteria
Sosial
No
Aspek
Partisipasi
Tabel 11. Important Rating Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Internal
Kelompok 1.Mendorong pemangku kepentingan lebih inovatif
Respon Teknis 1.Pemilihan petani menjadi penyuluh swadaya sebagai motivator 2. Pelatihan kepemimpinan 3. Temu teknologi antara peneliti dengan petani dan penyuluh 2. Share pengetahuan 4. Penyuluhan partisipatif 5. Forum pertanian antar kelompok tani atau pelaku usaha tani 6. Bantuan fisik terpadu antara usaha tani dan ternak berkelanjutan selama masa konversi pertanian organik 3. Bantuan program 7. Bantuan dana hibah bergulir 8. Pemberian insentif untuk kompensasi penurunan produktivitas 9. Bantuan fisik ditentukan petani dengan sistem voucher didampingi penyuluh 10. Adopsi teknologi pertanian yang solutif, disertai petunjuk teknis pelaksanaan 4. Teknologi pertanian 11. Kelembagaan kelompok tani berupa koperasi untuk konsolidasi manajemen 5. Pemasaran produk usaha pertanian 12.Kemitraan usaha melalui kelompok tani 13.Penyaluran kredit modal melalui kelompok tani 6. Kredit modal 14. Kerjasama antara kelompok tani dengan mitra usaha sebagai penjamin 15.Sertifikasi prima (Good Agriculture Practice ) 16. Sistem jaminan partisipasi (Participatory Guarantee System) 7. Sertifikasi 17. Sistem pengawasan internal (Third Party Group Certification / Internal Control System Organic) 18. Pelatihan dan pendampingan membuat pupuk organik 8. Penggunaan teknologi 19. Pelatihan dan pendampingan membuat pengendali hama organik organik 20.Pengadaan sarana dan alat untuk produksi teknologi organik 21. Penyuluhan kesehatan masyarakat (dampak negatif pertanian) 9. Kesehatan manusia, 22. Penyuluhan kelestarian lingkungan lingkungan 23. Visi dan misi program yang mampu dicapai 10. Keberlanjutan program 24. Monitoring dan evaluasi perbaikan terintegrasi antara pihak terkait 25. Koordinasi antara pelaksana program dengan pihak terkait 26. Petunjuk teknis pelaksanaan tahapan program 11. Pelaksanaan program 27. Job description masing-masing pemangku kepentingan 28. Jangka waktu sesuai siklus tanam 29. Fasilitasi penentuan harga jual yang transparan dan adil antara penyuplai dan 12. Kelayakan harga jual pembeli produk 30. Pengaturan harga produk pertanian oleh pemerintah 31. Penjualan produk pertanian melalui kelompok tani 32. Demplot pertanian organik 13. Percontohan pertanian 33. Memasukkan hasil pembelajaran demplot ke dalam kegiatan rutin kelompok organik tani 34. Pendidikan dan pelatihan teknis 14. Peningkatan kualitas 35. Kegiatan belajar berkelompok SDM 36. Pendampingan, pelatihan dan sekolah lapang pertanian organik 37. Pembentukan kelompok tani untuk menghimpun petani 38. Peningkatan kapasitas kelompok tani dalam manajemen usaha tani 39. Peningkatan kapasitas komunitas masyarakat pertanian setempat dalam mendukung usahatani 40. Pemberdayaan BP3K menjadi pusat pelayanan dan konsultasi pertanian 15. Pemberdayaan 41. Pelatihan manajemen usaha dan organisasi kelembagaan 42. Lembaga penelitian menghasilkan teknologi pertanian aplikatif dan solutif 43. Lembaga perbankan menyesuaikan mekanisme penyaluran kredit lebih fleksibel dan terjangkau 44. Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi pendukung dan kelengkapan infrastruktur
9.4 Matriks Interaksi HoQ (House of Quality) Matriks interaksi HoQ yang disusun ada dua jenis, yaitu HoQ pemangku kepentingan eksternal dan HoQ pemangku kepentingan internal. Penentuan skor relationship pada matriks interaksi didasarkan pada pertimbangan kebutuhan pemangku kepentingan, juga kemampuan pemangku kepentingan dalam mencapai suatu kondisi ideal.
