PENGEMBANGAN MODUL PADI SAWAH UNTUK ANALISIS HASIL AIR MENGGUNAKAN PROGRAM SOIL AND WATER ASSESSMENT TOOLS (SWAT) - STUDI KASUS SUB-DAS CISADANE HULU -
ERI STIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2015 Eri Stiyanto NIM F451130021
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN ERI STIYANTO. Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh YULI SUHARNOTO dan ASEP SAPEI. Laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan sosial ekonomi membutuhkan lahan dan ruang sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya air. Untuk mengkuantifikasi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya air tersebut diperlukan analisis hidrologi. SWAT (Soil and Water Assessment Tools) adalah salah satu model hidrologi yang dikembangkan di Amerika dan digunakan untuk menganalisis pengaruh manajemen lahan terhadap debit, sedimentasi, dan kualitas air di suatu Daerah Aliran Sungai. SWAT juga telah banyak digunakan di Asia untuk mengkaji dampak tata guna lahan termasuk persawahan terhadap debit dan sedimentasi. Namun perhitungan mengenai neraca air untuk tanaman padi yang ada di SWAT masih disamakan dengan neraca air tanaman lainnya, yaitu menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service). Metode SCS sendiri kurang sesuai untuk neraca air di lahan sawah. Selain itu nilai parameter untuk kondisi hidrologi di Amerika berbeda dengan kondisi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengembangkan modul sawah pada model SWAT. Modul sawah dikembangkan dengan memodifikasi modul pothole pada source code program SWAT. Modifikasi dilakukan pada algoritma bentuk tampungan, algoritma perkolasi dan algoritma evaporasi. Pengujian kinerja modul sawah tersebut dilakukan pada Sub DAS Cisadane Hulu, yang mempunyai lahan sawah sekitar 21 %. Evaluasi modul dilakukan dengan melihat nilai determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) berdasarkan perbandingan hasil debit simulasi dengan debit observasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa modul sawah yang disusun memberikan hasil prediksi debit yang baik, yang ditunjukkan dengan nilai determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe efficiency (NSE) yang relatif tinggi. Nilai R2 untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.59 dan 0.757. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.537 untuk harian dan 0.707 untuk bulanan. Demikian juga untuk nilai NSE, nilai NSE untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.477 dan 0.613. Nilai ini lebih baik dibanding nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.427 untuk harian dan 0.563. Kata kunci: SWAT, pengembangan model, DAS, sawah, hasil air
SUMMARY ERI STIYANTO. Development of Paddy Field Module for Water Yield Analysis by Using Soil Water Assessment Tools (SWAT) Program Case Study Sub-Upper Cisadane Watershed. Supervised by YULI SUHARNOTO and ASEP SAPEI. The rate of population growth and socio-economic need increase require land and space so as to reduce the quality and quantity of water resources. To quantify the decline in the quality and quantity of water resources, hydrological analysis is required. SWAT (Soil and Water Assessment Tools) is one of the hydrological model developed in the United States and used to analyze the influence of land management toward discharge, sedimentation, and water quality in a watershed. SWAT has also been widely used in Asia to analyse the impact of land use including paddy fields toward discharge and sedimentation. However, the calculation of the water balance for paddy field in SWAT is still equated with other crops, namely using SCS (Soil Conservation Service). SCS method is less suitable for water balance in paddy fields. Beside that, the parameter values for hydrological conditions in the United States is different with the conditions in Indonesia. This research aim to develop paddy field modules on the model SWAT. Paddy field module was developed by modifying the pothole module on the source code of SWAT program. Modifications carried out on a shape of the impoundment, percolation and evaporation algorithm. Paddy module performance test was carried out on sub-upper watershed Cisadane, which has about 21% of paddy fields. Evaluating the results of a developed module was seen from the value of determination (R2) and the Nash-Sutcliffe of efficiency (NSE) based on the comparison between discharge results simulation and observation. This research showed that the composed paddy module provided a good discharge prediction results, which was indicated by relatively high value of determination (R2) and the Nash-Sutcliffe efficiency (NSE). R2 values for daily and monthly data of paddy field module were 0.59 and 0.757. This value is better than the value of the original module, i.e. 0537 for daily and 0.707 for monthly data. Likewise, for the value of NSE, NSE values for daily and monthly data on the paddy field module were 0.477 and 0.613. This value is better than the original value of the module too, which amounted to 0.427 for daily and 0.563 for monthly data. Keywords: SWAT, model development, watershed, paddy field, water yield
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN MODUL PADI SAWAH UNTUK ANALISIS HASIL AIR MENGGUNAKAN PROGRAM SOIL AND WATER ASSESSMENT TOOLS (SWAT) - STUDI KASUS SUB-DAS CISADANE HULU -
ERI STIYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
: PengcmbanlJan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air M~l~ggunak~nProgram SoillVlIter Assessment Tools (SWAl)
Judu1 Tesis
_ Studi Kasus Sub-DAS Nama
: Eri Stiyanto
NIM
: F451130021
Cisadanc
Hulu-
Disetujui oleh Komisi Pen1bilnbing
Prof Dr Ir Asep Sapei, MS
r Ir Yuli Suhamoto, MEng
Anggota
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
)
Dr Jr M. Yanuar Purwanto,
'J :1I11'J';" I JI';III: 1'1 l)e':I'lllht.H
J()
1'1
MS
Dr lr Dahrul Svah. t\ lSc \gr
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan, sehingga tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air menggunakan Program Soil Water Assessment Tools (SWAT) Studi Kasus Sub-DAS Cisadane Hulu” dapat diselesaikan. Tesis ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan. Naskah tesis ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng., selaku ketua komisi pembimbing, serta Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.S., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan masukkan selama penelitian berlangsung dan dalam menyusun naskah tesis. 2. Dr. Ir. M. Yanuar Purwanto, M.S., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah yang telah mengarahkan dan memotivasi untuk tetap disiplin selama tesis dan studi. 3. Sutoyo, S.TP, M.Si., yang meluangkan waktunya untuk berdiskusi mengenai SWAT dalam proses penyusunan naskah tesis ini. 4. Keluarga penulis yang selalu membimbing, menasehati, dan memberikan dukungan, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menjalankan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis. 5. Isteri tercinta (Icha) yang dengan penuh pengertian, kesetiaan, kesabaran, dan ketabahan senantiasa selalu memberikan perhatian, dorongan, semangat, dan doa untuk keberhasilan penelitian dan menyelesaikan naskah tesis. 6. Rekan-rekan mahasiswa Magister Teknik Sipil dan Lingkungan (Angkatan 2013) yang selalu memberi semangat serta bantuan saat pelaksanaan penelitian dan penyusunan naskah tesis. Tesis ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Semoga ide yang disampaikan dalam tesis ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Akhirnya tentu tulisan ini masih banyak kekurangan kami sangat mengharapkan masukan dan kritik untuk perbakan tentang pengembangan model SWAT untuk pendekatan hidrologi sawah dimasa mendatang untuk Indonesia.
Bogor, Desember 2015 Eri Stiyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Model Hidrologi Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool)
3 3 4 4
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan dan Alat Deskripsi Lokasi Penelitian Kerangka Penelitian Tahapan Penelitian Penyiapan HRU Sawah Evaluasi Modul
5 5 6 6 8 9 12 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi dan Komparasi Persamaan Uji Modul SWAT Kalibrasi Validasi
12 12 16 20 23
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Iklim Sub DAS Cisadane Hulu Luas Sub - DAS hasil delineasi SWAT Nilai evaluasi model simulasi awal Parameter input sensitif pada tahap kalibrasi Nilai evaluasi model setelah kalibrasi Nilai evaluasi model setelah validasi
7 17 19 21 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Skema siklus hidrologi Sub-DAS Cisadane Hulu Kelerengan lahan Sub DAS Jenis tanah Skema diagram neraca air (a) pothole (b) konsep Sakaguchi (c) modul padi Tahapan penelitian umum Tahapan evaluasi model SWAT Proses umum posisi sub-program pothole dalam SWAT Perubahan algoritma tampungan Perubahan algoritma perkolasi Perubahan algoritma evaporasi Deliniasi Sub-DAS Cisadane Hulu Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2009 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2009 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2013 Debit hasil simulasi bulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2013 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2006 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2006 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2009 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2009 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2013 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2013 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2006 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2006 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2009 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2009 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2013 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2013
3 5 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 18 18 19 19 19 21 21 22 22 22 22 24 24 24 24 25 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data spasial yang digunakan dalam MWSWAT Tabulasi data Iklim dan Curah Hujan Pada MWSAT Source code Pothole SWAT Rev. 637 hasil modifikasi Parameter yang digunakan dalam kalibrasi dan validasi
29 31 32 39
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Desakan pembangunan daerah untuk menyeimbangi pertambahan jumlah penduduk secara kasat mata berefek negatif terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya air dan lingkungan. Tekanan konversi lahan pada suatu daerah khususnya daerah aliran sungai (DAS) menambah permasalahan degradasi lahan, yang mengakibatkan anomali siklus hidrologi. Hal ini akan menimbulkan permasalahan dengan meningkatnya debit yang mengakibatkan banjir bandang, erosi dan sedimentasi pada lahan yang cendrung akan meningkat dan recharge area menjadi terganggu, sehingga dapat menurunkan muka air tanah, bahkan drawdown sekalipun. Untuk menganalisis permasalahan suatu DAS perlu dilakukan analisis sistem hidrologi yang terjadi. Menganalisis sistem hidrologi, tidak mungkin analisis dilakukan dengan melacak keberadaan setiap bagian curah hujan dalam proses transformasi hidrologi dalam DAS. Analisis dapat dilakukan dengan mengandaikan proses transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan tertentu, agar dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi tersebut yang disusun dalam sebuah model (Sri Harto 2000). Model tersebut sering disebut sebagai model hidrologi. Pemilihan jenis model diperlukan untuk menentukan model yang paling sesuai dengan keadaan DAS. Pemilihan model yang akan digunakan dalam analisis hendaknya dilakukan dengan pemahaman mendalam tentang struktur model, kemampuan operasional, kekuatan dan kelemahannya, kepekaan dan keterbatasannya. Sehingga dapat diketahui tingkat akurasi dari model yang digunakan. SWAT (Soil and Water Assessment Tools) merupakan salah satu model hidrologi yang dikembangkan di Amerika pada tahun 1970-an yang digunakan untuk menganalisis pengaruh manajemen lahan terhadap debit, sedimentasi, dan kualitas air di suatu DAS, SWAT juga telah banyak digunakan di Asia untuk mengkaji dampak tata guna lahan termasuk persawahan terhadap debit dan sedimentasi. Namun perhitungan mengenai neraca air (water balance) yang ada di SWAT untuk tanaman padi masih disamakan dengan tanaman lainnya, yaitu menggunakan metode SCS (Soil Conservation Service). Metode SCS sendiri tidak bisa mewakili tata kelola air sawah, oleh karena itu kondisi ini belum menggambarkan kondisi sawah yang sesungguhnya. Selain itu parameter – parameter nilai kondisi hidrologi Amerika dan Indonesia juga pasti berbeda. Kang et al. (2006) telah mengembangkan algoritma yang memperhitungkan perkolasi pada genangan air di sawah dalam proses perhitungan total maksimum beban harian. Xie dan Cui (2011) telah mengembangkan algoritma untuk padi sawah terkait kedalaman penggenangan serta irigasi. Watanabe et al. (2013) telah membahas penggunaan dua pendekatan untuk memasukkan pengaruh padi sawah pada SWAT, yaitu dengan menggunakan curve number (CN) untuk melihat respon limpasan terhadap hujan dan menggunakan penggenangan. Aplikasi dari pengembangan SCS juga telah diujikan oleh Jung et al. (2012). Sakaguchi et al.