9.5 Kerangka Pengembangan Panduan Untuk memperoleh nilai kontribusi respon teknis di setiap HoQ, skor relationship pada matriks interaksi HoQ dikalikan dengan important rating. Penjumlahan nilai kontribusi respon teknis antara HoQ pemangku kepentingan eksternal dan HoQ pemangku kepentingan internal menghasilkan nilai total kontribusi masing-masing respon teknis. Kemudian nilai kontribusi total respon teknis di setiap kelompok dirata-rata menghasilkan nilai kontribusi rata-rata kelompok teknis. Nilai ini dirangking sehingga diperoleh kelompok respon teknis dengan nilai tertinggi hingga terendah yang kemudian menjadi kerangka pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan. Berikut ini tabel kerangka pengembangan panduan yang menunjukkan kelompok respon teknis dengan urutan nilai tertinggi hingga terendah, disertai respon teknis yang memiliki nilai total kontribusi diatas nilai kontribusi rata-rata kelompok. Tabel 14. Kerangka Pengembangan Panduan Urutan Kelompok Respon Teknis 1 Share pengetahuan 2
Peningkatan kualitas SDM
Respon Teknis Penyuluhan partisipatif Pendidikan dan pelatihan teknis Pendampingan, pelatihan dan sekolah lapang pertanian organik Pelatihan dan pendampingan membuat pupuk organik Pelatihan dan pendampingan membuat pengendali hama organik Adopsi teknologi pertanian yang solutif, disertai petunjuk teknis pelaksanaan
3
Penggunaan teknologi organik
4
Teknologi pertanian
5
Kesehatan manusia, lingkungan Penyuluhan kelestarian lingkungan
6
Percontohan pertanian organik Mendorong pemangku kepentingan lebih inovatif
7
Demplot pertanian organik Pemilihan petani menjadi penyuluh swadaya sebagai motivator
8
Pelaksanaan program
Koordinasi antara pelaksana program dengan pihak terkait Job description masing-masing pemangku kepentingan
9
Keberlanjutan program
Monitoring dan evaluasi perbaikan terintegrasi antara pihak terkait
10
Sertifikasi
11
Pemberdayaan kelembagaan
12
Kredit modal
13
Bantuan program
14
Pemasaran produk pertanian
15
Kelayakan harga jual produk
Sistem jaminan partisipasi (Participatory Guarantee System ) Sistem pengawasan internal (Third Party Group Certification / Internal Control System Organic ) Pemberdayaan BP3K menjadi pusat pelayanan dan konsultasi pertanian Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi pendukung dan kelengkapan infrastruktur Pelatihan manajemen usaha dan organisasi Lembaga penelitian menghasilkan teknologi pertanian aplikatif dan solutif Kerjasama antara kelompok tani dengan mitra usaha sebagai penjamin Bantuan fisik terpadu antara usaha tani dan ternak berkelanjutan selama masa konversi pertanian organik Bantuan dana hibah bergulir Kemitraan usaha melalui kelompok tani Fasilitasi penentuan harga jual yang transparan dan adil antara penyuplai dan pembeli
10. Evaluasi Model Perpindahan Sistem Pertanian Participatory technology design yang memadukan top down dengan bottom up, membutuhkan panduan awal yang dihasilkan oleh pemerintah secara top down. Panduan yang dihasilkan kemudian mengalami modifikasi sesuai kebutuhan dan minat pemangku kepentingan, sehingga dihasilkan panduan akhir yang dapat mewakili kepentingan pemerintah tanpa mengabaikan kebutuhan pemangku kepentingan. Pada
model ini, campur tangan pemerintah cukup besar dalam fase awal menghasilkan panduan awal dan menciptakan iklim yang mendukung pelaksanaan program perpindahan sistem pertanian. Sedangkan model participatory technology development, menekankan kepada inovasi petani untuk berpindah atau menerapkan sistem pertanian yang baru. Melalui pelatihan petani oleh petani inovator yang telah sukses menerapkan sistem pertanian baru, petani diajak untuk menerapkan sistem baru secara mandiri. Sehingga petani berperan sangat besar dalam menentukan sistem pertanian yang paling sesuai. Dengan sistem baru yang tercipta secara mandiri, diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk turut menciptakan iklim yang kondusif. Untuk menerapkan participatory technology development, tentu saja dibutuhkan kesiapan petani agar bersedia berubah secara mandiri. Kesadaran serta komitmen untuk berpindah sistem pertanian menjadi kunci pelaksanaan model ini, karena minimnya campur tangan pemerintah. 11. Participatory Technology Design Model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai dengan kondisi dan karakteristik desa Tlahab adalah participatory technology design yang memadukan top down planning dengan bottom up planning melalui proses modifikasi. Model ini terdiri dari 4 fase yaitu perancangan panduan awal oleh pemerintah, penggalian opini dan minat pemangku kepentingan, modifikasi panduan, dan terakhir adalah pembuatan panduan akhir. 11.1 Kondisi dan Karakteristik Pertanian Desa Tlahab Program pertanian yang selama ini dilaksanakan dirancang secara top down oleh Dintanbunhut. Petani hanya sebagai pelaksana program. Keterlibatan PPL sebagai penyeleksi calon petani dan calon lahan sebagai pihak yang paling memahami karakteristik petani. Sedangkan petani dan PPL merasa perlunya keterlibatan mereka dalam penentuan jenis dan kualitas bantuan dalam program. Interaksi antar pemangku kepentingan ini tercantum sebagai berikut.
mengharapkan campur tangan pemerintah untuk memberikan penghargaan.
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Temanggung
Petugas Penyuluh Lapang
Aparat Desa
Kelompok tani ; petani
Gambar 7. Interaksi Pemangku Kepentingan dalam Program Pertanian
Dari uraian tersebut, terlihat pola interaksi pemangku kepentingan seperti Gambar yaitu top down planning yang dilakukan oleh Dintanbunhut dan bottom up planning oleh petani yang difasilitasi oleh PPL. Akan tetapi, bentuk top down dan bottom up yang dilaksanakan belum seimbang, karena peran Dintanbunhut lebih dominan dalam perencanaan program pertanian dibanding aspirasi petani. Juga belum terdapat mekanisme modifikasi rancangan program pertanian dengan melibatkan opini dan minat pemangku kepentingan. Namun, melihat adanya upaya Dintanbunhut untuk melaksanakan bottom up planning, maka model participatory technology design paling sesuai. Model ini dapat membantu mengoptimalkan proses memadukan kepentingan masing-masing pemangku kepentingan. 11.2 Identifikasi Kriteria Kebutuhan Pemangku Kepentingan Dari analisis faktor diperoleh enam kelompok variabel baru berdasar pendapat petani. Variabel peran dan tanggungjawab pemangku kepentingan di dalam lingkup desa dalam program pertanian memiliki anggota variabel perencanaan program pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan program merupakan bagian dari peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan dalam lingkup desa khususnya adalah petani. Variabel insentif untuk menjaga kelestarian lingkungan menunjukkan bahwa pemangku kepentingan, khususnya petani membutuhkan sistem penghargaan sebagai motivasi keterlibatan mereka dalam program pertanian. Sehingga dilihat dari kesiapan petani untuk berpindah sistem pertanian, belum terdapat kesadaran dan komitmen mandiri. Petani masih