1
2 (2014) mengembangkan modul padi sawah dari modul pothole yang tersedia di SWAT yang diperuntukan bagi padi sawah di Jepang. DAS Cisadane merupakan salah satu DAS yang di prioritaskan berdasarkan SK.328/Menhut–II/2009 tentang penetapan daerah aliran sungai prioritas dalam rangka RPJM 2010 – 2014 dari total 108 seluruh Indonesia dan 30 DAS yang ada di Pulau Jawa. Kondisi DAS Cisadane saat ini sangat mengkhawatirkan karena fluktuasi debit yang tinggi antara musim penghujan dengan musim kemarau, serta tingkat sedimentasi yang tinggi. Proporsi lahan sawah di DAS Cisadane cukup luas, sebagai contoh tahun 2009 luas sawah di Sub DAS Cisadane Hulu (outlet Batu Beulah) mencapai 18.086 ha (21.21 % dari luas total Sub DAS Cisadane Hulu). Analisis alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan SWAT telah dilakukan oleh Junaidi (2009) dan pengaruh manajemen lahan juga telah di analisis oleh Nilda (2014). Dalam penelitian ini dilakukan penerapan konsep Sakaguchi, yaitu memodifikasi model pothole menjadi modul padi sawah, khususnya untuk sawah di Indonesia. Dengan memodifikasi algoritma pada source code rev. 637 yang selanjutnya akan di compile kembali menjadi executable.
Perumusan Masalah Model pada dasarnya merupakan penggambaran keadaan dari kenyataan yang ada. Penyusunan model (modeling) merupakan aproksimasi atau abstraksi suatu realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya. Dijelaskan lebih lanjut bahwa modelmodel tidak dapat menggambarkan setiap aspek dari realitas sebab banyaknya karakteristik dan perubahan dari kondisi eksisting yang harus digambarkan. Dengan demikian, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Bagaimanakah model yang tepat untuk menggambarkan water balance yang sesuai dengan budidaya padi sawah di Asia, khususnya Indonesia. b) Bagaimana menerjemahkan model yang dibuat agar dapat menjadi tambahan modul baru pada SWAT sehingga SWAT dapat digunakan untuk kawasan yang memiliki persawahan dan dapat memberikan hasil output yang akurat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengembangkan modul padi sawah pada program Soil and Water Assesment Tools (SWAT) untuk memprediksi hasil air (water yield) yang sesuai dengan kondisi sawah di Indonesia dengan mengambil studi kasus di Sub-DAS Cisadane Hulu. Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini, sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat ilmiah yaitu mendapatkan modul padi sawah pada program SWAT yang sesuai dengan kondisi hidrologi sawah di Indonesia. 2. Bagi pemangku kebijakan (pemerintah) sebagai dasar acuan dalam melakukan manajemen sumberdaya lahan yang baik.
3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Penelitian ini akan memodifikasi modul yang telah ada pada salah satu model hidrologi yang telah berkembang (SWAT) 2. Nilai - nilai neraca air padi sawah yang ada lokasi studi akan disusun dalam rangkaian bahasa pemrograman. 3. Rangkaian source code akan di integrasikan dengan model SWAT sebagai tambahan modul yang sifatnya modifikasi. 4. SWAT akan diuji dan divalidasi di DAS Cisadane Hulu.
2 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Dalam memodelkan proses hidrologi sangat penting mengetahui perubahan parameter – parameter hidrologi yang terjadi. Siklus terjadi akibat adanya perbedaan parameter hidologi khususnya kondisi evaporasi dan presipitasi serta tekanan udara mengakibatkan terjadinya siklus hidrologi. Nilai evaporasi di laut sangat tinggi sedangkan nilai hujan rendah hal ini berbanding terbalik dengan yang ada didaratan, dengan tingginya evaporasi mengakibatkan tekanan udara meningkat dan akan mengalir ke daerah dengan tekanan rendah yaitu daratan. Uap air yang naik dengan evaporasi akan melakukan kondensasi dan membentuk hujan kembali kemudian mengalir sampai kelaut. Selain itu komponen lingkungan bumi lainpun ikut serta menciptakan gejala intersepsi, infiltrasi, run-off, perkolasi sampai terjadi evaporasi kembali (Seyhan 1990).
Gambar 1 Skema siklus hidrologi Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran permukaan maupun tidak langsung melalui vegetasi atau media lainnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut (Kodoatie et al. 2008). Aliran permukaan terdiri atas dua jenis. Stream flow untuk
4 aliran air yang berada dalam sungai atau saluran, dan surface runoff (overland flow) untuk aliran yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2006). Model Hidrologi Dalam mengaisis kejadian kompleks mustahil dilakukan secara menyeluruh dengan melacak turunan hujan pada setiap arel yang diteliti oleh sebab itu perlunya proses tranformasi yang dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS yang kemudian disusun menjadi sebuah model hidrologi. Pembentukan model hidrogi untuk DAS dibedakan menjadi lumped dan distributed model. Lumped model didasarkan pada konsep bahwa semua proses dalam DAS terjadi dalam satu titik spasial. Lumped parameter memperlakukan DAS sebagai himpunan parameter – parameter yang berperilaku seragam. Model USLE, MUSLE, RUSLE, CREAMS merupakan model hidrologi yang termasuk dalam lumped model. Sebaliknya distributed model merupakan model yang menggambarkan proses dan mekanisme fisik dalam keruangan. Distributed parameter memperlakukan masing-masing komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masing – masing. Contoh dari model hidrologi yang termasuk dalam distributed model adalah WEPP, KINEROS, ANSWERS, dan SWAT (Atmaja 2012). Pada dasarnya model digunakan untuk memprediksi suatu kejadian yang akan datang dengan melakukan simulasi. Ketelitian model bergantung pada tingkat penyederhanaan proses. Semakin kompleks pendekatan proses dalam model, semakin banyak data yang diperlukan. Terdapat berbagai macam model yang dapat digunakan untuk menyederhanakan sistem hidrologi dalam suatu DAS. Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) SWAT adalah model prediksi untuk skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold untuk USDA ARS (US Department of Agriculture- Agriculture Research Service) awal tahun 1970-an. SWAT merupakan gabungan dari beberapa model yang dikembangkan ARS dan merupakan pengembangan lebih lanjut dari model SWRRB (Simulator for Water Resources in Rural Basins). Model lain yang berperan dalam pengembangan SWAT adalah CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agriculture Managemen System), GLEAMS (Groundwater Loading Effects on Agriculture Managements System) dan EPIC (Erosion-Productivity Impact Calculator) (Arnold et al. 2012). Menurut Neitsch et al. (2011), model SWAT berbasis fisik dengan memasukkan persamaan regresi untuk menggambarkan hubungan antara variable input dan output, SWAT membutuhkan informasi spesifik tentang cuaca, sifat tanah, topografi, vegetasi, dan praktek-praktek pengelolaan lahan yang terjadi di DAS. Proses secara fisik terkait dengan pergerakan air, transpor sedimen dan lainnya. SWAT dapat digunakan untuk studi proses yang lebih khusus seperti transportasi bakteri, sedimen, dan unsur hara. Simulasi untuk DAS yang sangat besar atau berbagai strategi pengelolaannya dapat dilakukan tanpa investasi waktu atau uang yang besar, serta memungkinkan pengguna untuk mempelajari dampak jangka panjang. Proses yang dimodelkan SWAT yang terjadi di dalam DAS
5 didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut : 𝑆𝑊𝑡 = 𝑆𝑊0 + ∑𝑡𝑖=1 𝑅𝑑𝑎𝑦 − 𝑄𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝐸𝑎 − 𝑊𝑠𝑒𝑒𝑝 − 𝑄𝑔𝑤 (1) dimana : SWt : kadar air tanah akhir (mm H2O) SW0 : kadar air tanah mula-mula pada hari ke-i (mm H2O) t : waktu (hari) Rday : jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm H2O) Qsurf : jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm H2O) Ea : jumlah evaporasitranspirasi pada hari ke-i (mm H2O) Wseep : jumlah air yang masuk ke dalam vadose zone dari profil tanah pada hari ke-i (mm H2O) Qgw : jumlah air yang kembali menjadi aliran pada hari ke-i (mm H2O) Output SWAT terangkum dalam file-file yang terdiri atas file HRU, SUB dan RCH. File HRU berisikan output dari masing-masing HRUs, sedangkan SUB berisikan output dari masing-masing sub DAS dan RCH merupakan output dari masing-masing sungai utama pada setiap sub DAS. Pembuatan model SWAT yang berawal di Amerika, sehingga dalam aplikasi untuk daerah atau Negara lain diperlukan pengkajian lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar model dapat merepresentasikan kondisi lingkungan iklim dan hidrologi dimana model digunakan. Sakaguchi et al. (2014) melakukan memodifikasi algoritma modul pothole menjadi modul padi sawah. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan kondisi hidrologi sawah di Jepang.
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sub-DAS Cisadane Hulu dengan outlet di Batu Beulah. Analisis pemodelan dan simulasi dilaksanakan di Laboratorium Komputasi, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai Agustus 2015.
Gambar 2 Sub-DAS Cisadane Hulu
6 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) data iklim dan data curah hujan harian yang diperoleh dari kantor BMKG Dramaga untuk periode tahun 2004 sampai 2014 pada lima stasiun hujan (Dramaga, Kracak, Pasir Jaya, Empang, dan Cihideung) dan satu stasiun iklim yaitu Dramaga; (2) data debit harian untuk outlet Batu Beulah (data tahun 2004 sampai 2014) diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air – Bandung; (3) peta tata guna lahan diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum – Cisadane; (4) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG) selanjutnya diturunkan menjadi digital elevation model (DEM) dan kelas kemiringan lahan (slope); (6) peta tanah skala 1 : 250.000 diperoleh dari Balai Penelitian Tanah Bogor. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak yang digunakan adalah Map Window 4.8.8, MWSWAT 2012 (source codes rev 627 & rev 637), SWAT CUP 2012 ver 5.1.6.2. dan Eclipse-parallel-luna-SR2win32. Deskripsi Lokasi Penelitian Sub-DAS Cisadane Hulu dengan luas 85219 ha mempunyai jaringan sungai yang mengalir dari hulu hingga outlet Batu Beulah melalui Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Kecamatan – kecamatan di Kota Bogor yang dilalui S. Cisadane meliputi Bogor Tengah, Bogor Barat, Bogor Timur dan Bogor Selatan. Untuk Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor yang dilalui S. Cisadane meliputi Caringin, Ciampea, Ciawi, Cicurug, Cidahu, Cigudeg, Cijeruk, Cibungbulan, Ciomas, Dramaga, Kabandungan, Kemang, Leuwiliang, Megamendung, Nagrak, Nanggung, Pamijahan, dan Rumpin. Sub-DAS Cisadane Hulu dengan panjang sungai 46.7 km dan rata – rata elevasi 619 mdpl. Kemiringan lahan di Sub-DAS Cisadane Hulu didominasi oleh kelas lereng 25% sampai 45 % seperti yang ditunjukan pada Gambar 3. Debit rata – rata harian di outlet Batu Beulah antara tahun 2004 sampai 2014 adalah 70.95 m3/s dengan nilai minimum 11.24 m3/s dan nilai maksimum 506.75 m3/s. Kondisi iklim di Sub-DAS Cisadane secara umum dapat dilihat pada Tabel 1 Curah Hujan bulanan berkisar antara 182.9 mm pada bulan Juli hingga 451.4 mm pada bulan November, sedangkan suhu udara berkisar antara 27.7 0C sampai 29.7 0C.
7 Tabel 1 Iklim Sub DAS Cisadane Hulu Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
CH (mm)
Suhu (°C)
RH (%)
Radiasi (MJ/m²)
Kec. Angin (m/s)
385.1 392.7 330.6 340.4 340.1 208.4 182.9 199.8 255.6 326.1 451.4 346.9
27.7 27.9 28.7 29.1 29.1 28.9 28.7 29.1 29.6 29.7 29.1 28.5
86.9 87.9 84.9 85.1 84.7 83.3 80.9 79.0 78.3 80.3 84.1 85.8
11.14 11.31 12.83 14.03 13.82 13.55 14.88 16.33 16.18 15.30 13.40 11.66
1.15 1.15 1.20 1.10 1.08 1.05 1.09 1.18 1.24 1.18 1.09 1.08
Sumber : BMKG Dramaga
Tata guna lahan di Sub-DAS Cisadane Hulu berdasarkan data dari BPDAS untuk tahun 2006, tahun 2009 dan tahun 2013 didominasi oleh ladang seperti yang disajikan pada Lampiran 1. Jenis tanah di Sub DAS Cisadane Hulu terdiri atas 11 jenis tanah dan didominasi oleh tanah kompleks latosol merah kekuningan latosol coklat p. Pada umumnya jenis tanah di bagian Sub DAS Cisadane Hulu bertekstur lempung, lempung liat berpasir, lempung berliat, dan liat berdebu. Sebaran jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3 Kelerengan lahan Sub DAS
8
Gambar 4 Jenis tanah Kerangka Penelitian Pengembangan kerangka fikir penelitian berawal dari modul pothole yang ada pada SWAT untuk melakukan pendekatan hidrologi sawah yang tersaji di Gambar 5(a). Namun dalam konsep penyederhanaan hidrologi sawah dengan pothole kurang tepat. Dari beberapa studi literatur maka konsep Sakaguchi patut diuji cobakan di Indonesia, dengan memperhatikan parameter – parameter hidrologi yang disesuaikan dalam membentuk algoritma. Konsep Sakaguchi dengan sawah model single plot seperti pada Gambar 5(b) berbeda dengan keadaan sawah di Indonesia yang cendrung plot to plot seperti yang tersaji pada Gambar 5(c). Dalam konsep yang digunakan, sawah disamakan dengan HRU yang terbentuk tanpa harus mengikuti luasan ataupun volume dari suatu ruang tertentu dalam menggambarkan kondisi sawah, khususnya daerah underground. Kondisi sawah yang sangat kompleks maka sangat sulit untuk dapat memberikan nilai secara tepat sehingga perlunya pendekatan – pendekatan dalam memperoleh nilai hidrologi sawah dengan melakukan simulasi.
9
( a)
( b)
( c) Gambar 5 Skema diagram neraca air (a) pothole (b) konsep Sakaguchi (c) modul padi Tahapan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan tahap studi literatur untuk menelaah konsep neraca air pada persawahan. Tahapan ini kemudian ditindaklanjuti dengan pengumpulan data sekunder debit sungai (time series) serta data-data penunjang lainnya. Berdasarkan analisis data tersebut maka dapat ditetapkan nilai parameterparameter model neraca air padi sawah. Selanjutnya dibangun model mengikuti tahapan umum sebagai berikut pada Gambar 6. Untuk dapat memperjelas tahapan penelitian umum dalam proses simulasi SWAT dan pembentukan algoritma modul sawah pada maka pengelolaan data inputan meleputi: a. Penyiapan data spasial - Data DEM untuk MWSWAT diturunkan dari kontur peta RBI skala 1: 25.000 sistem proyeksi UTM zona 48S dan datum WGS84 dengan tipe format TIFF. - Tata guna lahan dan jenis tanah, data dikonversi ke tipe format TIFF. ID raster disesuaikan dengan data base yang ada pada MWSWAT (global landuse, global soil).
10
Pengumpulan Data: Iklim, hujan, debit, tata guna lahan, tanah, DEM Penyiapan data dan penyesuaian format data input
Modul pothole Modifikasi source code modul pothole menjadi modul sawah Pembentukan executable SWAT hasil modifikasi
Simulasi SWAT Modifikasi modul Simulasi SWAT Original: - tanpa sawah - sawah pothole
Hasil air/debit
Hasil air/debit
Kalibrasi & Validasi
Kalibrasi & Validasi
R2 & NSE
R2 & NSE
Gambar 6 Tahapan penelitian umum b. Penyiapan data iklim - Membuat tabulasi koordinat stasiun hujan dan iklim yang digunakan dalam simulasi dengan format text files (.txt) dengan nama stnlist. - Membuat tabulasi file harian untuk curah hujan (.pcp); temperatur (.tpm); kecepatan angin (.wnd); radiasi matahari (.slr); dan kelembabab (.hmd) semuanya mengikuti format pada dokumen teori SWAT 2009 (Neitsch et al. 2011). - Membuat file weather generator (.wgn) berdasarkan data iklim dan curah hujan tahun 2004 – 2014 mengikuti format pada dokumen teori SWAT 2009 (Neitsch et al. 2011). - Semua contoh file penyiapan data iklim seperti pada Lampiran 2. c. Penyusunan algoritma - Melakukan perubahan algoritma dari source code rev. 637 pada sub program (pothole.f dan potholehr.f) dengan bantuan software Eclipse. - Membuat Makefile sebagai penggabung dari seluruh intruksi algoritma yang ada pada SWAT - Melakukan kompilasi untuk mendapatkan executable. - Perubahan source code pothole seperti pada Lampiran 3.
11 Cisadane Hulu dilakukan pada tiga kondisi pendekatan hirologi sawah: tanpa modul pothole dengan metode SCS dan nilai CN default dengan modul pothole, dan dengan modul padi sawah hasil modifikasi. Simulasi untuk setiap kondisi dilakukan terhadap tiga keadaan tata guna lahan: tahun 2006, 2009, dan 2013. Perlakuan tersebut dilakukan untuk melihat dan membandingkan nilai evaluasi model serta debit untuk masing – masing kondisi. Untuk skema uji kinerja masing – masing modul yang dipadukan dengan tiga keadaan tata guna lahan tersaji seperti pada Gambar 7. 2004 - 2008
Tata Guna Lahan 2006 Kalibrasi
Validasi
2007 - 2011
Original (Metode SCS)
Tata Guna Lahan 2009 Kalibrasi
Validasi
2010 - 2014
Tata Guna Lahan 2013 SIMULASI
Kalibrasi
Validasi
SIMULASI SWAT SAWAH
2004 - 2008
Tata Guna Lahan 2006 Kalibrasi
Validasi
2007 - 2011
Modul Pothole
Tata Guna Lahan 2009 Kalibrasi
Validasi
2010 - 2014
Tata Guna Lahan 2013 SIMULASI
Kalibrasi
Validasi
2004 - 2008
Tata Guna Lahan 2006 Kalibrasi
Validasi
2007 - 2011
Modul Sawah
Tata Guna Lahan 2009 Kalibrasi
Validasi
2010 - 2014
Tata Guna Lahan 2013 Kalibrasi
Gambar 7 Tahapan evaluasi model SWAT
Validasi
12 Penyiapan HRU Sawah Untuk membedakan proses antara HRU sawah dan bukan sawah, digunakan empat variabel: fraksi pothole (POT_FR), maksimum genangan pada sawah (POT_VOLX), debit aliran default (POT_TILE), dan laju perkolasi potensial (pp_perc). POT_FR HRU sawah diberi nilai satu sedangkan yang bukan sawah diberi nilai nol. Nilai maksimum genangan pada sawah (POT_VOLX) ditetapkan 200 mm untuk semua HRU sawah dan untuk debit aliran default pada pothole (POT_TILE) ditetapkan rata – rata 5 mm/hari, sedangkan parameter laju perkolasi potensial (pp_perc) ditetapkan sebesar 0 – 5 mm/hari. Evaluasi Modul Evaluasi modul menggunakan parameter koefisien determinasi (R2) dan Nash Efisiensi – Sutcliffe Index (NSE). Secara matematis koefisien determinasi (R2) dan Nash Efisiensi – Sutcliffe Index (NSE) dihitung dengan persamaan berikut (Nash dan Sutcliffe 1970; Loague dan Green 1991): 2
𝑅 =
2
[∑𝑖(𝑄𝑚,𝑖 − 𝑄̅𝑚 )(𝑄𝑠,𝑖 − 𝑄̅𝑠 ] ∑𝑖(𝑄𝑚,𝑖 − 𝑄̅𝑚 )2 ∑𝑖(𝑄𝑠,𝑖 − 𝑄̅𝑠 )2 ∑𝑖(𝑄𝑚 −𝑄𝑠 )2
𝑁𝑆𝐸 = 1 −
∑𝑖(𝑄𝑚,𝑖 −𝑄̅𝑚 )
2
(2) (3)
dimana: Qm : debit observasi (m3/s) Qs : debit simulasi (m3/s) 𝑄̅𝑚 : rata – rata debit observasi (m3/s) 𝑄̅𝑠 : rata – rata debit simulasi (m3/s) Nilai determinasi (R2) memliki rentang nilai 0 – 1, R2 bernilai memuaskan jika nilainya diatas 0.6 (Santhi et al. 2001; Morasi et al. 2007). Kategori nilai NSE menurut Motovilov et al. (1999), baik jika nilainya ≥ 0.75; memuaskan 0.75 ≥NSE ≥ 0.36; dan kurang memuaskan NSE < 0.36. Untuk evaluasi modul dari hasil kalibrasi dengan SWAT – CUP metode SUFI-2 dilihat dari nilai p – factor dan r – factor, nilai p – factor yang baik jika nilainya mendekati satu dan r – factor mendekati nol (Abbaspour 2014).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi dan Komparasi Persamaan Dalam model SWAT, pothole merupakan sub-program yang difungsikan untuk pendekatan simulasi tata guna lahan dengan penggenangan. Dalam proses perhitungannya hasil air akan dikoreksi oleh algoritma pothole. Secara umum proses yang terjadi dalam program SWAT dapat dilihat seperti pada Gambar 8.