11.3 Mekanisme Penggunaan Model Participatory Technology Design Participatory technology design terdiri dari empat fase. Fase pertama model ini adalah perancangan panduan awal oleh pemerintah yaitu program “Go Organik 2010”. Kemudian fase kedua adalah penggalian opini dan minat pemangku kepentingan. Proses ini telah dilakukan dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data. Informasi yang diperoleh di fase ini akan menjadi inputan bagi proses modifikasi panduan awal di fase 3. Program “Go Organik 2010” sebagai panduan awal penerapan pertanian berkelanjutan selanjutnya dimodifikasi di fase 3 sesuai inputan informasi dari fase 2. Di fase inilah terjadi proses pemaduan antara top down planning menjadi bottom up planning. Panduan awal yang mencerminkan kepentingan dan kemampuan pemangku kepentingan eksternal dimodifikasi agar sejalan dengan kepentingan dan kemampuan pemangku kepentingan internal. Sehingga akan dihasilkan panduan akhir di fase 4 yang menjadi acuan rekomendasi penerapan pertanian berkelanjutan di desa Tlahab, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung. 12. Pengembangan Panduan Penerapan Sustainable Agriculture Setelah diperoleh model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai, tahap selanjutnya adalah mengembangkan panduan penerapan sustainable agriculture berdasarkan fase dalam model participatory technology design. 12.1 Panduan Awal ”Go Organik 2010” Strategi pengembangan pertanian organik pada program ”Go Organik 2010” yaitu, a. Penyusunan regulasi, standar dan pedoman, meliputi kebijakan regulasi, standar & pedoman umum, dan panduan teknis b. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia, meliputi peningkatan kompetensi fasilitator pertanian organik, dan petugas verifikasi pertanian organik daerah. c. Sosialisasi, pembinaan teknis dan pengembangan pemasaran, meliputi
sosialisasi regulasi, pembinaan teknis, dan pemasaran. d. Pengembangan sistem pengakuan dan pengawasan produk pertanian organik, meliputi sistem second party audit, dan sistem pengawasan Regulasi dan keputusan pemerintah yang dibentuk terkait pertanian organik telah cukup lengkap, namun, peraturan yang belum ada hingga saat ini adalah peraturan tentang pembatasan atau pengurangan pemakaian secara bertahap pupuk dan pestisida kimia. Padahal peraturan ini tergolong penting mengingat pemahaman petani yang minim akan pentingnya mengurangi penggunaan input kimia, maka petani akan sulit untuk beralih ke pupuk dan pengendali hama organik jika tidak ada peraturan yang mengikat. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia harus dilaksanakan secara luas, menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Peningkatan kemampuan selain memberikan pengetahuan teknis terkait pertanian organik, juga sebaiknya memberi ketrampilan untuk menularkan pengetahuan tersebut kepada pihak lain, seperti petani dengan tingkat pendidikan rendah yang membutuhkan pendekatan berbeda. Untuk tahapan sertifikasi, telah terbentuk lembaga Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) dan 7 lembaga sertifikasi pangan organik independen yang berhak melakukan sertifikasi terhadap produk organik. Namun, biaya sertifikasi yang besar kerap menjadi kendala bagi petani dengan kemampuan terbatas. Sistem penjaminan mutu produk dapat juga dilakukan melalui sistem verifikasi oleh Dinas Provinsi yang bersangkutan atas nama Direktorat Jenderal yang bersangkutan. Namun, pengakuan ini hanya bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu hingga petani melakukan sertifikasi pada lembaga sertifikasi independen. Padahal sertifikasi merupakan sistem penjaminan kualitas produk organik yang dihasilkan melalui proses yang benar, sehingga menjadi sangat penting untuk membuat suatu mekanisme yang memudahkan petani melakukan sertifikasi. Semisal melalui subsidi biaya sertifikasi dan mempermudah sistem pengajuan sertifikasi. Kemudian tahapan terakhir adalah terbentuk kondisi industrialisasi dan perdagangan. Namun, yang perlu diperhatikan sebelum tahapan terakhir ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana produksi
yang menunjang pertanian organik. Apakah telah tersedia bibit, pupuk dan pestisida organik yang mudah diakses petani dengan harga terjangkau. Kemudian tidak ada mekanisme penghargaan yang diberikan pemerintah kepada petani yang beralih ke pertanian organik. Dengan minimnya insentif dan kemudahan yang diberikan kepada petani yang beralih ke pertanian organik, maka tidak terjadi percepatan peralihan ke pertanian organik. Ditambah minimnya sosialisasi dan koordinasi dengan Dinas pertanian daerah menyebabkan masing-masing daerah menunggu kesiapan petani untuk beralih ke pertanian organik, bukan mempersiapkan petani. 12.2 Opini, Minat dan Kebutuhan Pemangku Kepentingan Berdasar hasil identifikasi kriteria kebutuhan pemangku kepentingan, dari diperoleh kriteria yang cenderung dipentingkan dengan tingkat kepentingan tertinggi pada setiap kelompok pemangku kepentingan sebagai berikut. Tabel 15. Kriteria yang Cenderung Dipentingkan Pemangku Kepentingan Kode
Aspek
Kriteria
P4
Penyebaran pengetahuan pertanian Partisipasi Partisipasi petugas penyuluhan dalam program P7 pemberdayaan pertanian P15 Peningkatan pendapatan petani Ekonomi P17 Teknologi pertanian untuk menurunkan biaya produksi P19 Lingkungan Kelestarian lingkungan (misal konservasi tanah) P21
Sosial
Peningkatan kualitas sumber daya manusia
Pemangku Kepentingan PPL PPL, aparat desa Aparat desa Dintanbunhut PPL, Petani PPL, aparat desa, Dintanbunhut