13
Gambar 8 Proses umum posisi sub-program pothole dalam SWAT Modifikasi pada modul pothole dilakukan untuk algoritma bentuk tampungan, proses perkolasi (rembesan), dan juga evaporasi. Algoritma Bentuk Tampungan Modul lahan padi sawah yang ada pada SWAT dengan model pothole menggambarkan kondisi lahan yang bentuk potongan lahan mengalir secara kerucut dengan algoritma pada Gambar 9 (2) dan Persamaan 4 (Neitsch et al 2011) yang seharusnya pendekatan tidak dilakukan dengan bentuk kerucut. Oleh sebab itu dimodifikasi agar mendekati kondisi bentuk abstaksi sawah dengan Persamaan 5 (Xie dan Cui 2011; Sakaguchi et al. 2014) dan algoritma pada Gambar 9 (1). Algoritma yang terjadi pada proses tampungan modul phothole memiliki struktur seperti pada Gambar 9 (2), luas area dari sawah yang didapat berdasarkan luas HRU dikoreksi kembali oleh persamaan volume untuk kerucur terpotong. Hal ini berbeda maksud dengan penyederhanaan yang dimodifikasi, dengan struktur algoritma seperti pada Gambar 9 (1), luas are sawah langsung disamakan dengan luasan HRU sawah yang terbentuk.
𝑆𝐴 =
𝜋
(
3∗𝑉
104 𝜋∗𝑠𝑙𝑝
2⁄ 3
)
𝑆𝐴 = 𝑎𝑟𝑒𝑎ℎ𝑟𝑢 dimana ; SA V slp areahru
(4) (5)
: luas permukaan (ha) : volume air yang masuk kedalam tampungan (m3 H2O) : kelerengan (m/m) : luas area hru (ha)
14
(1)
(2)
Gambar 9 Perubahan algoritma tampungan Algoritma Perkolasi Persamaan (6) sampai (8) untuk proses rembesan pada pothole berfungsi menghitung jumlah perkolasi dari badan air ke profil tanah. Proses ini berhenti ketika kadar air tanah mencapai kapasitas lapang (Persamaan 8). Disisi lain, Persamaan (9) dan (10) pada bahasan air tanah di sub basin, proses drainable akan terhenti atau sama dengan nol jika kadar air tanah berada dibawah kapasitas lapang (Persamaan10). Akibatnya kondisi proses perkolasi tersebut akan tetap berada pada kapasitas lapang meskipun sebagian air masih mengalami proses Evapotranspirasi (ET). Akibatnya algoritma proses rembesan tidak dapat diteruskan karena proses di algoritma perkolasi tidak mengurangi nilai kadar air tanah, begitu juga sebaliknya algoritma proses perkolasi tidak bisa berlanjut karena proses rembesan tidak meningkatkan nilai kadar air tanah. Untuk mengatasi hal ini, Sakaguchi et al. (2014) memodifikasi dengan memasukan parameter baru berupa laju perkolasi potensial (Persamaan (11) dan (12)). Vseep = 240K S SA
if SW < 0.5 FC
(6)
if 0.5FC ≤ SW < FC
(7)
Vseep = 0
if SW ≥ FC
(8)
SWly,excess = SW𝑙𝑦 − FCly
if SW𝑙𝑦 > FC𝑙𝑦
(9)
SWly,excess = 0
if SW𝑙𝑦 ≤ FC𝑙𝑦
(10)
Vseep = 10PP SA
if Vstored > 10PP SA
(11)
Vseep = Vstored
if Vstored ≤ 10PP SA
(12)
Vseep = 240 (
dimana ; Vseep KS
1−SW FC
) K S SA
: volume air resapan dalam satu hari (m3 H2O) : konduktifitas hidrolik (mm/jam)
15 SA SW FC SWly,excess
: luas permukaan (ha) : kadar air profil tanah pada hari tertentu (mm H2O) : kadar air tanah saat kapasitas lapang (mm H2O) : drainable (tersedia untuk perkolasi) volume air pada lapisan tanah pada hari tertentu (mm H2O) : kadar air lapisan tanah awal pada hari tertentu (mm H2O) : kadar air lapisan tanah saat kapasitas lapang (mm H2O) : laju perkolasi potensial (mm H2O) : jumlah air awal pada hari tertentu (m3 H2O)
SWly FCly PP Vstored
Gambar 10 Perubahan algoritma perkolasi Algoritma Evaporasi Perhitungan evaporasi dalam modul pothole dibatasi dengan evapotranspirasi potensial (PET) (Persamaan 13) (Neitsch et al 2011). Selain itu nilai koefsien evaporasi pothole secara tersirat bernilai default 0.5, seharusnya diberikan keleluasaan user dalam memberikan nilai koefisien tersebut berdasarkan nilai residu nilai antara LAIevap dan LAI pada tahap awal simulasi. Namun SWAT belum memberikan interface untuk memasukan nilai koefisien evaporasi tersebut. Modifikasi algoritma evaporasi dilakukan dengan memanfaatkan algoritma evaporasi yang ada pada skala sub-basin (Persamaan 14) (Neitsch et al 2011; Sakaguchi et al. 2014). Selain itu, kondisi ini juga tetap menggunakan batas bawah yaitu ketika dalam tampungan tidak terdapat air maka proses evaporasi dianggap nol (Persamaan 15). Untuk menghindari overflow pada tahapan berikutnya maka digunakan nilai koefisien evaporasi (ƞ) nilai yang digunakan pada pothole telah ditetapkan sebesar 0.6. 𝐿𝐴𝐼
𝑉𝑒𝑣𝑎𝑝 = 5 (1 − 𝐿𝐴𝐼
𝑒𝑣𝑎𝑝
) 𝐸0 𝑆𝐴
𝑖𝑓 𝐿𝐴𝐼 < 𝐿𝐴𝐼𝑒𝑣𝑎𝑝
(13)
𝐿𝐴𝐼
𝑖𝑓 𝐿𝐴𝐼 < 𝐿𝐴𝐼𝑒𝑣𝑎𝑝
(14)
𝑖𝑓 𝐿𝐴𝐼 ≥ 𝐿𝐴𝐼𝑒𝑣𝑎𝑝
(15)
𝑉𝑒𝑣𝑎𝑝 = 𝜂 ∗ 10 (1 − 𝐿𝐴𝐼
𝑒𝑣𝑎𝑝
𝑉𝑒𝑣𝑎𝑝 = 0
) 𝐸0 𝑆𝐴
16 dimana ; Vevap ƞ LAI LAIevap E0
: volume air yang keluar saat evaporasi siang hari (m3 H2O) : koefisien evaporasi : indeks luas daun tanaman : indeks luas daun tanaman evaporasi air terjadi : PET untuk hari tertentu (mm)
Gambar 11 Perubahan algoritma evaporasi Uji Modul SWAT Proses Delineasi Sub-DAS Delineasi Sub – DAS Cisadane hulu dilakukan secara otomatis dengan menggunakan model MWWAT. Hasil yang diperoleh dari proses delineasi berupa peta jaringan sungai, batas DAS dan Sub DAS. Berdasarkan penggunaan ambang batas (treshold) 1500 ha menghasilkas 39 sub DAS dengan luas total 85219.31 ha. Luas masing – masing sub DAS hasil delineasi disajikan pada Tabel 2. Luas sub-DAS yang terbentuk dari hasil delineasi sangat bervariasi mulai 17.38 ha sampai 852.20 ha. Setiap sub-DAS dihubungkan oleh satu aliran sungai yang saling terhubung dengai sungai utama hingga mencapai outlet yang telah ditentukan. Variasi terbentuk akibat dari bentangan lahan sangat beragam, antar sub-DAS memiliki kaitan dalam menentukan nilai hasil aliran air, sedimen, dan zat hara yang terangkut aliran sungai. Hal tersebut bisa dilihat kaitannya secara tabulasi maupun spasial dengan bantuan GIS dan model SWAT. Pembentukan HRU Hydrology respond unit (HRU) adalah unit lahan yang terbentuk dari proses tumpang susun antara jenis tanah, tata guna lahan dan kelerengan lahan. HRU merupakan unit analisis terkecil yang digunakan dalam perhitungan model SWAT. Metode yang digunakan dalam pembentukan HRU adalah threshold by percentage dengan threshold masing – masing 5%, 5%, dan 5% untuk jenis tanah, tata guna lahan dan kelerengan lahan. Hasil HRU tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013 memiliki jumlah yang berbeda, dengan total sub basin sama yaitu 39 sub basin untuk DAS Cisadane Hulu. Tata guna lahan tahun 2006 dan tata guna lahan 2009 berjumlah 879 HRU
17 sedangkan tata guna lahan 2013 sebanyak 888 HRU. Hal tersebut terjadi diakibatkan karakter data yang didapatkan berbeda. Tabel 2 Luas Sub - DAS hasil delineasi SWAT Luas Nama Sub No No % DAS ha DAS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Sub DAS 1 Sub DAS 2 Sub DAS 3 Sub DAS 4 Sub DAS 5 Sub DAS 6 Sub DAS 7 Sub DAS 8 Sub DAS 9 Sub DAS 10 Sub DAS 11 Sub DAS 12 Sub DAS 13 Sub DAS 14 Sub DAS 15 Sub DAS 16 Sub DAS 17 Sub DAS 18 Sub DAS 19 Sub DAS 20
852.20 432.70 408.00 349.10 419.30 278.00 213.10 255.00 192.20 146.10 199.40 125.90 97.79 212.20 138.40 58.14 69.92 102.20 54.44 28.00
18.40 9.34 8.81 7.54 9.05 6.00 4.60 5.51 4.15 3.15 4.30 2.72 2.11 4.58 2.99 1.26 1.51 2.21 1.18 0.60
Luas
Nama Sub DAS
21 Sub DAS 21 22 Sub DAS 22 23 Sub DAS 23 24 Sub DAS 24 25 Sub DAS 25 26 Sub DAS 26 27 Sub DAS 27 28 Sub DAS 28 29 Sub DAS 29 30 Sub DAS 30 31 Sub DAS 31 32 Sub DAS 32 33 Sub DAS 33 34 Sub DAS 34 35 Sub DAS 35 36 Sub DAS 36 37 Sub DAS 37 38 Sub DAS 38 39 Sub DAS 39 Total
Gambar 12 Deliniasi Sub-DAS Cisadane Hulu
ha 76.12 21.51 22.80 72.18 27.33 26.75 35.89 24.68 23.58 17.38 22.70 39.50 29.27 30.03 27.33 20.45 22.87 21.49 24.36 5218.31
% DAS 1.64 0.46 0.49 1.56 0.59 0.58 0.77 0.53 0.51 0.38 0.49 0.85 0.63 0.65 0.59 0.44 0.49 0.46 0.53 100
18 Simulasi Awal Modul Simulasi awal modul untuk tiga kondisi pendekatan hidrologi sawah terhadap data tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013 menghasilkan debit periode harian dan bulanan dengan fluktuasi seperti pada Gambar 13 sampai Gambar 18.
Gambar 13 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006
Gambar 14 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2006
Gambar 15 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2009
19
Gambar 16 Debit hasil simulasi hulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2009
Gambar 17 Debit hasil simulasi harian sebelum kalibrasi tata guna lahan 2013
Gambar 18 Debit hasil simulasi bulanan sebelum kalibrasi tata guna lahan 2013 Dari Gambar 13 sampai dengan Gambar 18 terlihat nilai debit hasil simulasi dan observasi masih terlalu besar bedanya yang ditunjukan oleh nilai R2 dan NSE yang rendah. Nilai evaluasi R2 dan NSE masing – masing modul di sajikan pada Tabel 3.
Tata guna lahan 2006
Tabel 3 Nilai evaluasi model simulasi awal Periode & Kondisi Harian
R²
NSE
Original Pothole Modul Padi
0.329 0.358 0.362
-1.507 -0.602 -0.577
Ǭ 58.83 57.62 57.06
Debit (m³/s) Ǫmin Ǫmax 0.91 0.93 1.20
529.90 424.40 421.40
Tata guna lahan 2013
Tata guna lahan 2009
20
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.822 0.804 0.806
0.435 0.543 0.556
59.19 57.96 57.41
12.82 13.66 12.81
124.10 113.50 113.20
Harian Original Pothole Modul Padi
0.249 0.260 0.256
-2.751 -1.450 -1.439
88.79 86.78 85.83
0.00 0.00 0.00
646.90 559.50 558.80
0.434 0.431 0.431
-0.610 -0.397 -0.342
89.17 87.11 86.16
23.68 20.32 20.75
172.10 160.50 161.20
Harian Original Pothole Modul Padi
0.486 0.480 0.483
-1.134 -0.821 -0.861
89.41 89.68 88.24
0.00 0.00 0.00
1592.00 1585.00 1589.00
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.411 0.412 0.407
-0.292 -0.210 -0.237
90.70 90.04 83.73
21.89 21.90 18.52
184.2 183.60 172.80
Bulanan Original Pothole Modul Padi
Dari Tabel 3 dapat dilihat kecenderungan R2 dan NSE modul padi sedikit lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole pada periode harian maupun bulanan, tapi untuk NSE pada periode bulanan mengalami kenaikan yang baik secara rata – rata (dari -0.610 menjadi -0.003). Debit yang dihasilkan masing – masing modul secara umum memberikan pengaruh pengurangan untuk setiap tataguna lahan dan periode simulasi. Pengurangan debit diakibatkan karena adanya penggenangan dan proses hidrologi lainnya dalam skala HRU dalam mencapai water balance pada modul pothole dan modul padi sawah. Sedangkan untuk modul dengan pendekatan curve number hasil simulasi merupakan hasil final tanpa ada pengkoreksian kembali pada sekala HRU. Hal inilah yang menyebabkan pengurangan debit rata – rata secara umum menurun untuk setiap proses dalam SWAT.
Kalibrasi Kalibrasi yang dilakukan dengan SWAT-CUP, berdasarkan nilai inputan parameter yang dianggap sensitif. Hal ini karena, SWAT memiliki parameter masukan yang sangat banyak, sehingga jika dilakukan kalibrasi untuk semua parameter yang ada akan membutuhkan waktu sangat lama. Parameter yang dianggap sensitif dalam penelitian ini yaitu yang terkait dengan metode penelusuran air di aliran sungai (routing methode), aliran bawah tanah/aliran
21 dasar, parameter pada saluran sungai utama, parameter respon hidrologi, parameter tanah, dan pengelolaan lahan secara umum. Untuk input masing – masing parameter disajikan pada Tabel 4. Sedangkan nilai fix yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 4 Parameter input sensitif pada tahap kalibrasi id Parameter Inputan .gw
aliran bawah tanah
ALPHA_BF, GW_DELAY, GWQMN, GW_REVAP, REVAPMN, GWHT, SHALLST, DEEPST, GW_SPYLD
.bsn
penelusuran air di aliran sungai (routing methode)
SURLAG
.hru
Parameterrespon hidrologi
.rte
parameter untuk saluran utama
.sol
parameter tanah
.mgt
parameter pengelolaan lahan secara umum
ESCO, SLSUBBSN, HRU_SLP, OV_N, LAT_TTIME, SLSOIL, EPSO CH_K2, ALPHA_BNK SOL_AWC(1), SOL_K(1), SOL_BD(1), SOL_ZMX, SOL_CRK CN2
Kalibrasi dilakukan sama dengan simulasi awal modul untuk tiga kondisi tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013. Fluktuasi debit hasil kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 24.
Gambar 19 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2006
Gambar 20 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2006
22
Gambar 21 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2009
Gambar 22 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2009
Gambar 23 Debit harian setelah kalibrasi tata guna lahan 2013
Gambar 24 Fluktuasi debit bulanan setelah kalibrasi tata guna lahan 2013
23 Tabel 5 Nilai evaluasi model setelah kalibrasi NSE
p-factor
Tata guna lahan 2006
Harian Original Pothole Modul Padi
0.47 0.45 0.54
0.45 0.43 0.52
0.85 0.90 0.90
Ǭ Ǫmin Ǫmax 2.01 46.81 0.38 185.60 2.08 46.50 0.03 149.80 2.14 51.03 0.36 201.90
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.75 0.81 0.79
0.61 0.64 0.65
1.00 1.00 1.00
2.27 47.77 2.33 51.63 2.29 51.48
7.39 118.10 15.27 121.40 15.06 121.70
Tata guna lahan 2009
r-factor
Debit (m³/s)
R²
Harian Original Pothole Modul Padi
0.32 0.31 0.35
0.11 0.13 0.20
0.81 0.88 0.86
2.23 72.41 2.22 70.91 2.47 61.15
0.00 349.90 0.00 335.70 0.00 318.70
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.45 0.42 0.38
0.09 0.10 0.17
0.86 0.75 0.78
2.07 72.95 2.22 59.87 1.92 65.54
5.11 151.00 11.10 129.30 3.89 128.00
Tata guna lahan 2013
Periode & Kondisi
Harian Original Pothole Modul Padi Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.59 0.57 0.57
0.27 0.33 0.39
0.64 0.73 0.72
1.48 75.20 1.44 76.16 1.37 70.20
0.00 401.40 0.00 555.30 0.01 428.50
0.81 0.68 0.84
0.53 0.55 0.58
0.73 0.86 0.78
1.58 79.51 1.90 78.60 1.98 73.05
18.50 158.00 27.71 141.10 14.23 146.00
Dari Tabel 5 untuk kalibrasi dapat dilihat kecenderungan R2 dan NSE modul padi lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole untuk periode harian maupun bulanan. Validasi Kalibrasi dilakukan sama dengan simulasi awal modul untuk tiga kondisi tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013. Fluktuasi debit hasil kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 25 sampai dengan Gambar 30.