Beberapa kriteria seperti partisipasi petugas penyuluhan, kelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas SDM cenderung dianggap penting oleh lebih dari satu pemangku kepentingan. Bahkan seluruh pemangku kepentingan eksternal menganggap bahwa peningkatan kualitas SDM adalah kriteria yang penting. Kemudian kriteria penyebaran pengetahuan pertanian hanya dipentingkan oleh PPL, dapat disebabkan oleh peran PPL sebagai fasilitator dan sumber informasi pertanian bagi petani. Kriteria ini seharusnya juga dianggap penting oleh petani, karena mereka juga dapat berperan dalam hal ini dengan menyebarkan pengetahuan lokal yang mereka miliki kepada kelompok tani. Selama ini memang terjadi kecenderungan petani menerima pengetahuan tapi sedikit membagi dan menyebarkan diluar kelompok tani. Sehingga pertukaran informasi dan
pengetahuan antar kelompok tani sangat rendah. Kriteria kelestarian lingkungan adalah kriteria yang cenderung dipentingkan oleh PPL dan petani. Pentingnya kriteria ini oleh petani menunjukkan bahwa mereka menyadari bahwa kesehatan tanah sebagai modal utama pertanian lebih penting daripada kesehatan tanaman. Ini akan menunjang proses penerapan pertanian organik. Yang dibutuhkan adalah memberikan pemahaman kepada petani bahwa pertanian organik merupakan salah satu upaya untuk melestarikan lingkungan. Kriteria yang cenderung dipentingkan oleh lebih dari satu jenis pemangku kepentingan adalah kriteria prioritas yang akan menjadi aspirasi pemangku kepentingan dalam proses modifikasi panduan awal, sedangkan kriteria yang dipentingkan oleh satu pemangku kepentingan dan kriteria lain yang diduga dapat mempercepat pengembangan pertanian organik akan menjadi masukan tambahan. 12.3 Modifikasi Panduan Awal Modifikasi panduan awal meliputi urutan tahapan panduan, pengembangan strategi dan langkah operasional. Strategi peningkatan pengetahuan dan kemampuan pemangku kepentingan membutuhkan metode pembelajaran yang tepat pada pemangku kepentingan eksternal untuk menarik minat pemangku kepentingan internal agar bersedia terlibat dalam kegiatan belajar dan kemudian bersedia menerapkan pengetahuan yang diberikan dalam kegiatan pertaniannya. Karena kendala upaya peningkatan pengetahuan adalah tingkat pendidikan mayoritas petani yang rendah, sehingga tidak terjadi perubahan yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian pengetahuan. Aspirasi yang menjadi masukan dalam panduan awal adalah perhatian lebih besar terhadap metode dan pendekatan yang digunakan dalam peningkatan kualitas SDM terhadap pemangku kepentingan internal. Sehingga dapat dipastikan terjadi peningkatan pengetahuan dan kompetensi pemangku kepentingan internal, bahkan turut serta dalam proses peningkatan tersebut. Kriteria ini menjadi perhatian utama dalam proses modifikasi. Sebagai upaya mempercepat kesiapan dan kemampuan pemangku kepentingan pertanian, khususnya petani untuk melaksanakan pertanian organik. Keberadaan PPL dirasa sangat penting bagi pemangku kepentingan di lingkup desa yaitu aparat desa dan petani.
Karena panduan awal telah mempertimbangkan peningkatan kompetensi pemangku kepentingan, termasuk PPL, maka masukan untuk modifikasi panduan awal adalah peningkatan kapasitas lembaga yang menaungi PPL sebagai pusat pelayanan informasi pertanian. Panduan awal ”Go Organik” merancang tahapan sertifikasi, maka perlu dilakukan modifikasi agar sertifikasi yang terkesan rumit dapat dilaksanakan sesuai kemampuan pemangku kepentingan. Pemerintah telah merancang sistem verifikasi walaupun bersifat sementara. Sistem verifikasi ini dapat dikembangkan menjadi participatory guarantee system (sistem penjaminan partisipatoris). Sistem penjaminan partisipatoris mensyaratkan partisipasi aktif pemangku kepentingan seperti kelompok tani, komunitas pertanian setempat untuk turut memastikan prosedur pertanian organik dijalankan semestinya. Sistem penjaminan seperti ini membutuhkan biaya yang lebih rendah. Hasil modifikasi panduan awal penerapan pertanian organik sesuai aspirasi pemangku kepentingan dirangkum pada Tabel berikut. Tabel 16. Hasil Modifikasi Panduan Awal No
1
Panduan Awal
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan sumber daya manusia
Aspirasi Pemangku Kepentingan
Modifikasi Panduan Awal
Pembekalan ketrampilan Perhatian lebih besar terhadap metode dan untuk menularkan pendekatan yang digunakan dalam peningkatan pengetahuan dengan kualitas SDM terhadap pemangku kepentingan pendekatan dan metode internal. Sehingga dapat dipastikan terjadi pembelajaran yang tepat peningkatan pengetahuan dan kompetensi agar dapat menarik minat pemangku kepentingan internal bahkan turut pemangku kepentingan serta dalam proses peningkatan tersebut internal Pertukaran pengetahuan dan informasi
Kelestarian lingkungan sebagai salah satu Insentif untuk menjaga 2 tujuan pengembangan kelestarian lingkungan pertanian organik
Pertukaran pengetahuan dan informasi yang bersifat 2 arah
5
Pemberdayaan kelembagaan
2. Pendampingan, pelatihan dan sekolah lapang pertanian organik
1. Penyuluhan partisipatif
Sistem penghargaan sebagai motivasi petani 1. Insentif kelompok atau terlibat dalam pengembangan pertanian organik sektoral
Penyusunan regulasi, standar dan pedoman, Kebijakan yang konsisten Penyusunan peraturan tentang pembatasan atau meliputi kebijakan 3 dan penciptaan iklim pengurangan pemakaian pupuk dan pestisida regulasi, standar & yang kondusif kimia secara bertahap pedoman umum, dan panduan teknis
4
Langkah Operasional Panduan Akhir 1. Pendidikan dan pelatihan teknis
1. Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi pendukung dan kelengkapan infrastruktur
1. Pemberdayaan BP3K Partisipasi petugas Peningkatan kapasitas lembaga yang menaungi menjadi pusat pelayanan penyuluhan dalam dan konsultasi pertanian PPL sebagai pusat pelayanan informasi program pengembangan pertanian 2. Pelatihan manajemen pertanian organik usaha dan organisasi
Pengembangan sistem verifikasi menjadi participatory guarantee system (sistem Pengembangan sistem penjaminan partisipatoris). Sistem penjaminan Sertifikasi yang terkesan partisipatoris mensyaratkan partisipasi aktif pengakuan dan pengawasan produk rumit dengan biaya tinggi pemangku kepentingan seperti kelompok tani, pertanian organik komunitas pertanian setempat untuk turut memastikan prosedur pertanian organik dijalankan semestinya.