24
Gambar 25 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2006
Gambar 26 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2006
Gambar 27 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2009
Gambar 28 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2009
25
Gambar 29 Fluktuasi debit harian setelah validasi tata guna lahan 2013
Gambar 30 Fluktuasi debit bulanan setelah validasi tata guna lahan 2013
Tabel 6 Nilai evaluasi model setelah validasi Periode & Kondisi
Debit (m³/s) R²
NSE
p-factor r-factor
Original Pothole Modul Padi
0.35 0.45 0.43
0.21 0.23 0.29
0.87 0.86 0.84
2.06 65.90 1.96 68.10 1.79 66.85
0.00 355.80 0.00 387.70 0.00 345.20
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.67 0.68 0.73
0.43 0.46 0.50
0.96 0.92 0.96
2.84 71.94 2.73 72.89 2.29 72.37
18.40 153.80 19.26 149.50 23.43 152.50
Harian Original Pothole Modul Padi
0.54 0.59 0.62
0.37 0.47 0.43
0.82 0.78 0.80
1.84 78.52 1.78 84.40 1.67 87.58
0.00 721.20 0.00 531.00 0.00 619.90
Bulanan Original Pothole Modul Padi
0.73 0.84 0.84
0.63 0.73 0.71
0.88 0.88 0.83
2.35 80.40 2.27 83.16 1.92 82.42
39.12 139.20 30.82 144.10 29.46 142.00
Tata guna lahan 2009
Tata guna lahan 2006
Harian
Ǭ
Ǫmin Ǫmax
Tata guna lahan 2013
26 Harian Original Pothole Modul Padi
0.72 0.74 0.72
0.70 0.71 0.71
0.86 0.83 0.84
1.18 97.66 1.10 89.08 1.14 94.45
22.61 532.80 14.43 464.50 26.67 443.40
Bulanan Original 0.72 0.63 0.85 1.20 97.73 37.98 164.25 Pothole 0.68 0.51 0.82 1.60 89.04 40.09 143.95 Modul Padi 0.70 0.63 0.80 1.24 94.55 44.58 155.48 2 Dari Tabel 6 dapat dilihat kecenderungan R dan NSE modul padi lebih baik dari pada modul original maupun modul pothole untuk periode harian maupun bulanan. Hasil debit pada tahapan validasi terjadi tidak seperti proses sebelumnya (simulasi awal dan kalibrasi), debit tidak memiliki pola penurunan yang teratur dari pendekatan curve number, pothole, dan modul sawah. Kondisi ini diasumsikan karena faktor parameter telah dimasukkan pada simulasi SWAT sehingga hasil yang didapat memiliki nilai yang lebih mendekati nilai observasi dan tidak mengikuti pola sebelum dimasukan nilai parameter.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Modul pothole telah berhasil dimodifikasi dengan mengubah algoritma bentuk tampungan, perkolasi, dan evaporasi agar sesuai untuk hidrologi sawah di Indonesia. Uji coba modul tersebut di Sub-DAS Cisadane Hulu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengankan dengan modul original dan modul pothole. Nilai R2 untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.59 dan 0.757. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.537 untuk harian dan 0.707 untuk bulanan. Demikan juga untuk nilai NSE. Nilai NSE untuk data harian dan untuk data bulanan pada modul sawah masing – masing 0.477 dan 0.613. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pada modul original, yaitu sebesar 0.427 untuk harian dan 0.563. Saran Outflow dari HRU dalam algoritma SWAT saat ini langsung mengalir ke sungai. Hal ini tidak memungkinkan untuk memodelkan kondisi sawah yang airnya mengalir plot to plot. Source program SWAT saat ini (versi 2012) yang ditulis dalam bahasa FORTRAN masih terlalu rumit untuk dilakukan modifikasi. Perlu penyederhanaan prosedur untuk mempermudah modifikasi algoritma yang ada sekarang. Modifikasi yang dilakukan memang sudah berhasil, tetapi untuk nilai parameter perubahan masih bersifat penyesuaian dari beberapa literatur yang dibaca oleh penulis untuk kondisi sawah di Indonesia. Parameter yang disesuaikan dalam memodifikasi SWAT yang penulis lakukan diantaranya: (1) tinggi genangan air sawah rata – rata, (2) outflow rata – rata pada sawah, (2) laju
27 perkolasi sawah rata – rata, (3) residu nilai evaporasi yang terjadi pada daun khususnya padi. Sehingga hal ini perlu penelitian lanjut di lapangan untuk mencari perubahan nilai parameter yang menjadi perbedaan antara Amerika dan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Abbaspour KC. 2014. SWAT-CUP2012: SWAT Calibration and Uncertainty Programs. Duebendorf: Department of Systems Analysis, Integrated Assessment and Modelling (SIAM), Eawag, Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology. Arnold JG, Moriasi DN, Gassman PW, Abbaspour KC, White MJ, Srinivasan, Santhi C, Harmel RD, Grienven V, Van Liew MW, Kannan N, Jha MK. 2012. SWAT: Model Use, Calibration, and Validation. Trans ASABE .55 (4):14911508. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID). IPB Pr. Atmaja ISW. 2012. Kajian Respon Hidrologi DAS Keduang Menggunakan Model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Junaidi E. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunanakan Model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jung JW, Yoon KS, Choi DH, Lim SS, Choi WJ, Choi SM, Lim BJ. 2012. Water Management Practices And SCS Curve Numbers Of Paddy Fields Equipped With Surface Drainage Pipes. J Agric Water Mgmt. 110:78–83. doi:10.1016/j.agwat.2012.03.014. Kang MS, Park SW, Lee JJ, Yoo KH, 2006. Applying SWAT for TMDL Programs to A Small Watershed Containing Rice Paddy Fields. J Agric Water Mgmt. 79 (1):72–92. doi:10.1016/j.agwat.2005.02.015. Kodoatie JR, Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi Revisi). Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Loague K, Green RE, 1991. Statistical and Graphical Methods for Evaluating Solute Transport Models: Overview and Application. J Contam Hydrology. 7(1–2): 51-73. doi:10.1016/0169-7722(91)90038-3. Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Binger RL, Harmel RD, Veith T. 2007. Model Evaluation Guidelines For Systematic Quantification Of Accuracy In Watershed Simulations. Trans ASABE .50 (3):885-900. Motovilov YG, Gottschalk L, Engeland K, Rodhe A. 1999. Validation Of Distributed Hydrological Model Against Spatial Observations. Agric Forest Meteorology. 98: 257-277. doi:10.1016/S0168-1923(99)00102-1. Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River Flow Forecasting Through Conceptual Models Part I - A Discussion of Principles. J Hydrology. 10:282–290. doi:10.1016/0022-1694(70) 90255-6. Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Williams JR. 2011. Soil and Water Assessment Tool, Theorical Documentation Version 2009. Grassland Soil and Water Research Laboratory, Agricultural Research Service, Blackland Research Center- Texas Agricultural Experiment Station. USA
28 Nilda. 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya Terhadap Hasil Air di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu [tesis]. Bali (ID): Universitas Udayana Denpasar. Sakaguchi A, Eguchi S, Kato T, Kasuya M, Ono K, Miyata A, Tase N. 2014. Development and Evaluation of A Paddy Module for Improving Hydrological Simulasion in SWAT. J Agric Water Mgmt. 137:116–122. doi:10.1016/j.agwat.2014.01.009. Santhi C, Arnold JG, Williams JR, Dugas WA, Srinivasan R, Hauck LM. 2001. Validation of the SWAT model on a large river basin with point and nonpoint sources. J American Water Resources Assoc. 37(5): 1169-1188. Seyhan E. 1990. Dasar – Dasar Hidrologi.Yogyakarta (ID): UGM Pr. Sri Harto. 2000. Hidrologi Teori Masalah Penyelesaian. Yogyakarta (ID). Nafiri Offset. Watanabe H, Boulange J, Eguchi S, Kato T, Sakaguchi A, Gassman PW. 2013. Rice paddy module development in SWAT (Discussion session). Handout received in 3rd SWAT-SEEA conference, 18–19 Jun. 2013, Bogor, Indonesia. Xie X, Cui Y. 2011. Development and Test of SWAT for Modeling Hydro-logical Processes in Irrigation Districts with Paddy Rice. J Hydrology. 396:61–71. doi:10.1016/j.jhydrol.2010.10.032.
29
LAMPIRAN Lampiran 1 Data spasial yang digunakan dalam MWSWAT
30 Lanjutan Lampiran 1
31 Lampiran 2 Tabulasi data Iklim dan Curah Hujan Pada MWSAT
32 Lampiran 3 Source code Pothole SWAT Rev. 637 hasil modifikasi subroutine pothole use parm integer :: j, ly real :: potsep, sumo, potev, cnv, potpcp, no3in, qdayi real :: sedloss, no3loss, yy, pp_perc real :: sanloss, silloss, claloss, sagloss, lagloss real :: potmm,minpsloss,minpaloss, solploss, orgnloss, orgploss j=0 j = ihru !! initialize variables tileo = 0. pp_perc = 0. potev = 0. spillo = 0. potpcp = 0. potsep = 0. sumo = 0. potpcpmm = 0. potevmm = 0. potsepmm = 0. potflwo = 0. potflwosp = 0. potsedo = 0. potsano = 0. potsilo = 0. potclao = 0. potsago = 0. potlago = 0. potno3o = 0. potsolpo = 0. potorgno = 0. potorgpo = 0. potmpso = 0. potmpao = 0. potvol_ini = 0. potsa_ini = 0. sedloss = 0. no3loss = 0. solploss = 0. orgnloss = 0. orgploss = 0. minpsloss = 0. minpaloss = 0. qin = qday * pot_fr(j) !inflow = surface flow qdayi = qday qday = qday * (1. - pot_fr(j)) potloss = qdayi - qday qdr(j) = qdr(j) - potloss no3in = surqno3(j) !+ latno3(j) + gwno3(j) - don't include groundwater no3 !! conversion factors
33 cnv = 10. * hru_ha(j) rto = 1. !
! ! !
when water is impounding if (imp_trig(j) == 1) return update volume of water in pothole pot_fr is now the fraction of the hru draining into the pothole the remainder (1-pot_fr) goes directly to runoff pot_vol(j) = pot_vol(j) + qin potflwi(j) = potflwi(j) + qin potsa(j) = hru_ha(j) potvol_ini = pot_vol(j) potsa_ini = potsa(j)
!
update sediment in pothole pot_sed(j) = pot_sed(j) + sedyld(j) * pot_fr(j) potsedi(j) = pot_sed(j) pot_san(j) = pot_san(j) + sanyld(j) * pot_fr(j) potsani(j) = pot_san(j) pot_sil(j) = pot_sil(j) + silyld(j) * pot_fr(j) potsili(j) = pot_sil(j) pot_cla(j) = pot_cla(j) + clayld(j) * pot_fr(j) potclai(j) = pot_cla(j) pot_sag(j) = pot_sag(j) + sagyld(j) * pot_fr(j) potsagi(j) = pot_sag(j) pot_lag(j) = pot_lag(j) + lagyld(j) * pot_fr(j) potlagi(j) = pot_lag(j) yy = 1. - pot_fr(j) sedyld(j) = sedyld(j) * yy sanyld(j) = sanyld(j) * yy silyld(j) = silyld(j) * yy clayld(j) = clayld(j) * yy sagyld(j) = sagyld(j) * yy lagyld(j) = lagyld(j) * yy
!
!
!
update forms of N and P in pothole xx = pot_fr(j) * hru_ha(j) pot_no3(j) = pot_no3(j) + no3in * xx pot_solp(j) = pot_solp(j) + surqsolp(j) * xx pot_orgn(j) = pot_orgn(j) + sedorgn(j) * xx pot_orgp(j) = pot_orgp(j) + sedorgp(j) * xx pot_mps(j) = pot_mps(j) + sedminps(j) * xx pot_mpa(j) = pot_mpa(j) + sedminpa(j) * xx track incoming loads pot_sedin(j)= pot_sedin(j) + sedyld(j) * pot_fr(j) pot_no3i(j) = pot_no3i(j) + no3in * xx pot_solpi(j) = pot_solpi(j) + surqsolp(j) * xx pot_orgni(j) = pot_orgni(j) + sedorgn(j) * xx pot_orgpi(j) = pot_orgpi(j) + sedorgp(j) * xx pot_mpsi(j) = pot_mpsi(j) + sedminps(j) * xx pot_mpai(j) = pot_mpai(j) + sedminpa(j) * xx update forms of N and P in surface runoff yy = 1. - pot_fr(j) surqno3(j) = surqno3(j) * yy
34
!
!
!
latno3(j) = latno3(j) * yy gwno3(j) = gwno3(j) * yy surqsolp(j) = surqsolp(j) * yy sedorgn(j) = sedorgn(j) * yy sedorgp(j) = sedorgp(j) * yy sedminps(j) = sedminps(j) * yy sedminpa(j) = sedminpa (j) * yy if overflow, then send the overflow to the HRU surface flow if (pot_vol(j) > pot_volxmm(j)) then qdr(j) = qdr(j) + (pot_vol(j)- pot_volxmm(j)) qday = qday + (pot_vol(j)- pot_volxmm(j)) spillo = pot_vol(j) - pot_volxmm(j) pot_vol(j) = pot_volxmm(j) xx = spillo / (spillo + pot_volxmm(j)) potsedo = potsedo + pot_sed(j) * xx potsano = potsano + pot_san(j) * xx potsilo = potsilo + pot_sil(j) * xx potclao = potclao + pot_cla(j) * xx potsago = potsago + pot_sag(j) * xx potlago = potlago + pot_lag(j) * xx potno3o = potno3o + pot_no3(j) * xx potsolpo = potsolpo + pot_solp(j) * xx potorgno = potorgno + pot_orgn(j) * xx potorgpo = potorgpo + pot_orgp(j) * xx potmpso = potmpso + pot_mps(j) * xx potmpao = potmpao + pot_mpa(j) * xx pot_sed(j) = pot_sed(j) - potsedo pot_san(j) = pot_san(j) - potsano pot_sil(j) = pot_sil(j) - potsilo pot_cla(j) = pot_cla(j) - potclao pot_sag(j) = pot_sag(j) - potsago pot_lag(j) = pot_lag(j) - potlago pot_no3(j) = pot_no3(j) - potno3o pot_solp(j) = pot_solp(j) - potsolpo pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - potorgno pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - potorgpo pot_mps(j) = pot_mps(j) - potmpso pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - potmpao sedyld(j) = sedyld(j) + potsedo sanyld(j) = sanyld(j) + potsano silyld(j) = silyld(j) + potsilo clayld(j) = clayld(j) + potclao pot_sag(j) = sagyld(j) + potsago lagyld(j) = lagyld(j) + potlago surqno3(j) = surqno3(j) + potno3o surqsolp(j) = surqsolp(j) + potsolpo sedorgn(j) = sedorgn(j) + potorgno sedorgp(j) = sedorgp(j) + potorgpo sedminps(j) = sedminps(j) + potmpso sedminpa(j) = sedminpa(j) + potmpao end if !! if overflow
!
If no overflow, compute settling and losses, surface inlet tile
35 ! !
!
!
! !
flow, evap, seepage, and redistribute soil water if (pot_vol(j) > 1.e-6) then compute settling -clay and silt based on fall velocity (v=411*d2) d=mm, v=m/hr pot_depth = pot_vol(j) if (pot_depth > 10.) then !assume clay v(fall)= 10 mm/d drcla = 1. - .5 * 10. / pot_depth else drcla = .5 * pot_depth / 10. end if pot_cla(j) = drcla * pot_cla(j) if (pot_depth > 1000.) then !assume silt v(fall)= 1000 mm/d drsil = 1. - .5 * 1000. / pot_depth else drsil = .5 * pot_depth / 1000. end if pot_sil(j) = drsil * pot_sil(j) assume complete settlling of all other sizes (dr = 0) pot_san(j) = 0. pot_sag(j) = 0. pot_lag(j) = 0. compute total delivery ratio for pot_sed drtot = (pot_cla(j) + pot_sil(j) + pot_san(j) + pot_sag(j) + & pot_lag(j)) / (potclai(j) + potsili(j) + potsani(j) + & potsagi(j) + potlagi(j)) pot_sed(j) = drtot * pot_sed(j) compute organic settling assuming an enrichment ratio of 3 on clay (0.75) delivery of organics is 0.75*dr(clay)- assuming dr on all non-clay = 1 pot_orgn(j) = .75 * drcla * pot_orgn(j) pot_orgp(j) = .75 * drcla * pot_orgp(j) pot_mps(j) = .75 * drcla * pot_mps(j) pot_mpa(j) = .75 * drcla * pot_mpa(j) pot_no3(j) = pot_no3(j) * (1. - pot_no3l(j)) pot_solp(j) = pot_solp(j) * (1. - pot_solpl(j))
!
compute flow from surface inlet tile tileo = Min(pot_tilemm(j), pot_vol(j)) potvol_tile = pot_vol(j) pot_vol(j) = pot_vol(j) - tileo qdr(j) = qdr(j) + tileo tileq(j) = tileq(j) + tileo sumo = sumo + tileo tile_out(j) = tile_out(j) + tileo
!
calculate seepage into soil potsep = pp_perc * potsa(j) * 10. do 1 a = 1, 2 pp_perc = potsep - pp_perc if (pp_perc >= 5.) then !laju perkolasi max 5 mm/hari pp_perc = 5 end if continu potsep = Min(potsep, pot_vol(j)) potvol_sep = pot_vol(j)
!
!
36 pot_vol(j) = pot_vol(j) - potsep pot_seep(j) = potsep !
!
recompute total soil water sol_sw(j) = 0. do ly = 1, sol_nly(j) sol_sw(j) = sol_sw(j) + sol_st(ly,j) end do compute evaporation from water surface if (laiday(j) < evlai) then potev = (1. - laiday(j) / evlai) * pet_day porev = 6. * potev * potsa(j) potev = Min(potev, pot_vol(j)) pot_vol(j) = pot_vol(j) - potev pot_evap(j)= pot_evap(j) + potev endif if (potvol_tile > 1.e-6) then sedloss = pot_sed(j) * tileo / potvol_tile sedloss = Min(sedloss, pot_sed(j)) pot_sed(j) = pot_sed(j) - sedloss potsedo = potsedo + sedloss sedyld(j) = sedyld(j) + sedloss no3loss = pot_no3(j) * tileo / potvol_tile no3loss = Min(no3loss, pot_no3(j)) pot_no3(j) = pot_no3(j) - no3loss surqno3(j) = surqno3(j) + no3loss / hru_ha(j) solploss = pot_solp(j) * tileo / potvol_tile solploss = Min(solploss, pot_solp(j)) solp_tileo = solploss pot_solp(j) = pot_solp(j) - solploss surqsolp(j) = surqsolp(j) + solploss / hru_ha(j) orgnloss = pot_orgn(j) * tileo / potvol_tile orgnloss = Min(orgnloss, pot_orgn(j)) pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - orgnloss sedorgn(j) = sedorgn(j) + orgnloss / hru_ha(j) orgploss = pot_orgp(j) * tileo / potvol_tile orgploss = Min(orgploss, pot_orgp(j)) pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - orgploss sedorgp(j) = sedorgp(j) + orgploss / hru_ha(j) minpsloss = pot_mps(j) * tileo / potvol_tile minpsloss = Min(minpsloss, pot_mps(j)) pot_mps(j) = pot_mps(j) - minpsloss sedminps(j) = sedminps(j) + minpsloss / hru_ha(j) minpaloss = pot_mpa(j) * tileo / potvol_tile minpaloss = Min(minpaloss, pot_mpa(j)) pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - minpaloss sedminpa(j) = sedminpa(j) + minpaloss / hru_ha(j) sanloss = pot_san(j) * tileo / potvol_tile
37 pot_san(j) = pot_san(j) - sanloss potsano = potsano + sanloss sanyld(j) = sanyld(j) + sanloss silloss = pot_sil(j) * tileo / potvol_tile pot_sil(j) = pot_sil(j) - silloss potsilo = potsilo + silloss silyld(j) = silyld(j) + silloss claloss = pot_cla(j) * tileo / potvol_tile pot_cla(j) = pot_cla(j) - claloss potclao = potclao + claloss clayld(j) = clayld(j) + claloss sagloss = pot_sag(j) * tileo / potvol_tile pot_sag(j) = pot_sag(j) - sagloss potsago = potsago + sagloss sagyld(j) = sagyld(j) + sagloss lagloss = pot_lag(j) * tileo / potvol_tile pot_lag(j) = pot_lag(j) - lagloss potlago = potlago + lagloss lagyld(j) = lagyld(j) + lagloss
!
track loadings removed via tile flow tile_sedo(j)= tile_sedo(j)+ sedloss tile_no3o(j)= tile_no3o(j)+ no3loss tile_solpo(j)= tile_solpo(j)+ solploss tile_orgno(j)= tile_orgno(j)+ orgnloss tile_orgpo(j)= tile_orgpo(j)+ orgploss tile_minpso(j)= tile_minpso(j)+ minpsloss tile_minpao(j)= tile_minpao(j)+ minpaloss end if if (potvol_sep > 1.e-6) then sedloss = pot_sed(j) * potsep / potvol_sep sedloss = Min(sedloss, pot_sed(j)) pot_sed(j) = pot_sed(j) - sedloss no3loss = pot_no3(j) * potsep / potvol_sep no3loss = Min(no3loss, pot_no3(j)) pot_no3(j) = pot_no3(j) - no3loss solploss = pot_solp(j) * potsep / potvol_sep solploss = Min(solploss, pot_solp(j)) pot_solp(j) = pot_solp(j) - solploss orgnloss = pot_orgn(j) * potsep / potvol_sep orgnloss = Min(orgnloss, pot_orgn(j)) pot_orgn(j) = pot_orgn(j) - orgnloss orgploss = pot_orgp(j) * potsep / potvol_sep orgploss = Min(orgploss, pot_orgp(j)) pot_orgp(j) = pot_orgp(j) - orgploss minpsloss = pot_mps(j) * potsep / potvol_sep
38 minpsloss = Min(minpsloss, pot_mps(j)) pot_mps(j) = pot_mps(j) - minpsloss minpaloss = pot_mpa(j) * potsep / potvol_sep minpaloss = Min(minpaloss, pot_mpa(j)) pot_mpa(j) = pot_mpa(j) - minpaloss sanloss = pot_san(j) * potsep / potvol_sep pot_san(j) = pot_san(j) - sanloss silloss = pot_sil(j) * potsep / potvol_sep pot_sil(j) = pot_sil(j) - silloss claloss = pot_cla(j) * potsep / potvol_sep pot_cla(j) = pot_cla(j) - claloss sagloss = pot_sag(j) * potsep / potvol_sep pot_sag(j) = pot_sag(j) - sagloss lagloss = pot_lag(j) * potsep / potvol_sep pot_lag(j) = pot_lag(j) - lagloss !
track loadings removed via seepage end if endif
!
summary calculations if (curyr > nyskip) then potmm = 0. if (pot_vol(j) > 0. .and. potsa(j) > 0.0) then potmm = pot_vol(j) / potsa(j) / 10. endif wshd_pinlet = wshd_pinlet + solp_tileo / hru_ha(j) * hru_dafr(j) spadyo = spadyo + sumo * hru_dafr(j) spadyosp = spadyosp + spillo * hru_dafr(j) spadyev = spadyev + potev * hru_dafr(j) spadysp = spadysp + potsep * hru_dafr(j) spadyrfv = spadyrfv + precipday * hru_dafr(j) end if
!