1. Sistem penjaminan partisipatoris (Participatory Guarantee System )
12.4 Panduan Akhir Penerapan Pertanian Berkelanjutan di Desa Tlahab Dari penyusunan HoQ diperoleh kerangka pengembangan panduan penerapan pertanian berkelanjutan. Kerangka pengembangan panduan dipadukan dengan hasil modifikasi panduan awal menghasilkan panduan akhir penerapan pertanian berkelanjutan (pertanian organik) di desa Tlahab sebagai berikut.
Tabel 17. Hasil Pengembangan Panduan Akhir Tahapan Skenario
No
Sosialisasi dan peningkatan pengetahuan dan 1 kemampuan sumber daya
2 Peningkatan pengetahuan dan kemampuan sumber daya 3
4
Strategi
Penyuluhan partisipatif Share pengetahuan
Penyusunan regulasi, standar dan pedoman
6
Sosialisasi pertanian organik
7
Bantuan teknis
8
Pendidikan dan pelatihan teknis
Dintanbunhut
Merencanakan materi dan melaksanakan
Penggunaan teknologi organik
Pelatihan dan pendampingan membuat pupuk organik Pelatihan dan pendampingan membuat pengendali hama organik
Dintanbunhut, PPL Petani
Dintanbunhut, PPL, Memberikan pemahaman mengenai Petani kelestarian lingkungan Dintanbunhut PPL
Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi pendukung dan kelengkapan infrastruktur
Percontohan pertanian organik
Demplot pertanian organik
Aparat Desa, Dintanbunhut
Dintanbunhut
Bantuan fisik terpadu antara usaha tani dan ternak berkelanjutan selama masa konversi pertanian organik
PPL Petani Dintanbunhut PPL, Petani
PPL, Petani
Job description masing-masing pemangku kepentingan
Dintanbunhut, PPL, Menyusun pembagian peranan Petani, Aparat Desa
10
11
Kerjasama antara kelompok tani Kredit modal dengan mitra usaha sebagai penjamin
Pemberdayaan BP3K menjadi pusat pelayanan dan konsultasi pertanian Pemberdayaan Pelatihan manajemen usaha dan kelembagaan organisasi Lembaga penelitian menghasilkan teknologi pertanian aplikatif dan solutif Pengembangan sistem pengakuan dan pengawasan produk pertanian organik
Sistem jaminan partisipasi (Participatory Guarantee System ) 14
Pemasaran produk pertanian Kelayakan harga jual 16 produk Insentif 17 kelompok atau sektoral 15
Pengembangan pemasaran
Sistem penghargaan
Sertifikasi
Memfasilitasi sarana dan prasarana demplot Menyeleksi calon petani, calon lahan Membantu pelaksanaan demplot Memfasilitasi pengadaan bantuan, pengawasan kualitas dan monitoring pemanfaatan Merancang jenis bantuan, kualitas dan pemanfaatan Memfasilitasi pengadaan bantuan dan monitoring pemanfaatan Merancang jenis bantuan, pemanfaatan dan monitoring pemanfaatan
Dintanbunhut, PPL, Meningkatkan intensitas dan kualitas Petani, Aparat Desa pertemuan
Mendorong Pemilihan petani menjadi pemangku penyuluh swadaya sebagai kepentingan motivator lebih inovatif
13
Memfasilitasi penyampaian aspirasi petani
Koordinasi antara pelaksana program dengan pihak terkait
Monitoring dan evaluasi Keberlanjutan perbaikan terintegrasi antara 12 program pihak terkait
Kelembagaan
Mendampingi, melatih dan memberikan pemahaman serta pengetahuan teknis
Petani
Dintanbunhut
Pelaksanaan pertanian organik
Mendampingi, melatih dan memberikan pemahaman serta pengetahuan teknis Menerapkan dan menyebarkan pengetahuan yang diperoleh
Menerapkan dan menyebarkan pengetahuan yang diperoleh 1. Memperkenalkan teknologi yang berpotensi cocok diadopsi Adopsi teknologi pertanian yang Dintanbunhut, PPL 2. Membuat petunjuk teknis pemanfaatan solutif, disertai petunjuk teknis teknologi pelaksanaan Aktif mencari informasi teknologi yang Petani berasal dari pengetahuan lokal petani
Ketersediaan regulasi pembatasan atau pengurangan input kimia
Pelaksanaan program
Merancang kegiatan pertanian dan informasi yang diperlukan Mendampingi perancangan kegiatan Memfasilitasi pertemuan antara peneliti dan petani
Bantuan dana hibah bergulir
9
Strategi
Dintanbunhut
Penyuluhan kelestarian lingkungan
Bantuan program
Petani
Sistem pengawasan internal (Third Party Group Certification / Internal Control System Organic ) Kemitraan usaha melalui kelompok tani
Petani
Dintanbunhut Petani
Memfasilitasi kerjasama dengan mitra usaha Menjalin kerjasama
Meningkatkan kompetensi PPL dan kapasitas lembaga
Aparat Desa, Dintanbunhut
Merancang dan memfasilitasi pelatihan yang sesuai
Dintanbunhut
Mensosialisasikan teknologi yang dihasilkan
PPL, Petani, Aparat Mengawasi dan menjamin prosedur Desa sertifikasi terpenuhi Dintanbunhut
Memfasilitasi pengajuan sertifikasi
Dintanbunhut
Memfasilitasi kerjasama dengan mitra usaha
Petani Dintanbunhut Petani
Fasilitasi penentuan harga jual yang transparan dan adil antara penyuplai dan pembeli
Aparat Desa, Dintanbunhut
Penghargaan atas ketercapaian target
Aparat Desa, Dintanbunhut
No
Langkah Operasional
Share pengetahuan
1
Penyuluhan partisipatif
2
Temu teknologi antara peneliti dengan petani dan penyuluh
3
Indikator Keberhasilan Petani dapat merancang dan melaksanakan kegiatan penyuluhan sesuai kebutuhan secara rutin Jumlah teknologi yang diadopsi dan diterapkan Persentase pemangku kepentingan mengikuti pelatihan tentang pertanian organik Persentase petani menerapkan teknologi dan pertanian organik