!!! output.pot and output.wtr turned on by same code named IWTR in file.cio if (iwtr == 1) then write (125,2000) subnum(j), hruno(j), i, iyr, potvol_ini, & potsa_ini, spillo, potsep, potev, sol_sw(j), tileo, & pot_vol(j), potsa(j) endif
return 2000 format (a5,a4,1x,2i5,9f10.2) end
39 Lampiran 4 Parameter yang digunakan dalam kalibrasi dan validasi No
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
v__CN2.mgt v__ALPHA_BF.gw v__GW_DELAY.gw v__GWQMN.gw v__GW_REVAP.gw v__ESCO.hru v__CH_K2.rte v__ALPHA_BNK.rte r__SOL_AWC(1).sol r__SOL_K(1).sol r__SOL_BD(1).sol v__OV_N.hru r__SURLAG.bsn v__REVAPMN.gw v__GWHT.gw v__SHALLST.gw v__DEEPST.gw v__GW_SPYLD.gw r__SOL_ZMX.sol r__SOL_CRK.sol v__SLSUBBSN.hru v__HRU_SLP.hru r__LAT_TTIME.hru r__SLSOIL.hru v__EPCO.hru
Harian 2006 original pothole paddy 36.58 47.29 37.83 0.15 0.14 0.42 317.50 472.50 192.50 75.00 175.00 225.00 0.13 0.17 0.18 0.55 0.44 0.55 237.49 477.50 492.50 0.83 0.25 0.75 0.50 0.12 0.57 90.00 90.00 50.00 2.04 2.25 1.53 21.15 20.55 16.95 2.04 8.02 9.17 605.00 935.00 255.00 3.63 19.38 20.63 502.76 680.58 55.00 350.00 8150.00 3850.00 0.10 0.31 0.16 3342.50 2327.50 1627.50 0.22 0.55 0.80 101.70 124.10 108.70 0.02 0.08 0.18 79.94 95.02 107.10 117.75 134.25 11.25 0.96 0.42 0.10
Harian 2009 original pothole paddy 43.51 88.02 50.71 0.57 0.83 0.48 447.50 404.17 112.18 4875.00 375.00 5692.29 0.16 0.11 0.06 0.43 0.71 0.51 437.50 370.83 583.33 0.12 0.26 0.25 0.69 0.68 0.58 1270.00 1550.00 898.21 1.00 1.77 0.82 5.86 22.75 21.20 1.12 23.04 7.53 635.00 275.00 239.55 4.88 3.54 14.04 463.25 785.96 568.66 4050.00 4416.67 8221.90 0.30 0.08 0.19 1662.50 670.83 978.02 0.68 0.33 0.78 110.10 120.83 111.56 0.11 0.50 0.04 56.81 47.76 48.92 62.25 66.25 34.02 1.00 0.03 0.82
Harian 2013 Defult in SWAT ratarata original pothole paddy Min_value Max_value 38.63 70.13 48.33 51.23 35 98 0.60 0.98 0.21 0.48 0 1 317.31 336.54 67.31 296.39 0 500 4903.85 1057.69 2211.54 2176.71 0 5000 0.18 0.11 0.11 0.13 0.02 0.2 0.56 0.79 0.79 0.59 0 1 221.15 471.15 413.46 411.66 -0.01 500 0.10 0.25 0.21 0.33 0 1 0.37 0.10 0.02 0.40 0 1 1500.00 1038.46 192.31 742.11 0 2000 1.61 1.36 1.85 1.58 0.9 2.5 23.66 2.89 14.43 16.61 0.01 30 19.13 19.13 15.60 11.64 1 24 442.31 711.54 134.62 470.33 0 1000 10.10 6.25 10.10 10.28 0 25 826.92 557.69 634.62 563.94 0 1000 4038.46 8653.85 1346.15 4786.34 0 10000 0.38 0.28 0.01 0.20 0 0.4 1951.92 2625.00 471.15 1739.66 0 3500 0.25 0.60 0.25 0.49 0 1 28.85 12.69 98.85 90.82 10 150 0.38 0.57 0.45 0.26 0 0.6 114.23 100.38 169.62 91.09 0 180 135.58 66.35 112.50 82.24 0 150 0.02 0.17 0.75 0.47 0 1
40 Lanjutan Lampiran 4 No
Parameter
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
v__CN2.mgt v__ALPHA_BF.gw v__GW_DELAY.gw v__GWQMN.gw v__GW_REVAP.gw v__ESCO.hru v__CH_K2.rte v__ALPHA_BNK.rte r__SOL_AWC(1).sol r__SOL_K(1).sol r__SOL_BD(1).sol v__OV_N.hru r__SURLAG.bsn v__REVAPMN.gw v__GWHT.gw v__SHALLST.gw v__DEEPST.gw v__GW_SPYLD.gw r__SOL_ZMX.sol r__SOL_CRK.sol v__SLSUBBSN.hru v__HRU_SLP.hru r__LAT_TTIME.hru r__SLSOIL.hru v__EPCO.hru
Bulanan 2006 original pothole paddy 66.82 69.33 38.67 0.26 0.79 0.58 495.10 459.15 301.18 325.00 2825.00 375.00 0.12 0.11 0.17 0.09 0.64 0.06 307.50 102.49 154.16 0.66 0.04 0.08 0.09 0.12 0.49 590.00 1170.00 516.67 2.03 1.80 1.47 4.96 3.16 22.25 4.11 13.54 6.56 385.00 365.00 91.67 19.63 15.13 9.79 185.00 295.00 358.33 2450.00 2450.00 6583.33 0.28 0.05 0.05 3377.50 2887.50 2187.50 0.16 0.63 0.03 125.50 24.70 144.17 0.02 0.12 0.42 125.10 171.90 1.50 95.25 141.75 21.25 0.51 0.38 0.71
Bulanan 2009 original pothole paddy 40.78 41.83 38.67 0.28 0.68 0.38 304.17 462.50 212.50 1458.33 2958.33 3208.33 0.09 0.05 0.20 0.18 0.56 0.21 454.17 120.83 270.83 0.13 0.09 0.08 0.83 0.08 0.59 83.33 1183.33 83.33 1.37 0.91 1.15 7.76 5.26 5.26 11.16 19.59 4.26 341.67 141.67 608.33 12.71 2.29 2.29 8.33 991.67 541.67 9083.33 3083.33 4750.00 0.19 0.35 0.20 1779.17 1779.17 729.17 0.53 0.23 0.96 32.17 125.50 62.50 0.36 0.05 0.53 55.50 16.50 142.50 138.75 8.75 146.25 0.09 0.63 0.14
Bulanan 2013 Defult in SWAT ratarata original pothole paddy Min_value Max_value 70.13 43.48 58.02 51.97 35 98 0.33 0.29 0.63 0.47 0 1 28.85 278.85 278.85 313.46 0 500 3942.31 96.15 1442.31 1847.86 0 5000 0.13 0.18 0.18 0.14 0.02 0.2 0.56 0.37 0.52 0.35 0 1 490.38 413.46 375.00 298.76 -0.01 500 0.29 0.10 0.17 0.18 0 1 0.71 0.37 0.48 0.42 0 1 653.85 1115.38 500.00 655.10 0 2000 2.35 1.18 2.47 1.64 0.9 2.5 13.27 8.66 28.27 10.98 0.01 30 19.13 12.06 21.79 12.47 1 24 942.31 326.92 403.85 400.71 0 1000 14.90 14.90 19.71 12.37 0 25 826.92 826.92 942.31 552.91 0 1000 4423.08 576.92 8269.23 4629.91 0 10000 0.25 0.24 0.01 0.18 0 0.4 2355.77 1144.23 1548.08 1976.45 0 3500 0.17 0.87 0.33 0.43 0 1 141.92 93.46 147.31 99.69 10 150 0.10 0.20 0.59 0.26 0 0.6 114.23 31.15 10.38 74.31 0 180 25.96 14.42 37.50 69.99 0 150 0.63 0.37 0.40 0.43 0 1
41 Lanjutan Lampiran 4 No
Parameter
Definisi
1
V__CN2.mgt
SCS curve number
2
V__ALPHA_BF.gw
Faktor alfa untuk aliran permukaan (hari)
3
V__GW_DELAY.gw
Perlambatan aliran bawah tanah (hari)
4
V__GWQMN.gw
Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal yang dibutuhkan agar terjadi arus balik (mm)
5
V__GW_REVAP.gw
Koefisien "revap" air bawah tanah
6
V__ESCO.hru
Faktor pergantian evaporasi tanah
7
V__CH_K2.rte
Konduktivitas hidrolik efektif pada saluran utama (mm/hari)
8
V__ALPHA_BNK.rte
Aliran resesi konstan atau resesi proporsional pada tepi sungai
9
R__SOL_AWC(..).sol
Kapasitas air pada lapisan tanah (mm)
10
R__SOL_K(..).sol
Konduktivitas hidrolik saat jenuh (mm/hari)
11
R__SOL_BD(..).sol
moist bulk density (Mg/m³ atau g/cm³)
12
V__OV_N.hru
Nilai manning "n" untuk aliran overland
13
R__SURLAG.bsn
Koefisien lag aliran limpasan permukaan
14
V__REVAPMN.gw
Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal agar perkolasi mencapai akuifer dalam (mm)
15
V__GWHT.gw
Jumlah air awal pada groundwater
16
V__SHALLST.gw
Jumlah air awal pada aquifer dangkal
17
V__DEEPST.gw
Jumlah air awal pada aquifer dalam
18
V__GW_SPYLD.gw
Kapasitas lapang akuifer dangkal (m³/m³)
19
R__SOL_ZMX.sol
Kedalaman ruting maksimum pada tanah (mm)
20
R__SOL_CRK.sol
Potensial volume retakan pada profil tanah
21
V__SLSUBBSN.hru
Panjang kemiringan rata-rata (m)
22
V__HRU_SLP.hru
Kemiringan rata-rata (m/m)
23
R__LAT_TTIME.hru
Waktu pegaliran aliran lateral (hari)
24
R__SLSOIL.hru
Panjang kemiringan aliran bawah permukaan lateral (m)
25
V__EPCO.hru
Faktor pergantian terusan tanaman
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Talang Sari Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada tanggal 31 Oktober 1990 sebagai anak sulung dari ayah Sunari dan ibu Wartinah.Penulis telah menempuh pendidikan di SDN 45 Pancung Soal Talang Sari (1996 sampai 2002), SMPN 1 Lunang Silaut (2002 sampai 2005), dan SMAN 1 Lunang Silaut (2005 sampai 2008). Penulis di terima pada jenjang pendidikan sarjana tahun 2008, di Program Studi S1 Teknik Pertanian (TEP) Universitas Andalas (UNAND) melalui jalur PMDK. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten labor Teknik Tanah dan Air (TTA) dan juga diberikesempatan mengikuti beberapa kegiatan proyek dosen dalam menganalisis hidrologi serta pengabdian masyarakat di beberapa lokasi di Sumatera. Jenjang studi sarjana diselesaikan pada 19 Juli tahun 2012, kemudian penulis bergabung ke PT. Andalas Mitra Energi, menempati posisi sebagai surveyor dibidang GIS dan Energi. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutnya pendidikan Master di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa BPPDN (Biaya Pendidikan Pascasarjana dalam Negri) yang berasal dari DIKTI pada tahun 2013. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, penulis menyusun Tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Padi Sawah untuk Analisis Hasil Air (Water Yield) menggunakan Program SWAT (Soil Water Assessment Tools)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng dan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS. Sebuah artikel telah diterbitkan pada jurnal Asian Journal Applied Sciences (ISSN: 2321 – 0893) Volume 03 Issue 05, Oktober 2015 dengan judul yang sama dengan tesis. Sebagai tahap akhir proses studi S-2 maka penulis telah dapat mempertahankan hasil penelitian dan pendapat keilmuannya dalam sidang akhir yang telah dilaksanakan pada 15 Desember 2015.
Corespondendt:
[email protected] 1