Pendidikan dan pelatihan teknis
4
Pendampingan, pelatihan dan sekolah lapang pertanian organik
Peningkatan kualitas SDM
Kesehatan manusia, lingkungan
5 6
Penggunaan teknologi organik 7 Teknologi pertanian
8
Ketersediaan regulasi pembatasan atau pengurangan input kimia
9
Memenuhi persyaratan sertifikasi Memfasilitasi kerjasama dengan mitra usaha Menjalin kerjasama Memfasilitasi penyampaian aspirasi petani dan pembentukan mekanisme penentuan harga jual Mengukur target pencapaian dan fasilitasi pengadaan bantuan
Persentase petani mengikuti penyuluhan Persentase petani menerapkan teknologi pupuk organik Persentase petani menerapkan teknologi pestisida organik Jumlah teknologi yang diadopsi dan diterapkan
Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi pendukung dan kelengkapan infrastruktur
Tersampaikannya usulan regulasi kepada Pemerintah daerah Jumlah petani yang kemudian tertarik melaksanakan pertanian organik
Bantuan fisik terpadu antara usaha tani dan 11 ternak berkelanjutan selama masa konversi pertanian organik
Bantuan program
Koordinasi antara pelaksana program dengan pihak terkait
Frekuensi pertemuan koordinasi
Job description masing-masing pemangku 14 kepentingan
Masing-masing pemangku kepentingan memiliki pedoman tugas dan tanggung jawab
13 Pelaksanaan program
Mendorong pemangku kepentingan lebih inovatif
15
Kredit modal
16
Keberlanjutan program
17 18
Pemberdayaan kelembagaan
19 20 21
Sertifikasi 22 Pemasaran produk pertanian
23
Kelayakan harga jual produk
24
Insentif kelompok atau sektoral
Adanya bukti fisik pengelolaan bantuan Adanya laporan pertanggungjawaban setiap periodik
12 Bantuan dana hibah bergulir
Pemilihan petani menjadi penyuluh swadaya Jumlah penyuluh swadaya yang terpilih sebagai motivator dalam satu periode Kerjasama antara kelompok tani dengan Jumlah petani yang mengajukan kredit modal mitra usaha sebagai penjamin Frekuensi monitoring dan evaluasi ; Monitoring dan evaluasi perbaikan setiap pemangku kepentingan mengetahui terintegrasi antara pihak terkait hasil evaluasi Pemberdayaan BP3K menjadi pusat BP3K menjadi pusat pelayanan dan pelayanan dan konsultasi pertanian konsultasi pertanian Jumlah pemangku kepentingan yang Pelatihan manajemen usaha dan organisasi mengikuti pelatihan Lembaga penelitian menghasilkan teknologi Jumlah teknologi yang diadopsi dan pertanian aplikatif dan solutif diterapkan Sistem jaminan partisipasi (Participatory Terbentuk sistem jaminan partisipasi di Guarantee System ) wilayah desa Tlahab Sistem pengawasan internal (Third Party Group Certification / Internal Control System Jumlah petani melakukan sertifikasi Organic ) Terjalin kerjasama pemasaran dengan pihak Kemitraan usaha melalui kelompok tani ketiga Fasilitasi penentuan harga jual yang Persentase keuntungan petani dari biaya transparan dan adil antara penyuplai dan produksi pembeli
25 Penghargaan atas ketercapaian target
-
Selanjutnya adalah merancang target waktu sebagai acuan pelaksanaan program pertanian organik. Tabel 19. Target Waktu Pelaksanaan Strategi
Share pengetahuan
No
Langkah Operasional
1 Penyuluhan partisipatif
Peningkatan kualitas SDM Kesehatan manusia, lingkungan Penggunaan teknologi organik
2014
2015
2018
2019
2020
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
5 Penyuluhan kelestarian lingkungan
√
√
√
√
Pelatihan dan pendampingan membuat pupuk organik Pelatihan dan pendampingan membuat 7 pengendali hama organik 8
Adopsi teknologi pertanian yang solutif, disertai petunjuk teknis pelaksanaan
Ketersediaan regulasi pembatasan atau Lembaga pemerintah memfasilitasi regulasi 9 pengurangan input pendukung dan kelengkapan infrastruktur kimia Percontohan pertanian organik
2013
√
6
√
√ √
√
√
√
√
√
√
10 Demplot pertanian organik
Bantuan fisik terpadu antara usaha tani dan 11 ternak berkelanjutan selama masa konversi pertanian organik 12 Bantuan dana hibah bergulir Koordinasi antara pelaksana program 13 dengan pihak terkait Pelaksanaan program Job description masing-masing pemangku 14 kepentingan Mendorong pemangku Pemilihan petani menjadi penyuluh 15 kepentingan lebih swadaya sebagai motivator inovatif Kerjasama antara kelompok tani dengan Kredit modal 16 mitra usaha sebagai penjamin Keberlanjutan Monitoring dan evaluasi perbaikan 17 program terintegrasi antara pihak terkait Pemberdayaan BP3K menjadi pusat 18 pelayanan dan konsultasi pertanian Pemberdayaan 19 Pelatihan manajemen usaha dan organisasi kelembagaan Lembaga penelitian menghasilkan teknologi 20 pertanian aplikatif dan solutif
Tahun 2016 2017
2012
Temu teknologi antara peneliti dengan petani dan penyuluh 3 Pendidikan dan pelatihan teknis Pendampingan, pelatihan dan sekolah 4 lapang pertanian organik
2
Teknologi pertanian
Setelah dihasilkan panduan akhir dengan rincian peran pemangku kepentingan, selanjutnya dirancang indikator keberhasilan, agar pencapaian program dapat diukur.
Penyuluhan kelestarian lingkungan Pelatihan dan pendampingan membuat pupuk organik Pelatihan dan pendampingan membuat pengendali hama organik Adopsi teknologi pertanian yang solutif, disertai petunjuk teknis pelaksanaan
Percontohan pertanian organik 10 Demplot pertanian organik
Mengidentifikasi dan memotivasi
Dintanbunhut, PPL, monitoring rutin dan evaluasi bersama Petani, Aparat Desa
Dintanbunhut, PPL
Tabel 18. Indikator Keberhasilan Panduan Akhir
Peran Pemangku kepentingan
Temu teknologi antara peneliti dengan petani dan penyuluh
Kesehatan manusia, lingkungan
Teknologi pertanian
Pemangku kepentingan yang bertanggungjawab
PPL
Peningkatan Pendampingan, pelatihan dan kualitas SDM sekolah lapang pertanian organik
Pembinaan teknis 5
Langkah Operasional
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Bantuan program
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sistem jaminan partisipasi (Participatory Guarantee System ) Sistem pengawasan internal (Third Party 22 Group Certification / Internal Control System Organic )
21 Sertifikasi
Pemasaran produk 23 Kemitraan usaha melalui kelompok tani pertanian Fasilitasi penentuan harga jual yang Kelayakan harga jual 24 transparan dan adil antara penyuplai dan produk Insentif kelompok 25 Penghargaan atas ketercapaian target
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Bentuk insentif yang diusulkan adalah insentif bagi kelompok tani dan berbagai pemangku kepentingan yang turut membantu suksesnya pelaksanaan pertanian organik. Sesuai hasil identifikasi kebutuhan masyarakat pertanian desa Tlahab di bab IV, dirancang indikator keberhasilan sebagai acuan pemberian insentif. Dengan rancangan insentif ini, diharapkan petani yang tergabung dalam kelompok tani termotivasi melaksanakan pertanian organik. Tabel 20. Bentuk Insentif Bagi Petani No
Bentuk Insentif Kelompok Penyediaan kebutuhan air bersih atau sanitasi di setiap rumah anggota kelompok tani
Indikator keberhasilan Kelompok tani yang seluruh anggotanya telah melaksanakan pertanian bebas input kimia 1 selama 3 tahun Kelompok tani yang seluruh anggotanya telah 2 Pembangunan jalan menuju lahan pertanian melaksanakan sertifikasi
Sedangkan insentif bagi para pemangku kepentingan lain bisa dilakukan dalam bentuk dukungan keuangan, dukungan pengembangan SDM maupun infrastruktur. Pemangku kepentingan ini meliputi pemangku kepentingan sepanjang rantai nilai misalnya: 1. Pemerintah mungkin mengeluarkan penghargaan ke berbagai lembaga yang melakukan inisiatif untuk membantu pelaksanaan pertanian organik, meliputi lembaga keuangan yang berinovasi melakukan terobosan paket keuangan mendukung pertanian organik; usaha transportasi yang melakukan inovasi khusus untuk mendukung akses pasar para petani organik; usaha distribusi yang menerapkan konsep pemasaran kemitraan dengan petani. 2. Insentif atau skema penelitian yang dapat mendorong terobosan teknologi pendukung pertanian organik. 13. Penutup
13.1 Kesimpulan 1. Model perpindahan sistem pertanian yang paling sesuai dengan kondisi dan karakteristik desa Tlahab, kecamatan Kledung, kabupaten Temanggung, Jawa Tengah adalah participatory technology design yang memadukan top down planning dengan bottom up planning melalui proses modifikasi panduan awal. 2. Pengembangan panduan penerapan sustainable agriculture menghasilkan panduan yang mewakili kepentingan pemerintah dan mewakili kebutuhan pemangku kepentingan melalui proses
modifikasi strategi dan tahapan “Go Organik 2010”. 3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah kriteria kebutuhan prioritas pemangku kepentingan eksternal dan prioritas aktivitas yang dihasilkan HoQ (House of Quality) dalam kerangka pengembangan panduan yang menjadi masukan dalam proses modifikasi panduan awal. 4. Kelestarian lingkungan yang merupakan kriteria kebutuhan prioritas pemangku kepentingan internal membutuhkan sistem penghargaan sebagai motivasi mengembangkan pertanian organik. 5. Tugas akhir ini pada awalnya akan dilakukan di desa Kledung, tetapi dalam perjalanan ditemukan bahwa kunci keberhasilan pertanian organik adalah kesiapan pemangku kepentingan. Untuk itu, hasil dari studi ini menunjukkan perlunya suatu pilot pertanian organik di tiap daerah, dengan kriteria seleksi pilot lokasi meliputi kesiapan petani untuk berubah, komitmen pemerintah setempat untuk mendukung, keterbukaan dan hubungan yang baik antara PPL - pemerintah dan masyarakat petani. Pilot ini dapat menjadi contoh bagi wilayah sekitar untuk berubah, karena karakteristik masyarakat petani adalah membutuhkan figur contoh. 13.2 Saran Perancangan panduan pengembangan pertanian organik ini disusun sesuai dengan karakteristik desa Tlahab. Meskipun desa Tlahab dipilih dengan karakteristik umum pertanian di Indonesia, tetapi panduan ini perlu diujicobakan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan kunci seperti Badan Perencana Daerah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). 14. Daftar Pustaka Agriculture, Committee On. 1999. Organic Agriculture. Roma. FAO. Arif. 2010. Pencanangan Gerakan Bhakti Ketahanan Pangan. RiauCrime.com, 20 Juli 2010. Bataviase.co.id. 2009. Go Organik 2010 Tidak Mencapai Target. Bataviase.co.id, 16 Desember 2010. Blom-Zandstra, M. dan Keulen, H. V. 2008. 'Innovative Concepts Towards Sustainability in Organic Horticulture:Testing A Participatory Technology Design'. International Journal of Agricultural Sustainability 6,3, 195-207.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data Strategis BPS. Badan Pusat Statistik. 15 Februari 2011.
. Carnevalli, J. A. dan Miguel, P. C. 2008. 'Review, Analysis and Classification of The Literature On QFD—Types of Research, ficulties Dif and Benefits'. Elsevier,114, 737-754. Cavestro, L. 2003. 'P.R.A-Participatory Rural Appraisal Concepts Methodologies and Techniques'. 1-38. Departemen Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Pertanian Organik 2008-2015. pphp.deptan.go.id. 22 Maret 2011. . Dewi, S. 2010. Pengembangan Kerangka Perumusan dan Evaluasi Strategi Penyelarasan Sistem Pendidikan SMK dengan Dunia Kerja Fase I dengan Menggunakan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD). Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Eko, S. 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa. In: Diklat Pemberdayaan Masyarakat Desa, Desember 2002 2002 Samarinda, Kalimantan Timur. Gitosaputro, S. 2006. 'Implementasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam Pemberdayaan Masyarakat'. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam,2, No.1, 15-31. Gold, M. V. 2007. Sustainable Agriculture : Definition and Terms. Available: [Accessed 17 Maret 2011].. Gow, D. D. dan Vansant, J. 1983. 'Beyond the Rhetoric of Rural Development Participation : How Can It Be Done'. World Development,11 No. 5, 427-446. Institut Pertanian Bogor, Himateta. 2010. Sistem Pertanian Modern. 2011. Available: [Accessed 24 Juli 2010].. Jitsanguan, T. 2001. Sustainable Agricultural Systems for Small-Scale Farmers in Thailand: Implications for the Environment. Available: [Accessed 17 Februari 2011].. Kaleka, N. 2010. Reformasi Agraria untuk Petani Gurem 2011. Available.. Lakshmanan, T. R. 1982. 'A Systems Model of Rural Development'. World Development,10, No.10, 885-898. Muktasam. 2007. Rethinking Rural Development Approaches to Ensure Human Security in Asia : Lessons Learnt from Indonesia, Thailand and Malaysia. In: International Development Studies Conference on Mainstreaming Human Security, 4-5 Oktober 2007 Chulalongkom University Bangkok.
Nemes, G. 2005. 'Integrated Rural Development : The Concept and Its Operation '. Institute of Economics Hungarian Academy of Sciences, 144. Notohadiprawiro, T. 1995. Revolusi Hijau dan Konservasi Tanah. Available: [Accessed 15 Februari 2011].. Pemerintah Kabupaten Temanggung. 2009. Desa Kledung Kecamatan Kledung [Online]. Temanggung: Pemerintah KabupatenTemanggung. Available: http://www.temanggungkab.go.id/profil.php?mni d=373 [Accessed 15 Februari 2011 2011]. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian.2009.Kegiatan Penyuluhan yang Dikelola oleh Petani Desa.Pertanian, Departemen. [email protected]. Pranadji, T. dan Saptana. 2005. 'Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan di Pedesaan : Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga di Abad 21'. Forum Penelitian Agro Ekonomi,23 No. 1 Purba, J. N. 2008. Pemberdayaan Masyarakat Desa di Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun. Universitas Sumatera Utara. Pusat Data dan Informasi. 2011. FEATI (Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information [Online]. Pusat Data dan Informasi Pertanian - Departemen Pertanian. Available: http://www.deptan.go.id/feati/tampil.php?page=k omponen_program [Accessed 16 Maret 2011 2011]. Reij, C. dan Waters-Bayer, A. 2001. 'Farmer Innovation in Africa: A Source of Inspiration for Agricultural Development'. Earthscan, 185-191. Rusco, E., Marechal, B., Tiberi, M., Bernacconi, C., CIabocco, G., Ricci, P. dan Spurio, E. 2009. Sustainable Agriculture and Soil Conservation (SoCo Project). JRC European Commission. 23 Desember 2010. . Sulaeman, D. 2006. Perkembangan Pertanian Organik di Indonesia. Available: [Accessed 22 Februari 2011].. Suryana, A. 2005. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan Nasional. In: Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Pembangunan Nasional, 15 Februari 2005 2005 Universitas Sebelas Maret Solo. Swatani. 2010. Parameter Go Organik, Kenapa Tidak ? SWATANI. SWATANI.co.id Webber, L. M. dan Ison, R. L. 1995. 'Participatory Rural Appraisal Design : Conceptual and Process Issues'. Elsevier Scientific Publishing Company,47, 107-131. Witjaksono, R. dan Subejo. 2009. Pembangunan Masyarakat. Available: [Accessed 10 Maret 2011]